Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH 

 
PRAKTIKUM COMPOUNDING DISPENSING
“Monitoring Efek Samping Obat”

Dosen Pengampu :
Apt. Carolina Eka Waty., M.Sc.

Disusun oleh :

Muhammad Rizal 2120424795

PROGRAM PROFESI APOTEKER 42


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

    Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Republik Indonesia, sebagai
lembaga yang mengemban otoritas regulatori di bidang obat di Indonesia mempunyai
tanggung jawab kepada masyarakat untuk menjamin bahwa semua produk obat yang beredar
(pasca pemasaran) memenuhi persyaratan keamanan, khasiat dan mutu. Dalam hal ini, Badan
POM melakukan langkah pengawalan dan pemantauan baik dari aspek keamanan,
kemanfaatan dan mutu obat yang beredar, mulai dari evaluasi pra pemasaran hingga
pengawasan pasca pemasaran obat yang beredar di wilayah Republik Indonesia. Secara
khusus, kegiatan pengawasan pasca pemasaran utamanya pemantauan aspek keamanan obat
merupakan upaya Badan POM dalam rangka jaminan keamanan obat (ensuring drug safety)
pasca pemasaran. Kegiatan ini merupakan kegiatan strategis pengawasan yang harus
dilakukan secara berkesinambungan, karena upaya jaminan keamanan obat pasca pemasaran
akan berdampak pada jaminan keamanan pasien (ensuring patient safety) sebagai pengguna
akhir dari suatu obat. Pengawalan dan pemantauan aspek keamanan obat pasca pemasaran
dilakukan untuk mengetahui efektifitas (efectiveness) dan keamanan penggunaan obat pada
kondisi kehidupan nyata atau praktik klinik yang sebenarnya. 

Efek Samping Obat (ESO) atau Adverse Drug Reactions (ADR) adalah respon
terhadap suatu obat yang merugikan dan tidak diinginkan serta terjadi pada dosis yang
biasanya digunakan pada manusia untuk pencegahan, diagnosis, terapi penyakit atau untuk
modifikasi fungsi fisiologis (BPOM RI 2012).
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) adalah kegiatan pemantauan dan pelaporan
efek samping obat yang dilakukan oleh tenaga kesehatan secara sukarela (voluntary
reporting) dengan menggunakan formulir pelaporan ESO berwarna kuning, yang dikenal
sebagai form kuning. Monitoring di lakukan terhadap seluruh obat yang beredar dan
digunakan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Aktifitas monitoring ESO dan juga
pelaporannya yang dilakukan oleh sejawat tenaga kesehatan sebagai healthcare provider
merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya ESO
yang serius dan jarang terjadi (BPOM RI 2012).
Tujuan MESO adalah untuk sedini mungkin memperoleh informasi baru mengenai
efek samping obat, tingkat kegawatan, frekuensi kejadiannya, sehingga dapat segera
dilakukan tindak lanjut yang diperlukan, seperti penarikan obat yang bersangkutan dari
peredaran; pembatasan penggunaan obat, misalnya perubahan golongan obat; pembatasan
indikasi; perubahan penandaan; dan tindakan lain yang dianggap perlu untuk pengamanan
atau penyesuaian penggunaan obat (Sirait 2001).
    Banyak bukti menunjukkan bahwa sebenarnya efek samping obat (ESO) dapat
dicegah, dengan pengetahuan yang bertambah, yang diperoleh dari kegiatan pemantauan
aspek keamanan obat pasca pemasaran (atau yang sekarang lebih dikenal dengan istilah
Farmakovigilans. Sehingga, kegiatan ini menjadi salah satu komponen penting dalam sistem
regulasi obat, praktik klinik dan kesehatan masyarakat secara umum. Pengawalan atau
pemantauan aspek keamanan suatu obat harus secara terus menerus dilakukan untuk
mengevaluasi konsistensi profil keamanannya atau risk- benefit ratio-nya. Untuk tujuan
menggalakkan kembali peran partisipasi aktif semua pemeran kunci, utamanya sejawat tenaga
kesehatan, Badan POM melakukan pemutakhiran terhadap panduan pemantauan aspek
keamanan obat atau ESO di Indonesia. Sejawat tenaga kesehatan yang bertugas di pelayanan
kesehatan baik di sektor pemerintah maupun swasta merupakan mitra kerja Badan POM
dalam hal aktifitas pemantauan aspek keamanan obat pasca – pemasaran. Hingga saat ini
sistem pemantauan dan pelaporan ESO oleh sejawat tenaga kesehatan di Indonesia masih
bersifat sukarela, namun demikian dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan juga
standar pelayanan kesehatan dalam rangka patient safety, pemantauan ESO menjadi bagian
yang sangat penting.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. EFEK SAMPING OBAT


