melakukan praktikum atau penelitian di Laboratorium Mikrobiologi. Kerja yang steril berarti
kerja pada kondisi bebas dari semua bentuk hidup mikroorganisme, termasuk endospora dan
virus. Namun, kondisi steril tidak terbebas dari kehadiran prion. Proses atau tahapan kerja untuk
menghilangkan atau mematikan seluruh bentuk hidup mikroorganisme dan virus disebut
sterilisasi. Sterilisasi dapat dilakukan dengan berbagai metode, baik metode fisik maupun kimia
(Nester dkk., 2004).
Sementara itu, kerja aseptis adalah kerja pada kondisi tercegah dari serangan agen infeksi yang
dapat menginfeksi jaringan atau material yang steril. Untuk mencapai kondisi aseptis diperlukan
teknik-teknik aseptik (Benson, 2001). Teknik-teknik aseptik adalah teknik yang dilakukan untuk
mengurangi serangan patogen yang dapat mengontaminasi media/kultur (Black, 2008) dan
jaringan hidup (Benson, 2001). Suatu media atau jaringan hidup agar terbebas dari kontaminasi
agen penyebab penyakit dan virus harus dilakukan upaya disinfeksi terlebih dahulu. Secara
umum, disinfeksi menggunakan zat kimia antimikroba yang disebut zat disinfektan (Nester dkk.,
2004; Black, 2008).
Zat disinfektan mudah mematikan bakteri dalam fase vegetatif, jamur, dan lipid containing virus.
Sementara itu, zat disinfektan sulit mematikan Mycobacteria dan non-lipid containing virus serta
umumnya spora bakteri dapat resistan terhadap zat tersebut (Collins & Lyne, 2004).
Zat disinfektan dapat berupa fungisida dan germisida. Fungisida adalah zat disinfektan yang
dapat membunuh jamur, sedangkan germisida adalah zat disinfektan yang dapat membunuh
mikroorganisme dan menginaktivasi virus (Nester dkk., 2004).
Sementara itu, zat disinfektan yang aman digunakan oleh kulit atau jaringan hidup lain disebut
zat antiseptik (Benson, 2001; Nester dkk., 2004).
Namun, metode yang paling umum dan mendasar untuk digunakan dalam sterilisasi adalah
metode autoclaving, panas-kering, dan filtrasi (Harley & Prescott, 2002).
Metode autoclaving menggunakan alat yang disebut autoklaf. Metode autoclaving atau metode
panas-basah memanfaatkan panas uap air untuk melakukan proses pensterilan. Tidak hanya itu,
metode autoclaving memanfaatkan kekuatan tekanan, sehingga suhu yang dihasilkan menjadi
lebih tinggi dan proses sterilisasi menjadi lebih cepat (Collins & Lyne, 2004).
Sementara itu, metode panas-kering memanfaatkan aliran udara panas untuk melakukan proses
pensterilan. Berbeda dengan metode autoclaving, metode panas-kering memerlukan waktu yang
lebih lama karena sterilisasi tidak disertai dengan tekanan seperti halnya pada metode
autoclaving (Harley & Prescott, 2002).
Selanjutnya, metode filtrasi merupakan metode pensterilan dengan menggunakan pori yang
sangat kecil untuk menyaring bakteri. Namun, mikroplasma dan virus tidak ikut tersaring dengan
menggunakan metode filtrasi (Collins & Lyne, 2004).
Laboratorium Mikrobiologi harus mempunyai sejumlah alat yang dapat menunjang proses
praktikum dan penelitian di dalamnya. Di antara alat-alat tersebut, ada alat-alat yang khusus
digunakan di dalam Laboratorium Mikrobiologi dan ada juga yang tidak. Alat-alat tersebut
antara lain autoklaf, oven, inkubator statis, shaker incubator atau inkubator kocok, waterbath
shaker incubator, vorteks, desikator, transfer box, anaerobic jar, sentrifugator, dan
spektrofotometer. Berikut penjelasan artikel alat-alat laboratorium mikrobiologi beserta
fungsinya:
Equipment
jarum inokulum berfungsi untuk memindahkan biakan untuk ditanam/ ditumbuhkan ke media
baru. Jarum inokulum biasanya terbuat dari kawat nichrome atau platinum sehingga dapat
berpijar jika terkena panas. Bentuk ujung jarum dapat berbentuk lingkaran (loop) dan disebut ose
atau inoculating loop/transfer loop, dan yang berbentuk lurus disebut inoculating
needle/Transfer needle. Inoculating loop cocok untuk melakukan streak di permukaan agar,
sedangkan inoculating needle cocok digunakan untuk inokulasi secara tusukan pada agar tegak
(stab inoculating).
2.Mikropipet (Micropippete) dan Tip
Mikropipet adalah alat untuk memindahkan cairan yang bervolume cukup kecil, biasanya kurang
dari 1000 μl. Banyak pilihan kapasitas dalam mikropipet, misalnya mikropipet yang dapat diatur
volume pengambilannya (adjustable volume pipette) antara 1μl sampai 20 μl, atau mikropipet
yang tidak bisa diatur volumenya, hanya tersedia satu pilihan volume (fixed volume pipette)
misalnya mikropipet 5 μl. dalam penggunaannya, mukropipet memerlukan tip.
Di dalam mikrobiologi, tabung reaksi digunakan untuk uji-uji biokimiawi dan menumbuhkan
mikroba.Tabung reaksi dapat diisi media padat maupun cair. Tutup tabung reaksi dapat berupa
kapas, tutup metal, tutup plastik atau aluminium foil. Media padat yang dimasukkan ke tabung
reaksi dapat diatur menjadi 2 bentuk menurut fungsinya, yaitu media agar tegak (deep tube agar)
dan agar miring (slants agar). Untuk membuat agar miring, perlu diperhatikan tentang
kemiringan media yaitu luas permukaan yang kontak dengan udara tidak terlalu sempit atau tidak
terlalu lebar dan hindari jarak media yang terlalu dekat dengan mulut tabung karena
memperbesar resiko kontaminasi. Untuk alas an efisiensi, media yang ditambahkan berkisar 10-
12 ml tiap tabung.
