Anda di halaman 1dari 32

MATA KULIAH ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS ,BAYI BALITA DAN ANAK

PRA SEKOLAH
KELAINAN KONGENITAL PADA BAYI BARU LAHIR

DISUSUN OLEH :
NENG KARDILAH
201FI01029

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
TAHUN AJARAN 2021-2022
ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS ,BAYI,
BALITA DAN ANAK PRASEKOLAH
KELAINAN KONGENITAL PADA BAYI BARU LAHIR

A. Pendahuluan
Kelainan kongenital adalah penyebab utama kematian bayi di negara maju maupun negara
berkembang. Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan saja
atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan sebagai kelainan
kongenital multipel. Kadangkadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau belum
terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa waktu setelah kelahiran bayi.
Sebaliknya dengan kemajuan teknologi kedokteran, kadang-kadang suatu kelainan kongenital
telah diketahui selama kehidupan fetus. Bila ditemukan satu kelainan kongenital besar pada
bayi baru lahir, perlu kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital ditempat lain.
Dikatakan bahwa bila ditemukan dua atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan
ditemukannya kelainan kongenital besar di tempat lain sebesar 15% sedangkan bila
ditemukan tiga atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditemukan kelainan
kongenital besar sebesar 90%.
Di Indonesia, sekitar 2% dari semua bayi yang dilahirkan membawa cacat kongenital
serius, yang mengancam nyawa, menyebabkan kecacatan permanen, atau membutuhkan
pembedahan untuk memperbaikinya. Kematian lebih banyak terjadi pada awal-awal
kehidupan dan lebih banyak pada anak laki-laki di semua umur. Hal ini dikarenakan hanya
sedikit pengetahuan yang kita miliki tentang penyebab abnormalitas kongenital. Cacat pada
gen tunggal dan kelainan kromosom bertanggung jawab atas 10-20% dari total kecacatan
yang terjadi. Sebagian kecil berkaitan pada infeksi intrauterin (misalnya sitomegalovirus,
rubella), lebih sedikit lagi disebabkan obat-obatan teratogenik dan yang lebih sedikit lagi
disebabkan radiasi ionisasi

1. Pengertian Kelainan Kongenital


Kelainan kongenital adalah kelainan dalam pertubuhan struktur bayi yang timbul
semenjak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab
penting terjadinya abortus, lahi mati, atau kematian segera setelah lahir (Rukiyah, dkk, 2010).
Kelainan Kongenital adalah kelainan yang tampak pada saat lahir. Kelainan ini dapat
berupa penyakit yang diturunkan (didapat atas salah satu atau kedua orangtua) atau tidak
diturunkan (Prawirohardjo,2009).
2. Etiologi
Menurut Prawirohardjo (2007) beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi
terjadinya kelainan kongenital antara lain:
1) Kelainan genetik dan kromosom
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kejadian
kelainan kongenital pada anaknya. Diantara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum
Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan
atau kadang-kadang sebagai unsur resesif.
2) Faktor mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan
bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam
pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ.
3) Faktor infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital adalah infeksi yang tejadi pada periode
organogenesis yaitu dalam trimester petama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode
organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ tubuh.
Selain dapat menyebabkan terjadinya kelainan kongenital juga dapat menyebabkan terjadinya
abortus.
4) Faktor obat
Beberapa jenis obat dan jamu tertentu yang diminum oleh wanita hamil pada trimester
pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital
pada bayinya. Salah satu obat yang telah diketahui dapat menimbulkan kelainan kongenital
adalah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia.
5) Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital.
Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipoteroidisme atau penderita DM kemungkinan untuk
mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
6) Faktor radiasi
Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan
kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan
akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan
kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkan.
7) Faktor gizi
Pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada
bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan
dengan bayibayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya.
8) Tidak diketahui penyebabnya
Malformasi dengan penyebab yang tidak diketahui Hingga 50% abnormalitas kongenital tidak
diketahui penyebabnya secara pasti. Seperti pada defek ekstremitas terisolasi seperti tidak
mempunyai telapak tangan dapat disebabkan oleh hilangnya suplai darah pada saat masa
penting pembentukan tunas ekstremitas (limb bud) yang menyebabkan terhentinya proses
perkembangan. Berdasarkan studi empiris resiko berulang untuk kasus-kasus tersebut sangat
rendah.

3. Dignosis
Menurut Prawirohardjo (2007) diagnosis kelainan kongenital dapat dilakukan beberapa tahap
yaitu, tahap prenatal dan tahap post natal. Indikasi melakukan diagnosis prenatal umumnya
dilakukan bila ibu hamil mempunyai faktor resiko untuk melahirkan bayi dengan kelainan
kongenital. Faktor-faktor ini biasanya dihubungkan dengan adanya riwayat adanya kelainan
kongenital dalam keluarga, kelainan kongenital anak yang dilahirkan sebelumnya, faktor
umur ibu yang mendekati masa menopouse. Pencarian kelainan kongenital ini dilakukuan
pada kehamilan muda, umumnya pada kehamilan 16 minggu. Dengan bantuan alat
Ultrasonografi dapat dilakukan tindakan Amniosentesis untuk mengambil contoh cairan
amnion yang selanjutnya dilakukan penelitian lebih lanjut.
Contoh kelainan kongenital diantaranya :
a. Hernia Diafragmatik
Terjadi karena terbentuknya sebagian diafragma sehingga isi perut masuk kedalam rongga
toraks. Kelainan yang sering ditemukan ialah penutupan tidak sempurna dari sinus
pleuroperitoneal yang terletak pada bagian posrero lateral dari diafragma. Atau kondisi
dimana
terjadinya cacat kongenital yang terdapat sebuah lubang pada otot diafragma (otot yang
membatasi rongga dada dan rongga perut). Lubang pada otot diafragma memberikan
kesempatan organ-organ pada rongga perut seperti usus dapat naik masuk ke rongga dada.
Adanya organ yang memasuki rongga dada ini disebut hernia.
Diafragma adalah otot besar yang memisahkan antara organ-organ di dada (jantung dan
paru-paru) dan organ di perut (lambung, usus, hati, limpa). Hernia diafragmatika atau hernia
diafragma adalah kondisi yang terjadi ketika ada satu atau lebih organ di perut yang bergerak
naik ke bagian dada bayi Satu atau beberapa organ di perut bisa naik ke dada melalui lubang
atau bukaan pada otot diafragma. Hernia diafragma pada bayi atau yang juga bisa disebutkan
dengan hernia diafragmatika kongenital bisa mencegah paru-paru bayi berkembang
sepenuhnya. Hal ini tentu dapat menyebabkan bayi mengalami kesulitan bernapas saat lahir.
Kondisi cacat lahir bayi yang satu ini bisa muncul saat bayi baru lahir maupun di kemudian
hari.1

