Anda di halaman 1dari 22

HUKUM WARIS ISLAM

DALAM KOMPILASI
HUKUM EKONOMI
SYARIAH (KHES)

Peraturan Mahkamah Agung Republik


Indonesia Nomor 02 Tahun 2008 tentang
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
LATAR BELAKANG DAN SEJARAH:

• Lahirnya UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan


UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang
memberi kewenangan dalam Ekonomi Syariah
• Diperlukan adanya seperangkat hukum terapan yang
lebih rinci sebagai acuan para hakim dalam
lingkungan peradilan agama untuk menyelesaikan
sengketa ekonomi syariah
• Dibentuk hukum formil dan materiil agar menjadi
pedoman bagi aparat peradilan agama dalam
memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara
ekonomi syariah
SISTEMATIKA
• BUKU I tentang Subjek Hukum dan Amwal
▫ Terdiri dari 3 Bab
• BUKU II tentang Akad
▫ Terdiri dari 24 bab
• BUKU III tentang Zakat dan Hibah
▫ Terdiri dari 6 bab
• BUKU IV tentang Akuntansi Syariah
▫ terdiri dari 7 bab
PASAL-PASAL
KHES
YANG TERKAIT DENGAN
HUKUM WARIS
AL BA’I (JUAL BELI)
BUKU II, BAB V (Akibat ba’i), Bagian keempat: Ba’i
yang dilakukan oleh orang yang sedang menderita
sakit keras
• Pasal 109:
1. Apabila orang yang sakit keras menjual suatu barang kepada salah satu
AHLI WARISnya, maka keabsahan bergantung pada ijin ahli waris lainnya.
2. Apabila ahli waris lainnya memberi ijin setelah pewaris meninggal, maka
penjualan dapat dilaksanakan dan sah.
• Pasal 110:
1. Apabila seorang yang sakit keras menjual suatu barang BUKAN pada ahli
warisnya dengan harga yang sesuai dengan nilai barang, maka jual beli
barang itu sah.
2. Apabila barang yang yang dijual sebagaimana dimaksud ayat (1) lebih
rendah dari harga yang sebenarnya dan tidak melebihi 1/3 dari harta
miliknya kemudian orang itu meninggal, maka penjualan itu sah
3. Apabila barang yang dijual sebagaimana dimaksud ayat (1) melebihi dari
1/3 hartanya, maka ahli waris DAPAT MEMBATALKAN penjualan tersebut.
Lanjutan…

• Pasal 111:
1. Apabila jumlah kekayaan seseorang yang sakit kurang
dari utangnya, dan menjual seluruh kekayaannya
dengan harga yang lebih rendah, kemudian orang itu
meninggal, maka para pemberi pinjaman dapat
meminta untuk menyesuaikan harga jual barang
tersebut sesuai dengan harga yang sebenarnya.
2. Apabila pembeli tidak mau melakukan penyesuaian
harga barang sebagaimana dimaksud ayat (1), maka
para pemberi pinjaman dapat mengajukan permohonan
ke pengadilan untuk membatalkan penjualan tersebut.
SYIRKAH MILK
(KEPEMILIKAN BERSAMA)
BUKU II, BAB VII (Syirkah Milk), Bagian
kedua: Pemanfaatan Syirkah Milk
(kepemilikan bersama)

• Pasal 202:
▫ Apabila seseorang dari sejumlah ahli waris, tanpa
seijin yang lainnya, mengambil dan menggunakan
sejumlah uang dari harta yang belum dibagikan,
maka ia harus, menanggung segala kerugian
akibat perbuatannya itu.
BUKU II, BAB VII (Syirkah Milk), Bagian
ketiga: hak atas piutang bersama

