DISUSUN OLEH
KISANADA GHUMAIROH
2101232
DAFTAR PUSTAKA i
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 2
2.1 Adaptasi Jejas Sel dan Kematian Sel 3
2.1.1 Adaptasi Sel 4
2.1.2 Jejas Sel 11
2.1.3 Kematian Sel 13
BAB III PENUTUP 16
3.1 Kesimpulan 16
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
PENDAHULUAN
Sel merupakan unit kehidupan terkecil yang ada, dalam kehidupannya sel mampu
dalam sel terdapat membran plasma, nukleus, sitoplasma, dan organel-organel yang
melakukan peranannya masing-masing. Setiap sel menjalin suatu hubungan satu sama lain
melalui berbagai cara membentuk suatu jaringan, kemudian, organ, sistem organ, dan pada
akhirnya orgenisme.
Sel normal merupakan mikrokosmos yang berdenyut tanpa henti, secara tetap
mengubah stuktur dan fungsinya untuk memberi reaksi terhadap tantangan dan tekanan
yang selalu berubah. Bila tekanan atau rangsangan terlalu berat, struktur dan fungsi sel
meskipun tekanan berlanjut. Tetapi bila batas kemampuan adaptasi tersebut melampaui
batas maka akan terjadi jejas sel atau cedera sel bahkan kematian sel. Dalam bereaksi
terhadap tekanan yang berat maka sel akan menyesuaikan diri, kemudian terjadi jejas sel
atau cedera sel yang akan dapat pulih kembali dan jika tidak dapat pulih kembali sel
tersebut akan mengalami kematian sel. Dalam makalah ini akan membahas tentang
1.3 Tujuan
Mengetahui jenis-jenis adaptasi dan juga kematian sel, serta mengetahui proses dari
PEMBAHASAN
Rudolph Virchow (dokter patolog dari Jerman) mengatakan bahwa dasar dari semua
penyakit adalah karena adanya kerusakan pada unit terkecil dari badan kita alias sel. Sel
keseimbangan tubuh normal. Apabila tubuh mengalami stres fisiologis ataupun adanya proses
Kegagalan adaptasi sel berakibat pada cedera sel yang bisa bersifat reversible (dapat
kembali normal) ataupun irreversible (tidak kembali normal). Apabila cedera sel sangat berat
sehingga tidak dapat kembali normal, sel akan mati melalui 2 cara, yaitu apoptosis (bunuh diri,
sebagai kematian sel yang alami) atau nekrosis (rusak, sehingga mati).
Adaptasi sel merupakan respons sel terhadap cedera yang tidak mematikan dan bersifat
menetap (persistent). Ada 4 cara yang dilakukan yaitu atrofi, hipertrofi, hiperplasia, dan
metaplasia.
2.1.1.1. Atrofi
Atrofi merupakan pengurangan ukuran yang disebabkan oleh mengecilnya ukuran sel
Sebelum membahas mengenai penyebab terjadinya, maka harus diketahui terlebih dahulu
jenis-jenis atrofi agar pembahsannya lebih spesifik. Secara umum, terdapat dua jenis atrofi,
Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau alami. Beberapa organ
tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan atau
pertumbuhan, dan jika alat tubuh tersebut organ tubuh tersebut tidak menghilang ketika sudah
mencapai usia tertentu, malah akan dianggap sebagai patologik. Contoh dari atrofi fisiologis
ini yaitu proses penuaan (aging process) dimana glandula mammae mengecil setelah laktasi,
penurunan fungsi/produktivitas ovarium dan uterus, kulit menjadi tipis dan keriput, tulang-
tulang menipis dan ringan akaibat resorpsi. Penyebab proses atrofi ini bervariasi, diantaranya
darah, dan akibat sklerosis arteri. Penyebab-penyebab tersebut terjadi karena peoses normal
penuaan. Berbeda dengan atrofi fisiologis, atrofi patologis merupakan atrofi yang terjadi di luar
proses normal/alami.
Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, yaitu atrofi
1. Atrofi senilis
Atrofi senilis terjadi pada semua alat tubuh secara umum, karena atrofi senilis termasuk
dalam atofi umum (general atrophy). Atropi senilis tidak sepenuhnya merupakan atropi
patologis karena proses aging pun masuk ke dalam kelompok atrofi senilis padahal proses
Contoh atropi senilis yang merupakan proses patologik yaitu starvation (kelaparan).
Starvation atrophy terjadi bila tubuh tidak mendapat makanan/nutrisi untuk waktu yang lama.
Orang yang menderita gangguan pada saluran pencernaan misalnya karena penyempitan
(striktura) esophagus. Pada penderita stiktura esophagus tersebut mungkin mendapatkan suplai
makanan yang cukup, namun makanan tersebut tidak dapat mencapai lambung dan usus karena
makanan akan di semprotkan keluar kembali. Karena itu, makanan tidak akan sampai ke
jaringan-jaringan tubuh sehingga terjadilah emasiasi, inanisi, dan badan menjadi kurus.
2. Atropi inaktivitas
Terjadi akibat inaktivitas organ tubuh atau jaringan. Misalnya inaktivitas otot-otot
mengakibatkan otot-otot tersebut mengecil. Atropi otot yang paling nyata yaitu bila terjadi
kelumpuhan otot akibat hilangnya persarafan seperti yang terjadi pada poliomyelitis.
Atrofi inaktivitas disebut juga sebagi atrofi neurotrofik karena disebabkan oleh
hilangnya impuls trofik. Tulang-tulang pada orang yang karena suatu keadaan terpaksa harus
berbaring lamaocclusion) pada saluran keluar pancreas, sel-sel asinus pancreas (eksokrin)
menjadi atrofik. Namun, pulau-pulau Langerhans (endokrin) yang membentuk hormon dan
disalurkan ke dalam darah tidak mengalami atrofi. mengalami atrofi inaktivitas. Akibatnya,
3. Atrofi desakan
Atrofi ini terjadi akibat desakan yang terus-menerus atau desakan dalam waktu yang
lama dan yang mengenai suatu alat tubuh atau jaringan. Atrofi desakan fisiologik terjadi pada
gusi akibat desakan gigi yang mau tumbuh dan dan yang mengenai gigi (pada anak-anak). Atroi
desakan patologik misalnya terjadi pada sternum akibat aneurisma aorta. Pelebaran aorta di
daerah substernal biasanya terjadi akibat sifilis. Karena desakan yang tinggi dan terus menerus
Atrofi desakan ini pun dapat terjadi pada ginjal. Parenkim ginjal dapat menipis akibat
desakan terus-menerus. Ginjal seluruhnya berubah menjadi kantung berisi air, yang biasanya
terjadi akibat obstruksi ureter, yang biasanya disebabkan oleh batu. Atrofi dapat terjadi pada
suatu alat tubuh kerena menerima desakan suatu tumor didekatnya yang makin lama makin
membesar.
4. Atrofi endokrin
Terjadi pada alat tubuh yang aktivitasnya bergantung pada rangsangan hoemon
tertentu. Atrofi akan terjadi jika suplai hormon yang dibutuhkan oleh suatu organ tertentu
berkurang atau terhenti sama sekali. Hal ini misalnya dapat terjadi pada penyakit Simmonds.
Pada penyakit ini, hipofisis tidak aktif sehingga mrngakibatkan atrofi pada kelenjar gondok,
• Kekurangan nutrisi
Secara umum, seluruh perubahan dasar seluler (dalam hal ini merupakan perubahan ke
arah atropi) memiliki proses yang sama, yaitu menunjukkan proses kemunduran ukuran sel
menjadi lebih kecil. Namun, sel tersebut masih memungkinkan untuk tetap bertahan hidup.
