Anda di halaman 1dari 25

Refrat

Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Pasien


Gangguan Bipolar

Disusun Oleh:
Dokter Muda Stase Bagian Ilmu Psikiatri
Periode 13 Septermber – 16 Oktober 2021
Friska Juliarty Koedoeboen, S.ked 112109105

Pembimbing
dr. Zulvia Oktanida Syarif, Sp.KJ

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA
WACANA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN JAKARTA
PERIODE 13 SEPTEMBER – 16 OKTOBER 2021

i
HALAMAN PENGESAHAN

Judul

Hubungan dukungan sosial keluarga terhadap pasien


gangguan bipolar

Oleh:

Friska Juliarty Koedoeboen , S.Ked 112019105

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan
Jakarta Barat Periode 13 September – 16 Oktober 2021.

Jakarta ,03 Oktober 2021


Pembimbing,

dr. Zulvia Oktanida Syarif, Sp.KJ

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan
judul “ Hubungan dukungan sosial keluarga terhadap pasien bipolar” untuk
memenuhi tugas ilmiah yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran
kepaniteraan klinik, khususnya di Departemen Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Jakarta.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Zulvia Oktanida Syarif, Sp.KJ selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan ajaran dan masukan sehingga tugas ilmiah ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ilmiah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikian lah penulisan tugas
ilmiah ini, semoga bermanfaat.

Jakarta, 3 Oktober 2021

Friska Juliarty Koedoeboen, S.Ked

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................……iv
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA….......................................................................2
BAB III KESIMPULAN.....................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................25

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Setiap manusia yang hidup di dunia ini pasti menginginkan kehidupan yang harmonis,
yang sesuai dengan harapannya. Suatu kehidupan dimana individu mampu melewati hari-
harinya dengan penuh kebahagiaan dan kedamaian serta menciptakan hubungan yang baik
dengan lingkungan sekitarnya. Guna mewujudkan hal itu, individu harus memiliki kesehatan
mental yang optimal, baik dari segi fisik maupun psikis. Selain kesehatan fisik dan psikis,
individu juga harus mempunyai perilaku-perilaku yang normal agar kita dapat diterima
dilingkungan sosial. Ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan keadaan akan menjadikan
hidup semakin rumit dan jauh dari harapan.
Keluarga adalah unit sosial sekaligus support system yang paling dekat dengan klien,
yang merupakan orang-orang yang terkena dampak langsung dari hadirnya masalah
gangguan kejiwaan dalam sistem mereka. Kehadiran anggota keluarga dengan masalah
gangguan kejiwaan dirasakan keluarga sebagai suatu beban finansial serta emosional yang
berat dan berkepanjangan, selain itu stigma masyarakat tentang keluarga yang memiliki
anggota keluarga dengan masalah gangguan kejiwaan akan menambah beban emosional dan
stressor tersendiri bagi keluarga sebab masalah gangguan kejiwaan merupakan gangguan
yang dapat berlangsung seumur hidup, sehingga keluarga (Friedman, 2010; Gunarsa, 2012).
Keberadaan anggota keluarga dengan gangguan jiwa juga sangat mempengaruhi
kondisi fisik dan mental orang yang merawatnya di rumah, misalnya orang tua,suami/istri,
atau saudaranya. Keluarga dirumah sering kali mengalami tekanan mental karena gejala yang
ditampilkan penderita bipolar. Tekanan yang dirasakan keluarga akan semakin berat, karena
permasalahan secara finansial maupun sosial. Pada umumnya keluarga merasa malu memiliki
anak atau anggota keluarga penderita gangguan jiwa dalam hal ini gangguan Bipolar karena
mereka menunjukkan tanda perubahan mood antara rasa girang yang ekstrem dan depresi
yang parah.
Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodic dan ditandai
oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat
berlangsung seumur hidup. Setip episode dipisahkan sekurangnya dua bulan tanpa gejala
penting mania atau hipomania. Tetapi pada beberapa individu, gejala depresi dan mania dapat

5
bergantian secara cepat, yang dikenal dengan rapid cycling. Episode mania yang ekstrim
dapay menunjukan gejala-gejala psikotik seperti waham dan halusinasi.
Gangguan bipolar adalah gangguan yang lebih jarang dibandingkan dengan gangguan
depresif berat. Prevalensi antara laki-laki dan Wanita sama besar. Onset gangguan bipolar
adalah dari masa anak-anak (usia 5-6 tahun) sampai 50 tahun atau lebih. Rata-rata usia yang
terkena adalah usia 30 tahun. Gangguan bipolar cenderung mengenai semua ras.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bipolar
2.1.1. Definisi
Bipolar disorder atau yang lebih dikenal dengan gangguan bipolar merupakan gangguan
mood kronik yang ditandai dengan adanya episode mania (terlalu senang) atau hipomania
dan bercampur dengan episode depresi (sangat sedih).
Gangguan Bipolar merupakan salah satu diantara gangguan mental yang serius dan dapat
menyerang seseorang, sifatnya melumpuhkan disebut mania - depresi (Parks, 2014).
Gangguan bipolar sering dikaitkan dengan gangguan yang memiliki ciri yaitu naik turunnya
mood, aktifitas dan energi.
Kekambuhan sering terjadi dan akan mengganggu fungsi sosial, pekerjaan, perkawinan
bahkan meningkatkan risiko bunuh diri Keadaan emosional orang dengan gangguan bipolar
ekstrim dan intens yang terjadi pada waktu yang berbeda, atau bisa disebut mood. Episode ini
dikategorikan sebagai mania, hipomania, episode campuran dan depresi
Menurut Aliansi Gangguan Kejiwaan Nasional (NAMI), bipolar adalah gangguan yang
ditandai oleh perubahan mood atau suasana perasaan yang parah. Gangguan Bipolar ini juga

6
sering disebut gangguan unipolar (depresi berat), dimana perubahan suasana hati hanya di
satu kutub saja namun dibandingkan dengan bipolar adalah perubahan suasana hati terjadi
diantara dua kutub yang tinggi dan rendah.

