Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN

KANKER PAYUDARA

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Keperawatan Paliatif


Dosen Pengampu Emilia Puspitasari S, Ns.,M.kep,.Sp
Disusun oleh :

1. Antika Lisca (1905010)


2. Atik Wuryani (1905011)
3. Ayu Arifahyuni (1905012)
4. Chantika Natalia (1905013)
5. Charisma Islamia (1905014)
6. Desy Novitasari (1905015)
7. Dewi Luki Roro (1905016)
8. Diana Sukma Rahayu (1905017)

PROGRAM STUDI DIII ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN DAN KETEKNISAN MEDIS UNIVERSITAS WIDYA
HUSADA SEMARANG
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Keperawatan Paliatif
dengan tema “Asuhan Keperawatan dengan pasien Kanker Payudara” untuk memenuhi tugas
kelompok Keperawatan Paliatif semester 5 tahun 2020/2021.

Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada :

1. Emilia Puspitasari S, Ns.,M.kep,.Sp

2. Serta teman-teman kelompok yang telah menyusun makalah ini

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu,
saran dan kritik dari rekan-rekan pembaca sangat kami harapkan untuk menyempurnakan
makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi
rekan-rekan pembaca.

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kanker payudara sering ditemukan diseluruh dunia dengan insidens relatif tinggi dan
cenderung meningkat yaitu 20% dari seluruh keganasan dan 99% terjadi pada
perempuan,sedangkan pada laki-laki hanya 1%, sehingga kanker payudara masih
merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama pada perempuan. Pada pria, usia
rata-rata untuk terdiagnosis kanker payudara adalah 60 tahun dan sebagian besar kanker
payudara pada laki-laki terdiagnosis pada tahap lanjut, kemungkinan karena laki-laki
tidak terlalu menyadari tentang benjolan payudara dibandingkan wanita.
Menurut WHO 8-9% wanita akan mengalami kanker payudara. Ini menjadikan
kanker payudara sebagai jenis kanker yang paling banyak ditemui pada wanita.Setiap
tahun lebih dari 250,000 kasus baru kanker payudara terdiagnosa di Eropa dan kurang
lebih 175,000 di Amerika Serikat. Masih menurut WHO, tahun 2000 diperkirakan 1,2 juta
wanita terdiagnosis kanker payudara dan lebih dari 700,000 meninggal karenanya. Belum
ada data statistik yang akurat di Indonesia, namun data yang terkumpul dari rumah sakit
menunjukkan bahwa kanker payudara menduduki ranking pertama diantara kanker
lainnya pada wanita.
Kanker payudara merupakan penyebab utama kematian pada wanita akibat
kanker.Setiap tahunnya, di Amerika Serikat 44,000 pasien meninggal karena penyakit ini
sedangkan di Eropa lebih dari 165,000.Setelah menjalani perawatan, sekitar 50% pasien
mengalami kanker payudara stadium akhir dan hanya bertahan hidup 18 – 30 bulan.

B. Rumusan Masalah
1. Kanker  payudara pada wanita
2. Kanker payudara pada pria
3. Pencegahan kanker payudara

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai bahan bacaan atau referensi
bagi para pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
D. Manfaat
Dengan adanya makalh ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kanker
payudara, bagaimana ciri-cirinya serta bahaya dan pengobatannya.

E. Sistematika penulisan
Secara garis besar, sistematika penulisan terdiri dari beberapa bab, yaitu Bab I
pendahuluan yang berisikan latar belakang, tujuan penulisan secara umum dan khusus,
dan sistematika penulisan. Bab II tinjauan teori yang berisikan pengertian Kanker
Payudara, anatomi dan fisiologi Kanker Payudar, etiologi Kanker Payudara, patways
kanker payudara, manifestasi klinik kanker payudara, komplikasi kanker payudar, tes
diagnostic, penatalaksanaan medis, cara pencegahan dan konsep asuhan keperawatan
kanker payudara yang meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,
perencanaan (tujuan, intervensi dan rasional)  Bab III tinjauan kasus yang berisikan
asuhan keperawatan pada klien dengan Trauma Kepala dari pengkajian, pengelompokan
data, analisa data, diagnose keperawatan, dan evaluasi keperawatan, rencana asuhan
keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan dan Bab IV penutup
yang berisikan kesimpulan dan saran.
BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian
Ca mammae atau kanker payudara yauitu sebuah keganasan yang sudah berasal dari
sebuah sel kelenjar, saluran kelenjar dan pada jaringan denga penunjang payudara. Ca
mammae adalah sejenis tumor ganas yang sudah tumbuh di dalam jaringan sel di
payudara. Kanker ini bisa mulai tumbuh yaitu didalam kelenjar payudara seseorang,
saluran payudara, dijaringan lemak maupun ada dijaringan ikat pada sebuah payudara.
(Medicastore, 2011)
Kanker payudara adalah yaitu suatu penyakit dari pertumbuhan sel, akibat dari adanya
onkogen yang dapat juga menyebabkan sebuah sel normal akan menjadi sebuah sel
kanker didalam jaringan payudara seseorang.
Kanker payudara adalah dimana sekelompok sel yang tidak normal pada payudara
seseorang yang terus tumbuh dan akan berlipat ganda dan pada akhirnya semua sel-sel ini
terus akan menjadi bentuk sebuah benjolan dipayudara. Dan jika benjolan kanker ini tidak
bisa buang atau terkontrol, sel-sel kanker bisa menyebar (bermestastase) pada sebuah
bagian-bagian tubuh yang lain dan nantinya juga akan dapat mengakibatkan kematian.
Metastase bisa juga terjadi yaitu pada sebuah kelenjar getah bening pada ketiak ataupun
bisa juga yaitu di atas tulang belikat. Selain itu pada sel-sel kanker bisa bersarang di
dalam tulang, bisa juga diparu-paru, di hati dan dibawah kulit dan kanker payudara
merupakan sebuah penyakit yang bisa juga disebabkan karena terjadinya pembelahan
sebuah sel-sel didalam tubuh seseorang secara tidak teratur dan sehingga pada
pertumbuhan sel juga tidak dapat dikendalikan dan dia akan tumbuh menjadi sebuah
benjolan tau tumor (kanker) dari sel tersebut. (Brunner dan Suddarth, 2011)
B. Etiologi
Etiologi kanker payudara tidak diketahui dengan pasti. Namun beberapa faktor resiko
pada pasien diduga berhubungan dengan kejadian kanker payudara (Anonim, 2011),
yaitu:
1. Tinggi melebihi 170cm
Wanita yang tingginya 170cm mempunyai resiko terkena kanker payudara karena
pertumbuhan lebih cepat saat usia anak dan remaja membuat adanya perubahan
struktur genetik (DNA) pada sel tubuh yang diantaranya berubah ke sel ganas
2. Usia
Usia dibawah 20 tahun jarang dijumpai kanker payudara, angka kejadiannya
meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
3. Wanita yang belum mempunyai anak
Wanita yang belum mempunyai anak lebih lama terpapar dengan hormone esterogen
relative lebih lama dibandingkan wanita yang sudah mempunyai anak.
4. Ibu yang menyusui
Ibu yang menyusui dapat mengurangi bahaya kanker payudara karena semakin lama
ibu menyusui anaknya semakin kecil terkena kanker payudara, saat menyusui
terdapat perubahan hormonal salah satunya yaitu penurunan esterogen.
5. Kelamin
Kelamin laki-laki hanya 1% angka kejadian kanker payudara.
6. Faktor genetic
Faktor genetik kemungkinan untuk menderita kanker payudara 2-3x lebih besar pada
wanita yang ibunya atau saudarakandungnya menderita kanker payudara. Dan secara
umum juga riwayat keluarga sangat berperan dalam terjadinya kanker payudara.
C. Patofisiologi
Sel abnormal membentuk klon dan mulai berproliferasi secara abnormal,
mengabaikan sinyal yang mengatur pertumbuhan dalam lingkungan sel tersebut.
Kemudian di capai suatu tahap dimana sel mendapatkan ciri-ciri invasive dan terjadi
perubahan pada jaringan sekitarnya. Sel-sel tersebut menginfiltrasi jaringan sekitar dan
memperoleh akses kelimfe dan pembuluh-pembuluh darah, melalui pembuluh darah
tersebut sel-sel terbawa ke area lain dalam tubuh untuk membentuk metastase
(penyebaran kanker) pada bagian tubuh yang lain. Neoplasma adalah suatu proses
pertumbuhan sel yang tidak terkontrol yang tidak mengikuti tuntutan fisiologik, yang
dapat disebut benigna atau maligna. Pertumbuhan sel yang tidak terkontrol dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, faktor-faktor yang dapat menyebabkan kanker biasa
disebut dengan karsinogenesis. Transformasi maligna diduga mempunyai sedikitnya tiga
tahapan proses seluler, diantaranya yaitu inisiasi dimana inisiator atau karsinogen
melepaskan mekanisme enzimatik normal dan menyebabakan perubahan dalam struktur
genetik asam deoksiribonukleat seluler (DNA), promosi dimana terjadi pemajanan
berulang terhadap agens yang mempromosikan dan menyebabkan eskpresi informal
apnormal atau genetic mutan bahkan setelah periode laten yang lama, progresi dimana
sel-sel yang telah mengalami perubahan bentuk selama insiasi dan promosi mulai
menginvasi Jaringan yang berdekatan dan bermetastase menunjukan perilaku maligna.
(Brunner dan Suddarth 2005)

D. Pathways
Karsionogen : kimiawi,
virus, hormone, sinar Paparan
Genetic cancer penginion karsinogen

Sel epitel, sal. Lingkungan


Kelenjar air susu,
epitel loboles, gelang
putting susu

penyebaran

Pertumbuhan lokal Lingkungan limfogen


hematogen

Cancer Payudara

Sel Jaringan pendarahan


Kurang Metastase jauh
pengetahuan

Pertumbuhan
tidak normal Kekurangan Ansietas
volume cairan

Benjolan pada
payudara paru kulit Kel. limpa
hipovolemia

sesak Gangguan Perubahan


nyeri
intregitas perfusi
kulit jaringan

pembedahan Pola nafas tidak


efektif

E. Terputusnya Adanya luka


jaringan Peningkatan organ Kurang
terbuka
pengetahuan
F.

