Anda di halaman 1dari 25

Visi :

Pada tahun 2028 menghasilkan perawat yang unggul dalam penerapan keterampilan
keperawatan lansia berbasis IPTEK keperawatan

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

ISOLASI SOSIAL

TUGAS KLINIK KEPERAWATAN JIWA

Disusun oleh :
M. Fahmi Idrus
(NIM. P3.73.20.1.19.019)
Kelompok 3/ 3 Reguler A

Dosen Pembimbing :
Indriana Rakhmawati, S.Kp. M.Si. MTD(HE)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

A. PENGERTIAN
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteaksi dengan orang lain disekitarnya (Damaiyanti, 2012).
Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Keliat, 2011). Isolasi sosial juga merupakan
kesepian yang dialami individu dan dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang lain
sebagai pernyataan negatif atau mengancam (NANDA-I dalam Damaiyanti, 2012).
Isolasi sosial merupakan suatu gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya
kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu
fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Isolasi
sosial merupakan upaya Klien untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan orang lain
(Trimelia, 2011).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa isolasi sosial merupakan keaadaan seseorang yang
mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
karena mungkin merasa ditolak, kesepian dan tidak mampu menjalin hubungan yang
baik antar sesama.

B. ETIOLOGI
Terjadinya Gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi di antaranya
perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak
percaya pada diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa
terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan.
Kedaan ini menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih
suka berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan sehari-hari (Direja,
2011).
1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Menurut Purba, dkk (2008) tahap – tahap perkembangan individu dalam
berhubungan terdiri dari :
1) Masa bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan
biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan
anak akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal
ini sangat penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan
lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam
mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan
untuk berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya.
2) Masa kanak – kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri,
mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina
hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi apabila tingkah
lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak
frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten, dan adanya
komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak tumbuh
menjadi individu yang interdependen. Orang tua harus dapat
memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari
dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena
pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara
berhubungan, berkompetensi, dan berkompromi dengan orang lain.
3) Masa praremaja dan remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan
teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu
untuk mengenal dan mempelajari perbedaan nilai – nilai yang ada di
masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan
berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini
hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti
daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila
remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut,
yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan mapun tergantung pada
remaja.
4) Masa dewasa muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan
hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang tua.
Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan perasaan
pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka terhadap
kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan
baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan
interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan menerima .
5) Masa dewasa tengah
Individu mulai terpisah dengan anak – anaknya, ketergantungan anak –
anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan
individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan
pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan diperoleh dengan tetap
mempertahankan hubungan yang interdependen antara orang tua dengan
anak.
6) Masa dewasa akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan
fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan
atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada
orang lain akan meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki
harus dapat dipertahankan.

b. Faktor komunikasi dalam keluarga


Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjdi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
2) Sikap mengancam, merendahkan, dan menjelek – jelekkan anak
3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya
4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaraan anak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang
tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan
masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah.
5) Ekspresi emosi yang tinggi
6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan
yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan karena
norma – norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga seperti anggota
tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
d. Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden
tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarganya
menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot
apabila salah satu diantaranya menderita skizofrenia presentasenya adalah
58%, sedangkan kembar dizigot 8%. Kelainan pada struktur otak seperti
atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebakan skizofrenia.

2. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi:
a. Stresor sosial budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan
orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena
ditinggal jauh, dirawat di rumah sakit atau di penjara.
b. Stresor biokimia
1) Teori dopamine: kelebihan dopamin pada mesokortikal dan
mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) di dalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO
adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya
MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
3) Faktor endokrin: jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada
pasien skizofrenia. Demikian pada prolaktin mengalami penurunan
karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan
maupun penurunan hormon adrenokortikal seringkali dikaitkan dengan
tingkah laku psikotik.
4) Viral hipotesis : beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala –
gejala psikotik di antaranya adalah virus HIV yang dapat merubah
struktur sel – sel otak.
c. Stresor biologik dan lingkungan sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkunganm maupun biologis.
d. Stresor psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan turunnya kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang ekstrim
dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi
masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada
tipe psikotik. Menurut teori psikoanalitika, perilaku skizofrenia disebabkan
karena ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas
yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan
terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah
serius antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga
perkembangan psikologis individu terhambat.