Gambar 1. Gangguan mood pada bipolar (siklus suasana hati bipolar)

Keterangan :
1. Bipolar campuran: siklus yang bergantian antara episode mania, suasana hati normal,
depresi, suasana hati normal, mania, dan sebagainya.
2. Bipolar tipe I: episode mania dengan setidaknya satu episode depresi.
3. Bipolar tipe II: episode depresi berulang dengan setidaknya satu episode hipomania.
Episode mania berlangsung secara tiba-tiba dan dalam jangka waktu 2 minggu sampai 4-5
bulan, sedangkan episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6
bulan) namun tidak sampai satu tahun kecuali pada orang usia lanjut (Depkes RI, 2012).

2.1.2. Klasifikasi Gangguan bipolar


Bipolar tipe I ditandai dengan episode mania berat dan depresi berat.. Gangguan bipolar
tipe I ini ketika kondisi mania, penderita ini sering dalam kondisi “berat” dan berbahaya.
Bipolar tipe II, pada kondisi ini penderita masih bisa berfungsi melaksanakan kegiatan harian
rutin. Tidak separah tipe I. Penderita mudah tersinggung. Kondisi depresinya berlangsung
lebih lama dibandingkan dengan kondisi hipomania-nya. Kondisi hipomania muncul ketika
terjadi kenaikan emosi. Syclothymic disorder ialah bentuk ringan dari Gangguan jiwa bipolar
Syclothymic disorder (disebut juga cyclothymia) didefinisikan dengan banyak periode gejala
hipomania dan periode gejala depresi yang berlangsung minimal selama 2 tahun (1 tahun

7
pada anak-anak dan remaja) Kondisi mania dan depresi bisa mengganggu, tetapi tidak seberat
pada Gangguan Bipolar I dan Tipe II.

2.1.3. Epidemiologi
Data WHO (2017) menunjukkan gangguan bipolar mempengaruhi sekitar 60 juta orang
di seluruh dunia. Sekitar 1 dari setiap 100 orang dewasa terkena gangguan bipolar pada
beberapa titik dalam kehidupan mereka. Biasanya dimulai antara usia 15 sampai 19 tahun dan
jarang terjadi setelah usia 40 tahun. Pada lakilaki dan perempuan mempunyai kemungkinan
sama untuk terkena gangguan bipolar. Anak-anak juga dapat mengalami gangguan bipolar,
penyakit ini biasanya berlangsung seumur hidup.
Setiap tahun 2,9% populasi Amerika Serikat didiagnosis menderita gangguan bipolar,
dan hampir 83% kasus tergolong parah (Mind, 2017). Prevalensi gangguan bipolar I
menunjukkan data yang sama besar antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan pada
gangguan bipolar tipe II, menunjukkan prevalensi pada perempuan lebih besar daripada laki-
laki. Depresi atau distimia yang terjadi pertama kali pada prapubertas memiliki risiko untuk
menjadi gangguan bipolar (Kusumawardhani, 2012). Literatur lain menyatakan prevalensi
selama hidup dari gangguan bipolar I sekitar 1%, dengan lanjutan sebanyak 2% mengalami
gangguan bipolar II selama hidupnya. Perbandingan antara wanita dan pria sekitar 1,5:1,0;
lebih banyaknya penderita wanita dibandingkan pria lebih terlihat jelas pada grup bipolar II.
Usia puncak dari onset adalah pada awal 20-an tahun. Beberapa penelitian telah
menunjukkan angka prevalensi yang lebih besar pada kelas sosial yang lebih tinggi, mungkin
menggambarkan perbedaan akses terhadap diagnosis (Angst J, 2007; Clemente et al.,2015).
Gangguan depresi berat masih berada di urutan prevalensi seumur hidup tertinggi dari
gangguan psikiatri (Kaplan & Sadock’s, 2015). Usaha bunuh diri terjadi hingga 50% pasien
dengan gangguan bipolar, dan 10 hingga 19% individu dengan gangguan bipolar I bunuh diri
(Wells et al., 2015). Tingkat prevalensi seumur hidup untuk depresi berat adalah 5 sampai 17
persen.

2.1.4. Etiologi Bipolar


A. Faktor Biologis
- Faktor genetik
Penyebab gangguan bipolar sampai saat ini belum dapat diketahui dengan pasti (Jiwo,
2012). Data keluarga menunjukkan bahwa apabila dari salah satu orang tua memiliki
gangguan mood, seorang anak akan memiliki risiko antara 10 dan 25 persen mewarisi