nyeri Gangguan
Resiko infeksi
citra tubuh ansietas

G. Manifestasi klinis
Apabila merasakan adanya benjolan aneh disekitar jaringan payudara atau salah satu
payudara tampak lebih besar, sebaiknya cepat konsultasi ke dokter. Benjolan ini
umumnya tidak menimbulkan rasa sakit. Ukurannya bermula dari kecil, kemudian
memperbesar dan teraba seperti ada sesuatu yang melekat dikulit. Tanda-tanda terjadinya
kanker payudara sebagai berikut :
1. Puting susu mengkerut kedalam
2. Puting susu berubah warna, yang tadinya berwarna merah muda menjadi kecoklatan
3. Adanya edema (bengkak) disekitar puting
4. Sering keluar darah atau cairan dari puting susu ketika anda tidak lagi menyusui bayi
5. Perubahan kulit di sekitar benjolan
6. Ditemukan berupa benjolan pada ketiak.
(Timcancer, 2010)
H. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) secara teratur setiap bulan deteksi dini
kanker / tumor, dilakukan pada wanita berusia diatas 20 tahun.
2. Mamografi, pemeriksaan sinar –X payudara untuk mengidentifikasi kanker sebelum
benjolan payudara diraba, dianjurkan untuk 40 tahun keatas.
3. Pemeriksaan USG untuk membedakan tumor/lesi.
4. Pemeriksaan USG untuk histopatologis yang dilakukan dengan :
a. Biopsi eksisi, dengan mengangkat seluruh jaringan tumor beserta sedikit jaringan
sehat disekitarnya bila tumor <20em>
b. Biopsi insisi, dengan mengangkat sebagia jaringan tumor dan sedikit jaringan
sehat, dilakukan untuk tumor-tumor yang inoperable atau lebih besar dari 5 cm.
5. Termograsi adalah cara pemeriksaan menggunakan sinar infrared. Ultrasonografi
adalah memeriksa berdasarkan pemantulan gelombang suara, hanya dapat
membedakan lesi /tumor yang solid dan kistik dan ukuran lesi dapat lebih akurat.
Alat yang diguanakan sebaiknya berfrekwensi 7.5 mHZ hingga 10 mHZ.bahkan lebih
dari 10 mHZ.
6. Xonografi adalah salah suatu “fotoelectri imangung system” berdasarkan
pengetahuan xerografi.
7. Seintimammografi adalah teknik pemeriksaan radionuklir dengan menggunakan
radio isotop Tc 99 sestamibi yang dilabel dengan keloid dengan ukuran 50-200 nm
karena kan mempengaruhi jalannya radio isotop ke sel getah bening.
I. Komplikasi
1. Tulang
Ketika sel kanker menyebar ketulang, maka tak menutup kemingkinan bisa
menyebabkan beberapa bagian struktur tulang pecah tanpa membentuk tulang baru.
Dampaknya, tulang cenderung lemah dan rentan terhadap patah tulang.
Penyebaran sel kanker ke bagian tulang ini bisa membuat pengidapnya merasakan
nyeri tulang, tulang menjadi lemah dan mudah patah, hingga kelumpuhan. Tak cuma
itu, ada pula gejala lain yang mungkin timbul seperti hiperkasemia. Kondisi ini
merupakan tingginya kadar kalsium didalam plasma darah yang ditandai dengan
munculnya rasa mual, mudah mengantuk, hilanhnya nafsu makan, rasa haus, dan
sembelit.
2. Komplikasi kanker payudara juga bisa menyebar ke paru-paru. Kalau sudah begini,
maka pengidapnya akan lebih lemah dan rentan sakit. Alasannya jelas, tubuh akan
kesulitan untuk melawan bakteri dan infeksi, sehingga ia rentan mengidap
pneumonia (infeksi paru-paru). Bagaimana dengan gejalanya? Umumnya sesak
nafas, efusi pleura (penumpukan cairan dilapisan paru-paru), batuk berkepanjangan
dan nyeri dada.
3. Kelenjar betah bening
Umumnya, kelenjar getah bening merupakan area pertama yang biasanya terkena
peneybaran kanker payudara. Tepatnya, kelenjar getah bening yang berada di bawah
lengan, didalam payudara dan didekat tulang selangka.
Peneyebaran ini bisa terjadi sejak kanker payudara berdada distadium IB. Pada
stadium ini, beberapa sel kanker mungkin dalam jumlah kecil sudah masuk ke dalam
kelenjar getah bening. Gejala yang ditimbulkan, antara lain adanya benjolan pada
ketiak area tulang selangka. (Brunner & Suddarth, 2019)
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kanker payudara
1. Infeksi virus (hepatitis B/C,EBV,HTLV)
2. Rokok
3. Makanan atau nutrisi/obesitas
4. Minuman keras
5. Hormon
6. Sinar ultraviolet
7. Obat/kimiawi
8. Pengaruh migrasi dan sebagainya

Khusus untuk kanker payudara contoh faktor resiko yang banyak diteliti antara lain:

1. Usia pertama haid


2. Usia pertama memiliki kehamilan
3. Pemainan obat-obat dan estrogen dosis tinngi
4. Obesitas
5. Riwayat tumor jinak payudara tertentu
6. Riwayat keluarga

Studi analitik faktor resiko pada kanker payudara menunjukkan adanya peningkatan
resiko sampai 50% pada wanita yang tidak memiliki anak (nulipara). Resiko juga
meningkatkan pada beberapa kadaan lain :

1. Menopause lambat
2. Pengaruh radiasi
K. Pengkajian Fokus
1. Riwayat adanya faktor-faktor resiko
a. Pasca menopause pada wanita nulipara
b. Wanita yang mempunyai riwayat keluarga dengan kanker payudara
2. Pemeriksaan fisik dasar pada pemeriksaan umum (apendiks F) untuk menetapkan
penilaian dasar. Pemeriksaan payudara terhadap abnormalitas sehubungan dengan
kanker payudara :
a. Tanda-tanda primer
- Keras, tidak bergerak, tidak teratur, menggumpal bial diraba
b. Tanda-tanda sekunder
- Putting susu mengeluarkan cairan (bening, susu, darah)
- Perubahan pada kulit payudara (kemerahan, bengkak, bersisik, berlekuk-
lekuk)
- Putting susu masuk dalam
3. Pemeriksaan diagnostic
a. Biopso untuk membuktikan adanya tanda kanker
b. Reseptor estrogen diuji melalui pemeriksaan specimen jaringan yang diperoleh
melalui biopsi, jika terkena kanker jaringan akan sensitif terhadap hormone
(esterogen dan progesterone). Pasien dengan kanker payudara sensitive terhadap
hormone dan berespon baik terhadap terapi hormone.
4. Kaji pengetahuan pasien tentang pemeriksaan pada payudara sendiri
5. Lihat perawatan praoperasi dan pascaoperasi

L. KONSEP DASAR PALIATIF


TATA LAKSANA PAIATIF pada PASIEN KANKER PAYUDARA
a. Komunikasi dan Aspek Non Medis
1. KOMUNIKASI DAN PEMBUATAN KEPUTUSAN
Komunikasi dalam memberikan empati dan dukungan serta memberikan
informasi terkait dengan pengobatan, hubungan dalam perawatan kesehatan
dengan pasien yang didasari kepercayaan, keterbukaan dan kejujuran,
pengertian, kesediaan untuk hadir, perduli, membuat tujuan yang ingin dicapai,
dan juga memberikan dukungan sosial. Komunikasi non verbal akan terlihat oleh
pasien sebagai indikator dalam menyampaikan kabar baik atau buruk,
komunikasi verbal penting sekali untuk membangun dan memelihara hubungan,
dalam memberikan informasi, memberikan dukungan dan mendiskusikan
keputusan (Legg, 2012).
Penggunaan komunikasi terapeutik oleh perawat dalam pengobatan paling
efektif adalah saat fase kerja dan belum maksimal keahliannya pada fase
terminasi . Faktor pendukung keberhasilan teknik komunikasi terapeutik pada
pasien oleh dokter adalah keterbukaan pasien terhadap penyakitnya, kepercayaan
pasien terhadap penanganan dan pengobatan yang diberikan oleh dokter, dan
dukungan keluarga pasien yang optimal. Sedangkan faktor penghambatnya
adalah pasien cenderung tidak fokus dalam mendengarkan penjelasan dokter,
(Lubis and Rifsa, 2014).
2. Kualitas Hidup
Kualitas hidup adalah persepsi individu terhadap fungsinya dalam bidang
kehidupan. Kualitas hidup secara umum mengandung dimensi-dimensi seperti
fungsi fisik, kesehatan mental dan dukungan sosial. Kondisi terminal suatu
penyakit menfokuskan kualitas hidup maksimal dan penanganan gejala-gejala
untuk ditangani. Pasien kanker memiliki kualitas hidup dimensi fisik dan
lingkungan berada pada tingkat rendah sedangkan kualitas hidup dimensi
hubungan sosial berada pada tingkat tinggi. Pasien kanker stadium lanjut
memiliki kualitas hidup yang rendah pada dimensi psikologis karena tingkat
spritiual yang rendah. Meningkatnya kualitas hidup pasien kanker payudara
merupakan indikator keberhasilan keberhasilan pelayanan paliatif. Kualitas
hidup pasien kanker diukur dengan modifikasi dari skala Mc Gill. .Terdapat 10
indikator yang harus dinilai oleh pasien sendiri
Tabel 1 Indikator penilaian kualitas hidup (Modifikasi Skala Mc Gill)
INDIKATOR NILAI 1-10
Secara fisik saya merasa Sangat buruk/ Sangat baik
Saya tertekan atau cemas Selalu/ Tidak pernah
Saya sedih Selalu/ Tidak pernah
Dalam melihat masa depan Selalu takut/ Tidak takut
Keberadaan saya Tidak berarti tanpa tujuan/ Sangat berarti dan
bertujuan
Dalam mencapai tujuan Tidak mencapai tujuan/mencapai tujuan
hidup
Saya Tidak mengontrol hidup saya/ Sangat dapat
mengontrol hidup saya
Sebagai pribadi Tidak baik/ Sangat baik
Hari saya Sebagai beban/ Sebagai anugrah
Saya merasa Tidak mendapat dukungan/ Mendapat dukungan
penuh

