Anda di halaman 1dari 84

KARAKTERISASI BUTIRAN SUB MIKRON NANOMATERIAL KARBON

BATOK KELAPA DENGAN VARIASI WAKTU PENGADUKAN BAHAN


YANG DIGUNAKAN UNTUK FILTRASI LOGAM Fe DARI LIMBAH AIR
SELOKAN MATARAM BERDASARKAN UJI UV-VIS, XRD, SEM DAN
AAS

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Sains

Disusun oleh:
IRNAWATI WIDYA HASTUTI
13306141023

PROGRAM STUDI FISIKA


JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017

i
ii
iii
iv
MOTTO

“Jika seseorang berpergian dengan tujuan untuk mencari ilmu, maka Allah SWT
akan menjadikan perjalanannya bagaikan perjalanan menuju surga”
(Nabi Muhammad SAW)

“Apabila kita berbuat kebaikan kepada orang lain, maka kita telah berbuat baik
terhadap diri sendiri”
(Benyamin Franklin)

“Do the best, and get the best”


(Penulis)

v
PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, kupersembahkan karya kecilku ini

untuk orang-orang yang kusayang:

• Bapak dan Ibuk tercinta, motivator terbesar dalam hidupku yang tak pernah

jemu mendo’akan dan menyayangiku, atas semua pengorbanan dan kesabaran

menghantarku sampai kini. Tak pernah cukup ku membalas cinta bapak ibuk

padaku.

• Adik-adik ku tersayang, Linda dan Imam tiada yang paling mengharukan saat

kumpul bersama kalian, walaupun sering bertengkar tapi itu selalu menjadi

warna yang tak bisa tergantikan. Terimakasih atas doa dan bantuan kalian

selama ini.

• Sahabatku “Nur Baeity A” terimakasih atas bantuan, doa, nasehat, hiburan,

traktiran, dan semangat yang kamu berikan selama aku kuliah, aku tak akan

melupakan semua yang telah kamu berikan selama ini.

vi
KARAKTERISASI BUTIRAN SUB MIKRON NANOMATERIAL KARBON
BATOK KELAPA DENGAN VARIASI WAKTU PENGADUKAN BAHAN
YANG DIGUNAKAN UNTUK FILTRASI LOGAM Fe DARI LIMBAH AIR
SELOKAN MATARAM BERDASARKAN UJI UV-VIS, XRD, SEM DAN
AAS

Oleh:
IRNAWATI WIDYA HASTUTI
13306141023

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi waktu


pengadukan bahan dengan bahan dasar serbuk SMC batok kelapa yang disintesis
dengan metode LSE terhadap hasil absorbansi dan panjang gelombang, mengetahui
fasa kristalin dan ukuran partikel, dan mengetahui morfologi permukaan SMC yang
digunakan untuk bahan dasar filter pada alat filter air sederhana.

Penelitian dimulai dengan membuat serbuk SMC berbahan dasar batok


kelapa yang telah dihaluskan, aquades 100 ml, dan detergen 2 gram ke dalam
blender. Sampel kemudian dicampur dengan memvariasikan waktu pengadukan
bahan. Sampel diendapkan satu malam dan disonifikasi selama 4 jam kemudian
dikarakterisasi dengan spektrofotometer UV-Vis. Endapan sampel yang sudah
berbentuk serbuk SMC dikarakterisasi XRD untuk masing-masing variasi waktu
sedangkan untuk karakterisasi SEM dilakukan pada sampel 60 menit waktu
pengadukan bahan dengan blender. Serbuk SMC tersebut kemudian dilapiskan pada
kertas saring dan dipasangkan pada alat filtrasi sederhana. Limbah air yang
digunakan yaitu air Selokan Mataram. Air hasil filtrasi dikarakterisasi kadar logam
Fe berdasarkan karakterisasi AAS.

Hasil penelitian menunjukan bahwa semakin lama waktu pengadukan bahan


maka puncak absorbansi semakin bergeser ke panjang gelombang yang lebih pendek
(bluesift) dan nilai absorbansi naik seiring lamanya waktu pengadukan. Serbuk SMC
yang disintesis dengan metode LSE mempunyai fasa amorf setelah dilakukan variasi
waktu pengadukan bahan dengan blender serbuk SMC semakin amorf. Untuk
morfologi serbuk SMC pada 60 menit waktu pengadukan bahan dengan blender
terlihat seperti bongkahan yang kurang teratur dengan ukuran yang berbeda-beda.
Dapat diketahui ukuran serbuk SMC sekitar 1,274 μm sampai 12,502 μm dengan
ketebalan sekitar 0,576 μm sampai 0,829 μm. Dari hasil karakterisasi AAS diperoleh
semakin lama waktu pengadukan bahan dengan blender semakin menurun pula kadar
logam Fe pada limbah air.

Kata Kunci: serbuk SMC, LSE, Limbah air Selokan Mataram, waktu pengadukan
bahan.

vii
CHARACTERIZATION OF THE SUB MICRON GRAIN OF COCONUT
SHELL CARBON NANOMATERIAL WITH VARIANTATION OF
MATERIAL MIXING TIME USED FOR FILTRATING Fe METAL FROM
WATER OF SELOKAN MATARAM USING UV-VIS, XRD, SEM AND AAS
TEST

By:
IRNAWATI WIDYA HASTUTI
13306141023

ABSTRACT

The aim of this research is to know the effect of variantation of material


mixing time with the powder of SMC of coconut shell as the basis material
synthesized by LSE method toward the result of absorption and wavelength based
on UV-Vis test, to know the crystallization phase and particle size, and to know the
form of SMC’s surface with SEM characterization used for filter base material in
simple filtration.

The research started with making SMC powder made from mashed coconut
shell, 100 ml of aquades, and 2 grams of detergent put together into blender. The
sample was then mixed by varying the mixing time of the material. Samples were
precipitated overnight and sonificated for 4 hours which later was characterized by
UV-Vis spectrophotometer. The precipitated sample that has been shaped as SMC
powder was characterized by XRD for each time variation while the SEM
characterization is done on 60 minute based on mixing time. The SMC powder is
then superimposed on the filtering paper and applied to a simple filtration device.
Waste water that is used is water of Selokan Mataram. The result of the filtration is
tested to know the metal measure of Fe based on AAS test.

The results showed that the longer the mixing time of the absorbing peak the
more the shift to the shorter wavelength (bluesift) and the absorbing value increases
with the length of mixing time. SMC powder synthesized by LSE method has an
amorphous phase after variation of mixing time of material with SMC powder
blender increasingly amorphous. For SMC powder morphology at 60 minutes the
blender time looks like an irregular chunk of different sizes. It can be known that the
size of the SMC powder is about 1.274 μm to 12,502 μm with a thickness of about
0.576 μm to 0.829 μm. From the results of characterization of AAS obtained the
longer time of mixing the material with the blender decreased also Fe content of
metal in waste water.

Keywords: SMC powder, LSE, Waste water Selokan Mataram, material


mixing time.

viii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya terpanjatkan kepada Allah SWT atas segala

rahmat-Nya. Shalawat dan salam tak akan pernah terhenti kepada baginda Rasulullah

Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya sehingga tugas akhir skripsi

yang berjudul “Karakterisasi Butiran Sub Mikron Nanomaterial Karbon Batok

Kelapa Dengan Variasi Waktu Pengadukan Bahan Yang Digunakan Untuk Filtrasi

Logam Fe dari Limbah Air Selokan Mataram Berdasarkan Uji UV-VIS, XRD, SEM

dan AAS” dapat diselesaikan dengan baik.

Penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak dapat terlaksana dengan baik

tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Hartono, selaku Dekan FMIPA UNY atas pemberian fasilitas dan

bantuannya untuk memperlancar administrasi tugas akhir.

2. Yusman Wiyatmo, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Fisika

FMIPA UNY yang telah memberikan izin dalam pelaksanaan penelitian

skripsi.

3. Nur Kadarisman, M.Si., selaku Ketua Program Studi Fisika FMIPA

UNY, yang telah memberikan izin dalam pelaksanaan skripsi ini.

4. Wipsar Sunu Brams Dwandaru, Ph.D., selaku dosen pembimbing yang

telah memberikan bimbingan dan motivasi. Terimakasih untuk waktu dan

kesabarannya membimbing kami sehingga terselesaikannya skripsi ini.

ix
5. Dr. Heru Kuswanto, selaku Penasehat Akademik yang selalu memberikan

arahan.

6. Semua Dosen Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA UNY yang telah

memberikan pengajaran dan ilmu yang bermanfaat.

7. Haris Murtanto, selaku petugas laboratorium Fisika Koloid Jurusan

Pendidikan Fisika FMIPA UNY yang bersedia menyediakan tempat dan

alat untuk melaksanakan penelitian.

8. Keluargaku yang selalu memberikan doa, nasihat, dan fasilitas untuk

keberhasilan penulis.

9. Teman-temanku: Andry, Aulia, dan Buky yang selalu memberikan

dukungan, bantuan, dan meluangkan waktunya.

10. Teman-teman Fisika B 2013 yang memberikan motivasi, dukungan, dan

waktu bersama kalian yang menyenangkan.

11. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan

satu persatu.

Penulis menyadari dalam penyusunan naskah Skripsi ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharap saran dan kritik yang bersifat

x
membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan lebih lanjut. Semoga naskah

Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya, dan berguna bagi

pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 02 Mei 2017

Penulis,

Irnawati Widya H.