Definisi Efek Samping Obat
Efek samping dalam pembahasan ini adalah setiap efek yang tidak dikehendaki
yang merugikan atau membahayakan pasien (adverse reactions) dari suatu pengobatan.
Efek samping tidak mungkin dihindari/dihilangkan sama sekali, tetapi dapat ditekan atau
dicegah seminimal mungkin dengan menghindari faktor-faktor risiko yang sebagian besar
sudah diketahui.
Beberapa contoh efek samping misalnya: 
a. Reaksi alergi akut karena penisilin (reaksi imunologik)
b. Hipoglikemia berat karena pemberian insulin (efek farmakologik yang berlebihan)
c. Anemia akut hingga kerontokan rambut karena pengobatan kemoterapi (efek samping
karena penggunaan).
d. Hipertensi karena penghentian pemberian klonidin (gejala penghentian obat -
withdrawal syndrome)
e. Fokomelia pada anak karena ibunya menggunakan talidomid pada masa awal
kehamilan (efek teratogenik)
Masalah efek samping obat adalah hal yang sangat penting karena presentase efek
samping yang ditimbulkan obat terus meningkat dan menimbulkan masalah di bidang
kesehatan, ekonomi dan sosial. Hal ini disebabkan karena jumlah obat yang beredar
meningkat tanpa disertai dengan informasi yang proposional. Jumlah promosi mengenai
obat-obat baru juga terus meningkat sehingga penggunaan obat yang tidak rasionalpun
meningkat.
Efek samping dari suatu obat tidak dapat diprediksi secara absolut atau pasti. Efek
samping yang merugikan atau membahayakan karena penggunaan suatu obat dapat
diminimalkan dengan memastikan bahwa obat yang digunakan memiliki kualitas yang
baik dan digunakan secara tepat. Meskipun suatu obat sudah digunakan secara tepat, efek
atau reaksi yang tidak diharapkan sering muncul. Reaksi obat yang muncul biasanya
berbeda pada setiap orang dan tidak dapat diprediksi kapan dan pada siapa reaksi obat
tersebut akan muncul. Oleh karena itu, penting bagi tenaga kesehatan untuk
memonitoring reaksi dan meminimalkan pengeluaran biaya dan mengatasi ADRs.
 Kriteria pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping
a. Pemilihan / Seleksi Pasien Berdasarkan Keadaan Penyakit 
1. Pasien yang masuk rumah sakit dengan : “ Multiple Desease “
2. Pasien dengan masalah memerlukan bahan obat yang bersifat racun. Misalnya:
Pasien kanker yang beresiko tinggi keracunan obat
3. Pasien kelainan organ tubuh
Contoh: Jantung yang bermakna, kelainan ginjal, kelainan paru- paru atau
kelainan hati karena kemungkinan pasien tersebut akan mengalami metabolisme
dan ekskresi yang abnormal.
4. Pasien berusia lanjut (Lansia) atau sangat muda (balita) yang mempunyai resiko
pengobatan yang meningkat
b. Seleksi pasien berdasarkan terapi obat :
1. Pasien dengan masalah kompleks dan ditangani  dengan polifarmasi 
2. Pasien yang menerima obat dengan resiko tinggi 
reaksi toksisitas