4.Labu Erlenmeyer (Erlenmeyer Flask)
Berfungsi untuk menampung larutan, bahan atau cairan yang. Labu Erlenmeyer dapat digunakan
untuk meracik dan menghomogenkan bahan-bahan komposisi media, menampung akuades,
kultivasi mikroba dalam kultur cair, dll. Terdapat beberapa pilihan berdasarkan volume cairan
yang dapat ditampungnya yaitu 25 ml, 50 ml, 100 ml, 250 ml, 300 ml, 500 ml, 1000 ml, dsb.
5.Beaker Glass
Beaker glass merupakan alat yang memiliki banyak fungsi. Di dalam mikrobiologi, dapat
digunakan untuk preparasi media media, menampung akuades dll.
Cawan petri berfungsi untuk membiakkan (kultivasi) mikroorganisme. Medium dapat dituang ke
cawan bagian bawah dan cawan bagian atas sebagai penutup. Cawan petri tersedia dalam
berbagai macam ukuran, diameter cawan yang biasa berdiameter 15 cm dapat menampung media
sebanyak 15-20 ml, sedangkan cawan berdiameter 9 cm kira-kira cukup diisi media sebanyak 10
ml.
8.Batang L (L Rod)
Batang L bermanfaat untuk menyebarkan cairan di permukaan mediaagar supaya bakteri yang
tersuspensidalam cairan tersebut tersebar merata. Alat ini juga disebut spreader.
Tabung durham yaitu tabung yang memiliki bentuk yang sama dengan tabung reaksi tetapi
memiliki ukuran yang lebih kecil dibanding tabung reaksi. Berfungsi untuk menampung hasil
fermentasi mikroorganisme berupa gas. Dalam penggunaannya, maka tabung durham itu
ditempatkan terbalik di dalam tabung reaksi yang lebih besar dan tabung ini kemudian diisi
dengan medium cair. Setelah seluruhnya disterilkan dan medium sudah dingin, maka dapat
dilakukan inokulasi. Jika bakteri yang ditumbuhkan dalam media tersebut memang
menghasilkan gas, maka gas akan tampak sebagai gelembung pada dasar tabung durham.
10.Termometer (thermometer)
Termometer adalah batang kaca yang panjangnya 300 mm, diameter 6-7 mm berisi air raksa dan
gas, serta dilengkapi dengan skala derajat Celcius. Berfungsi untuk mengukur suhu suatu larutan
atau ruang inkubator. Prinsip kerjanya yaitu mengukur suhu sesuai laju air raksa di dalam
thermometer.
Apparatus
Hot plate stirrer dan Stirrer bar (magnetic stirrer) berfungsi untuk menghomogenkan suatu
larutan dengan pengadukan. Pelat (plate) yang terdapat dalam alat ini dapat dipanaskan sehingga
mampu mempercepat proses homogenisasi. Pengadukan dengan bantuan batang magnet Hot
plate dan magnetic stirrer seri SBS-100 dari SBS® misalnya mampu menghomogenkan sampai
10 L, dengan kecepatan sangat lambat sampai 1600 rpm dan dapat dipanaskan sampai 425oC.
3.Autoklaf (Autoclave)
Autoklaf adalah alat pemanas tertutup yang digunakan untuk mensterilisasi suatu benda
menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi (1210C, 15 lbs) selama kurang lebih 15 menit.
Penurunan tekanan pada autoklaf tidak dimaksudkan untuk membunuh mikroorganisme,
melainkan meningkatkan suhu dalam autoklaf. Suhu yang tinggi inilah yang akan membunuh
microorganisme. Autoklaf terutama ditujukan untuk membunuh endospora, yaitu sel resisten
yang diproduksi oleh bakteri, sel ini tahan terhadap pemanasan, kekeringan, dan antibiotik. Pada
spesies yang sama, endospora dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang dapat membunuh sel
vegetatif bakteri tersebut. Endospora dapat dibunuh pada suhu 100 °C, yang merupakan titik
didih air pada tekanan atmosfer normal. Pada suhu 121 °C, endospora dapat dibunuh dalam
waktu 4-5 menit, dimana sel vegetatif bakteri dapat dibunuh hanya dalam waktu 6-30 detik pada
suhu 65 °C.
Perhitungan waktu sterilisasi autoklaf dimulai ketika suhu di dalam autoklaf mencapai 121 °C.
Jika objek yang disterilisasi cukup tebal atau banyak, transfer panas pada bagian dalam autoklaf
akan melambat, sehingga terjadi perpanjangan waktu pemanasan total untuk memastikan bahwa
semua objek bersuhu 121 °C untuk waktu 10-15 menit. Perpanjangan waktu juga dibutuhkan
ketika cairan dalam volume besar akan diautoklaf karena volume yang besar membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk mencapai suhu sterilisasi. Performa autoklaf diuji dengan indicator
biologi, contohnya Bacillus stearothermophilus.
Autoklaf adalah sebuah alat yang digunakan untuk melakukan sterilisasi dengan memanfaatkan
panas uap air di bawah tekanan. Temperatur panas uap air pada tekanan atmosfer hanya
mencapai 100 °C. Akan tetapi, temperatur akan meningkat dengan adanya tekanan, misalnya
pada tekanan 1 bar (kira-kira 15 lb/in2) temperatur menjadi 121°C. Bakteri akan dibunuh pada
temperatur tersebut kurang lebih selama 15-20 menit (Collins & Lyne, 2004; Black, 2008).
Autoklaf dapat digunakan untuk sterilisasi kultur media, jarum suntik, dan larutan yang
termostabil (Cappuccino & Sherman, 2001).
Sterilisasi dengan menggunakan autoklaf memiliki kisaran tekanan, waktu dan temperatur,
tergantung material yang akan disterilisasi. Tekanan yang dipakai pada alat autoklaf berkisar
antara 15-20 lb, temperatur yang diizinkan berkisar antara 121-125 °C (250-256 °F), dan waktu
yang dibutuhkan berkisar antara 15-45 menit, tergantung bahan atau material yang akan dimuat
(Morello dkk., 2003). Udara juga merupakan faktor penting yang memengaruhi keefektifan alat
autoklaf. Kehadiran udara pada muatan autoklaf akan memberi pengaruh kurang baik terhadap
penetrasi panas uap air ke kultur media (Collins & Lyne, 2004). Sementara itu, untuk mengecek
alat autoklaf masih bekerja baik atau tidak, diperlukan pengetesan menggunakan indikator
biologi. Indikator biologi yang lazim digunakan adalah endospora Bacillus stearothermophilus.
