Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

PUSAT LABA
Dosen Pengampu:
Sondang Aida Silalahi, S.E., M,Si dan Andri Zainal, S.E., M.Si., Ak., Ph.D

Disusun Oleh:
Kelompok 2

Mitha Yohana Pangaribuan 7183142049


Ruth Eska Silaen 7183342007
Yoseline Nora Simangunsong 7183342018
Kelas :C

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
SEPTEMBER 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan RahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas dalam
pembuatan Makalah: Pusat Laba. Oleh penulis sebagai pemenuhan tugas dalam
mengikuti perkuliahan, pada mata kuliah “Sistem Pengendalian Manajemen”.
Selanjutnya penulis mengucapkan  terima kasih kepada Seluruh pihak yang
telah memberi kesempatan kepada penulis untuk membuat dan menyelesaikan Tugas
Makalah ini. Sehingga penulis memperoleh banyak ilmu, informasi dan pengetahuan
selama membuat dan menyelesaikan Tugas Makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan tugas ini masih jauh
dalam kesempurnaan dan tentunya masih banyak kekurangan, untuk itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna sempurnanya
tugas-tugas selanjutnya. Penulis berharap semoga Tugas Makalah ini bisa bermanfaat
bagi penulis khususnya dan bagi pembaca.

Medan, September 2021


Penulis

Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah…….................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………..……………………… 1
1.3 Tujuan…....……………….................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN………................................................................................. 2
2.1 Pengertian Pusat Pertanggungjawaban…............................................................... 2
2.2 Sifat Pusat Pertanggungjawaban …………….…...…...…..………....................... 2
2.3 Hubungan Input dan Output…………..…………………….…………………… 3
2.4 Efisiensi dan Efektivitas……………………....………….……………………… 4
2.5 Jenis Pusat Pertanggungjawaban……………………….………………………... 4
2.6 Studi Kasus…………………………………………….……………………….... 7
BAB III PENUTUP..................................................................................................... 9
3.1 Kesimpulan............................................................................................................. 9
3.2 Saran……............................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses menganalisis perusahaan, disamping dilakukan dengan melihat
laporan keuangan perusahaan, juga bisa dilakukan dengan menggunakan analisis
rasio keuangan. Dari sudut pandangan investor, salah satu indikator penting
untuk menilai prospek perusahaan di masa yang akan datang adalah dengan
melihat sejauh mana pertumbuhan profitabilitas perusahaan.
Laba perusahaan dalam hal ini dapat dilakukan dijadikan sebagai ukuran
dari efisiensi dan efektifitas dalam sebuah unit kerja dikarenakan tujuan utama
dari pendirian perusahaan adalah untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya
dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu, laba suatu
perusahaan khususnya pada pusat laba atau unit usaha yang menjadikan laba
sebagai tujuan utamanya merupakan alat yang baik untuk mengukur prestasi
pimpinan atau manajer atau dengan kata lain efisiensi dan efektifitas dari
perusahaan dapat dilihat dari laba yang diraih unit tersebut.
Pengukuran laba dalam suatu pusat laba melibatkan penilaian berkaitan
dengan bagaimana pendapatan dan pengeluaran diukur. Dalam hal pendapatan,
pilihan metode pengakuan pendapatan sangatlah penting. Dalam hal pengeluaran,
pengukuran dapat bervariasi mulai dari biaya veriabel yang dikeluarkan pusat
laba sampai overhead korporat yang di alokasikan penuh, termasuk pajak
penghasilan. Penilaian-penilaian yang berhubungan dengan pengukuran
pendapatan dan biaya-biaya harus dipertimbangkan tidak hanya berdasarkan
pertimbangan perilaku. Kuncinya adalah memasukan beban dan pendapatan
laporan manajer pusat laba yang dipengaruhi oleh tindakan manajer tersebut,
bahkan jika tidak secara penuh.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pusat laba ?
2. Bagaimana pusat laba dalam sistem pengendalian manajemen ?
3. Apa saja unit usaha sebagai pusat laba ?
4. Apa saja pusat laba lainnya ?
5. Bagaimana mengukur profitabilitas ?
6. Bagaimana mengidentifikasi masalah dalam pengukuran pusat laba ?