C. PATOPSIKOLOGI
Menurut Stuart and Sundeen (2007) dalam Ernawati (2009). Salah satu gangguan
berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi sosial yang disebabkan
oleh perasaan tidak berharga, yang bisa di alami klien dengan latar belakang yang penuh
dengan permasalahan, ketegangan, kekecewan, dan kecemasan. Perasaan tidak berharga
menyebabkan klien semakin sulit dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain.
Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktifitas dan
kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Klien semakin tenggelam
dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah laku primitive antara lain
pembicaraan yang austistic dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan,
sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi (Ernawati, 2009).

D. RENTANG RESPON
1. Respon Adaptif
Menurut Sutejo (2017) respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan kebudayan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain
individu tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah. Berikut
adalah sikap yang termasuk respon adaptif:
a. Menyendiri, respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang
telah terjadi di lingkungan sosialnya.
b. Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
c. Kebersamaan, kemampuan individu dalam hubungan interpersonal yang saling
membutuhkan satu sama lain.
d. Saling ketergantungan (Interdependen), suatu hubungan saling ketergantungan
antara individu dengan orang lain
2. Respon Maladaptif
Menurut Sutejo (2017) respon maladaptif adalah respon yang menyimpang dari
norma sosial dan kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang
termasuk respon maladaptif:
a. Manipulasi, kondisi dimana individu cenderung berorientasi pada diri sendiri.
b. Impulsif merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subjek
yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya dan tidak mampu melakukan
penilaian secara objektif.
c. Narsisisme, kondisi dimana individu merasa harga diri rapuh, dan mudah marah

E. POHON MASALAH
F. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Yosep (2009) tanda dan gejala klien isolasi sosial bisa dilihat dari dua cara yaitu
secara objektif dan subjektif. Berikut ini tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial:
1. Gejala subjektif
a. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
b. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
c. Respons verbal kurang dan sangat singkat.
d. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
e. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
f. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
g. Klien merasa tidak berguna.
2. Gejala objektif
a. Klien banyak diam dan tidak mau bicara.
b. Tidak mengikuti kegiatan.
c. Klien berdiam diri di kamar.
d. Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat.
e. Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.
f. Kontak mata kurang.
g. Kurang spontan.
h. Apatis
i. Ekspresi wajah kurang berseri.
j. Mengisolasi diri
k. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar.
l. Aktivitas menurun.
Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah, segera
timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak dilakukan
intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan perubahan persepsi sensori:
halusinasi dan resiko mencederai diri, orang lain, bahkan lingkungan (Herman Ade,
2011).

G. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme koping yang
sering digunakan adalah proyeksi, splitting (memisah) dan isolasi. Proyeksi merupakan
keinginan yang tidak mampu ditoleransi dan klien mencurahkan emosi kepada orang lain
karena kesalahan sendiri. Splitting merupakan kegagalan individu dalam
menginterpretasikan dirinya dalam menilai baik buruk. Sementara itu, isolasi adalah
perilaku mengasingkan diri dari orang lain maupun lingkungan (Sutejo, 2017)