B. Malaria
1. Definisi 
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup
dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan
melalui gigitan nyamuk anopheles betina.Spesies plasmodium pada manusia adalah,
plasmodium falciparum, P. vivax, P. Ovale dan P. malariae.Jenis Plasmodium yang banyak
ditemukan di Indonesia adalah P.falciparum dan P. vivax, sedangkan P.malariae dapat
ditemukan di beberapa provinsi antara lain: Lampung, NTT dan Papua. P. Ovale pernah
ditemukan di NTT dan Papua. (Depkes RI, 2008)
2. Etiologi
Penyebab penyakit malaria adalah parasit malaria, suatu protozoa dari Genus
Plasmodium.Parasit tersebut menyebar ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles, yang
disebut vektor malaria. Sampai saat ini dikenal 5 jenis spesies plasmodium penyebab malaria
pada manusia, yaitu (CDC, 2013):
a. Plasmodium falciparum, adalah parasit malaria yang ditemukan di daerah tropis dan
subtropis di dunia. Diperkirakan setiap tahunnya ada 1 juta orang yang terbunuh akibat
parasit ini, terutama di Afrika. Plasmodium falciparum adalah penyebab malaria tropika
yang sering menyebabkan malaria yang berat, karena memiliki kemampuan melipat
ganda secara cepat dalam darah sehingga dapat menyebabkan anemia. Selain itu
Plasmodium falciparum dapatmenyumbat pembuluhdarah kecil. Ketika ini terjadi di
otak akanmenyebabkan malaria serebral dengan komplikasi yang dapat berakibat fatal
(kematian).
b. Plasmodium vivax, adalah parasit malaria penyebab malaria tertiana yang kebanyakan
ditemukan di Asia, Amerika Latin, dan beberapabagian di Afrika. Karena padatnya
penduduk terutama di Asia menyebabkan Plasmodium vivax merupakan parasit malaria
yang paling umum ditemukan pada manusia. Plasmodium vivax memiliki tahapan
dormansi dalam hati(hypnozoites) yang dapat aktif dan menyerang darah(relapse)
dalam beberapa bulan atau tahun setelah gigitan nyamuk yang terinfeksi.
c. Plasmodium malariae, adalah penyebab malaria quartana yang ditemukan di seluruh
dunia. Plasmodium malariae adalah satu-satunya spesies parasit malaria pada manusia
yang memiliki siklus quartan (siklus tiga hari), sedangkan tigaspesies lainnya memiliki
siklus tertiana(siklus dua hari). Infeksi Plasmodium malariae mampu bertahan dalam
waktu yang lama jika tidak diobati. Dalam beberapa kasus, infeksi kronis dapat
berlangsung seumur hidup. Pada beberapa pasien kronis yang terinfeksi.
d. Plasmodium ovale dapat menyebabkan komplikasi yang serius seperti sindrom nefrotik.
Plasmodium ovale, adalah parasit malaria yang menyebabkan malaria ovale tetapi jenis
ini jarang dijumpai. Plasmodium ovale banyak ditemukandi Afrika(terutama Afrika
Barat) dan pulau-pulau di Pasifik Barat. Plasmodium ovale secara biologis
danmorfologis sangat mirip dengan Plasmodium vivax. Plasmodium ovale dapat
menginfeksi individu yang negatif untuk golongan darahduffy (salah satu
penggolongan darah selain ABO dan Rh) sedangkan Plasmodium vivax tidak.
Golongan darah duffy banyak ditemukan pada penduduk Sub-Sahara Afrika. Hal ini
menjelaskan prevalensi infeksi Plasmodium ovale banyak terjadi di sebagian besar
Afrika sedangkan tiga spesies lainnya memiliki siklus tertiana(siklus dua hari). Infeksi
Plasmodium malariae mampu bertahan dalam waktu yang lama jika tidak diobati.
Dalam beberapa kasus, infeksi kronis dapat berlangsung seumur hidup. Pada beberapa
pasien kronis yang terinfeksi.
e. Plasmodium knowlesi merupakan parasit malaria baru yang bisa menginfeksi manusia.
Plasmodium knowlesi ditemukandi seluruh Asia Tenggara sebagai pathogen alami dari
kera ekor panjang dan babi. Baru-baru ini Plasmodium knowlesi terbukti menjadi
penyebab signifikan malaria zoonosis, terutama di Malaysia. Plasmodium knowlesi
memiliki siklus replikasi 24 jam dan begitu cepat dapat berkembang menjadi infeksi
yang parah.
3. Patofisologi
Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Demam mulai
timbul bersamaan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan macam-macam antigen.
Antigen ini akan merangsang makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai
macam sitokin, diantaranya Tumor Necrosis Factor (TNF). TNF akan dibawa aliran darah ke
hipothalamus, yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh manusia. Sebagai akibat demam
terjadi vasodilasi perifer yang mungkin disebabkan oleh bahan vasoaktif yang diproduksi
oleh parasit. Limpa merupakan organ retikuloendotelial. Pembesaran limpa disebabkan oleh
terjadi peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit, teraktifasinya sistem
retikuloendotelial untuk memfagositosis eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrsit
akibat hemolisis. Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan fagositosis oleh
sistem retikuloendotetial. Hebatnya hemolisis tergantung pada jenis plasmodium dan status
imunitas penjamu. Anemia juga disebabkan oleh hemolisis autoimun, sekuentrasi oleh limpa
pada eritrosit yang terinfeksi maupun yang normal dan gangguan eritropoisis. Hiperglikemi
dan hiperbilirubinemia sering terjadi. Hemoglobinuria dan Hemoglobinemia dijumpai bila
hemolisis berat. Kelainan patologik pembuluh darah kapiler pada malaria tropika, disebabkan
karena sel darah merah terinfeksi menjadi kaku dan lengket, perjalanannya dalam kapiler
terganggu sehingga melekat pada endotel kapiler karena terdapat penonjolan membran
eritrosit. Setelah terjadi penumpukan sel dan bahan-bahan pecahan sel maka aliran kapiler
terhambat dan timbul hipoksia jaringan, terjadi gangguan pada integritas kapiler dan dapat
terjadi perembesan cairan bukan perdarahan kejaringan sekitarnya dan dapat menimbulkan
malaria cerebral, edema paru, gagal ginjal dan malobsorsi usus.