NIM. 13306141023

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN ……………………………………………………….................ii
PENGESAHAN ………………………………………………………………….iii

xi
PERNYATAAN ………………………………………………………………….iv
MOTTO................................................................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT ......................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................1
B. Identifikasi Masalah ...................................................................................3
C. Batasan Masalah .........................................................................................4
D. Rumusan Masalah ......................................................................................5
E. Tujuan Penelitian ........................................................................................5
F. Manfaat Penelitian ......................................................................................6
BAB II ..................................................................................................................... 7
KAJIAN PUSTAKA ............................................................................................... 7
A. Nanoteknologi ............................................................................................7
B. Metode Sintesis Graphene ..........................................................................8
C. Ultrasonikasi ...............................................................................................9
D. Piezoelektrik .............................................................................................10
E. Surfaktan...................................................................................................11
F. Karbon Batok Kelapa ...............................................................................14
G. Besi (Fe) ...................................................................................................16
H. Spektrofotometer UV-Vis ........................................................................17
I. X-Ray Diffraction (XRD).........................................................................20
J. Scanning Electron Microscopy (SEM) .....................................................22
K. Atomic Absorbtion Spectroscopi (AAS) ..................................................25
L. Kerangka Berfikir .....................................................................................28
BAB III.................................................................................................................. 29
METODE PENELITIAN ...................................................................................... 29
A. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................29
B. Objek Penelitian .......................................................................................29

xii
C. Variabel Penelitian ...................................................................................30
D. Bahan dan Alat Penelitian ........................................................................31
E. Langkah Penelitian ...................................................................................32
F. Teknik Analisis Data ................................................................................38
G. Diagram Alir Penelitian ............................................................................39
BAB IV ................................................................................................................. 40
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................................... 40
A. Hasil Karakterisasi Spektrofotometer UV-Vis .........................................40
B. Hasil Karakterisasi XRD ..........................................................................43
C. Hasil Karakterisasi SEM ..........................................................................46
D. Hasil Karakterisasi AAS pada Air Limbah Selokan Mataram .................48
BAB V ................................................................................................................... 50
PENUTUP ............................................................................................................. 51
A. KESIMPULAN ........................................................................................51
B. SARAN.....................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 53
LAMPIRAN .......................................................................................................... 57

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peran surfaktan pada metode LE. .......................................................... 9

xiii
Gambar 2. Piezoelektrik dalam menghasilkan energi listrik. ............................... 11

Gambar 3. struktur molekul surfaktan. ................................................................. 12

Gambar 4. (A) Kotoran di atas kain di dalam air (B) kotoran terangkat dari

kain oleh molekul-molekul surfaktan di dalam larutan (Suparno, 2012). ............ 14

Gambar 5. Skema komponen spektrofotometer UV-Vis. ..................................... 18

Gambar 6. Ilustrasi difraksi sinar-X pada XRD. ................................................... 21

Gambar 7. Perbandingan gambar mikroskop optik dengan mikroskop

elektron. ................................................................................................................ 23

Gambar 8. Prinsip kerja SEM. .............................................................................. 24

Gambar 9. Skema Umum Komponen pada Alat AAS. ......................................... 25

Gambar 10. (a) pengadukan bahan tanpa blender, (b) pengadukan bahan

dengan blender. ..................................................................................................... 33

Gambar 11. Probe ultrasonikasi. ........................................................................... 34

Gambar 12. alat sonifikasi..................................................................................... 35

Gambar 13. Pemanasan sampel setelah di endapkan menjadi bubuk. .................. 35

Gambar 14. Pembuatan penyaring sederhana. ...................................................... 37

Gambar 15. Diagram alir penelitian. ..................................................................... 39

Gambar 16. Grafik hasil uji spektrofotometer UV-Vis dengan variasi waktu

pencampuran bahan............................................................................................... 41

Gambar 17. Pola XRD dengan variasi waktu blender (a) tanpa blender (b) 30

menit (c) 60 menit. ................................................................................................ 44

Gambar 18. (a) Foto morfologi SMC batok kelapa dengan perbesaran 1000X

(b) Foto morfologi SMC batok kelapa dengan perbesaran 3000X. ...................... 47

xiv
Gambar 19. Grafik hasil uji AAS. ......................................................................... 49

DAFTAR TABEL

xv
Tabel 1. Puncak absorbasi untuk variasi waktu pencampuran bahan. .................. 41

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Air merupakan salah satu senyawa kimia yang sangat penting bagi

kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup. Bagi manusia air

merupakan kebutuhan pokok yang wajib ada untuk kebutuhan sehari-hari.

Hampir semua kegiatan yang dilakukan manusia membutuhkan air, mulai

dari membersihkan diri, membersihkan ruangan tempat tinggal,

menyiapkan makan, dan minum. Selain itu air juga dimanfaatkan sebagai

pertanian, perikanan, dan industri, sehingga kebutuhan air bersih sangatlah

dibutuhkan.

Berdasarkan PERMENKES RI No.492/MENKES/PER/IV/2010,

air yang layak dipergunakan adalah air yang tidak berbau, berwarna dan

berasa. Untuk mendapatkan air bersih kita dapat memanfaatkan sumber air

baku seperti air hujan, air permukaan (air sungai, air danau, genangan air

lainnya) dan air laut untuk diolah menjadi air bersih yang layak pakai.

Selokan Mataram merupakan kanal yang menghubungkan sungai

Progo di barat dengan sungai Opak di timur. Selokan Mataram mempunyai

manfaat yang sangat besar bagi masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya yang

dilewati aliran airnya. Seiring waktu Selokan Mataram mengalami

penurunan kualitas air. Air semakin keruh dan tidak memenuhi standar air

bersih sehingga air tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara baik bagi

1
masyarakat sekitar. Kekeruhan air ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan

organik dan anorganik seperti lumpur dan buangan tertentu yang masuk ke

saluran air Selokan Mataram sehingga menyebabkan air menjadi keruh.

Ada berbagai macam metode sederhana yang digunakan untuk

mendapatkan air bersih, antara lain dengan krikil, pasir dan arang yang

berukuran besar (berukuran makro). Pengolahan air dengan metode tersebut

masih konvensional. Oleh karena itu, perlu inovasi atau pembaharuan

dalam hal teknologi, proses maupun bahan adiktif yang digunakan dalam

pengolahan air bersih.

Berkembangnya nanoteknologi pada dekade terakhir ini juga

memberikan dampak baik pada teknologi pengolahan air. Pengolahan air

dengan teknologi membran misalnya, mikrofiltrasi (MF), ultrafiltrasi (UF),

nanofiltrasi (NF), dan reserve osmosis (RO). Untuk memperoleh alat

pengolahan air tersebut dibutuhkan biaya yang cukup mahal dan dalam

skala pabrik. Prinsip nanoteknologi sendiri adalah merekayasa sifat-sifat

dan performansi material sedemikian rupa sehingga menjadi lebih efektif,

efisien, dan lebih berdaya guna dalam skala nanometer. Apabila material

dapat dibuat dalam ukuran nanometer maka dapat dihasilkan sifat-sifat baru

yang luar biasa (Laila, 2016). Karbon batok kelapa adalah solusi bahan yang

tepat untuk menurunkan logam Fe pada air sumur dan sungai (Ahmad,

2009).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk membuat alat

penyaring sederhana menggunakan butiran sub mikron carbon (SMC)

2
batok kelapa dimana butiran SMC disintesis dengan metode liquid

sonification exfoliation (LSE). Metode LSE adalah metode sintesis

nanomaterial graphene dalam fase cair dengan bantuan surfaktan dan

gelombang ultrasonik.

Pada penelitian ini, peneliti melakukan karakterisasi bahan SMC

yang akan dijadikan bahan filter pada alat filtrasi sederhana. Karakterisasi

SMC dilakukan berdasarkan uji spektrofotometer UV-Vis, X-ray

diffraction (XRD), dan scanning electron microscope (SEM). Sedangkan

untuk karakterisasi hasil filtrasi dilakukan uji AAS untuk mengetahui kadar

logam Fe pada air hasil filtrasi.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, muncul

permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Kondisi air Selokan Mataram yang sangat keruh dan tidak dapat

dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat disekitar.

2. Metode untuk mendapatkan air bersih masih konvensional, yaitu dengan

pasir, krikil, dan arang, yang berukuran besar (ukuran lebih dari

mikron).

3. Belum dikembangkan tentang metode sintesis material SMC yang dapat

diaplikasikan pada pengolahan air khususnya untuk menurunkan kadar

logam Fe.

3
C. Batasan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas, pada penelitian ini perlu adanya

batasan masalah untuk membatasi penelitian. Batasan masalah dari

penelitian ini adalah

1. Penelitian ini dilakukan menggunakan serbuk SMC yang berasal dari

karbon batok kelapa.

2. Detergen yang digunakan mengandung 20% surfaktan jenis linear

alkylbenzena sulfonate (LAS).

3. Metode sintesis SMC yang digunakan adalah penggabungan antara

metode LE (liquid exfoliation) yang dikombinasikan dengan sonifikasi

sehingga menjadi LSE (liquid sonification exfoliation).

4. Karakterisasi bahan serbuk SMC dilakukan dengan melihat panjang

gelombang dan absorbansi dari spektrofotometer UV-Vis. Karakterisasi

juga dilakukan untuk mengetahui fasa kristalin serbuk SMC dari uji

XRD. Selain itu, karakterisasi dilakukan dengan uji SEM untuk

mengetahui morfologi permukaan serbuk SMC.

5. Limbah yang diuji adalah air Selokan Mataram di daerah Santren

sebanyak 250 mL yang diambil pada tanggal 15 Maret 2017 pukul 19.00

WIB.

6. Karakterisasi air hasil filtrasi dilakukan dengan uji AAS yang terpacu

pada penurunan logam Fe.