 Gejala
Tergantung kepada banyaknya isi perut yang masuk kedalam toraks, akan timbul gejala
gangguan pernapasan seperti sianosis, sesak napas, retaraksi sela iga dan sublateral, perut
kecil dan cekun, suara napas tidak terdengar pada paru yang terdesak pada bunyi jantung lebih
jelas pada bagian yang berlawanan oleh karena didorong oleh isi perut. Menurut Stanford
Children’s Health, gejala hernia diafragma bisa berbeda-beda pada setiap bayi. Beberapa
gejala hernia diafragmatika atau hernia diafragma kongenital pada bayi adalah sebagai
berikut:
 Kesulitan bernapas atau sesak pada bayi
 Napas bayi cenderung cepat
 Denyut jantung bayi cepat
 Kulit bayi terlihat berwarna kebiruan
 Perkembangan dada bayi terlihat tidak normal dengan satu sisi dada lebih besar daripada yang
lain
 Perut bayi tampak cekung
Gejala hernia diafragma kongenital pada bayi mungkin terlihat serupa dengan gejala dari
masalah kesehatan lainnya.. Sementara tingkat keparahan gejala hernia bisa bervariasi sesuai
dengan ukuran, penyebab, dan organ tubuh yang bermasalah. Diantaranya :
 Sulit bernapas (difficulty breathing)
Kondisi hernia diafragma pada bayi ini terbilang sangat parah. Ini terjadi saat perkembangan
paru-paru terbilang tidak normal.
 Takipnea (pernapasan cepat)
Paru-paru dapat mencoba memperbaiki kadar oksigen yang rendah di dalam tubuh bayi. Hal
ini dilakukan paru-paru dengan cara bekerja lebih cepat.
 Kulit bayi berwarna kebiruan
Ketika pasokan oksigen dari paru-paru bayi dengan kondisi hernia diafragmatika tidak
mencukupi, kulit bayi akan tampak berwarna kebiruan (sianosis).
 Takikardia (detak jantung cepat)
Jantung bayi bisa saja berkerja lebih cepat dalam memompa darah. Hal ini bertujuan agar
pasokan darah yang mengandung oksigen di sekujur tubuh bayi dengan kondisi hernia
diafragmatika tercukupi dengan baik.
 Bunyi napas berkurang atau tidak ada
Bunyi pernapasan bayi yang berkurang atau tidak ada adalah gejala umum pada hernia
diafragmati atau hernia diafragmatika kongenital pada bayi.
Gejala ini bisa terjadi karena salah satu paru-paru bayi yang seharusnya terdiri atas dua organ
belum terbentuk dengan sempurna. Kondisi ini kemudian membuat bunyi napas bayi pada
paru-paru bayi yang belum terbentuk atau berkembang tersebut tidak terdengar.
 Bunyi usus di area dada
Kondisi ini terjai saat usus bayi bergerak naik ke bagian rongga dada melalui lubang pada otot
diafragma. Hal ini membuat suara usus bayi terdengar muncul dari area dada.
 Perut bayi tidak penuh
Kondisi perut bayi mungkin kurang penuh seperti yang seharusnya. Hal ini bisa dideteksi saat
melakukan palpasi atau pemeriksaan tubuh bayi dengan cara menekan area tertentu.
Perut bayi yang tidak penuh ini bisa disebabkan oleh organ di dalam perut yang masuk ke area
rongga dada.2
 Etiologi
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), sebagian besar penyebab hernia
difragmatika atau hernia diafragma kongenital pada bayi tidak diketahui secara pasti.
Akan tetapi, beberapa kasus hernia diafragma dipercaya disebabkan oleh adanya kelainan
genetik di dalam tubuh bayi.
Lebih lanjutnya, penyebab hernia diafragmatika kongenital adalah karena perkembangan
diafragma tidak berjalan dengan normal selama masa pertumbuhan janin di dalam kandungan.
Kondisi cacat lahir pada bayi karena diafragma berlubang dapat membuat satu atau lebih
organ yang ada di dalam perut bayi untuk bergerak naik ke dada. Berbagai organ di perut
tersebut kemudian menempati ruang yang seharusnya merupakan area bagi paru-paru.
Akibatnya, paru-paru bayi tidak dapat berkembang dengan baik. Namun pada kebanyakan
kasus, hernia diafragmatika biasanya hanya mengenai salah satu paru-paru bayi yang
mengalami gangguan.
 Faktor-faktor Risiko
Meski penyebab hernia diafragmatika atau hernia diafragma kongenital pada bayi belum
diketahui sepenuhnya, ada berbagai faktor yang meningkatkan risiko kondisi ini. Ambil
contohnya kelainan pada kromosom dan genetik bayi serta lingkungan sekitar dan masalah
gizi ibu selama hamil turut andil dalam memicu hernia diafragmatika pada bayi Bukan hanya
itu, peluang terjadinya hernia diafragmatika kongenital pada bayi juga dapat dipicu oleh
adanya masalah atau gangguan pada organ tubuh lainnya. Masalah pada organ tubuh bayi bisa
meliputi gangguan terkait perkembangan organ jantung, organ pencernaan, maupun sistem
genitourinari. Sistem genitourinari atau sistem urogenital adalah organ yang berasal dari
sistem reproduksi dan sistem kemih yang dikelompokkan menjadi satu karena posisinya
saling berekatan. Selain itu, beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya hernia
diafragma atau hernia diafragmatika pada bayi adalah sebagai berikut:
 Bayi mengalami cedera karena kecelakaan
 Pernah melakukan prosedur operasi atau pembedahan di dada maupun perut
 Pernah jatuh dan memengaruhi kondisi otot diafragma
Diagnosis
Diagnosis yang dilakukan adalah dengan membuat foto toraks. Diagnosa dapat ditemukan
pada usia kehamilan trimester pertama. USG untuk mempelajari keadaan rongga dada dan
abdomen untuk mencari tanda halus dari CDH untuk memprediksi keparahan CDH.
Diperlukan fetal MRI untuk melihat lebih jelas keadaan janin untuk mengetahui organ lain
karena CDH. Fetal echocardiography, dengan USG untuk melihat keadaan jantung janin yang
dapat terjadi pada janin dengan kasus CDH. Fetal echocardiography, dengan USG untuk
melihat keadaan jantung janin yang dapat terjadi pada janin dengan kasus CDH. Genetik
bertujuan untuk mengetahui kelainan kromosom atau material genetik untuk mengetahui
penyebab CDH..
 Penatalaksanaan
Tindakan dengan operasi, sebelumnya dilakukan tindakan pemberian oksigen bila bayi
tampak sianosi, kepala dan dada harus lebih tinggidari pada dada dan perut, yaitu agar
tekanan dari isi perut terhadap paru berkurang dan membiarkan daifragma bergerak dengan
bebas. Posisi ini juga dilakukan setelah operasi.3

