Anda di halaman 1dari 8

Tugas Akhir Mata Kuliah

Buddhisme
Judul:
Hukum empat kebenaran mulia
Dosen Pembimbing:
Al-Ustadz:H. Syamsul hadi untung, M.A

Oleh:
Miftahul Falah
M.Adnan
Zulfat Binhajibubaka
Program studi Jurusan Perbandingan Agama
Fakultas Ushuluddin
Kampus Pusat Unida Siman
1437 H / 2015 M
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ajaran yang disampaikan kepada manusia oleh Buddha sangat erat
hubungannya dengan agama-agama yang ada sebelumnya, oleh karena
itu ajaran Buddha faham yang bertujuan untuk mereform atau
memperbarui ajaran Hinduisme dimana pendeta-pendetanya saat itu
sangat berperan dalam kehidupan masyarakat.
Ajaran Buddha mengandung background social-religious pada saat
itu. Nama Buddha itu sendiri menunjukkan arti “seorang yang bangun
atau yang disadarkan” untuk mengadakan reformasi tradisi agama yang
telah ada.

2. Rumusan Masalah
Dan pada pertemuan kali ini saya akan membacakan rumusan masalah
yang akan dibahas pada pembahasan kali ini, rumusan masalah
sebagai berikut:
 Pengertian dari hukum 4 kebenaran mulia!
 Peran agama Buddha dalam perumusan dan penegakan hukum
yang adil!
 Fungsi profetik agama dalam hukum!
 Hukum 4 kebenaran mulia!
 Euthanasia!
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian agama Buddha
Buddha berasal dari kata sansekerta yang budh yang berarti
menjadi sadar, kesadarn sepenuhnya, bijaksana, dikenal, diketahui,
dan mengamati. Tegasnya Buddha adalah seseorang yang telah
mencapai penerangan atau pencerahan sempurna dan sadar atas
kebenaran kosmos serta alam semesta.
“Hyang adi Buddha” adalah seorang yang telah mencapai
penerangan luhur, cakap dan bijak menunaikan karya-karya kebajikan
dan memperoleh kebijaksanaan kebenaran mengenai nirvana serta
mengumumkan doktrin sejati tentang kebebasan atau keselamatan
kepada dunia semesta sebelum parinirvana.
Hyang Buddha yang berdasarka sejarah bernama Shakyamuni
pendiri agama Buddha. Hyang Buddha yang berdasarkan waktu
kosmik ada banyak sekali dimulai dari dipankara Buddha.
2. Peran dan fungsi agama dalam kehidupan dan hukum

Ada beberapa alasan tentang mengapa agama itu sangat penting


dalam kehidupan manusia, antara lain adalah :
1) Karena agama merupakan sumber moral
2) Karena agama merupakan petunjuk kebenaran
3) Karena agama merupakan sumber informasi tentang
masalah metafisika.
4) Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia
baik di kala suka, maupun di kala duka.

3. Fungsi Profetik agama dalam hukum

1. Agama meneguhkan kaidah-kaidah susila dari adat yang


dipandang baik bagi kehidupan moral warga masyarakat.
2. Agama mengamankan dan melestarikan kaidah-kaidah
moral ( yang dianggap baik )dari serbuan destruktif dari
agama baru dan dari system hokum Negara modern.

4. Hukum 4 kebenaran mulia


Kesunyataan (Sacca) berarti apa yang sesungguhnya. Dalam
bahasa Sansekerta disebut Satya yang artinya fakta yang tidak dapat
dibantah. Kesunyataan ini dalam bahasa Pali disebut ariyasaccani.
Disebut begitu karena diungkapkan oleh seorang Ariya Agung, Sang
Buddha, yang telah bebas dari nafsu keinginan.

Empat macam Hukum Kesunyataan. Menurut pandangan agama


Buddha ada empat Kesunyataan seperti itu yang berhubungan dengan
manusia. Pembahasan ini menunjuk pada Empat Kesunyataan Mulia
yang ditemukan oleh Sang Buddha dengan kemampuan sendiri.
Apakah para Buddha muncul atau tidak, Kesunyataan ini tetap ada,
Sang Buddha-lah yang mengungkapkannya. Mereka tidak bisa dan
tidak mungkin berubah karena waktu, sebab mereka adalah
Kesunyataan Abadi.
Empat Kebenaran Mulia ini adalah ajaran yang pertama kali
diperkenalkan oleh Sang Buddha dalam khotbah pertamanya di
Benares. Selain itu Empat Kebenaran Mulia juga adalah ajaran khusus
para Buddha, yang berarti setiap Buddha selalu mengajarkan 4
Kebenaran Mulia ini walaupun dengan bahasa yang berbeda atau
sistematisasi pembagian ajaran yang berbeda.
Empat Kebenaran Mulia tersebut adalah  sebagai berikut:

 Kebenaran Mulia tentang adanya ‘penderitaan’ (dukkha)


 Kebenaran Mulia tentang penyebab penderitaan
 Kebenaran Mulia tentang lenyapnya penderitaan
 Kebenaran Mulia tentang jalan menuju lenyapnya
penderitaan
 Kebenaran Mulia tentang Adanya ‘Penderitaan’ (dukkha)

Kata penderitaan yang digunakan di sini mewakili


kata dukkha, walaupun tidak sepenuhnya dapat mewakili makna
kata dukkha. Sebelum lebih lanjut membahas tentang penderitaan
(dukkha), kita akan melihat definisi dukkhayang ada di dalam
Kitab Suci Tripitaka.