4
D. Rumusan Masalah
Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh variasi waktu pengadukan bahan terhadap panjang

gelombang dan absorbansi berdasarkan karakterisasi spektrofotometer

UV-Vis?

2. Bagaimana pengaruh variasi waktu pengadukan bahan terhadap fasa

kristalin dari hasil karakterisasi XRD?

3. Bagaimana morfologi permukaan SMC dari hasil karakterisasi SEM?

4. Bagaimana pengaruh variasi waktu pengadukan bahan terhadap

pengurangan logam Fe air Selokan Mataram dari hasil karakterisasi

AAS?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada maka dapat

dikemukakan, bahwa tujuan dari penelitian ini adalah

1. Mengetahui pengaruh variasi waktu pengadukan bahan terhadap

panjang gelombang dan absorbansi pada hasil karakterisasi

spekrofotometer UV-Vis.

2. Mengetahui pengaruh variasi waktu pengadukan bahan terhadap fasa

kristalin dari hasil karakterisasi XRD.

3. Mengetahui morfologi permukaan serbuk SMC berdasarkan

karakterisasi SEM.

4. Mengetahui pengaruh variasi waktu pengadukan bahan terhadap

pengurangan kadar logam Fe air Selokan Mataram berdasarkan uji

AAS.

5
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, antara lain:

1. Mendapatkan informasi baru aplikasi dari nanomaterial berbahan dasar

serbuk SMC yang digunakan untuk memfiltrasi air.

2. Memberi informasi hasil pengujian UV-Vis, XRD, dan SEM pada

sampel bahan serbuk SMC dengan variasi waktu pengadukan bahan

menggunakan metode LSE yang digunakan untuk bahan filtrasi air dan

memberi informasi penurunan logam Fe pada air selokan Mataram

berdasarkan uji AAS.

3. Sebagai referensi untuk penelitian berikutnya.

6
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Nanoteknologi
Material berukuran nano telah menjadi subjek untuk penelitian dan

pengembangan di dunia dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut

dikarenakan adanya sifat yang khusus yang dihasilkan oleh ukuran nano,

seperti tingginya kemampuan katalisis, adsorpsi, juga tingginya reaktivitas.

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa nanomaterial dapat

menyisihkan polutan dalam air secara efektif sehingga sudah diaplikasikan

dalam pengolahan air dan air limbah (Choerudin, 2016).

Salah satu contoh produk nanomaterial dalam pengolahan air adalah

membran karbon nanomaterial. Keuntungan dari teknologi membran adalah

tidak memakai bahan-bahan kimia dalam proses operasi sehingga dinilai

lebih aman dari segi kesehatan maupun segi lingkungan. Aplikasi teknologi

membran dalam pengolahan air adalah berbasis gaya dorong tekanan

mikrofiltrasi (MF), ultrafiltrasi (UF), nanofiltrasi (NF), dan reverse osmosis

(RO). Membran MF dapat menghilangkan partikel tersuspensi yang

terkandung di dalam air. Membran UF dapat menghilangkan tidak hanya

partikel terlarut, namun juga makro molekul yang ada di dalam air. Dengan

ukuran pori yang lebih kecil dari UF, selain dapat menghilangkan partikel

tersuspensi dan makro molekul, membran NF juga dapat menghilangkan

molekul kecil garam divalen dan asam terlarut. Membran reverse osmosis

(RO) disebut juga hyperfiltration, menggunakan membran tanpa pori

7
(dense), dimana mekanisme transport terjadi melalui fenomena difusi.

Selain dapat menghilangkan molekul-molekul yang telah disebutkan

sebelumnya, membran RO juga dapat menghilangkan garam monovalen

dan asam terdisosiasi dan sudah banyak aplikasinya pada desalinasi air laut.

Semakin kecil ukuran pori membran maka akan semakin besar pula tekanan

yang diperlukan saat pengoperasiannya (Apsari, 2016).

B. Metode Liquid Exfoliation


Metode LE adalah metode sintesis material dalam fase cair

menggunakan surfaktan (Wang, dkk. 2014). Metode ini pertama kali

diperkenalkan oleh Coleman, dkk, pada tahun 2008. Sentesis material

menggunakan metode LE ini dilakukan dengan cara mencampur serbuk

graphite ke dalam surfaktan anionik (fungsi pembersih) yang kemudian

didiamkan selama satu malam. Surfaktan akan bekerja selama satu malam

agar didapatkan material graphene.

8
s

Gambar 1. Peran surfaktan pada metode LE.

Teknologi surfaktan dalam metode ini berfungsi untuk melemahkan

ikatan van der Waals antar lembaran graphene pada sebuah material

graphite. Pelemahan ikatan van der Waals tersebut menyebabkan

lembaran-lembaran graphene saling terlepas. Material graphite yang terdiri

dari banyak lembaran graphene dapat disintesis menjadi beberapa lembar

graphene berkat peran dari surfaktan. Semakin besar konsentrasi surfaktan

maka semakin tipis lembaran graphene yang dihasilkan, begitu juga

sebaliknya. Akan tetapi, pada konsentrasi tertentu kerja surfaktan menjadi

tidak maksimal (Fikri, 2016).

C. Ultrasonikasi
Ultrasonikasi adalah teknologi yang memanfaatkan gelombang

ultrasonik. Gelombang ultrasonik adalah gelombang bunyi dengan

frekuensi yang lebih besar dari pada batas frekuensi tertinggi yang dapat

9
didengar oleh telinga manusia yaitu lebih besar dari 20 KHz. Proses sonikasi

mengubah sinyal listrik menjadi getaran fisik yang dapat diarahkan untuk

suatu bahan menggunakan alat yang bernama sonikator. Sonikasi dilakukan

untuk memecah senyawa atau sel untuk pemeriksaan lebih lanjut. Getaran

ini memiliki efek yang sangat kuat pada larutan, sehingga menyebabkan

pecahnya molekul dan putusnya sel (Fikri, 2016).

Probe sonikasi atau ultasonikasi mengirimkan getaran ke larutan

yang disonikasi. Probe akan bergerak dengan kecepatan yang sangat tinggi

dan mentransmisikannya ke dalam larutan. Getaran pada probe yang sangat

cepat menyebabkan pecahnya molekul atau partikel di dalam larutan

(http://yyuniarti.blogspot.co.id/2015/03/sonikasi.html).

D. Piezoelektrik
Jacques dan Currie menemukan fenomena piezoelektrik pada tahun

1880, yang mana piezoelektrik merupakan katagori material yang

mempunyai sifat unik. Kata piezoelektronik berasal dari Bahasa Yunani,

piezo yang berarti tekan, dan elektrik yang berarti listrik (Purwasih, 2010).

10
Gambar 2. Piezoelektrik dalam menghasilkan energi listrik.
Bila material dikenai tekanan maka akan terjadi distorsi dan tekanan

listrik yang dihasilkan dari kedua permukaannya. Pada prinsipnya, efek

piezoelektrik diperoleh dari ketidakseimbangan distribusi arus listrik pada

material piezoelektrik yang disebabkan oleh terjadinya tegangan pada bahan

tersebut dan mengakibatkan terjadinya regangan. Bila kedua permukaan

bahan tersebut dilapisi dengan bahan logam dan lempengan tembaga, maka

perubahan arus listrik ini akan mengakibatkan terjadinya sinyal tegangan

listrik pada lempeng tembaga tersebut (Triwahyuni. 2010).

E. Surfaktan
Surfaktan (surface active agent) merupakan suatu molekul yang

sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik sehingga dapat

mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Molekul

surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian

non polar yang suka akan minyak/lemak (hidrofobik) pada molekul yang

11
sama (Sheat dan Foster, 1996). Molekul surfaktan terdiri dari kepala (head)

dan ekor (tail) (Suparno, 2012).

Gambar 3. struktur molekul surfaktan.

Sifat-sifat surfaktan adalah dapat menurunkan tegangan permukaan,

tegangan antar muka, meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi dan

mengontrol jenis formulasinya baik itu minyak dalam air atau air dalam

minyak. Selain itu surfaktan juga akan terserap ke dalam permukaan

partikel minyak atau air sebagai penghalang yang akan mengurangi atau

menghambat penggabungan (coalescence) dari partikel yang terdispersi

(Adamson, 1997). Sifat-sifat ini dapat diperoleh karena sifat ganda dari

molekulnya.

Berdasarkan sifatnya, surfaktan diklasifikasikan menjadi empat

kelompok, yaitu (Suparno, 2012):

1. Surfaktan anionik, yaitu surfaktan yang grup hidrofiliknya bermuatan

negatif.

2. Surfaktan kationik, yaitu surfaktan yang grup hidrofiliknya bermuatan

positif.

12
3. Surfaktan nonionik, yaitu surfaktan yang grup hidrofiliknya tidak

bermuatan.

4. Surfaktan amfoterik, yaitu surfaktan yang pada rantai utamanya

terdapat muatan positif dan negatif.

Fungsi-fungsi surfaktan diantaranya sebagai bahan pemberi

muatan (charging agent), bahan pembersih (cleaning agent), bahan

pengemulsi (emulsifying agent), bahan pembuat busa (foaming agent),

dan bahan pelapis (coating agent) (Suparno, 2012). Salah satu fungsi dari

surfaktan dapat digunakan untuk mensintesis material, yaitu fungsi

pembersih. Surfaktan dapat mensintesis material dalam fasa cair. Sintesis

material dalam fase cair sering disebut dengan metode liquid exfoliation

(LE). Fungsi surfaktan sebagai pembersih biasa digunakan untuk

mencuci pakaian.