3. Aspek Psikososial, spiritual dan kultural


Diagnosis kanker payudara juga meningkatkan distres psikososial bagi
penderitanya. Kebutuhan emosional dan sosial pasien bisa dilakukan dan
diperoleh melalui interaksi dan semua dukungan, terutama oleh keluarga dalam
bentuk dukungan emosional (perhatian, kasih sayang, empati). selain dukungan
keluarga, ada hubungan antara jaringan sosial dan mekanisme dukungan sosial
terhadap kualitas hidup penderita kanker setelah didignosa. Dukungan sosial bisa
berasal dari teman, tetangga dan komunitas. Kebutuhan spiritual juga
ditunjukkan oleh pasien, sehingga dukungan spiritual harus dikuatkan terutama
untuk mendukung sistem fisik dan psikologis melalui bantuan kesembuhan
pasien dengan selalu mengajak berpikir positif, menjalani hidup penuh arti dan
mampu bertahan terhadap penyakitnya, Spiritualitas mampu membuat tenang,
meningkatkan konsentrasi, dan menciptakan rasa kesejahteraan dengan cara
mengurangi adrenalin dan kadar kortisol serta meningkatkan kadar endorphin.
Perbedaan budaya ekspresi dan persepsi merupakan sumber lebih lanjut tentang
kesulitan, bahkan mengarah ke kesalahpahaman. Dalam memberikan informasi
tentang penyakit kanker, keluarga atau kerabat merupakan bagian yang turut
andil dalam berkomunikasi dengan profesional kesehatan. Hal ini, menurut dapat
menjadi konflik antar anggota keluarga. Ketika kerabat dimediasi komunikasi,
menciptakan kekhawatiran tentang apakah dan bagaimana informasi itu
diungkapkam kepada pasien. [ CITATION Lay17 \l 1057 ].
4. Aspe Nutrisi pada Perawatan Kanker Payudara
a) Terapi nutrisi pada pasien kanker yang sedang menjalani terapi
1) Kebutuhan mikro nutrien
Kebutuhan mikro nutrien anti oksidan sebaiknya dilengkapi dari bahan
makanan sumber (American Cancer Society,2005).Tetapi apabila
ditemukan kekurangan mikro nutrient akibat asuapn yang tidak adekuat
atau pengeluaran yang berlebihan maka pembelian multivitamin dan
mineral dapat diberikan (Bloch,1988,ADA 2000,Brown et
Al,2013).Rekomendasi jumlah mikronutrien dapat diberikan berdasarkan
rekomendasi asupan nutrisi (NCCFN,2005).
2) Kebutuhan EPA
Suplementasi asam lemak omega 3 dapat membantu mempertahankan
berat badan pada pasien kanker dengan diet oral yang mengalami
penurunan berat badan (Grade A). Rekomendasi untuk EPA adalah
sebesar 2g.Dapat diberikan melalui makanan/makanan komersial yang
diperkaya dengan EPA,atau suplemen EPA (Grade B,Aspe 2009)
b) Terapi nutrisi pada pasien kanker terminal
Enteral nutrition dapat diberikan untuk mengurangi penurunan berat
badan,selama diinginkan oleh pasien proses kematian belum mulai.Bila akhir
kehidupan sudah dekat,umumnya pasien hanya membutuhkan sedikit
makanan dan minuman untuk mengurangi lapar dan haus.Berikan minuman
untuk mencegah dehidrasi.Pemberian cairan intravena juga dapat diberikan
sebagai jalan untuk pemberian obat.Jika tidak tersedia akses intravena,dan
pasien memerlukan cairan untuk mencegah gejala akibat dehidrasi,cairan
dapat diberikan melalui subkutan dengan jumlah 500 ml-1000 ml, sesuai
jumlah urine per 24 jam ditambah EWL.Bila diperlukan nutrisi parenteral
dapat diberikan pada pasien kanker dengan penurunan berat badan dan
penurunan asuapan nutrisi (ESPEN 2009).Stadium terminal yang belum
memasuki fase terminal yaitu jika nutrisi tidak dapat diberikan nutrisi
melalui oral atau enteral.

b. Tata Laksana Gejala Fisik


Prinsip Tata Laksana Gejala
1. Definisi dan Klasifikasi Nyeri
Nyeri adalah suatu persepsi yang merupakan mekanisme proteksi tubuh yang
bertujuan untuk memberikan peringatan akan adanya bahaya atau penyakit psikis
ataupun somatik..
Menurut The International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri
didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial akan
menyebabkan kerusakan jaringan. Dari definisi terlihat betapa pentingnya faktor
psikis. Timbulnya rasa nyeri tidah hanya sekedar sebagai proses sensorik saja
tetapi merupakan persepsi yang komplek yang melibatkan fungsi kognitif,
emosional dan daya ingat.
a) Pendahuluan
Nyeri merupakan salah satu gejala yang sering dialami oleh pasien paliatif.
Gejala nyeri menimbulkan rasa yang tidak nyaman, sehingga menganggu
kehidupan pasien secara keseluruhan dan bila tidak teratasi dengan memadai
dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup. Banyak studi menunjukkan
bahwa lebih dari 50% pasien kanker maupun non-kanker tahap lanjut
menderita gejala nyeri. Pasien paliatif terminal menderita nyeri akibat dari
penyakitnya, efek dari pengobatannya, faktor psikis, dan faktor2 lain yang
memerlukan penilaian individual serta pendekatan yang detail dan
menyeluruh. Untuk dapat memberikan tatalaksanan nyeri yang baik dan
memadai ,selain pemahaman tentang layanan paliatif, perlu juga pemahan
tentang nyeri berkaitan dengan definisi,psikofisiologi dan patofisiologi nyeri
serta pedoman tatalaksana nyeri baik terapi nyeri farmakologis maupun terapi
nyeri non farmakologis
b) Pendekatan dan Tatalaksana Nyeri Paliatif
1) Asetaminofen : analgesik yang cukup efektif juga obat Anti-Inflamasi non
steroid (NSAID )
2) Opiate lemah dan
3) Opiate kuat
c) Tatalaksana Non farmakologi
1) Psikoterapi
2) Relaksasi
3) Latihan fisik
4) Akupunktur,
5) Music tx,dll
d) Tatalaksana Intervensi
1) Operasi
2) Kemoterapi
3) Radiasi
4) Intervensi saraf,dll
e) Prinsip Tatalaksana Nyeri
1) Jangan terlambat mengevaluasi dan mengelola nyeri
2) Nyeri yg tdk terkelola = > merubah sistem saraf ( permanen, menambah
berat)
3) Usahakan peroral
4) Gunakan analgesik sesuai derajat nyeri
5) Berikan analgesik sesuai durasi kerja
6) Kelola penyebab dasar (spt., operasi, radioterapi, kemoterapi .
7) Lakukan titrasi, PERIODIK
8) Edukasi pasien dan keluarga
f) Tatalaksana Nyeri Paliatif
1) Pada umumnya 80-90% nyeri kasus paliatif dapat tertangani dengan
analgesik konvensional dan ajuvan berdasarkan prinsip penanganan nyeri
WHO analgesik 3-step ladder, terutama bila faktor penyerta seperti adanya
infeksi, stressor psikososial, adanya ansietas dan depresi di tatalaksana
secara bersamaan
2) Namun, 10%-20% pasien kanker tetap merasakan nyeri dengan terapi
diatas, sehingga dibutuhkan terapi intervensi lanjut untuk nyerinya.
3) Terapi intervensi lanjut dapat dipertimbangkan sebagai langkah
selanjutnya pada anak tangga analgesik WHO yang dapat dimasukkan
sebagai langkah empat
4) Respon pasien terhadap opiat sangat bervariasi sehingga dokter harus
selalu melihat keseimbangan antara efek analgesia dan efek sampingnya.
5) Pasien nyeri kasus paliatif yang terkontrol dengan opiat namun dengan
efek samping yang berat, sebaiknya mendapatkan terapi intervensi lebih
dini.
6) Terapi intervensi bervariasi mulai dari blok saraf yang sederhana hingga
teknik invasif seperti blok regional , neurolitik, atau bahkan prosedur
bedah saraf.
7) Pilihan dalam melakukan prosedur intervensi bersifat individual, berbeda-
beda untuk tiap kasus, berdasarkan risiko dan manfaat untuk tiap-tiap
pasien.
8) Beberapa teknik memberikan efek analgesia beberapa hari hingga
beberapa minggu. Blok neurolitik bisa sampai berberapa bulan dan alat
implantasi bisa sampai beberapa tahun.
9) Teknik regional seperti opiat neuroaksial dan anestetik lokal biasanya
dipraktikkan lebih dulu sebelum metode intervensi yang lain.
10) Blok dengan anestetik lokal harus digunakan untuk menilai efektivitasnya
sebelum prosedur sebenarnya dengan agen neurolitik. Blok ini juga
berguna untuk mengevaluasi efek defisit neurologis akibat prosedur ablatif.
g) Tatalaksana non-farmakologik
Prosedur ablatif atau destruksi neuron, dengan rasio risiko manfaat yang
sempit, sebaiknya ditunda selama penyembuhan nyeri masih bisa dilakukan
dengan modalitas non-ablatif. Meski demikian, beberapa prosedur, seperti
blok pleksus seliak pada pasien kanker pankreas memberikan manfaat lebih
besar jika dilakukan lebih dini dengan neurolisis.
1) Komplikasi neurologis akibat neurolisis yang mungkin muncul yaitu
hilangnya fungsi motorik permanen, paresthesia, dan dysthesia.
2) Pemilihan prosedur yang sesuai dapat menurunkan penggunaan opiat
sistemik dan meningkatkan kualitas hidup.

2. Tatalaksana ganguan saluran cerna


a) Pendahuluan
Pengeluaran isi lambung menuju esophagus (gastroesofageal reflux / GER)
merupakan proses fisiologis normal. Kebanyakan episode singkat dan tidak
menimbulkan gejala, kerusakan esophagus atau komplikasi lainnya.
Gastroesofageal reflux disease (GERD) adalah bila episode tersebut disertai
gejala dan kompikasi. Beberapa pilihan terapi tersedia untuk mengontrol
gejala dan mencegah komplikasi.
b) Tatalaksana Umum
1) Therapeutic relationship
Suatu hubungan antara dokter-pasien/keluarga penting dalam tatalaksana
FAPDs. Pasien atau keluarga harus percaya bahwa keluhan dan
kekahwatiran mereka didengarkan dengan baik. Pengertian keluarga
menerima bahwa nyeri tipe biopsikososial merupakan faktor penting dalam
penyembuhan.
2) Edukasi pasien
- FAPDs merupakan penyakit yang sering terjadi mengenai hampir 10-
20%.
- Nyeri pada FAPDs bersifat nyata
- Nyeri pada FAPDs dapat dicetus, eksaserbasi, atau bertahan oleh
karena pengaruh lingkungan dan faktor psikososial seperti stress,
gelisah, dan masalah sosial (perhatian, perarturan ketat).
- Nyeri tidak bersifat mengancam hidup dan tidak memerlukan
pembatasan aktivitas
- Tatalaksana terutama bertujuan untuk mengembalikan aktifitas normal
- Tatalaksana nyeri meliputi menghindari factor pencetus dan
meningkatkan kemampuan, nyeri mungkin akan tetap ada tetapi
kualitas hidup anak dan keluarga dapat ditingkatkan.
- Harus mempunyai tujuan tatalaksana yang jelas seperti
mempertahankan aktifitas normal dan meningkatkan toleransi terhadap
gejala.
- Nyeri kronik tanpa memandang penyebabnya dapat menimbulkan
depresi atau kegelisahan (keduanya dapat menjadi penyebab atau
sebagai akibat).
c) Tatalaksana terhadap pencetus
1) Makanan pencetus
- Laktosa
Diet bebas laktosa bermamfaat bila gejala dipengaruhi oleh
intoleransi laktosa. Diet dengan membatasi konsumsi susu dan
produk susu. Bila dengan diet gejala tidak membaik dalam 2 minggu
maka konsumsi laktosa dapat kembali diberikan.
- Gluten/gandum
Diet bebas gluten mulai dikemukakan setelah diketahui bahwa gluten
berhubungan dengan sensitivitas atau celiac disease pada nyeri
abdomen kronik.
- FODMAPs
Merupakan kelompok karbohidrat yang dievaluasi sebagai penyebab
FGIDs (functional gastrointestinal disorders), merupakan makanan yang
mengandung karbohidrat rantai pendek yang tidak diserap dengan baik
oleh saluran cerna sehingga menyebabkan produksi gas, distensi usus
besar, kembung dan nyeri perut.
2) Kecemasan
Mengidentifikasi adanya kecemasan pada pasien FAPDs sangat penting
karena mempengaruhi sebanyak 42-85%. Merujuk ke psikiater
merupakan cara mengatasi adanya kecemasan.