Walupun sel yang atropi mengalami kemunduran fungsi, sel tersebut tidak mati.
mengalami atropi hanya memiliki mitokondria dengan jumlah yang sedikit, begitu pula dengan
komponen yang lain seperti miofilamen dan reticulum endoplasma. Akan tetapi ada
peningkatan jumlah vakuola autofagi yang dapat memakan/merusak sel itu sendiri.
2.1.1.2. Hipertrofi
Hipertrofi adalah Pertambahan besar organ akibat adanya pertambahan ukuran sel pada
organ. Hipertrofi adalah suatu respons adaptif yang terjadi apabila terdapat peningkatan beban
kerja suatu sel. Kebutuhan sel akan oksigen dan zat gizi meningkat, menyebabkan
atas sel permanen misalnya otot skelet pada binaragawan. Hipertrofi yang bersifat patologis
contohnya adalah jantung yang dipotong melintang, kapasitas jadi lebih kecil dan kerja jantung
Pada kondisi hipertropi patologis jantung terjadi peningkatan ukuran sel atau
pebengkakan jantung yang ditandai dengan ventrikel kiri , hal ini disebabkan beban kerja
jantung meningkat. Kardiomiopati hipertrofik bisa terjadi sebagai suatu kelainan bawaan.
Penyakit ini dapat terjadi pada orang dewasa dengan akromegali (kelebihan hormon
menghasilkan adrenalin).
Dampak hipertrofi ventrikel bagi penderita yaitu jantung menebal dan lebih kaku dari
normal dan lebih tahan terisi oleh darah dari paru-paru. Sebagai akibatnya terjadi tekanan balik
ke dalam vena-vena paru, yang dapat menyebabkan terkumpulnya cairan di dalam paru-paru,
sehingga penderita mengalami sesak nafas yang sifatnya menahun. Penebalan dinding
2.1.1.3. Metaplasia
Metaplasia adalah perubahan sel dari satu subtipe ke subtipe lainnya. Metaplasia
biasanya terjadi sebagai respons terhadap cedera atau iritasi kontinu yang menghasilkan
peradangan kronis pada jaringan. Dengan mengalami metaplasia, sel-sel yang lebih mampu
bertahan terhadap iritasi dan peradangan kronik akan menggantikan jaringan semula.
Contoh metaplasia yang paling umum adalah perubahan sel saluran pernapasan dari sel
epitel kolumnar bersilia menjadi sel epitel skuamosa bertingkat sebagai respons terhadap
merokok jangka panjang. Contoh lain yang dapat kita amati pada kasus kanker serviks. Pada
perubahan sel kolumnar endoserviks menjadi sel skuamosa ektoserviks terjadi secara
fisiologis pada setiap wanita yang disebut sebagai proses metaplasia. Karena adanya faktor-
faktor risiko yang bertindak sebagai ko-karsinogen, proses metaplasia ini dapat berubah
Salah satu contoh peradangan kronis misalnya pada penyakit gastritis. Gastritis adalah
suatu peradanganpada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster. Salah satu etiologi
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel
permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncu lah respon radang
Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu
dengan mengganti sel mukosa gaster misalnya dengan sek squamosa yang lebih kuat. Karena
sel squamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang. pada saat mencerna makanan,
lambung melakukan gerakan peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan
timbul kekakuan yang pada akhirnya akan menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga
menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan mengakibatkan
kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan
perdarahan.
