Anda di halaman 1dari 2

Farmakognosi dan Farmakologi

Biota laut merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya. Berbagai
usaha telah dilakukan manusia untuk menyingkap rahasia yang terkandung dalam
biota laut dan produknya. Usaha yang tak kenal lelah mulai menunjukkan hasil
dengan ditemukannya berbagai jenis senyawa bioaktif baru (novel compounds)
yang tidak ditemukan pada biota darat.

Penemuan senyawa bahan baku obat dari bahan alam laut atau marine
natural product merupakan hal yang relative baru bila dibandingkan dengan
bahan baku obat dari daratan. Tren penemuan bahan baku obat dari baban alam
laut dimulai tahun 1960-an pada sebuah simposium yang berjudul "Drugs from
the Sea". Namun pada saat itu belum ada senyawa bioaktif dari sumber daya
hayati laut yang dipasarkan sebagai obat.

Awal mula penemuan senyawa obat dari laut adalah publikasi Bergmann
& Feeney (1951) mengenai nukleosida arabino pentosil dan ribo pentosil yang
didapatkan dari spons. Penemuan tersebut merupakan awal dari penemuan
senyawa kimia turunan ara-A sebagai antiviral dan ara-C yang berpotensi sebagai
anti leukimia. Setelah itu, terdapat pula penelitian isolasi prostaglandin dari
gorgonia Plexaura homomalla oleh Weinheimer & Spraggins (1969). Selain itu,
terdapat beberapa penelitian penemuan obat lain yang menggunakan sumber daya
hayati laut sebagai objek penelitian.

Beberapa biota laut seperti spons dan alga telah banyak diteliti,
dieksplorasi dan dikembangkan untuk digunakan sebagai sumber bahan baku obat
di industri farmasi. Eksplorasi dan penelitian biota laut untuk keperluan farmasi
telah berkembang pesat dalam kurun waktu 30-40 tahun terakhir. Hal ini
diakselerasi dengan meningkatnya kesadaran pelaku industri dan konsumen obat
(farmasi) dalam dan luar negeri untuk memprioritaskan penggunaan obat dari
bahan alami yang dikenal dengan istilah "back to nature".

Memasuki kurun 1970-1990, penelitian dan penemuan bahan baku obat


dengan obyek sumber daya hayati laut mengalami perkembangan yang lambat.
Hal tersebut disebabkan oleh biaya riset yang relatif mahal, jumlah isolat senyawa
bioaktif yang sangat terbatas, dan terbatasnya kepekaan alat untuk analisis.
Namun, dalam dua dasawarsa terakhir penemuan obat dari bahan alam kelautan
menunjukkan peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah senyawa baru yang
teridentifikasi beserta aktivitas biologisnya. Pada tahun 2005 terdapat 812
senyawa baru yang berhasil diidentifikasi. Sedangkan pada tahun 2012 jumlah
senyawa baru yang berhasil diidentifikasi adalah 1.241 senyawa. Jumlah tersebut
lebih besar 8% dari jumlah senyawa baru yang dilaporkan pada tahun 2011. Seisin
itu, terdapat pula beberapa obat dengan bahan aktif yang berasal dari senyawa
produk alam laut yang berhasil masuk ke pasaran pada kurun waktu 2003-2008
seperti Prialt dan Yondelis.

Dali, S., Natsir, H., Usman, H., dan Ahmad, A., 2011, Bioaktivitas Antibakteri
Fraksi Protein Alga Merah Gelidium Amansii dari Perairan Cikoang
Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan, Majalah Farmasi dan Farmakologi,
15(1): 47-52.
Rasyid, A., 2008, Biota Laut sebagai Sumber Obat-Obatan, Oseana, 33(1): 11-18.

Wibowo, J.T., 2014, Perkembangan Penemuan Bahan Baku Obat dari Sumber
Daya Hayati Laut, Oseana, 39(3): 41-49.

Radio Isotop dan Enzimis

Anda mungkin juga menyukai