d) Tatalaksana Mengatasi Gejala


1) Nyeri abdomen
- Probiotik
Probiotik memperbaiki gejala dengan mengembalikan keseimbangan
microbiota usus melalui kompetisi metabolik dengan patogen,
memperbaiki barrier mukosa usus, atau meningkatkan respon
inflamasi usus. Gunakan probiotik yang telah memiliki bukti benefit
seperti Lactobacillus rhamnosus, Lactobacillus reuteri, digunakan
selama 4 sampai 6 minggu kemudian lakukan penilaian kembali
gejala.
- Serat
Serat dapat memodifikasi mikrobiota usus, meningkatkan komposisi
feses dan gas, dan/atau mempercepat transit saluran cerna. Dosis
optimal, jenis serat dan lama terapi baku masih belum ada.
Dianjurkan untuk menggunakan serat larut air seperti psyllium
hydrophilic mucilloid (spaghula husk) dosis 1.5 sampai 12.5 gram
per hari. Target konsumsi serat adalah usia (dalam tahun) ditambah 5
sampai 10 gram perhari. Suplementasi serat ini diberikan selama 4
minggu sebelum dilakukan lagi penilaian apakah terapi ini berhasil
atau tidak.
- Minyak peppermint/antispasmodik
Minyak peppermint mengurangi spasme otot polos pada saluran
cerna sehingga mengurangi lama nyeri, frekuensi dan beratnya nyeri.
Minyak peppermint berupa ph-dependent enteric coated capsule (187
mg tiga kali sehari untuk anak BB<45 kg; 374 mg tiga kali sehari
untuk anak BB >45 kg). Sementara itu penggunaan antispasmodik
pada anak masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
- Intervensi lain
Pemberian antidepresan (amitriptilin, citalopram) direkomendasikan
apabila disertai dengan depresi sesuai dengan kriteria DSM 5.
Cyproheptadine merupakan obat dengan fungsi antihistamin,
antikolinergik, dan antiserotonergik dan mempunyai efek Ca channel
blocker digunakan untuk menambah nafsu makan dan mencegah
nyeri dan muntah pada abdominal migraine serta sindrom muntah
siklik.
3. Gangguan sistem pernafasan
a) Definisi sistem pernapasan
Gangguan sistem pernafasan merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas. Infeksi saluran pernafasan jauh lebih sering terjadi
dibandingkan dengan infeksi sistem organ tubuh lain dan berkisar dari flu
biasa dengan gejala serta gangguan yang relative ringan sampai pneumonia
berat. (Andriansyah,2014)
Sistem pernapasan dibentuk oleh beberapa struktur. Seluruh struktur
tersebut terlibat dalam proses respirasi eksternal yaitu proses pertukaran
oksigen (O2) antara atmosfer dan darah serta pertukaran karbondioksida
(CO2) antara darah dan atmosfer. Respirasi eksternal adalah proses
pertukaran gas antara darah dan atmosfer, sedangkan respirasi internal adalah
proses pertukaran gas antara darah sirkulasi dan sel jaringan. Respirasi
internal (pernapasan selular) berlangsung diseluruh system tubuh. Yang
termasuk struktur utama system pernapasan adalah saluran udara pernapasan,
terdiri dari saluran napas atas dan saluran napas bawah, serta paru (parenkim
paru). (Molenaar, Rampengan, & 2S. R.Marunduh, 2014)
b) Sistem tata laksana gangguan pernafasan
Kenali kasus yang berat, pada kasus dengan gangguan pernapasan
berat mungkin tidak cukup hanya diberikan oksigen saja, walaupun sudah
diberikan oksigen tinggi Meskipun oksigen yang diberikan sudah tinggi (10
sampai 15 L / menit) dengan reservoir mask, dan konsentrasi oksigen (FiO2)
yang tinggi (antara 0,60 dan 0,95), pasien dapat terus mengalami work of
breathing atau hipoksemia yang disebabkan oleh tingginya fraksi shunt
intrapulmonary sehingga membutuhkan ventilasi mekanis. Apabila tersedia
alat dan petugas medis yang terlatih, ventilasi mekanis harus diberikan secara
dini pada pasien dengan work of breathing atau hipoksemia yang
berkelanjutan meskipun telah diberikan oksigen aliran tinggi Pada kondisi
sumber daya yang terbatas, jenis ventilasi mekanis yang diberikan akan
ditentukan oleh ketersediaan alat dan pengalaman klinisi. Pemberian ventilasi
mekanik dapat berupa ventilasi non-invasif (NIV) yaitu pemberian ventilasi
melalui masker dengan suport atau ventilasi mekanik invasif melalui
endotracheal tube atau trakeostomi. Pertimbangkan NIV jika terdapat petugas
medis yang terlatih pada pasien imunosupresi, dan kasus ARDS ringan tanpa
gangguan kesadaran atau gagal jantungNIV adalah ventilasi bi-level positive
airway pressure melalui masker ketat. Hal ini mengurangi kebutuhan untuk
intubasi endotrakeal pada pasien dengan eksaserbasi penyakit paru obstruktif
kronik yang berat dan edema paru kardiogenik. Terdapat bukti yang cukup
untuk penggunaan NIV pada pasien pneumonia berat atau ARDS, kecuali
imunosupresi. Pasien dengan ARDS ringan dapat dipertimbangkan untuk
diberikan NIV. Jika diberikan NIV, pantau pasien secara ketat di ICU, jika
NIV tidak berhasil, jangan menunda intubasi endotrakeal.
4. Fatigue/ Kelemahan
Kelemahan umum dan cepat lelah adalah keluhan yang banyak dijumpai pada
pasien paliatif. Hal ini sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Bagi
keluarga, timbulnya keluhan ini sering diinterpretasikan bahwa pasien menyerah.
Penyebab fatik bermacam macam, seperti gangguan elektrolit, gangguan tidur,
dehidrasi, anemia, malnutrisi, hipoksemia, infeksi, gangguan metabolism,
penggunaan obat dan modali-tas pengobatan lain seperti kemoterapi atau radiasi,
komorbidi-tas, progresifitas penyakit dan gangguan emosi (Hinds and
Hockenberry,2011).
a) Tata laksana:
1) Koreksi penyebab yang dapat dikoreksi: gangguan tidur, gangguan
elektrolit, dehidrasi, anemia, infeksi.
2) Review penggunaan obat
3) Non medikamentosa : Olahraga, fisioterapi dan okupasional terapi akan
menambah kebugaran, meningkatkan kualitas tidur, memperbaiki emosi
dan kualitas hidup.
4) Medikamentosa : dexametason 2 mg pagi hari. Bila dalam 5 hari tidak
menunjukkan perbaikan, hentikan.
Tata laksana rehabilitasi medik pada kasus fatigue yaitu dengan relaksasi,
endurance exercise dan save energy for ADL.
5. Gangguan kulit
Kanker payudara pada stadium dini tidak menimbulkan keluhan rasa sakit. Salah
satu tanda yang diamati pada stadium dini adalah adanya benjolan kecil di
payudara. Beberapa keluhan akan dirasakan oleh penderita pada stadium lanjut
(Sofi Ariani, 2015)

a) Jika diraba dengan tangan, terasa ada benjolan di payudara.