b. Atresia Duodeni Esofagus


a) Pengertian
Atresia duodenum merupakan bagian dari atresia, yaitu kelainan bawaan saat lahir yang
terjadi akibat tertutupnya lubang atau saluran cerna tertentu. Atresia bukan hanya terjadi pada
lubang duodenum (usus dua belas jari) saja, melainkan juga pada lubang jejunum (usus
kosong), ileum (usus penyerapan), atau pun kolon (usus besar).
Pada kondisi ini, duodenum tidak terbuka secara sempurna sehingga menghalangi
jalannya makanan dari lambung menuju usus untuk dicerna. Ini menyebabkan terjadinya
peningkatan kadar cairan ketuban selama kehamilan (polihidramnion) dan obstruksi usus pada
bayi yang baru lahir. Sebagian besar kasus ini juga disertai dengan kelainan lahir yang lain,
termasuk kelainan trisomi 21 atau Down syndrome.4
b) Etiologi
Penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenal sampai saat ini belum diketahui.
Atresia duodenal sering ditemukan bersamaan dengan malformasi pada neonatus lainnya,
yang menunjukkan kemungkinan bahwa anomali ini disebabkan karena gangguan yang
dialami pada awal kehamilan. Pada beberapa penelitian, anomali ini diduga karena karena
gangguan pembuluh darah masenterika. Gangguan ini bisa disebabkan karena volvulus,
malrotasi, gastrokisis maupun penyebab yang lainnya. Pada atresia duodenum, juga diduga
disebabkan karena kegagalan proses rekanalisasi. Faktor risiko maternal sampai saat ini tidak
ditemukan sebagai penyebab signifikan terjadinya anomali ini. Pada sepertiga pasien dengan
atresia duodenal menderita pula trisomi (sindrom down), akan tetapi ini bukanlah faktor
risiko yang signifikan menyebabkan terjadinya atresia duodenal. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa 12-13% kasus atresis duodenal disebabkan karena polihidramnion.
c) Gejala Atresia Duodenum
Berikut adalah beberapa gejala yang dialami oleh bayi pengidap atresia duodenum:
 Pembengkakan pada perut bagian atas (kondisi ini jarang terjadi).
 Tidak mengalami buang air kecil (BAK) atau buang air besar (BAB).
 Bayi kesulitan untuk minum karena adanya sumbatan pada duodenum.
 meskipun bayi tidak mendapatkan asupan makanan dan minuman apapun selama
beberapa jam.
d) Diagnosis Atresia Duodenum
Diagnosis atresia duodenum biasanya dikonfirmasi dengan dua cara, yaitu:
 Ultrasonography (USG)
Umumnya, ibu hamil dengan kondisi janin mengidap atresia duodenum akan mengalami
peningkatan jumlah air ketuban (polihidramnion) selama kehamilan. Ini terjadi akibat
ketidakmampuan janin dalam menelan cairan amniotik dan menyerapnya di saluran
pencernaan. Sehingga melalui USG, dokter bisa mendeteksi kemungkinan terjadinya atresia
duodenum melalui jumlah air ketuban dalam rahim. Sebagian besar kasus atresia duodenum
dideteksi antara bulan ke 7 dan 8 kehamilan, akan tetapi pada beberapa penelitian bisa
terdeteksi pada minggu ke 20.
 Pemeriksaan Melalui X-ray
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi lambung dan duodenum. Sebab pada
kasus ini, lambung dan duodenum cenderung membesar akibat adanya sumbatan di salah satu
bagian duodenum janin. Kondisi tersebut dikenal dengan istilah “double-bubble”.
 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan yang dilakukan pada neonatus yang baru lahir dengan kecurigaan atresia
duodenum, yakni pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan
laboratorium yang diperiksa yakni pemeriksaan serum, darah lengkap, serta fungsi ginjal
pasien. Pasien bisanya muntah yang semakin progresive sehingga pasien akan mengalami
gangguan elektrolit. Biasanya mutah yang lama akan menyebabkan terjadinya metabolik
alkalosis dengan hipokalemia atau hipokloremia dengan paradoksikal aciduria. Oleh karena
itu, gangguan elektrolit harus lebih dulu dikoreksi sebelum melakukan operasi. Disamping itu,
dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui apakah pasien mengalami demam
karena peritonitis dan kondisi pasien secara umum.
e) Pengobatan dan perawatan
Pengobatan dan perawatan atresia duodenum bisa dilakukan dengan beberapa prosedur.
Mulai dari penyedotan keluar cairan yang terperangkap di perut bayi, memberikan infus
cairan intravena, hingga pembedahan (operasi). Operasi ini dilakukan untuk menyambung
bagian duodenum sebelum dan setelah sumbatan, agar kontinuitas saluran duodenum kembali
normal. Dengan demikian, cairan serta makanan dari lambung dapat masuk ke usus dan
tercerna dengan baik.
Untuk mencegah terjadinya atresia duodenum atau kelainan bawaan lahir lainnya, ibu
perlu melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin. Ini dilakukan untuk mendeteksi
kemungkinan terjadinya atresia duodenum yang bisa memengaruhi kondisi bayi saat lahir.
Sebab semakin dini terdeteksi, maka semakin tinggi kemungkinannya untuk bisa
disembuhkan. Karena meskipun atresia duodenum ini adalah kelainan usus bawaan lahir,
penyakit ini tetap bisa disembuhkan dengan operasi.
f) Penata laksanaan
Tata Laksana Preoperatif
Setelah diagnosis ditegakkan, maka resusitasi yang tepat diperlukan dengan melakukan
koreksi terhadap keseimbangan cairan dan abnormalitas elektrolit serta melakukan kompresi
pada gastrik. Dilakukan pemasangan orogastrik tube dan menjaga hidrasi IV. Managemen
preoperatif ini dilakukan mulai dari pasien lahir. Sebagian besar pasien dengan duodenal
atresia merupakan pasien premature dan kecil, sehingga perawatan khusus diperlukan untuk
menjaga panas tubuh bayi dan mencegah terjadinya hipoglikemia, terutama pada kasus berat
badan lahir yang sangat rendah, CHD, dan penyakit pada respirasi. Sebaiknya pesien dirawat
dalam inkubator.
Tatalaksana intraoperatif
Saat ini, prosedur yang banyak dipakai yakni laparoskopi maupun open
duodenoduodenostomi. Teknik untuk anastomosisnya dilakukan pada bagian proksimal
secara melintang ke bagian distal secara longitudinal atau diamond shape.7 Dilakukan
anastomosis diamond-shape pada bagian proksimal secara tranversal dan distal secara
longitudinal. Melalui teknik ini akan didapatkan diamater anatomosis yang lebih besar,
dimana kondisi ini lebih baik untuk mengosongkan duodenum bagian atas.
Tata Laksana Postoperatif
Pada periode postoperatif, maka infus intravena tetap dilanjutkan. Pasien menggunakan
transanastomotic tube pada jejunum, dan pasien dapat mulai menyusui setelah 48 jam pasca
operasi. Untuk mendukung nutrisi jangka panjang, maka dapat dipasang kateter intravena
baik sentral maupun perifer apabila transanastomotic enteral tidak adekuat untuk memberi
suplai nutrisi serta tidak ditoleransi oleh pasien. Semua pasien memiliki periode aspirasi asam
lambung yang berwarna empedu. Kondisi ini terjadi karena peristaltik yang tidak efektif atau
distensi pada duodenum bagian atas. Permulaan awal memberi makanan oral tergantung pada
penurunan volume gastrik yang diaspirasi.4