8
gangguan mood. Jika kedua orang tua terkena bipolar, risiko ini berpengaruh besar
terhadap anaknya (Kaplan & Sadock’s, 2015)
B. Faktor Biokimia
Asetilkolin dan GABA juga diduga terlibat (Ahuja, 2011). Dua neurotransmiter yang
sering terlibat dalam patofisiologi gangguan mood adalah norepinefrin dan serotonin
(Kaplan & Sadock’s, 2015).
C. Faktor Psikososial
- Faktor stress lingkungan
D. Faktor Personal
Penelitian telah menunjukkan bahwa stres yang dirasakan pasien sebagai refleksi
negatif pada dirinya lebih cenderung menghasilkan depresi. Selain itu, pemicu stres
yang tampak ringan bagi orang lain justru sangat berdampak menghancurkan pasien
(Kaplan & Sadock’s, 2015).
E. Faktor Psikodinamik pada Depresi dan Mania
Pandangan dari Sigmund Freud dan diperluas oleh Karl Abraham dikenal sebagai
pandangan klasik tentang depresi. Teori tersebut berkaitan erat dengan empat hal
penting:
(1) gangguan pada hubungan bayi-ibu selama fase awal (10 sampai 18 bulan pertama
kehidupan) menjadi predisposisi kerentanan depresi selanjutnya;
(2) depresi yang dapat dikaitkan dengan objek yang nyata atau yang dibayangkan;
(3) introjeksi yang berasal dari objek merupakan mekanisme pertahanan yang
diajukan untuk mengatasi kesusahan menyikapi kehilangan objek; dan
(4) membayangkan benda yang hilang dianggap sebagai campuran cinta dan
benci, perasaan marah diarahkan ke dalam dirinya sendiri (Kaplan & Sadock’s, 2015).
F. Faktor Lainnya dari Depresi
- Faktor Kognitif
Dalam teori kognitif, pikiran dan kepercayaan negatif dipandang sebagain penyebab
utama depresi. Pikiran pesimis dan self-critical bisa menyiksa orang dengan depresi.
Teori Aaron Beck dan teori keputusasaan keduanya menekankan
jenis pemikiran negatif ini. Teori ruminasi menekankan kecenderungan untuk
memikirkan suasana hati dan pikiran negatif (Kring et al., 2012).
- Faktor Hopelessness
Menurut teori ini pemicu depresi yang sangat buruk adalah keputusasaan yang dapat
diartikan dengan gejala penurunan kesedihan, motivasi, bunuh diri, penurunan energi,

9
retardasi psikomotor, gangguan tidur, konsentrasi yang buruk, dan kognisi negatif
(Kring et al., 2012). Teori ini menekankan bahwa perbaikan depresi bergantung pada
pembelajaran pasien yang dapat menguasai kontrol dan
lingkungan (Kaplan & Sadock’s, 2015).

2.3 Diagnosis Bipolar


Dalam DSM V (2015) mengklasifikasikan diagnosa gangguan bipolar menjadi
beberapa klasifikasi yaitu gangguan bipolar I, gangguan bipolar II, dan gangguan
cyclotymic, bipolar akibat obat-obatan, gangguan bipolar terkait kondisi medis lain,
gangguan bipolar spesifik dan gangguan bipolar yang tidak spesifik. Berikut ini
kriteria diagnosis gangguan bipolar menurut DSM V pada tahun 2015 :

Bipolar 1
Untuk diagnosia gangguan bipolar I, perlu untuk memenuhi kriteria berikut untuk
episode mania. Episode mania mungkin telah didahului oleh dan dapat diikuti ,oleh
episode hipomania atau depresi berat :
- Episode Mania
a. Periode yang berbeda dari suasana normal yang tidak normal dan terus menerus
meningkat, ekspansif, atau mudah tersinggung dan aktivitas dan energi yang tidak
disengaja dan terus-menerus meningkat, yang berlangsung minimal 1 minggu dan
paling banyak, hampir setiap hari (atau durasi jika perlu dirawat di rumah sakit).
b. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi atau aktivitas, tiga (atau
lebih) dari gejala berikut (empat jika mood hanya mudah tersinggung) hadir pada
tingkat signifikan dan merupakan perubahan yang nyata dari perilaku yang biasa:
1. Harga diri meningkat atau berlebihan.
2. Berkurangnya kebutuhan tidur (misalnya terasa beristirahat setelah tidur hanya 3
jam).
3. Lebih banyak bicara dari biasanya atau tekanan untuk terus berbicara.
4.Gagasan flight atau pengalaman subyektif bahwa pikiran sedang berlomba.
5. Distractibility (yaitu perhatian terlalu mudah tertarik ke rangsangan eksterna yang
tidak penting atau tidak relevan), seperti yang dilaporkan atau diamati.
6. Peningkatan aktivitas yang diarahkan pada tujuan (baik secara sosial, ditempat

10
kerja atau di sekolah, atau seksual) atau agitasi motorik (aktivitas tanpa tujuan).
7. Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas yang memiliki potensi konsekuensi
menyakitkan yang tinggi (misalnya, terlibat dalam pembelian eceran yang tidak
terbatas, ketidaksopanan seks, atau investasi bisnis yang bodoh).
c. Gangguan mood cukup parah sehingga menyebabkan kerusakan yang ditandai pada
fungsi sosial atau pekerjaan atau memerlukan rawat inap untuk mencegah bahaya
pada diri sendiri atau orang lain, atau ada ciri-ciri psikotik.
d. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya, penyalah
gunaan obat) atau kondisi medis lainnya.
Catatan: Kriteria a-d merupakan episode mania. Setidaknya satu episode mania
seumur hidup diperlukan untuk diagnosis gangguan bipolar I.

- Episode Hipomania
a. Periode yang berbeda dari suasana normal yang tidak normal dan terusmenerus meningkat,
ekspansif, atau mudah tersinggung dan aktivitas dan energi yang tidak normal dan terus-
menerus meningkat, berlangsung paling tidak 4 hari berturut-turut dan sebagian besar hari,
hampir setiap hari.
b. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi atau aktivitas, tiga (atau lebih)
dari gejala berikut empat (jika mood hanya mudah tersinggung) hadir pada tingkat signifikan
dan merupakan perubahan yang nyata dari perilaku yang biasa:
1. Harga diri meningkat atau berlebihan.
2. Berkurangnya kebutuhan tidur (misalnya terasa telah beristirahat setelah
tidur hanya 3 jam).
3. Lebih banyak bicara dari biasanya atau tekanan untuk terus berbicara.
4. Gagasan flight atau pengalaman subyektif bahwa pikiran sedang
berlomba.
5. Distractibility (yaitu perhatian terlalu mudah tertarik ke rangsangan eksternal yang tidak
penting atau tidak relevan), seperti yang dilaporkan atau diamati.
6. Peningkatan aktivitas yang diarahkan pada tujuan (baik secara sosial, di tempat kerja atau
di sekolah, atau seksual) atau agitasi motorik (aktivitas tanpa tujuan).