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan yang dapat diberikan kepada kliendengan isolasi sosial antara lain
pendekatan farmakologi, psikososial, terapi aktivitas, terapi okupasi, rehabilitasi, dan
program intervensi keluarga (Yusuf, 2019).
1. Terapi Farmakologi
a. Chlorpromazine (CPZ)
Indikasi: Untuk Syndrome Psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan titik diri
terganggu. Berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: waham, halusinasi,
gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat
dalam fungsi kehidupan seharihari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan
melakukan kegiatan rutin. Efek samping: sedasi, gangguan otonomik (hipotensi,
antikolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defikasi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama
jantung), gangguan endokrin, metabolik, biasanya untuk pemakaian jangka
panjang.
b. Haloperidol (HLP)
Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral
serta dalam kehidupan sehari-hari. Efek samping: Sedasi dan inhibisi
prikomotor, gangguan otonomik.
c. Trihexy Phenidyl (THP)
Indikasi: Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk paksa ersepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson, akibat obat misalnya reserpine dan fenotiazine.
Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor gangguan otonomik.
2. Terapi Psikososial
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting dalam proses
terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan tenang,
menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa
adanya, memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal,
bersikap ramah, sopan, dan jujur kepada pasien (Videbeck, 2012).
3. Terapi Individu
Terapi individual adalah metode yang menimbulkan perubahan pada individu
dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara pikir, dan perilaku-perilakunya. Terapi
ini meliputi hubungan satu-satu antara ahli terapi dan klien(Videbeck, 2012). Terapi
individu juga merupakan salah satu bentuk terapi yang dilakukan secara individu
oleh perawat kepada kliensecara tatap muka perawat-klien dengan cara yang
terstruktur dan durasi waktu tertentu sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
(Zakiyah, 2018). Salah satu bentuk terapi individu yang bisa diberikan oleh perawat
kepada klien dengan isolasi sosial adalah pemberian strategi pelasanaan (SP). Dalam
pemberian strategi pelaksanaan klien dengan isolasi sosial hal yang paling penting
perawat lakukan adalah berkomunikasi dengan teknik terapeutik. Komunikasi
terapeutik adalah suatu interaksi interpersonal antara perawat dank klien, yang
selama interaksi berlangsung, perawat berfokus pada kebutuhan khusus klien untuk
meningkatkan pertukaran informasi yang efektif antara perawat dan Klien
(Videbeck, 2012).
4. Terapi Aktivitas
Kelompok Menurut Keliat (2015) terapi aktivitas kelompok sosialisasi merupakan
suatu rangkaian kegiatan kelompok dimana klien dengan masalah isolasi sosial akan
dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada di sekitarnya.
Sosialissai dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal, kelompok, dan
massa). Aktivitas yang dilakukan berupa latihan sosialisasi dalam kelompok, dan
akan dilakukan dalam 7 sesi dengan tujuan:
Sesi 1 : Klien mampu memperkenalkan diri
Sesi 2 : Klienmampu berkenalan dengan anggota kelompok
Sesi 3 :Klienmampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok
Sesi 4 : Klienmampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan
Sesi 5 : Klienmampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang
lain
Sesi 6 : Klienmampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok
Sesi 7 : Klienmampu menyampaikan pendapat tentang mamfaat kegiatan TAKS
yang telah dilakukan
5. Terapi Okupasi
Terapi okupasi yaitu Suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang
dalam melaksanakan aktifitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat, meningkatkan harga diri seseorang, dan penyesuaian diri
dengan lingkungan. Contoh terapi okupasi yang dapat dilakukan di rumah sakit
adalah terapi berkebun, kelas bernyanyi, dan terapi membuat kerajinan tangan yang
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan klien dalam keterampilan dan
bersosialisasi (Elisia, 2014).
6. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan pada kasus-kasus gangguan jiwa ternyata juga banyak manfaat.
Misalnya angkat rawat inap pada klien skizofrenia yang mengikuti kegiatan
keagamaaan lebih rendah bila dibandingan dengan mereka yang tidak mengikutinya
(Dadang, 1999 dalam Yosep 2009). Menurut Zakiah Darajat, perasaan berdosa
merupakan faktor penyebab gangguan jiwa yang berkaitan dengan penyakit-penyakit
psikosomatik. Hal ini diakibatkan karena seseorang merasa melakukan dosa tidak
bisa terlepas dari perasaan tersebut (Yosep, 2009).
7. Rehabilitasi
Program rehabilitasi biasanya diberikan di bagian lain rumah sakit yang dikhususkan
untuk rehabilitasi. Terdapat banyak kegiatan, antaranya terapi okupasional yang
meliputi kegiatan membuat kerajinan tangan, melukis, menyanyi, dan lain-lain. Pada
umumnya program rehabilitasi ini berlangsung 3-6 bulan (Yusuf, 2019).
8. Program Intervensi
Keluarga Intervensi keluarga memiliki banyak variasi, namun pada umumnya
intervensi yang dilakukan difokuskan pada aspek praktis dari kehidupan sehari-hari,
memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang isolasi sosial, mengajarkan
bagaimana cara berhubungan yang baik kepada anggota keluarga yang memiliki
masalah kejiwaan (Yusuf, 2019).

I. KOMPLIKASI
Kliendengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa
lalu primitif antara lain pembicaraan yang austistik dan tingkah laku yang tidak sesuai
dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko gangguan sensosi persepsi:
halusinasi, mencederai diri sendri, orang lain serta lingkungan dan penurunan aktifitas
sehingga dapat menyebabkan defisit perawatan diri (Damaiyanti, 2012).

A. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Isolasi Sosial


1. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,
penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian
,tulis tempat klien dirawat da tanggal dirawat isi pengkajian meliputi : 
a. Identitas Klien
Meliputi nama klien, umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama,
tangggal MRS , informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat
klien.
b. Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi
kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak interaksi dengan orang
lain, tidak melakukan kegiatan sehari–hari, dependen.
c. Faktor predisposisi
kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak
realistis ,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus
dioperasi , kecelakaan dicerai suami , putus sekolah ,PHK, perasaan malu
karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba –
tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif
terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
d. Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan
keluhafisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek Psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
a) Citra tubuh :
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau
tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan
terjadi.
Menolak penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang
tubuh .
Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan
keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
b) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan
tidak mampu mengambil keputusan
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses
menua , putus sekolah, PHK.
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan
keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri
sendiri , gangguan hubungan sosial , merendahkan martabat ,
mencederai diri, dan kurang percaya diri.
3) Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga
sosialdengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti
dalam masyarakat.
4) kenyakinan klien terhadap tuhan dan kegiatan untuk ibadah (spritual)
f. Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang
dapat memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan denga orang lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang
berharga dalam hidup.
g. Kebutuhan persiapan pulang.
1) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC,
membersikan dan merapikan pakaian.
3) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
4) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan
diluar rumah
5) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
h. Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada
orang orang lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri)
2. Diagnosa keperawatan
a. Resiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri.
b. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
c. Gangguan harga diri: harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya
koping individu: koping defensif.
3. Rencana Intervensi

No Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional

1. Isolasi Tujuan umum : Setelah 1 x 30 SP 1 :


Pasien mampu
sosial menit 1. Bina hubungan 1. Hubungan
berinteraksi
dengan orang lain pertemuan, saling percaya saling
secara optimal
pasien mampu : dengan percaya
Tujuan khusus : 1. Mampu tindakan : merupakan
Pasien mampu :
membina  Mengucapkan landasan
1. Membina
hubungan salam setiap dasar
hubungan
saling kali interaksi interaksi
saling percaya
percaya dengan pasien perawat
2. Menyadari
ditandai  Berkenalan dengan
penyebab
dengan dengan pasien klien
isolasi sosial
pasien  Menanyakan sehingga
3. Berkenalan
menunjukkan perasaan dan klien
dengan ekspresi keluhan pasien terbuka
perawat wajah saat ini dalam
bersahabat,  Buat kontrak mengungka
memperlihat asuhan : apa pkan
kan rasa yang akan masalahnya
senang, ada dilakukan dan
kontak mata, bersama menimbulk
mau berjabat pasien, berapa an sikap
tangan, mau lama akan menerima
menyebutkan dikerjakan, terhadap
namanya, dan dimana orang lain
mau tempatnya
menjawab  Jelaskan
salam, pasien bahwa
mau duduk informasi yang
berdampinga diperoleh
n dengan untuk
perawat, mau kepentingan
mengutaraka terapi akan
n masalah dirahasiakan
yang  Setiap saat
dihadapi tunjukkan
2. Mengenal sikap empati
penyebab terhadap
isolasi sosial, pasien
keuntungan  Penuhi
berhubungan kebutuhan
dengan orang dasar pasien
lain, dan bila
kerugian bila memungkinka
tidak n
berhubungan 2. Bantu pasien 2. Agar klien
3. Berkenalan mengenal dapat
dengan penyebab isolasi mengenal
perawat sesuai dengan dan
4. Menyusun tindakan mengungka
jadwal sebagai berikut : pkan
kegiatan  Menanyakan penyebab
harian pendapat isolasi
berkenalan pasien tentang sosial yang
kebiasaan terjadi
berinteraksi
dengan orang
lain
 Siapa yang
satu rumah
dengan pasien
 Siapa yang
dekat dengan
pasien
 Apa sebabnya
 Siapa yang
tidak dekat
pasien dan apa
sebabnya
 Menanyakan
apa yang
menyebabkan
pasien tidak
ingin
berinteraksi
dengan orang
lain
3. Bantu pasien 3. Agar klien
mengenal mempunyai
keuntungan keinginan
berhubungan berinteraksi
dengan orang lain dengan
dengan cara orang lain
mendiskusikan
keuntungan bila
pasien memiliki
banyak teman
dan bergaul akrab
dengan mereka
4. Bantu pasien 4. Agar klien
mengenal menyadari
kerugian tidak kerugian
berhubungan, yang
dilakukan dengan ditimbulkan
cara : akibat tidak
 Mendiskusika berinteraksi
n keraguan dengan
bila pasien orang lain
hanya
mengurung
diri dan tidak
bergaul
dengan orang
lain
 Menjelaskan
pengaruh
isolasi sosial
terhadap
kesehatan fisik
pasien
5. Latih dan ajarkan 5. Dengan
pasien berkenalan belajar
dengan cara : berkenalan
 Jelaskan menimbulk
kepada pasien an motivasi
cara klien untuk
berinteraksi berinteraksi
dengan orang dengan
lain orang lain
 Berikan
contoh bicara
berinteraksi
dengan
perawat atau
tamu
6. Masukkan dalam 6. Memberika
jadwal harian n rasa
tanggung
jawab pada
pasien
untuk
melaksanak
an kegiatan
dengan
teratur
Pasien mampu Setelah interaksi SP 2 : Menilai
berkenalan 1 x 30 menit 1. Mengevaluasi kemampuan
dengan 2 – pasien mampu : kegiatan yang dan
3orang dan 1. Berinteraksi lalu (SP1). Beri perkembangan
berbicara sambil dengan orang pujian pasien
melakukan 2 lain secara 2. Latih cara Memberikan
kegiatan harian bertahap : berbicara saat kesempatan
berkenalan melakukan dan motivasi
dengan 2 – 3 kegiatan harian klien untuk
orang (latih 2 kegiatan) mau
2. Berbicara 3. Memasukkan melakukan
sambil pada jadwal interaksi secara
melakukan harian berkenalan bertahap dan
kegiatan dengan 2-3 interaksi saat
harian pasien, perawat melakukan
3. Mampu dan tamu, kegiatan
memasukkan berbicara saat
dalam jadwal melakukan
kegiatan kegiatan harian
harian
Berkenalan Setelah interaksi Sp 3 : Sebagai dasar
dengan 4-5 orang 1 x 30 menit 1. Evaluasi kegiatan perawat untuk
dan berbicara pasien: yang lalu (SP 1 menilai
sambil melakukan Mampu dan SP 2). Beri perkembangan
2 kegiatan harian menyebutkan pujian klien dalam
baru kegiatan yang 2. Latih cara mengenal cara
sudah dilakukan berbicara saat berinteraksi
Mampu melakukan Memberikan
berinteraksi kegiatan harian (2 motivasi klien
dengan orang kegiatan baru) untuk
lain secara 3. Masukkan pada berinteraksi
bertahap: jadwal kegiatan dan
berkenalan untuk latihan mendapatkan
dengan 4-5 berkenalan 4-5 respon yang
orang orang berbicara positif
Mampu saat melakukan 4 Memberikan
berbicara sambil kegiatan harian. motivasi dan
melakukan 2 rasa tanggung
kegiatan (baru) jawab pada
Mampu pasien untuk
memasukkan melaksanakan
dalam jadwal kegiatan
kegiatan harian berkenalan
dengan teratur.
Berbicara sambil Setelah interaksi Sp 4 : Menilai
melakukan 1 x 30 menit 1. Evaluasi kegiatan perkembangan
kegiatan sosial pasien: lalu (SP 1, SP 2, dan kemajuan
Mampu dan SP 3). Beri pasien
menyebutkan pujian Memberikan
kegiatan yang 2. Latih cara bicara motivasi klien
sudah dilakukan sosial: meminta untuk
Mampu sesuatu, berinteraksi
berinteraksi menjawab dan
dengan orang pertanyaan mendapatkan
lain secara 3. Memasukkan respon yang
secara bertahap: pada jadwal positif
Berkenalan kegiatan untuk Memberikan
dengan lebih latihan motivasi dan
dari 5 orang dan berkenalan rasa tanggung
bersosialisasi dengan lebih dari jawab pada
Mampu 5 orang baru, pasien untuk
memasukkan berbicara saat melaksanakan
dalam jadwal melakukan kegiatan
kegiatan harian kegiatan dan berkenalan
bersosialisasi dengan teratur

STRATEGI PELAKSANAAN

ISOLASI SOSIAL

A. Strategi Pelaksanaan 1 (SP 1) Isolasi Sosial


1. Proses Keperawatan
a. Kondisi klien
Data subjektif :
 Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain
 Klien mengatakan orang-orang jahat kepada dirinya

Data objektif :