C. Tujuan
1. Sebagai pemenuhan tugas pada mata kuliah Sistem Pengendalian
Manajemen.
2. Mampu memahami mengenai Pusat Pertanggungjawaban dan Sifat Pusat
Pertanggungjawaban.
3. Agar memahami hubungan antara input dan output.
4. Agar mengetahui jenis pusat pertanggungjawaban.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pusat Laba
Pusat laba (profit center) merupakan pusat pertanggungjawaban yang
memiliki kewenangan untuk mengendalikan biaya-biaya dan menghasilkan
pendapatan tetapi tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan tentang
investasi. Pusat laba hanya bertanggungjawab terhadap tingkat laba yang harus
dicapai. Misalnya: pimpinan anak perusahaan atau manajer divisi yang tidak diberi
hak untuk mengambil keputusan tentang investasi. Laba merupakan ukuran kinerja
yang berguna karena laba memungkinkan manajemen senior untuk dapat
menggunakan satu indicator yg komprehensif, dibandingkan jika harus
menggunakan beberapa indicator.
Banyak keputusan manajemen melibatkan usulan untuk meningkatkan beban
dengan harapan bahwa hal itu akan menghasilkan peningkatan yang lebih besar
dalam peningkatan penjualan keputusan semacam ini disebut sebagai pertimbangan
biaya/pendapatan (expense/revenue trade-off). Tambahan beban iklan adalah salah
satu contohnya. Untuk dapat mendelegasikan keputusan trade-off semacam ini
dengan aman ke tingkat manajer yang lebih rendah, maka ada dua kondisi yang
harus dipenuhi.
1. Manajer harus memiliki akses ke informasi relevan yang dibutuhkan dalam
membuat keputusan serupa.
2. Harus ada semacam cara untuk mengukur efektifitasnya suatu trade-off yang
dibuat oleh manajer.
Langkah utama dalam membuat pusat laba adalah menentukan titik terendah
dalam organisasi dimana kedua kondisi diatas terpenuhi. Seluruh pusat tanggung
jawab diibaratkan sebagai suatu kesatuan rangkaian yang mulai dari pusat tanggung
jawab yang sangat jelas merupakan pusat laba sampai pusat tanggung jawab yang
bukan merupakan pusat laba. Manajemen harus memutuskan apakah keuntungan dari
delegasi tanggung jawab laba akan dapat menutupi kerugiannya, sebagaimana
dibahas berikut ini. Seperti halnya pilihan-pilihan desain system pengendalian
manajemen, dalam ini tidak ada batasan-batasan yang jelas.