11
7. Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas yang memiliki potensi konsekuensi menyakitkan
yang tinggi (misalnya, terlibat dalam pembelian eceran yang tidak terbatas, ketidaksopanan
seks, atau investasi bisnis yang bodoh).
Episode ini terkait dengan perubahan fungsi yang tidak jelas yang tidak
seperti karakteristik individu jika tidak bergejala.
d. Gangguan dalam mood dan perubahan fungsi dapat diamati oleh orang lain.
e. Episode ini tidak cukup parah untuk menyebabkan kerusakan yang ditandai
pada fungsi sosial atau pekerjaan atau memerlukan rawat inap. Jika ada fitur
psikotik, episode tersebut menurut definisi mania.
f. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya, penyalah gunaan
obat) atau kondisi medis lainnya. Episode hipomania lengkap yang muncul selama
pengobatan antidepresan (misalnya, pengobatan terapi elektrokonvulsif) namun berlanjut
pada tingkat sindrom sepenuhnya di luar efek fisiologis pengobatan tersebut adalah bukti
yang cukup untuk diagnosis episode hipomania. Namun, hati-hati diindikasikan sehingga satu
atau dua gejala (terutama pada mudah tersinggung, gelisah, atau agitasi setelah penggunaan
antidepresan) tidak dianggap memadai untuk diagnosis episode hipomania, atau juga indikasi
diatesis bipolar.
Catatan: Kriteria a-f merupakan episode hipomania. Episode hipomania umum terjadi pada
kelainan bipolar I namun tidak diperlukan untuk diagnosis gangguan bipolar I.

- Depresi Berat
a. Lima (atau lebih) dari gejala berikut telah hadir selama periode 2 minggu yang
sama dan merupakan perubahan dari fungsi sebelumnya. Setidaknya salah satu
gejalanya adalah (1) tekanan pada mood atau (2) kehilangan minat atau
kesenangan. Catatan: tidak disertakan gejala yang jelas terkait dengan kondisi
medis lainnya.
1 Suasana hati yang tertekan hampir setiap hari, seperti yang ditunjukkan oleh
laporan subjektif (misalnya, terasa sedih, kosong, atau putus asa) atau
pengamatan yang dilakukan oleh orang lain (misalnya, tampak menangis).
2 Kurang minat atau kesenangan dalam hampir semua aktivitas sepanjang hari
atau setiap hari.
3. Penurunan berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau kenaikan
berat badan (misalnya perubahan lebih dari 5% berat badan dalam sebulan), atau
penurunan atau peningkatan nafsu makan hamper setiap hari. Catatan: pada anak-

12
anak, pertimbangan kegagalan untuk membuat kenaikan berat badan yang
diharapkan.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang
lain, bukan hanya perasaan subjektif dari kegelisahan atau perasaan lambat).
6. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.
7. Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak patut
(yang mungkin delusi) hampir setiap hari (tidak hanya menyalahkan diri sendiri
atau bersalah karena sakit).
8. Berkurangnya kemampuan berpikir atau berkonsentrasi, atau ragu-ragu, hampir
setiap hari (baik dengan akun subyektif atau seperti yang diamati oleh orang lain).
9. Gagasan berulang tentang kematian (tidak hanya takut mati), ide bunuh diri
berulang tanpa rencana tertentu, atau usaha bunuh diri atau rencana spesifik untuk
melakukan bunuh diri.
b. Gejalanya menyebabkan gangguan atau penurunan signifikan secara klinis di
area kerja sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya.
c. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat atau kondisi medis
lainnya.
Catatan: Kriteria a-c merupakan episode depresi berat. Epidemi depresi berat sering terjadi
pada kelainan bipolar I namun tidak diperlukan untuk diagnosis gangguan bipolar I.

Bipolar II
Untuk diagnosa gangguan bipolar II, perlu untuk memenuhi kriteria berikut, untuk episode
hipomania, episode depresi berat yang tengah terjadi maupun yang telah lama dialami

Episode Hipomania

a. Periode yang berbeda dari suasana normal yang tidak normal dan terusmenerus
meningkat, ekspansif, atau mudah tersinggung dan aktivitas dan energi yang tidak normal
dan terus-menerus meningkat, berlangsung paling tidak 4 hari berturut-turut dan sebagian
besar hari, hampir setiap hari.
b. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi atau aktivitas, tiga (atau lebih)
dari gejala berikut (empat jika mood hanya mudah tersinggung) hadir pada tingkat
signifikan dan merupakan perubahan yang nyata dari perilaku yang biasa :

13
1. Harga diri meningkat atau membesar.
2. Berkurangnya kebutuhan tidur (misalnya terasa beristirahat setelah tidur hanya 3 jam).
3. Lebih banyak bicara dari biasanya atau tekanan untuk terus berbicara.
4. Gagasan flight atau pengalaman subyektif bahwa pikiran sedang berlomba.
5. Distractibility (yaitu, perhatian terlalu mudah ditarik ke rangsangan eksternal yang
tidak penting atau tidak relevan), seperti yang dilaporkan atau diamati.
6. Meningkatkan aktivitas yang diarahkan pada tujuan (baik secara sosial, di tempat kerja
atau di sekolah, atau seksual) atau agitasi motoric (aktivitas tanpa tujuan).
7. Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas yang memiliki potensi konsekuensi
menyakitkan yang tinggi (misalnya, terlibat dalam pembelian eceran yang tidak terbatas,
ketidaksopanan seks, atau investasi bisnis yang bodoh).
c. Episode ini terkait dengan perubahan fungsi yang tidak jelas yang tidak seperti
karakteristik individu jika tidak bergejala.
d. Gangguan dalam mood dan perubahan fungsi dapat diamati oleh orang lain.
e. Episode ini tidak cukup parah untuk menyebabkan kerusakan yang ditandai pada fungsi
sosial atau pekerjaan atau memerlukan rawat inap. Jika ada fitur psikotik, episode
tersebut, menurut definisi mania.
f. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya, penyalah gunaan
obat) atau kondisi medis lainnya. Episode hipomania lengkap yang muncul selama
pengobatan antidepresan (misalnya, pengobatan terapi elektrokonvulsif) namun berlanjut
pada tingkat sindrom sepenuhnya di luar efek fisiologis pengobatan tersebut adalah bukti
yang cukup untuk diagnosis episode hipomania. Namun, hati-hati diindikasikan sehingga
satu atau dua gejala (terutama pada mudah tersinggung, gelisah, atau agitasi setelah
penggunaan antidepresan) tidak dianggap memadai untuk diagnosis episode hipomania,
atau juga indikasi diatesis bipolar.