c. Meningokel , Encesalokel

1) Meningokel
Meningokel adalah menonjolnya selaput yang menutupi tulang belakang dan bagian saraf
tulang belakang. Penyakit ini biasanya ditandai dengan adanya benjolan pada punggung bayi.
Meningokel disebabkan oleh kelainan pada pembentukan tulang belakang dan jaringan saraf
janin di dalam kandungan. Meningokel merupakan bagian dari penyakit akibat gangguan
pembentukan tabung saraf pada janin atau spina bifida. Kantung atau kista meningokel
muncul melalui celah di tulang belakang.
Tonjolan ini dipenuhi oleh sebagian selaput tulang belakang dan cairan tulang belakang.
Selain memengaruhi penampilan tulang belakang bayi, meningokel juga bisa memengaruhi
saraf di sekitarnya. Deteksi dini meningokel bisa dilakukan sebelum bayi lahir. Saat usia
kehamilan memasuki 15–20 minggu, dokter dapat melakukan pemeriksaan USG untuk
memantau perkembangan janin dan mendeteksi apakah terdapat kelainan pembentukan
tabung saraf. Deteksi dini meningokel bisa dilakukan sebelum bayi lahir. Saat usia kehamilan
memasuki 15–20 minggu, dokter dapat melakukan pemeriksaan USG untuk memantau
perkembangan janin dan mendeteksi apakah terdapat kelainan pembentukan tabung saraf.
Untuk hasil yang lebih akurat, dokter dapat melakukan pemeriksaan genetik dengan
mengambil sampel cairan ketuban guna melihat apakah terdapat kelainan bawaan pada janin.5
Pencegahan
Begitu bayi didiagnosis menderita meningokel, kemungkinan besar dokter akan
menjadwalkan operasi sesegera mungkin. Pembedahan awal dapat mencegah terjadinya
infeksi, pembengkakan, dan kerusakan lebih lanjut pada saraf tulang belakang bayi.
Namun, jika saraf tulang belakang sudah cacat atau rusak, tindakan operasi mungkin tidak
bisa memperbaikinya. Operasi penanganan meningokel dilakukan dengan cara membuat
sayatan pada kantung atau kista yang muncul untuk mengalirkan cairan yang ada di
dalamnya. Selama proses pembedahan dilakukan, bayi berada dalam pengaruh anestesi atau
bius umum agar tertidur dan tidak mengalami rasa sakit.
Perawatan Setelah Operasi Meningokel
Setelah operasi selesai, bayi akan diberi antibiotik oleh dokter untuk mencegah infeksi.
Selain itu, bayi juga harus dirawat di rumah sakit selama sekitar 2 minggu setelah ia selesai
menjalani operasi meningokel. Selama bayi menjalani masa pemulihan, dokter kemungkinan
akan melakukan beberapa pemeriksaan penunjang, seperti tes darah dan MRI atau USG,
untuk memastikan bahwa luka operasi telah sembuh dan memonitor apakah terdapat
timbunan cairan di kepala bayi atau hidrosefalus.
Selain itu, risiko lain yang dapat muncul setelah operasi meningokel adalah infeksi atau
peradangan pada saraf tulang belakang, serta gangguan saraf, seperti kelemahan hingga
kelumpuhan otot. Oleh karena itu, meningokel perlu ditangani sejak awal dengan operasi agar
bayi tidak terkena berbagai masalah kesehatan yang lebih berat.6
 Encephalocele
Encephalocele atau ensefalokel adalah kelainan atau cacat lahir bawaan ketika tengkorak
bayi tidak berkembang dengan sempurna atau tabung tidak menutup sepenuhnya selama
kehamilan. Perkembangan tengkorak yang belum sempurna ini membuat sebagian jaringan
otak dan jaringan di sekitarnya berada di luar tengkorak. Jadi, ada bukaan mulai dari bagian
hidung sampai ke belakang leher atau melewati bagian tengah tengkorak. Akan tetapi, bukaan
ensefalokel yang paling sering terjadi yakni di bagian belakang kepala (lihat gambar), di
bagian atas kepala, dan di antara bagian dahi dan hidung. Jadi, encephalocele atau ensefalokel
adalah kondisi cacat lahir yang menimbulkan adanya tonjolan atau bulatan kecil menyerupai
kantung yang keluar melalui lubang tengkorak bayi.
Kadang kala, ada juga bagian dari selaput yang menutupi otak dan sumsum tulang
belakang (meninges) dan cairan serebrospinal yang keluar melalui lubang tengkorak.
Normalnya, otak dan sumsum tulang belakang bayi berkembang pada struktur bernama
tabung saraf. Ketika tabung saraf bayi tidak menutup dengan sempurna selama kehamilan
akan ada bagian otak yang menempel di luar tabung saraf. Jadi, encephalocele atau
ensefalokel adalah kondisi cacat lahir yang menimbulkan adanya tonjolan atau bulatan kecil
menyerupai kantung yang keluar melalui lubang tengkorak bayi. Kadang kala, ada juga
bagian dari selaput yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang (meninges) dan cairan
serebrospinal yang keluar melalui lubang tengkorak. Normalnya, otak dan sumsum tulang
belakang bayi berkembang pada struktur bernama tabung saraf. Ketika tabung saraf bayi tidak
menutup dengan sempurna selama kehamilan akan ada bagian otak yang menempel di luar
tabung saraf.7
Etiologi
selama masa perkembangan awal, otak dan sumsum tulang belakang bayi berkembang
sebagai struktur yang disebut tabung saraf. Tabung saraf tersebut seharusnya memiliki dua
ujung yang masing-masing terbuka. Kedua bukaan ini kemudian akan menutup dalam
beberapa minggu pertama kehamilan. Meski bukaan di ujung tabung saraf menutup, tabung
saraf tetap akan tumbuh hingga akhirnya membentuk otak dan sumsum tulang belakang
Kedua bukaan ini kemudian akan menutup dalam beberapa minggu pertama kehamilan.
Meski bukaan di ujung tabung saraf menutup, tabung saraf tetap akan tumbuh hingga
akhirnya membentuk otak dan sumsum tulang belakang. Proses ini turut melibatkan neural
tube atau saluran sempit yang tertutup guna mendukung pembentukan otak dan sumsum
tulang belakang. Jika proses penutupan tabung saraf ini tidak berhasil berjalan dengan baik,
akan muncul masalah yang dikenal dengan nama cacat tabung saraf. Penyebab dari
encephalocele sebenarnya belum diketahui secara pasti.