B. Pusat Laba Dalam Sistem Pengendalian Manajemen


1. Pusat Laba
Pusat laba merupakan pusat pertanggungjawaban dimana kinerja finansialnya
diukur dalam ruang lingkup laba, yaitu selisih antara pendapatan dan pengeluaran.
Laba merupakan ukuran kinerja yang berguna karena laba memungkinkan pihak
manajemen senior dapat menggunakan satu indikator yang komprehensif
dibandingkan harus menggunakan beberapa indikator.
Keberadaan suatu pusat laba akan relevan ketika perencanaan dan
pengendalian laba mengaku kepada pengukuran unit masukan dan keluaran dari
pusat laba yang bersangkutan.
a. Manfaat pusat laba yaitu :
1) Keputusan operasional dapat dilakukan lebih cepat karena tidak
memerlukanpertimbangandarikantorpusat.
2) Kualitas keputusan cenderung lebih baik, karena dilakukan oleh orang yang
benar-benar mengerti tentang keputusan tersebut.
3) Manajemen kantor pusat bebas dari urusan operasional rutin dan bias lebih
focus pada keputusan yang lebih luas.
4) Kesadaran laba (Profit Consciousness) lebih meningkat pada manajer pusat
laba,karena ukuran prestasinya adalah laba.
5) Pengukuran prestasi pusat laba lebih luas daripada hanya pengukuran pada
pusat pendapatan dan pusat biaya yang terpisah.
6) Manajer pusat laba lebih bebas berkreasi.
7) Dapat difungsikan sebagai pusat atau sarana pelatihan yang handal, karena
pusat laba hampir sama dengan satu perusahaan yang independen.
8) Memudahkan kantor pusat untuk memperoleh informasi profitabilitas dari
komponen produk-produk perusahaan.
9) Untuk meningkatkan kinerja bersaing karena outputnya siap pakai atau jelas,
dan sangat responsif terhadap tekanan.
10) Kesulitan dengan pusat laba yaitu:
a) Manajemen kantor pusat kehilangan kendali menegenai keputusan yang
telah didelegasikan.
b) Manajer pusat laba cenderung hanya memperhatikan laba jangka pendek.
c) Organisasi yang pada awalnya bekerja sama antara fungsi satu dengan
lainnya menjadi saling bersaing.
d) Terdapat kemungkinan peningkatan perbedaan pendapat dalam pengambilan
keputusan yang dapat menimbulkan pertentangan antar pusat
pertanggungjawaban.
e) Tidak ada yang menjamin bahwa divisionalisasi pada masing-masing pusat
laba akan menjamin peningkatan laba perusahaan menjadi lebih optimal.
f) Kualitas pengambilan keputusan oleh manajer divisi mungkin bisa lebih
jelek daripada manajer puncak.
g) Menimbulkan terjadinya tambahan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan
manajerial divisi.
h) Kompetensi general manajer seringkali menjadi tidak diperlukan.
i) Bentuk – bentuk pusat laba yaitu :
 Unit bisnis (divisi) sebagai pusat laba, manajernya bertanggungjawab dan
mempunyai kebijakan serta kendali terhadap pengembangan produk, proses
produksi dan pemasaran serta perolehan produk, sehingga ia dapat
mempengaruhi pendapatan dan biaya yang berakibat terhadap laba
bersihnya. Proses tersebut menciptakan unit usaha yang bertanggungjawab
terhadap manufaktur dan pemasaran suatu produk.
 Unit-unit fungsional sebagai pusat laba, pada perusahaan multibisnis setiap
unit diperlakukan sebagai penghasil laba yang independen, tetapi bisa saja
terorganisasi dalam bentuk fungsional, misalnya: Pemasaran, Manufaktur,
dan Jasa. Misalnya, fungsional pemasaran dimana aktifitas pemasaran
dijadikan sebagai pusat laba dengan cara :
 Membebankan biaya dari produk yang dijual melalui harga transfer dengan
cara membuat Trade Off Pendapatan atau Biaya yang optimal.
 Harga transfer dibebankan kepada pusat laba berdasarkan biaya standar,
memisakan kinerja biaya pemasaran terhadap biaya manufaktur, hal ini
berpengaruh terhadap perubahan efisiensi di luar kendali manajer
pemasaran.
b. Kelemahan pusat laba adalah:
1) Manajemen kantor pusat kehilangan kendali menegenai keputusan yang telah
didelegasikan.
2) Manajer pusat laba cenderung hanya memperhatikan laba jangka pendek.
3) Organisasi yang pada awalnya bekerja sama antara fungsi satu dengan lainnya
menjadi saling bersaing.
4) Terdapat kemungkinan peningkatan perbedaan pendapat dalam pengambilan
keputusan yang dapat menimbulkan pertentangan antar pusat
pertanggungjawaban.
5) Tidak ada yang menjamin bahwa divisionalisasi pada masing-masing pusat laba
akan menjamin peningkatan laba perusahaan menjadi lebih optimal.
6) Kualitas pengambilan keputusan oleh manajer divisi mungkin bisa lebih jelek
daripada manajer puncak.
7) Menimbulkan terjadinya tambahan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan
manajerial divisi.
8) Kompetensi general manajer seringkali menjadi tidak diperlukan.
c. Unit-unit fungsioanl pendukung (support) sebagai pusat laba,
Hal ini meliputi unit-unit pemeliharaan, teknologi informasi, transportasi,
tekhnik, konsultan, dan layanan yang dapat dijadikan pusat laba. Caranya yaitu :
1) Membebankan biaya dari layanan yang diberikan dan menutupnya dari
pendapatan atas layanan yang diberikan baik kepada internal dan eksternal.
2) Manajer organisasi unit ini termotivasi untuk mengendalikan biayanya agar
pelanggannya tidak meninggalkan, di samping itu konsumen termotivasi untuk
membuat keputusan pakah jasa yang diterima telah sesuai dengan harganya.
Organisasi lainnya sebagai pusat laba meliputi organisasi cabang pada area
geografis tertentu yang manajernya tidak mempunyai tanggung jawab manufaktur
atau pembelian dan profitabilitasnya merupakan satu-satunya ukuran kinerjanya.
Contohnya: Toko-toko rantai ritel, restaurant cepat saji (fast food) dan hotel-hotel
pada rantai hotel.
d. Bentuk – Bentuk Pusat Laba
1) Unit bisnis (divisi) sebagai pusat laba, manajernya bertanggungjawab dan
mempunyai kebijakan serta kendali terhadap pengembangan produk, proses
produksi dan pemasaran serta perolehan produk, sehingga ia dapat
mempengaruhi pendapatan dan biaya yang berakibat terhadap laba bersihnya.
Proses tersebut menciptakan unit usaha yang bertanggungjawab terhadap
manufaktur dan pemasaran suatu produk.
2) Unit-unit fungsional sebagai pusat laba, pada perusahaan multibisnis setiap unit
diperlakukan sebagai penghasil laba yang independen, tetapi bisa saja
terorganisasi dalam bentuk fungsional, misalnya: Pemasaran, Manufaktur, dan
Jasa. Misalnya, fungsional pemasaran dimana aktifitas pemasaran dijadikan
sebagai pusat laba dengan cara:
 Membebankan biaya dari produk yang dijual melalui harga transfer dengan
cara membuat Trade Off Pendapatan atau Biaya yang optimal.
 Harga transfer dibebankan kepada pusat laba berdasarkan biaya standar,
memisakan kinerja biaya pemasaran terhadap biaya manufaktur, hal ini
berpengaruh terhadap perubahan efisiensi di luar kendali manajer
pemasaran.
 Unit-unit fungsioanl pendukung (support) sebagai pusat laba, hal ini meliputi
unit-unit pemeliharaan, teknologi informasi, transportasi, tekhnik, konsultan,
dan layanan yang dapat dijadikan pusat laba.
Caranya yaitu:
a) Membebankan biaya dari layanan yang diberikan dan menutupnya dari
pendapatan atas layanan yang diberikan baik kepada internal dan eksternal.
b) Manajer organisasi unit ini termotivasi untuk mengendalikan biayanya agar
pelanggannya tidak meninggalkan, di samping itu konsumen termotivasi
untuk membuat keputusan pakah jasa yang diterima telah sesuai dengan
harganya.
Organisasi lainnya sebagai pusat laba meliputi organisasi cabang pada
area geografis tertentu yang manajernya tidak mempunyai tanggung jawab
manufaktur atau pembelian dan profitabilitasnya merupakan satu-satunya ukuran
kinerjanya. Contohnya: Toko-toko rantai ritel, restaurant cepat saji (fast food)
dan hotel-hotel pada rantai hotel.
e. Jenis-Jenis Pengukuran Pusat Laba
1) Margin kontribusi, yaitu selisih (spread) antara pendapatan dan biaya variabel.
Hal ini Disebabkan karena biaya variabel berada dalam kendali manajer
tersebut,sedangkan biaya tetap diluar kendalinya.
2) Laba langsung adalah margin kontribusi dikurangi biaya tetap pada pusat laba.
Ini merupakan gabungan seluruh pengeluaran pusat laba atau dapat ditelusuri
langsung ke pusat laba. Oleh sebab itu, pengeluaran di kantor pusat tidak
termasuk dalam perhitungan ini.
3) Laba yang dapat dikendalikan, yaitu laba langsung dikurangi beban biaya
korporat yang dapat dikendalikan oleh manajer pusat laba. Contoh biaya yang
dapat dikendalikan oleh manajer unit bisnis ini misalnya Biaya Layanan
Teknologi Informasi
4) Laba sebelum pajak, yaitu laba yang dapat dikendalikan dikurangi beban-beban
korporat lainnya.
5) Laba bersih, yaitu laba yang diperoleh setelah dikurangi oleh kewajiban-
kewajiban pajak.

