“TEORI KOGNITIVISME”
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita
nikmat iman dan kesehatan, sehingga penyusunan makalah ini dapat berjalan tanpa ada
halangan yang berarti. Makalah ini disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas mata
kuliah Strategi Belajar Mengajar.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi kita,
yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjuk Allah SWT untuk kita
semua, yang merupakan sebuah petunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam
yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam
semesta.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun, mahasiswa
maupun pembaca lainnya. Saya menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan. Sehubungan dengan hal tersebut kritik dan saran yang membangun akan
menambah manfaat bagi seluruh pihak terkait.
Penyusun
Halaman 2 ||
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut:
Halaman 3 ||
2. Apa saja varian dan tokoh teori belajar kognitivisme serta bagaimana konsep
pentingnya?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini, antara lain:
1. Untuk mengetahui pengertian teori belajar kognitivisme
2. Untuk mengetahui varian dan tokoh teori kognitivisme serta konsep pentingnya
Halaman 4 ||
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
kognitif dan perseptual untuk memperoleh pemahaman. Tujuan dan tingkah laku
sangat dipengaruhi oleh proses berfikir internal yang terjadi selama proses belajar
baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secara kognitif (mental). Untuk
itu, manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau
Halaman 5 ||
(skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium
dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi
kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh
interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru
berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal
adalah :
a) Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu
guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir
anak.
c) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
e) Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan
Halaman 6 ||
4) Tahap formal yang bersifat internal (12-18 tahun)
Terdapat banyak aliran dalam teori belajar kognitif, yaitu teori pembelajaran
Gestalt, teori perkembangan kognitif Piaget, dan teori pemrosesan informasi Gagne.
1. Teori Pembelajaran Gestalt
Perintis teori ini adalah Max Wetheimer pada tahun 1912, ia mengadakan
eksperimen pengamatan mengenai suatu inovasi berkenaan dan pengamatan yang
membedakan antara pengamatan visual dan fenomena fisik. Bersama-sama dengan
Kurt Koffka dan Wolfgang Kohler, mereka mengembangkan hukum-hukum
pengematan dan penerapannya dalam belajar dan berpikir.
Berbeda dengan teori Behavioristik yang mengabaikan peranan pemahaman
atau “insight” dalam belajar, teori Gestalt justru menganggap bahwa insight itu
adalah inti belajar, sehingga belajar pada dasarnya adalah “insightful learning”.
Insightful learning sebagai ciri utama dalam belajar menurut teori Gestalt
memiliki ciri-ciri
a) Kemampuan dasar merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap
insightful learning. Selanjutnya, kemampuan dasar itu dipengaruhi oleh
beberapa aspek diantaranya usia, perbedaan kemampuan, dan keanggotaan
individu dalam suatu spesies.
b) Insight ditentukan oleh pengalaman masa lalu.
c) Insightful learning hanya mungkin ada apabila situasi belajar diatur dan
dikondisikan.
d) Insight biasanya didahului oleh proses mencari dan mencoba-coba.
e) Insight yang telah diperoleh dapat digunakan untuk menghadapi situasi lain.
Beberapa aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran meliputi:
1) Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting
dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki
kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam
suatu obyek atau peristiwa.
2) Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur
yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran.
Makin jelas makna hubungan suatu unsure akan makin efektif sesuatu yang
dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya
dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternative pemecahannya. Hal-
hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis
dengan proses kehidupannya.
Halaman 7 ||
3) Perilaku bertujuan (pus posive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan.
Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan
yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan
sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami
tujuannya.
4) Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan
dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan
hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan
kehidupan peserta didik.
5) Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
pembelajaran tertentu ke situasi lain. Transfer belajar akan terjadi apabila
peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan
menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan
masalah dalam ituasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu
peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang
diajarkannya.
Halaman 8 ||
ini pengamatan dan pemahaman anak terhadap situasi di lingkungan dipengaruhi
oleh sifatnya yang egocentric (cara pandang orang lain terhadap suatu objek
sama dengan dirinya).
c) Tahap operasional konkret (umur6-12 tahun)
Dikatakan fase operasional konkret. Karena pada masa ini pikiran anak terbatas
pada objek yang ia jumpai dari pengalaman langsung.
d) Tahap operasional formal (umur 12tahun ke atas)
Piaget menamakan fase ini sebagai fase formal operational, karena pada masa
ini pola pikir anak sudah sistematik dan meliputi proses yang kompleks.
Halaman 9 ||
informasi yang masuk, sebagian diteruskan ke memori jangka pendek, sebagian
hilang dari system.
c) Short-term memory (memory jangka pendek) menampung hasil pengolahan
perceptual dan menyimpannya. Informasi tertentu disimpan lebih lama dan
diolah untuk menentukan maknanya. Memori jangka pendek dikenal juga
dengan memori kerja (working memory), kapasitasnya sangat terbatas, waktu
penyimpanannya juga pendek. Informasi dalam memori ini dapat ditransformasi
dalam bentuk kode-kode dan selanjutnya diteruskan ke memori jangka panjang.
d) Long-term memory (memori jangka panjang), menampung hasil pengolahan
yang ada di memori jangka pendek. Informasi disimpan dalam jangka panjang
dan bertahan lama, siap untuk dipakai biladi perlukan. Saat tranformasi
informasi, informasi-informasi baru terintegrasi dengan informasi-informasi
lama yang sudah tersimpan. Pengeluaran kembali atas informasi-informasi yang
tersimpan dalam memori jangka panjang adalah dengan pemanggilan. Ada dua
cara pemanggilan, (1) informasi mengalir dari memori jangka panjang ke
memori jangka pendek dan kemudian ke response generator, (2) informas
imengalir langsung dari memori jangka panjang ke response generator selama
pemanggilan (responotomatis).
e) Response generator (pencipta respon), menampung informasi yang tersimpan
dalam memori jangka panjang dan mengubahnya menjadi reaksi jawaban.
Halaman 10 ||
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Halaman 11 ||
DAFTAR PUSTAKA
Halaman 12 ||