b) Jika diamati bentuk payudara berbeda dengan sebelumnya.
c) Ada luka dan eksim di payudara dan puting susu yang tidak dapat sembuh
meskipun telah diobati.
d) Keluar darah atau cairan encer dari puting susu
e) Puting susu masuk ke dalam payudara.
f) Kulit payudara dapat berkerut seperti buah jeruk
Gejala awal berupa sebuah benjolan yang biasanya dirasakan berbeda dari
jaringan payudara di sekitarnya, tidak menimbulkan nyeri dan biasanya memiliki
pinggiran yang tidak teratur (Andar dan Yessie, 2013)
a) Fase awal yaitu asimtomatik, pada fase awal, jika di dorong oleh jari tangan,
benjolan bisa digerakkan dengan mudah di bawah kulit. Tanda umum terdapat
benjolan/ penebalan pada payudara. Tanda dan gejala lanjut:
1) Kulit cekung
2) Retraksi/ deviasi putting susu
3) Nyeri tekan/ raba
4) Kulit tebal dan pori-pori menonjol seperti kulit jeruk
5) Ulserasi pada payudara
Tanda metastase:
1) Nyeri pada bahu, pinggang, punggung bawah 11
2) Batuk menetap
3) Anoreksia
4) BB turun
5) Gangguan pencernaan
6) Kabur
7) Sakit kepala
b) Stadium lanjut, benjolan biasanya melekat pada dinding dada atau kulit
disekitarnya. Pada kanker stadium lanjut, bisa terbentuk benjolan yang
membengkak atau borok di kulit payudara. Kadang kulit diatas benjolan
mengkerut dan tampak seperti kulit jeruk. Tanda-tanda:
1) Terdapat massa utuh kenyal, biasa di kwadran atas bagian dalam, di bawah
ketiak bentuknya tak beraturan dan terfiksasi
2) Nyeri di daerah massa
3) Adanya lekukan ke dalam, tarikan dan refraksi pada area mammae
4) Edema dengan “peant d’ orange (keriput seperti kulit jeruk)
5) Pengelupasan papilla mammae
6) Adanya kerusakan dan retraksi pada area putting, keluar cairan spontan,
kadang disertai darah
7) Ditemukan lesi pada pemeriksaan mammografi
6. Gangguan saluran kemih hematuria
Penyebeb hematuria pada pasien dengan kanker adalah :
a) Infeksi : sistitis, prostatitis, uretritis, septikemia
b) Malignansi : tumor primer atau sekunder
c) Iatrogenic : nefrostomi, pemasangan stent, atau kateter, emboli
d) Gangguan hemostasis
e) Penyakit ginjal
f) Urolitiasis Penatalaksanaan sesuai penyebab yang ada.
Jika perdarahan ringan, intervensi khusus sering tidak diperlukan. Pada
perdarahan berat, kateter khusus diperlukan untuk mengeluar-kan bekuan darah.
Pencucian vesika urinaria dilakukan secara kontinu (Rudi, Haryono.2012).
7. Gangguan Hematologi
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk
didalamnya sumsum tulang dan nodus limpa. Darah adalah organ khusus yang berbeda
dengan organ lain karena berbentuk cairan. Darah merupakan medium transport tubuh,
volume darah manusia sekitar 7%-10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5
liter. Keadaan jumlah darah pada setiap orang itu berbeda-beda bergantung pada usia,
pekerjaan, serta keadaan jantung atau pembuluh darah (Handayani dan Haribowo,
2012).
Hematologi merupakan salah satu ilmu kedokteran yang mempelajari tentang darah
dan jaringan pembentuk darah. Darah merupakan salah satu organ tubuh yang sangat
penting bagi tubuh manusia karena di dalamnya terkandung berbagai macam
komponen, baik komponen cairan berupa plasma darah, maupun komponen padat
berupa sel-sel (Firani, 2018). Darah juga memiliki peranan didalam tubuh makhluk
hidup khususnya untuk mengangkut zat-zat yang penting untuk proses metabolisme,
proses metabolisme tubuh akan terjadi gangguan jika darah mengalami gangguan.
Kelainan pada darah adalah kondisi yang mempengaruhi salah satu atau beberapa
bagian dari darah sehingga menyebabkan darah tidak dapat berfungsi secara normal.
Dampak kelainan darah akan mengganggu fungsi dari bagian-bagian darah tersebut.
Kelainan darah dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa, kelainan pada darah
diantaranya yaitu kelainan eritrosit seperti anemia, kelainan pada leukosit seperti
leukemia, kelainan pada trombosit seperti trombositopenia, dan kelianan hemostasis :
hemophilia. Dari beberapa contoh penyakit kelainan darah, salah satu penyakit masih
menjadi masalah yang belum terpecahkan bahkan sulit untuk diatasi dan harus
diperhatikan dalam perawatan bagi orang tua dan tenaga kesehatan dikarenakan
menyebabkan dampak yang cukup signifikan terhadap anak yaitu anemia. Dampak
anemia pada anak sekolah adalah meningkatnya angka kesakitan dan kematian,
terhambatnya pertumbuhan fisik dan otak, terhambatnya perkembangan motorik,
mental dan kecerdasan. Anak yang terkena anemia terlihat lebih penakut, dan menarik
diri dari pergaulan sosial, tidak bereaksi terhadap stimulus, lebih pendiam (Dalam jurnal
keperawatan Arifin, dkk yang meneliti tentang “Hubungan Asupan Zat Gizi Dengan
Anemia Pada Anak Sekolah”
8. Gangguan Sistem saraf
Gangguan pada saraf dan otot merupakan gangguan yang paling sering dijumpai di
masyarakat. Gangguan ini menyebabkan terjadinya kelemahan bahkan sampai dengan
kelumpuhan. Salah satu bentuk kelemahan otot adalah kelemahan otot wajah karena
adanya gangguan pada persarafan wajah. Contoh kasus gangguan pada persarafan
wajah adalah bell’s palsy. Bell’s palsy merupakan kelemahan otot wajah dengan dengan
tipe lower motor neuron yang disebabkan oleh keterlibatan saraf facialis idiopatik di
luar sistem saraf pusat, tanpa adanya penyakit neurologik lainnya. Sindrom ini pertama
kali dideskripsikan pada tahun 1821 oleh seorang anatomis dan dokter bedah bernama
Sir Charles Bell (Lowis, 2012). Bell’s palsy adalah suatu kelumpuh an saraf fasialis perifer
yang bersifat unilateral, penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), akut dan tidak disertai
oleh gangguan pendengaran, kelainan neurologi lainnya atau kelainan lokal. Diagnosis
biasanya ditegakkan bila semua penyebab yang mungkin t elah disingkirkan (Munilson
dkk,2012).
Insidens sindrom ini sekitar 23 kasus per 100.000 orang setiap tahun. Manifestasi
klinisnya terkadang dianggap sebagai suatu serangan sroke atau gambaran tumor yang
menyebabkan separuh tubuh lumpuh atau tampilan dist orsi wajah yang akan bersifat
permanen (Lowis, 2012). Menurut Munilson (2012) insiden bell’s palsy dilaporkan
sekitar 40-70% dari semua kelumpuhan saraf fasialis perifer akut. Prevalensi rata -rata
berkisar antara 10-30 pasien per 100.000 populasi per tahun dan meningkat sesuai
pertambahan umur. Insiden meningkat pada penderita diabetes dan wanita hamil.
Sekitar 8 -10% kasus berhubungan dengan riwayat keluarga pernah menderita penyakit
ini. Di Indonesia sendiri, insiden bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang
dikumpulkan dari 4 buah rumah sakit di Indonesia didapatkan hasil bahwa frekuensi
bell’s palsy sebesar 19,55% dari seluruh kasus neuropati dan yang terbanyak pada usia
21-30 tahun. Kasus ini lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dan tidak didapati
perbedaan insiden antar iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita
didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan. Kondisi yang
sering dijumpai pada penderita bell’s palsy adalah kelumpuhan pada salah satu sisi
wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin atau saat sikat gigi/berkumur bahwa
salah satu sudutnya lebih rendah, ekspresi pada wajah akan menghilang, sudut mulut
menurun, bila minum atau berkumur air menetes dari sudut ini, kelopak mata tidak
dapa t dipejamkan, kerut dahi menghilang. Bila penderita disuruh untuk memejamkan
matanya maka kelopak mata pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka.
Untuk dapat menyelesaikan berbagai macam permasalahan yang muncul pada
kondisi bell’s palsy, fisioterapi mempunyai peranan penting di dalamnya. Berdasarkan
hal inilah penulis terdorong untuk mengangkat kasus bell’s palsy sebagai Karya Tulis
Ilmiah. Adapun teknologi fisioterapi yang dapat diaplikasikan kepadaMenurut Munilson
(2012) insiden bell’s palsy dilaporkan sekitar 40-70% dari semua kelumpuhan saraf
fasialis perifer akut. Prevalensi rata -rata berkisar antara 10-30 pasien per 100.000
populasi per tahun dan meningkat sesuai pertambahan umur. Insiden meningkat pada
penderita diabetes dan wanita hamil. Sekitar 8 -10% kasus berhubungan dengan
riwayat keluarga pernah menderita penyakit ini. Di Indonesia sendiri, insiden bell’s palsy
secara pasti sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan dari 4 buah rumah sakit di
Indonesia didapatkan hasil bahwa frekuensi bell’s palsy sebesar 19,55% dari seluruh
kasus neuropati dan yang terbanyak pada usia 21-30 tahun. Kasus ini lebih sering terjadi
pada wanita daripada pria dan tidak didapati perbedaan insiden antar iklim panas
maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar
udara dingin atau angin berlebihan. Kondisi yang sering dijumpai pada penderita bell’s
palsy adalah kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi,
bercermin atau saat sikat gigi/berkumur bahwa salah satu sudutnya lebih rendah,
ekspresi pada wajah akan menghilang, sudut mulut menurun, bila minum atau
berkumur air menetes dari sudut ini, kelopak mata tidak dapa t dipejamkan, kerut dahi
menghilang. Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya maka kelopak mata
pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka.

9. Gangguan psikiatri
Berikut ini beberapa dampak kesehatan metal yang mungkin dapat dialami
pengidap kanker payudara :
a) Gangguan Emosional yang Parah
Tekanan emosional yang parah adalah masalah kesehatan mental yang paling
umum yang terjadi pada pengidap kanker payudara. Kuesioner sederhana
yang dikenal sebagai “Thermpress Distress” yang sudah disahkan oleh
National Comprehensive Cancer Network (NCCN), sering digunakan sebagai
cara untuk menentukan apakah tekanan emosional sudah memengaruhi hidup
pengidap secara signifikan.
b) Depresi
Depresi merupakan penurunan suasana hati yang jauh melebihi kesedihan,
kekosongan, atau kehilangan sesaat. Depresi adalah penyakit mental di mana
suasana hati mengalami tekanan, tidak mampu untuk bahagia, serta disertai
berbagai gejala mental dan fisik yang dapat mengganggu kehidupan sehari-
hari orang yang mengalaminya. berikut contoh gejala gejala depresi :
1) Merasa sedih atau putus asa hampir sepanjang waktu.
2) Memiliki pikiran negatif, seperti merasa tidak berharga dan tidak
memiliki harapan untuk masa depan.
3) Tidak ada motivasi, kehilangan minat untuk melakukan aktivitas sehari-
hari, bahkan tugas yang kecil terasa berat untuk dilakukan.
4) Kurang konsentrasi: tidak mampu untuk fokus pada tugas yang
sederhana, atau bahkan percakapan.
5) Tidak mau bersosialisasi, bahkan cenderung menghindari orang lain atau
mudah emosi ketika orang lain ingin membantu.
6) Merasa bersalah dan rendah diri.
c) Gangguan Stres Pascatrauma (PTSD)
PTSD dapat terjadi pada orang yang mengalami peristiwa traumatis di mana
mengalami cedera atau ancaman. Gangguan mental ini sering dikaitkan
dengan veteran perang atau korban kejahatan dengan kekerasan, tetapi
pengidap kanker juga dapat mengalami PTSD yang sama parahnya. Sebuah
penelitian di Jerman menemukan bahwa sebagian besar (sekitar 80 persen)
pengidap yang baru didiagnosis kanker payudara mengalami gejala PTSD.
d) Gangguan Kecemasan Umum
Sebuah penelitian terhadap 152 pengidap kanker payudara menemukan
bahwa sekitar 32 persen pengidap mengalami gangguan kecemasan umum, di
mana mereka merasa gelisah atau ketakutan meskipun tidak ada ancaman.
Pengidap gangguan kecemasan umum biasanya menghabiskan sebagian besar
harinya dengan mengkhawatirkan sesuatu yang seringkali sampai pada tahap
kelelahan mental serta mengalami gejala fisik, seperti gelisah, lekas marah,
ketegangan otot, dan gangguan tidur. Dampak Pengobatan Kanker Payudara
pada Kesehatan Mental. Selain itu, proses pengobatan penyakit pada pengidap
kanker payudara juga dapat menimbulkan dampak buruk pada kesehatan
mental. Metode pengobatan seperti mastektomi atau operasi pengangkatan
payudara dapat menyebabkan gangguan mood (depresi, kecemasan,
kemarahan), keputusasaan, dan memandang rendah diri.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kehilangan payudara bagi
seorang wanita dapat menyebabkan efek psikologis yang signifikan. Efek
psikologis tersebut meliputi penghargaan pada tubuh, harapan, dan kesehatan
mental. Kanker payudara dapat sangat memengaruhi harga diri dan percaya
diri pengidap. Setelah mastektomi, pengidap merasa tidak dapat menemukan
tubuh yang diinginkannya dan selalu membanding-bandingkannya dengan
tubuh ideal mereka sebelumnya. Dengan begitu, penilaian mereka tentang diri
sendiri akan berubah. Hal ini dapat memberi pengaruh besar pada kesehatan
mental orang tersebut.
c. Tatalaksana Akhir Kehidupan
1. Persiapan Menjelang Akhir Kehidupan

Harapan Hidup Beberapa minggu sampai beberapa Beberapa hari sampai

Intervensi Tahun beberapa minggu

1. Membantu 1. Caregiver 1. +

Tersedianya 2. lingkungan yang aman 2. +

3. Transportasi 3. -

4. pendidikan bagi caregiver 4. + tentang

5. dukungan bagi keluarga proses kematian

a. conseling, support 5. +

Group

6. Finansial 6. +

7. Respite 7. +

2. Melakukan 8. resiko bereavement 8. Pengertian


Assessment Terhadap proses

9. personal, kultural, spiritual Kematian

3. Melakukan Diskusi yang berhubungan dengan

dan dukungan Prognosis 9. Yang

Berhubungan

dengan kematian

4. Mempersiapkan

10. Kematian pasien


11. Anticipatory grief

12. Upacara

Pemakaman

ADVANCED CARE PLANNING

Harapan Beberapa bulan sampai Beberapa minggu BHari


e
b
e
r
a
p
a
Hidup beberapa tahun sampai bulan sampai beberapa

Intervensi m
i
n
g
g
u
Assessment 1. Diskusikan tentang1. Konfirmasi 1. Pastikan telah

perawatan paliatif Tentang Menerima

2. Perkenalkan tim Pilihan WASIAT


paliatif

Beberapabulan sampai Beberapa minggu Beberapa hari


Harapan
beberapa tahun sampai bulan sampai beberapa
hidup
Intervensi minggu
Harapan Beberapa bulan sampai Beberapa minggu Beberapa Hari
Hidup beberapa tahun sampai bulan sampai beberapa
Intervensi minggu