Episode Depresi Berat


Lima (atau lebih) dari gejala berikut telah hadir selama periode 2 minggu yang sama dan
merupakan perubahan dari fungsi sebelumnya. Setidaknya salah satu gejalanya adalah (1)
tertekannya mood atau (2) kehilangan minat atau kesenangan. Catatan: tidak disertakan
gejala yang jelas-jelas terkait dengan kondisi medis lainnya.
1. Suasana hati yang tertekan hampir setiap hari, seperti yang ditunjukkan oleh laporan
subyektif (misalnya, terasa sedih, kosong, atau putus asa) atau pengamatan yang

14
dilakukan oleh orang lain (misalnya, tampak penuh air mata). Catatan: Pada anak-anak
dan remaja, bisa jadi mood yang mudah tersinggung.
2. Kurang minat atau kesenangan dalam hampir semua aktivitas sepanjang hari atau
setiap hari.
3. Penurunan berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau kenaikan berat
badan (misalnya Perubahan lebih dari 5% berat badan dalam sebulan), atau penurunan
atau peningkatan nafsu makan hamper setiap hari. Catatan: pada anak-anak, pertimbangan
kegagalan untuk membuat kenaikan berat badan yang diharapkan.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain,
bukan hanya perasaan subyektif dari kegelisahan atau perasaan lambat).
6. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.
7. Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak
patut (yang mungkin delusi) hampir setiap hari (tidak hanya menyalahkan diri sendiri atau
bersalah karena sakit).
8. Berkurangnya kemampuan berpikir atau berkonsentrasi, atau ragu-ragu, hampir setiap
hari (baik dengan akun subyektif atau seperti yang diamati oleh orang lain).
9. Gagasan berulang tentang kematian (tidak hanya takut mati), ide bunuh diri berulang
tanpa rencana tertentu, atau usaha bunuh diri atau rencana spesifik untuk melakukan
bunuh diri.

b. Gejalanya menyebabkan gangguan atau penurunan signifikan secara klinis di area kerja
sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya.
c. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat atau kondisi medis lainnya.

Catatan: Kriteria a-c merupakan episode depresi berat. Epidemi depresi berat sering
terjadi pada kelainan bipolar I namun tidak diperlukan untuk diagnosis gangguan bipolar
I.
Catatan: Tanggapan terhadap kerugian yang signifikan (misalnya, kehilangan, kehancuran
finansial, kerugian akibat bencana alam, penyakit medis serius atau cacat) dapat
mencakup perasaan sedih, ruminasi tentang kehilangan, susah tidur, nafsu makan yang
buruk, dan penurunan berat badan. Dalam Kriteria a, yang mungkin menyerupai episode
depresi. Meskipun gejala seperti itu dapat dimengerti atau dianggap sesuai dengan
kerugian, adanya episode depresi berat selain respons normal terhadap kerugian yang

15
signifikan juga harus dipertimbangkan secara hatihati. Keputusan ini mau tidak mau
memerlukan penilaian klinis berdasarkan sejarah individu dan norma budaya untuk
ekspresi kesusahan dalam konteks kerugian. Kriteria telah dipenuhi setidaknya satu
episode hipomania (Kriteria a-f di atas) dan setidaknya satu episode depresi berat
(Kriteria a-c di atas). Belum pernah ada episode mania. Terjadinya episode hipomania
dan episode depresi berat tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan skizofrenia, gangguan
skizofreniform, gangguan delusional, atau spektrum skizofrenia spesifik dan tidak
ditentukan lainnya dan gangguan psikotik lainnya. Gejala depresi atau ketidakpastian
yang disebabkan oleh pergantian yang sering terjadi antara periode depresi dan hipomania
menyebabkan gangguan atau penurunan signifikan secara klinis di area kerja sosial,
pekerjaan, atau bidang penting lainnya.

2.2 Pengertian Dukungan Sosial Keluarga


Hubungan interpersonal merupakan salah satu ciri khas kehidupan manusia karena
sudah menjadi sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Dalam banyak hal, individu
memerlukan keberadaan orang lain untuk saling memberi perhatian, membantu,
mendukung dan bekerjasama dalam menghadapi tantangan kehidupan, bantuan ini
disebut dengan dukungan soaial. Para ahli mempunyai pengertian-pengertian sendiri
mengenai dukungan sosial. Dukungan sosial merupakan salah satu dari sekian banyaknya
dukungan moral yang diberikan antar individu. Biasanya dukungan sosial mempelajari
tentang hubungan yang mendukung, sehingga satu persatu diidentifikasikan sebagai
penyedia dukungan dan yang lainnya sebagai penerima dukungan Dengan dukungan
sosial, diharapkan bisa mengubah kebiasaan atau perilaku individu yang sedang dalam
keadaan kurang baik jiwanya. Dukungan sosial sangat diperlukan terutama pada pasien
gangguan bipolar (bipolar disorder). Individu yang termasuk dalam memberikan
dukungan sosial meliputi pasangan (suami/istri), orang tua, anak, sanak keluarga, teman,
tim kesehatan, atasan dan konselor. Dukungan sosial memiliki fungsi pertalian atau ikatan
sosial. Beberapa pendapat mengatakan bahwa dukungan sosial terutama dalam konteks
hubungan yang akrab atau kualitas hubungan perkawinan dan keluarga barangkali
merupakan sumber dukungan sosial yang paling penting. Dukungan sosial terdiri atas
informasi atau nasehat verbal dan non verbal, saran, bantuan yang nyata, atau tindakan
yang diberikan orang lain atau didapat karena kehadiran orang-orang tersebut memiliki
manfaat secara emosional dan perilaku untuk pihak penerima. Dukungan sosial dikatakan
sebagai perasaan nyaman, peduli, saling menghargai atau adanya bantuan untuk