akan tetapi, ahli kesehatan meyakini bahwa ada berbagai faktor yang terlibat sebagai
penyebab encephalocele. Faktor genetik atau keturunan dinilai turut terlibat dalam penyebab
ensefalokel.
Artinya, genetik yang diturunkan dari orangtua ke anak bisa membuat bayi lahir dengan
kondisi encephalocele. Bahkan, jika ada anggota keluarga selain ayah dan ibu, misalnya
kakek, nenek, atau saudara lainnya memiliki genetik ensefalokel, juga bisa menyebabkan
anak mengalaminya. Menurut Great Ormond Street Hospital for Children, encephalocele
dapat menjadi ciri dari adanya berbagai sindrom. Berbagai sindrom ini contohnya sindrom
Dandy Walker, malformasi Chiari, dan lainnya.
 Tanda dan gejala
Encephalocele atau ensefalokel adalah kondisi cacat bawaan dengan gejala yang mudah
terlihat saat bayi baru lahir. Namun dalam beberapa kasus, adanya ensefalokel kecil di bagian
hidung dan dahi bisa tidak terdeteksi sampai dilakukan diagnosis yang tepat.
Berbagai gejala encephalocele yang dialami bayi adalah sebagai berikut:
 Mengalami kelainan sistem saraf (masalah neurologis)
 Mengalami penumpukan cairan serebrospinal di otak (hidrosefalus)
 Mengalami kelumpuhan anggota gerak
 Mengalami ukuran lingkar kepala kecil yang tidak normal (mikrosefalus)
 Mengalami gerakan otot yang tidak terkoordinasi (ataksia)
 Mengalami keterlambatan dalam perkembangan
 Mengalami gangguan penglihatan
 Mengalami masalah atau kesulitan bernapas bila ensefalokel ada di bagian hidung
 Mengalami kesulitan saat menelan
 Rasa sakit di sekitar jendolan encephalocele
 Bayi kejang
 Bayi mengalami keterlambatan dalam perkembangan mental
Gejala ensefalokel adalah kondisi dengan gejala yang sangat bervariasi. Seperti yang
dirincikan di atas, gejala encephalocele dapat meliputi hidrosefalus atau pembengkakan otak
bayi karena adanya penumpukan cairan serebrospinal.
Selain itu, beberapa bayi juga menunjukkan tanda keterlambatan perkembangan yakni
berhasil mencapai tonggak perkembangan tetapi dalam waktu yang lebih lama.
Perkembangan yang cenderung lebih lambat ini misalnya saat bayi berhasil duduk sendiri,
bayi merangkak, bayi berdiri, hingga bayi berjalan. Bahkan, postur tubuh bayi dengan kondisi
encephalocele ini bisa saja lebih kecil ketimbang bayi lainnya di usia yang sama. Kemampuan
belajar bayi juga mungkin cenderung rendah seiring perkembangan usianya. Di sisi lain,
gejala encephalocele juga bisa membuat bayi mengalami kejang dan gangguan pada
penglihatan. Hanya saja, ternyata ada juga bayi dengan encephalocele yang tidak mengalami
gejala lain sama sekali selain benjolan di tengkorak. Jika kondisi ini yang terjadi, biasanya
orangtua memilih untuk menghilangkan ensefalokel tersebut. Hal ini dikarenakan untuk
memperbaiki penampilan bayi dan khawatir si kecil akan mengalami cedera di kemudian hari,
contohnya saat bermain, berolahraga, dan beraktivitas.
Factor Risiko kelainan encephalocele.
Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention (CDC), ada beberapa faktor yang
dapat meningkatkan risiko bayi mengalami encephalocele. Berbagai faktor risiko
encephalocele adalah sebagai berikut:
 Bayi lahir prematur
 Berat badan bayi lahir rendah (BBLR)
 Memiliki cacat lahir lain
 Keturunan kulit hitam
 Keturunan Afrika-Amerika
CDC menganjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan asam folat sebelum hamil. Bukan hanya
sebelum hamil, kebutuhan asam folat selama masa kehamilan juga tidak boleh kurang.
Selain itu, kebutuhan zat gizi lain yang perlu dipenuhi ibu sebelum dan selama kehamilan
yakni vitamin B kompleks lainnya.
Ini karena asupan vitamin B kompleks, termasuk asam folat, yang cukup sebelum dan selama
kehamilan dapat membantu menurunkan risiko terjadinya cacat lahir pada bayi.
Hal ini dapat menurunkan risiko cacat lahir pada otak maupun tulang belakang bayi seperti
dalam kasus encephalocele ini.
Jika Anda sedang hamil atau berencana hamil dan ingin mengurangi faktor risiko yang
mungkin dimiliki oleh Anda dan bayi, segera konsultasikan lebih lanjut dengan dokter.
 Diagnosis
Encephalocele atau ensefalokel adalah kondisi yang bisa dengan mudah didiagnosis dokter
saat bayi baru lahir dengan melihat adanya tonjolan di kepala, celah tengkorak, atau tulang
wajah. Dalam beberapa kasus, ensefalokel juga bisa didiagnosis saat usia anak sudah
beberapa tahun. Terkadang, encephalocele yang didiagnosis dokter bisa berukuran kecil
misalnya di sekitar hidung dan dahi bayi. Bahkan, saking kecilnya ukuran encephalocele di
daerah hidung dan dahi juga bisa tidak terdeteksi. Diagnosis encephalocele juga bisa
dilakukan saat bayi masih berada di dalam kandungan menggunakan pemeriksaan ultrasound
(USG).
Ensefalokel dapat dengan mudah didiagnosis saat kehamilan ketika ukurannya cukup besar
sehingga tertangkap dalam pemeriksaan USG. Setelah ditemukan adanya encephalocele,
dokter kemudian akan memastikannya dengan melakukan pemeriksaan MRI (magnetic
resonance imaging) pada bayi. Pemeriksaan MRI akan membantu dokter untuk mengamati
dengan lebih jelas mengenai kondisi tengkorak bayi serta pengaruh kantung tambahan pada
selaput dan jaringan otak. Dokter akan dengan teliti memeriksa kondisi bayi karena
encephalocele juga dapat berkaitan dengan masalah kesehatan lainnya.
 Pengobatan
hk. Proses operasi dilakukan oleh seorang ahli bedah saraf di beberapa bulan pertama setelah
bayi lahir. Bila kulit yang menutupi encephalocele bayi membantu melindungi tengkorak,
dokter mungkin menyarankan pembedahan ditunda beberapa bulan lagi. Sementara jika tidak
ada kulit yang melindungi encephalocele, operasi bisa dilakukan secepatnya setelah bayi baru
lahir. Dalam kasus yang lebih kompleks, bayi bisa menjalani operasi secara bertahap bahkan
sampai usianya beberapa tahun agar lebih mudah dilakukan. Perawatan bagi bayi yang
mengalami ensefalokel dapat disesuaikan dengan kebutuhannya. Hanya saja, gangguan
neurologis atau kelainan saraf akibat ensefalokel biasanya masih akan tetap ada. Dokter akan
memberikan penanganan jangka panjang tergantung kondisi.7
d. Hidrosefalus

adalah penumpukan cairan di rongga otak, sehingga meningkatkan tekanan pada otak. Pada
bayi dan anak-anak, hidrosefalus membuat ukuran kepala membesar. Sedangkan pada orang
dewasa, kondisi ini bisa menimbulkan sakit kepala hebat. Dalam kondisi normal, cairan
serebrospinal seharusnya mengalir di otak dan sumsum tulang belakang. Selanjutnya, cairan
serebrospinal tersebut diserap oleh pembuluh darah. Namun, tidak demikian pada bayi yang
mengalami hidrosefalus karena cairan serebrospinal tidak mengalir dengan lancar di dalam
otak. Bukannya terserap oleh pembuluh darah, cairan serebrospinal justru menumpuk pada
otak sehingga menimbulkan pembesaran atau pembengkakan. Itulah mengapa salah satu
gejala hidrosefalus pada bayi yang paling mudah terlihat yakni membesarnya ukuran lingkar
kepala lebih dari normal.8
Etiologi
Hidrosefalus disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi dan penyerapan cairan
di dalam otak. Akibatnya, cairan di dalam otak terlalu banyak dan membuat tekanan dalam
kepala meningkat. Kondisi ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yang meliputi:
 Aliran cairan otak yang tersumbat.
 Produksi cairan otak yang lebih cepat dibanding penyerapannya.
 Penyakit atau cedera pada otak, yang memengaruhi penyerapan cairan otak.
Hidrosefalus bisa terjadi pada bayi ketika proses persalinan, atau beberapa saat setelah
dilahirkan. Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi kondisi tersebut, di antaranya:
 Perdarahan di dalam otak akibat kelahiran prematur.
 Perkembangan otak dan tulang belakang yang tidak normal, sehingga menyumbat aliran
cairan otak.
 Infeksi selama masa kehamilan yang dapat memicu peradangan pada otak janin,
misalnya rubella atau sifilis.
Di samping itu, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko hidrosefalus pada
semua usia, yaitu:
 Tumor di otak dan saraf tulang belakang.
 Perdarahan di otak akibat cedera kepala atau stroke.
 Infeksi pada otak dan saraf tulang belakang, misalnya meningitis.
 Cedera atau benturan pada kepala yang berdampak ke otak.
Gejala Hidrosefalus
Hidrosefalus pada bayi ditandai dengan lingkar kepala yang cepat membesar. Selain itu,
akan muncul benjolan yang terasa lunak di ubun-ubun kepala. Selain perubahan ukuran
kepala, gejala hidrosefalus yang dapat dialami bayi dengan hidrosefalus adalah:
- Rewel
- mengantuk
- mau menyusu
-Muntah
-Pertumbuhan terhambat
-Kejang
Diagnosis Hidrosefalus
Hidrosefalus pada bayi dapat dilihat dari bentuk kepalanya yang membesar. Sedangkan pada
pasien dewasa, hidrosefalus dapat diketahui oleh dokter dengan menanyakan gejala yang
dialami dan melakukan pemeriksaan fisik. Kemudian, dokter akan memastikannya dengan
melakukan pencitraan melalui USG, CT scan, atau MRI. Pencitraan tersebut juga digunakan
untuk mengetahui penyebab hidrosefalus dan adanya kondisi lain yang terkait dengan gejala
pada pasien
Pengobatan Hidrosefalus
Hidrosefalus ditangani dengan cara operasi. Tujuannya adalah mengembalikan dan menjaga
kadar cairan di dalam otak. Metode operasi yang biasanya diterapkan pada pasien
hidrosefalus adalah:
 Operasi pemasangan shunt
Shunt adalah selang khusus yang dipasang di dalam kepala untuk mengalirkan cairan otak ke
bagian lain di tubuh, agar mudah terserap ke dalam aliran darah. Bagian tubuh yang dipilih
untuk mengalirkan cairan otak adalah rongga perut. Operasi ini juga disebut dengan nama
VP shunt. Beberapa penderita hidrosefalus bisa memerlukan shunt untuk seumur hidupnya.
Oleh karena itu, pemeriksaan rutin perlu dilakukan, guna memastikan shunt tetap bekerja
dengan baik.
 Endoscopic third ventriculostomy (ETV)
ETV dilakukan dengan membuat lubang baru di dalam rongga otak, agar cairan di dalam otak
bisa mengalir ke luar. Prosedur ini sering kali diterapkan pada hidrosefalus yang disebabkan
oleh penyumbatan di dalam rongga otak.
Pencegahan Hidrosefalus
Hidrosefalus merupakan kondisi yang sulit dicegah. Namun, risiko hidrosefalus dapat
dihindari dengan beberapa langkah berikut:
 Lakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin saat hamil.
 Kenakan sabuk pengaman saat berkendara menggunakan mobil.
 Gunakan helm saat bersepeda atau mengendarai motor.9

