Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018: 72–86


72 p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280

Produktivitas dan Efisiensi Teknis Usaha Perkebunan Kopi di Sumatera


Selatan dan Lampung
Productivity and Technical Efficiency of the Coffee Plantation Business in South
Sumatra and Lampung

Fauziah Zena,∗, Budiasihb


a Badan Pusat Statistik
b Politeknik Statistika STIS

[diterima: 30 Agustus 2018 — disetujui: 28 November 2018 — terbit daring: 25 April 2019]

Abstract
Coffee is the result of Indonesian plantations that have high competitiveness in the international market. However, coffee
plantations in Indonesia have low productivity compared to other major coffee producing countries. This study aims
to conduct a study of the productivity and technical efficiency of households coffee plantation business in the coffee
producing center in Indonesia. The results of this study indicate that more than 50% of coffee plantation businesses in
each of provinces have low productivity and medium technical efficiency. Education level is a variable that can increase
productivity and technical efficiency significantly.
Keywords: productivity; TFP; technical efficiency; CES; SFA

Abstrak
Kopi adalah hasil perkebunan Indonesia yang mempunyai daya saing tinggi di pasar internasional. Namun,
perkebunan kopi di Indonesia memiliki produktivitas yang rendah dibandingkan negara-negara produsen
utama kopi lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian terhadap produktivitas dan efisiensi
teknis usaha rumah tangga perkebunan kopi di provinsi sentra penghasil kopi di Indonesia. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa lebih dari 50% usaha perkebunan kopi di masing-masing provinsi tersebut memiliki
produktivitas rendah dan efisiensi teknis menengah. Tingkat pendidikan merupakan variabel yang dapat
meningkatkan produktivitas dan efisiensi teknis secara signifikan.
Kata kunci: produktivitas; TFP; efisiensi teknis; CES; SFA

Kode Klasifikasi JEL: D2; O4; Q1

Pendahuluan 2010–2017, subsektor perkebunan memberikan kon-


tribusi tertinggi dibandingkan subsektor lainnya
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian pada sektor pertanian. Artinya, subsektor perkebun-
besar penduduknya berusaha di sektor pertanian. an memberikan nilai tambah yang tinggi sehingga
Sektor pertanian merupakan sektor primer dan diharapkan dapat mendongkrak sektor pertanian
memainkan peran penting dalam perekonomian dalam perekonomian nasional
Indonesia. Salah satu subsektor pertanian yang po-
tensial adalah subsektor perkebunan. Berdasarkan Salah satu hasil perkebunan Indonesia yang me-
data Badan Pusat Statistik (BPS), selama periode rupakan komoditas unggulan nasional dan mempu-
nyai daya saing di pasar internasional adalah kopi.
∗ Alamat Korespondensi: Jl. Dr. Sutomo 6-8 Pasar Baru, Sawah
Peran penting kopi dalam perekonomian Indone-
Besar, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10710. sia antara lain sebagai sumber perolehan devisa,
E-mail: zenfauziah@gmail.com. penyedia lapangan kerja, dan sebagai sumber pen-
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 72–86
Zen, F. & Budiasih 73

dapatan bagi pekebun kopi serta pelaku ekonomi Vietnam adalah negara yang memiliki produksi
lainnya yang terlibat dalam pengolahan sampai per luas lahan tertinggi di dunia, kemudian diikuti
pemasarannya (Fatma, 2011). Brazil pada urutan kedua, dan Kolombia.

Berdasarkan data Food and Agricultural Organi- Jika ditelaah lebih lanjut, sebagian besar produk-
zation (FAO), produksi kopi nasional merupakan si kopi di Indonesia berasal dari Sumatera Selatan
peringkat 3 di dunia pada 2010–2013. Namun, se- dan Lampung. Berdasarkan data BPS (2015), Lam-
jak 2013 produksi kopi nasional sudah mengalami pung merupakan penghasil kopi tertinggi pada
penurunan sehingga pada 2014 produksi kopi na- 2009–2011. Kemudian pada 2012–2015, Sumatera
sional berada pada peringkat 4 di dunia di bawah Selatan menjadi penghasil kopi tertinggi di Indone-
Brazil, Vietnam, dan Kolombia. Sampai saat ini, sia. Meskipun demikian, pada periode 2012–2015
pemasaran hasil kopi Indonesia sebagian besar di- tersebut, data BPS juga menunjukkan bahwa pro-
ekspor ke Amerika Serikat, Jerman, Malaysia, Italia, duksi kopi per luas lahan di Lampung selalu lebih
dan Jepang. Selain itu, berdasarkan data FAO, Indo- tinggi dibandingkan di Sumatera Selatan. Perbeda-
nesia merupakan negara yang mempunyai lahan an hasil produksi per luas lahan ini dapat disebab-
perkebunan kopi terbesar kedua di dunia setelah kan adanya ketersediaan dan efisiensi input yang
Brazil, sedangkan Vietnam pada urutan kelima se- digunakan oleh pekebun kopi. Kenaikan atau pe-
telah Kolombia dan Ethiopia. Perbandingan antara nurunan produksi dapat terjadi karena perubahan
produksi yang dihasilkan dan luas lahan yang di- penggunaan faktor-faktor produksi (Rahayu dan
miliki menunjukkan keadaan produktivitas dan Riptanti, 2010).
efisiensi dalam penggunaan faktor produksi pada Terdapat dua faktor utama yang menyebabkan
usaha perkebunan di masing-masing negara. terjadinya perbedaan produktivitas. Pertama, ken-
Data FAO tersebut juga menunjukkan bahwa pro- dala biologi, seperti perbedaan varietas, serangan
duksi kopi per luas lahan di Indonesia tahun 2014 organisme penggangu tanaman, kesuburan tanah,
hanya sebesar 523,3 Kg/Ha. Angka ini adalah yang dan lain-lain. Kedua, kendala sosial-ekonomi, seperti
terendah dibandingkan 5 negara penghasil kopi perbedaan besarnya biaya produksi, tingkat pen-
lainnya dan bahkan jauh di bawah negara-negara didikan dan pengetahuan petani, dan sebagainya
lainnya, seperti Vietnam (2.387,7 Kg/Ha), Malaysia (Hanafie, 2010). Faktor utama penyebab terjadinya
(2.199,4 Kg/Ha), Thailand (908,9 Kg/Ha), Kamboja perbedaan produktivitas tersebut kebanyakan di-
(797,0 Kg/Ha), Sri Lanka (731,1 Kg/ha), Myanmar jumpai pada perkebunan rakyat yang umumnya
(715,8 Kg/Ha), dan Filipina (642,4 Kg/Ha). Artinya, belum menggunakan bibit unggul, teknik budidaya
produktivitas perkebunan di Indonesia dapat digo- yang masih sederhana, lambat melakukan perema-
longkan termasuk pada kelompok rendah, relatif jaan tanaman, serta minimnya sarana dan prasarana
terhadap negara-negara produsen utama kopi la- pendukung. Dengan demikian, hal ini dapat menga-
innya. Oleh karena itu, usaha perkebunan kopi kibatkan rendahnya mutu kopi Indonesia (Narulita
di Indonesia dirasa belum efisien dalam menggu- et al., 2014).
nakan lahan secara optimal seperti di Brazil dan Berdasarkan publikasi Direktorat Jenderal Per-
Vietnam. Indonesia, dengan lahan perkebunan kopi kebunan, sejak 1980 sampai dengan 2016, lebih
yang lebih luas, belum dapat menghasilkan produk- dari 90% luas lahan dan hasil perkebunan kopi di
si yang lebih banyak, sedangkan Vietnam mampu Indonesia adalah lahan dan hasil produksi perke-
memproduksi kopi lebih banyak dengan luas la- bunan rakyat. Pada 2015, luas lahan dan jumlah
han yang jauh lebih kecil dibandingkan Indonesia. produksi perkebunan rakyat mencapai 96% dari
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 72–86
74 Produktivitas dan Efisiensi Teknis Usaha Perkebunan...