2. Perawatan Termninal
a) Kebutuhan fisik
1) Pastikan kenyamanan pasien.
2) Perawatan kulit: kelembaban, perawatan luka dan obat untuk nyeri
anticipative.
3) Perawatan mulut
4) Tindakan untuk retensi urin dan faeces.
5) Tidak melakukan test untuk diagnosa, monitoring gula darah, saturasi
oksigen,suctioning,
6) Tidak melakukan pemeriksaan vital sign
7) Lakukan assessment gejala setiap 4jam
8) Rubah rute pemberian obat jika per oral tidak dapat dilakukan
9) Naikkan dosis jika diperlukan untuk pendampingan mencapai kenyamanan
10) Death ratlle hypersekresi salifa yang menimbulkan suara rubah posisi,
kurangi cairan, berikan atropin 1% tetes mata 1-2drop secara SL.
11) Bila ada agitasi lakukan sedasi paliatif
12) Siapkan untuk donor organ.
b) Psikososial
1) Pastikan keluarga mengerti dan menerima Wasiat
2) Berikan dukungan kepada keluarga untuk menghentikan TPN, tranfusi,
dialisis, hidrasi IV, dan obat yang tidak akan menambah kenyamanan
pasien.
3) Siapkan bantuan wolker dan rohaniawan
4) Berikan waktu bagi keluarga untuk selalu bersama pasien.
5) pastikan keluarga telah diinformasikan TENTANG TANDA TANDA
KEMATIAN dan berikan pendampingan
6) berikan pendampingan antycipatory bereavement.
7) Dukungan bagi anak 2 dan cucu dan beri mereka kesempatan bersama
pasien
8) Dukungan dalam melakukan ritual, sesuai agama sesuai adat dan
keyakinan agama.
c) Lain lain
1) Pastikan adanya end of life policy dan lakukan sesuai policy tsb.
2) pastikan wasiat sudah didokimentasikan
3) Pastikan DNR telah siap didokumentasikan dan keluarga sudah
menyetujuinya.
4) Berikan tempat tersendiri untuk menjaga privasi
5) fasilitasi untuk keluarga yang akan berjaga
6) Berikan waktu untuk keluarga tanpa interuksi
7) Fasilitasi untuk upacara pemakaman.
d) Palliative Sedation (Dilakukan oleh dokter Palliative Sedation (Dilakukan oleh
dokter anestesi atau dokter paliatif) :
1) Pastikan agitasi dan gelisah bukan karena: cemas, takut, reten-si urin, fecal
impaction, ataupun drug withdrwal.
2) Pastikan bahwa pasien memiliki gejala yang tidak dapat dikontrol dengan
cara tata laksana sesuai pedoman oleh tenaga ahli paliatif
3) Pastikan bahwa pasien dalam kondisi menjelang ajal ( prognosis dibuat
oleh sekurang kurangnya 2 dokter yang menyatakan pasien akan
meninggal dalam hitungan jam atau hari)
4) Diskusikan kembali aspek etika pemberian sedasi pada pasien tsb, bahwa
tujuannya bukan menghilangkan nyawa/mengakhiri kehidupan
5) Dapatkan informed consent tentang sedasi dari pasien atau keluarga
6) Jelaskan bahwa sedasi adalah memberikan obat secara suntikan yang
bersifat kontinyu yang akan membawa pasien pada kondisi tidak sadar
7) Jelaskan bahwa pemberian sedasi dibarengi dengan penghentian life
prolonging therapies dan tidak dilakukannya CPR
e) Obat yang digunakan:
1) Clonazepam 0,5 mg, SC atau IV setiap 12 jam atau 1 – 2 mg/24 jam dalam
infus, titrasi
2) Midazolam 1 – 5 mg SK setiap 2 jam atau 30 mg/24 jam dalam infus,
titrasi
3) Diazepam 5 – 10 mg IV atau 10 – 20 mg PR, titrasi
4) Lorazepam 1 – 2,5 mg SL setaip 2-4 jam, titrasi
5) Bila gagal: phenobarbitone 100 – 200mg SK tiap 4 – 8 jam titrasi dan
berikan dalm infus 24 jam
3. Perawatan pada saat pasien meninggal
a. Kualitas meninggal:
1) Nyeri dan gejala lain terkontrol dengan baik
2) Ditampat yang diinginkan pasien, berada di tengah keluarga, sesuai
dengan kultur yang dianut dan sempat membuat WASIAT\
3) Hubungan sosial yang baik dan rekonsiliasi, tidak ada masalah belum
selesai.
4) Secara spiritual siap: didoakan, tenang, telah dimaafkan dan memaafkan,
percaya dan siap memasuki kehidupan yang akan
5) Memiliki kesempatan untuk menyampaikan selamat tinggal
6) Keluarga mendapatkan dukungan yang diperlukan
b. Intervensi:
1) Lepas semua alat medis yang masih terpasang
2) Perlakukan jenazah sesuai agama dan kultur yang dianut

3) Berikan waktu privat untuk keluarga


4) Persiapkan bila ada wasiat untuk donor organ

5) Siapkan Surat kematian dan dokumen lain yang diperlukan untuk


pemakaman

6) Tawarkan panduan untuk proses masa duka cita yang normal

7) Dukungan masa dukacita: menyampaikan dukacita secara


formal melalui lisan atau kartu
8) Siapkan atau menghadiri pertemuan keluarga setelah kematian untuk
debriefing

9) Identifikasi anggota keluarga yang memiliki masalah selama


masa bereavement dan berikan dukungan yang diberikan
10) Diskusikan resiko kanker dan pencegahan yang dapat dilakukan

c. Dukungan untuk petugas kesehatan

1) Diskusi tentang masalah pribadi yang mempengaruhi dalam


memberikan perawatan bagi pasien
2) Ciptakan suasana aman dalam mendiskusikan kematian pasien

3) Beri kesempatan untuk refleksi diri dan mengenang pasien

4) Mereview melalui catatan medis masalah medis yang berhubungan


dengan kematian

5) Diskusikan kualitas perawatan


6) Diskusikan respons keluarga terhadap kematian

7) Diskusikan respon petugas terhadap kematian

8) Lakukan ritual masa duka untuk petugas

9) Identifikasi petugas yang memiliki resiko terhadap masa duka cita


bermasalah

4. Perawatan setelah pasien meninggal


Memberikan dukungan moral kepada keluarga yang berduka. Bagi tenaga
kesehatan dibutuhkan empati yang besar dan kemampuan khusus dalam
melakukan perawatan paliatif. Salah satu aspek penting dalam perawatan paliatif
adalah kasih, kepedulian, ketulusan, dan rasa syukur. Begitu pentingnya aspek ini,
sampai melebihi pentingnya penanganan nyeri yang mutlak harus dilakukan
dalam perawatan paliatif.
Tugas dari pelayanan paliatif adalah memberikan dukungan, agar rasa duka
yang timbul tidak menjadi duka yang patologis. Dukungan pada masa berkabung
dilakukan pada saat pasien meninggal dan pada saat pemakaman. Satu atau dua
minggu setelah pemakaman, follow up kepada keluarga yang berdukacita perlu
dilakukan untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan mengatasi rasa
kehilangan dan kemampuan beradaptasi terhadap situasi baru, yaitu kehidupan
tanpa pasien yang telah meninggal. Follow up bisa sebaiknya dilakukan dengan
kunjungan rumah, namun bila tidak memungkinkan bisa dilakukan melalui
telefon. Tujuan dukungan masa berkabung adalah:
a. Membantu agar keluarga bisa menerima kenyataan bahwa pasien telah meninggal
dan tidak akan kembali
b. Membantu agar keluarga mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi baru
c. Membantu merubah lingkungan yang memungkinkan keluarga dapat melanjutkan
hidup tanpa pasien yang meninggal
d. Membantu keluarga agar mendapatkan kembali rasa percaya diri untuk
melanjutkan hidup

M. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri kronis b.d adanya penekanan saraf (D.0078)
2. Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur/fungsi tubuh(D.0083)
3. Ansietas b.d kurangnya terpapar informasi (D.0080)
N. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi dan Rasional TT
D
Keperawatan
1. Nyeri kronis b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri.
adanya keperawatan selama Observasi :
penekanan saraf 3x24jam maka penekanan 1. Identifikasi lokasi,
(D.0078) syaraf menurun, dengan karakteristik, durasi,
kriteria hasil : frekuensi, kualitas,
1. Kemampuan intensitas nyeri
menuntaskan aktivitas Rasional : mengidentifikasi
meningkat lokasi, karakteristik, durasi,
2. Keluhan nyeri frekuensi, kualitas, intensitas
menurun nyeri
3. Perineum terasa 2. Identifikasi faktor yang
tertekan menurun memperberat dan
4. Tekanan darah memperingan nyeri
membaik Rasional : Mengidentifikasi
faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri

Terapeutik :
1. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Rasional : Memfasilitasi
istirahat dan tidur

Edukasi :
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan edukasi
pemicu nyeri
Rasional : Menjelaskan
penyebab, periode, dan
edukasi pemicu nyeri

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Rasional : Mengkolaborasi
pemberian analgetik

2. Gangguan citra Setelah dilakukan tindakan Promosi Citra Tubuh.


tubuh b.d keperawatan selama Observasi :
perubahan 3x24jam maka perubahan 1. Identifikasi harapan citra
struktur/fungsi struktur/fungsi tubuh tubuh berdasarkan tahap
tubuh (D.0083) meningkat, dengan kriteria perkembangan
hasil : Rasional : untuk mengetahui
1. Verbalisasi kecacatan harapan citra tubuh
bagian tubuh berdasarkan tahap
meningkat perkembangan
2. Verbalisasi perasaan 2. Identifikasi perubahan
negative menurun citra tubuh yang
3. Respon nonverbal mengakibatkan isolasi
pada perubahan tubuh social
membaik Rasional : untuk mengetahui
perubahan citra tubuh yang
mengakibatkan isolasi social

Terapeutik :
1. Diskusikan perbedaan
penampilan fisik terhadap
harga diri
Rasional : untuk mengetahui
perbedaan penampilan fisik
terhadap harga diri

Edukasi :
1. Anjurkan
menggungkapkan
gambaran diri terhadap
citra tubuh
Rasional : menganjurkan
ungkapan gamabaran diri
terhadap citra tubuh
2. Latih peningkatan
penampilan diri
Rasional : melatih
peningkatan penampilan diri

3. Ansietas b.d Setelah dilakukan Reduksi Ansietas :


kurangnya Tindakan selama 3x24jam Observasi :
terpapar kurangnya terpapar 3. Identifikasi saat tingkat
informasi informasi menurun, ansietas berubah
(D.0080) dengan kriteria hasil : Rasional : mengetahui saat
1. Verbalisasi tingkat ansietas berubah
kebingungan menurun 4. Monitor tanda-tanda
2. Anoreksia menurun ansietas
3. Perilaku gelisah Rasional : memonitor tanda-
menurun tanda ansietas
4. Konsentrasi membaik
Terapeutik :
1. Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
Rasional : mengunakan
pendekatan yang tenang dan
meyakinkan

Edukasi :
2. Jelaskan prosedur
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
Rasional : menjelaskan
prosedur termasuk sensasi ang
dialami