Gambar 1. Siklus Hidup Plasmodium

4. Manifestasi Klinik
Malaria berat yaitu ditemukan plasmodium falciparum stadium aseksual dengan satu atau
beberapa manisfestasi klinis dibawah ini (WHO,1997) :
a. Malaria dengan gangguan kesadaran (apatis, delirium, stupor dan koma) atau GCS
(Glasgow Coma Scale) <14 untuk orang dewasa dan < 5 untuk anak-anak. Gangguan
kesadaran menetap >30 menit atau menetap setelah panas turun.
b. Malaria degan ikterus (bilirubin serum >3 mg %).
c. Malaria denagn gangguan fungsi ginjal (uliguria <400 ml/24 jam atau kreatinin serum >3
mg %)
d. Malaria denagan anemia berat (Hb <5 gr % atau hematokrit <15%).
e. Malaria dengan edema paru (sesak nafas, gelisah).
f. Malaria dengan hipoglikemi (gula darah <40 mg%).
g. Malaria dengan gangguan sirkulasi atau syok (tekanan sistolik <70 mmhg pada orang
dewasa atau <50 mmhg pada anak 1-5 tahun).
h. Malaria dengan hiperparasitemia (plasmodium >5%).
i. Malaria dengan manifestasi perdarahan (gusi, hidung, dan/atau tanda-tanda disseminated
intravascular coagulation /DIC).
j. Malaria dengan kejang-kejang yang berulang, lebih dari 2 kali dalam 24 jam.
k. Malaria dengan asidosis (pH darah<7,25 atau plasma bikarbonat<
15 mmo/L).
l. Malaria dengan hemoglobinuria makrosokpik.
m. Malaria dengan hipertermia (suhu badan >40 C).
n. Malaria dengan kelemahan yang ekstrem prostation); penderita tidak mampu duduk atau
berjalan, tanpa adanya kelainan neurologi tertentu.
Gambar 2. Manifestasi malaria berat pada anak dan dewasa
5. Epidemiologi
Di indonesia terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya
(survei kesehatan rumah tangga, 2001). Diperkirakan 35 % penduduk undonesia tinggal di
daerah yang beresiko tertular malaria. Dari 293 kabupaten / kota yang ada di indonesia, 167
kabupaten / kota merupakan daerah endemis malaria. Upaya penanggulangan malaria telah
menunjukkan peningkatan mulai dari tahun1997 s/d 2004.