e. Fimosis

Fimosis adalah kondisi ujung kulit Mr. P (kulup) menempel terlalu erat sehingga tidak dapat
ditarik ke belakang melewati kepala Mr. P. Kondisi ini sering terjadi pada anak atau bayi
yang belum dilakukan sirkumsisi (sunat), meskipun dewasa juga dapat mengalami kondisi ini.
Fimosis pada bayi merupakan kondisi bawaan lahir dan normal dialami bayi. Fimosis
umumnya tidak memerlukan perawatan khusus karena pelekatan kulup dan kepala penis
sejatinya akan terpisah secara alami saat anak menginjak usia 5-7 tahun.10
Etiologi
Penyebab fimosis pada bayi baru lahir adalah tidak berkembangnya ruangan di antara kulup
dan penis. Selain itu, fimosis juga dapat disebabkan oleh infeksi pada kulit depan penis dan
trauma atau benturan. Fimosis yang dibiarkan akan memicu infeksi di bagian kepala penis,
sehingga Si Kecil akan kesakitan saat buang air kecil. Selain itu, fimosis juga bisa disebabkan
oleh masalah medis. Kondisi yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah diabetes.
Penyakit ini membuat penderitanya mudah terkena infeksi, seperti peradangan pada kepala
penis atau pada kulup dan kepala penis.

Gejala Fimosis
Umumnya, fimosis tidak menimbulkan rasa nyeri atau gejala apa pun. Namun, penderita
terkadang sulit membersihkan kotoran di bawah kulup penis sehingga membuat penis rentan
mengalami infeksi. Gejala yang dapat terlihat adalah ujung penis tampak menyempit, dan
kulit tidak dapat ditarik ke arah pangkal penis saat dibersihkan. Dalam kasus infeksi yang
lebih parah, gejala yang muncul dapat berupa kulit penis berwarna merah, bengkak atau nyeri.
Fimosis juga akan menimbulkan kesulitan dalam buang air kecil. Tanda lainnya juga terlihat
jika urine keluar tidak lancar, anak menangis setiap buang air kecil, dan ujung penis
menggembung. Hal ini dapat membuat nyeri atau penis membengkak, hingga menyebabkan
peradangan pada kepala penis (balanitis).
Faktor Risiko Fimosis
Beberapa faktor risiko yang meningkatkan kejadian fimosis pada anak-anak meliputi:
 Infeksi saluran kencing berulang.
 Infeksi pada ujung kulit Mr. P (kulup).
 Gerakan kasar berulang saat menarik kulup ke belakang, sehingga menyebabkan lecet
atau luka.
 Cedera pada daerah kulit Mr. P (kulup).
Penatalaksanaan
Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan menilai gejala fimosis yang dialami oleh
bayi untuk memberikan penanganan yang sesuai dengan kondisi yang dialaminya. Langkah
pengobatan yang mungkin diberikan dapat berupa:

 Krim kortikosteroid
Krim kortikosteroid yang diresepkan dokter harus dioleskan pada ujung kulit kulup penis hingga
3 kali sehari, selama 1 bulan. Tujuan penggunaan krim ini adalah untuk membantu
mengendurkan kulit.

 Sunat
Sunat dianggap pilihan pengobatan yang terbaik untuk fimosis. Pastikan Anda konsultasi terlebih
dahulu dengan dokter terkait operasi sunat untuk bayi. Tanyakan metode, risiko, dan kapan
waktu yang tepat untuk anak disunat.
Fimosis pada bayi perlu diatasi dengan tepat. Penanganan fimosis pada bayi, berbeda dengan
fimosis pada masa kanak-kanak atau masa pubertas, sehingga Anda disarankan
untuk berkonsultasi dengan dokter agar bayi Anda mendapatkan penanganan yang sesuai.11

f. Hipospadia

Hipospadia adalah kondisi ketika uretra (saluran kencing) pada bayi laki-laki tidak berada
pada posisi yang seharusnya. Uretra merupakan sebuah saluran yang menghubungkan kandung
kemih dengan ujung penis. Dalam kondisi normal, lubang uretra terletak tepat di ujung penis
untuk mengeluarkan urine. Namun pada Hipospadia, lubang uretra justru berada di bagian bawah
penis. Kondisi ini merupakan kelainan bawaan sejak lahir. Jika tidak ditangani, penderita
hipospadia bisa kesulitan buang air kecil.12
Etiologi
Hipospadia terjadi karena perkembangan saluran lubang kencing (uretra) dan kulup penis saat di
dalam kandungan terganggu. Penyebab kondisi ini belum diketahui secara pasti. Namun, ada
sejumlah faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko seorang anak mengalami hipospadia,
antara lain karena sang ibu:
 Mengandung pada saat berusia 35 tahun ke atas
 Menderita obesitas dan diabetes saat hamil
 Menjalani terapi hormon untuk merangsang kehamilan
 Terpapar asap rokok atau pestisida saat hamil
Selain karena faktor di atas, memiliki keluarga yang pernah mengalami hipospadia dan
kemungkinan anak terlahir secara prematur, juga dapat meningkatkan risiko anak mengalami
hipospadia.
Gejala
Akibat letak lubang kencing yang tidak normal, anak dengan hipospadia akan mengalami gejala
seperti di bawah ini:
 Lubang uretra terletak di ujung bawah/atas, bagian tengah atau dipangkal penis
 Percikan urine tidak normal saat buang air kecil
 Kulup hanya menutupi bagian atas kepala penis
 Bentuk penis melengkung ke bawah
Hipospadia terbagi 6 bagian diantaranya :
1.Glanular: lubang terletak di kepala penis, tetapi bukan di ujungnya. Paling ringan dan
umum, glanular tidak memerlukan pembedahan karena tidak menyebabkan aliran kemih salah
atau penis melengkung saat ereksi.
2. Subcoronal: lubang terletak di bawah kepala penis, menyebabkan penis melengkung saat
ereksi
3. Distal: lubang terletak di antara tepi kepala penis dan sisi tengah penis, menyebabkan penis
sedikit melengkung saat ereksi
4. Midshaft: lubang terletak di area tengah sisi batang penis

5.Penoscrotal: lubang terletak di titik temu batang penis dan skrotum, menyebabkan penis
melengkung saat ereksi
6 Perineal: skrotum membelah secara tak normal, sehingga lubang uretra terletak di area
tengah skrotum yang terbelah

