Anda di halaman 1dari 14

Visi :

Pada tahun 2028 menghasilkan perawat yang unggul dalam penerapan keterampilan
keperawatan lansia berbasis IPTEK keperawatan

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI


TUGAS KLINIK KEPERAWATAN JIWA

Disusun oleh :
M. Fahmi Idrus
(NIM. P3.73.20.1.19.019)
Kelompok 3/ 3 Reguler A

Dosen Pembimbing :
Indriana Rakhmawati, S.Kp. M.Si. MTD(HE)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
Defisit Perawatan Diri
A. PENGERTIAN
Menurut Afnuhazi (2015) Personal Hygiene berawal dari bahasa Yunani, berasal dari
kata Personal yang artinya perorangan dan Hygiene berarti sehat. Perawatan diri
(personal hygene) adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna mempertahankan kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatan fisik dan psikisnya. Perawatan diri adalah
salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna
mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan
kondisi kesehatannya (Depkes, 2000). Menurut Herdman (2012) Perawatan diri
merupakan salah satu kemampuan dasar manusia untuk memenuhi kebutuhannya guna
mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi
kesehatannya.
Menurut Yusuf dkk (2015), defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah yang
timbul pada pasien gangguan jiwa kronis yang sering tidak perduli untuk merawat diri.
Kurangnya perawatan diri pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan
proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun.
Keadaan ini merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan pasien dikucilkan, baik
dalam keluarga maupun masyarakat.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa defisit perawatan diri adalah suatu keadaan
seseorang yang mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk
mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor dan bau, badan bau, napas
bau, dan penampilan tidak rapih.

B. RENTANG RESPON
Keterangan:
a. Pola perawatan diri seimbang: Saat klien mendapatkan stressor dan mampu untuk
berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien
masih melakukan perawatan diri.
b. Kadang perawatan diri, kadang tidak: Saat klien mendapatkan stressor, kadang –
kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
c. Tidak melakukan perawatan diri: Klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak bisa
melakukan perawatan saat stressor.

C. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang dipengaruhi oleh jenis dan jumlah
sumber risiko yang dapat menyebabkan individu mengalami stress (Stuart, 2013).
a. Biologis: disebabkan karena adanya penyakit fisik, kronis dan mental yang
menyebabkan pasien tidak mampu melakukan perawatan diri dan adanya
faktor herediter yaitu ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
b. Psikologis: dikarenakan keluarga terlalu melindungi dan memanjakan
individu sehingga perkembangan inisiatif terganggu. Pasien gangguan jiwa
mengalamai defisit perawatan diri dikarenakan kemampuan realitas yang
kurang sehingga menyebabkan pasien tidak peduli terhadap diri dan
lingkungannya termasuk perawatan diri.
c. Sosial: Kurangnya dukungan sosial, situasi dan kurang kemampuan dari
lingkungan mengakibatkan penurunan kemampuan dan tidak ada motivasi
untuk perawatan diri.
2. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi adalah faktor pencetus dan terjadinya gangguan jiwa pada
seseorang untuk kali yang pertama. Menurut Depkes (2007) faktor yang
mempengaruhi personal higiene adalah:

a. Body image: gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi


kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu
tidak peduli dengan kebersihan dirinya
b. Praktik sosial: pada anak-anak yang selalu dimanja dalam kebersihan diri,
maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene. 3) Status
sosial ekonomi: personal higiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,
pasta gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang
untuk menyediakan.
c. Pengetahuan: pengetahuan tentang personal higiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.
d. Budaya: disebagian masyarakat bila ada individu yang sakit tidak boleh
dimandikan.
e. Kebiasaan seseorang: ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu
dalam perawatan diri.
f. Kondisi fisik atau psikis: pada keadaan tertentu/ sakit kemampuan untuk
merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya. Seperti
penurunan motivasi, kerusakan kognitif atau persepsi, cemas, lelah, lemah
yang dialami individu.
g. Akibat Dari Masalah Utama: klien dapat mengalami harga diri rendah.

D. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala menurut Fitria (2012) adalah sebagai berikut:
1. Mandi
Pasien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan, memperoleh atau
mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi, mendapatkan
perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar dari kamar
mandi.
2. Berpakaian/berhias
Pasien mempunyai kelemahan dalam melakukan atau mengambil potongan pakaian,
menanggalkan pakaian, memperoleh atau menukar pakaian. Pasien mememiliki
ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan
alat tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian, menggunakan kaos
kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil
pakaian dan mengenakan sepatu.
3. Makan
Pasien tidak mampu dalam menelan makanan, mempersiapkan makanan, menangani
perkakas, mengunyah makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan
makanan, mengambil makanan dari wadah lalu memasukkan ke mulut, melengkapi
makanan, mencerna makanan menurut cara yang diterima masyarakat, mengambil
cangkir atau gelas, serta mencerna cukup makanan dengan aman.
4. BAB/BAK/toileting
Pasien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban
atau kamar mandi kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian
untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat dan menyiram
toilet kamar kecil.