• Pasal 203:
▫ Apabila salah satu pihak atau lebih meminjamkan harta warisan
yang menjadi hak milik bersama kepada pihak lain, maka piutang
itu menjadi hak milik bersama
• Pasal 204:
▫ Piutang dari seorang yang meninggal merupakan hak milik
bersama para ahli warisnya sesuai dengan bagian masing-
masing
MUDHARABAH
(BAGI HASIL)
BUKU II, BAB VIII (Mudharabah), Bagian
kedua: ketentuan mudharabah (bagi
hasil)
• Pasal 253:
▫ Akad mudharabah berakhir dengan sendirinya apabila pemilik
modal (shohibul maa) atau mudharib meninggal dunia, atau
tidak cakap melakukan perbuatan hukum
• Pasal 254:
1. Pemilik modal berhak melakukan penagihan terhadap pihak-
pihak lain berdasarkan bukti dari mudharib yang telah
meninggal dunia.
2. Kerugian yang diakibatkan oleh meninggalnya mudharib,
dibebankan pada pemilik modal.
KAFALAH
(JAMINAN PERORANGAN)
BUKU II, BAB XII (Kafalah), Bagian
keempat: pembebasan dari akad
kafalah (penjaminan perorangan)
• Pasal 357 :
▫ (1) Penjamin dibebaskan dari tanggungjawab
apabila peminjam meninggal dunia
• Pasal 358:
▫ Penjamin dibebaskan dari tanggungjawab apabila
pihak pemberi pinjaman meninggal, apabila
peminjam adalah ahli waris tunggal dari pihak
pemberi pinjaman
HAWALAH
(PERPINDAHAN PIUTANG)
BUKU II, BAB XIII (Hawalah), Bagian
kedua: Akibat hawalah (pemindahan
utang)
• Pasal 367:
▫ Utang pihak peminjam yang meninggal sebelum
melunasi utangnya, dibayar dengan harta yang
ditinggalkannya.
• Pasal 372:
▫ Apabila terjadi hawalah pada seseorang, kemudian
orang yang menerima pemindahan piutang
tersebut meninggal dunia, maka pemindahan
utang yang telah terjadi tidak dapat diwariskan
RAHN
(GADAI)
BUKU II, BAB XIV (Rahn), Bagian kelima:
Hak dan kewajiban dalam rahn (gadai)

• Pasal 386:
▫ (2) Apabila rahin (pemberi gadai) meninggal dunia,
maka murtahin (penerima gadai) mempunyai hak
istimewa dari pihak-pihak yang lain dalam
mendapatkan pembayaran utang.
• Pasal 389:
▫ Akad rahn tidak batal karena rahin (pemberi gadai)
atau murtahin (penerima gadai) meninggal
• Pasal 390:
▫ (1) Ahli waris yang memiliki kecakapan hukum
dapat menggantikan rahin (pemberi gadai) yang
meninggal dunia
Lanjutan….
• Pasal 391:
▫ Apabila rahin (pemberi gadai) meninggal dunia dalam keadaan pailit,
pinjaman tersebut tetap berada dalam status marhun (objek jaminan)
.
• Pasal 392:
1. Apabila pemberi pinjaman harta (murtahin/penerima gadai) yang
digadaikan meninggal dunia, dan utangnya lebih besar dari
kekayaannya, maka rahin harus segera membayar utang/menebus
marhun yang telah dipinjam dari yang meninggal.
2. Apabila rahin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mampu
membayar utangnya/menebus marhun, maka harta yang
dipinjamnya/marhun akan terus dalam status sebagai marhun
dalam kekuasaan murtahin.
3. Ahli waris pemberi pinjaman yang dijadikan marhun dapat
menebus harta itu dengan cara membayar utang rahin
Lanjutan.....
• Pasal 393
▫ Apabila ahli waris tidak melunasi utang pewaris/
rahin, maka murtahin dapat menjual marhun untuk
melunasi utang pewaris.
▫ Apabila hasil penjualan marhun melebihi utang rahin,
maka kelebihan tersebut harus dikembalikan
kepada ahli waris rahin.
▫ Apabila hasil penjualan marhun tidak cukup untuk
melunasi utang rahin, maka murtahin berhak
menuntut pelunasan utang gtersebut kepada ahli
warisnya.
• Pasal 394
▫ Kepemilikan marhun beralih kepada ahli waris
apabila rahin meninggal
WADI’AH
(TITIPAN/SIMPANAN)
BUKU II, BAB XV (Wadi’ah), Bagian
keempat Pengembalian Objek Wadi’ah
• Pasal 425
1. Apabila mustaudi’ (penerima titipan) meninggal dunia,
maka ahli waris harus mengembalikan objek wadi’ah
• Pasal 428
1. Apabila mustaudi’ meninggal dunia dan sebagian harta
peninggalannya merupakan objek wadi’ah, maka ahli
warisnya wajib mengembalikan harta tersebut kepada
muwaddi’ (penitip).
2. Apabila objek wadi’ah hilang bukan karena kelalalaian
ahli waris, maka mereka tidak harus menggantinya
• Pasal 429
▫ Apabila muwaddi’ (penitip) meninggal, maka objek
wadi’ah harus diserahkan kepada ahli warisnya.

Anda mungkin juga menyukai