Spora bakteri tersebut dipakai karena sporanya dapat resistan terhadap panas. Apabila setelah
sterilisasi masih ditemukan spora bakteri tersebut, berarti alat autoklaf sedang bermasalah. Cara
pengecekan dimulai dengan menaruh strip yang mengandung spora bakteri dengan material yang
disterilisasi pada autoklaf. Setelah proses sterilisasi selesai, tiap strip ditempatkan di dalam
medium cair. Apabila terjadi perubahan warna pH indikator pada medium cair, berarti proses
sterilisasi tidak berjalan sukses (Morello dkk., 2003).
4.oven
Oven Berfungsi untuk sterilisasi kering. alat-alat yang disterilkan menggunakan oven antaralain
peralatan gelas seperti cawan petri, tabung reaksi, dll. serilisasi kerning dengan oven dilakukan
dengan cara memanaskan dengan suhu 180oC selama 1 jam.
Oven adalah alat yang digunakan pula dalam melakukan sterilisasi. Berbeda dengan autoklaf,
oven tidak memanfaatkan panas uap air untuk melakukan sterilisasi. Oven dapat mensterilkan
barang-barang dengan memanfaatkan aliran udara panas. Aliran udara panas tersebut didapatkan
secara elektrik. Barang-barang yang disterilkan oleh oven antara lain cawan petri, labu
erlenmeyer, pipet, dan objek metal (Collins & Lyne, 2004: 45). Barang pecah belah tersebut akan
tergores dan rusak apabila diberikan panas uap air (Harley & Prescott, 2002).
Kelemahan sterilisasi menggunakan oven adalah waktu yang diperlukan untuk melakukan
sterilisasi cukup lama, yaitu sekitar dua jam. Temperatur yang diizinkan untuk melakukan
sterilisasi pada oven, berkisar antara 160-170 °C. Apabila lebih dari 180 °C, barang yang
disterilisasi akan menjadi gosong (Harley & Prescott, 2002).
5.Inkubator (Incubator)
Inkubator adalah alat untuk menginkubasi atau memeram mikroba pada suhu yang terkontrol.
Alat ini dilengkapi dengan pengatur suhu dan pengatur waktu. Inkubator merupakan alat yang
digunakan untuk menginkubasi atau mengerami suatu biakan. Inkubator menyediakan kondisi
temperatur yang optimum untuk mikroorganisme bisa melakukan pertumbuhan. Inkubator
memiliki alat pengatur suhu, sehingga temperatur dapat diatur sesuai biakan yang akan
diinkubasi. Inkubator memanfaatkan panas-kering seperti oven. Pada beberapa jenis inkubator,
kelembapan disediakan dengan memberikan air di dalam inkubator selama periode pertumbuhan
mikroba. Lingkungan yang basah memperlambat dehidrasi pada medium sehingga menghindari
kondisi lingkungan yang bias (Cappuccino & Sherman, 2001).
Inkubator.
Inkubator memiliki banyak tipe, misalnya inkubator statis, inkubator kocok, dan inkubator
waterbath shaker. Inkubator statis adalah jenis inkubator yang digunakan untuk mengerami
mikroba pada medium padat. Sementara itu, inkubator kocok dan inkubator waterbath shaker
digunakan untuk mengerami mikroba pada medium cair. Pengocokan pada inkubator kocok
dilakukan untuk memberikan pengaruh terhadap temperatur dan beberapa aspek metabolisme
mikroba (Patching & Rose, 1970). Adanya prosedur pengocokan pada proses inkubasi mikroba
sangat bermanfaat pada mikroba yang dikultur di medium cair, seperti meningkatkan kontak
antara mikroba dan media.
Selanjutnya, timbul masalah khusus mengenai inkubasi terhadap bakteri anaerob. Hal tersebut
disebabkan bakteri anaerob akan terbunuh jika terpapar dengan oksigen. Inkubasi bakteri
anaerob dapat dilakukan pada alat khusus yang mencegah kondisi lingkungan yang kaya
oksigen, yaitu alat yang disebut anaerobic jar. Anaerobic jar mempunyai banyak tipe, salah
satunya adalah yang memanfaatkan teknik GasPak system (Cappuccino & Sherman, 2001).
Prinsip kerja dari alat anaerobic jar yang menggunakan teknik GasPak system adalah dengan
mengeluarkan oksigen dari botol yang tertutup dengan bantuan GasPak Generator dan katalis.
Sistem tersebut menggunakan bungkus kimia GasPak Generator yang terdiri dari sodium
bikarbonat dan sodium borohidrit, yang nantinya akan bereaksi dengan air sehingga
menghasilkan karbon dioksida dan hidrogen. Proses penambahan air dilakukan sebelum botol
ditutup, dengan cara dipipet ke dalamnya. Setelah itu, paladium, yang terletak di tutup botol,
mengkatalisis pembentukan air yang berasal dari hidrogen dan oksigen residu. Akhirnya,
kandungan oksigen semakin berkurang dan kandungan karbon dioksida semakin meningkat,
sehingga menciptakan kondisi lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan bakteri anaerob
(Cappuccino & Sherman, 2001; Morello dkk., 2003; Tortora dkk., 2010).
Untuk mengecek alat anaerobic jar masih bekerja dengan baik atau tidak, dapat menggunakan
indikator biologi dan kimia. Indikator biologi yang dapat digunakan seperti Pseudomonas
aeruginosa dan Clostridium welchii. Indikator biologi dapat digunakan untuk melihat kecukupan
prosedur anaerob yang terjadi pada alat anaerob jar. Namun, pengecekan dengan indikator
biologi memerlukan waktu yang lama (harus menunggu tahap inkubasi sampai selesai) dan
hasilnya bergantung juga pada medium yang digunakan (Watt dkk., 1976). Sementara itu,
indikator kimia yang sering digunakan adalah metilen biru. Metilen biru akan menjadi berkurang
warnanya pada kondisi yang kehilangan oksigen (Cappuccino & Sherman, 2001; Morello dkk.,
2003; Tortora dkk., 2010).
7.PH Meter
PH meter berfungsi untuk mencek derajat keasaman / PH media, karena derajat keasaman sangan
berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba.