C. Unit Usaha Sebagai Pusat Laba


Hampir semua unit bisnis diciptakan sebagai pusat laba karena manajer yang
bertanggung jawab atas unit tersebut memiliki kendali atas perkembangan produk,
proses produksi, dan pemasaran. Para manajer tersebut berperan untuk mempengaruhi
pendapatan dan beban sedemikian rupa sehingga dapat dianggap bertanggung jawab
atas laba bersih. Meskipun demikian wewenang seorang manajer dapat dibatasi
dengan berbagai cara, yang sebaiknya dicerminkan dalam desain dan operasi pusat
laba.
Hal utama yang harus dipertimbangkan adalah adanya batasan atas wewenang
manajer unit bisnis. Batasan dapat muncul dari unit bisnis lain maupun dari
manajemen korporat.
1. Batasan Dari Unit Bisnis Lain
Salah satu masalah utama terjadi ketika suatu unit bisnis harus berurusan
dengan unit bisnis lain. Batasan dari unit bisnis lain akan semakin tidak terlihat
apabila keputusan produk, keputusan pemasaran dan keputusan perolehan dilakukan
oleh satu unit bisnis, disamping itu terdapat sinergi antar unit bisnis. Jia seorang
manajer unit bisnis mengendalikan ketiga aktivitas tersebut, biasanya tidak akan ada
kesulitan dalam melaksanakan tanggung jawab laba dan mengukur kinerja. Pada
umumnya semakin terintegrasi suatu perusahaan maka akan semakin sulit melakukan
tanggung jawab pusat laba tunggal untuk ketiga aktivitas tersebut dalam lini produk
yang ada.
2. Batasan dari manajemen korporat
Batasan dari manajemen korporat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu
batasan-batasan yang timbul dari: pertimbangan-pertimbangan strategis, karena
adanya keseragaman dan dari nilai ekonomis sentralisasi.Hampir semua perusahaan
mempertahankan beberapa keputusan terutama keputusan financial, pada tingkat
korporat, setidaknya untuk aktivitas domestic. Akibatnya, salah satu batasan utama
atas unit bisnis berasal dari pengendalian korporat terhadap investasi baru. Unit bisnis
yang ada harus bersaing satu sama lain untuk mendapatkan bagian dari dana yang
tersedia.
3. Batasan Atas Wewenang Unit Bisnis
Untuk memahami sepenuhnya manfaat dari konsep pusat laba, manajer unit
bisnis akan memiliki otonomi seperti presiden dari suatu perusahaan independen.
Dalam pratik sehari-hari, otonomi semacam ini tidak pernah ada. Jika suatu
perusahaan dibagi menjadi unit-unit yang sepenuhnya independen, maka perusahaan
tersebut akan kehilangan manfaat dari sinergi dan ukuran yang ada. Lebih jauh lagi,
jika semua wewenang yang diberikan olehdewan direksi kepada CEO didelegasikan
ke manajer unit bisnis, maka berarti bahwa manajemen senior melepaskan tanggung
jawabnya sendiri. Akibatnya, struktur unit bisnis mencerminkan trade-off antara
otonomi unit bisnis dan batasan perusahaan. Efektivitasnya suatu organisasi unit
bisnis sangat bergantung pada hal tesebut.

D. Pusat Laba Lainnya


Perusahaan multibisnis biasanya terbagi ke dalam unit-unit bisnis dimana
setiap unit diperlakukan sebagai unit penghasil laba yang independen. Tetapi subunit
yang ada dalam unit bisnis tersebut dapat saja terorganisir secara fungsional misal
aktivitas operasi pemasaran, manufaktur, dan jasa yang dijadikan sebagai pusat laba.
Tidak ada prinsip-prinsip tertentu yang menyatakan bahwa unit tertentu yang
merupakan pusat laba sementara dan yang lainnya bukan.
1. Pemasaran
Aktivitas pemasaran dapat dijadikan sebagai pusat laba dengan membebankan
biaya dari produk yang terjual. Harga transfer ini memberikan informasi yang relevan
kepada manajer pemasaran dalam membuat trade off pendapatan/pengeluaran yang
optimal, dan praktek standar untuk mengukur manajer pusat laba berdasarkan
profitabilitasnya akan memberikan evaluasi terhadap trade off yang dibuat.
2. Manufaktur
Aktivitas manufaktur biasanya merupakan pusat beban, dimana manajemen
dinilai berdasarkan kinerja versus biaya standard anggaran overhead. Tetapi, ukuran
ini dapat menimbulkan masalah, karena ukuran tersebut tidak mengindikasikan
sejauh mana kinerja manajemen atas seluruh aspek dari pekerjaannya. Dalam hal ini
diharapkan manajer membuat keputusan terpisah atas aktivitas pengendalian mutu,
penjadwalan produk ataupun keputusan membuat atau membeli. Selisih antara harga
jual produk dengan estimasi biaya pemasaran merupakan pertimbangan utama
meskipun hanya merupakan laba semu.