16
seseorang dari orang lain atau kelompok yang ada. Dukungan sosial dilihat dari segi
fungsionalnya mencakup dukungan emosional, mendorong adanya ungkapan perasaan,
memberi nasihat atau informasi, pemberian bantuan material. Hampir setiap orang tidak
mampu menyelesaikan masalah sendiri, tetap mereka memerlukan bantuan orang lain.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa dukungan sosial merupakan mediator yang penting
dalam menyelesaikan masalah seseorang. Hal ini karena individu merupakan bagian dari
keluarga, teman sekolah
atau kerja, kegiatan agama ataupun bagian dari kelompok lainnya, dukungan keluarga
banyak mempunyai peran dalam kehidupan pada pasien gangguan bipolar untuk maju dan
berkembang dalam masyarakat. Pendekatan yang ada dalam keluarga terutama dengan
adanya ikatan emosional merupakan keperluan bagi pasien pengidap gangguan jiwa,
karena lingkungan pertama adalah rumah, keluarga mempunyai peran dominan untuk
menentukan masa depan pada tingkah laku dari bayi dan tingkah laku dalam hubungan
yang lain hingga mereka dewasa. Dari berbagai pendapat mengenai definisi dukungan
sosial dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah ketersediaan sumber daya yang
memberikan kenyamanan fisik dan psikologis yang didapat lewat pengetahuan bahwa
individu tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai oleh orang lain dan ia juga merupakan
anggota dalam suatu kelompok yang berdasarkan kepentingan bersama.

2.2.1 Jenis - jenis Dukungan Sosial Keluarga


empat jenis dukungan sosial, yaitu :
a. Dukungan emosional, mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian
terhadap orang yang bersangkutan.
b. Dukungan penghargaan, terjadi lewat ungkapan hormat/penghargaan positif untuk
orang lain itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu,
dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain, misalnya orang itu kurang mampu
atau lebih buruk keadaannya (menambah harga diri).
c. Dukungan instrumental, mencakup bantuan langsung, misalnya orang member
pinjaman uang kepada orang yang membutuhkan atau menolong dengan memberi
pekerjaan pada orang yang tidak punya pekerjaan
d. Dukungan informatif, mencakup pemberian nasihat, saran, pengetahuan, dan
informasi serta petunjuk.

Menurut Tracy (dalam Roberts, 2009: 104) ada beberapa jenis dukungan

17
sosial yang berbeda seperti :
a. Dukungan emosional
Adanya seseorang mendengarkan perasaan anda, atau memberikan dorongan.
b. Dukungan informasional
Adanya seseorang mengajarkan anda sesuatu, memberikan anda informasi atau
nasihat, atau membantu anda membuat suatu keputusan utama.
c. Dukungan konkret
Adanya seseorang membantu anda dengan cara yang kasat mata, meminjamkan anda
sesuatu, memberikan anda informasi, membantu anda melakukan tugas atau
mengambilkan pesanan anda.

Menurut Taylor (dalam Ratna, 2010: 113) jenis dukungan sosial yaitu :
a. Perhatian secara emosi
Diekspresikan melalui kasih sayang, cinta atau empati yang bersifat memberikan
dukungan. Kadang dengan hanya menunjukkan ekspresi saja sudah dapat memberikan
rasa tentram. Ekspresi ini penting untuk seorang perawat, karena ekspresi yang salah
dapat menimbulkan sakit yang bertambah bagi pasiennya.

b. Bantuan instrumental
Barang – barang atau jasa yang diperlukan ketika sedang mengalami masa– masa
stres.
c. Pemberian informasi
Informasi sekecil apapun merupakan hal yang sangat bermanfaat bagi pasien,
misalnya bagaimana penatalaksanaan duit, obat dan lainnya. Sehingga perawat perlu
memberikan informasi yang lengkap dan sesuai dengan kebutuhan pasien, terutama
hal apa yang membuatnya mandiri.
d. Dukungan penilaian
Dukungan berupa saran dari teman, keluarga terhadap keputusan yang diambil sudah
tepat, sesuai atau belum. Seorang perawat dapat memberikan saran kepada kliennya
dalam rangka second opinion, maksudnya adalah memberikan saran untuk memeriksakan
ulang tentang status kesehatannya bila dirasa masih belum yakin tentang hasil
pemeriksaan (laboratorium) yang diterimanya.
e. Bentuk dukungan sosial

18
Pada dasarnya hampir sama dengan bentuk dukungan sosial yang disampaikan dari
teori Taylor, hanya pada teori Sherburne ditambah bentuk lain yaitu menemani rekreasi
dan bersenang – senang.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jenis- jenis dukungan soaial adalah
dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan
informatif.