Diagnosis Hipospadia
Hipospadia dapat diketahui melalui pemeriksaan fisik setelah bayi dilahirkan, tanpa harus
dilakukan pemeriksaan penunjang. Namun, pada hipospadia yang parah, pemeriksaan lanjutan,
seperti pemeriksaan genetik dan uji pencitraan, dibutuhkan untuk mengetahui kelainan lain yang
terjadi pada kelamin bayi.
Penanganan Hipospadia
Jika posisi lubang kencing sangat dekat dari posisi yang seharusnya, dan bentuk penis tidak
melengkung, penanganan mungkin tidak diperlukan. Namun, bila letak lubang kencing jauh dari
posisi normalnya, operasi perlu dilakukan. Idealnya, operasi dilakukan ketika bayi berusia 6
sampai 12 bulan.
 Operasi
Operasi bertujuan untuk menempatkan lubang kencing ke posisi yang seharusnya, dan untuk
memperbaiki kelengkungan penis. Operasi dapat dilakukan lebih dari sekali, tergantung pada
tingkat keparahannya. Pada banyak kasus, fungsi penis anak akan kembali normal setelah
operasi. Akan tetapi, perlu dilakukan kontrol rutin setelah operasi untuk memastikan hal ini.
Penting untuk diingat, jangan menyunat anak sebelum operasi dilakukan. Dokter bedah
mungkin akan memerlukan cangkok dari kulup untuk membuat lubang kencing baru

Komplikasi Hipospadia
Bila tidak ditangani, hipospadia dapat menimbulkan masalah berkemih pada anak, serta dapat
mengganggu aktivitas seksualnya saat ia dewasa. Anak dengan hipospadia yang tidak ditangani
dapat mengalami komplikasi berupa:
 Kesulitan belajar berkemih
 Kelainan bentuk penis saat ereksi
 Gangguan ejakulasi
Kelainan bentuk penis saat ereksi dan gangguan ejakulasi ini akan membuat penderita hipospadia
lebih sulit untuk memiliki anak.
Pencegahan Hipospadia
Ibu hamil dapat mengurangi risiko hipospadia pada janin dengan melakukan sejumlah hal
sederhana berikut:
 Hindari merokok dan mengonsumsi minuman beralkohol pada saat hamil
 Hindari pekerjaan yang terpapar pestisida.
 Konsumsi suplemen asam folat sesuai anjuran dokter kandungan.
 Pertahankan berat badan ideal.
 Rutin ke dokter kandungan untuk memeriksakan kehamilan.
Pasangan yang sedang merencanakan kehamilan dan memiliki faktor risiko terjadinya hipospadia
sebaiknya melakukan konsultasi perencanaan kehamilan ke dokter kandungan, agar faktor risiko
bisa dikendalikan sebaik mungkin sebelum hamil.13

g. Kelainan Metabolik
Gangguan metabolisme merupakan kondisi yang berdampak pada bagaimana tubuh
menggunakan makanan dan mengubahnya menjadi energi. Dalam keadaan normal, tubuh bayi
mengambil zat-zat makanan dan enzim, kemudian memecah serta mengubahnya menjadi gula
dan asam yang dibutuhkan tubuh untuk digunakan segera atau disimpan di kemudian waktu.
Ketika bayi mengalami gangguan metabolisme, tubuh tidak bisa memecah makanan dengan
benar. Akibatnya tubuh memiliki terlalu banyak atau terlalu sedikit zat tertentu, misalnya asam
amino, fenilalanin, dan gula darah.

Etiologi Gangguan Metabolik


Gangguan metabolik paling sering disebabkan oleh kelainan genetik yang diturunkan dalam
keluarga. Kelainan genetik ini memengaruhi kinerja kelenjar endokrin dalam menghasilkan
enzim yang digunakan dalam proses metabolisme. Akibatnya, jumlah enzim yang dihasilkan
akan berkurang atau bahkan tidak diproduksi sama sekali.
Hilang atau rusaknya enzim pencernaan juga menyebabkan zat-zat beracun di dalam tubuh tidak
dapat dikeluarkan dan menumpuk di aliran darah. Kondisi ini dapat memengaruhi fungsi organ
dalam tubuh.

Gejala Gangguan Metabolik


Gejala gangguan metabolik berbeda-beda, tergantung jenis gangguan terjadi. Namun, ada
beberapa gejala umum dari gangguan metabolik, yaitu:

 Tubuh terasa lemas


 Mual dan muntah
 Tidak nafsu makan
 Sakit perut
 Bau napas, keringat, air liur, dan urine yang tidak sedap
 Mata dan kulit berwarna kuning
 Perkembangan fisik terlambat
 Kejang

Gejala tersebut dapat muncul secara tiba-tiba (akut), atau secara perlahan dan
berkepanjangan (kronis). Untuk beberapa kasus, gejala gangguan metabolik dapat muncul
beberapa minggu setelah bayi dilahirkan. Sedangkan pada kondisi lain, gejala membutuhkan
waktu hingga bertahun-tahun untuk berkemban. Selain gejala di atas, gejala gangguan metabolik
pada anak dapat terlihat dari pertumbuhan fisik yang terhambat dan anak tidak mampu
melakukan berbagai hal yang seharusnya sudah dapat dilakukan oleh anak seusianya.
Diagnosis Gangguan Metabolik

Beberapa kelainan metabolisme bawaan, seperti fenilketonuria, sudah dapat terdeteksi


melalui pemeriksaan rutin selama masa kehamilan. Kelainan tersebut dapat dipastikan dengan
pemeriksaan amniocentesis atau pengambilan cairan ketuban untuk diperiksa di
laboratorium.Selain amniocentesis, pengambilan sampel jaringan plasenta juga dapat
dilakukan dokter kandungan untuk mengetahui jenis penyakit yang diderita oleh bayi dalam
kandungan. Untuk beberapa kondisi, gangguan metabolik baru dapat terdeteksi setelah lahir, saat
anak-anak, atau bahkan ketika dewasa. Dokter dapat menduga seseorang menderita gangguan
metabolik melalui gejala, pemeriksaaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, seperti tes darah atau
urine. Sebagai contoh, penderita diabetes memiliki kadar gula yang tinggi dalam darahnya.14
Jenis gangguan metabolik pada bayi baru lahir

1. Disfungsi Tiroid Bawaan

Terjadi pada 1 diantara 3000 bayi. Bayi yang baru lahir hampir tidak memiliki gejala kelainan,
biasanya setelah 2-3 bulan baru secara perlahan gejala muncul; terutama karena kurangnya
hormon tiroid di dalam tubuh, mempengaruhi pertumbuhan saraf otak dan tubuh. Jika diobati
setelah bayi tersebut 6 bulan, sebagian besar bayi akan mengalami keterbelakangan mental,
pertumbuhan yang lambat, bertubuh pendek. Tetapi jika terdeteksi lebih awal dan menjalani
pengobatan tiroksin dalam waktu 1~2 bulan setelah kelahiran, bayi dapat memiliki kecerdasan
dan pertumbuhan tubuh yang normal.

2. Fenilketonuria

Terjadi pada 1 diantara 35 ribu bayi. Biasanya 3-4 bulan setelah kelahiran baru menunjukkan
gejala, misalnya: lambatnya pertumbuhan, bau apek di tubuh dan urin, keterbelakangan
mental yang parah di masa depan; terutama karena tubuh bayi tidak dapat secara efektif
memetabolisme protein di dalam makanan. Deteksi dini, dalam waktu 3 bulan sejak
kelahiran, dengan pemberian diet khusus, pelacakan rutin, kebanyakan bayi dapat memiliki
perkembangan kecerdasan yang normal.

Bayi dengan kondisi ini tidak dapat memetabolisme asam amino fenilalanin, yang ditemukan
dalam makanan berprotein tinggi, seperti ASI, susu sapi, dan daging. Penumpukan asam
amino dalam alirah darah dapat memengaruhi perkembangan otak dan menyebabkan
kecatatan intelektual dan perkembangan. Gejala PKU ini dapat berupa keterlambatan
keterampilan mental atau sosial, kejang atau tremor, hiperaktif, ruam kulit (eksim), kepala
berukuran kecil, serta bau tak sedap pada napas, kulit, dan urine anak. 