6. Faktor Resiko
Kejadian penyakit malaria dipengaruhi oleh beberapa factor penting.Faktor-faktor
tersebut dapat dibagi menjadi 2, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.Faktor internal
adalah faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya malaria yang berasal dari diri
individu manusia itu sendiri. Sedangkan faktor-faktor eksternal adalah faktor-faktor yang
menjadi penyebab terjadinya malaria yang berasal dari luar individu manusia (Depkes RI,
2009).
a. Faktor Intrinsik
 Karakteristik Penderita
4. Umur
Penyakit malaria pada umumnya dapat menyerang semua golongan umur,
dan anak-anak lebih rentan terhadap infeksi parasit malaria. Namun bayi di daerah
endemik malaria mendapat perlindungan antibodi maternal yang diperoleh secara
transplasental. Telah diamati bahwa ada pengaruh spesies Plasmodium terhadap
penyebaran malaria pada berbagai kelompok umur, yaitu: Plasmodium vivax lebih
banyak dijumpai pada kelompok umur muda, kemudian diikuti oleh Plasmodium
malaria dan Plasmodium falciparum (Harijanto, 2000).
2. Jenis Kelamin
Infeksi malaria tidak membedakan jenis kelamin, perbedaan angka ia pada
laki-laki dan perempuan dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain
pekerjaan, pendidikan, migrasi penduduk dan kekebalan. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respons imun yang
lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan menambah
risiko untuk terjadinya infeksi malaria (Harijanto, 2000).
3. Pendidikan
Pendidikan sebagai suatu proses atau kegiatan untuk mengembangkan kepribadian
dan kemampuan individu atau masyarakat. Ini berarti bahwa pendidikan adalah suatu
pembentukan watak yaitu nilai dan sikap disertai dengan kemampuan dalam bentuk
kecerdasan, pengetahuan, dan keterampilan. Tingkat pendidikan sangat menentukan
daya nalar seseorang yang lebih baik sehingga memungkinkan untuk menyerap
informasi-informasi juga dapat berpikir secara rasional dalam menanggapi suatu
informasi atau masalah yang dihadapi (Harijanto, 2000)
4. Pekerjaan
Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia.
Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang
menghasilkan uang bagi seseorang. Pekerjaan lebih banyak dilihat dari kemungkinan
keterpaparan khusus dan derajat keterpaparan tersebut serta besarnya resiko menurut
sifat pekerjaan juga akan berpengaruh pada lingkungan kerja dan sifat sosial ekonomi
karyawan pada pekerjaan tertentu (Notoatmodjo, 2012). Hal ini sesuai dengan
penelitian Piyarat (1986) yang menyatakan bahwa orang yang tempat bekerjanya di
hutan mempunyai risiko untuk tertular penyakit malaria karena di hutan merupakan
tempat hidup dan berkembangbiaknya nyamuk Anopheles dengan kepadatan yang
tinggi.

 Perilaku Kesehatan
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi
manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan
tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu
terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat
bersifat pasif (tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif
(melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan
sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya,
khususnya menyangkut pengetahuan, dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya
yang berhubungan dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2012).
Praktik tindakan pencegahan malaria yang berhubungan dengan faktor risiko malaria
antara lain:
1. Pemakaian kelambu
Tempat perindukan nyamuk yang tersebar luas, jumlah penderita sangat banyak,
serta keterbatasan sumber daya manusia, maka usaha pencegahan terhadap penularan
parasit yang paling mungkin dilakukanyaitu penggunaan kelambu. Faktor perilaku
paling dominan yangkemungkinan berperan terhadap terjadinya penularan malaria
adalahpenggunaan kelambu sewaktu tidur (Husin, 2007 dalam Wahyudi, 2015).
2. Penggunaan Obat Anti-nyamuk
Salah satu pengelolaan lingkungan yang meliputi kegiatan individu atau
kelompok dengan tujuan membatasi kontak gigitan nyamuk dengan manusia adalah
menggunakan obat nyamuk baik dalam bentuk obat nyamuk bakar, reppelent ataupun
penyemprotan insektisida untuk menghindari gigitan nyamuk pada malam hari,
karena pada malam hari aktivitas nyamuk menggigit manusia sangat tinggi di dalam
rumah. Berdasarkan teori, nyamuk Anopheles aktif mecari makan pada malam hari
biasanya mulai menggigit petang hari hingga menjelang pagi dengan puncak gigitan
untuk setiap spesies berbeda. An.aconitus puncak gigitan tertinggi ditemukan pukul
02.00 tengah malam. An.barbirostis aktivitasmenggigit sepanjang malam banyak
tertangkap pukul 23.00-05.00. An.maculatus aktif menggigit antara pukul 21.00-
03.00 (Munif, 2010 dalam Wahyudi 2015).