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, jika
perlu
Rasional ; mengkolaborasi
pemberian obat antiansietas
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Tanggal dan Jam pengkajian tanggal 09 maret 2021 jam 07.00
1. Identitas
a. Pasien
1) Nama Pasien : Ny.E
2) Tempat Tgl Lahir : 20-08-1963
3) Jenis Kelamin : Perempuan
4) Agama : Islam
5) Pendidikan : SPG
6) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
7) Status Perkawinan : Menikah
8) Suku / Bangsa : Jawa
9) Alamat : Suryodiningratan MJ II/897
10) No. RM : 409xxx
11) Tanggal Masuk RS : 28-06-2018
b. Penanggung Jawab / Keluarga
1) Nama : Bp. M
2) Umur : 56 tahun
3) Pendidikan : SMP
4) Pekerjaan : Penjual angkringan
5) Alamat : Suryodiningratan MJ II/897
6) Hubungan dengan pasien : Suami
7) Status perkawinan : Menikah
2. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan Pasien
1) Keluhan Utama saat Pengkajian
Pasien merasa nyeri karena ada benjolan di payudara kirinya.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Alasan masuk RS :
Di payudara kiri ada benjolan dan luka. Pasien sudah menjalani
pengobatan alternatif selam 3 tahun tanpa membuahkan hasil.
b) Riwayat Kesehatan Pasien :
Ada benjolan di payudara kiri berdiameter kira-kira 10cm dan sudah
ada luka.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Dulu di payudara kanan pernah ada benjolan diobati di pengobatan alternatif
dan akhirnya benjolan di payudara kanan hilang. Kemudian muncul di
payudara kiri, setelah 3 tahun menjalani pengobatan alternatif benjolan di
payudara kiri tidak sembuh dan malah ada luka.
b. Riwayat Kesehatan Keluarga
1) Genogram
_____ __________________________
Keterangan gambar :
= laki- laki
= perempuan
-------- = satu rumah
= meninggal
2) Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu kandung mengalami hipertensi dan anak pertama Ny.E mengalami
kanker otak di usia 25 tahun.
3) Kesehatan Fungsional
a. aspek fisik – biologis
1) Nutrisi
a) Sebelum Sakit
Pasien mengatakan makan 3 kali sehari, nasi, lauk dan sayur.
b) Selama Sakit
Pasien mengatakan makan siang dan sore sebelum operasi.
2) Pola Eliminasi
a) Sebelum Sakit
Pasien mengatakan BAK 5 kali sehari, tidak ada anyang-
anyangan dan nyeri
saat BAK. BAB 1 kali sehari dengan konsistensi lembek dan
warna kuning.
b) Selama Sakit
Pagi hari sebelum operasi pasien sudah BAK sekali dan sudah
BAB juga.
3) Pola Aktivitas
a) Sebelum Sakit
- Keadaan aktivitas sehari – hari
Pasien mengatakan ibu rumah tangga yang membantu
suaminya berjualan angkringan.
- Keadaan pernafasan
Suara nafas vesikuler, tidak ada wheezing
- Keadaan Kardiovaskuler
Pasien mengatakan tidak sesak nafas
b) Selama Sakit
- Keadaan aktivitas sehari – hari
Pasien hanya tiduran saja.
- Keadaan pernafasan
Suara nafas vesikuler, tidak ada wheezing, dan tidak ada
kesulitan bernafas.
- Keadaan kardiovaskuler
Pasien mengatakan tidak sesak nafas.
- Skala ketergantungan

Sebelum sakit setelah sakit


  mandiri tergantung mandiri Tergantung
Cating
 

Bathing
 

Dressing
 

Toileting
 

Incontina
nce
BAB/BA
K
 

Transfleri
ng    

A:6M
B : 5 M, 1 T
C : 4 M, 2 T
D : 3 M, 3 T
E : 2M, 4 T
F : 1 M, 5 T
G:6T
Kesimpulan : An.R indeks kata kategori G ( 6T, karena masih bayi
maka semua aktifitasnya dibantu )
4) Kebutuhan istirahat – tidur
a) Sebelum sakit
Pasien mengatakan sehari-hari bisa tidur, tidak ada keluhan
untuk kebiasaan tidurnya. Biasanya tidur antara jam 23.00 –
05.00.
b) Selama sakit
Pasien mengatakan kadang-kadang terbangun karena nyeri
payudara kiri.
5) Aspek Psiko-Sosial-Spiritual
a) Pemeliharaan dan pengetahuan terhadap kesehatan
Pasien kurang pengetahuan tentang penyakitnya karena selama ini
lebih memilih pengobatan alternatif.
b) Pola hubungan
Selama mondok di RS pasien selalu ditemani oleh suaminya dan
hubungan pasien dengan petugas kesehatan baik. Hubungan dengan
dokter, perawat, ahli gizi dan praktikan baik.
c) Koping atau toleransi stres
Paeien merasa cemas dengan penyakitnya, sudah berobat 3 tahun
tapi tidak membuahkan hasil.
d) Kognitif dan persepsi tentang penyakitnya
Pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya.
6) Konsep diri
a) Gambaran Diri
Pasien mengatakan setelah operasi payudara kirinya tidak ada
dan merasa tubuhnya menjadi berubah bentuk.
b) Harga Diri
Sejak sakit ini pasien merasa tetap dihargai dan dihormati oleh
suami dan anak-anaknya.
c) Peran Diri
Pasien adalah ibu rumah tangga yang membantu suaminya
berjualan angkringan. Selama di RS pasien kooperatif dengan
program terapi.
d) Ideal Diri
Pasien mengatakan ingin sembuh dari penyakitnya.
e) Identitas Diri
Pasien mengatakan sebagai seorang istri dan ibu.
7) Seksual dan menstruasi
Pasien mengatakan seorang istri dan sudah mempunyai anak dan
sudah menopause sejak usia 54 tahun
8) Nilai
Pasien mengatakan beragama Islam dan berusaha selalu berdoa.
9) Aspek Lingkungan Fisik
Lingkungan rumah pasien baik. Lingkungan di kamar perawatan
pasien bersih, tidak ada ceceran makanan, seprei rapi dan bersih,
dan tidak ada semut.
10) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
- Kesadaran : Compos Mentis, agak gelisah
- Status Gizi :TB = 152 cm
BB = 66 Kg
IMT= 20,5 (normal)
- Tanda Vital : TD = 130/80 mmHg Nadi = 84 x/mnt
Suhu = 37 °C RR = 20 x/mnt
- SkalaNyeri
P : pasien mengatakan nyeri dengan skala 4di payudara kiri,
Q: terasa seperti tertusuk-tusuk,
R: payudara kiri,
T: setiap kali gerak.
b) Pemeriksaan Secara Sistematik (Cephalo – Caudal)
- Kulit
Kulit bersih warna sawo matang, turgor kulit, tidak ada
sianosis.
- Kepala
Bentuk mesocephal, bentuk simetis,rambut dan kulit kepala
bersih.
Mata ishokor, simetris, visus normal. Telinga simetris dan
bersih.
- Leher
Tidak ada benjolan dan tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening.
- Tengkuk
Tidak ada benjolan dan tidak ada kaku kuduk.
- Dada
a. Inspeksi
Bentuk dada tidak simetris karena ada pembengkakan
payudara kiri.
b. Auskultasi
Vesikuler
c. Perkusi
Sonor
d. Palpasi
Terdapat benjolan di payudara kiri, bengkak dan terasa
nyeri, tidak simetris, ada nyeri tekan. Payudara
e. Inspeksi
Di payudara kiri terdapat benjolan dan ulkus, tampak
kemerahan, dan kulit payudara mengkerut seperti kulit
jeruk.
f. Palpasi
Teraba benjolan yang mengeras dan terasa nyeri serta
terdapat pembengkakan di payudara kiri.
- Punggung
Tidak ada nyeri punggung, tidak ada skoliosis dan lordosis.
- Abdomen
a. Inspeksi
Warna kulit sawo matang, simetris, tidak ada kemerahan
dan kekuningan, tidak ada bekas luka.
b. Auskultasi
Bising usus 20x/menit.
c. Perkusi
Terdengar redup, tidak ada hepatomegali
d. Palpasi
Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
- Panggul
Tidak ada nyeri panggul
- Anus dan Rectum
Pasien mengatakan tidak pernah BAB darah dan tidak ada
benjolan dianus.
- Genetalia
Pasien mengatakan genetalianya bersih, tidak keluar sekret
yang berlebihan.
- Ekstremitas
a. Atas
Mampu menggerakkan tangan secara mandiri, hanya
lengan kiri terasa agak nyeri, tidak teraba benjolan dan
terpasang infus RL dilengan kanan. Tidak ada kelainan
bentuk dan fungsi.
b. Bawah
Mampu menggerakkan kaki secara mandiri dan tidak
teraba benjolan.
B. Analisa data
No Data Fokus Masalah Keprawatan
1 DS: Nyeri kronis
1. Pasien mengatakan ada benjolan dan luka
dipayudara
2. Pasien mengatakan nyeri pada payudara
DO:
1. Pasien Nampak ada benjolan
dipayudaranya
2. Pasien tampak kesakitan
2 DS: Gangguan Citra Tubuh
1. Pasien mengatakan setelah operasi
payudara merasa tubuhnya menjadi
berubah bentuk
2. Pasien mengatakan ingin sembuh
DO
1. Pasien tampak tidak percaya diri
2. Pasien tampak cemas
3 DS: Ansietas
1. Pasien mengatakan tidak mengetahui
tentang penyakitnya
2. Pasien mengatakan hanya menjalani
pengobatan alternative
DO:
1. Pasien tampak bingung
2. Pasien tampak gelisah

C. DiagnosaKeperawatan
1. Nyeri kronis b.d adanya penekanan saraf (D.0078)
2. Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur/fungsi tubuh(D.0083)
3. Ansietas b.d kurang nya terpapar informasi (D.0080)
D. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional ttd
Keperawatan Kriteria Hasil
1 Nyeri kronis Setelah dilakukan ManajemenNyeri. 1. mengidentifikas
b.d adanya tindakan Observasi : i lokasi,
penekanan keperawatan 1. Identifikasiloka karakteristik,
saraf (D.0078) selama 3x24jam si, karakteristik, durasi,
maka penekanan durasi, frekuensi,
syaraf menurun, frekuensi, kualitas,
dengan kualitas, intensitas nyeri
kriteriahasil : intensitasnyeri 2. Mengidentifika
1. Kemampuan 2. Identifikasi si faktor yang
menuntaskana faktor yang memperberat
ktivitasmenin memperberat dan
gkat dan memperingan
2. Keluhan nyeri memperingan nyeri
menurun nyeri 3. Memfasilitasi
3. Perineum Terapeutik : istirahat dan
terasatertekan 1. Fasilitasi tidur
menurun istirahat dan 4. Menjelaskan
4. Tekanan tidur penyebab,
darah Edukasi : periode, dan
membaik 1. Jelaskan edukasi pemicu
penyebab, nyeri
periode, dan 5. Mengkolaboras
edukasi pemicu i pemberian
nyeri analgetik
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian
analgetik,
jikaperlu