E. MEKANISME KOPING
Menurut Stuart & Sundeen (2002), mekanisme koping berdasarkan penggolongannya
dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar, dan
mencapai tujuan. Kategorinya adalah klien bisa memnuhi kebutuhan perawatan diri
secara mandiri.
2. Mekanisme koping maladaptive
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,
menurunkan otonomi, dan cenderung menguasai lingkungan.
Kategorinya adalah tidak mau merawat diri.

F. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi

a. Obat anti psikosis : Penotizin.

b. Obat anti depresi : Amitripilin.

c. Obat antu ansietas : Diasepam, bromozepam, clobozam.

d. Obat anti insomnia : phnebarbital.

2. Terapi

a. Terapi Keluarga

Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien


dengan memberikan perhatian:
1) Jangan memancing emosi klien.
2) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga.
3) Berikan kesempatan klien mengemukakan pendapat.
4) Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah
yang dialaminya.
b. Terapi Aktivitas Kelompok

Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial, atau


aktivitas lainnya, dengan berdiskusi serta bermain untuk mengembalikan
keadaan klien karena maslah sebagian orang merupakan perasaan dan
tingkah laku pada orang lain. Ada 5 sesi yang harus dilakukan:
1) Manfaat perawatan diri.

2) Menjaga kebersihan diri.

3) Tata cara makan dan minum.

4) Tata cara eliminasi.

5) Tata cara berhias.

c. Terapi Musik

Dengan musik klien bisa terhibur, rileks, dan bermain untuk mengembalikan
kesadaran pasien.
Penatalaksanaan manurut herman (Ade, 2011) adalah sebagai berikut.

1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri.

2. Membimbing dan menolong klien merawat diri.

3. Ciptakan lingkungan yang mendukung.

G. JENIS-JENIS
Menurut Herdman (2015) jenis perawatan diri terdiri dari:
1. Defisit perawatan diri: Mandi; Hambatan kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan mandi/beraktifitas perawatan diri untuk diri sendiri.
2. Defisit perawatan diri: Berpakaian; Hambatan kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas berpakaian dan berias untuk diri sendiri.
3. Defisit perawatan diri: Makan; Hambatan kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas sendiri.
4. Defisit perawatan diri: Eliminasi; Hambatan kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan eliminasi sendiri.

H. SUMBER KOPING
Stuart (2016) menjelaskan gangguan jiwa adalah penyakit menakutkan dan sangat
menjengkelkan yang membutuhkan penyesuaian oleh pasien dan keluarga. Sumber daya
keluarga, seperti pemahaman orang tua tentang penyakit, ketersediaan keuangan,
ketersediaan waktu dan tenaga, dan kemampuan untuk memberikan dukungan yang
berkelanjutan, memengaruhi jalan nya penyesuaian setelah gangguan jiwa terjadi. Proses
penyesuaian setelah gangguan jiwa terjadi terdiri dari 4 tahap dan dapat berlangsung
mungkin selama 3 sampai 6 tahun:
1. Disonansi kognitif
Disonansi kognitif melibatkan pencapaian keberhasilan farmakologi untuk
menurunkan gejala dan menstabilkan gangguan jiwa aktif dengan memilih
kenyataan dari ketidaknyataan setelah episode pertama.
2. Pencapaian wawasan
Permulaan wawasan terjadi dengan kemampuan melakukan pemeriksaan terhadap
kenyataan yang dapat dipercaya.
3. Kognitif yang konstan
Kogniktif konstan termasuk melanjutkan hubungan interpersonal yang normal dan
kembali terlibat dalam kegiatan yang sesuai dengan usia yang berkaitan dengan
sekolah dan bekerja.
4. Bergerak menuju prestasi kerja atau tujuan pendidikan
Tahap ini termasuk kemampuan untuk secara konsisten terlibat dalam kegiatan
harian yang sesuai dengan usia hidup yang merefleksikan tujuan sebelum gangguan
jiwa.
I. POHON MASALAH

J. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Defisit Perawatan Diri


1. Pengkajian
Menurut NANDA (2012) dalam Mukhripah Damaiyanti (2014) pengkajian Defisit
Perawatan Diri yaitu:
a. Komponen yang harus di perhatikan oleh seorang perawat dalam mengkaji
Defisit Perawatan Diri:
1) Kaji membran mukosa oral dan kebersihan tubuh setiap hari
2) Kaji kondisi kulit saat mandi
3) Bantu perawatan diri: mandi/hygiene (Nic): pantau kebersihan kuku sesuai
kemampuan perawatan diri pasien
4) Kaji tingkat energi dan toleransi terhadap aktivitas
5) Kaji kemampuan untuk mengunyah dan menelan
6) Kaji asupan terhadap keadekuatan asupan nutrisi
b. Data yang bisa ditemukan dalam Defisit Perawatan Diri:
1) Data Primer (Subjektif): a) Klien mengatakan dirinya malas mandi karena
airnya dingin, atau di RS tidak tersedia alat mandi b) Klien mengatakan
dirinya malas berdandan c) Klien mengatakan ingin disuapin makan d)
Klien mengatakan jarang membersihkan alat kelaminnya setelah BAK
maupun BAB
2) Data Sekunder (Objektif): a) Ketidak mampuan mandi / membersihkan diri
ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan berbau, serta
kuku panjang dan kotor. b) Ketidak mampuan berpakaian/berhias ditandai
dengan rambut acak-acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak
sesuai, tidak bercukur (laki-laki), atau tidak berdandan (perempuan). c)
Ketidak mampuan makan secara mandiri ditandai dengan ketidakmampuan
mengambil makanan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada
tempatnya d) Ketidak mampuan BAB/BAK secara mandiri ditandai dengan
BAB/BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik
setelah BAB/BAK.
c. Mekanisme Koping
1) Regresi
2) Penyangkalan
3) Isolasi sosial, menarik diri
4) Intelektualisasi
2. Diagnosa
a. Defisit perawatan diri
b. Harga diri rendah
c. Resiko tinggi isolasi sosial
3. Rencana Intervensi
Tindakan keperawatan defisit perawatan diri dilakukan terhadap pasien dan keluarga.
Saat memberikan pelayanan di rumah sakit (bila ada pasien dikunjungi atau
didampingi keluarga), puskesmas atau kunjungan rumah, maka perawat menemui
keluarga terlebih dahulu sebelum menemui pasien. Bersama keluarga, perawat
mengidentifikasi masalah yang dialami pasien dan keluarga. Setelah itu, perawat
menemui pasien untuk melakukan pengkajian dan melatih cara untuk mengatasi
defisit perawatan diri yang dialami pasien.

Setelah perawat selesai melatih pasien, maka perawat kembali menemui keluarga
dan melatih keluargauntuk merawat pasien, serta menyampaikan hasil tindakan
yang telah dilakukan terhadap pasien dan tugas yang perlu keluarga lakukan yaitu
untuk membimbing pasien melatih kemampuan mengatasi defisit perawatan diri
yang telah diajarkan oleh perawat.
a. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan
1) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri.
2) Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik.
3) Pasien mampu melakukan makan dengan baik.
4) Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri.
Tindakan keperawatan
1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri.
Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri, Anda dapat
melakukan tahapan tindakan berikut.
a) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.
c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri.
d) Melatih pasien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri.
2) Melatih pasien berdandan/berhias.
Anda sebagai perawat dapat melatih pasien berdandan. Untuk pasien
laki-laki tentu harus dibedakan dengan wanita. Untuk pasien laki – laki
diantaranya, berpakaian, menyisir rambut, dan bercukur. Untuk pasien
perempuan yang dapat dilakukan adalah berpakaian, menyisir rambut,
dan berhias.
3) Melatih pasien makan secara mandiri.
Untuk melatih makan pasien, Anda dapat melakukan tahapan sebagai
berikut.
a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan.
b) Menjelaskan cara makan yang tertib.
c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan.
d) Praktik makan sesuai dengan tahapan makan yang baik.
4) Pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri.
a) Anda dapat melatih pasien untuk BAB dan BAK mandiri sesuai
tahapan berikut. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai.
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK.
c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK.
b. Tindakan Keperawatan pada Keluarga
Tujuan
Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah
kurang perawatan diri.
Tindakan keperawatan
Untuk memantau kemampuan pasien dalam melakukan cara perawatan diri
yang baik, maka Anda harus melakukan tindakan kepada keluarga agar
keluarga dapat meneruskan melatih pasien dan mendukung agar kemampuan
pasien dalam perawatan dirinya meningkat. Tindakan yang dapat Anda
lakukan antara lain sebagai berikut.
1) Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang dihadapi keluarga
dalam merawat pasien.
2) Jelaskan pentingnya perawatan diri untuk mengurangi stigma.
3) Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang
dibutuhkan oleh pasien untuk menjaga perawatan diri pasien.
4) Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat diri pasien dan
membantu mengingatkan pasien dalam merawat diri (sesuai jadwal yang
telah disepakati).
5) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas keberhasilan pasien
dalam merawat diri.
6) Latih keluarga cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Pertemuan Ke : Satu (1)