Sumber dukungan sosial yang paling penting adalah :


a. Keluarga
Keluarga merupakan sumber dukungan untuk pembentukan kepribadian dan kemampuan
seseorang untuk memecahkan masalah
b. Teman sebaya
Keberadaan teman dapat meningkatkan pentingnya tahap seseorang dalam bersosialisasi
diluar keluarga, seperti dalam kemampuan problem solving din keluarga maupun
pertemanan, adaptasi terhadap lingkungannya serta menjaga kesejahteraan psikologi.
c. Guru
Peran guru dapat menjadi sumber dukungan sosial karena dapat memberikan sikap dalam
memandang pendidikan, keberhasilan pendidikan serta dapat berperan dalam kesehatan
jiwa seseorang

Sumber – sumber dukungan sosial menurut terbagi menjadi dua kategori, yaitu :
a. Sumber artificial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, missal pada
peristiwa bencana alam dukungan berupa kebutuhan pokok atau pangan dan sandang
diberikan melalui berbagai bentuk sumbangan sosial.
b. Sumber natural melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan
orang – orang yang berada disekitarnya, misalnya dukungan dalam kegiatan sehari – hari
dari anggota keluarga (anak, istri, suami dan kerabat),
teman dekat atau relasi, bersifat informal, dapat berupa perhatian, kasih saying,
saling memberi saran dan menguatkan satu sama lain.

ada dua macam sumber dukungan sosial, yaitu :


a. Hubungan profesional, yakni bersumber dari orang – orang yang ahli di
bidangnya, seperti konselor, psikiater, psikolog, dokter maupun pengacara.

19
b. Hubungan non profesional, yakni bersumber dari orang – orang terdekat seperti
teman dan keluarga.

Dari beberapa penjelasan di atas sumber dukungan sosial yang paling penting yaitu
keluarga, teman sebaya dan guru. Fokus dukungan sosial yang akan diteliti adalah
keluarga.
Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial faktor yang mempengaruhi dukungan
sosial keluarga yaitu :
a. Faktor internal
Faktor internal meliputi dukungan suami atau istri, dari saudara kandung, atau dukungan
dari anak.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal meliputi dukungan dari sahabat, pekerjaan, tetangga, sekolah, keluarga
besar, kelompok sosial, kelompok rekreasi, tempat ibadah dan praktisi kesehatan.
Faktor yang dapat mempengaruhi dukungan sosial menurut Pierce yaitu :
a. Dukungan dari perawat atau staf klinik
Adanya dukungan sosial dari perawat atau staff klinik yang menangani mampu
meminimalisir terjadinya kambuh.

b. Dukungan dari group atau komunitas


Dukungan group mampu memberikan kesempatan yang lebih besar untuk menjadi
faktor dukungan sosial yang permanen, karena melibatkan orang – orang yang memiliki
kesamaan.
c. Skill training
Diberikan kepada pasien untuk meningkatkan kualitas personal atau mengembangkan
hubungan sosial.

Faktor yang mempengaruhi dukungan sosial adalah sebagai berikut:


a. Kebutuhan fisik
Kebutuhan fisik dapat mempengaruhi dukungan sosial. Adapun kebutuhan fisik
meliputi sandang, pangan dan papan. Apabila seseorang tidak terpenuhi kebutuhan
fisiknya maka seorang tersebut kurang dapat mendapat dukungan

20
sosial
b. Kebutuhan sosial
Seseorang dengan aktualisasi diri yang baik akan lebih dikenal oleh masyarakat
daripada orang yang tidak pernah bersosialisasi di masyarakat. Orang yang mempunyai
aktualisasi diri yang baikcenderung sealu ingin mendapatkan npengakuan di dalam
kehidupan masyarakat. Untuk itu pengakuan sangadiperlukan untuk penghargaan
c. Kebutuhan psikis
Jika seseorang sedang menghadapi masalah baik ringan maupun berat, maka orang
tersebut akan cenderung mencari dukungan sosial dari orang – orang sekitar sehingga
dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan dicintai.
Adanya beberapa penelitian yang menunjukan hubungan dukungan sosial keluarga
yang berdampak pada proses terapi pasien. Dukungan keluarga juga dapat menurunkan
tingkat depresi. Ketika berada di lingkungan masyarakat, ODGJ sering mendapatkan
stigma yang negatif dari orang lain. Dengan adanya stigma terhadap ODGJ sering
menimbulkan depresi terhadap dirinya. Dengan adanya dukungan keluarga maka depresi
yang mungkin terjadi dapat dihindari. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Pratiwi (2014), dimana hasil penelitiannya adalah terdapat hubungan yang signifikan
antara dukungan keluarga dengan tingkat depresi dan memiliki korelasi yang negatif. Dari
pengamatan yang ditemukan oleh peneliti saat pengambilan data, ODGJ yang
mendapatkan dukungan keluarga yang baik sama sekali tidak menunjukan tanda-tanda
depresi seperti murung, tidak bersemangat, dan yang lainnya. Komunitas Bipolar Care
Indonesia adalah komunitas yang dibuat untuk mewadahi ODB berlandaskan kasih
sayang dengan memberikan dukungan berupa dukungan emosional atau penghargaan,
dukungan instrumental, dukungan informasi, dan dukungan persahabatan. Dukungan
yang diterima oleh ODB membuat mereka mampu memilih coping strategy yang tepat
sehingga dapat mengurangi kondisi stres yang dialaminya. Dengan begitu kemampuan
ODB dalam hal penyesuaian diri terhadap kondisinya sebagai ODB dan juga terhadap
sosial akan meningkat. Hasil korelasi antara dukungan sosial dengan penyesuaian diri
terdapat hubungan positif yang cukup berarti antara dukungan sosial dengan penyesuaian
diri, maka semakin tinggi dukungan sosial yang diterima oleh ODB, semakin baik pula
penyesuaian diri pada ODB di komunitas Bipolar Care Indonesia Bandung.