b. Faktor Eksternal
1. Faktor agent
Untuk kelangsungan hidupnya, Plasmodium sebagai penyebab infeksi
memerlukan 2 macam siklus, yaitu:
a. Siklus diluar sel darah merah
Siklus ini berlangsung di dalam sel hati.Jumlah merosoit yang dikeluarkan
skizon hati berbeda untuk setiap spesies.Plasmodium alciparum menghasilkan
40.000 merosoit, Plasmodium vivax lebih dari 10.000, Plasmodium ovale
15.000 merosoit.Di dalam sel darah merah membelah, sampai sel darah merah
tersebut pecah.Setiap merosoit dapat menghasilkan 20.000 sporosoit. Pada
Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale ada yang ditemukan dalam bentuk
laten di dalam sel hati dan disebut hipnosoit sebagai suatu fase dari siklus
hidup parasit yang dapat menyebabkan penyakit kumat/kambuh (long term relapse).
Bentuk hipnosoit dari Plasmodium vivax bisa hidup sebagai dormant
stage sampai beberapa tahun.Sejauh ini diketahui bahwa Plasmodium vivax dapat
kambuh berkali-kali sampai jangka waktu 3–4 tahun, sedangkan Plasmodium ovale
sampai bertahun-tahun, bila pengobatan tidak adekuat.Plasmodium falciparum dapat
persisten selama 1–2 tahun dan Plasmodium malariae sampai 21 tahun (Depkes RI,
2009).
b. Siklus didalam sel darah merah
Siklus skizogoni eritrositer yang menimbulkan demam.Merosoit masuk ke dalam
darah kemudian tumbuh dan berkembang menjadi 9–24 merosoit (tergantung
spesies).Pertumbuhan ini membutuhkan waktu 48 jam untuk malaria tertiana
(Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale), serta 72 jam
untuk malaria quartana (Plasmodium malariae).Fase gametogoni yang menyebabkan
seseorang menjadi sumber penular penyakit bagi vektor malaria.Beberapa parasit
tidak mengulangi siklus seksual, tetapi berkembang menjadi gametosit jantan dan
gametosit betina.Gametosit pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale timbul 2–
3 hari sesudah terjadi parasitemia, Plasmodium falciparum 6–14 hari dan Plasmodium
malariae beberapa bulan kemudian (Depkes RI, 2009).
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan berperan dalam pertumbuhan vektor penular malaria, menurut
Harijanto, 2000 ada beberapa faktor lingkungan yang sangat berperan yaitu :
a. Lingkungan fisik
Faktor geografi dan meteorologi di Indonesia sangat menguntungkan
transmisi malaria di Indonesia.Pengaruh suhu ini berbeda pada setiap spesies.
Pada suhu 26,7°C masa inkubasi ekstrinsik adalah 10-12 hari untuk Plasmodium
falciparum dan 8-11 hari untuk Plasmodium vivax, 14-15 hari untuk
Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale.
b. Suhu
Mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang
optimum berkisar antara 20 – 30°C. Makin tinggi suhu (sampai batas
tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan
sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.
C. Kelembaban
Kelembapan yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak
berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas
paling rendah untuk memungkinkan hidup nyamuk. Pada kelembaban
yang lebih tinggi nyamuk jadi lebih aktif dan lebih sering menggigit,
sehingga meningkatkan penularan malaria.

7. Diagnosis
Malaria harus segera didiagnosis sehingga penderita dapat segera diobati untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut dari infeksimalaria di masyarakat luas. Malaria harus dianggap
sebagaimasalah kesehatan potensial.Hal ini karena keterlambatan diagnosis dan pengobatan
merupakan penyebab utama kematian pada penderita malaria.Malaria dapat dideteksi
berdasarkan riwayat perjalanan pasien, gejala, dan temuan fisik pada pemeriksaan.Namun,
untukdiagnosis pasti, tes laboratorium paling baik digunakan (CDC, 2013).
CDC (2013) menyebutkan bahwa ada 2 hal yang menyebabkan diagnosis malaria
menjadi sulit, yaitu:
a. Di daerah yang bukan endemik malaria, petugas kesehatan mungkin tidak begitu
akrab dengan malaria. Di daerah seperti ini dokter sering salah mempertimbangkan
diagnosis malaria. Laboratorian juga terkadang gagal mendeteksi parasit malaria
karena kurangnya pengalaman dengan malaria.
b. Di daerah endemis malaria, penularan malaria begitu sering, terkadang sebagian besar
penduduk terinfeksi tetapi tidak muncul gejala-gejala klinisnya. Orang yang terinfeksi
tersebut telah memiliki kekebalan terhadap malaria, namun tidak dari infeksi malaria.
Dalam kasus ini, menemukan parasit malaria pada orang yang sakit tidak begitu
berarti.
Deteksi antigen digunakan apabila tidak tersedia mikroskop untuk memeriksa preparat
darah tepi atau pada daerah yang sulit dijangkau dan keadaan darurat yang perlu diagnosis
segera. Teknik yang digunakan untuk deteksi antigen adalah immune kromatografi dengan
kertas dipstick yang dikenal dengan Rapid Diagnostic Test (RDT). Alat ini dapat mendeteksi
antigen dari Plasmodium falciparum dan non falciparum terutama Plasmodium vivax
(Harijanto, 2000).