3. Unit pendukung dan pelayanan


Unit Pendukung Pelayanan (pemeliharaan, TI, transportasi, teknik, konsultan,
layanan konsumen dan aktivitas pendukung). Beban yang digunakan merupakan
pertimbangan utama, jadi manajer harus mampu menentukan biaya pelayanan yang
ekonomis meskipun berasal dari pemasok luar.
4. Organisasi lainnya
Yang dimaksud dengan organisasi lainnya dalam hal ini adalah kantor cabang.
Suatu perusahaan dengan operasi cabang yang bertanggung jawab atas pemasaran
produk di wilayah geografis tertentu seringkali menjadi pusat laba secara alamiah.

E. Mengukur Profitabilitas
Terdapat dua jenis pengukuran profitabilitas yang digunakan dalam
mengevaluasi suatu pusat laba, sama halnya seperti mengevaluasi perusahaan secara
keseluruhan. Pertama adalah pengukuran kinerja manajemen, yang memiliki fokus
pada bagaimana hasil kerja para manajer. Pengukuran ini digunakan untuk (planning)
koordinasi (coordinating), dan prngendalian (controlling), kegiatan sehari – hari dari
pusat laba dan sebagai alat untuk memberikan motivasi yang tepat bagi para manajer.
Yang kedua adalah ukuran kinerja ekonomis, yang memiliki fokus pada bagaimana
kinerja pusat laba sebagai suatu entitas ekonomi. Maksud dari kedua ukuran diatas
berbeda satu sama lain.
1. Jenis Jenis Ukuran Kinerja
Kinerja ekonomis suatu pusat laba selalu diukur dari laba bersih (yaitu,
pendapatan yang tersisa setelah seluruh biaya, termasuk porsi yang pantas untuk
overhead korporat, dialokasikan kepusat laba). Meskipun demikian kinerja manejer
pusat laba dapat di evaluasi berdasarkan lima ukuran profitabilitas:
a. Margin Kontribusi
Margin kontribusi ( contribution margin) menunjukan rentang (spread) antara
pendapatan dengan beban variabel. Alasan utama mengapa ini digunakan sebagai alat
pengukur kinerja manajer pusat laba adalah bahwa karena beban tetap (fixed expense)
berada diluar kendali tersebut, sehingga para manajer harus memusatkan perhatian
untuk memaksimalkan margin kontribusi.
b. Laba Langsung
Laba langsung (direct profit) mencerminkan kontribusi pusat laba terhadap
overhead umum dan laba perusahaan. Ukuran inimmenggabungkan seluruh
pengeluaran pusat laba, baik yang dikeluarkan oleh atau dapat ditelusuri langsung ke
pusat laba tersebut tanpa memperdulikan apakah terdapat pos – pos ini ada dalam
kendali manajer pusat laba atau tidak.
c. Laba yang Dapat Dikendalikan
Pengeluaran – pengeluaran kantor pusat dapat dikelompokan menjadi dua
kategori: dapat dikendalikan dan tidak dapat dikendalikan. Yang termasuk dalam
kategori pertama adalah pengeluaran – pengeluaran yang dapat dikendalikan, paling
tidak pada tingkat tertentu, oleh manajer unti bisnis-layanan teknoligi informasi.
d. Laba sebelum Pajak
Dalam ukuran ini, seluruh overhead korporat dialokasikan ke pusat laba
berdasarkan jumlah relative dari beban yang dikeluarkan oleh pusat laba. Jika pusat
laba dibebankan dengan sebagian overhead korporat, maka hal ini harus dihitung
berdasarkan biaya yang telah dianggarkan, dan bukan biaya actual, dimana kolom
änggaran” dan äktual”dalam laporan kinerja pusat laba menunjukan jumlah yang
hampir sama untuk pos khusus kasus ini. Di sini, perusahaan mengukur kinerja pusat
laba domestic berdasarkan laba bersih (net income), yaitu jumlah laba bersih setelah
pajak.
2. Pendapatan
Dalam beberapa kasus dua atau lebih pusat laba dapat berpartisipasi dalam
suatu usaha penjualan yang sukses. Idealnya, setiap pusat laba harus diberikan nilai
yang sesuai atas bagiannya dalam transaksi tersebut.
MENGIDENTIFIKASI MASALAH DALAM PENGUKURAN PUSAT LABA
Dalam mengukur prestasi pusat laba, ada empat maslah yang memerlukan perhatian
khusus, yaitu :
A. Masalah alokasi pendapatan bersama (common revenues).
Pada dasanya, konflik bisa timbul atas alokasi pendapatan di antara pusat laba.
B. Masalah alokasi biaya bersama (common cost).
Beberapa jenis biaya bersama yang perlu dialokasikan antara lain meliputi :
1. Biaya overhead pabrik tetap.
2. Biaya departemen jasa.
3. Joint cost.
4. Biaya kantor pusat.
Langkah – langkah pengalokasian biaya bersama secara umum terdiri dari tiga tahap
yaitu :
1. Mengakumulasikan biaya yang berhubungan dengan produk, departemen, atau
divisi.
2. Mengidentifikasikan penerima biaya yang dialokasikan mungkin produk,
departemen atau divisi.
3. Memilih metode atau dasar untuk menghubungkan biaya pada langkah ke-1 dan
penerima biaya pada langkah ke-2 secara logis.
C. Masalah penentuan harga transfer (transfer price).
Harga transfer mempunyai dua peran yang bisa saja mengakibatkan konflik.
Pertama, sebagai harga, harga transfer merupakan pedoman bagi pembuatan
keputusan lokal. Kedua, harga dan pengukuran laba membantu manajemen puncak
mengevaluasi pusat laba sebagai entitas yang tepisah.
D. Masalah pemilihan tolok ukur laba (type of profitability measure).
Ada lima konsep laba yang biasa digunakan sebagai dasar untuk menilai
prestasi pusat laba berikut ini :
1. Margin kontribusi (contribution margin).
2. Laba langsung divisi (direct divisional profit).
3. Laba sebelum pajak.
4. Laba bersih (income).