Pada saat mencuci pakaian, surfaktan bekerja di permukaan kotoran

dan permukaan kain. Molekul-molekul surfaktan melakukan proses

adsorpsi (penyerapan) ke permukaan kotoran yang berupa oily soil (tanah

yang berminyak) yang melekat pada kain. Ekor surfaktan masuk ke dalam

kotoran dan kepalanya berada di luar menutup seluruh permukaan kotoran.

Ekor surfaktan juga masuk ke dalam kain dan kepalanya menutupi

permukaan kain, sehingga kepala yang melingkupi kotoran dan kain saling

berhadapan. Hal tersebut menyebabkan ikatan antara kotoran dengan kain

menjadi lemah, sehingga ketika digoyang atau dikucek sedikit saja kotoran

terlepas dari kain (Suparno, 2012).

13
Gambar 4. (A) Kotoran di atas kain di dalam air (B) kotoran
terangkat dari kain oleh molekul-molekul surfaktan di dalam
larutan (Suparno, 2012).

Surfaktan yang digunakan untuk mencuci pakaian biasanya terdapat

pada deterjen. Deterjen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan

untuk membantu pembersihan. Ada beberapa surfaktan yang digunakan

sebagai bahan campuran deterjen, diantaranya yaitu alkyl benzene sulfonate

(ABS), linear alkylbenzene sulfonate (LAS), sodium laureth sulfonate

(SLS), dan lain sebagainya. Surfaktan yang terkandung dalam deterjen

biasanya berkisar 20-25 persen.

F. Karbon Batok Kelapa


Arang adalah bahan padat yang berpori dan merupakan hasil

pembakaran dari bahan yang mengandung unsur karbon. Sebagian besar

dari pori-porinya masih tertutup dengan hidrokarbon dan senyawa organik

lainnya (Nayoan, 2006). Secara umum ciri-ciri arang yang baik adalah

berwarna hitam, tidak mengandung kotoran, bila dipatahkan maka bekas

patahannya akan mengkilat, bila dijatuhkan pada benda keras akan

berdering, dan bila dibakar tidak cepat habis serta menyemburkan api

berwarna biru (Naibaho, 1991). Batok kelapa atau tempurung kelapa

14
biasanya digunakan sebagai bahan bakar baik dalam bentuk kering maupun

dalam bentuk arang. Pembuatan arang batok kelapa juga digunakan untuk

karbon yang mempunyai kemampuan mengabsorbasi gas dan uap. Karbon

batok kelapa juga dapat digunakan untuk menurunkan kadar besi dalam

sumur atau dalam sungai (Ahmad, 2009).

Berdasarkan bahan baku yang digunakan maka arang dapat

dibedakan menjadi:

1. Arang tumbuh-tumbuhan (vegetable charcoal), mengandung 60%

karbon.

2. Arang tempurung kelapa (coconut charcoal), mengandung 80% karbon.

3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula.

4. Arang kayu (wood charcoal) mengandung 80% karbon.

5. Arang tulang (animal charcoal), didapatkan dari pembakaran atau

penyulingan tulang hewan.

6. Arang batu bara (coses) diperoleh dari pembakaran batu bara.

7. Arang minyak bumi (furnace black) didapatkan dari hasil pembakaran

minyak bumi pada kapur pabrik.

Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85%

sampai 95% karbon yang dihasilkan dari bahan-bahan mengandung karbon

dengan pemanasan pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung,

diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara didalam ruangan pemanasan

sehingga bahan yang mengandung karbon tidak teroksidasi. Arang selain

15
digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai absorben

(penyerap).

G. Besi (Fe)
Besi merupakan salah satu unsur logam transisi golongan VIIIB

yang mudah ditempa, mudah dibentuk, berwarna putih perak, memiliki

nomer atom 26 dan mudah dimagnetisasi pada suhu normal (Eckenfelder,

1989). Konsentrasi besi terlarut yang masih diperbolehkan dalam air bersih

adalah sampai dengan 1,0 mg/L sedangkan untuk air minum menurut

Permenkes No. 492/Menkes/Per/IV/2010 adalah 0,3 mg/L. Apabila

konsentrasi besi terlarut dalam air melebihi batas tersebut menyebabkan

berbagai masalah, antara lainnya:

a. Gangguan teknis

Endapan Fe(OH)3 dapat menyebabkan efek-efek yang merugikan

seperti mengotori bak mandi dari seng, westafel dan kloset, selain itu

bersifat korosif terhadap pipa dan akan mengendap pada saluran pipa

sehingga mengakibatkan pembatuan.

b. Gangguan fisik

Gangguan fisik yang muncul akibat terlarutnya besi pada air adalah

timbulnya warna, bau, dan rasa pada air.

c. Gangguan kesehatan

Zat Fe sebenarnya dibutuhkan oleh tubuh untuk membentuk

hemoglobin. Kebutuhan zat besi pada masing-masing orang berbeda-

beda. Apabila zat besi yang dikonsumsi melebihi dosis yang diperlukan

16
oleh tubuh dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan. Hal ini

dikarenakan tubuh manusia tidak dapat mengekskresi zat besi. Zat besi

yang terkandung dalam air minum cenderung menimbulkan rasa mual

jika dikonsumsi. Selain itu dalam dosis yang besar dapat merusak

dinding usus, iritasi pada mata dan kulit.

H. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometri sinar tampak (UV-Vis) adalah metode analisa yang

digunakan untuk mengkaji sifat absorbasi material dalam rentang panjang

gelombang ultraviolet (200 nm – 400 nm) hingga mencangkup panjang

gelombang cahaya tampak atau visible (400 nm – 750 nm). Absorbsi cahaya

ultraviolet maupun cahaya tampak mengakibatkan transisi elektron, yaitu

perubahan elektron-elektron dari orbital dasar berenergi rendah ke orbital

keadaan tereksitasi berenergi tinggi. Penyerapan radiasi ultraviolet atau

sinar tampak bergantung pada mudahnya transisi elektron. Molekul-

molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk transisi elektron akan

menyerap panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul-molekul yang

memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap panjang gelombang yang

lebih panjang (Fessenden dan Fessenden, 2009: 78).

17
Gambar 5. Skema komponen spektrofotometer UV-Vis.

Diagram spektrofotometer terdiri dari sumber cahaya polikromatis,

monokromator, sampel, dan detektor. Monokromator ini yang mengubah

radiasi polikromatik menjadi monokromatik. Detektor yang digunakan

berupa detektor fotolistrik (Owen, 2000). Gambar 5 menunjukkan skema

komponen spektroskopi UV-Vis. Sumber cahaya polikromator dilewatkan

pada monokromator sehingga pada panjang gelombang tertentu akan

dilewatkan sampel. Kemudian detektor akan menangkap radiasi yang

ditransmisikan pada sampel. Hasil yang terbaca pada detektor yaitu data

absorbasi cahaya yang diserap oleh sampel pada panjang gelombang

tertentu (Oktavia, 2014). Absorbansi oleh sampel akan mengakibatkan

terjadinya transisi elektron, yaitu elektron-elektron dari orbital dasar akan

terseksitasi ke orbital yang lebih tinggi. Ketika elektron kembali ke orbital

asal, elektron tersebut memancarkan energi dan energi itulah yang

terdeteksi sebagai puncak-puncak absorbansi (Vita, 2015).

18
Apabila radiasi elektromagnetik dikenakan pada suatu atom,

sebagian dari energi radiasi elektromagnetik tersebut diserap sebagai

elektron yang akan tereksitasi ke orbital energi yang lebih tinggi. Radiasi

cahaya UV-Vis pada atom akan menyebabkan terjadinya energi elektronik,

sebagai akibat transisi antara dua tingkat energi elektron dari atom. Sistem

atau gugusan atom yang mengabsorbsi radiasi elektromagnetik UV-Vis

disebut gugus kromofor.

Pelarut lain dapat mempengaruhi absorbsi yaitu berpengaruh

terhadap intensitas dan kemungkinan juga panjang gelombangnya.

Hal – hal yang berpengaruh tersebut antara lain:

1. Kromofor

Kromofor adalah gugus fungsi yang tidak terhubung dengan gugus

lain, yang menampakan spektrum absorbansi dan merupakan senyawa

organik yang memiliki ikatan rangkap yang terkonjugasi. Jika

beberapa kromofor berhubungan maka absorbasi menjadi lebih kuat

dan berpindah ke panjang gelombang yang lebih panjang (Susila,

2015).

2. Auksokrom

Gugus auksokrom adalah gugus fungsional yang mempunyai elektron

non bebas seperti hidroksi, metoksi dan amina. Auksokrom tidak

mengabsorbsi di daerah ultraviolet, tapi bila gugus ausokrom terikat

19
oleh gugus kromofor maka pita absorbsi akan bergeser ke panjang

gelombang yang lebih besar dan intensitasnya naik (Susila, 2015).

Ada empat kemungkinan perubahan pita absorbsi yang disebabkan

oleh pelarut atau auksokrom (Susila, 2015):

a. Pergesaran batokromik (redshift), yaitu pergeseran kearah

panjang gelombang yang lebih panjang atau kearah frekuensi

rendah.

b. Pergeseran hipokromik (blueshift), yaitu pergeseran kearah

panjang gelombang yang lebih pendek atau kearah frekuensi

tinggi.

c. Efek hiperkromik, yaitu efek yang menyebabkan kenaikan

intensitas.

d. Efek hipokromik, yaitu efek yang menyebabkan penurunan

intensitas.