8. Penggolongan obat anti malaria


Penatalaksanaan malaria di Indonesia meliputi pengobatan yang radikal mengikuti
kebijakan nasional pengendalian malaria di Indonesia. Pengobatan dengan artemisinin-
based combination therapy (ACT) hanya boleh diberikan pada pasien dengan hasil
pemeriksaan darah malaria positif. Pada kasus malaria berat, penatalaksanaan tidak boleh
ditunda
a. Penggolongan obat malaria berdasarkan cara kerja obat pada siklus hidup
Plasmodium (Martindale, 2009) :
 Obat anti malaria Skizontosida darah yang menyerang Plasmodia yang
hidup di darah. Anti malaria jenis ini untuk pencegahan dan mengakhiri
serangan klinis. Conoth obat antimalaria Penggolongan Kuinidin, Meflokuin,
Halofantrin, Sulfonamida, Tetrasiklin, Atovakuon dan Artemisinin serta
turunannya.
 Obat anti malaria Skizontosida jaringan yang membunuh Plasmodia pada
fase eksoeritrositik di hati, mencegah invasi Plasmodia dalam sel darah.
Contoh : Primakuin, Proguanil, Pirimetamin
 Obat anti malaria Gametosida yang membunuh stadium gametosit di
darah. Contoh : Primakuin
 Obat anti malaria Sporontosida. Obat ini tidak berpengaruh langsung pada
gametosit dalam tubuh manusia tetapi mencegah sporogoni pada tubuh
nyamuk.
b. Terapi Non Farmakologi
 Pola perilaku hidup bersih
 Memberantas sarng nyamuk
 Menggunakan kelambu
 Menggunakan lotion anti nyamuk sebelum tidur
 Mengenakan pakaian tertutup bila keluar rumah pada malam hari
Gambar 3. Tatalaksana pengobatan malaria
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

KASUS 8
 SKRINING RESEP
Skrining
Administratif
Nama Dokter Ada 
SIP Ada 
Alamat Dokter Ada 
Tanggal resep Ada
Tanda R/ Ada 
Nama Obat Ada 
Jumlah Obat Ada 
Cara pakai obat Ada 
Paraf Dokter Ada 
Nama pasien Ada 
Umur pasien Ada
Alamat pasien Ada

Skrining Farmasetis

No Nama Bentuk Potensi Sediaan Dosis Stabilitas


. Obat Sediaan Obat Lazim Lazim Obat

Resorchin Profilaksis : Dewasa:


250 mg 300mg choloroquine 1
kali seminggu. Anak: 5
mg/kg BB/minggu. Penyimpanan
1. Resorchin tablet 250 mg pada suhu
Untuk pengobatan 1 kali kamar
sehari setelah makan

Indexon  Dewasa : 0,5-10 mg


0,5 mg per hari Penyimpanan
2. Indexon Tablet 0,5 mg  Anak-anak : 0,08 mg- pada suhu
0,3 mg/kgBB/hari dibagi kamar
3-4 dosis
Buffect Dws dan anak 8-12 tahun Penyimpanan
3. Buffect Tablet 200 mg 200 mg 3-4x sehari 1 tab, anak 3- pada suhu
7 ½ tab 3-4x sehari kamar
Laz 30 mg tukak lambung, 30 mg
sehari pada pagi hari
selama 8 minggu. Tukak Penyimpanan
4 Laz Tablet 30 mg duodenum, 30 mg sehari pada suhu
pada pagi hari selama 4 kamar
minggu; pemeliharaan 15
mg sehari

 RENCANA MONITORING EFIKASI DAN KEAMANAN


 
1. Mengumpulkan data pasien dengan lengkap Pasien : 
 Pasien pria atas nama Tn. Kusnaidi, usia 29 tahun, alamat Genengan rt 3 rw 12
 Pasien yang sedang menjalani pengobatan malaria
2. Pasien mempunyai riwayat maag kronis dan masih mengeluhkan nyeri di sendi-sendinya
Meminta persetujuan pasien untuk melakukan MESO berdasarkan keluhan yang dialami
serta pengobatan yang dijalani saat ini
2. Mempersiapkan pertanyaan terkait outcome terapi, adakah efek samping yang terjadi
akibat penggunaan obat 
2. Memantau ketepatan cara kepatuhan pasien dalam minum obat.

