Anda di halaman 1dari 2

Nama : Dimas Purwantoro Syariah

Economics
NPK : K.2017.1.34362
Kelas : D

Produksi dan Konsumsi dalam Ekonomi Syariah dan Ekonomi


Konvensional
Dalam konsep ekonomi konvensional produksi dimaksudkan untuk memperoleh laba
sebesar besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam ekonomi syariah, tujuan produksi
dalam islam yaitu memberikan Mashlahah yang maksimum bagi konsumen. Walaupun dalam
ekonomi islam tujuan utamannya adalah memaksimalkan mashlahah, memperoleh laba
tidaklah dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan hukum islam. Dalam konsep
mashlahah dirumuskan dengan keuntungan ditambah dengan berkah.
Keuntungan bagi seorang produsen biasannya adalah laba (profit), yang diperoleh
setelah dikurangi oleh faktor-faktor produksi. Sedangkan berkah berwujud segala hal yang
memberikan kebaikan dan manfaat bagi produsen sendiri dan manusia secara keseluruhan.
Adapun kaidah-kaidah berproduksi dalam islam diantaranya adalah:

 Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap proses produksi,
 Mencegah kerusakan dimuka dibumi, termasuk membatasi polusi, memelihara
keserasian dan ketersediaan sumber daya alam,
 Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyrakat serta
mencapai kesejahteraan,
 Produksi dalam islam tidak dapat terpisahkan dari tujuan kemandirian umat, serta
 Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia baik kualitas spiritual maupun
mental dan fisik.

Sedangkan konsumsi dalam ekonomi konvensional yakni setiap kegiatan manusia


untuk memakai, menggunakan, dan menikmati barang atau jasa untuk kelangsungan
hidupnya. Menurut syariah/islam, pengertiannya tidak jauh berbeda dengan versi
konvensional. Yang membedakan hanyalah pada segi tujuan serta prinsip-prinsip dasar
mengenai konsumsi.
Jika dalam islam terdapat lima prinsip yaitu halal, baik/bergizi, makan dan minum
secukupnya, tidak mengandung riba, bukan dari hasil suap. Adapun tujuan atau sasaran
konsumsi menurut islam terbagi menjadi dua, yakni konsumsi untuk diri dan keluarga
sebagaimana sebuah hadist yang berbunyi “ketika seorang muslim menafkahkan hartanya
untuk keluarganya dengan tujuan mencari pahala dari Allah maka di hitung sebagai
sedekah”(HR. Bukhori),  dan konsumsi sebagai tanggungjawab sosial yakni apa saja yag
dinafkahkan untuk fakir miskin dan duafa adalah perbuatan mulia di mata Allah dan Allah
akan melimpahkan pahala sebagaimana yang telah termaktub dalam hadist yang tertuang
dalam penjelasan tentang jaminan sosial.
Ada beberapa karakteristik konsumsi dalam islam yaitu:
 Konsumsi bukanlah aktifitas tanpa batas, melainkan juga terbatasi oleh sifat kehalalan
dan keharaman yang telah digariskan oleh syara'
 Konsumen yang rasional, senantiasa membelanjakan pendapatan pada berbagai jenis
barang yang sesuai dengan kebutuhan jasmani maupun rohaninya.
 Menjaga keseimbangan konsumsi dengan bergerak antara ambang batas bawah dan
ambang batas atas dari ruang gerak konsumsi yang diperbolehkan
dalam ekonomi Islam
 Memperhatikan prioritas konsumsi antara dharuriyat, hajiyat dan takmiliyat.
Dharuriyat adalah komoditas yang mampu memenuhi kebutuhan paling mendasar,
misalkan menjaga keberlangsungan agama, jiwa, keturunan serta akal pikiran. Hajiyat
adalah komoditas yang dapat menghilangkan kesulitan dan juga relatif berbeda antara
satu orang dengan yang lainnya,misalkan luasnya tempat tinggal, baiknya kendaraan
dan sebagainya. Takmiliyat adalah komoditi pelengkap yang dalam penggunaannya
tidak boleh melebihi dua prioritas konsumsi diatas.

Anda mungkin juga menyukai