I. X-Ray Diffraction (XRD)


XRD adalah metode analisa yang digunakan untuk mengidentifikasi

fasa krisal dan material dengan cara menentukan parameter struktur kisi

serta untuk mendapatkan ukuran partikel. Sinar-X merupakan salah satu

bentuk radiasi elektromagnetik yang mempunyai energi antara 200 eV–1

MeV dengan panjang gelombang antara 0,5–2,5 Ǻ. Panjang gelombangnya

hampir sama dengan jarak antara atom dalam kristal, menyebabkan sinar-X

menjadi salah satu teknik dalam analisa material (Suryanarayana dan

Norton, 1998).

20
Komponen utama XRD terdiri dari tabung katoda (tempat

terbentuknya sinar-X), sampel holder dan detektor. XRD memberikan data-

data difraksi dan kuantisasi intensitas difraksi pada sudut-sudut dari suatu

bahan. Data dari XRD berupa intensitas sinar-X yang terdifraksi dan sudut-

sudut 2θ. Tiap pola yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang

kristal dan memiliki orientasi tertentu (Widyawati, 2012).

Gambar 6. Ilustrasi difraksi sinar-X pada XRD.

Dari Gambar 6 dapat dideskripsikan sebagai berikut. Sinar datang

yang menumbuk pada titik pada bidang pertama dan dihamburkan oleh

atom P. Sinar datang yang kedua menumbuk bidang berikutnya dan

dihamburkan oleh atom Q, sinar ini menempuh jarak SQ + QT bila dua sinar

tersebut paralel dan satu fasa (saling menguatkan). Jarak tempuh ini

merupakan kelipatan (n) panjang gelombang (λ), sehingga persamaan

menjadi (hukum bragg):

𝑛 𝜆 = 𝑆𝑄 + 𝑄𝑇

21
n 𝜆 = 𝑑 sin 𝛳 + 𝑑 sin 𝛳

n𝜆 = 2𝑑 sin 𝛳 ……… (1)

Metode yang digunakan untuk menganalisa struktur kristal adalah

metode Scherrer. Ukuran partikel ditentukan berdasarkan pelebaran puncak

difraksi sinar X yang muncul. Berdasarkan metode ini, makin kecil ukuran

partikel maka makin lebar puncak difraksi yang dihasilkan. Kristal yang

berukuran besar dengan satu orientasi menghasilkan puncak difraksi yang

mendekati sebuah garis vertikal. Partikel yang sangat kecil menghasilkan

puncak difraksi yang sangat lebar (Grant, 1998). Lebar puncak difraksi

tersebut memberikan informasi tentang ukuran partikel. Hubungan antara

ukuran partikel dengan lebar puncak difraksi sinar X dapat dihitung dengan

persamaan Schrerer.

𝑘𝜆
𝐷= ……….. (2)
𝐵 cos 𝛳

Dimana D adalah ukuran partikel, k merupakan konstanta Scherrer (0,9), 

adalah panjang gelombang sinar-X yang digunakan, dan 𝐵 adalah lebar

setengah puncak maksimum difraksi atau Full Width Half Maximum

(FWHM), dan  adalah posisi puncak difraksi.

J. Scanning Electron Microscopy (SEM)


SEM adalah salah satu jenis mikroscope electron yang

menggunakan berkas elektron untuk menggambarkan bentuk permukaan

dari material yang dianalisis. Prinsip kerja dari SEM ini adalah dengan

menggambarkan permukaan benda atau material dengan berkas elektron

22
yang dipantulkan dengan energi tinggi. Permukaan material yang disinari

atau terkena berkas elektron akan memantulkan kembali berkas elektron

atau dinamakan berkas elektron sekunder ke segala arah. Tetapi dari semua

berkas elektron yang dipantulkan terdapat satu berkas elektron yang

dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detektor di dalam SEM akan

mendeteksi berkas elektron berintensitas tertinggi yang dipantulkan oleh

benda atau material yang dianalisis.

Elektron memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada cahaya.

Cahaya hanya mampu mencapai 200nm sedangkan elektron bisa mencapai

resolusi 0,1 nm sampai 0,2 nm. Perbandingan hasil gambar mikroskop

cahaya dengan elektron dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Perbandingan gambar mikroskop optik dengan mikroskop


elektron.
SEM memiliki resolusi yang lebih tinggi dari pada mikroskop optik.

Hal ini di sebabkan oleh panjang gelombang de Broglie yang memiliki

elektron lebih pendek daripada gelombang optik. Karena makin kecil

panjang gelombang yang digunakan maka makin tinggi resolusi mikroskop.

23
Cara kerja SEM adalah gelombang elektron yang dipancarkan

electron gun terkondensasi di lensa kondensor dan terfokus sebagai titik

yang jelas oleh lensa objektif. Scanning coil yang diberi energi

menyediakan medan magnetik bagi sinar elektron. Berkas sinar elektron

yang mengenai cuplikan menghasilkan elektron sekunder dan kemudian

dikumpulkan oleh detektor sekunder atau detektor backscatter. Gambar

yang dihasilkan terdiri dari ribuan titik berbagai intensitas di permukaan

cathode ray tube (CRT) sebagai topografi gambar (Kroschwitz, 1990). Pada

sistem ini berkas elektron dikonsentrasikan pada spesimen, bayangannya

diperbesar dengan lensa objektif dan diproyeksikan pada layar (Gunawan,

1979).

Gambar 8. Prinsip kerja SEM.

24
K. Atomic Absorbtion Spectroscopi (AAS)
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) merupakan metode analisis

unsur secara kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan

cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan

bebas, dimana SSA memiliki range ukur optimum dan panjang gelombang

200 – 300 nm (Skoog et. Al.,2000).

Pada alat AAS terdapat dua bagian utama yaitu suatu sel atom yang

menghasilkan atom-atom gas bebas dalam keadaan dasarnya dan suatu

sistem optik untuk pengukuran sinyal. Rangkaian alat AAS adalah sebagai

berikut:

Gambar 9. Skema Umum Komponen pada Alat AAS.

Sumber cahaya yang paling sering digunakan dalam pengukuran

serapan atom adalah lampu katoda cekung. Lampu katoda ini dimasukan

kedalam yang dihampakan dan kemudian diisi gas monoatomik yang murni.

Dengan adanya beda potensial yang cukup besar, ion dipercepat gerakannya

ke arah katoda. Pada waktu terjadi tumbukan dengan katoda, beberapa atom

25
logam akan dibebaskan dari permukaan katoda dan membentuk kabut atom

logam di ruang katoda. Peristiwa ini disebut nebulizer (sistem pengkabutan)

dan burner (sistem pembakar), sehingga atomizer sering disebut sistem

pengabut dan pembakar (Underwood, 2001).

Fungsi utama dari sistem optik adalah untuk menyeleksi dan

mengisolasi garis-garis spectra yang terbentuk. Monokromator digunakan

untuk mengisolasi spectra, sehingga garis spectra yang dikehendaki sampai

pada detektor. Detektor yang biasa digunakan ialah tabung pengganda

foton, yang terdiri dari katoda yang dilapisi senyawa yang bersifat peka

cahaya dan suatu anoda yang mampu mengumpulkan elektron. Ketika foton

menumbuk katoda maka elektron akan dipancarkan, dan bergerak menuju

anoda. Antara katoda dan anoda terdapat dinoda-dinoda yang mampu

menggandakan elektron. Sehingga intensitas elektron yang sampai menuju

anoda besar dan akhirnya dapat dibaca sebagai sinyal listrik yang diperkuat

oleh amplifier sebelum dianalisis (Basset, 1994)

Spektrofotometri memiliki prinsip penyerapan energi sinar oleh

atom-atom netral dalam keadaan gas. Sampel yang akan dianalisis diuraikan

dengan suatu alat disebut “atomizer” sehingga menjadi atom netral yang

berbentuk uap, kemudian atom netral ini disinari oleh sinar yang sesuai

sehingga terjadi serapan atom (absorbansi).

Larutan sampel yang akan dianalisa dihisap dengan menggunakan

pipa kapiler dan disemprotkan dalam bentuk kabut. Pada temperature tinggi

zat tersebut akan terurai menjadi ion-ionnya. Penyerapan energi radiasi oleh

26
atom-atom unsur logam sebanding dengan konsentrasi atom logam dalam

nyala. Beberapa atom akan tereksitasi secara termal oleh nyala, namun

kebanyakan atom tetap berada dalam keadaan dasar. Atom-atom yang

berada keadaan dasar kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh

sumber radiasi yang sesuai. Panjang gelombang yang dihasilkannya sama

dengan panjang gelombang yang diabsorbasi oleh atom nyala. Absorbasi ini

mengikuti hukum Lambert-Beer, yakni absorbasi berbanding lurus dengan

panjang nyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala.

27
L. Kerangka Berfikir
Penelitian ini bertujuan untuk karakterisasi butiran sub mikron

karbon batok kelapa dengan metode (LSE) serta bagaimana pengaruh

variasi waktu pengadukan bahan terhadap hasil karakterisasi

spektrofotometer UV-Vis, XRD, dan SEM. Metode LSE adalah

penggabungan metode LE dan sonifikasi. Karakterisasi spektrofotometer

UV-Vis dilakukan dengan melihat panjang gelombang dan absorbansi,

karakterisasi XRD dilakukan untuk menentukan fasa kristalin dan

karakterisasi SEM digunakan untuk melihat morfologi permukaan karbon

batok kelapa.