Contoh Kasus

Abrams company memproduksi berbagai jenis suku cadang yang digunakan


untuk mobil, truk, bus, dan mesin pertanian. Ada tiga kelompok besar suku cadang:
suku cadang pengapian (ignition parts), suku cadang transmisi (transmission parts),
dan suku cadang mesin (engine parts). Suku cadang buatan Abrams dijual baik
kepada agen tunggal pemegang merek (original equipment manufacture-OEM)
maupun kepada pedagang besar / grosir. Para pedagang besar (wholesaler) kemudian
menjualnya kembali kepedagang eceran (retailer) yang menjualnya sebagai suku
cadang untuk perbaikan kepada konsumen. Pasar yang terakhir disebut sebagai
“aftermarket” (AM). Divisi Produk dan Pemasaran Sesuai dengan apa yang
ditunjukkan oleh sebagian bagan organisasi dalam Tamilan 1, Abrams memilik
“divisi produk” untuk masing-masing kelompok suku cadang. Setiap divisi produk ini
dipimpin oleh seorang wakil presiden (vice president) dan manajer umun (general
manajer) yang diharapkan akan mencapai target tingkat pengembalian investasi
(return on invesment-ROI) yang ditentukan. Setiap devisi produk memproduksi suku
cadang dibeberapa pabrik dan menjual sebagian besar produknya kepada OEM.
Masing- masing divisi produk memiliki departemen penjualan OEM yang terpisah
(lihat tampilan 1) yang bekerja sama dengan OEM untuk mengembangkan produk
baru atau melakukan perubahan terhadap produk yang sudah ada. Sisa produk yang
dihasilkan dijual oleh divisi produk ke divisi Abrams yang keempat, yang disebut
divisi pemasaran AM atau “ Divisi AM” seperti istilah yang dikenal oleh para
manajer. Divisi ini juga dipimpin oleh seorang wakil presiden dan manajer umum dan
bertanggung jawab atas kegiatan memasarkan seluruh lini produk suku cadang
kepada pedagang besar AM. Divisi AM mengoperasikan beberapa gudang distribusi
suku cadang milik perusahaan AS dan pasar luar negri. Divisi AM juga diharapkan
mencapai target ROI setiap tahunnya Penjualan di Dalam dan diluar Pada tahun 1992,
nilai penjualan dari keempat divisi secara keseluruhan sebesar $500 juta, yang
meliputi penjualan ” didalam “ sebesar $100 juta dari tiga divisi produk kepada divisi
AM. Nilai penjualan $500 juta tersebut kira-kira terdiri dari $130 juta untuk divisi
suku cadang pengapian, 100 juta untuk divisi suku cadang transmisi, $90 juta untuk
divisi suku cadang mesin, dan $180 juta untuk divisi AM. Setelah dikurangi dengan
penjualan dalam, penjualan luar Abrams bernilai sekitar $400 juta. Karena antisipasi
pertumbuhan suku cadang AM seiring denga peningkatan jumlah kendaraan, maka
salah satu tujuan top management pada divisi AM adalah target penjualan sebesar
50% dari seluruh penjualan Abrams.