 PERMASALAHAN

 Monitoring Efek Samping Obat Indexon dan Buffect

  
DIALOG PERCAKAPAN

KASUS 4
Pasien usia 29 tahun, menjalani pengobatan malaria memiliki riwayat maag kronis dan
nyeri-nyeri sendi
Apoteker     : “Selamat Malam Pak,  Apakah benar dengan pasien atas nama bapak kusnaidi,
Usia 29 tahun, Alamat genengan rt 3 rw 12?”
Pasien      : “Iya mas benar” 
Apoteker     : “Baik pak, Sebelumnya perkenalkan nama saya Muhammad Rizal, Saya apoteker
di Apotek Ibrahim. Disini saya akan melakukan pemantau efek samping
pengobatan yang sedang pak Kusnaeni jalani. Apakah bapak ada waktu untuk
ngobrol sebentar mengenai kondisi bapak?
Pasien     :  “Oh iya boleh mas”
Apoteker     : “Apakah benar yang memeriksa dan memberikan resep kepada bapak Kusnaidi
adalah Dokter Yahya baharudin? 
Pasien     :  “Benar mas”
Apoteker     : “Baik pak. Untuk diagnosis dokter, bapak mengalami malaria dan nyeri sendri? 
Pasien     :  “Iya benar mas”
Apoteker     : “Sebelumnya saya ingin mengkonfirmasi obat yang digunkan Pakvkusnaidi ini
ada 4 macam ya pak, yaitu resorchin tab, Indexon tab, buffect tab, dan Laz tab.
Apakah benar?”
Pasien     : “Iya mas benar itu obatnya”
Apoteker     : “Baik pak. untuk pemakaian obatnya apakah sudah jelas semua pak??”
Pasien    : “Iya mas, yang resorchin ini diminumnya sehari 1 x 1 tablet sesudah makan makan,
terus yang obat indexon sehari 2x sesudah makan , Untuk nyerinya ini diminum 3x
sehari 1 tab sesudah makan dan Laz ini 3kali sehari 1 tab sebelum makan?”
Apoteker     : “Iya pak benar, hemm sekarang bagaimana keadaan bapak setelah menjalani
pengobatannya? 
Pasien     : “Alhamdulillah mas, sudah agak mendingan sekarang. Hanya saja saya merasa
setelah meminum buffect dan indexon perut saya terasa amat sakit
Apoteker     : “Baik pak, saya catat  terlebih dulu ya. Apakah ada keluhan lain
selain itu pak?”
Pasien    : “Sama nyeri sendi saya belum sembuh mas”
Apoteker  : “ Baik pak saya akan menjelaskan mengenai gejala perut terasa sakit setelah
meminum kedua obat tadi. Hal tersebut merupakan efek sinergis dari kedua obat
tersebut sehingga menyebabkan rasa sakit yag berlebih diperut apalagi bapak juga
memiliki maag kronis, Tetapi bapak diberikan Laz tab untuk mengurangi rasa sakit
yang berlebih diperut bapak
Pasien       : “ Oh begitu mbak, saya kira ada yang salah dengan diri saya”
Apoteker      : “Hehehe bukan begitu pak... Saya harap bapak tetap semangat dalam
mengkonsumsi obat dan bila berkonsultasi ke dokter lagi. Saya harap bapak dapat
terbuka dengan keadaan bapak ke dokter
Pasien     : “Iya mas, Saya akan lebih terbuka memberikan keterangan kepada dokter”
Apoteker     : “Baik pak, saya rasa untuk informasinya sudah cukup ya pak. Apakah ada yang
ingin ditanyakan lagi pak?”
Pasien     : “Baik mas terimakasih banyak sudah diberi penjelasan”
Apoteker      : “Baik pak, jika ada keluhan lagi bisa hubungi saya atau bisa ke dokter ya pak, tetap
semangat yah pak. Banyak berdoa dan semoga lekas sembuh”
Pasien     : “Aamiin. Baik mas, saya juga terimakasih”
Apoteker :“Iya,sama-sama.Mari pak..”  

DAFTAR PUSTAKA

BPOM RI. 2012. Pedoman Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Bagi Tenaga Kesehatan.  Jakarta:
Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik Dan PKRT Badan POM RI.
Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kepmenkes RI dan IAI. 2011. Pedoman Cara Pelayanan
Kefarmasian yang Baik (CPFB). Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai