Disusun Oleh :
1102014188
Pembimbing :
Pada laporan kasus ini, akan dibahas seorang pria, 42 tahun, yang pernah di
diagnosis dengan dermatitis herpetiformis dan sembuh setelah diterapi dengan dapson
dan dengan diet bebas gluten.
Laporan Kasus
Seorang laki-laki 42 tahun datang ke klinik bagian kulit dan kelamin dengan
keluhan ruam yang banyak pada kulit yang terakumulasi di wajah, perut, punggung,
kaki, 2 minggu sebelum dirawat. 2 minggu sebelum konsultasi pasien mengeluhkan
munculnya urtikaria seperti plak, vesikel eritem dan bulla pada regio fasialis, trunkus
anterior dan posterior, brachii dan antebrachia bilateral, femoris anterior, kruris dan
dorsum pedis bilateral dengan multiple, lenticular, dan diskrit. Keluhan tambahan
berupa gatal dan rasa panas. Tidak ada demam, diarrhea, maupun steatorrhea. Pasien
berobat ke dokter umum dan diberikan salep serta tablet namun pasien lupa nama
obatnya. Keluhan tidak berkurang. Pasien kemudian diresepkan 2 minuman herbal
yang dikonsumsi selama 3 hari namun vesikel dan bulla tidak membaik. Kemudian
dirujuk ke poli kulit dan kelamin Rumah Sakit Mohammad Husein Palembang dan
dirawat. Pada pemeriksaan fisik, status dermatologikus: regio fasialis, trunkus anterior
dan posterior, ekstremitas superior dan inferior dekstra dan sinistra: macula patch,
hiperpigmentasi, multiple, milier numuler, konfluen parsial diskrit. Vesikel bulla,
multiple, milier lenticular, diskret: erosi ekskoriasi, multiple irregular, diskrit,
Sebagian tertutup dengan kerak kehitaman, tebal dan mudah terkelupas. Cutaneous
sign: Nikolsky dan Asboe Hansen negatif. Hasil dari uji laboratorium dalam batas
normal. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan sel radang neutrophil, fragmen
neutrophil, jumlah eosinophil yang bervariasi, dan junctional separation. Pemeriksaan
immunofloresensi ditemukan penurunan granular IgA. Penatalaksanaan sistemik
pasien berupa IVFD: RL xx gtt/min, tablet dapson 100 mg/hari, tablet cetirizine 1x10
mg/hari. Penatalaksanaan topical: Acid salicylic solutio 1 0/00, 2x30 menit/hari
kompres pada bagian erosi dan ekskoriasi. Pasien juga melakukan diet bebas gluten.
Pasien dirujuk ke bagian gizi, dan dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi gluten. Pada
minggu ke 8 terapi, lesi kulit telah terobati dengan sisa macula hipo dan
hiperpigmentasi serta patch. Pasien akhirnya di diagnosis dengan Dermatitis
Herpetiformis.
Diskusi
Dermatitis Herpetiformis ditemukan pertama kali pada tahun 1884 oleh Louis
Duhring. Awalnya, dermatitis herpetiformis mempunyai klinis yang sama seperti
pemphigus dan pemfigoid, sehingga digolongkan dalam penyakit vesikobullosa. Pada
1888, Brocq mendiagnosis sebagai dermatitis polimorfik pruritis. Oleh karena itu,
sinonim dari dermatitis herpetiformis adalah penyakit Duhring-Brocq.
Lesi primer dari dermatitis herpetiformis adalah urtikaria seperti plak, papul
eritem, kebanyakan ditemukan vesikel. Bulla yang besar jarang. Lesi akan
menghasilkan hiperpigmentasi dan hipopigmentasi. Pada beberapa area muncul
kelompok herpetiformis, tapi ada juga lesi yang tidak masuk kelompok. Manifestasi
klinis lain berupa rasa terbakar dan sangat gatal. Pada pasien ini, ditemukan vesikel
eritem dan bulla pada trunkus anterior dan posterior. Penyebaran lesi simetris sikut,
pundak, bokong, dan area lutut.