Biological Safety Cabinet (BSC) atau dapat juga disebut Laminar Air Flow (LAF) adalah alat
yang berguna untuk bekerja secara aseptis karena BSC mempunyai pola pengaturan dan
penyaring aliran udara sehingga menjadi steril dan aplikasisinar UV beberapa jam sebelum
digunakan.
Microbiological safety cabinet (MSC) adalah suatu tempat atau ruangan yang didesain untuk
memproteksi suatu pekerjaan dari kontaminasi, contohnya adalah transfer box atau laminar flow.
Selain itu, MSC berguna untuk menciptakan keadaan yang aseptis pada saat pembuatan medium
atau manipulasi objek mikroorganisme. Alat MSC mempunyai berbagai tipe sirkulasi udara,
setidaknya ada tiga tipe. Salah satu tipenya, udara yang telah terfiltrasi dialirkan ke seluruh MSC
agar tercipta sirkulasi udara yang baik, kemudian dikeluarkan melalui suatu exhaust air.
Sirkulasi udara bersih tersebut dapat mencegah kontaminasi pada saat melakukan kegiatan
pembuatan medium atau manipulasi objek mikroorganisme (Collins & Lyne, 2004).
10.Colony counter
Alat ini berguna untuk mempermudah perhitungan koloni yang tumbuh setelah diinkubasi di
dalam cawankarena adanya kaca pembesar. Selain itu alat tersebut dilengkapi dengan skala/
kuadran yang sangat berguna untuk pengamatan pertumbuhan koloni sangat banyak. Jumlah
koloni pada cawan Petri dapat ditandai dan dihitung otomatis yang dapat di-reset.
Salah satu alat untuk melihat sel mikroorganisme adalah mikroskop cahaya. Dengan mikroskop
kita dapat mengamati sel bakteri yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Pada umumnya
mata tidak mampu membedakan benda dengan diameter lebih kecil dari 0,1 mm.
13. Desikator
Desikator adalah alat yang menjaga suatu material dalam kondisi kering dan menjauhkannya dari
uap air. Desikator disebut juga kotak pengering karena segala sesuatu yang disimpan di
dalamnya akan menjadi kering. Hal tersebut karena adanya suatu desiccant, yaitu suatu agen
yang dapat mengabsorpsi semua uap air yang ada di udara pada lingkungan desikator yang
tertutup. Salah satu desiccant yang sering digunakan adalah silika gel. Silika gel akan berubah
warna setelah mengabsorpsi uap air. Perubahan warna pada silika gel karena reaksi kimia yang
terjadi antara silika gel dengan air yang telah diabsorpsi.
14. Vorteks
Vorteks merupakan alat yang digunakan untuk mencampur sejumlah bahan dalam suatu botol.
Prinsip kerja dari vorteks adalah dengan memberikan putaran atau guncangan pada botol
sehingga berbagai campuran bahan yang ada di dalam botol tersebut menjadi tercampur secara
merata. Proses pencampuran bahan pada vorteks harus dilakukan di ruangan mikrobiological
safety cabinet untuk mencegah terjadinya kontaminasi (Collin & Lyne, 2004).
15. Sentrifugator
Sentrifugator adalah alat yang digunakan untuk mempelajari struktur dan fungsi suatu komponen
sel. Prinsip kerjanya adalah dengan memisahkan atau memfraksionasi setiap komponen sel
berdasarkan berat jenis dari tiap komponen sel. Alat tersebut memberikan gaya sentrifugal
sehingga substansi yang lebih berat akan mengendap dan substansi yang lebih ringan akan
berada di atas. Jika kecepatan sentrifugator semakin meningkat, komponen yang lebih ringan
akan mengendap di dasar. Komponen sel yang mengendap disebut pellet, dan komponen sel
yang tersuspensi di atasnya disebut supernatan. Pellet yang berhasil didapatkan nantinya akan
dipelajari lebih lanjut untuk diketahui fungsinya (Campbell & Reece, 2009).
16. Spektrofotometer
Spektrofotometer adalah alat yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kekeruhan suatu
sampel kultur. Pengukuran tingkat kekeruhan bertujuan untuk menghitung jumlah konsentrasi sel
bakteri yang berada pada suatu sampel (Benson 2001; Nester dkk. 2003). Prinsip kerja yang
digunakan adalah dengan mengkonversi jumlah cahaya yang diserap oleh sampel
(absorban/densitas optik, O.D.) menjadi jumlah konsentrasi sel bakteri. Sebelumnya, jumlah
cahaya yang diteruskan (%T) oleh sampel harus diketahui dengan cara melihat jarum
galvanometer yang tertera pada alat spektrofotometer. Jumlah cahaya yang diteruskan (%T) tadi,
kemudian dimasukkan ke dalam rumus densitas optik (O.D.) sebagai berikut:
Angka O.D. yang telah didapatkan kemudian dikonversi dengan menggunakan tabel logaritma
atau kalkulator, sehingga jumlah konsentrasi sel bakteri pada sampel tersebut dapat diketahui
(Benson, 2001).
Reference :
Patching, J. W. & A. H. Rose. 1970. The Effects and control of temperature. Dalam: Norris, J. R.
& D. W. Ribbons (eds.). 1970. Methods in microbiology volume 2.
Morello, J. A., P. A. Granato & H. E. Mizer. 2003. Laboratory manual and workbook in
microbiology: Applications to patient care.
Watt, B., J. G. Collee & R. Brown. 1976. Tests of performance of anaerobic jars.
Iklan
Beberapa sumber bahaya yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dapat dikategorikan
sebagai berikut:
a. Bahan Kimia.
Meliputi bahan mudah terbakar, bersifat racun, korosif, tidak stabil, sangat reaktif, dan gas yang
berbahaya. Penggunaan senyawa yang bersifat karsinogenik dalam industri maupun laboratorium
merupakan problem yang signifikan, baik karena sifatnya yang berbahaya maupun cara yang
ditempuh dalam penanganannya. Beberapa langkah yang harus ditempuh dalam penanganan
bahan kimia berbahaya meliputi manajemen, cara pengatasan, penyimpanan dan pelabelan,
keselamatan di laboratorium, pengendalian dan pengontrolan tempat kerja, dekontaminasi,
disposal, prosedur keadaan darurat, kesehatan pribadi para pekerja, dan pelatihan. Bahan kimia
dapat menyebabkan kecelakaan melalui pernafasan (seperti gas beracun),
serapan pada kulit (cairan), atau bahkan tertelan melalui mulut untuk padatan dan cairan. Bahan
kimia berbahaya dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori yaitu, bahan kimia yang
eksplosif (oksidator, logam aktif, hidrida, alkil logam, senyawa tidak stabil secara
termodinamika, gas yang mudah terbakar, dan uap yang mudah terbakar).
Bahan kimia yang korosif (asam anorganik kuat, asam anorganik lemah, asam organik kuat,
asam organik lemah, alkil kuat, pengoksidasi, pelarut organik). Bahan kimia yang merusak paru-
paru (asbes), bahan kimia beracun, dan bahan kimia karsinogenik (memicu pertumbuhan sel
kanker), dan teratogenik.
Keracunan akibat penyerapan zat kimia beracun (toxic) baik melalui oral maupun
kulit. Keracunan dapat bersifat akut atau kronis. Akut artinya dapat memberikan akibat
yang dapat dilihat atau dirasakan dalam waktu singkat. Misalnya, keracunan fenol dapat
menyebabkan diare dan keracunan karbon monoksida dapat menyebabkan pingsan atau
kematian dalam waktu singkat. Kronis artinya pengaruh dirasakan setelah waktu yang
lama, akibat penyerapan bahan kimia yang terakumulasi terus menerus. Contoh menghirup
udara benzena, kloroform, atau karbon tetraklorida terus menerus dapat menyebabkan sakit hati
(lever). Uap timbal dapat menyebabkan kerusakan dalam darah.
Iritasi dapat berupa luka, atau peradangan pada kulit, saluran pernapasan dan mata akibat
kontak dengan bahan kimia korosif, seperti asam sulfat, gas klor, dll.
Luka kulit dapat terjadi sebagai akibat bekerja dengan alat gelas. Kecelakaan ini sering
terjadi pada tangan atau mata karena pecahan kaca.
Luka bakar atau kebakaran disebabkan kurang hati-hati dalam menangani pelarut-
pelarut organik yang mudah terbakar, seperti eter dan etanol. Hal yang sama dapat diakibatkan
oleh peledakan bahan reaktif peroksida dan perklorat.
b. Aliran Listrik
Penggunaan peralatan dengan daya yang besar akan memberikan kemungkinan-kemungkinan
untuk terjadinya kecelakaan kerja. Beberapa faktor yang harus diperhatikan antara lain:
(1). Pemakaian safety switches yang dapat memutus arus listrik jika penggunaan melebihi limit/batas
yang ditetapkan oleh alat.
(2). Improvisasi terhadap peralatan listrik harus memperhatikan standar keamanan dari peralatan.
(3). Penggunaan peralatan yang sesuai dengan kondisi kerja sangat diperlukan untuk menghindari
kecelakaan kerja.
(4) Berhati-hati dengan air. Jangan pernah meninggalkan perkerjaan yang memungkinkan peralatan
listrik jatuh atau bersinggungan dengan air. Begitu juga dengan semburan air yang langsung
berinteraksi dengan peralatan listrik.
(5). Berhati-hati dalam membangun atau mereparasi peralatan listrik agar tidak membahayakan
penguna yang lain dengan cara memberikan keterangan tentang spesifikasi peralatan yang telah
direparasi.
(6). Pertimbangan bahwa bahan kimia dapat merusak peralatan listrik maupun isolator sebagai
pengaman arus listrik. Sifat korosif bahan kimia dapat menyebabkan kerusakan pada komponen
listrik.
(7). Perhatikan instalasi listrik jika bekerja pada atmosfer yang mudah meledak. Misalnya pada
lemari asam yang digunakan untuk pengendalian gas yang mudah terbakar.
(8). Pengoperasian suhu dari peralatan listrik akan memberikan pengaruh pada bahan isolator listrik.
Temperatur sangat rendah menyebabkan isolator akan mudah patah dan rusak. Isolator yang
terbuat dari bahan polivinil clorida (PVC) tidak baik digunakan pada suhu di bawah 0 ºC. Karet
silikon dapat digunakan pada suhu –50 ºC. Batas maksimum pengoperasian alat juga penting
untuk diperhatikan. Bahan isolator dari polivinil clorida dapat digunakan sampai pada suhu 75
ºC, sedangkan karet silikon dapat digunakan sampai pada suhu 150 ºC.
c. Radiasi
Radiasi dapat dikeluarkan dari peralatan semacam X-ray difraksi atau radiasi internal yang
digunakan oleh material radioaktif yang dapat masuk ke dalam badan manusia melalui
pernafasan, atau serapan melalui kulit. Non-ionisasi radiasi seperti ultraviolet, infra merah,
frekuensi radio, laser, dan radiasi elektromagnetik dan medan magnet juga harus diperhatikan
dan dipertimbangkan sebagai sumber kecelakaan kerja.
d. Mekanik.
Walaupun industri dan laboratorium modern lebih didominasi oleh peralatan yang terkontrol oleh
komputer, termasuk di dalamnya robot pengangkat benda berat, namun demikian kerja mekanik
masih harus dilakukan. Pekerjaan mekanik seperti transportasi bahan baku, penggantian
peralatan habis pakai, masih harus dilakukan secara manual, sehingga kesalahan prosedur kerja
dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Peralatan keselamatan kerja seperti helmet, sarung tangan,
sepatu, dan lain-lain perlu mendapatkan perhatian khusus dalam lingkup pekerjaan ini.
e. A p i.
Hampir semua laboratorium atau industri menggunakan bahan kimia dalam berbagai variasi
penggunaan termasuk proses pembuatan, pemformulaan atau analisis. Cairan mudah terbakar
yang sering digunakan dalam laboratorium atau industri adalah hidrokarbon. Bahan mudah
terbakar yang lain misalnya pelarut organik seperti aseton, benzen, butanol, etanol, dietil eter,
karbon disulfida, toluena, heksana, dan lain-lain. Para pekerja harus berusaha untuk akrab dan
mengerti dengan informasi yang terdapat dalam Material Safety Data Sheets (MSDS). Dokumen
MSDS memberikan penjelasan tentang tingkat bahaya dari setiap bahan kimia, termasuk di
dalamnya tentang kuantitas bahan yang diperkenankan untuk disimpan secara aman.
Sumber api yang lain dapat berasal dari senyawa yang dapat meledak atau tidak stabil. Banyak
senyawa kimia yang mudah meledak sendiri atau mudah meledak jika bereaksi dengan senyawa
lain. Senyawa yang tidak stabil harus diberi label pada penyimpanannya. Gas bertekanan juga
merupakan sumber kecelakaan kerja akibat terbentuknya atmosfer dari gas yang mudah terbakar.
Kebakaran merupakan salah satu bahaya di laboratorium. Berdasarkan klasifikasi oleh NFPA
(National Fire Protection Agency), api dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Kelas A, yaitu jenis api biasa yang berasal dari kertas, kayu, atau plastic yang terbakar
2. Kelas B, yaitu jenis api yang ditimbulkan oleh zat mudah terbakar dan mudah menyala seperti
bensin, kerosin, pelarut organic umum yang digunakan di laboratorium.
3. Kelas C, yaitu jenis api yang timbul dari peralatan listrik
4. Kelas D, yaitu jenis api yang timbul dari logam mudah menyala seperti magnesium, titanium,
kalium, dan natrium.
Jika terjadi kebakaran, alat pemadam kebakaran (fire extinguisher) yang digunakan harus
disesuaikan dengan penyebab timbulnya api. Beberapa jenis pemadam kebakaran yang dapat
digunakan adalah:
1. Air (water extinguisher); Sangat cocok untuk api kelas A, tetapi tidak cocok untuk api kelas B,
C, dan D.
2. Uap air (watermist extinguisher); Sangat cocok untuk api kelas A dan C
3. Bahan kimia kering (dry chemical extinguisher); Sangat berguna untuk api kelas A, B, dan C
dan merupakan pilihan terbaik untuk semua jenis kebakaran. Jenis dray chemical
extinguisher yang digunakan adalah:
a) Untuk api kelas B dan C, bahan kimia yang digunakan mengandung natrium atau kalium
karbonat
b) Untuk api kelas A, B, dan C, bahan kimia yang digunakan mengandung ammonium fosfat
4. Karbondioksida (CO2 extinguisher); Dipergunakan bagi api kelas B dan C pemadaman
kebakaran dari karbondioksida lebih baik dari dry chemichhal karena tidak meninggalkan zat
berbahaya sesudahnya. Paling baik digunakan untuk api yang berasal dari listrik.
5. Personal Protective Equipment (PPE); Perlengkapan pelindung individu (personal protective
equipment) yang umumnya harus digunakan adalah jas laboratorium, sarung tangan, masker,
sepatu pengaman, dan pelindung mata.
f. Suara (kebisingan).
Sumber kecelakaan kerja yang satu ini pada umumnya terjadi pada hampir semua industri, baik
industri kecil, menengah, maupun industri besar. Generator pembangkit listrik, instalasi
pendingin, atau mesin pembuat vakum, merupakan sekian contoh dari peralatan yang diperlukan
dalam industri. Peralatan-peralatan tersebut berpotensi mengeluarkan suara yang dapat
menimbulkan kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan kerja. Selain angka kebisingan yang
ditimbulkan oleh mesin, para pekerja harus memperhatikan berapa lama mereka bekerja dalam
lingkungan tersebut. Pelindung telinga dari kebisingan juga harus diperhatikan untuk menjamin
keselamatan kerja.
Laboratorium menghadapi beragam resiko, dari dalam laboratorium maupun dari luar
laboratorium. Beberapa resiko mungkin hanya mempengaruhi laboratorium itu sendiri, tapi
beberapa resiko bisa mempengaruhi perusahaan atau lembaga dimana laboratorium itu berada,
atau bahkan mempengaruhi masyarakat secara umum.
h. Pelanggaran Keamanan
Pelanggaran keamanan secara sengaja atau tidak, bisa dilakukan oleh petugas, pegawai atau
orang luar. Beberapa pelanggaran keamanan, meliputi ;
Pencurian atau penyalahgunaan peralatan bernilai tinggi
1) Pencurian atau penyalah gunaan bahan kimia untuk kegiatan ilegal
2) Pelepasan bahan kimia berbahaya secara sengaja atau tidak
3) Eksperimentasi laboratorium secara tidak sah
i. Bahaya Hayati
Bahaya hayati merupakan masalah di laboratorium yang menangani mikroorganisme atau bahan
yang terkontaminasi mikroorganisme.
Bahaya bahaya ini muncul biasanya muncul di laboratorium penelitian kimia dan penyakit
menular, dan tidak menutup kemungkinan muncul di laboratorium mikrobiologi.
Penilaian resiko bahan hayati berbahaya perlu mempertimbangkan beberapa faktor, seperti :
1) organisme yang dimanipulasi
2) perubahan yang dilakukan terhadap organisme tersebut
3) aktifitas yang akan dilakukan dengan organisme tersebut
j. Limbah Berbahaya
Hampir setiap laboratorium menghasilkan limbah. Limbah adalah bahan yang dibuang atau
hendak dibuang, atau tidak lagi berguna sesuai peruntukannya.
Limbah juga meliputi item seperti bahan bekas laboratorium sekali pakai, media filter, larutan
cair, dan bahan kimia berbahaya.
Limbah dianggap berbahaya jika memiliki salah satu sifat berikut ini :
1) Bisa menyulut api
2) Korosif
3) Reaktif
4) Beracun
k. Bahaya Fisik
Beberapa kegiatan di laboratorium menimbulkan resiko fisik bagi petugas karena zat atau
peralatan yang digunakan, seperti misalnya :
1) Gas yang dimampatkan
2) Kriogen tidak mudah menyala
3) Reaksi tekanan tinggi
4) Kerja vakum
5) Bahaya frekuensi radio dan gelombang mikro
6) Bahaya listik
Petugas di laboratorium juga menghadapi bahaya di tempat kerja umum akibat kondisi atau
aktifitas di laboratorium, seperti :
1) Luka terpotong
2) Tergelincir
3) Tersandung
4) Terjatuh
Simbol bahaya digunakan untuk pelabelan bahan-bahan berbahaya menurut Peraturan tentang
Bahan Berbahaya (Ordinance on Hazardeous Substances).
Peraturan tentang Bahan Berbahaya (Ordinance on Hazardeous Substances) adalah suatu aturan
untuk melindungi/menjaga bahan-bahan berbahaya dan terutama terdiri dari bidang keselamatan
kerja. Arah Peraturan tentang Bahan Berbahaya (Ordinance on Hazardeous Substances) untuk
klasifikasi, pengepakan dan pelabelan bahan kimia adalah valid untuk semua bidang, area dan
aplikasi, dan tentu saja, juga untuk lingkungan, perlindungan konsumer dan kesehatan manusia.
