Teknik Kimia
Titik Didih Rata-Rata atas dasar volume (VABP) dapat dihitung langsung
menggunakan data yang diperoleh dari distilasi menggunakan rumus yang ditampilkan pada
Tabel 4.2.
M Pc
1/ 2 2/ 3
Tc
1/ 6
c = 7,7
dimana M adalah berat molekul, Tc adalah suhu kritis dalam o K, dan Pc tekanan kritis dalam
satuan atm.
7. Titik Kabut dan Titik Tuang.
Titik kabut (Cloud Point) dan titik tuang (Pour Point) dimaksudkan untuk
memperkirakan jumlah lilin yang terdapat dalam minyak. Seperti diketahui bahwa semua
minyak akan membeku jika didinginkan sampai suhu yang cukup rendah, dan oleh karena
itu pemeriksaan ini tidak menunjukkan adanya sejumlah lilin ataupun padatan lain di dalam
minyak. Hal ini berarti bahwa pada pemeriksaan tersebut terlihat bahwa lilin akan
meleleh di atas titik tuangnya sehingga dapat dipisahkan dari minyak. Titik kabut ini
sangat diperlukan untuk minyak diesel HSD (High Speed Diesel) untuk indikasi adanya
penyumbatan lilin pada saringan minyak halus (finer filter) sehingga mesin akan sulit
beroperasi. Indikasi minyak ini adalah makin rendah titik kabut maka makin banyak
kandungan lilin.
Titik kabut adalah suhu dimana terjadinya asap pada dasar tabung reaksi (jar test)
ketika minyak yang diperiksa (sesudah dipanaskan) didinginkan tanpa pengadukan.
Pemeriksaan titik kabut ini dilakukan dengan metoda ASTM-D250 atau IP-219, dimana
minyak didinginkan minimum pada suhu 25 oF di atas titik kabutnya.
Titik tuang adalah suhu dimana minyak tidak dapat bergerak karena membeku
selama 5 detik ketika dimiringkan atau dituangkan setelah melalui pendinginan pada setiap
interval 5 oF. Pemeriksaan titik tuang dilakukan dengan metoda yang sama dengan metoda
titik kabut yaitu ASTM-D97 atau IP-15, dimana minyak mula-mula dipanaskan sampai suhu
115 oF sehingga semua lilin sudah terlarut, lalu didinginkan hingga suhu mula-mula minyak
sebelum dipanaskan (sekitar 90 oF). Titik tuang biasanya dicatat lebih rendah 5 oC (8 – 10
o
F) di bawah titik kabutnya. Indikasi minyak ini adalah bahwa pada suhu yang rendah
minyak bakar (fuel oil) masih dapat dipompakan.
8. Karakteristik Ketukan atau Angka Oktan
Satuan intensitas ketukan dikenal sebagai angka oktan (Octane Number)
didefinisikan sebagai persen volume dari iso-oktan (2,2,4 tri metil pentane) yang harus
dicampurkan dengan normal heptan dalam rangka untuk memberikan intensitas ketukan
yang sama terhadap minyak selama pengujiannya. Pada mesin yang memakai busi,
karakteristik anti ketukan digunakan untuk menentukan gejala fisik, gejala kimiawi,
perancangan mesin dan kondisi operasi. Bila angka oktan dari suatu gasoline terlalu rendah
dari spesifikasi yang diperlukan mesin, maka akan terjadi ketukan yang berakibat akan
menurunkan performance (daya guna) mesin tersebut sehingga akan menyebabkan
kehilangan tenaga dan kerusakan pada mesin. Standar angka oktan untuk Indonesia adalah
88 untuk premium, 95 untuk premix dan 98 untuk super.
Metoda-metoda yang dipakai untuk pengujian agka oktan antara lain ASTM-D908
atau D-2699 (research method) dan ASTM-D357 (Motor method) dipakai untuk mogas
(motor gasoline), ASTM-D614 atau D-2885 ( Aviation method) dipakai untuk minyak kapal
terbang baling-baling (avgas = aviation gasoline), dan ASTM-D909 (Supercharge Method)
dipakai untuk minyak kapal terbang turbo jet (avtur = avation turbine).
Angka Oktan Riset (RON = Research Octane Number) ditentukan dengan suatu
metoda yang mengukur tingkat anti ketuk mogas dalam suatu mesin dengan silender
tunggal pada kondisi operasi ringan (ppm rendah).
Angka Oktan Motor (MON = Motor Octane Number) terdiri dari :
a. Angka oktan > 100 (ASTM-D909), disebut rich mixture performance.
b. Angka oktan <100 (ASTM-D2700), disebut weak micture performance.
Angka oktan dapat dinaikkan pada mulanya memakai TEL (Tetra Ethyl Lead),
sedangkan pada perkembangan sekarang TEL sudah tidak diizinkan lagi karena
mengganggu lingkungan, maka formulasi gasoline menjadi :
a. Campuran-campuran komponen hidrokabon, eter alifatik, alkohol alifatik, methanol
maksimum 3% volume, dan aditif.
b. Mengandung oksigen tidak lebih dari 2 %.
c. Gasoline harus diolah dengan proses fisika dan kimia sehingga menghasilkan bensin
bebas timah hitam (timbal).
d. Komponen bahan aditif harus hanya mengandung karbon, hidrogen dan salah satu dari
elemen oksigen atau nitrogen. Aditif yang dianjurkan oleh Shell pada tahun 1991 adalah
etanol maksimum 70% vol, MTBE (Metil Tersier Butil Eter), ETBE (Etil Tersier Butil Eter),
TAME (Tersier Amil Metil Eter), DIPE (Di-Iso Propil Eter).