total luas lahan dan total produksi nasional. Namun mengaruhi kecenderungan kategori produktivitas
demikian, perkebunan kopi rakyat umumnya be- usaha perkebunan kopi di Sumatera Selatan dan
lum dikelola secara baik seperti perkebunan besar Lampung menggunakan regresi logistik ordinal. Pe-
(Santoso, 1987). Hal ini yang kemudian mengaki- nelitian ini mencakup pekebun dari rumah tangga
batkan rendahnya produksi kopi per luas lahan di usaha perkebunan kopi terpilih di seluruh kabupa-
Indonesia. ten/kota di Sumatera Selatan dan Lampung pada
Sensus Pertanian Subsektor Perkebunan.
Sebagian besar penelitian yang membahas komo-
ditas kopi terfokus pada kegiatan ekspor kopi ke
beberapa negara tujuan utama di dunia dan daya sa-
ing kopi Indonesia di pasar internasional, terutama Tinjauan Literatur
daya saing terhadap kopi Vietnam. Hal ini dikare-
nakan kopi merupakan komoditas yang berorien- Produksi merupakan pembahasan inti dari sisi per-
tasi pada ekspor. Faktanya, untuk mempertahan- sediaan atau penawaran (supply) dalam kegiatan
kan eksistensi kopi sebagai komoditas ekspor dan perekonomian. Secara umum, teori produksi meng-
mempunyai daya saing tinggi, diperlukan produksi gambarkan bagaimana suatu input atau faktor pro-
yang tinggi pula. Produksi yang tinggi tentunya duksi dalam suatu perusahaan dapat diubah men-
dapat diperoleh melalui produktivitas input yang jadi output atau hasil produksi berupa barang dan
tinggi dan efisien dalam penggunaan input. Hal jasa seperti yang dijelaskan oleh Ferguson (1969),
ini dikarenakan produktivitas merupakan sumber Bernheim dan Whinston (2008), Ahlersten (2008),
pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan Nicholson dan Snyder (2011).
dalam jangka panjang. Tanpa adanya produktivitas Fungsi produksi didefinisikan sebagai fungsi
yang memadai, kegiatan produksi akan berhenti yang menjelaskan hubungan fisik antara kombi-
secara perlahan-lahan. Produktivitas adalah satu- nasi jumlah input yang digunakan dengan jumlah
satunya faktor yang tidak mengalami penurunan output yang dihasilkan (Mankiw, 2014). Dalam Pin-
hasil (diminishing return) sebagaimana input pada dyck dan Rubinfeld (2009), fungsi produksi adalah
umumnya (van Ark, 2014). yang menunjukkan output maksimum yang mung-
kin dihasilkan pada tingkat input tertentu di setiap
Dengan demikian, kajian produktivitas secara
perusahaan. Nicholson dan Snyder (2011) menya-
lebih komprehensif untuk komoditas kopi seba-
takan bahwa hubungan antara input dan output
gai salah satu hasil perkebunan Indonesia penting
diformulasikan dalam sebuah fungsi yang dise-
untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan kopi memi-
but fungsi produksi dan dituliskan dalam bentuk
liki potensi yang menjanjikan bagi perekonomian
umum:
Indonesia serta merupakan komoditi andalan di
q = f (k, l) (1)
Lampung dan Sumatera Selatan. Oleh karenanya,
penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui profil dengan q adalah jumlah produksi yang dihasilkan
rumah tangga usaha perkebunan kopi mengguna- suatu perusahaan berdasarkan kapital (k) dan jum-
kan metode analisis deskriptif, (2) menghitung pro- lah tenaga kerja (l) yang digunakan dalam proses
duktivitas total menggunakan ukuran Total Factor produksi. Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah
Productivity (TFP) berdasarkan fungsi produksi Con- salah satu bentuk fungsi produksi yang umum di-
stant Elasticity of Substitution (CES), (3) menghitung jumpai. Fungsi ini terdiri dari dua atau lebih input
efisiensi teknis menggunakan analisis stochastic fron- dalam menghasilkan output. Bentuk sederhana da-
tier, dan (4) mengetahui variabel-variabel yang me- ri fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 72–86
Zen, F. & Budiasih 75

berikut: Model produksi stochastic frontier yang dikembang-


α β
q = Ak l (2) kan oleh Battese dan Coelli (1992) diformulasikan
sebagai berikut:
dengan q menyatakan total output atau hasil pro-
duksi suatu perusahaan. q merupakan fungsi dari A k
X
yang menyatakan teknologi, k menyatakan kapital ln Yi = β0 + β j ln Xi j + (Vi − Ui ) (4)
j=1
atau modal, l menyatakan tenaga kerja, serta α dan
β merupakan parameter model dari fungsi produksi m
X
Cobb-Douglas. Untuk nilai k dan l tertentu, A juga Ui = δ 0 + δ j Zi j + wi (5)
j=1
disebut sebagai efficiency parameter dengan A > 0.
Fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan fung- dengan Vi adalah random error, diasumsikan in-
si produksi dengan elastisitas substitusi antarka- dependen dan berdistribusi N(0, σ2v ), dan Ui ada-
pital dan tenaga kerja sama dengan satu (α = 1). lah komponen eror yang terkait dengan inefisi-
Namun, dalam kegiatan produksi, elastisitas subs- ensi teknis produksi yang mempunyai distribusi
titusi yang mengukur substitusi antara input yang independen terhadap random error (Vi ). Battese dan
dapat memiliki nilai-nilai non-negatif, dengan elas- Coelli (1995) menyebutkan bahwa berdistribusi non-
tisitas substitusi nol menunjukkan bahwa tidak ada negative truncations atau diperoleh dari pemotongan
substitusi yang mungkin dapat dilakukan dan elas- kurva normal dengan rata-rata (µu = Zi δ) dan va-
tisitas substitusi tak terhingga menunjukkan bahwa rians σ2u . Ui berkaitan dengan adanya inefisiensi
input adalah substitusi sempurna. Oleh karena itu, teknis dari suatu perusahaan. Berdasarkan Persa-
Arrow et al. (1961) mengembangkan fungsi Constant maan (4), efisiensi teknis usaha perkebunan ke-i
Elasticity of Substitution (CES). diestimasi dengan menggunakan persamaan seba-
gai berikut:
Secara umum, spesifikasi fungsi produksi CES
dengan dua input adalah sebagai berikut: yi exp(xi β + vi − ui )
TEi = = = exp(−ui ) (6)
y∗i exp(xi β + vi )
q = q(x1 , x2 ) = A(αx−τ
1 + (1 − α)x−τ
2 )
−r/τ
(3)
Pertumbuhan output dari waktu ke waktu biasa-
dengan q adalah output yang dihasilkan, xi dan x2 nya dikaitkan dengan pertumbuhan input dan/atau
adalah input yang digunakan, serta A, α, τ, dan peningkatan total faktor produktivitas (TFP). Dalam
r adalah parameter. A ∈ (0, ∞) adalah parameter penghitungan pertumbuhan output, TFP diestimasi
efisiensi yang menunjukkan produktivitas, a ∈ (0, 1) sebagai residual. Selain itu, TFP juga ditafsirkan
adalah parameter distribusi yang optimal dari input, sebagai kontribusi kemajuan teknis. Interpretasi
τ ∈ [−1, 0)∪(0, ∞) adalah parameter substitusi yang seperti ini dapat berlaku jika usaha atau kegiatan
kemudian digunakan untuk menentukan elastisitas produksi beroperasi pada fungsi produksi frontier
substitusi yang konstan (σ), dengan σ = 1/(1 + τ) dan menghasilkan output maksimum berdasarkan
dan r ∈ [0, ∞) adalah elastisitas skala yang me- teknologi yang digunakan. TFP merupakan bagian
nentukan apakah fungsi produksi CES mempunyai dari output yang tidak bisa dijelaskan oleh input
skala pengembalian (return to scale) yang meningkat yang digunakan. TFP mengukur produktivitas se-
jika r > 1, menurun (r < 1), atau konstan (r = 1). cara total, yaitu perbandingan antara output dan
Untuk menganalisis efisiensi teknis suatu proses seluruh input yang digunakan (total factor/multi fac-
produksi, model yang banyak dikembangkan ada- tor). Oleh karena itu, TFP berbeda halnya dengan
lah dengan menggunakan fungsi produksi frontier. pengukuran produktivitas parsial yang umum di-
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 72–86
76 Produktivitas dan Efisiensi Teknis Usaha Perkebunan...