Setelah dikarakterisasi serbuk SMC batok kelapa diaplikasikan

untuk memfiltrasi air selokan Mataram dengan alat filter sederhana yang

digunakan untuk menyaring logam Fe yang terdapat pada air selokan

Mataram kemudian dibandingkan antara air selokan Mataram yang belum

terfiltrasi dengan air selokan Mataram yang difiltrasi menggunakan

penyaring sederhana berbahan dasar SMC batok kelapa dengan

karakterisasi AAS.

28
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan dari bulan September 2016 sampai Februari 2017.

Penelitian ini dilakukan bertempat di

1. Laboratorium Fisika Koloid Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta, yakni untuk

mensintesis nanomaterial butiran SMC dan membuat alat filtrasi

sederhana.

2. Laboraturium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam

Universitas Negeri Yogyakarta yakni untuk karakterisasi UV-Vis.

3. Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Negeri Yogyakarta, yakni untuk karakterisasi XRD.

4. Laboraturium Penelitian dan Pengujian Terpadu, Universitas Gajah

Mada, untuk karakterisasi SEM.

5. Laboraturium Fisika Atom Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Universitas Negeri Yogyakarta, yakni untuk uji AAS.

B. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini, adalah serbuk SMC yang disintesis

dengan metode LSE dan air hasil penyaringan menggunakan alat filter

sederhana berbahan dasar serbuk SMC. Ultrasonifikasi yang digunakan

dalam metode LSE berasal dari tweeter piezoelectric.

29
C. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang dapat divariasi selama eksperimen.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah waktu pengadukan bahan

yaitu tanpa blender, 30 menit waktu blender dan 60 menit waktu

blender.

2. Variabel Kontrol

Variabel kontrol adalah variabel yang dipertahankan tetap selama

eksperimen. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah:

a. massa karbon batok kelapa 4 gram,

b. frekuensi kecepatan blender tetap,

c. volume aquades 100 ml,

d. banyaknya detergen 2 gram,

e. sumber frekuensi 30 kHz,

f. jumlah tweeter piezoelectric yaitu 3 tweeter,

g. waktu sonifikasi 4 jam,

h. volume limbah air yang disaring yaitu 250 ml.

3. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat

adanya pengaruh variabel lain. Variabel terikat dalam penelitian ini

adalah

a. panjang gelombang dan puncak absorbasi berdasarkan karakterisasi

UV-Vis,

30
b. fasa kristalinitas berdasarkan karakterisasi XRD,

c. Morfologi permukaan SMC berdasarkan karakterisasi SEM,

d. kadar logam Fe yang terkandung dalam air hasil filtrasi berdasarkan

karakterisasi AAS.

D. Bahan dan Alat Penelitian


Berbagai bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

a. Serbuk SMC,

b. aquades,

c. detergen,

d. sumber air yang difilter (air Selokan Mataram),

e. kertas saring.

2. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi,

a. Peralatan untuk karakterisasi UV-Vis, XRD dan SEM

1) blender (1 buah),

2) gelas beker (1 buah),

3) gelas ukur (1 buah),

4) timbangan digital (1 buah),

5) penggiling kopi (1 buah),

6) pipet tetes (2 buah),

7) tabung reaksi (6 buah),

31
8) busen (1 buah),

9) korek api (1 buah),

10) gunting (1 buah),

11) amplifier (1 buah),

12) AFG (1 buah),

13) stopwatch (1 buah),

b. Peralatan untuk filterisasi air,

1) toples (6 buah),

2) gelas ukur (1 buah),

3) corong (1 buah),

4) spangrang (3 buah),

5) botol (5 buah),

6) hairdreyer (1 buah),

c. Peralatan untuk karakterisasi bahan UV-Vis, XRD, dan SEM,

d. Peralatan untuk karakterisasi hasil filtrasi AAS.

E. Langkah Penelitian
1. Pembuatan sample serbuk SMC batok kelapa menggunakan metode

LSE.

a. Menumbuk arang batok kelapa yang kemudian dihaluskan

menggunakan penggiling kopi hingga berbentuk bubuk.

b. Mengayak arang batok kelapa yang sudah dihaluskan.

c. Menimbang karbon batok kelapa yang telah di ayakan sebanyak 4

gram menggunakan timbangan digital.

32
d. Mengukur aquades sebanyak 100 ml menggunakan gelas ukur.

e. Menimbang detergen sebanyak 2 gram menggunakan timbangan

digital.

f. Menuangkan karbon batok kelapa, aquades, dan detergen ke dalam

blender.

g. Menyalakan blender dengan frekuensi tetap selama 30 menit.

h. Menuangkan isi blender ke dalam gelas beker dan mendiamkan

selama 1 hari.

i. Mensonifikasi hasil blender dengan variasi waktu 30 menit tersebut

menggunakan alat sonifikasi selama 4 jam.

j. Mengambil sampel dari hasil sonifikasi menggunakan pipet ke

dalam tabung reaksi.

k. Mengulangi langkah diatas dengan variasi waktu blender 60 menit

dan perlakuan yang sama untuk yang tanpa blender.

(a) (b)

Gambar 10. (a) pengadukan bahan tanpa blender, (b) pengadukan


bahan dengan blender.

33
2. Pembuatan Alat Sonifikasi

a. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.

b. Memotong papan kayu triplek menjadi bentuk persegi sebanyak 9

buah.

c. Merangkai masing-masing 3 buah papan kayu berbentuk persegi

menjadi bentuk segitiga.

d. Menempelkan tweeter piezoelectrik ke papan triplek yang

diilustrasikan pada Gambar 11.

Gambar 11. Probe ultrasonikasi.


e. Merangkai papan triplek dengan besi penyangga, kabel

penghubung, saklar, AFG, dan amplifier menjadi alat sonifikasi

seperti yang dapat dilihat pada Gambar 12.

34
Gambar 12. alat sonifikasi.

3. Pembuatan sampel untuk karakterisasi XRD dan SEM

a. Mengambil endapan sampel tanpa blender, 30 menit waktu blender

dan 60 menit waktu blender.

b. Dipanaskan hingga berbentuk sebuk.

c. Mengambil serbuk menggunakan sendok ke dalam tabung reaksi.

Gambar 13. Pemanasan sampel setelah di endapkan menjadi bubuk.

35
4. Pembuatan alat filtrasi

a. Menyiapkan toples dengan 2 ukuran berbeda (besar dan kecil).

b. Melubangi dasar toples kecil sebagai tempat memasukan air.

c. Memasang kertas saring yang di press pada toples kecil kemudian

dikunci menggunakan spangrang.

d. Menimbang butiran SMC karbon batok kelapa yang disintesis degan

metode LSE sebanyak 2 gram.

e. Mengukur aquades sebanyak 100 ml.

f. Melarutkan SMC batok kelapa dengan aquades.

g. Menuangkan larutan tersebut kedalam toples yang telah diberi kertas

saring.

h. Menunggu hingga air turun dan SMC menutupi permukaan kertas

saring.

i. Mengeringkan kertas saring yang telah dilapisi SMC menggunakan

hairdreyer.

j. Melapisi kertas saring yang dilapisi karbon dengan kertas saring lagi

pada toples kecil kemudian dipress menggunakan spangrang.

k. Meletakan toples besar dibawah toples kecil, kemudian memasukan

air Selokan Mataram ke dalam toples kecil menggunakan corong.

l. Menunggu hingga air hasil filtrasi turun kemudian air yang turun di

uji logam Fe nya.

36
Gambar 14. Pembuatan penyaring sederhana.

37
F. Teknik Analisis Data
Data hasil karakterisasi spektrofotometer UV-Vis merupakan hasil

karakterisasi larutan. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui panjang

gelombang serapan dan puncak absorbansi pada sampel larutan.

Sampel yang telah dibuat untuk keperluan karakterisasi XRD

kemudian diuji menggunakan XRD. Hasil analisis Sinar-X digunakan untuk

mengetahui informasi fasa kristalin. Data yang diperoleh berupa hubungan

antara intensitas dengan sudut difraksi 2θ.

Hasil karakteristik SEM berupa foto gambar morfologi permukaan

dari serbuk SMC batok kelapa. Hasil karakterisasi SEM digunakan untuk

mengetahui gambar serbuk SMC yang telah disintesis dan ukuran serbuk

SMC.

Sampel hasil filtrasi dengan bahan SMC batok kelapa kemudian

diuji menggunakan AAS. Hasil analisis AAS digunakan untuk mengetahui

kadar logam Fe yang mampu disaring oleh alat filtrasi sederhana.

38
G. Diagram Alir Penelitian

Gambar 15. Diagram alir penelitian.

39
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi waktu

pengadukan bahan pada serbuk SMC terhadap hasil absorbansi dan panjang

gelombang berdasarkan uji UV-Vis, mengetahui fasa kristalin yang terdapat

pada serbuk SMC berdasarkan uji XRD, mengetahui morfologi serbuk

SMC berdasarkan uji SEM dan mengetahui pengaruh variasi waktu

pengadukan bahan terhadap hasil filtrasi limbah Selokan Mataram ditinjau

dari penurunan logam Fe berdasarkan uji AAS.

A. Hasil Karakterisasi Spektrofotometer UV-Vis


Karakterisasi spekrofotometer UV-Vis menunjukan hubungan

antara panjang gelombang dalam nanometer dengan besarnya absorbansi

larutan yang diuji. Pada penelitian ini, dilakukan uji UV-Vis terhadap

sampel hasil sintesis SMC dengan variasi pengadukan bahan yaitu tanpa

blender, 30 dan 60 (dalam menit) waktu blender. Hasil pengujian

ditampilkan pada grafik hubungan antara absorbansi dengan panjang

gelombang. Hasil karakterisasi UV-Vis dapat dilihat pada Gambar 11.