9. Uji Belerang (Sulfur)
Pemeriksaan terhadap kandungan sulfur di dalam minyak dapat dilakukan dengan
berbagai metoda antara lain :
a. ASTM-D90 untuk gasoline dan minyak-minyak bakar,
caranya adalah 10 gram minyak dibakar pada sebuah lampu kecil dan hasil
pembakarannya ditarik melalui suatu larutan penyerap natrium karbonat. Kandungan
sulfur ditentukan dengan cara titrasi larutan natrium karbonat tak terpakai.
b. ASTM-D129 untuk pemeriksaan sulfur di dalam minyak
bakar residu dan minyak mentah, dengan cara oxygen bomb method.
c. ASTM-D130 untuk pemeriksaan sulfur bebas dan senyawa-
senyawa sulfur yang bersifat korosif.
10. Pemeriksaan untuk bahan-bahan Bituminous dan setengah padat.
Pemeriksaan yang lebih umum untuk bahan-bahan yang mengandung aspal adalah
kelenturan (ductility), penetrasi, titik cincin dan bola ringan dan pemeriksaan berat jenis.
Pemeriksaan kelenturan untuk aspal dilakukan dengan metoda ASTM-D113. Kelenturan
aspal adalah suatu pengukuran kapasitas pemanjangan atau peregangan yang
menunjukkan kemampuan zat ini untuk mengalir, sehingga akan memperbaiki keretakan
pada permukaannya.
Pemeriksaan penetrasi dilakukan dengan metoda ASTM-D5. Penetrasi
memungkinkan suatu jarum atau kerucut untuk menembus suatu zat tanpa gesekan
mekanik. Penetrasi untuk minyak-minyak gemuk (grase) dan petrolatum dilakukan dengan
metoda ASTM-D217. Minyak–minyak residu diuji penetrasi, kelenturan, dan kelarutannya
dalam CCl4 dengan metoda ASTM-D4. Tahi minyak atau ter merupakan minyak yang
dilapiskan pada jalan yang belum diberi aspal, ditentukan titik nyala, viskositas, dan
distilasinya dilakukan dengan menggunakan metoda ASTM-D462.
3. Kerosin
Persyaratan kerosin sebagai bahan bakar dengan kualitas standard dan kualitas
industri dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Persyaratan kerosin yang terdapat dalam ASTM sama dengan pengujian sifat-sifat minyak
secara umum seperti yang terlihat pada tabel di atas.
Persyaratan kerosin sebagai minyak bakar dan untuk keperluan penerangan
tergantung pada permintaan konsumen ataupun ditentukan oleh pemerintah. Persyaratan
seperti yang tertera dalam Tabel 4.2. di atas ditentukan oleh Pemerintah Federal India (ISI).
ASTM tidak mempublikasikan spesifikasi untuk kerosin. Kerosin yang banyak dipakai sebagai
minyak untuk keperluan rumah tangga tidak hanya harus mempunyai kualitas pembakaran
yang layak, tetapi harus juga aman untuk dibawa dan dapat dipakai untuk keperluan lampu
dan kompor. Secara umum kerosin harus bebas dari air, zat aditif, getah minyak dan zat-zat
terlarut.
Kerosin yang lebih dikenal sebagai minyak pemanas merupakan produk kilang yang
murni mempunyai spesifikasi standar yaitu :
o
API gravity : 43 – 45
Jarak didih : 350 – 550 oF
4. Minyak Diesel
Karakteristik yang utama dari minyak diesel adalah kebersihannya, kualitas
penyalaan, fluiditas, volatilitas dan atomisasi. Kebersihan minyak diesel meliputi residu
karbon dan kandungan sulfur yang terdapat dalam minyak. Kualitas penyalaan yang baik
dinyatakan dengan pengukuran bilangan setana (cetane number) atau indeks diesel yang
ditunjukkan dengan mudah tidaknya mesin di – start pada suhu rendah, tekanan mesin yang
rendah dan operasi mesin yang halus. Fluiditas dan atomisasi minyak diesel ditandai dengan
titik tuang (pour point) dan viskositas minyak yang rendah, namun tidak sedemikian rendah
sehingga menyebabkan kesulitan pelumasan pada injektor, kebocoran dan efisiensi yang
rendah. Volatilitas minyak ditandai dengan titik nyala, residu karbon, dan distilasi.
Secara komersil minyak diesel yang dijual di Amerika Serikat dibagi dalam 4 kelas
yaitu :
a. Kelas 1, untuk mesin diesel bus kota dan sejenis.
b. Kelas 2, untuk mesin diesel truk, traktor dan mesin-mesin sejenis.
c. Kelas 3, untuk mesin diesel kereta api.
d. Kelas 4, untuk mesin diesel kapal laut.
Di Indonesia minyak diesel dijual dalam 2 kategori yaitu minyak diesel untuk
kendaraan bermotor (ADO= Automotive Diesel Oil), dan minyak diesel untuk keperluan
industri (IDO = Industrial Diesel Oil). Persyaratan minyak diesel untuk berbagai keperluan
dari 4 klas dapat dilihat pada Tabel 4.6.
B. Pilihlah salah satu jawaban di bawah ini yang menurut anda paling benar !