gunakan, seperti output per tenaga kerja atau output tanian, atau berasal dari sumber lainnya (Ball et
per luas lahan. Suatu usaha atau kegiatan produksi al., 2002). Faktor produksi utama pada usaha per-
yang memiliki produktivitas tinggi dapat diidenti- kebunan, khususnya pada perkebunan kopi, sama
fikasi dari TFP yang bernilai lebih dari 1 (TFP > 1). dengan faktor produksi di sektor manapun yaitu
Jika TFP bernilai kurang dari 1 (TFP < 1), suatu lahan dan tenaga kerja, serta faktor produksi tam-
usaha atau kegiatan produksi dapat dikategorikan bahannya sama dengan faktor produksi di sektor
memiliki produktivitas rendah. manapun seperti benih, pupuk, dan pestisida.

Selain TFP, indikator yang dapat menggambar- Penelitian terkait yang membahas produktitivas
kan produktivitas adalah Efisiensi Teknis (ET). dan efisiensi teknis di antaranya adalah Battese dan
Fungsi produksi menggambarkan output maksi- Coelli (1992) yang melakukan penelitian tentang
mum dari satu set input tertentu secara teknis yang produktivitas pada petani padi. Hasil penelitian-
efisien. Namun, pernyataan bahwa produksi selalu nya menunjukkan bahwa luas lahan, tenaga kerja,
efisien secara teknis tidak selalu dapat terpenuhi. dan lama bekerja menentukan besarnya TFP. Pe-
Efisiensi teknis ditentukan oleh metode penerapan nelitian ini menggunakan usia, lama sekolah, dan
input. Penerapan berbagai input yang berbeda a- lama bekerja sebagai variabel yang memengaruhi
kan memengaruhi output secara berbeda (Kalirajan efisiensi teknis petani padi. Coelli dan Rao (2005)
et al., 1996). ET dalam kegiatan produksi didefi- melakukan penelitian tentang produktivitas di bi-
nisikan sebagai kuantitas maksimum dari output dang pertanian dengan menyajikan pertumbuhan
yang dapat dicapai berdasarkan input yang digu- TFP dan efisiensi teknis di 93 negara berbasis perta-
nakan (Pitt dan Lee, 1981). ET menggambarkan nian terbesar di dunia pada 1980–2000. Penelitian
rasio antara kombinasi input-output aktual dengan ini menggunakan variabel lahan, alat/sarana, tenaga
kombinasi input-output yang paling efisien (meng- kerja, pupuk, dan irigasi sebagai input untuk men-
hasilkan output maksimal) (Battese dan Coelli, 1988). dapatkan pertumbuhan TFP dan efisiensi teknis di
Perbedaan tingkat efisiensi teknis yang dicapai pe- setiap negara dari tahun ke tahun. Hasil penelitian
kebun mengindikasikan adanya perbedaan tingkat Fatma (2011) menyebutkan bahwa produksi dipe-
penguasaan dan aplikasi teknologi. Hal ini dapat ngaruhi oleh jumlah tenaga kerja, luas lahan, dan
disebabkan oleh karakteristik pekebun seperti usia, umur tanaman kopi. Efisiensi usaha kopi ditentu-
pengalaman, tingkat pendidikan, dan keikutserta- kan oleh luas lahan, jumlah tenaga kerja, dan jenis
an dalam penyuluhan (Prayoga, 2010). Kategori ET bibit yang digunakan.
berdasarkan BPS antara lain usaha atau kegiatan
Penelitian lain yang membahas tentang faktor
produksi dengan efisiensi tinggi (ET > 0, 8), sedang
yang menentukan efisiensi teknis pada usahatani
(0, 5 < ET < 0, 8), dan rendah (ET < 0, 5).
adalah Sukiyono (2005) yang menggunakan varia-
Faktor produksi didefinisikan sebagai sumber bel input dan faktor yang memengaruhi inefisiensi.
daya yang digunakan dalam proses produksi. Para Variabel input yang digunakan antara lain benih, te-
ekonom mengelompokkan faktor produksi menjadi naga kerja, pupuk urea, pupuk Triple Super Phosphate
tiga bagian utama, yaitu lahan, kapital, dan tenaga (TSP), pupuk KCL, pupuk organik, dan pestisida.
keija (Tucker, 2011). Secara lebih khusus, faktor pro- Faktor utama yang dimasukkan dalam model ine-
duksi atau input antara dalam kegiatan pertanian fisiensi teknik pada usahatani cabai adalah atribut
terdiri dari barang-barang yang digunakan dalam petani yakni umur, pengalaman berusahatani cabai,
produksi selama tahun kalender, apakah diperoleh dan tingkat pendidikan. Hasil estimasi menunjuk-
dari persediaan awal, dibeli dari luar sektor per- kan bahwa semua variabel mempunyai tanda yang
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 72–86
Zen, F. & Budiasih 77

sesuai dengan harapan, kecuali untuk peubah pu- Variabel input yang digunakan antara lain jum-
puk TSP dan tenaga kerja yang mempunyai tanda lah tanaman yang menghasilkan (T) dalam satuan
negatif. Hasil analisis faktor penentu tingkat efi- Batang, tenaga kerja (L) dalam Orang, pupuk (F)
siensi teknis menunjukkan bahwa hanya peubah dalam Kg, dan pestisida (P) dalam Liter. Variabel
pendidikan formal yang berpengaruh sangat sig- yang mencirikan karakteristik input yang digu-
nifikan terhadap tingkat efisiensi teknis. Variabel nakan adalah usia tanaman (Tahun), jenis benih
umur petani dan pengalaman tidak berpengaruh yang digunakan (1=Bersertifikat, 0=Tidak Berserti-
signifikan serta bertanda negatif. fikat), jenis alat/sarana yang digunakan (1=Modern,
Helali dan Kalai (2015) mengestimasi elastisitas 0=Tradisional), dan pengendalian terhadap serang-
substitusi dari fungsi CES dengan menggunakan an organisme pengganggu tanaman (OPT) pada
fungsi translog dengan input kapital dan tenaga usaha perkebunan kopi (1=Melakukan pengenda-
kerja pada kegiatan industri di Tunisia. Bui et al. lian terhadap serangan OPT, 0=Tidak melakukan
(2015) mengestimasi elastisitas substitusi pada pro- pengendalian terhadap serangan OPT). Terakhir,
duksi beras di Vietnam tahun 2012. Penelitian ini variabel yang menjelaskan karakteristik pekebun
menggunakan fungsi Nested CES dengan tiga input, terpilih antara lain usia pekebun (Tahun), lama se-
yaitu lahan, kapital, dan tenaga kerja. Brockway kolah (Tahun), tingkat pendidikan (1=SD ke bawah,
et al. (2017) melakukan estimasi parameter fung- 2=SLTP dan SLTA, 3=Diploma dan Sarjana), dan ke-
si produksi spesifikasi CES menggunakan metode ikutsertaan penyuluhan tentang usaha perkebunan
ekonometrik di bidang energi. Penelitian ini meng- (1=Ikut Serta, 0=Tidak Ikut Serta).
gunakan fungsi Nested CES dengan tiga input, yaitu Untuk menjawab tujuan penelitian, penelitian ini
kapital, tenaga kerja, dan penggunaan energi dasar. menggunakan metode analisis deskriptif dan infe-
Penelitian ini melakukan estimasi dengan fungsi rensia. Analisis deskriptif dilakukan untuk menge-
non-linier dan memberikan rekomendasi pengguna- tahui profil rumah tangga usaha perkebunan kopi
an lebih lanjut dari parameter yang terdapat pada di Sumatera Selatan dan Lampung. Analisis inferen-
fungsi CES, yaitu parameter substitusi, efisiensi, sia yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan
skala pengembalian, dan kontribusi input. untuk menganalisis produktivitas usaha rumah
tangga perkebunan kopi di Sumatera Selatan dan
Lampung. Ukuran yang digunakan untuk meng-
Metode gambarkan tingkat produktivitas dalam penelitian
ini adalah TFP dan ET.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa TFP diestimasi dengan menggunakan spesifikasi
data sampel rumah tangga usaha perkebunan kopi fungsi produksi Nested CES menggunakan empat
di Sumatera Selatan dan Lampung dalam Survei input berdasarkan model yang diajukan Sato (1967)
Rumah Tangga Usaha Perkebunan (ST 2013 SKB.S) dalam Henningsen dan Henningsen (2011). Model
yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2014. Data estimasinya dituliskan sebagai berikut:
yang digunakan dalam penelitian ini antara lain  τ 
 a(a1 T−τ1 + (1 − a1 )L−τ1 ) τ1
Q = A 
 −r/τ
variabel-variabel yang menggambarkan proses pro-  τ  (7)
+(1 − a)(a2 F + (1 − a2 )P )
−τ2 −τ2 τ2 