40
6

Abs.
3

0
0 200 400 600 800 1000
Panjang Gelombang (nm)

tanpa blender 30 menit blender 60 menit blender

Gambar 16. Grafik hasil uji spektrofotometer UV-Vis dengan variasi


waktu pengadukan bahan.

Grafik yang disajikan pada Gambar 16 terlihat dua puncak absorbasi

yang berbeda-beda pada setiap variasi waktu pengadukan bahan. Dapat

dilihat bahwa ketiga grafik bentuknya hampir sama karena berasal dari

bahan yang sama yaitu SMC batok kelapa. Puncak absorbasi dan panjang

gelombang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Puncak absorbasi untuk variasi waktu pengadukan bahan.

Perlakuan λ(nm) Abs.


260 1,225
Tanpa
254 1,244
Blender
226,5 3,503
260 1,404
Blender
254 1,429
30 menit
225,5 3,802
Blender 253 3,012
60 menit 204 5,000

41
Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengadukan

dengan blender, maka nilai absorbansi juga semakin besar. Panjang

gelombang pada absorbansi maksimum juga menunjukkan nilai yang

berbeda seiring dengan lamanya waktu. Untuk tanpa blender, puncak

absorbansi diperoleh pada 260 nm, 254 nm, dan 226,5 nm. Pada 30 menit

waktu blender puncak absorbansi diperoleh pada 260 nm, 254 nm dan 225,5

nm. Pada 60 menit waktu blender, puncak absorbansi diperoleh pada 253

nm dan 204 nm. Pada puncak ketiga dari hasil UV-Vis menunjukan adanya

pergeseran menuju panjang gelombang yang lebih pendek seiring lamanya

waktu blender untuk tanpa blender puncak absorbansi diperoleh pada

panjang gelombang 226,5 nm dan mengalami pergeseran pada sampel 30

menit waktu blender puncak absorbansi diperoleh pada panjang gelombang

225,5 nm sedangkan untuk 60 menit waktu blender puncak absorbansi

diperoleh pada panjang gelombang 204 nm. Hal ini mengindikasikan

adanya pergeseran puncak absorbansi menuju panjang gelombang yang

lebih pendek, atau terdeteksi adanya blueshift atau hipsokromik. Hal ini

terjadi karena kepolaran pelarut akibat lamanya waktu blender atau adanya

konjugasi dari elektron pasangan bebas pada atom dihilangkan dengan

adanya protonasi. Terjadinya blueshift ini bersesuaian dengan penelitian

yang dilakukan oleh Kumar (2013) dalam mensintesis GO. Semakin lama

waktu yang digunakan, puncak absorbasi semakin bergeser menuju panjang

gelombang yang lebih pendek.

42
B. Hasil Karakterisasi XRD
Hasil uji XRD dilakukan untuk mengetahui fasa kristalin.

Karakterisasi menggunakan sumber Cu dengan panjang gelombang (λ)

adalah 1,54060 Ǻ serta range 2θ yang digunakan yaitu 2ᴼ sampai 80ᴼ. Data

hasil pengujian XRD berupa spektrum XRD yang menyatakan hubungan

antara sudut hamburan (2θ) dengan intensitas (I) puncak spektrum. Apabila

material yang diuji tersebut kristal maka grafik XRD muncul banyak peak.

Namun apabila peak yang dimaksud tidak ada, maka dapat dipastikan

material tersebut adalah amorf. Pola difraksi sinar-X karbon batok kelapa

pada variasi waktu pengadukan dapat dilihat pada gambar 17.

43
5000

4000

3000

Intensity (cps)
2000

1000

0
20 40 60
2-theta (deg)

(a)

4000

3000

2000
Intensity (cps)

1000

0
20 40 60
2-theta (deg)

(b)
4000

3000

2000
Intensity (cps)

1000

0
20 40 60
2-theta (deg)

(c)

Gambar 17. Pola XRD dengan variasi waktu blender (a) tanpa blender (b)
30 menit (c) 60 menit.

44
Dari grafik yang ditunjukan oleh Gambar 17 tampak sumbu vertikal

merupakan intensitas sinar-X dalam satuan cacah per detik sedangkan

sumbu horizontal menunjukan sudut hamburan 2θ yang merupakan sudut

pergerakan counter detector. Puncak yang dihasilkan dari ketiga sampel

hanyalah satu puncak saja yang dapat dilihat pada peak list di halaman

lampiran. Walaupun puncak tersebut merupakan puncak maksimum pada

hasil XRD namum tidak bisa dikategorikan sebagai puncak kristal karena

intensitasnya terlalu kecil dibadingkan dengan kristal pada umumnya. Hal

ini menunjukan bahwa susunan atom pada SMC batok kelapa tidak teratur

sehingga mengalami fasa amorf. Dapat dilihat juga bahwa semakin lama

waktu pengadukan bahan dengan blender maka intensitasnya menurun. Hal

ini juga menunjukan bahwa fasa kristalin serbuk SMC semakin amorf atau

susunan atomnya semakin tidak teratur. Pada sampel tanpa blender puncak

intensitas diperoleh pada sudut 2θ yaitu 23,721ᴼ dengan jarak antar lapisan

(d-spacing) 3,747. Pada sampel 30 menit waktu blender puncak intensitas

diperoleh pada sudut 2θ yaitu 23,789ᴼ dengan jarak antar lapisan (d-

spasing) 3,737. Selanjutnya pada sampel 60 menit waktu blender didapat

puncak intensitas pada sudut 2θ yaitu 23,858ᴼ dengan jarak antar lapisan (d-

spacing) 3,726. Namun secara keseluruhan ketiga grafik menunjukan pola

XRD yang hampir sama karena kandungan materialnya berasal dari sumber

yang sama yaitu karbon batok kelapa.

45
C. Hasil Karakterisasi SEM
Pengujian SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi permukaan,

bentuk material dan juga ukuran dari material tersebut. Dari hasil sintesis

SMC karbon batok kelapa dengan metode LSE. Morfologi dari permukaan

karbon batok kelapa diperoleh dari penangkapan dan pengolahan elektron

sekunder yang dipancarkan dari material karbon batok kelapa tersebut.

Kemudian dianalisis menggunakan SEM. Hasil dari SEM berupa gambar

permukaan dari karbon batok kelapa.

Sampel yang dikarakterisasi akan dilihat bentuk permukaannya pada

perbesaran 1000 kali, 3000 kali. Berikut adalah hasil karakterisasi SEM

sampel nanomaterial karbon batok kelapa pada sampel 60 menit waktu

blender dengan metode LSE.

(a)

46
(b)
Gambar 18. (a) Foto morfologi SMC batok kelapa dengan perbesaran
1000X (b) Foto morfologi SMC batok kelapa dengan perbesaran 3000X.

Gambar 18 (a) menunjukan perbesaran 1000X yang dapat kita lihat

distribusi ukuran yang berbeda-beda dan masih bertumpuk-tumpuk sehingga

belum terlihat bentuk permukaannya. Pada Gambar 18 (b) yaitu perbesaran

3000X semakin jelas bongkahan-bongkahan dari karbon batok kelapa yang

dapat kita ukur ketebalan dan permukaannya, pada perbesaran 3000X dapat

kita amati permukaan karbon batok kelapa yang masih besar dan mempunyai

ukuran butiran kurang lebih 12,5 μm, pada bongkahan berukuran ini pula

dapat kita lihat permukaannya seperti terdapat busa yang mengering akibat

pemberian surfaktan dan dapat dilihat pada permukaan yang terdapat busa

akibat surfaktan ini terlihat karbon hampir mengelupas. Serpihan serpihan

karbon batok kelapa ini terdapat pula yang berukuran kecil sekitar 1,27 μm,

47
serpihan-serpihan yang berukuran kecil ini hasil dari blender yang berputar

pada kecepatan tertentu dan adanya surfaktan yang memudahkan proses

pengelupasan serta pemberian gelombang ultrasonik sehingga semakin

mempermudah pemisahan karbon batok kelapa sehingga ukuran butirannya

menjadi lebih kecil. Dari perbesaran 3000X juga dapat diketahui ukuran

butiran SMC sekitar 1,274 μm sampai 12,502 μm dengan ketebalan butiran

sekitar 0,576 μm sampai 0,829 μm.

Perbesaran sampel karbon batok kelapa yang diblender selama 60

menit terhadap hasil karakterisasi SEM dapat dilihat pada Lampiran dengan

perbesaran 1000 kali, 3000 kali, 5000 kali, dan 10.000 kali sedangkan

ukuran-ukuran permukaan dan ketebalan dari karbon batok kelapa dapat

dilihat pada perbesaran 3000X yang dapat dilihat pada Lampiran.

D. Hasil Karakterisasi AAS pada Air Limbah Selokan Mataram


Pada penelitian ini, limbah yang digunakan yaitu air yang berasal

dari selokan Mataram dengan volume 250 ml. Limbah air selokan Mataram

di filtrasi dengan alat filtrasi sederhana dengan bahan serbuk SMC yang

telah ditritmen dengan metode LSE dengan variasi waktu blender. Setelah

air Selokan Mataram di filter dilakukan karakterisasi hasil filtrasi

berdasarkan uji AAS yang terpacu pada penurunan logam Fe.

Berikut adalah hasil data penyaringan air selokan Mataram dengan

variasi waktu blender.

48
1.4
1.253

1.2

kadar Fe (ppm) 0.8

0.6

0.4 0.3042
0.1753
0.2 0.0894

0
Air Selokan 0 menit 30 menit 60 menit
variasi waktu pencampuran bahan

Gambar 19. Grafik hasil uji AAS.