“Kelahiran adalah penderitaan; menjadi tua adalah


penderitaan; penyakit adalah penderitaan; kematian adalah
penderitaan; kesedihan, ratap tangis, rasa sakit, kesengsaraan
(ketidaksenangan) dan keputusasaan adalah penderitaan; tidak
memperoleh apa yang diinginkan adalah penderitaan Dengan kata
lain Lima kelompok kehidupan (Pancakhandha) yang dipengaruhi
kemelekatan adalah penderitaan (dukkha).

Definisi dukkha (penderitaan) di dalam Kitab Tripitaka


terdapat di dalam beberapa sutta. Pengulangan yang berkali-kali
menunjukkan betapa pentingnya pemahaman terhadap Empat
Kebenaran Mulia, salah satunya memahami bahwa hidup itu
diliputi dukkha (penderitaan).

 Kebenaran Mulia tentang Penyebab Penderitaan

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa perasaan tidak puas


karena kehilangan atau perubahan itulah yang dinamakan dukkha.
Dengan pemahaman terhadap penderitaan (dukkha) seperti itu, kita
dapat melihat bahwa penderitaan tersebut diakibatkan oleh
‘perasaan tidak puas’.

Di dalam konteks buddhis, dinamakan tanha. Tanhaadalah


nafsu keinginan yang melekat. Melekat artinya jika tidak
mendapatkan, maka akan menderita. Kita perlu memahami dengan
jelas keinginan biasa dan keinginan yang melekat. Contohnya
adalah seorang anak kecil yang ingin mainan.
 Kebenaran Mulia tentang Lenyapnya Penderitaan

Di dalam sammaditthi sutta dikatakan berhentinya penderitaan


adalah pemudaran dan penghentian tanpa sisa, penyerahan, pelepasan,
membiarkan pergi, dan penolakan nafsu keinginan. Jadi Sang Buddha
mengajarkan bahwa keinginan berlebihan yang melekat dapat
dihilangkan dari pikiran kita. Ketika keinginan manusia menjadi
wajar, tidak melekat, tidak serakah maka kebahagiaan sejati (nibbana)
telah ia alami.

Nibbana sebagai kedamaian atau kebahagiaan sejati adalah


ketika penderitaan lenyap, ketika akar penderitaan yaitu keserakahan
(lobha), kebencian (dosa) dan kebodohan batin (moha) telah lenyap.
Itulah Nibbana, kebahagiaan sejati yang saat ini dapat kita alami
karena sifat keserakahan, kebencian dan kebodohan batin dapat kita
hancurkan saat ini juga dengan ketidakserakahan atau
ketidakmelekatan (berdana), ketidakbencian atau cinta kasih dan
welas asih, serta dengan kebijaksanaan sejati.

 Kebenaran Mulia tentang Jalan Menuju Lenyapnya


Penderitaan

Sang Buddha memberikan gambaran akan realitas kehidupan,


yakni ketidakpuasan atau penderitaan, penyebabnya dan setiap orang
dapat mencapai kebahagiaan sejati (nibbana) saat ini juga dengan
melenyapkan penderitaan (dukkha). Untuk dapat mencapai
kebahagiaan sejati, Buddha mengajarkan suatu cara yang dapat
dilakukan setiap orang.

Cara tersebut dinamakan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Inilah


jalan yang akan membawa siapapun kepada kebahagiaan sejati jika
telah sempurna dilaksanakan dan telah menjadi bagian dari setiap
tindakan yang dilakukan seseorang baik dari agama, ras, suku apa pun
juga. Jadi ketika cara pandang seseorang serta tindakannya sesuai
dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan baik ia seorang beragama atau
tidak pasti kebahagiaan sejati akan dialaminya.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

Kesunyataan (Sacca) berarti apa yang sesungguhnya. Dalam


bahasa Sansekerta disebut Satya yang artinya fakta yang tidak dapat
dibantah. Kesunyataan ini dalam bahasa Pali disebut ariyasaccani.
Disebut begitu karena diungkapkan oleh seorang Ariya Agung, Sang
Buddha, yang telah bebas dari nafsu keinginan.
Empat Kebenaran Mulia ini adalah ajaran yang pertama kali
diperkenalkan oleh Sang Buddha dalam khotbah pertamanya di
Benares. Selain itu Empat Kebenaran Mulia juga adalah ajaran khusus
para Buddha, yang berarti setiap Buddha selalu mengajarkan 4
Kebenaran Mulia ini walaupun dengan bahasa yang berbeda atau
sistematisasi pembagian ajaran yang berbeda.
Empat Kebenaran Mulia tersebut adalah  sebagai berikut:

 Kebenaran Mulia tentang adanya ‘penderitaan’ (dukkha)


 Kebenaran Mulia tentang penyebab penderitaan
 Kebenaran Mulia tentang lenyapnya penderitaan
 Kebenaran Mulia tentang jalan menuju lenyapnya
penderitaan
Refrensi

1. Suyatno, pendidikan agama buddha, Kemdikbut RI, 2013.


2. Widya K.Dharma, Dharma ajaran mulia sang Buddha, PP
MAGHABUDI, 2006.
3. http://Buddhisme.blogspot.co.id

Anda mungkin juga menyukai