2.1.1.4. Hiperplasia
pembentukan atau tumbuhnya sel-sel baru (Saleh, 1973). Sama halnya dengan atrofi, terdapat
dua jenis hyperplasia, yaitu hyperplasia fisiologis dan patologis. Contoh yang sering kita
temukan pada kasus hyperplasia fisiologis yaitu bertambah besarnya payudara wanita ketika
memasuki masa pubertas. Sedangkan hyperplasia patologis sering kita temukan pada serviks
uterus yang dapat mengakibatkan kanker serviks. Sel-sel pada serviks tersebut mengalami
penambahan jumlah. Biasanya hyperplasia ini diakibatkan oleh sekresi hormonal yang
Terdapat beberapa penyebab cedera (jejas) sel. Lima dari beberapa penyebab umum
• kekurangan oksigen
• kekurangan nutrisi
• infeksi sel
• Faktor fisik (suhu, temperature, radiasi, trauma, dan gejala kelistrikan) dan kimia
yaitu p) jejas reversible (degenerasi sel) dan q) jejas irreversible (kematian sel). Hipokisa atau
defisiensi oksigen, mengganggu respirasi oksidatif aerobic merupakan penyebab jejas sel yang
Selain hipoksia terdapat pula penyebeb yang lain yaitu: Iskemia (penghambatan
pembulu darah) merupakan penyebab tersering dari hipoksia. Selain itu, disebabkan oleh
oksigenasi darah yang tidak adekuat (seperti pada pneumonia), berkurangnya kemampuan
pengangkutan oksigen darah (seperti pada anemia atau keracunan CO Sehingga menghalau
pengikatan oksigen)
Respon seluler terhadap stimulus yang berbahaya bergantung pada tipe cedera, durasi,
dan keparahannya. jadi toksin berdosis rendah atau iskemia berdurasi singkat dapat
menimbulkan jejas sel yang reversible. begitu pula sebaliknya. Jadi jejas tersebut bisa terlihat
atau tidak itu tergantung pada durasi iskemia dan kadar toksin yang terkandung didalam jejas
tersebut.
Respon imun yang abnormal merupakan respon dari kekebalan tubuh terhadap suatu
keadaan yang dapat menimbulkan jejas sel. sebagai contoh dalam Skleroderma terjadi pada
fase vaskuler. pada fase tersebut dari respon imun yang abnormal mengakibatkan akumulasi
sisntesis kolagen.
Kekurangan imun juga dapat menyebabkan jejas sel, kekurangan nutrisi yang dimaksud adalah
kekuarangan suatu zat yang sanagt diperlukan untuk sel tersebut, misalnya terjadi defisiensi
protein. defisiensi protein ini akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan dan pemeliharaan
pada jaringan, sehingga akan timbul jejas yang akan merugikan bagi tubuh.
2.1.3.1. Apotosis
Apoptosis adalah suatu proses kematian sel yang terprogram, diatur secara genetik,
bersifat aktif, ditandai dengan adanya kondensasi kromatin, fragmentasi sel dan fagositosis
sel tersebut oleh sel tetangganya. Istilah apoptosis berasal dari Bahasa Yunani, yang artinya
gugurnya putik bunga atau daun dari batangnya. Apoptosis pertama kali diidentifikasikan
peranannya dalam mengontrol sel yang ditentukan secara genetik dan alamiah, sehingga
kontrol genetik dan mekanisme biokimiawi dari apoptosis menjadi lebih dimengerti dalam
perkembangan dan strategi terapi yang mengatur kejadian proses . Apoptosis merupakan
bentuk atau mekanisme kematian sel yang terprogram (programmed cell death) atau karena
bunuh diri sel (suicide), yang ditandai dengan gambaran morfologi dan biokimiawi yang
khas, yaitu adanya kondensasi kromatin, fragmentasi sel dan pagositosis sel tersebut oleh
sel tetangganya.
Terjadinya deregulasi apoptosis dapat menyebabkan keadaan patologis, termasuk
proliferasi secara tidak terkontrol seperti dijumpai pada sel kanker. Kontrol apoptosis
umumnya dikaitkan dengan gen yang mengatur berlangsungnya siklus sel, di antaranya
melibatkan gen p53, Rb, Myc dan keluarga BcL2. Gangguan regulasi dan proliferasi sel
baik aktivitas onkogen dominan maupun in aktivasi gen tumor supresor p53, ada
hubungannya dengan kontrol apoptosis. Beberapa jenis virus seperti SV50, Herpes dan
adenovirus dapat mengalami proses transformasi dengan cara mengganggu fungsi apoptosis
di dalam sel. Apoptosis ini merupakan proses penting dalam pengaturan homeostasis normal,
yang menghasilkan keseimbangan dalam jumlah sel jaringan tertentu melalui eliminasi
berfungsi mengeliminasi sel yang tidak diinginkan atau sel yang tidak berguna lagi selama
proses pertumbuhan sel dan proses biologi normal lainnya. Selain itu apoptosis juga dapat
berperan pada perkembangan embrio, perkembangan suatu jaringan atau organ yang
didahului oleh pembelahan sel dan diferensiasi sel yang besar-besaran dan kemudian
Proses apoptosis juga dapat terjadi misalnya pada pelepasan sel endometrium
selama siklus menstruasi, regresi payudara selama masa me- nyusui, dan atresia folikel
ovarium pada masa menopause . Pada pengamatan secara fisio- logis, beberapa karakteristik
yang ditunjukkan pada sel yang mengalami apoptosis, antara lain berupa pengkerutan sel,
membrane inti, dimulai dengan penciutan sitoplasma dan kondensasi inti yang diakhiri
dengan fragmentasi sel, fragmenasi protein dan DNA. Sel yang telahmati melalui proses
ini tidak kehilangan kandungan internal sel dan tidak menyebabkan respon inflamasi. Jika
program apoptosis suatu sel telah selesai, maka akan tertinggal kepingan sel mati yang
disebut badan apoptosis dan terjadi kebocoran mitokondria karena pembentukan pori-pori
yang melibatkan protein keluarga Bcl-2. Badan apoptosis akan segera dikenali oleh sel-
2.1.3.2. Nekrosis
Proses apoptosis berbeda dengan nekrosis. Nekrosis merupakan proses kematian sel
yang terjadi pada organisme hidup yang disebabkan oleh kondisi patologis, seperti infeksi
atau inflamasi. Pada nekrosis terjadi perubahan pada inti yang menyebabkan inti menjadi
lisis dan membran plasma menjadi ruptur atau patah-patah. Nekrosis merupakan proses
kerusakan sel akibat peningkatan volume sel dan hilangnya tekanan membran yang
disebabkan pelepasan enzim pelisis lisosomal seperti protease dan nuklease, sehingga sel
mengalami lisis yang diikuti dengan respon inflamasi. Nekrosis merupakan proses
patologis, yakni terjadi karena adanya pemaparan melalui tekanan fisik maupun pemaparan
Apoptosis adalah kematian sel per individu sel, sedangkan nekrosis melibatkan sekelompok
luar tanpa disertai hilangnya integritas membran. Sedangkan sel yang meng- alami
nekrosis mengalami kehilangan integritas membran. Sel yang meng- alami apoptosis
terlihat menciut, dan akan membentuk badan apoptosis. Sedangkan sel yang mengalami
nekrosis akan terlihat membengkak untuk kemudian mengalami lisis. Sel yang mengalami
apoptosis lisosomnya utuh, sedangkan sel yang mengalami nekrosis terjadi kebocoran
lisosom. Dengan mikroskop akan terlihat kromatin sel yang mengalami apoptosis terlihat
bertambah kompak dan mem- bentuk massa padat yang uniform. Sedangkan sel yang
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
• Adaptasi sel merupakan respons sel terhadap cedera yang tidak mematikan dan
bersifat menetap (persistent). Ada 4 cara yang dilakukan yaitu atrofi, hipertrofi,
• Apoptosis adalah suatu proses kematian sel yang terprogram, diatur secara genetik,
bersifat aktif, ditandai dengan adanya kondensasi kromatin, fragmentasi sel dan
• Nekrosis merupakan proses kematian sel yang terjadi pada organisme hidup yang
Textbook of Pathology. 5th ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers;
2010 4.
Fink SL, Cookson BT. Apoptosis, pyroptosis, and necrosis: mechanistic description of