duksi berupa variabel output dan input, karakteris-
tik input yang digunakan dalam usaha perkebunan A ∈ (0, ∞) adalah parameter efisiensi yang menun-
kopi, serta karakteristik pekebun terpilih dari ru- jukkan produktivitas, a ∈ (0, 1) adalah parameter
mah tangga yang terpilih sebagai sampel. Variabel distribusi yang optimal dari input, τ ∈ [−1, 0)∪(0, ∞)
output adalah jumlah produksi kopi (Q) dalam Kg. adalah parameter substitusi yang kemudian digu-
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 72–86
78 Produktivitas dan Efisiensi Teknis Usaha Perkebunan...

nakan untuk menentukan elastisitas substitusi yang


konstan (σ) dengan σ = 1/(1 + τ), dan r ∈ [0, ∞)
!
P(Y ≤ 1)
ln = a1 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X31 (10)
adalah elastisitas skala yang menentukan apakah P(Y > 1)
fungsi produksi CES mempunyai skala pengem- + β3 X32 + β4 X4 + β5 X5 + ε
balian (return to scale) yang meningkat jika r > 1,
menurun (r < 1), atau konstan (r = 1). Persamaan hasil estimasi menggunakan SAS ditu-
Efisiensi teknis dan faktor-faktor yang memenga- lis seperti pada Persamaan (10). Namun, penulisan
ruhi inefisiensi diperoleh dengan menggunakan persamaan hasil estimasi menggunakan program
metode Stochastic Frontier Analysis (SFA) dengan SPSS menjadi:
spesifikasi fungsi produksi Cobb-Douglas berda- 

= ap0 + (−βp1 X1 − βp2 X2 − βp3 X31


P(Y ≤ 0)
sarkan model yang dikembangkan oleh Battese dan ln
P(Y > 0)
Coelli (1992) yang dituliskan sebagai berikut: −βp3 X32 − βp4 X4 − βp5 X5 ) (11)

ln(Qi ) = ln(A) + β1 ln(Ti ) + β2 ln(Fi ) Interpretasi atau pembahasan hasil analisis regre-
(8)
+ β3 ln(Pi ) + β4 ln(Li ) + vi − ui
si logistik ordinal adalah berdasarkan nilai kecende-
dengan rungan (odds ratio) dari kategori variabel indepen-
den terhadap kategori produktivitas yang diperoleh
ui = δ0 + δ1 UsiaPekebuni + δ2 UsiaTanamani
+ δ3 LamaSekolahi + δ4 D Benihi + δ5 D Alati dari exp(−βpi ). Nilai (−βpi ) yang bernilai negatif me-
+ δ6 D OPTi + δ7 D Penyuluhani + wi nunjukkan bahwa usaha rumah tangga perkebunan
(9) kopi pada kondisi variabel independen yang lebih
tinggi memiliki kecenderungan yang lebih kecil
Untuk mengetahui variabel-variabel yang me- untuk memiliki kategori produktivitas yang lebih
mengaruhi kecenderungan kategori produktivitas tinggi.
usaha rumah tangga perkebunan kopi, metode yang
digunakan adalah Regresi Logistik Ordinal. Ana-
lisis dengan regresi logistik ordinal ini dilakukan Hasil dan Analisis
untuk mengetahui variabel yang memengaruhi ke-
cenderungan usaha perkebunan memiliki katego- Hasil penelitian ini terdiri dari dua bagian utama,
ri produktivitas tinggi (j = 2) jika (TFP > 1 dan yaitu hasil analisis deskriptif dan inferensia. Hasil
ET > 0, 8), kategori produktivitas menengah ( j = 1) analisis deskriptif menggambarkan profil usaha ru-
jika (TFP > 1 tetapi ET ≤ 0, 8 atau TFP < 1 teta- mah tangga perkebunan kopi di Sumatera Selatan
pi ET > 0, 8), dan kategori produktivitas rendah dan Lampung. Hasil analisis inferensia membahas
(j = 0) jika (TFP < 1 dan ET ≤ 0, 8). Variabel inde- tentang produktivitas menggunakan fungsi pro-
penden yang digunakan antara lain usia pekebun duksi CES, efisiensi teknis menggunakan analisis
(X1 ), usia tanaman (X2 ), tingkat pendidikan (X31 stochastic frontier, dan variabel yang memengaruhi
dan X32 ), varietas benih (X4 ), dan keikutsertaan kecenderungan kategori produktivitas mengguna-
dalam penyuluhan (Xs ). Dengan demikian, model kan analisis regresi logistik ordinal.
regresi logistik ordinal yang akan diestimasi adalah
sebagai berikut:
! Profil Usaha Rumah Tangga Perkebunan
P(Y ≤ 0)
ln = a0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X31
P(Y > 0) Pada 2014, sebanyak 42% produksi kopi di Sumate-
+ β3 X32 + β4 X4 + β5 X5 + ε ra Selatan berasal dari Kabupaten Ogan Komering
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 72–86
Zen, F. & Budiasih 79

Ulu (OKU) Selatan, kemudian sebesar 20% produk- Profil karakteristik input yang digunakan dalam
si dari Kabupaten Empat Lawang, dan sebesar 17% usaha perkebunan kopi di kedua provinsi ini mem-
dari Kabupaten Lahat. Di Lampung, sebagian besar berikan gambaran antara lain (1) sebagian besar
produksi kopi berasal dari Kabupaten Lampung Ba- usaha rumah tangga perkebunan kopi di Sumate-
rat, yaitu sebesar 54% dari total produksi, kemudian ra Selatan dan Lampung memiliki tanaman yang
sebesar 20% berasal dari Kabupaten Tanggamus. menghasilkan dengan rata-rata usia produktif atau
Sejalan dengan jumlah produksi, jumlah tanaman termasuk dalam kelompok 5–19 tahun; (2) 98,3%
yang menghasilkan terbanyak adalah di Kabupaten benih yang digunakan usaha perkebunan di Su-
OKU Selatan, Sumatera Selatan sebesar 42% dan matera Selatan dan 93,6% benih yang digunakan
sebesar 50% jumlah tanaman yang menghasilkan di usaha perkebunan di Lampung merupakan vari-
Lampung terdapat di Kabupaten Lampung Barat. etas benih yang tidak bersertifikat; (3) lebih dari
50% usaha perkebunan kopi di Sumatera Selatan
Jumlah tenaga kerja pada usaha perkebunan kopi
dan Lampung melakukan pengendalian terhadap
di Sumatera Selatan dan Lampung tersebar di seti-
serangan OPT pada tanaman perkebunan kopinya;
ap kabupaten/kota masing-masing provinsi. Sesuai
(4) penggunaan alat/sarana modern masih sangat
dengan dua indikator sebelumnya, jumlah tenaga
langka digunakan pada usaha perkebunan kopi di
kerja terbanyak juga terdapat di Kabupaten OKU
dua provinsi ini; dan (5) sebagian besar usaha ru-
Selatan dengan persentase sebesar 40% dan di Lam-
mah tangga perkebunan kopi di Sumatera Selatan
pung terdapat pada Kabupaten Lampung Barat
dan Lampung tidak memiliki anggota rumah tang-
yaitu sebesar 45%. Profil karakteristik pekebun me-
ga yang mengikuti penyuluhan/bimbingan terkait
nunjukkan bahwa, baik pekebun kopi di Sumatera
dengan usaha perkebunan kopi.
Selatan maupun di Lampung, sebagian besar ter-
masuk kelompok usia produktif, yaitu 25 sampai 64
tahun. Selain itu, persebaran pekebun di Sumatera Produktivitas
Selatan dan Lampung menunjukkan sebagian besar
Hasil estimasi fungsi produksi CES di masing-
memiliki tingkat pendidikan rendah dan sedang
masing provinsi disajikan pada Tabel 2. Estimasi
atau SD ke bawah dan SLTP/SLTA.
parameter fungsi produksi CES di Sumatera Selatan
Tingkat pendidikan petani atau pekebun yang menunjukkan bahwa estimasi parameter substitu-
sampai dengan saat ini selalu berada pada level si antara tanaman yang menghasilkan dan tenaga
yang rendah dan sedang diduga dipengaruhi oleh kerja adalah Ti = 2, 5447 dan parameter substitusi
anggapan penduduk yang menyatakan bahwa be- antara pupuk dan pestisida adalah T2 = −0, 1621.
kerja di sektor pertanian tidak memerlukan tingkat Angka ini kemudian menentukan besarnya nilai
pendidikan yang tinggi. Coelli et al. (2003) pun me- elastisitas substitusi antara tanaman yang meng-
nyatakan bahwa pendidikan tinggi memberikan hasilkan dan tenaga kerja serta antara pupuk dan
kesempatan bagi para pekerja untuk pindah da- pestisida. Nilai elastisitas substitusi antara tanam-
ri sektor pertanian. Oleh karena itu, hal ini pula an yang menghasilkan adalah oTL = 0, 2821 atau
yang mungkin menjadi penyebab sebagian besar bernilai kurang dari satu (a < 1). Artinya, jika rasio
pekebun kopi di Sumatera Selatan dan Lampung pengeluaran untuk tanaman yang menghasilkan
memiliki tingkat pendidikan tertinggi SD ke bawah. terhadap upah tenaga kerja naik 1%, maka rasio
Profil usaha rumah tangga perkebunan berdasarkan penggunaan input tanaman yang menghasilkan ter-
karakteristik di masing-masing provinsi disajikan hadap tenaga kerja akan turun sebesar 0,28%. Hal
pada Tabel 1. ini menunjukkan bahwa kemampuan subsitusi an-
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 72–86
80 Produktivitas dan Efisiensi Teknis Usaha Perkebunan...

Tabel 1: Persentase Usaha Rumah Tangga Usaha Perkebunan Kopi berdasarkan Karakteristik

Provinsi
Karakteristik
Sumatera Selatan Lampung
(1) (2) (3)
Usia Pekebun
• < 25 tahun 1,0 1,2
• 25–64 tahun 93,1 92,6
• > 64 tahun 5,9 6,2
Tingkat Pendidikan Pekebun
• SD ke bawah 60,6 66,1
• SLTP dan SLTA 37,6 32,4
• Diploma dan Sarjana 1,8 1,5
Usia Tanaman yang Menghasilkan
• < 5 tahun 7,7 4,6
• 5–19 tahun 68,0 65,9
• > 19 tahun 24,3 29,5
Keikutsertaan Penyuluhan
• Ikut 1,5 6,8
• Tidak Ikut 98,5 93,2
Varietas Benih
• Bersertifikat 0,6 6,8
• Tidak Bersertifikat 99,4 93,2
Alat/Sarana
• Modern 0,5 0,6
• Tradisional 99,5 99,4
Pengendalian OPT
• Melakukan 18,7 47,5
• Tidak Melakukan 81,3 52,5
Sumber: Survei Rumah Tangga Usaha Perkebunan (ST 2013 SKB.S), diolah

tara kedua input ini relatif kecil atau sulit dilakukan ha rumah tangga perkebunan kopi di Sumatera
seperti yang dinyatakan dalam Rosdiana (2017) dan Selatan adalah r = 0, 9268, menunjukkan bahwa
Dewi et al. (2016). terjadi skala pengembalian menurun (decreasing
return to scale), yaitu pertambahan output yang di-
Selain itu, nilai elastisitas substitusi antara pupuk
hasilkan lebih kecil dari pertambahan input yang
dan pestisida adalah aFP = 1, 1934 atau bernilai
digunakan. Di Lampung, nilai τ1 = 11, 4100 dan
lebih dari 1(a > 1). Hasil ini berarti bahwa jika rasio
τ2 = −0, 8063 sehingga diperoleh nilai elastisitas
pengeluaran untuk penggunaan pupuk terhadap
substitusi σT,L = 0, 0806 dan σF,P = 5, 1625. Selanjut-
pestisida naik 1%, maka rasio penggunaan pupuk
nya, nilai τ = 6, 8220 dan nilai elastisitas substitusi
terhadap pestisida akan turun sebesar 1,19%. Hal ini
antar-input yang diperoleh adalah σ(Ti),(FP) = 0, 1279.
menunjukkan bahwa kemampuan subsitusi antara
Hal ini menunjukkan keadaan yang sama seper-
kedua input ini relatif besar atau mudah dilakukan.
ti nilai elastisitas substitusi langsung antar-input
Selanjutnya, nilai T = 0, 3253 sehingga diperoleh
di Sumatera Selatan. Skala pengembalian output
nilai elastisitas substitusi antar-input yang diper-
terhadap input usaha rumah tangga perkebunan
oleh adalah a(TL),(FP) = 0, 7545. Artinya, jika rasio
kopi di Lampung adalah r = 0, 9980, menunjukkan
pengeluaran untuk tanaman yang menghasilkan
bahwa terjadi skala pengembalian menurun (decrea-
dan tenaga kerja terhadap pupuk dan pestisida naik
sing return to scale), yaitu pertambahan output yang
1%, maka rasio penggunaan input tanaman yang
dihasilkan lebih kecil dari pertambahan input yang
menghasilkan dan tenaga kerja terhadap pupuk
digunakan. Namun demikian, skala pengembalian
dan pestisida akan turun sebesar 0,75%.
di provinsi ini mendekati nilai satu, artinya sema-
Skala pengembalian output terhadap input usa-
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 72–86
Zen, F. & Budiasih 81