 Klien tampak menyendiri


 Klien terlihat megurung diri
 Klien tidak mau berkomunikasi dengan orang lain
b. Diagnosa Keperawatan : Isolasi sosial
c. Tujuan
 Klien dapat membina hubungan saling percaya
 Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial
 Klien mampu menyebutkan keuntungan dan kerugian hubungan dengan
orang lain
 Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
 Klien mampu menjelaskan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain
 Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial
 Klien dapat memanfaatkan orang dengan baik
d. Tindakan Keperawatan
 Membina hubungan saling percaya
 Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
 Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
 Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain.
 Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang.
 Menganjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian.
2. Proses Pelaksanaan
a. Fase Pra-orientasi
Membaca data rekam medis klien dan mempersiapkan asuhan keperawatan.
b. Fase Orientasi
 Salam Terapeutik
Assalamualaikum, selamat pagi de. Perkenalkan nama saya Cici Cahyani,
saya biasa dipanggil Cici mahasiswa dari Poltekkes Jakarta III yang sedang
praktik di Ruang Anggrek. Kebetulan hari ini jadwal praktik saya dari jam
07.00-14.00. Saya akan merawat ade disini.
 Evaluasi dan Validasi
 Sebelumnya kita kenalan dulu ya de. Nama ade siapa? Ade senang
dipanggil apa?
 Ade kenapa dari tadi lebih banyak diam dan kenapa tidak bermain
dengan yang lain?
 Kontrak
 Topik :
Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang perasaan ade.
Tujuannya agar ade dan saya bisa saling mengenal kemudian kita sama-
sama berdiskusi tentang kerugian dan keuntungan berinteraksi dengan
orang lain. Ade jawab dengan apa adanya yaa, terbuka sama suster,
ungkapkan apa yang ingin ade ungkapkan. Apakah ade bersedia?
 Waktu :
Waktunya 10 menit bagaimana?
 Tempat :
Tempatnya mau dimana?
c. Fase Kerja
 Dengan siapa ade tinggal dirumah?
 Siapa orang paling dekat dengan ade?
 Apakah ada keluarga yang tidak dekat dengan ade?
 Bagaimana ade menjalankan aktivitas dirumah bersama keluarga?
 Apakah ada pengalaman yang kurang menyenangkan ketika bergaul dengan
orang lain misalnya teman?
 Apa yang menghambat ade ketika berinteraksi dengan orang lain?
 Menurut ade apa saja keuntungan dan kerugian jika kita memiliki teman?
(Kemudian klien menyebutkan keuntungan dan kerugian memiliki teman)
 Kalau begitu apakah ade ingin berteman dengan orang lain?
Nah untuk memulainya sekarang ade latihan berkenalan terlebih dahulu
dengan saya. Untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan nama
lengkap kita kemudian sebutkan nama panggilan yang kita sukai. Contohnya
nama saya Cici Cahyani, senang dipanggil Cici. Selanjutnya ade menanyakan
orang yang akan diajak untuk berkenalan misalnya nama kakak siapa?
Senangnya dipanggil apa?
Ayoo de coba praktikan, misalnya saya belum berkenalan dengan ade.
Ya bagus sekali ade, coba sekali lagi, wah bagus sekali.
Nah nanti setelah berkenalan, ade ajak ngobrol orang tersebut, bisa tanyakan
tentang hobi, pekerjaan dan lain-lain.
Bagaimana kalau sekarang kita latihan berbincang-bincang dengan orang
yang baru kita kenal.
d. Fase Terminasi
 Evaluasi
 Subjektif : Bagaimana perasaan ade setelah kita latihan berkenalan?
 Objektif : Coba ulangi dan peragakan kembali cara berkenalan dengan
orang lain.
 RTL
 Baiklah de, dalam sehari mau berapa kali latihan berbincang-bincang
dengan orang lain? Dua kali ya?
 Baiklah de, jam berapa ade akan latihan,?
 Jadi ade akan latihan setiap jam 09.00 dan jam 13.00 ya, jika ade
melakukan secara mandiri ade tulis M, jika ditemani oleh teman 1 ruang
ade tulis T ya.
 Apakah ade mengerti? Coba ulangi.
 Kontrak yang akan datang
 Topik :
Baiklah de, bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang kembali
tentang pengalaman ade berbincang-bincang dengan teman baru. Nanti
saya akan ajak kedua teman saya untuk berkenalan dengan ade.
 Waktu :
Ade mau jam berapa? Kalau jam 10.00 bagaimana de? Besok saya akan
kesini jam 10.00 yaa de.
 Tempat :
Tempatnya mau dimana de?
 Salam terapeutik
Saya permisi ya de, Assalamualaikum wr. wb.
DAFTAR PUSTAKA

Nurhalimah. 2016. Keperawatan Jiwa. Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan

Nurhalimah. 2018. Modul Ajar Konsep Keperawatan Jiwa. Jakarta: AIPViKI

Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Keperawatan Jiwa. Surabaya: Airlangga University
Press.

NANDA NIC-NOC. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : Medication Jogja.

Anda mungkin juga menyukai