Dari gambar 19 didapatkan kadar logam Fe pada air selokan

Mataram sebanyak 1,253 ppm artinya dalam setiap 1 L air Selokan Mataram

terdapat 1,253 mg kadar Fe. Setelah dilakukan filtrasi menggunakan alat

filtrasi sederhana berbahan dasar SMC batok kelapa yang disintesis dengan

metode LSE dapat dilihat penurunan logam Fe pada air selokan Mataram.

Pada hasil penyaringan dengan bahan SMC tanpa blender menghasilkan

penurunan kadar logam besi pada 0,3042 ppm, sedangkan 30 menit waktu

blender dihasilkan penurunan logam Fe pada 0,1753 ppm, dan 60 menit

waktu blender dihasilkan penurunan logam Fe pada 0,0894 ppm.

Dari data di atas, kadar logam Fe mengalami penurunan setara

dengan lamanya waktu pemblenderan. Hal ini dikarenakan ukuran serbuk

SMC yang semakin kecil karena lamanya waktu pengadukan pada blender

sehingga luas permukaan serbuk SMC semakin besar yang mengakibatkan

49
partikel-partikel yang berukuran kecil dan besar dapat tertahan. Selain dapat

tertahan, partikel pengotor air (logam Fe) juga dapat terperangkap dalam

pori-pori SMC. Hal ini dikarenakan unsur besi (Fe2+) sehingga besi

kekurangan dua elektron yang menyebabkan ionnya bermuatan positif, ini

memungkinkan ion-ion logam Fe terperangkap dalam pori-pori SMC batok

kelapa. Kemudian dimungkinkan terjadi pertukaran kation antara ion-ion Fe

dengan ion-ion yang berada dipermukaan pori-pori SMC yang

menyebabkan terjadinya ikatan antar permukaan pori-pori SMC dengan

ion-ion logam Fe. Semakin lama waktu pengadukan bahan dengan blender,

maka ukurannya semakin kecil sehingga semakin besar luas permukaan

pori-pori SMC. Hal ini dimungkinkan bahwa semakin banyak pula ion-ion

logam Fe yang diserap oleh SMC.

50
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan

bahwa:

1. Pengaruh waktu pengadukan bahan dengan blender terhadap

karakterisasi spektrofotometer UV-Vis adalah semakin lama waktu

pengadukan bahan maka puncak absorbansi bergeser ke panjang

gelombang yang lebih pendek (blueshift) dan nilai absorbansi naik

seiring pertambahan waktu.

2. Dari hasil karakterisasi XRD menunjukan bahwa serbuk SMC yang

disintesis dengan metode LSE mempunyai fasa amorf.

3. Morfologi serbuk SMC pada 60 menit waktu blender terlihat seperti

bongkahan yang kurang teratur dengan ukuran yang berbeda-beda.

Dapat diketahui ukuran serbuk SMC sekitar 1,274 μm sampai 12,502

μm dengan ketebalan sekitar 0,576 μm sampai 0,829 μm.

4. Dari hasil karakterisasi AAS diperoleh semakin lama waktu pengadukan

bahan SMC dengan blender menggunakan metode LSE semakin

menurun kadar logam Fe pada limbah air Selokan mataram dari 1,253

ppm setelah difiltrasi menjadi 0,304 ppm untuk tanpa blender, 0,175

untuk 30 menit waktu blender dan 0,089 ppm untuk 60 menit waktu

blender.

51
B. SARAN
Setelah terselesaikannya penelitian ini, terdapat saran yang perlu

diperhatikan bagi peneliti selanjutnya. Beberapa saran tersebut adalah

1. Melakukan karakterisasi SEM dengan variasi waktu blender agar dapat

membandingkan ukuran bongkahannya.

2. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambah variasi jenis

limbah yang akan difilter.

3. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuat alat filtrasi air

yang lebih akurat dengan bahan SMC.

4. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk metode sintesis serbuk

SMC agar dapat menyaring logam Fe secara maksimal.

52
DAFTAR PUSTAKA

Adamson, A. W., dan Gast, A. P., 1997, Physical Chemistry of Surface.

Sixth edition, A Willey Intersciense Publication, New York.

Ahmad, M.A. 2009. Colour Reduction From Water Sample Using

Adsorption Process by Agro-Waste By – Product. Thesis. Malaysia:

Universiti Teknologi Malaysia.

Apsari. 2016. Pengolahan Air dengan Membran Karbon Nanomaterial.

Bandung: ITB.

Basset, J. 1994. Buku Ajar Kimia Analisa Kuantitatif Anorganik. Jakarta:

EGC

Choerudin. 2016. Peran Nanomaterial dalam Pengolahan Air dan Air

Limbah. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Eckenfelder, W.W. 1989. Industrial Water Pollution Control. Second

edition. McGraw-Hill, Inc., New York.

Fessenden, R.J. & Fessenden, J.S., 1999, Kimia Organik, Edisi Ketiga,

Penerbit Erlangga, Jakarta

Fikri. 2016. Pengaruh Variasi Konsentrasi Surfaktan dan Waktu

Ultrasonikasi Terhadap Sintesis Material Graphene dengan

Metode Liquid Sonification Exfoliation Menggunakan Tweeter

Ultrasonication Graphene Oxide Generator. Skripsi. Yogyakarta:

UNY. Jurusan Pendidikan Fisika. FMIPA.

53
Foster, N. C., 1996, Sulfonation and Sulfation Processes. In: Soap and

Detergents: A Theoritical and Practical Review. Spitz, I (Ed).

AOCS Press, Champaign, Illinois.

Grant, N. M. 1998. X-Ray Diffraction: A Partical Approach. New York:

Plennum Press.

Gunawan dkk. 1979. Karakterisasi Spektrofotometri IR dan Scanning

Electron Microscopy (SEM) Sensor Gas dari Bahan Polimer Poly

Ethelin Glicol (PEG). Surabaya. ITS

https://www.academia.edu/13867003/Spektrofotometri_Serapan_Atom_A

AS_diaskes pada 5 april 2017

Ilhami. 2014. Pengaruh Massa Zn dan Temperatur Hydrotermal Terhadap

Struktur dan Sifat Elektrik Material Graphene. Surabaya:ITS.

Purwasih. 2010. Rancang Bangun Sumber Energi Terbarukan Secara

Hybrid (Kumparan dan Bahan Piezoelektrik PVDF) dengan

Memanfaatkan Cantilever sebagai Penggetar. Surakarta:

Universitas Sebelas Maret. Jurusan Fisika. FMIPA

Kroschwitz, Jacqueline I. (1990), “Polymer Characterization and

Analysis”, John Wiley & Sons Inc., USA.

Laila. 2016. Perbedaan Karakter Sampel Hasil Nanomaterial Karbon

Berbahan Dasar Tri Graphite Pensil 2B Faber Castell

Menggunakan Metode Liquid Machanical Exfoliation dibantu oleh

Linear Alkylbenzena denganVariasi Frekuensi Putaran Bahan

54
Menggunakan Blender. Skripsi. Yogyakarta: UNY. Jurusan Fisika.

FMIPA

Nayoan dkk. 2006. Perbedaan Efektifitas Karbon Aktif Tempurung Kelas

Dan Arang Kayu Dalam Menurunkan Tingkat Kekeruhan Pada

Proses Filtrasi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu. Semarang

Oktavia, Reza. 2014. Pengaruh Konsentrasi Larutan Nanopartikel Perak

Terhadap Tegangan Keluaran Sel Volta yang berisi Larutan

H2SO4. Yogyakarta: FMIPA UNY.

Owen, Tony. 2000. Fundamental of Modern UV visible Spectroscopy.

Agilent Technologies. Germany.

Ponten M. Naibaho, 1991. Penggunaan Tempurung Kelapa Sawit sebagai

Bahan Arang Aktif dengan Metode Karbonisasi. Berita Penelitian

Perkebunan, Vol. 1 No. 1 Pusat Penelitian Perkebunan. Medan.

Skoog. D. A., Donald M. West, F. James Holler, Stanley R. Crouch, 2000.

Fundamentals of Analytical Chemistry.Hardcover: 992 pages,

Publisher: Brooks Cole.

Suparno. 2012. Dinamika Partikel Koloid. Yogyakarta: UNY Press.

Suryanarayana C., Norton M.G. 1998. X-ray Diffraction. Plenum Press:

New York.

Susila. 2015. Spektroskopi Ultraviolet dan Sinar Tampak (Spektroskopi

UV-Vis). Handout. Yogyakarta: UNY.

Triwahyuni. 2010. Studi Awal Proses Pemolingan Dan Karakterisasi Sifat

Listrik Bahan Piezoelektrik Ramah Lingkungan.

55
Truong. 2013. Graphene From Fundamental to Future Application. South

Korea: Chonbuk Nasional University.

Underwood, A.L. 2001. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta:

Erlangga

Vita, 2015. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Wang Shuai, dkk. 2014. The Effect of Surfactants and Their Concentrations

On The Liquid-Exfoliation of Graphene. Cina: Beijing University.

Widyawati, N., 2012, Analisa Pengaruh Heating Rate terhadap tingkat

Kristal dan Ukuran Butir Lapisan BZT yang Ditumbuhkan dengan

Metode Sol Gel, Skripsi, Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

56
LAMPIRAN

Lampiran 1. Data hasil karakterisasi UV-Vis.

57
58
59
Lampiran 2. Data hasil karakterisasi XRD.

60
61
62
Lampiran 3. Data hasil karakterisasi SEM.

63
64
65
Lampiran 4. Data hasil karakterisasi AAS

66
Lampiran 5. Gambar.

67
68

Anda mungkin juga menyukai