kin mendekati skala pengembalian output terhadap input di Sumatera Selatan lebih kecil dibandingkan
input yang benilai konstan. di Lampung, kecuali penggunaan pestisida. Hasil
estimasi dari model stochastic frontier disajikan pada
Tabel 2: Tabel Hasil Estimasi Parameter Fungsi Produksi
CES Sumatera Selatan Tabel 3.
Elastisitas yang tertinggi di Sumatera Selatan dan
Standard
Parameter Estimasi t-statistik P value Lampung adalah jumlah tanaman yang mengha-
Error
(1) (2) (3) (4) (5) silkan dengan nilai elastisitas berturut-turut sebesar
A 1,2251 0,0360 34,003 0,0000
a1 0,9945 0,0074 134,816 0,0000 0,60 dan 0,63. Artinya, setiap kenaikan input beru-
a2 0,6644 0,0558 11,898 0,0000 pa tanaman yang menghasilkan sebesar 1%, dapat
a 0,8400 0,0309 27,189 0,0000
Ti 2,5447 0,7479 3,402 0,0001 meningkatkan output sekitar 0,6% dengan asumsi
*7 -0,1621 0,2780 -0,583 0,5599
T 0,3253 0,2275 1,430 0,1527
variabel yang lainnya tetap. Selanjutnya, elastisitas
r 0,9268 0,0231 40,065 0,0000 yang cukup tinggi di kedua provinsi tersebut ada-
R2 ad = 0,4249
Elastisitas Substitusi lah elastisitas output terhadap jumlah tenaga kerja.
E(T, L) 0,2821 0,0595 4,739 0,0000 Elastisitas output terhadap tenaga kerja di Sumatera
E(F, P) 1,1934 0,3960 3,014 0,0026
E((T,L)(F,P)) 0,7545 0,1295 5,826 0,0000 Selatan adalah 0,16, sedangkan di Lampung sebesar
Sumber: Output R 0,30. Nilai elastisitas yang terendah di Sumatera Se-
latan adalah elastisitas output terhadap penggunaan
Berdasarkan hasil pengukuran TFP dengan meng- pupuk, yaitu sebesar 0,04, sedangkan di Lampung
gunakan fungsi CES dari parameter produktivitas adalah penggunaan pestisida, yaitu sebesar 0,0067.
(A), persentase usaha rumah tangga perkebunan ko-
Berdasarkan estimasi model inefisiensi teknis,
pi di Sumatera Selatan yang memiliki produktivitas
hasil yang diperoleh di Sumatera Selatan dan Lam-
yang tinggi sebesar 39,7%, sedangkan di Lampung
pung menunjukkan bahwa usia pekebun berpenga-
sebesar 47,7%. Dengan demikian, masih terdapat
ruh positif signifikan terhadap inefisiensi. Artinya,
lebih dari 50% usaha rumah tangga perkebunan
semakin tua pekebun, semakin besar pula tingkat
yang memiliki nilai TFP kurang dari 1 atau memiliki
inefisiensinya. Selanjutnya, lama sekolah dan varie-
tingkat produktivitas yang cukup rendah di kedua
tas benih bersertifikat berpengaruh negatif terhadap
provinsi ini.
tingkat inefisiensi. Artinya, semakin tinggi tingkat
pendidikan pekebun (semakin besar lama sekolah),
Efisiensi Teknis semakin besar pula tingkat efisiensi teknis. Selain
Hasil uji likelihood ratio yang disajikan pada Tabel 3 itu, penggunaan benih bersertifikat juga dapat me-
menunjukkan bahwa terdapat efek inefisiensi tek- ningkatkan efisiensi teknis. Penelitian Firmana et
nis pada usaha rumah tangga perkebunan kopi di al. (2017), Laksmayani et al. (2015), dan Burhansyah
Sumatera Selatan dan Lampung. Artinya, usaha (2016) membuktikan bahwa lama sekolah berpe-
rumah tangga perkebunan kopi di kedua provinsi ngaruh positif signifikan terhadap efisiensi teknis.
utama penghasil kopi di Indonesia belum efisien Selain itu, Tinaprilla et al. (2013) dan Susilowati dan
sehingga belum dapat mencapai produksi maksi- Tinaprilla (2012) juga membuktikan dalam pene-
mal. Hasil empiris menunjukkan bahwa, baik di litiannya bahwa penggunaan varietas benih yang
Sumatera Selatan maupun di Lampung, seluruh bermutu dapat meningkatkan efisiensi teknis.
input yang digunakan berpengaruh positif terha- Keikutsertaan dalam penyuluhan hanya berpe-
dap jumlah produksi kopi yang dihasilkan. Secara ngaruh negatif terhadap inefisiensi teknis di Lam-
umum, elastisitas output terhadap masing-masing pung. Di samping itu, usaha rumah tangga per-
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 72–86
82 Produktivitas dan Efisiensi Teknis Usaha Perkebunan...

Tabel 3: Uji Likelihood Ratio Keberadaan Inefisiensi Teknis

Provinsi Hipotesis Log Likelihood LR Statistik Nilai Kritis Keputusan


(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Sumatera Selatan H0 γ = 0 -2.067,2018 42,9584 Mixed Chi-Square (0,05;9)=16,274 Tolak H0
H1 γ 6= 0 -2.045,7226
Lampung H0 γ = 0 -2.438,8218 114,7068 Mixed Chi-Square (0,05;9)=16,274 Tolak H0
H1 γ 6= 0 -2.381,4684
Sumber: Output Frontier 4.1

Tabel 4: Estimasi Parameter Fungsi Produksi Stochastic Frontier Cobb-Douglas

Variabel Parameter Sumatera Selatan Lampung


(1) (2) (3) (4)
A. Stochastic Frontier
Intersep Pn 1,9015*** 1,5062***
Ln Tanaman yang menghasilkan Pi 0,6033*** 0,6307***
Ln Pupuk P2 0,0428*** 0,0636***
Ln Pestisida Pz 0,0566*** 0,0060
Ln Tenaga kerja P* 0,1600*** 0,2958***
B. Model Inefisiensi Teknis
Konstanta 5n -0,7032** -1,6801***
Usia Pekebun 8, 0,0096*** 0,0098**
Lama Sekolah 8? -0,0279*** -0,0802***
Rata-Rata Usia Pohon 8, -0,0236*** 0,0045
Varietas Benih 84 -3,5916** -4,5876***
Pengendalian OPT 8s -0,1843** -0,0498
Alat/Sarana yang Digunakan 56 -0,7479 -0,9007
Keikutsertaan dalam Penyuluhan 87 0,0157 -1,6134***
C. Parameter Varians
a2 0,6699*** 1,3551***
Y 0,6739*** 0,8146***
Keterangan: *** signifikan pada taraf 1%;
** signifikan pada taraf 5%
Sumber: Output Frontier 4.1

kebunan yang melakukan pengendalian terhadap provinsi ini memiliki efisiensi teknis menengah
serangan OPT juga dapat memiliki inefisiensi yang (0, 5 < ET ≤ 0, 8), namun persentase usaha rumah
lebih kecil. Keadaan ini menggambarkan keadaan tangga perkebunan kopi yang memiliki efisiensi
usaha rumah perkebunan kopi di Sumatera Sela- teknis rendah (ET ≤ 0, 5) di Lampung lebih tinggi,
tan dan Lampung dapat memiliki tingkat efisiensi yaitu sebesar 11,4%, sedangkan di Sumatera Selatan
yang tinggi jika melakukan pengendalian terhadap hanya sebesar 2,2%. Hal ini menunjukkan bahwa
serangan OPT. Dari hasil analisis menggunakan usaha rumah tangga perkebunan kopi di Sumatera
fungsi stochastic frontier diperoleh bahwa rata-rata Selatan dapat menggunakan input dengan lebih
efisiensi teknis di Sumatera Selatan adalah sebesar efisien.
0,76 dan di Lampung sebesar 0,70.
Gambar 1 dan 2 menunjukkan bahwa persentase Variabel yang Memengaruhi Kecende-
usaha rumah tangga perkebunan kopi di Suma-
rungan Kategori Produktivitas
tera Selatan yang memiliki efisiensi teknis ting-
gi (ET > 0, 8) sebesar 38,9%. Persentase ini lebih Hasil estimasi model regresi logistik ordinal disaji-
tinggi dibandingkan di Lampung yang hanya se- kan pada Tabel 5. Berdasarkan hasil uji parsial pada
besar 17,7%. Selain itu, meskipun sebagian besar analisis logistik ordinal di Sumatera Selatan dan
usaha rumah tangga perkebunan kopi di kedua Lampung, usia berpengaruh negatif signifikan pada
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 72–86
Zen, F. & Budiasih 83

Gambar 1: Usaha Rumah Tangga Perkebunan Kopi di Sumatera Selatan Berdasarkan Kategori Efisiensi Teknis
Sumber: Survei Rumah Tangga Usaha Perkebunan (ST 2013 SKB.S), diolah

Gambar 2: Usaha Rumah Tangga Perkebunan Kopi di Lampung Berdasarkan Kategori Efisiensi Teknis
Sumber: Survei Rumah Tangga Usaha Perkebunan (ST 2013 SKB.S), diolah

tingkat singnifikansi 5% terhadap peningkatan ka- nya, baik di Sumatera Selatan maupun di Lampung,
tegori produktivitas. Pekebun yang berusia 1 tahun pekebun yang memiliki tingkat pendidikan SD ke
lebih lama di kedua provinsi ini memiliki kecende- bawah memiliki kecenderungan yang lebih kecil
rungan yang lebih kecil untuk memiliki kategori untuk memiliki kategori produktivitas yang lebih
produktivitas yang lebih tinggi atau hanya sebesar tinggi. Di samping itu, pekebun di Sumatera Selatan
exp(−0, 01) = 0, 990 kali untuk memiliki katego- yang memiliki tingkat pendidikan SLTP dan SLTA
ri produktivitas yang lebih tinggi. Hal ini sesuai sudah memiliki kecenderungan yang lebih besar
dengan penelitian Thamrin (2016) yang memba- untuk memiliki kategori produktivitas yang lebih
has mengenai efisiensi teknis usahatani dan hasil tinggi. Berbeda halnya dengan Sumatera Selatan,
penelitiannya menunjukkan bahwa usia petani ber- pekebun yang memiliki tingkat pendidikan SLTP
pengaruh negatif terhadap efisiensi teknis. Artinya, dan SLTA di Lampung masih memiliki kecende-
semakin bertambahnya usia petani, semakin berku- rungan yang lebih kecil untuk memiliki kategori
rang tingkat efisiensinya. produktivitas yang lebih tinggi.

Di sisi lain, usia tanaman memiliki hasil yang ber- Penggunaan benih bersertifikat berpengaruh po-
beda di kedua provinsi. Di Sumatera Selatan, usia sitif terhadap kategori produktivitas usaha perke-
tanaman berpengaruh positif signifikan terhadap bunan kopi di kedua provinsi. Di Sumatera Selatan,
peningkatan kategori produktivitas, sedangkan di usaha perkebunan yang menggunakan benih ber-
Lampung, usia tanaman berpengaruh negatif terha- sertifikat memiliki kecenderungan 3,77 kali lebih
dap peningkatan kategori produktivitas. Selanjut- besar untuk masuk ke dalam kategori produktivitas
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 72–86
84 Produktivitas dan Efisiensi Teknis Usaha Perkebunan...

Tabel 5: Ringkasan Hasil Analisis dengan Menggunakan Regresi Logistik Ordinal

Koefisien
Variabel
Sumatera Selatan Lampung
(1) (2) (3)
Produktivitas: Rendah -5,180*** -6,600***
Produktivitas: Menengah -0,809 -2,762***
Usia Pekebun (th) -0,010** -0,016***
Usia Tanaman (th) 0,019*** -0,015***
Pendidikan: SD ke bawah -0,151 -0,435
Pendidikan: SLTP dan SLTA 0,322 -0,084
Varietas Benih: Tidak Bersertifikat -1,327*** -2,267***
Penyuluhan: Tidak Ikut Serta -0,081 -0,787***
Keterangan: *** signifikan pada taraf 1%;
** signifikan pada taraf 5%
Sumber: Output SPSS

lebih tinggi dibandingkan penggunaan benih tidak gunaan benih bersertifikat yang masih minim. Hasil
bersertifikat. Di Lampung, kecenderungan usaha estimasi parameter fungsi produksi CES menun-
perkebunan kopi yang menggunakan benih berser- jukkan bahwa sebagian besar usaha perkebunan
tifikat masuk ke dalam kategori produktivitas lebih kopi di kedua provinsi memiliki produktivitas ren-
tinggi adalah 9,65 kali lebih besar dibandingkan dah. Hasil analisis dengan stochastic frontier mem-
penggunaan benih tidak bersertifikat. buktikan adanya efek inefisiensi teknis pada usaha
Hasil uji parsial juga menunjukkan bahwa kei- rumah tangga perkebunan kopi di Sumatera Sela-
kutsertaan pekebun dalam penyuluhan berpenga- tan dan Lampung serta diketahui bahwa rata-rata
ruh positif terhadap peningkatan kategori produk- tingkat efisiensi teknis di Sumatera Selatan lebih
tivitas usaha perkebuan kopi di kedua provinsi. tinggi dibandingkan di Lampung.
Kecenderungan usaha perkebunan di Sumatera
Selatan yang pekebunnya mengikuti penyuluhan
untuk memiliki kategori yang lebih tinggi adalah Variabel yang berpengaruh positif terhadap efi-
exp(0, 081) = 1, 084 kali lebih besar dibandingkan siensi dan produktivitas adalah tingkat pendi-
yang tidak ikut penyuluhan. Di Lampung, kecende- dikan pekebun, varietas benih yang digunakan,
rungan usaha perkebunan yang pekebunnya meng- alat/sarana yang digunakan, pengendalian terha-
ikuti penyuluhan untuk memiliki kategori produk- dap OPT, dan keikutsertaan dalam penyuluhan.
tivitas yang lebih tinggi adalah exp(0, 787) = 2, 197 Oleh karena itu, pekebun atau pengelola usaha
kali lebih besar dibandingkan yang tidak mengikuti rumah tangga perkebunan kopi di Sumatera Sela-
penyuluhan. tan dan Lampung harus memperhatikan variabel-
variabel tersebut agar memiliki produktivitas dan
efisiensi teknis yang tinggi. Selain itu, untuk peneli-
Kesimpulan tian selanjutnya dapat melakukan analisis lebih da-
lam mengenai produktivitas, khususnya mengguna-
Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil pene- kan fungsi produksi CES, karena fungsi ini belum
litian ini menunjukkan bahwa profil usaha rumah banyak digunakan dan masih dapat terus dikem-
tangga perkebunan kopi di Sumatera Selatan dan bangkan. Penelitian selanjutnya dapat mengeksplo-
Lampung tidak jauh berbeda. Karakteristik input rasi lebih jauh mengenai parameter-parameter pada
yang masih memerlukan perhatian lebih adalah fungsi produksi CES dan menggunakan input yang
tingkat pendidikan pekebun yang rendah dan peng- lebih banyak.
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 72–86
Zen, F. & Budiasih 85

Daftar Pustaka surement in Bangladesh crop agriculture, 1961–92. Jour-


nal of International Development, 15(3), 321–333. doi: ht-
tps://doi.org/10.1002/jid.975.
[1] Ahlersten, K. (2008). Microeconomics. Krister Ahlersten &
[13] Coelli, T. J., & Rao, D. S. (2005). Total factor productivity
Ventus Publishing ApS.
growth in agriculture: a Malmquist index analysis of 93
[2] Arrow, K. J., Chenery, H. B., Minhas, B. S., & Solow, R. M.
countries, 1980–2000. Agricultural Economics, 32(s1), 115-134.
(1961). Capital-labor substitution and economic efficiency.
doi: https://doi.org/10.1111/j.0169-5150.2004.00018.x.
The Review of Economics and Statistics, 43(3), 225–250. doi:
[14] Dewi, W. R., Kurniati, E., & Gunawan, G. (2016). Analisis
10.2307/1927286.
Elastisitas Substitusi Tenaga Kerja dan Modal Suatu Fungsi
[3] Ball, V. E., Butault, J. P., & Nehring, R. F. (2002). U.S. agri-
Produksi Constant Elasticity Of Substitution. Prosiding
culture, 1960-96: a multilateral comparison of total factor
Matematika [SPESIA: Seminar Penelitian Sivitas Akademika
productivity. In V. E. Ball &, G. W. Norton (eds.), Agricul-
Unisba], 2(2), 101–106.
tural productivity: Measurement and sources of growth (pp.
[15] Fatma, Z. (2011). Analisis fungsi produksi dan efisiensi
11–35), Studies in Productivity and Efficiency, vol 2. Boston:
usahatani kopi rakyat di Aceh Tengah. Tesis. Program Pa-
Springer. doi: https://doi.org/10.1007/978-1-4615-0851-9˙2.
scasarjana Institut Pertanian Bogor.
[4] Battese, G. E., & Coelli, T. J. (1988). Prediction of firm-level
[16] Ferguson, C. E. (1969). Microeconomic theory. Richard D.
technical efficiencies with a generalized frontier production
Irwin.
function and panel data. Journal of Econometrics, 38(3), 387–
[17] Firmana, F., Nurmalina, R., & Rifin, A. (2017). Efisiensi tek-
399. doi: https://doi.org/10.1016/0304-4076(88)90053-X.
nis usahatani padi di Kabupaten Karawang dengan pende-
[5] Battese, G. E., & Coelli, T. J. (1992). Frontier production fun-
katan Data Envelopment Analysis (DEA). Forum Agribisnis,
ctions, technical efficiency and panel data: with application
6(2), 213–226. doi: http://dx.doi.org/10.29244/fagb,6,2,%25p.
to paddy farmers in India. Journal of Productivity Analysis,
[18] Hanafie, R. (2010). Pengantar ekonomi pertanian. Yogyakarta:
3(1–2), 153–169. doi: https://doi.org/10.1007/BF00158774.
Penerbit Andi.
[6] Battese, G. E., & Coelli, T. J. (1995). A model for technical
[19] Helali, K., & Kalai, M. (2015). Estimate of the elasticities of
inefficiency effects in a stochastic frontier production fun-
substitution of the CES and translog production functions
ction for panel data. Empirical economics, 20(2), 325–332. doi:
in Tunisia. International Journal of Economics and Business
https://doi.org/10.1007/BF01205442.
Research, 9(3), 245–253. doi: 10.1504/IJEBR.2015.068544.
[7] Bernheim, B., & Whinston, M. D. (2008). Microeconomics.
[20] Henningsen, A., & Henningsen, G. (2011). Econometric
New York: McGraw-Hill.
estimation of the “Constant Elasticity of Substitution” fun-
[8] BPS. (2015). Analisis rumah tangga usaha perkebunan
ction in R: Package micEconCES. FOI Working Paper, 2011/9.
di Indonesia: Hasil survei rumah tangga usaha perke-
Institute of Food and Resource Economics, University of
bunan tahun 2014. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Copenhagen.
Diakses 10 Maret 2018 dari https://www.bps.go.id/
[21] Kalirajan, K. P., Obwona, M. B., & Zhao, S. (1996). A de-
publication/2015/11/12/6e0eda35481ff65601a2b6c0/
composition of total factor productivity growth: the case
analisis-rumah-tangga-usaha-perkebunan-di-indonesia-
of Chinese agricultural growth before and after reforms.
hasil-sensus-pertanian-2013.html.
American Journal of Agricultural Economics, 78(2), 331–338.
[9] Brockway, P. E., Heun, M. K., Santos, J., & Barrett, J. R. (2017).
doi: https://doi.org/10.2307/1243706.
Energy-extended CES aggregate production: Current as-
[22] Laksmayani, M. K. (2015). Analisis efisiensi teknis peng-
pects of their specification and econometric estimation.
gunaan input produksi usahatani bawang merah di Desa
Energies, 10(202), 1-23. doi: 10.3390/en10020202.
Guntarano Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala.
[10] Bui, L., Hoang, H., & Bui, H. (2015). Estimating the Constant
Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako (JSTT), 4(2), 41–51.
Elasticity of Substitution Function of Rice Production. The
[23] Mankiw, N. G. (2014). Principles of Microeconomics (7th
case of Vietnam in 2012. MPRA Paper, 71224. Munich Perso-
edition). USA: Cengange Learning.
nal RePEc Archive. Diakses 25 April 2019 dari https://mpra.
[24] Narulita, S., Winandi, R., & Jahroh, S. (2014). Analisis
ub.uni-muenchen.de/71224/1/MPRA paper 71224.pdf.
dayasaing dan strategi pengembangan agribisnis kopi
[11] Burhansyah, R. (2016). Efisiensi teknis usahatani padi tadah
Indonesia. Jurnal Agribisnis Indonesia, 2(1), 63–74. doi:
hujan di kawasan perbatasan Kabupaten Sambas dengan
http://dx.doi.org/10.29244/jai.2014.2.1.63-74.
pendekatan stochastic frontier fungsi produksi (kasus di De-
[25] Nicholson, W., & Snyder, C. (2011). Microeconomic theory:
sa Sebubus, Kecamatan Paloh). Informatika Pertanian, 25(2),
Basic principles and extentions (11th edition). USA: South
163–170. doi: http://dx.doi.org/10.21082/ip.v25n2.2016.p163-
Western-College Pub.
170.
[26] Prayoga, A. (2010). Produktivitas dan efisiensi teknis usaha-
[12] Coelli, T., Rahman, S., & Thirtle, C. (2003). A stochas-
tani padi organik lahan sawah. Jurnal Agro Ekonomi, 28(1),
tic frontier approach to total factor productivity mea-

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 72–86


86 Produktivitas dan Efisiensi Teknis Usaha Perkebunan...

1–19. doi: http://dx.doi.org/10.21082/jae.v28n1.2010.1-19.


[27] Pindyck, R. S., & Rubinfeld, D. L. (2009). Microeconomics
(7th edition). USA: Pearson Prentice Hall.
[28] Pitt, M. M., & Lee, L. F. (1981). The measurement and
sources of technical inefficiency in the Indonesian weaving
industry. Journal of development economics, 9(1), 43–64. doi:
https://doi.org/10.1016/0304-3878(81)90004-3.
[29] Rahayu, W., & Riptanti, E. W. (2010). Analisis efisiensi
ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi pada usa-
hatani kedelai di Kabupaten Sukoharjo. Caraka Tani: Jo-
urnal of Sustainable Agriculture, 25(1), 119–125. doi: ht-
tp://dx.doi.org/10.20961/carakatani.v25i1.15758.
[30] Rosdiana, I. (2017). Analisis fungsi produksi Ces (constant
elasticity of substitution) industri kerajinan genteng di
Desa Karanggeneng Kabupaten Boyolali. Skripsi. Program
Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
[31] Santoso, B. (1987). Pendugaan fungsi keuntungan
dan skala usaha pada usahatani kopi rakyat di
Lampung. Jurnal Agro Ekonomi, 6(1–2), 29–41. doi:
http://dx.doi.org/10.21082/jae.v6n1-2.1987.29-41.
[32] Sukiyono, K. (2005). Faktor penentu tingkat efisiensi teknik
usahatani cabai merah di Kecamatan Selupu Rejang, Kabu-
paten Rejang Lebong. Jurnal Agro Ekonomi, 23(2), 176–190.
doi: http://dx.doi.org/10.21082/jae.v23n2.2005.176-190.
[33] Susilowati, S. H., & Tinaprilla, N. (2012). Ana-
lisis efisiensi usaha tani tebu di Jawa Timur.
Jurnal Penelitian Tanaman Industri, 18(4), 162–172.
doi: http://dx.doi.org/10.21082/littri.v18n4.2012.162%20-
%20172.
[34] Thamrin, S. (2016). Efisiensi teknis usahatani kopi arabika
di Kabupaten Enrekang. Ilmu Pertanian, 18(2), 92–97. doi:
https://doi.org/10.22146/ipas.9090.
[35] Tinaprilla, N., Kusnadi, N., Sanim, B., & Hakim, D. B.
(2013). Analisis efisiensi teknis usahatani padi di Jawa
Barat Indonesia. Agribusiness Journal, 7(1), 15–34.
[36] Tucker, I. B. (2011). Microeconomics for today (7th edition).
Cengage Learning.
[37] van Ark, B. (2014). Total factor productivity: Lessons
from the past and directions for the future. NBB Working
Paper, 271. Brussels: National Bank of Belgium. Diak-
ses 10 Maret 2018 dari https://www.nbb.be/en/articles/
total-factor-productivity-lessons-past-and-directions-future.

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 72–86

Anda mungkin juga menyukai