2.3 Tatalaksana farmakologi


- Non farmakologi

21
Mengobati penyalagunaan zat serta pemberian nutrisi yang baik dengan protein
normal dan asupan asam lemak esensial, berolahraga, tidur yang cukup, pengurangan stres,
dan terapi psikososial Ini bisa dilakukan dengan memberikan dukungan, edukasi, dan
bimbingan kepada orang-orang dengan gangguan bipolar dan keluarga penderita gangguan
bipolar.
Beberapa perawatan psikoterapi yang digunakan untuk mengobati gangguan bipolar
meliputi (NIMH, 2016) :
 Terapi kognitif (CBT)
 Terapi keluarga
 Terapi psycotherapy interpersonal
- Farmakologi
Penatalaksaan secara farmakalogi first-line dalam pengobatan episode manic dan
episode depresi berulang dari gangguan bipolar adalah Litium. Golongan obat
penstabil mood atau antikonvulsan juga telah banyak digunakan (contohnya,
carbamazepine dan asam valproat) untuk pengobatan episode mania akut dan untuk
pencegahan kekambuhannya. Lamotrigin juga dapat digunakan untuk terapi
pencegahan kekambuhan. aripiprazol, klorpromazin, olanzapine, quetiapine,
risperidone, dan ziprasidoneare disetujui oleh FDA untuk pengobatan episode manic
gangguan bipolar. Pengobatan adjuvan jangka pendek dengan benzodiazepine juga
dapat membantu. Mekanisme kerja Diazepam dengan cara mengurangi konsentrasi
epinefrin plasma, serta menurunkan kecemasan, dan sebagai hasilnya Diazepam
meningkatkan fungsi seksual pada orang yang terhambat oleh kecemasan (Kaplan and
Sadock’s, 2015). Sedikit pasien memiliki kecemasan yang melumpuhkan dan
mungkin perlu benzodiazepin jangka pendek. Benzodiazepin bermanfaat dalam
mengurangi kecemasan. Diazepam dinyatakan memiliki anti-fobia, anti-panik dan
anti-kecemasan. Obat lain yang digunakan termasuk clonazepam dan alprazolam.

Prognosis
Prognosis tergantung pada penggunaan obat-obatan dengan dosis yang
tepat,pengetahuan komprehensif mengenai penyakit ini dan efeknya, hubungan positif
dengan dokterdan therapist, kesehatan fisik. Semua faktor ini merujuk ke prognosis
bagus.Akan tetapi prognosis pasien gangguan bipolar I lebih buruk dibandingkan dengan
pasiendengan gangguan depresif berat. Kira-kira 40%-50% pasien gangguan bipolar I
memiliki episodemanik Kedua dalam waktu dua tahun setelah episode pertama. Kira-kira 7%

22
dari semua pasiengangguan bipolar I tidak menderita gejala rekurensi, 45% menderita lebih
dari satu episode, dan40% menderita gangguan kronis. Pasien mungkin memiliki 2
sampai 30 episode manik,walaupun angka rata-rata adalah Sembilan episode. Kira-kira
40% dari semua pasien menderitalebih dari 10 episode.

BAB III
KESIMPULAN
Gangguan bipolar merupakan gangguan suasana hati yang ditandai adanya perubahan
mood yang ekstrim dan terdiri atas episode manik atau depresi, episode mania dan episode
campuran yang mencakup simtom-simtom mania dan depresi. Faktor dukungan sosial
keluarga merupakan faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi
dukungan sosial keluarga meliputi tahap perkembangan, pendidikan atau tingkat
pengetahuan, faktor emosional, dan spiritual. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari praktik
di keluarga, faktor sosial ekonomi dan latar belakang budaya. Apabila dukungan sosial
keluarga diberikan keluarga dengan baik maka pasien bipolar dapat mencapai penstabilan
yang substansial dari turun naiknya suasana hati mereka dan mampu memimpin kehidupan
yang normal serta produktif.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Jurnal penyesuaina diri keluarga penderita bipolar di RS.Bhayangkara Kota Kediri.


Lailatul Nurush, Sholikah,Sardjungsih, dan Tatik Imadatus Sa’adati. 2017
2. Jurnal Psikoedukasi Keluarga Terhadap Kemampuan Keluarga Dalam Merawat
Gangguan Jiwa. Sri Rahmani Nurhaikim.2020
3. Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas dari PPDGJ-III,DSM-5, ICD-
11. Cetakkan 3. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.Jakarta.2019.
4. Elvira S D, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Edisi ketiga. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.
5. Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.

24
6. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. 2015. Sinopsis psikiatri jilid 1. Tangerang:
Binarupa Aksara Publisher.
7. National Institute of Mental Health. (2017). Bipolar Disorder.
8. Jurnal Farmakoterapi gangguan bipolar. Uzlifathul Zannah, Irma melyani pupitasari,
rano kurnia sinuraya 2018.
9. Mintz, D. (2015). Bipolar Disorder: Overview, Diagnostic Evaluation and Treatment.
10. Kementerian Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan. (2018). Hasil
Utama Riset Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 1–100.
11. Made, (2013). Hubungan antara Dukungan Sosial Keluarga dengan Penerimaan Diri
Individu yang Mengalami Asma. Program Studi Psikologi, akultas Kedokteran,
Universitas Udayana
12. Ariella, V., & Oktamiasih, I., & Kanita, M. (2013). Bipolar Care Indonesia. [Online].
www.bipolarcareindonesia.com.
13. Anna, Lusia Kus. (2014). Gangguan Bipolar Bisa Diobati. [online].
14. Corellation between Social Support with Self-Adjusment in People with Bipolar
Disorder at Bandung’s Indonesia Bipolar Care Community. R. Annissa Kheista A.,
Endah Nawangsih Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung.
15. Pratiwi, D.A. (2014). Hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi pasien
gagal ginjal kronik dengan hemodialisa di RS PKU Muhamadyah Yogyakarta.
(Skripsi tidak dipublikasikan).Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta (online)
(http://opac.unisayogya.ac.id/278/1/publi kasi.

25

Anda mungkin juga menyukai