Bahan kimia berbahaya diberi lambang sbb.
Eksplosif (meladak). Meledak pada kondisi tertentu. Contoh amonium nitrat dan nitroselulosa.
Hindari benturan, gesekan, loncatan, panas.
Toxic (beracun). Bahaya bagi keselamatan bila terisap, tertelan atau kontak dengan kulit, dan
dapat mematikan. Contoh arsen triklorida dan merkuri klorida. Hindari kontak atau masuk ke
dalam tubuh. Segera berobat ke dokter bila kemungkinan keracunan.
Zat yang mudah terbakar. Contoh butana, propana, eter dan etanol. Hindari udara dan sumber
api.
Zat yang secara spontan terbakar apabila kena air. Contoh logam natrium. Hindari kontak
dengan air
Zat yang secara spontan terbakar. Contoh posfor, alumunium alkil fosfor. Hindari kontak dengan
udara.
Oksidator. Zat yang dapat membakar zat lain atau penyebab timbulnya api. Contoh hidrogen
peroksida dan kalium perklorat. Hindari panas serta bahan yang mudah terbakar.
Kerusakan kecil pada tubuh atau iritasi terhadap kulit, mata, dan alat pernapasan. Contoh piridin,
amoniak, dan benzil klorida. Hindari kontak dengan tubuh atau penghirupan
Korosif atau merusak jaringan atau tubuh manusia. Contoh asam sulfat dan fenol. Hindari
kontak dengan kulit dan mata
B. Resiko
Risiko adalah gabungan dari kemungkinan terjadinya bahaya atau paparan dan keparahan luka
atau gangguan kesehatan yang dapat disebabkan oleh kejadian atau paparan.
Inspeksi Tingkat Masalah sesuai dengan Penilaian Faktor Resiko (John Ridley, 2006) :
a. Kondisi tempat kerja
1. Temperature
2. Penerangan
3. Kebersihan
4. Asap & debu
5. Penataan yang aman
b. Fasilitas kenyamanan
1. P3K
2. Toilet
3. Kantin
c. Tindakan pencegahan kebakaran
1. Alat pemadamapi
2. Rute-rute evakuasi
3. Alarm api
4. Area lokasi untuk merokok
Penilaian risiko dilakukan dengan menggunakan pendekatan FMEA (Failure Mood Effect and
Analysis). Setelah validasi dari tahap sebelumnya diperoleh, kemudian dilakukan penilaian
terhadap masing-masing kejadian risiko. Penilaian dilakukan melalui kuesioner yang diberikan
kepada pihak Laboratorium.
Penilaian adalah seseorang yang sangat memahami kondisi keselamatan dan kesehatan kerja
yang terjadi di perusahaan. Ada 3 hal yang dinilai yaitu S (severity), O (occurance), D
(detection) untuk masing-masing kejadian risiko yang sudah teridentifikasi. Perhitungan nilai
RPN (Risk Priority Number) dari masing-masing kejadian risiko dilakukan dengan mengalikan
antara nilai S, O, dan D.
Nilai RPN kemudian diurutkan berdasarkan nilai tertinggi. Faktor risiko yang memiliki
kejadian risiko dengan nilai RPN tertinggi ditetapkan sebagai faktor risiko yang dominan.
Berikut ini adalah skala yang digunakan untuk penilaian S (severity), O (occurance), D
(detection) dan RPN (Risk Priority Number).
Terpeleset Memar
7
Mengangkat beban diluar batas Cedera punggung
8 kemampuan
Kebisingan Stress
9
Terdapat 3 unsur bersama-sama Timbulnya kebakaran dengan akibat luka
10 yaitu: oksigen, bahan yang mudah bakar dari ringan sampai berat
terbakar dan panas bahkan kematian
Terinfeksi Penularan
11
Terkena asam sulfat di mata Kebutaan
12
Tertelannya asam asetat Gangguan saluran usus
13
2. Pengendalian Resiko
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah pencapaian tujuan yang sudah
ditentukan sebelumnya, dengan mempergunakan bantuan orang lain (G.Terry). Untuk mencapai
tujuan tersebut, dia membagi kegiatan atau fungsi manajemen menjadi :
a. Planning /(perencanaan)
b. Organizing/ (organisasi)
c. Actuating /(pelaksanaan)
d. Controlling /(pengawasan)
a. Planning/ (Perencanaan)
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan di masa
mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini adalah keselamatan dan
kesehatan kerja di laboratorium. Dalam perencanaan, kegiatan yang ditentukan meliputi :
1. apa yang dikerjakan
2. bagaimana mengerjakannya
3. mengapa mengerjakan
4. siapa yang mengerjakan
5. kapan harus dikerjakan
6. di mana kegiatan itu harus dikerjakan
Kegiatan laboratorium sekarang tidak lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup
kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian, juga metoda-metoda yang dipakai makin
banyak ragamnya; semuanya menyebabkan risiko bahaya yang dapat terjadi dalam laboratorium
makin besar. Oleh karena itu usaha-usaha pengamanan kerja di laboratorium harus ditangani
secara serius oleh organisasi keselamatan kerja laboratorium.
b. Organizing/ (Organisasi)
Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium dapat dibentuk dalam beberapa
jenjang, mulai dari tingkat laboratorium daerah (wilayah) sampai ke tingkat pusat atau nasional.
Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini baik secara langsung atau tidak langsung sangat
diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan pejabat yang terkait dalam organisasi ini di tingkat
pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah), di samping memberlakukan Undang-Undang
Keselamatan Kerja. Di tingkat daerah (wilayah) dan tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk
Komisi Keamanan Kerja Laboratorium yang tugas dan wewenangnya dapat berupa :
1. menyusun garis besar pedoman keamanan kerja laboratorium
2. memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana- an keamanan kerja laboratorium
3. memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja laboratorium
4. memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin laboratorium
5. mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu laboratorium
6. dan lain-lain.
Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007
5/ background image Manajemen keselamatan kerja profesi (PDS-Patklin) ataupun organisasi
seminat (Patelki, HKKI) dalam kiprah organisasi keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium
ini. Anggota organisasi profesi atau seminat yang terkait dengan kegiatan laboratorium dapat
diangkat menjadi anggota komisi di tingkat daerah (wilayah) maupun tingkat pusat (nasional).