Hari/Tanggal :
Nama Klien :

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien terlihat kotor, rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki, bau, kuku panjang dan
hitam. Pakaian kotor, tidak bercukur, bab/bak disembarang tepat.
2. Diagnosa Keperawatan: Defisit perawatan diri
3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubngan saling percaya
b. Mengidentifikasi kebutuhan kebersihan diri
c. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
d. Menjelaskan peralatan yang digunakan untuk menjaga kebersihan
e. Memasukkan kedalam jadwal latihan
4. Tindakan Keperawatan:
a. Bina hubungan saling percaya
b. Identifikasi kebutuhan kebersihan diri
c. Jelaskan pentingnya kebersihan diri
d. Jelaskan peralatan yang digunakan untuk menjaga kebersihan
e. Masukkan kedalam jadwal kegiatan

B. Strategi Komunikasi
1. ORIENTASI:
a. Salam terapeutik: “Selamat pagi, ibu. Perkenalkan nama saya Siti Wardah. Saya
biasa dipanggil siti . Saya perawat yang menjaga ibu pagi ini. Nama ibu siapa?
Biasa dipanggil siapa.”
b. Evaluasi/Validasi: Bagaimana perasaan ibu hari ini? Ibu pagi ini sudah mandi?
Sudah berganti baju? Menurut ibu, apa ibu cukup bersih sekarang?”.
c. Kontrak
Topik : Ibu, sekarang kita akan berbincang-bincang tentang pentingnya
kebersihan ibu
Waktu : Mau berapa lama, ibu? Bagaimana kalau 15 menit?
Tempat : Mau dimana kita berbincang-bincang/ bagaimana kalau diruang tamu?
a. Tujuan : Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
2. KERJA:
“Menurut ibu, berapa kali sebaiknya ibu mandi sehari? Kenapa ibu perlu mandi 2
kali? Kalau ibu mandi, ibu menggunakan sabun tidak? Ya betul, selain wangi, sabun
juga membersihkan badan kita dari kotoran dan membunuh kuman yang ada
ditubuh ibu.”
“Kalau habis mandi, ibu perlu memakai baju tidak? Betul. Pinter sekali ibu. Habis
mandi, kita perlu mengganti dan memakai baju yang bersih supaya badan kita tetap
sehat. Ibu tahu bagaimana cara mandi? Coba ceritakan. Hebat. Sekarang coba
ceritakan bagaimana cara menggosok gigi. Betul.”
“Nah sekarang coba ibu praktekan bagaimana cara mandi dan gosok gigi, ya.
Jangan lupa siapkan baju ganti, sikat, pasta gigi, sabun, dan juga handuknya ya.”
“Sekarang coba ibu mandi. Saya tunggu disini.”

3. TERMINASI
a. Evaluasi
Subyektif : “Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang
pentingnya kebersihan?
Obyektif : Coba ibu sebutkan apa saja keuntungan bila ibu membersihkan
diri? Bagaimana perasaan nya?
Rencana Tindak Lanjut: Nah, sekarang kita masukkan dijadwal ya bu. Sehari ibu
harus mandi dua kali, pagi jam 6 dan sore jam 4, ya bu.”
b. Kontrak
Topik : Bagaimana kalau kita berbincang-bincang lagi besok. Kita
berbincangbincang bagaimana cara-cara berhias
Waktu : Mau jam berapa ibu? Mau berapa menit? Baiklah, besok jam 10 kita
ketemu lagi ya bu.
Tempat : Mau dimana kita berbincang-bincang?
DAFTAR PUSTAKA

Nurhalimah. 2016. Keperawatan Jiwa. Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan

Nurhalimah. 2018. Modul Ajar Konsep Keperawatan Jiwa. Jakarta: AIPViKI


Ah, Yusuf, Rizky Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati. 2015. Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba

Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Keperawatan Jiwa. Surabaya: Airlangga University
Press.

NANDA NIC-NOC. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : Medication Jogja.

Stuart, G. W.dan Sundeen, S.J. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai