Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH KONSTITUSI DI INDONESIA

Disusun Oleh :

Haki Tiano

(2010010048)
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul ”Peran Saraf, Otot, dan Tulang Sebagai Alat Gerak” dengan baik dan lancar.

Disusunya makalah ini dalam rangka pemenuhan tugas pada presentasi


matakuliah Perkembangan Motorik pada semester dua ini. Kami juga mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Dr. Panggung Sutapa, M.S. selaku
dosen matakuliah Perkembangan Motorik yang sudah memberikan kepercayaan
kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini.

Kami pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya
kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat dipahami oleh semua orang


khususnya bagi para pembaca. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat
kata-kata yang kurang berkenan.
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2

BAB I ......................................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 4

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 5

C. Tujuan ............................................................................................................................. 5

BAB II........................................................................................................................................ 6

PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 6

A. Pentingnya Konstitusi bagi Negara ................................................................................. 6

B. Kajian UUD 1945 sebagai Konstitusional Negara Indonesia ......................................... 7

C. Perilaku Konstitusional dalam Hidup Bernegara ............................................................ 9

BAB III .................................................................................................................................... 11

PENUTUP................................................................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 12


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak era reformasi kata “konstitusi” merupakan pembicaraan yang sangat


terkenal. Hal ini dikarenakan bangsa ini sedang memasuki transisi politik, dimana
demokrasi menjadi tolak ukur era reformasi, sehingga perlu dibangun atau
disempurnakan. Upaya untuk membangun atau meyempurnakan demokrasi telah
dilakukan melalui amandemen UUD 1945. Sebagai landasan utama dalam
demokratisasi di Indonesia diatur dalam UUD 1945 pada Pasal 1 ayat (2) “Kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”.

Sejalan dengan upaya di atas terdapat banyak orang belum menyadari akan
pentingnya konstitusi di dalam suatu negara. Sementara konstitusi apakah bentuknya
tertulis maupun tidak tertulis adalah hukum dasar dari pada sesuatu negara, dengan
kata lain seluruh aspek kehidupan bernegara telah diatur di dalam konstitusi suatu
negara. Oleh karena itu terjadinya penyimpangan konstitusi akan berdampak buruk
pada jalannya ketatanegaraan.

Kata konstitusi berarti “pembentukan” berasal dari kata kerja “constituer”


(Perancis) yaitu membentuk. Konstitusi dipergunakan untuk membentuk negara,
sehingga konstitusi mengandung makna permulaan dari segala bentuk peraturan
mengenai suatu negara. C.F. Strong mengemukakan pendapatnya mengenai konstitusi
sebagai kumpulan prinsip-prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintahan, hak-hak
pihak yang diperintah (rakyat) dan hubungan diantara keduanya. Konstitusi dapat
berupa sebuah catatan tertulis dalam bentuk dokumen yang bisa diubah atau
diamandemen menurut kebutuhan dan perkembangan zaman; atau konstitusi dapat
pula berwujud sekumpulan hukum terpisah dan memiliki otoritas khusus sebagai
hukum konstitusi. Dapat pula dasardasar konstitusi tersebut ditetapkan dalam satu
atau dua UUD sedangkan selebihnya bergantung pada otoritas kekuatan adat istiadat
atau kebiasaan.

Melalui uraian di atas dapat diambil makna bahwa berlangsungnya


penyelenggaraan seluruh aktivitas dalam suatu negara harus didasari oleh ketentuan-
ketentuan dasar (hukum dasar) dalam suatu negara. Hal ini dapat dipahami sebagai
tujuan untuk mencapai cita-cita atau tujuan suatu negara itu. Konstitusi sebagai
hukum dasar memberikan arah yang jelas kemana suatu negara tersebut bergerak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, didapat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pentingnya konstitusi bagi negara?


2. Bagaimana menerima secara kritis UUD 1945 sebagai konstitusi negara
Indonesia?
3. Bagaimana perilaku konstitusional dalam hidup bernegara?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengemukakan pentingnya konstitusi bagi negara.


2. Menjelaskan UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia.
3. Mengetahui perilaku konstitusional dalam hiduo bernegara.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pentingnya Konstitusi bagi Negara

Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia memiliki perbedaan dengan


sistem kapitalisme-liberal maupun sosialisme-komunis. Pancasila mengakui dan
melindungi baik hak-hak individu maupun hak masyarakat baik di bidang ekonomi
maupun politik. Dengan demikian ideologi kita mengakui secara selaras baik
kolektivisme maupun individualisme. Demokrasi yang dikembangkan, bukan
demokrasi politik semata seperti dalam ideologi liberal-kapitalis, tetapi juga
demokrasi ekonomi. Dalam sistem kapitalisme liberal dasar perekonomian bukan
usaha bersama dan kekeluargaan, namun kebebasan individual untuk berusaha.
Sedangkan dalam sistem etatisme, negara yang mendominasi perekonomian, bukan
warga negara baik sebagai individu maupun bersama-sama dengan warga negara
lainnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa konstitusi dapat pula


difungsikan sebagai sarana kontrol politik, sosial dan/atau ekonomi di masa sekarang,
dan sebagai sarana perekayasaan politik, sosial dan/atau ekonomi menuju masa depan.
Sebuah Negara pada umumnya selalu memiliki naskah yang disebut sebagai
konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Semua konstitusi selalu menjadikan kekuasaan
sebagai pusat perhatian, karena kekuasaan itu sendiri pada intinya memang perlu
diatur dan dibatasi sebagaimana mestinya. Karena itu, pembatasan kekuasaan pada
umumnya dianggap merupakan corak umum materi konstitusi. Berlakunya suatu
konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan tertinggi
atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu Negara. Jika Negara itu menganut
paham kedaulatan rakyat. Jika yang berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja
yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi.

Konstitusionalisme Untuk tujuan menjaga ketertiban pemerintahan itu


diperlukan pengaturan yang sedemikian rupa, sehingga dinamika kekuasaan dalam
proses pemerintahan dapat dibatasi dan dikendalikan sebagaimana mestinya. Gagasan
mengatur dan membatasi kekuasaan ini secara alamiah muncul karena adanya
kebutuhan untuk merespons perkembangan peran relative kekuasaan umum dalam
kehidupan umat manusia. Konsensus yang menjamin tegaknya konstitusionalisme di
zaman modern pada umumnya dipahami bersandar pada tiga elemen kesepakatan,
yaitu:

1. Kesepakatan tentang tujuan cita-cita bersama;


2. Kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau
penyelenggaraan Negara;
3. Kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur
ketatanegaraan.

Konstitusionalisme mengatur dua hubungan yang saling berkaitan satu sama


lain, yaitu: Pertama, hubungan antara pemerintah dengan warga Negara; dan Kedua,
hubungan antara lembaga pemerintahan yang satu dengan yang lain. Karena itu,
konstitusi dimaksudkan untuk mengatur mengenai tiga hal penting, yaitu:

1. Menentukan pembatasan kekuasaan organ-organ Negara;


2. Mengatur hubungan antara lembaga-lembaga Negara yang satu dengan yang lain,
dan
3. Mengatur hungan kekuasaan antara lembaga-lembaga Negara dengan warga
Negara.

Dapat dirumuskan beberapa fungsi konstitusi yang sangat penting baik secara
akademis maupun dalam praktek. Fungsi konstitusi yaitu:

1. Menentukan pembatasan terhadap kekuasaan sebagi fungsi konstitusionalisme;


2. Memberi legitimasi terhadap kekuasaan pemerintah;
3. Sebagai instrument untuk mengalihkan kewenangan dari pemegang kekuasaan
asal (baik rakyat dalam system demokrasi atau raja dalam system monarki)
kepada organ-organ kekuasaan Negara;
4. Sebagai kepala Negara simbolik;
5. Sebagai kitab suci simbolik dari suatu agama civil atau syari„at Negara.

B. Kajian UUD 1945 sebagai Konstitusional Negara Indonesia

Tuntutan amandemen terhadap UUD 1945 semakin menguat akan tetapi MPR
sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan amandemen terhadap
UUD 1945 tidak gegabah dalam melaksanakannya demi menjaga kelangsungan hidup
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam melakukan amandemen ada kesepakatan
bersama anggota MPR yang dituangkan dalam kesepakatan dasar anggota Panitia Ad
Hoc Badan Pekerja MPR dalam menyusun rancangan naskah perubahan UUD 1945,
yaitu bahwa :

1. Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945.


2. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Mempertegas Sistem Pemerintahan Presidensial.
4. Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam Penjelasan
dimasukkan dalam pasal-pasal.
5. Perubahan dilakukan dengan cara adendum ( Sekretariat Jenderal MPR-RI, 2003:
25).

Proses amandemen UUD 1945 terjadi secara bertahap selama empat kali yaitu : tahun
1999, tahun 2000, tahun 2001 dan tahun 2002. Keseluruhan amandemen Undang-
Undang Dasar 1945 pada dasarnya meliputi :

1. Ketentuan mengenai hak-hak asasi manusia, hak dan kewajiban warga negara,
serta mekanisme hubungannya dengan Negara dan prosedur untuk
mempertahankannya apabila hak-hak itu dilanggar;
2. Prinsip-prinsip dasar tentang demokrasi dan rule of law serta mekanisme
perwujudannya dan pelaksanaannya, seperti melalui pemilihan umum, dan lain-
lain;
3. Format kelembagaan Negara dan mekanisme hubungan antar organ Negara serta
sistem pertanggungjawaban para pejabatnya.

Dengan perkataan lain, apa yang diatur dalam amandemen pertama sampai
dengan amandemen keempat Undang-Undang Dasar 1945 mencakup semua hal yang
menjadi pokok materi semua undang-undang dasar negara modern di dunia.

Adanya kekurangan dalam amandemen UUD 1945 adalah merupakan hal


yang manusiawi karena banyaknya materi yang diubah, dikurangi, atau ditambah
dengan amandemen pertama sampai keempat. Bertolak dari kekurangan inilah,
memunculkan ide perlunya dibentuk Komisi Konstitusi yang akan membantu
melakukan koreksi dan mengatasi kekuarangan-kekurangan itu untuk amandemen
mendatang.
C. Perilaku Konstitusional dalam Hidup Bernegara

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memuat


tujuan nasional sebagai cita-cita kemerdekaan sebagaimana tertuang dalam
Pembukaan. Antara tujuan nasional dengan aturan-aturan dasar tersebut merupakan
satu kesatuan jalan dan tujuan. Agar tiap-tiap tujuan nasional dapat tercapai,
pelaksanaan aturan-aturan dasar konstitusi dalam praktik kehidupan berbangsa dan
bernegara menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi. Selain itu, dalam sebuah
kontitusi juga terkandung hak dan kewajiban dari setiap warga negara. Oleh
karenanya konstitusi harus dikawal dengan pengertian agar selalu benarbenar
dilaksanakan.

Untuk mengimbangi pelaksanaan konstitusi oleh seluruh warga negara, maka


dibutuhkan adanya kesadaran berkonstitusi warga negara untuk melaksanakan
peraturan perundangundangan dan kebijakan yang telah dibuat berdasarkan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan melakukan kontrol
pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 baik
dalam bentuk Peraturan Perundang Undangan, kebijakan, maupun tindakan
penyelenggara negara.

Kesadaran berkonstitusi secara konseptual diartikan sebagai kualitas pribadi


seseorang yang memancarkan wawasan, sikap, dan perilaku yang bermuatan cita-cita
dan komitmen luhur kebangsaan dan kebernegaraan Indonesia. Kesadaran
berkonstitusi merupakan salah satu bentuk keinsyafan warga negara akan pentingnya
mengimplementasikan nilai-nilai konstitusi.

Dalam perspektif hukum, kesadaan berkonstitusi adalah bagian dari kesadaran


hukum yang bersama isi/substansi hukum (konstitusi) dan pemegang peran (struktur)
yaitu aparat negara atau penyelenggara negara merupakan komponen-komponen
utama dalam system hukum. Eefektif atau tidaknya hukum (konstitusi) dalam suatu
masyarakat atau negara akan sangat ditentukan oleh ketiga komponen tersebut.

Kesadaran berkonstitusi merupakan salah bagian dari kesadaran moral.


Sebagai bagian dari kesadaran moral, kesadaran konstitusi mempunyai tiga unsur
pokok yaitu: (1) Perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan bermoral
yang sesuai dengan konstitusi negara itu ada dan terjadi di dalam setiap sanubari
warga negara, siapapun, di manapun dan kapanpun; (2) Rasional, kesadaran moral
dapat dikatakan rasional karena berlaku umum, lagi pula terbuka bagi pembenaran
atau penyangkalan. Dengan demikian kesadaran berkonstitusi merupakan hal yang
bersifat rasional dan dapat dinyatakan pula sebagai hal objektif yang dapat
diuniversalkan, artinya dapat disetujui, berlaku pada setiap waktu dan tempat bagi
setiap warga negara; dan (3) Kebebasan, atas kesadaran moralnya, warga negara
bebas untuk mentaati berbagai peraturan perundangundangan yang berlaku di
negaranya termasuk ketentuan konstitusi negara.

Penanda warga negara yang memiliki kesadaran berkonstitusi adalah warga


negara yang memiliki kemelekkan terhadap konstitusi (constitutional literacy).
Berkaitan dengan hal tersebut, Toni Massaro menyatakan, bahwa kemelekkan
terhadap konstitusi akan mengarahkan warga negara untuk berpartisipasi
melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara. Udin S. Winataputra
mengidentifikasi beberapa bentuk kesadaran berkonstitusi warga negara Indonesia
yang meliputi: (1) Kesadaran dan kesediaan untuk mempertahankan dan mengisi
kemerdekaan Indonesia sebagai hak azasi bangsa dengan perwujudan perilaku sehari-
hari; (2) Kesadaran dan pengakuan bahwa kemerdekaan Indonesia sebagai bangsa
sebagai rahmat Allah Yang Maha Kuasa dengan perwujudan perilaku sehari-hari; (3)
Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara untuk melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan perwujudan
perilaku sehari-hari; (4) Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah
Negara untuk memajukan kesejahteraan umum dengan perwujudan perilaku sehari-
hari; (5) Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dengan perwujudan perilaku sehari-hari; (6)
Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara yang
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial; Dll.
BAB III

PENUTUP

Konstitusi merupakan hukum dasar tertulis yang tertinggi, konstitusionalitas


merupakan perbuatan dan tindakan yang sesuai dengan konstitusi dan
konstitusionalisme merupakan paham berkonstitusi warga negara.

Adanya kekurangan dalam amandemen UUD 1945 adalah merupakan hal


yang manusiawi karena banyaknya materi yang diubah, dikurangi, atau ditambah
dengan amandemen pertama sampai keempat. Bertolak dari kekurangan inilah,
memunculkan ide perlunya dibentuk Komisi Konstitusi yang akan membantu
melakukan koreksi dan mengatasi kekuarangan-kekurangan itu untuk amandemen
mendatang.

Membangun kesadaran berkonstitusi bukan perkara yang mudah dan


membutuhkan waktu yang panjang, serta berhadapan dengan berbagai hambatan.
Faktor subtansi (isi konstitusi), struktural (aparat penyelenggara negara) dan kultural
(kesediaan masyarakat untuk sadar dan mematuhi konstitusi) merupakan komponen
yang dikelola secara simultan dan terus menerus.
DAFTAR PUSTAKA

Frans V. Magnis-Suseno, (1985). Etika Umum. Yogyakarta: Kanisius.

J.M. Gaffar. (2007). Mengawal Konstitusi, http://www.koransindo.com Html 25 Oktober


2007

Jimly Asshiddiqie, (2005).Negara Hukum, Demokrasi, dan Dunia Usaha. Jakarta: Universitas
Sahid.

Udin S. Winataputra dan Dasim Budimansyah. (2007), Civic Education: Konteks, Landasan,
Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung: Program Studi Pendidikan
Kewarganegaraan SPs UPI Bandung.

C.F. Strong, (2004). Konstitusi-Konstitusi Politik Modern Kajian Tentang Sejarah dan
Bentuk-Bentuk Konstitusi Dunia, Bandung: Nuansa dengan Nusamedia.

Anda mungkin juga menyukai