3. Homosistinuria

Terjadi pada 1 diantara 100 ribu hingga 200 ribu bayi. Terutama karena tubuh bayi tidak
dapat secara efektif memetabolisme protein dalam makanan. Jika tidak diobati, akan terjadi
komplikasi seperti pertumbuhan yang tidak normal pada tulang, kurangnya kecerdasan, dan
terbentuknya trombosis. Deteksi dini, diikuti pengobatan dengan diet khusus dan vitamin,
dapat mencegah terjadinya bayi kurang cerdas.

4. Medium-chain acyl-CoA dehydrogenase (MCAD) deficiency (Defisiensi asil-CoA


dehydrogenase rantai menengah)

Bayi dengan defisiensi MCAD tubuhnya tidak dapat mengubah lemak menjadi energi.
MCAD tidak menunjukkan gejala saat lahir. Tetapi gejalanya berkembang antara bulan
kedua hingga tahun kedua kehidupan bayi. 

Gejala MCAD adalah jeda waktu yang lama antara waktu makan. Termasuk pula muntah,
lesu, dan gula darah rendah (hipoglikemia). Jika tidak segera ditangani, dapat menyebabkan
kejang, kerusakan hati, kerusakan otak, hingga kematian. 

5. Maple-syrup urine disease (MSUD)


Bayi dengan MSUD kehilangan enzim yang dibutuhkan untuk memetabolisme tiga asam
amino esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Ketidakmampuan tubuh
memetabolisme tiga asam amino esensial ini menyebabkan asam amino menumpuk di dalam
darah, menyebabkan pola makan yang buruk, dan air seni yang beraroma seperti sirup maple.

MSUD tidak bisa dianggap remeh karena dapat mengakibatkan bayi mengalami cacat
intelektual, koma, dan kematian. Gejalanya berupa sulit makan, lesu, kejang, muntah, air seni
berbau seperti sirup maple, dan koma. 

Itulah beberapa gangguan metabolisme pada bayi yang sering terjadi sejak lahir. Bayi yang
baru lahir harus menjalani skrining untuk mengetahui jika ada gangguan metabolisme. Jika ia
didiagnosis dengan gangguan metabolisme, dokter dapat mulai mencegah risiko kesehatan
yang serius sejak awal, yang biasanya berupa pengaturan pola makan dan nutrisi untuk
mencegah memburuknya gejala yang dialami.

6. Galaktosemia

Bayi dengan kelainan galaktosemia tidak dapat mengubah galaktosa (gula susu) menjadi
glukosa (gula dalam darah). Ketika galaktosa menumpuk dalam sistem organ bayi, maka
dapat merusak hati, ginjal, mata, dan otak. Selain itu juga dapat menyebabkan muntah,
penyakit kuning, kejang, dan akhirnya mengakibatkan penyakit hati, gagal ginjal,
keterbelakangan mental hingga kematian. Gejala galaktosemia berupa penyakit kuning,
muntah-muntah, sulit makan, berat badan buruk, dan kejang

Pengobatan Gangguan Metabolik


Tindakan pengobatan gangguan metabolik bertujuan untuk mengendalikan dan meredakan gejala
yang muncul, serta mencegah komplikasi. Pengobatan yang diberikan tergantung pada jenis
penyakit dan tingkat keparahan gangguan metabolik yang dialami penderita.
Beberapa prinsip umum yang biasanya diikuti dalam penanganan gangguan metabolik, seperti:

 Mengurangi atau menghilangkan asupan makanan atau obat yang tidak dapat diolah
tubuh secara normal.

 Mengeluarkan zat racun yang gagal dikeluarkan oleh tubuh.

 Mengganti enzim atau zat kimia lain yang hilang atau tidak aktif, sehingga metabolisme
dapat mendekati normal.

Pengidap gangguan metabolik dengan tingkat keparahan gejala yang berat biasanya harus diobati
di rumah sakit. Selain itu, pengidap juga akan membutuhkan alat-alat penunjang hidup. Dalam
kasus seperti ini, perawatan darurat dan perbaikan fungsi organ akan menjadi fokus utama
dokter.

Efek samping gangguan metabolik jika tidak tertangani juga bisa dapat menyebabkan gangguan
pada pembuluh darah, seperti arteriosclerosis dan juga kematian. 15
DAFTAR PUSTAKA

1. dr. Tjin Willy. Hernia Diafragma. alodokter.com. Published 2018.


https://www.alodokter.com/hernia-diafragma#:~:text=Hernia diafragma adalah kondisi
ketika,depan diafragma (hernia Morgagni)
2. Redaksi halodoc. kenali Gejala Ketika Terserang Hernia Diafragmatika. halodoc.com.
https://www.halodoc.com/kesehatan/hernia-diafragmatika
3. Putra IS, Hamid A, Semadi I. Hernia Bochdalek. Sari Pediatr. 2016;7(4):232.
doi:10.14238/sp7.4.2006.232-6
4. Bagita. Mengenal Atresia Duodenum, Kelainan Usus yang Bisa Membuat Bayi di
Operasi. orami.co.id. Published 2020. https://www.orami.co.id/magazine/mengenal-
atresia-duodenum/
5. dr.Andrian K. Meningokel, Kelainan Tabung Saraf yang langka. alodokter.com. Published
2020. https://www.alodokter.com/meningokel-kelainan-tabung-saraf-yang-
langka#:~:text=Meningokel adalah menonjolnya selaput yang,saraf janin di dalam
kandungan
6. Dame M. Spina Bifida. alodokter.com. Published 2020. https://www.alodokter.com/spina-
bifida
7. Ariani K. Enchephalocele. hellosehat.com. Published 2021.
https://hellosehat.com/sehat/gejala-umum/penyakit-encephalocele-adalah/
8. Halodok R. Hidrosefalus. halodoc.com. https://www.halodoc.com/kesehatan/hidrosefalus
9. Ariani K. Jangan Tunda , Ini Pengobatan Hidrosefalus Untuk Memperbaiki Kepala bayi.
hellosehat.com. Published 2021. https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-
anak/penyakit-pada-anak/pengobatan-hidrosefalus-bayi/
10. Nureza M. Fimosis Pada Bayi, Kenali Tanda-tanda serta Cara Penanganannya.
alodokter.com. Published 2020. https://www.alodokter.com/fimosis-pada-bayi-kenali-
tanda-tanda-serta-cara-penanganannya
11. Prasetyo D. Fimosis pada Bayi, Ini Gejala dan Cara Mengatasinya. popmama.com.
Published 2020. https://www.popmama.com/baby/7-12-months/fx-dimas-prasetyo/kenali-
fimosis-kelainan-penis-bisa-terjadi-pada-bayi/1
12. Willy T. Hipospadia. alodokter.com. Published 2019.
https://www.sehatq.com/artikel/penis-bayi-tidak-normal-waspadai-bahaya-hipospadia-
bayi
13. Lestari K. Waspadai Bahaya Hipospadia pada Bayi yang Sebabkan Penis Terlihat Tidak
Normal. sehatQ.com. Published 2019. https://www.sehatq.com/artikel/penis-bayi-tidak-
normal-waspadai-bahaya-hipospadia-bayi
14. Neonatal S. Skrining penyakit kelainan metabolik bawaan pada bayi yang baru lahir
( disebut juga Skrining Neonatal ). :1-9.
15. Carmelita W. 5 Gangguan Metabolisme Bayi yang Banyak Diderita sejak Lahir.
popmama.com. Published 2021. https://www.popmama.com/baby/0-6-months/winda-
carmelita/gangguan-metabolisme-bayi-yang-banyak-diderita-sejak-lahir

Anda mungkin juga menyukai