Pusat Laba Andrian Noviardy,SE., M.Si. bagan organisasi persial Direktur


dan Kepala Pejabat Eksekutif Wakil Presiden Bidang Hukum Wakil Presiden Bidang
Perencanaan Presiden dan Kepala Pejabat Organisasi Wakil Presiden Bidang Relasi
Industri Wakil Presiden Bidang Keuanagn Penjualan OEM PabrikPabrik Penjualan
OEM Wakil Presiden dan Manajer Umum Divisi Pemasaran AM Wakil Presiden dan
Manajer Umum Divisi Suku Cadang Pengapian Wakil Presiden Dan Manajer Umum
Divis Suku Cadang Wakil Presiden dan Manajer Umum Divisi Suku Cadang Mesin
Dalam Negeri Luar Negeri Pabrik Penjualan OEM ROI untuk Pabrik Manufactur
Sebagai lanjutan dari strategi ROI perusahaan, setiap pabrik manufactur yang ada
dalam ketiga devisi produk memiliki target ROI tahunan yang harus dicapai. Setiap
penjualan OEM dari devisi produk ditelusuri ke pabrik yang membuat suku cadang.
Pabrik-pabrik memelihara persedian barang jadi dan mengirim suku cadang langsung
ke konsumen OEM. Target ROI suatu pabrik berdasrkan laba anggaran (termasuk
alokasi pengeluaran overhead divisi dan perusahaan, dan beban pajak pendapatan
tertentu) dibagi dengan aktiva bersih awal tahun (dihitung dengan mengurangi total
aset dikurangi kewajiban lancar). Tampilan 2 berisi sebuah contoh ROI aktual dari
pabrik di Rochester pada tahun 1992. ROI aktual merupakan laba aktual dibagi
dengan aktiva bersih aktual awal tahun. Alasan utama manajemen tingkat atas (top
management) untuk memasukkan unsur biaya overhead dan pajak yang dialokasikan
dalam menentukan laba adalah untuk mendapatkan unsur laba pabrik yang ikut
menentukan dalam penghitungan laba untuk laporan keuangan eksternal kepada para
pemegang saham. COE berpendapat bahwa hal ini akan memberikan perspektif yang
lebih jelas kepada manajer pabrik terhadap biaya-biaya dalam melaksanakan usaha
dan kontribusi pabrik terhadap laba bersih perusahaan, dan menambah kesadaran
terhadap kenyataan hasil pabrik. Jumlah aktiva bersih awal tahun digunakan dalam
pengukuran ROI karena dalam pandangan manajemen, investasi yang ditambah
dalam satu periode menghasilkan laba (jika ada) yang kecil. Investasi tersebut akan
menambah laba di masa yang akan datang. Manajemen tingkat atas berpendapat
bahwa investasi semacam ini tidak dapat dilakukan jika para manjemen memberikan
penalti (dalam bentuk aktiva bersih yang lebih tinggi dari ROI yang lebih rendah )
pada tahun pertama dari investasi yang baru. Karena dasar investasi untuk tahun
tersebut “ dibekukan “ pada tingkat awal tahun, maka memaksimalkan laba selama
tahun tersebut sama dengan memaksimalkan ROI. Untuk aktiva bersih awal tahun,
kas dan piutang dialokasikan ke pabrik berdasarkan pendapatan penjualan, sementara
persediaan, properti, pabrik, peralatan, dan kewajiban lancar ditelusuri secara spesifik
kepada setiap pabrik. Biaya historis dikurangi akumulasi penyusutan (nilai buku)
digunakan untuk menilai properti, pabrik, dan peralatan. ROI dari divisi AM diukur
dengan perlakuan yang sama dengan ROI pabrik.

Pusat Laba Andrian Noviardy,SE., M.Si. Strategi Pemasaran Departement


penjualan OEM pada tiap divisi produk bekerja sama dengan para ahli dari pihak
OEM untuk mengembangkan suku cadang baru yang inovatif dan efektif biaya untuk
memenuhi kebutuhan konsumen dan melayani konsumen dengan suku cadang yang
telah dipasok kepada pihak OEM. Setiap departemen penjualan OEM ini diharapkan
mencapai target pendapatan penjualan tahunan. Karena konsumen dari divisi produk
(yaitu oem) berbeda dengan konsumen dari divisi AM, maka manajemen tingkat atas
tidak meras bahwa organisasi penjualan OEM dan AM harus digabung. Bahkan usaha
pemasaran OEM ketiga divisi produk tidak dikonsolidasi dalam satu organisasi
penjualan karena para agen penjualan OEM dari setiap divisi cenderung bekerja
dengan orang – orang yang berbeda dalam organisasi dalam OEM yang ada (yaitu,
pengapian, transmisi, dan mesin). Lebih lanjut lagi, dua dari tiga divisi produk
merupakan perusahaan yang independen satu sama lain sebelum diakuisisi oleh
Abrams. Karena itu, ada tradisi lama bagi masing-masing OEM dalam melakukan
pemasaran. Abrams Company- Divisi Suku Cadang Transmisi PABRIK
ROCHESTER Laporan Laba dan ROI, 31 Desember 1992 Pendapatan

penjualan……………………………………………………...............…….. $124.866
Harga Pokok Produksi…………………………………………………………. 73.230
Margin Kotor…………………………………………………………………... 51.636
Biaya Operasi…………………………………………………………………... 20.792
Biaya divisi yang dialokasikan……………………………………………….... 11.340
Biaya perusahaan yang dialokasikan……………………………………..……... 3.420
Laba sebelum pajak …………………………………………………………… 16.084
Beban pajak………………………………………………………..……………. 4.825
Laba………………………………………………………………..…………. $
11.259
Aktiva Bersih yang Ditetapkan per 1 Januari 1992 Total aktiva Kas dan
piutang………………………………………………………...............……... $ 25.000
Persediaan……………………………………………………………………… 12.875
Tanah, gedung, dan peralatan sesuai nilai buku………………………….……..
86.560
Total
Aktiva…………………………………………………………..……......…….
124.435
Dikurangi kewajiban lancar……………………………………….…………….
26.135
Aktiva Bersih……………………………………………………......………... $
98.300
ROI………………………………………………………………..………….. 11,5%

Pusat Laba Andrian Noviardy,SE., M.Si. 12 Menurut para eksekutif dari


Abrams, faktor-faktor kritis yang menentukan suksesnya pasar OEM adalah:
kemampuan untuk merancang suku cadang yang inovatif dan andal untuk memenuhi
kualitas, kinerja, dan spesifikasi berat yang ditentukan oleh konsumen; menepati
jadwal pengiriman sehingga OEM dapat meminimalkan persediaan suku cadang
digudang; dan pengendalian biaya. Pengendalian biaya merupakan hal yang penting
karena pasar sangat kompetitif dalam hal harga. Dalam usaha AM, ketersediaan suku
cadang merupakan hal yang jauh lebih penting bagi wholesaler, baru kemudian
kualitas dan harga. Rencana Kompensasi Insentif Sekitar 50 manajer staf dan lini
Abrams berpartisipasi dalam rencana bonus insentif (incentive bonus plan). Jumlah
uang yang ada dalam bonus tersebut dihitung dari rumus tetap yang terkait dengan
laba persaham (earnings per share) dari perusahaan. Setiap peserta menerima
sejumlah poin bonus standar. Makin tinggi posisi peserta dalam hierarki organisasi,
makin banyak poin standar yang diterima. Total dari poin-poin ini untuk seluruh
peserta dibagi kedalam jumlah bonus untuk mendapatkan nilai uang dari setiap
poinnya. Kemudian, hitungan standar ini dikalikan jumlah standar poin yang dimiliki
oleh peserta untuk mendapatkan hasil jumlah uang yang berhak dibawa peserta.
Meskipun demikian, bonus aktual dapat bervariasi (naik atau turun) sebesar 25%
tergantung pilihan dari atasan dari peserta. Untuk manajer pabrik, penghargaan
standar juga disesuaikan dengan suatu formula yang berkaitan dengan persentase
penghargaan standar atas varians laba ( laba aktual versus anggaran ) pabrik. Sebagai
contoh, jika laba aktual sebuah pabrik lebih besar 4% dari laba anggaran, maka bonus
untuk manajer pabrik tersebut meningkat dari 100% standar menjadi 110% standar.
Dalam membuat penyesuaian bonus ini, laba aktual dari pabrik disesuaikan atas
setiap varians margin kotor ( menguntungkan maupun tidak menguntungkan ) yang
dihasilkan dari volume penjualan ke devisi AM yang lebih tinggi atau lebih rendah
dari yang dianggarkan. Sebagai contoh, jika varians laba suatu pabrik favorabel
disebabkan oleh varians volume margin kotor yang menguntungkan atas penjualan ke
divisi AM, maka bonus yang dimiliki manajer pabrik tidak akan niak diatas standar
100%. Dengan demikian, manajer tersebut tidak akan diberikan penalti jika
pembelian aktual divisi AM kurang dari jumlah yang disetujui oleh divisi AM ketika
anggaran laba tahunan pabrik disetujui oleh manajemen tingkat atas. Komentar –
Komentar Manajemen Pada umumnya, top management merasa puas terhadap sistem
manajemen dan skema pengukuran kinerja yang sekarang berlaku. Meskipun
demikian, dalam diskusi dengan penulis kasus ini, mereka menyebut tiga hal yang
harus dipertimbangkan. Pertama, selalu ada perselisihan mengenai harga transfer dari
suku cadang yang dijual oleh divisi produk kepada divisi AM. Bila mana
memungkinkan, oleh kebijakn perusahaan, penjualan internal akan suku cadang
dilakukan diluar harga pasar OEM. Jika suatu suku cadang dijual sebagai suku
cadang OEM beberapa tahun sebelumnya, maka harga pasar OEM yang semula akan
disesuaikan lebih tinggi karena inflasi untuk mencapai harga jual ke divisi AM.
Prosedur ini kelihatannya tidak akan mengakibatkan perselisihan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pusat laba adalah pusat pertanggungjawaban yang prestasi manajernya diukur
berdasarkan laba (selisih antara pendapatan dan beban) yang diperoleh. Pusat laba
dapat dibentuk dengan struktur divisionalisasi, yang memungkinkan unit utama
bertanggungjawab terhadap produksi dan pemasarans sekaligus.
Batasan dari unit bisnis lainnya. Salah satu masalah utama terjadi ketika suatu
unit bisnis harus berurusan dengan unit bisnis lain. Sangatlah berguna untuk
memikirkan pengelolaan suatu pusatlaba dalam hal pengendalian atas tiga jenis
keputusan:
a. keputusan produk (barang atau jasa apa saja yang harus dibuat dan dijual;
b. keputusan pemasaran (bagaimana, di mana, dan berapa jumlah barang atau jasa
yang dijual;dan
c. keputusan perolehan (procurement) atau sourcing (bagaimana mendapatkan
danmemproduksi barang atau jasa).Jika seorang manajer unit bisnis
mengendalikan ketiga unit bisnis tersebut, biasanya tidak akan mendapatkan
kesulitan dalam melaksanakan tanggung jawab laba dan mengukur kinerja.
Batasan dari manajemen korporat. Batasan-batasan yang dikenakan oleh
manajemen korporat dikelompokkan menjadi tiga bagian:
a. batasan yang timbul dari pertimbangan-pertimbangan strategis;
b. batasan yang timbul karena adanya keharusan keseragaman yang diperlukan; dan
c. batasan yang timbul dari nilai ekonomis sentralisasi

B. Saran
Berdasarkan materi ini penulis menyarankan bahwa adanya pusat laba sangat
penting diterapkan dalam suatu organisasi karena dengan hal itu dapat membuat
perusahaan tersebut melaksanakan strateginya melalui proses pusat
pertanggungjawaban pusat Laba.

DAFTAR PUSTAKA
10

Anda mungkin juga menyukai