Selain itu organisasi-organisasi profesi atau seminat tersebut dapat juga membentuk badan
independen yang berfungsi sebagai lembaga penasehat atau Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Laboratorium.
c. Actuating/ (Pelaksanaan)
Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat kerja bawahan,
mengerahkan aktivitas bawahan, mengkoordinasikan berbagai aktivitas bawahan menjadi
aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas bawahan sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja
laboratorium sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu yang
bekerja dalam laboratorium wajib mengetahui dan memahami semua hal yang diperkirakan akan
dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam laboratorium, serta memiliki kemampuan dan
pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja
tersebut. Kemudian mematuhi berbagai peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai
spesimen reagensia dan alat-alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul
permasalahan, keragu-raguan atau pertentangan, maka menjadi tugas manajer untuk mengambil
keputusan penyelesaiannya.
d. Controlling/ (Pengawasan)
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana
sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki. Untuk dapat menjalankan
pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :
1. adanya rencana
2. adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya disiplin,
mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di laboratorium. Sosialisasi perlu
dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan
sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam laboratorium perlu dibentuk pengawasan labora- torium
yang tugasnya antara lain :
1. memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek laboratorium yang baik, benar
dan aman
2. memastikan semua petugas laboratorium memahami cara- cara menghindari risiko bahaya
dalam laboratorium
3. melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan. 4.
mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja laboratorium
5. melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah meluasnya
bahaya tersebut
6. dan lain-lain.
b) Sarung Tangan
1) Banyak materi berbahaya yang dapat terserap masuk ke dalam kulit. Oleh karena itu, sarung
tangan pelindung harus digunakan ketika kulit berpotensi terkena tumpahan atau kontaminasi.
2) Sarung tangan yang digunakan harus disesuaikan dengan jenis pekerjaan. Untuk bekerja dengan
larutan asam, alkali atau pelarut organic, sarung tangan dari karet alami, neoprene atau nitrile
yang sebaiknya digunakan. Untuk menangani onjek panas, sarung tangan yang digunakan harus
tahan panas sedangkan sarung tangan khusus harus digunakan untuk menagani objek yang
sangat dingin seperti nitrogen cair.
3) Sebelum digunakan, sarung tangan harus diperiksa terlebih dahulu jika terdapat bagian yang
luntur, sobek atau rusak. Sebelum dilepaskan, sarung tangan yang tidak dibuang dan akan
dipakai lagi harus dicuci seluruhnya baik dengan air atau dengan dengan air dan sabun.
4) Sarung tangan yang telah terkontaminasi harus dibuang secepatnya. Selalu cuci tangan segera
setelah membuang sarung tangan yang telah terkontaminasi dan lepaslah sarung tangan sebelum
meninggalkan tenpat kerja untuk mencegah kontaminasi pada gagang pintu telepon, sakelar
listrik, dan lain-lain.
c) Pakaian
1) Pakaian longgar atau sobek harus dihindari karena berpotensi untuk terbakar terkecuali
mengunakan jas laboratorium, absorpsi dan terkait pada mesin. Perhiasan yang menggantung dan
rambut panjan juga memiliki resiko yang serupa. Cincin atau perhiasan yang yang sulit
dilepaskan sebaiknya dihindai karena cairan yang korosif atau yang dapat mengiritasi dapat
mengiritasi kulit.
2) Jas laboratorium harus digunakan selama berada di laboratorium ketika terdapat infeksi atau
bahaya bahan kimia. Jas laboratorium dan perlengkapan pelindung lainnya jangan digunakan
diluar laboratorium untuk mencegah kontaminasi luar area laboratorium. Sepatu tertutup harus
digunakan selama berada di laboratorium karena sandal dan sepatu terbuka membuat kaki
berisiko untuk terkena tumpahan zat kimia yang mengiritasi atau korosif.
d) Masker
Masker digunakan sebagai penutup mulut dan hidung untuk menyaring partikel-partikel kimia
maupun bahan partikulat. Masker merupakan perlindungan terhadap masuknya bahan berbahaya
ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan.
Hal-hal yang perlu diatur dan dikemukakan dalam tata tertib umum berhubungan dengan :
a) Disiplin waktu melaksanakan dan mengikuti kegiatan laboratorium.
b) Cara berpakaian untuk bekerja di laboratorium.
c) Cara bertutur kata dan berperilaku di dalam laboratorium.
d) Barang bawaan yang boleh dan yang tidak boleh dibawa ke dalam dan luar laboratorium.
e) Prosedur peminjaman, pemakaian dan pengembalian alat-alat laboratorium.
f) Keselamatan kerja dan keselamatan alat-alat laboratorium.
g) Pemeliharaan keamanan, kebersihan dan kenyamanan laboratorium.
(Kemendikbud, 2011)
3. Memberikan pertolongan segera, tepat, memadai, dengan mengingat bahwa korban bisa
saja mengalami lebih dari satu cedera, dan bahwa korban yang satu lebih perlu
diperhatikan dari pada yang lainnya.
4. Jangan menunda-nunda pengiriman korban ke tenaga medis atau rumah sakit sesuai
dengan tingkat keseriusan sakit atau cedera korban setelah diberikan pertolongan pertama
seperlunya.
Usaha yang dapat dilakukan oleh First Aider harus menekankan pada upaya:
2. Penolong harus memperkenalkan diri bila memungkinkan, yaitu nama penolong, nama
organisasi/pekerjaan, permintaan izin untuk menolong kepada penderita atau orang
sekitar.
3. Menentukan keadaan umum kejadian dan mulai melakukan penilaian dini dari penderita.
8. Jangan memberi apapun kepada korban lewat mulut bila korban tidak sadar atau setengah
sadar
9. Menenangkan kondisi korban dengan cara yang tepat dan penolong harus dalam keadaan
tenang pula.
Tersiram zat kimia - Jangan letakkan zat Jangan langsung dilap bagian
kimia di tepi meja kulit yang terkena cairan.
- Gunakan pakaian khusus Alirkan air ke atas bagian kulit
ketika akan bekerja yang terkena tumpahan.
dengan bahan-bahan
kimia
- Bacalah dengan teliti
label zat yang ada di
botol