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional ttd


Keperawatan Kriteria Hasil
2 Gangguan citra Setelah dilakukan Promosi Citra 1. untuk
tubuh b.d tindakan Tubuh. mengetahui
perubahan keperawatan Observasi : harapan citra
struktur/fungsit selama 3x24jam 1. Identifikasi tubuh
ubuh (D.0083) maka perubahan harapan citra berdasarkan
struktur/fungsi tubuh tahap
tubuh meningkat, berdasarkan perkembangan
dengan kriteri tahap 2. untuk
ahasil : perkembangan mengetahui
1. Verbalisasi 2. Identifikasi perubahan citra
kecacatan perubahan citra tubuh yang
bagian tubuh tubuh yang mengakibatkan
meningkat mengakibatkan isolasi social
2. Verbalisasi isolasi social 3. untuk
perasaan Terapeutik : mengetahui
negative 1. Diskusikan perbedaan
menurun perbedaan penampilan
3. Respon penampilan fisik terhadap
nonverbal fisik terhadap harga diri
pada hargadiri 4. menganjurkan
perubahan Edukasi : ungkapan
tubuh 1. Anjurkan gamab aran diri
membaik menggungkap terhadap citra
kan gambaran tubuh
diri terhadap 5. melatih
citra tubuh peningkatan
2. Latih penampilan diri
peningkatan
penampilan diri
3. Kolaborasi
pemberian
analgetik,
jikaperlu
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional ttd
Keperawatan Kriteria Hasil
3 Ansietas b.d Setelah dilakukan ReduksiAnsietas : 1. mengetahui
kurangnya Tindakan selama Observasi : saattingkat
terpapar 3x24jam 1. Identifikasisaatt ansietas
informasi kurangnya ingkatansietasb berubah
(D.0080) terpapar erubah 2. memonitor
informasi 2. Monitor tanda- tanda-tanda
menurun, dengan tandaansietas ansietas
criteria hasil : Terapeutik : 3. mengunakan
4. Verbalisasi 3. Gunakan pendekatan
kebingungan pendekatan yang tenang dan
menurun yang tenang meyakinkan
5. Anoreksia dan 4. menjelaskan
menurun meyakinkan prosedur
6. Perilaku Edukasi : termasuk
gelisah 1. Jelaskan sensasi yang
menurun prosedur dialami
7. Konsentrasi termasuk 5. mengkolaborasi
membaik sensasi yang pemberian obat
mungkin anti ansietas
dialami
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian obat
anti ansietas,
jika perlu

E. Iplementasi
Tgl/jam No. implementasi respon Ttd
dx
09 Maret 1 1. Mengidentifikasi Ds :
2021 lokasi, karakter, pasien mengatakan nyeri pada benjolan
10.25 durasi, frekuensi, dipayudara kirinya
WIB kualitas intensitas Do :
nyeri pasien nampak meringis merasakan
nyeri tersebut
10.40
WIB 1 2. Mengidentifikasi Ds :
faktor yang pasien mengatakan sudah menjalani
memperberat dan pengobatan alternative selama 3 tahun
memperingan nyeri Do :
Pasien nampak sedih
10.55 3. Memfasilitasi
WIB 1 istirahat dan tidur Ds :
Pasien mengatakan akan istirahat agar
nyerinya berkurang
Do :
Pasien terlihat sudah dalam posisi siap
untuk tidur
11.10 4. Menjelaskan
WIB 1 penyebab, periode, Ds :
dan edukasi, pemicu Pasien mengatakan sudah paham
nyeri Do :
Pasien nampak sudah mengerti
5. Berkolaborasi
11.20 memberikan
WIB 1 analgesik, jika perlu Ds :
pasien mengatakan akan meminum
obat tersebut kalau masih nyeri
6. Mengidentifikasi Do :
harapan citra tubuh Pasien terlihat kooperastif
12.00 berdasarkan tahap
WIB 2 perkembangan Ds :
Pasien mengatakan bersedian untuk
7. Mendiskusikan diidentifikasi
perbedaan Do :
penampilan fisik Pasien nampak bersedia
12.10 terhadap diri sendiri
WIB 2 Ds :
8. Melatih peningkatan Pasien mengatakan bersedia
penampilan diri Do :
Pasien nampak antusias

12.20 9. Memonitor tanda-


WIB 2 tanda ansietas Ds :
Pasien mengatakan bersedia
Do :
Pasien nampak antusias
12.35 10. Menjelaskan
WIB 3 prosedur termasuk Ds :
sensasi yang mungkin Pasien mengatakan bersedia
dialami Do :
Pasien terlihat kooperatif
12.45 11. Berkolaborasi
WIB 3 pemberian obat anti Ds :
ansietas, jika perlu Pasien mengatakan mengerti
Do :
Pasien nampak sudah paham
13.00
WIB 3 Ds :
Pasien akan meminumnya
Do :
Pasien terlihat kooperatif

F. Evaluasi
Tgl/jam Dx keperawatan Evaluasi Ttd

9 maret Nyeri kronis b.d S:


2021 adanya penekanan saraf 1. Pasien mengatakan nyeri pada benjolan
jam (D.0078) dipayudara kirinya
13.15 2. Pasien mengatakan sudah menjalani
pengobatan selama 3 tahun tanpa hasil
3. Pasien mengatakan akan istirahat agar
nyerinya berkurang
4. Pasien mengatakan sudah paham edukasi
pemicu nyeri
5. Pasien mengatakan akan minum obat jika
nyeri lagi
O:
1. Pasien nampak meringis karena nyeri
2. Pasien nampak sedih
3. Pasien terlihat sudah dalam posisi sudah siap
tidur
4. Pasien nampak sudah mengerti
5. Pasien tampak kooperatif
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
Jam Gangguan citra tubuh S:
13.30 b.d perubahan 1. Pasien mengatakan bersedia diidentifikasi
struktur/fungsitubuh O:
(D.0083) 1. Pasien nampak bersedia
2. Pasien nampak antusias
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
Jam Ansietas b.d kurangnya S :
13.45 terpapar informasi 1. Pasien mengatakan bersedia di monitor tanda
(D.0080) ansietas
2. Pasien mengatakan mengerti
3. Pasien mengatakan akan meminum obat bila
terasa nyeri
O:
1. Pasien terlihat kooperatif
2. Pasien nampak sudah paham
3. Pasien terlihat kooperatif
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil dari penelitian kanker payudara merupakan salah satu tipe kanker yang
menjadi perhatian bagi seorang wanita. Kondisi kanker payudara merupakan salah satu
pemicu yang menyebabkan seseorang itu stress dan dapat mempengaruhi status fungsional.
Perubahan stasus fungsional pada pasien kanker payudara dapat terjadi akibat berbagai,
perubahan status kesehatan pasien pasien kemoterapi baik secara fisik maupun secara
psikologis. Bebagai dampak dan komplikasi kemoterapi menjadi pertimbangan penting
terhadap perubahan status fungsional pasien kemoterapi. Perubahan yang terjadi sering
terjadi pada pasien kemoterapi diantaranya kecemasan, depresi, keletihan serta perubahan
fisik yang tidak dapat diprediksi sebelumnya seperti demam, sesak nafas, mual. Muntah dan
tidak nafsu makan

Perubahan fisik tersebut juga mempengaruhi seseorang dalam perilaku penanganan kesehatan
antara lain akan menimbulkan kecemasan akan masa depan pada individu akibat penyakit
atau akibat dari terapi yang dijalani, serta kurangnya informasi terkait. Oleh karena itu
sebagai perawat lebih awal dapat mencegah terjadi hyphedema.
BAB V
PENUTUP

1. Kesimpulan

Dari materi dan studi kasus dapat dijelaskan bahwa kanker payudara
merupakan sekelompok sel yang tidak normal pada payudara seseorang yang terus
tumbuh dan akan berlipat ganda. Jika sebuah benjolan kanker itu tidak bisa dibuang
atau tidak terkontrol , sel-sel kanker bisa menyebar. Adapun gejala klinis nya yaitu
meliputi putting susu mengerut kedalam, putting susu berubah warna yang tadi
berwarna merah muda menjadi kecoklatan, adanya edema (bengkak) disekitar putting,
sering keluar darah dan cairan dari putting susu ketika anda tidak lagi menyusui bayi,
perubahan kulit disekitar benjolan, ditemukan berupa benjolan pada ketiak.

Kanker payudara juga harus segera ditangani agar tidak menimbulkan


komplikasi-komplikasi yang diinginkan. Penangananya juga harus sesuai dengan
kondisi pasien dan juga disesuaikan dengan diagnose yang telah diambil dari buku
SDKI, SLKI, dan SIKI agar pasien segera pulih.

Komunikasi dalam memberikan empati dan dukungan serta memberikan


informasi terkait dengan pengobatan, hubungan dalam perawatan kesehatan dengan
pasien yang didasari kepercayaan, keterbukaan dan kejujuran, pengertian, kesediaan
untuk hadir, perduli, membuat tujuan yang ingin dicapai, dan juga memberikan
dukungan sosial. Kualitas hidup, persepsi individu terhadap fungsinya dalam bidang
kehidupan. Kualitas hidup secara umum mengandung dimensi-dimensi seperti fungsi
fisik, kesehatan mental dan dukungan sosial. Kondisi terminal suatu penyakit
menfokuskan kualitas hidup maksimal dan penanganan gejala-gejala untuk ditangani

2. Saran

Diharapkan makalah ini dapat digunakan untuk menambah wawasan dalam


menangani kasus kanker payudara serta untuk meningkatkan pengetahuan berbagai
kalangan tentang bahaya kanker payudara
DAFTAR PUSTAKA

Agency for Research on Cancer. 2012. Latest world cancer statistics: Estimated Cancer
Incidence.

Anonim. 2011. Memahami Berbagai Macam Penyakit. Dialih bahasakan oleh Paramita.
Jakarta: PT Indeks

Ariani, Sofi. 2015. Stop! Kanker. Yogyakarta: Istana Media.

Andra, S.W., & Yessie, M.P. 2013. Keperawatan Medikal Bedah: Keperawatan.

Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

Ardiansyah, Muhammad. 2014. Pengaruh Corporate Governance, Leverage Dan


Profitabilitas Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Akuntansi, Universitas Maritim Raja Ali
Haji

Brunner & Suddarth. 2005 . Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC.

Brunner & Suddarth, 2019. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : penerbit Buku
Kedokteran EGC

Brunner & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC

Handre Putra, Yusri Dianne Jurnalis, Yorva Sayoeti.2019. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol
8(2)

Haryono, Rudi. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Perkemihan. Yogyakarta:KDT.

Layli Rahayu, K. I. (2017). Pilihan Pengobatan Pasien Kanker Payudara. Jurnal


Keperawatan Indonesia volume 20 No 2, 118-127
Legg. (2012). What is psychosocial care and how can nurse better provide it to adult
oncology patient. Australian Journal of Advanced Nursing, 28(8)
Lubis, E. E. and Rifsa, U. J. (2014) ‘Teknik Komunikasi Terapeutik Dokter sebagai Upaya
Memotivasi Pasien Kanker Payudara di RSUD Arifi n Achmad Provinsi Riau’, Jurnal Online
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, 1(2).
Medicastore (2011).Kamus Kedokteran. Jakarta: Djambadan

Mubarak, W.I., Indrawati, L., & Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar.
Jakarta: Salemba Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP
PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP
PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP
PPNI

Anda mungkin juga menyukai