Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan khusus ini telah disesuaikan dengan kemampuan dan
keterbatasan anak berkebutuhan khusus (ABK) sehingga tetap dapat memperoleh
haknya akan pendidikan. Keterbatasan kemampuan mental pada anak tunagrahita
ini dapat mempengaruhi sistem belajar terutama proses belajar membaca, membaca
merupakan kemampuan yang penting dalam berkomunikasi.
Kebanyakan dari masyarakat awam, mereka hanya mengenal pendidikan
untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus dapat bersekolah di Sekolah Luar Biasa
(SLB) atau Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC). Padahal Pemerintah telah
menetapkan bahwa sekolah tersebut bukan satu-satunya pilihan bagi anak yang
berkebutuhan khusus. Anak-anak berkebutuhan khusus ini juga bisa diterima
disekolah anak-anak biasa yang dikenal dengan sekolah Inklusi. Di sekolah inklusi
ini anak-anak berkebutuhan khusus ini sudah dapat dipastikan akan haknya
mengecam pendidikan wajib 9 tahun. Peraturan ini telah ditetapkan pada
Permendikbud No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi peserta didik
yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa. Hal
ini juga tertuang dalam pasal 2 bahwa tujuan dari pendidikan inklusi adalah untuk
memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi peserta didik yang memiliki kelainan
kondisi fisik, emosional, mental, sosial, potensi kecerdasan, dan bakat istimewa,
serta menyelenggarakan pendidikan yang menghargai keanekaragaman serta tidak
diskriminatif.
Permasalahan yang dihadapi guru saat ini adalah kurangnya minat peserta
dalam menerima pelajaran terutama minat dalam membaca, penyebabnya, yaitu
kurangnya interaksi antara peserta didik dan guru, sehingga materi pelajaran yang
diajarkan terlihat membosankan, hal inilah yang menyebabkan penilaian terhadap
peserta didik tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), rata-rata
ketuntasan tersebut hanya mencapai 40% saja, sedangkan 60% dari hasil penelitian
belum mencapai kriteria yang telah ditetapkan oleh guru. Oleh karena itu guru telah
menetapkan pembelajaran yang khusus bagi peserta didik tunagrahita dengan
menggunakan metode pembelajaran suku kata sebagai penerapan pembelajaran
awal. Diharapakan dengan metode tersebut dapat menumbuhkan minat membaca
pada peserta didik berkebutuhan khusus ini.
Dalam telaah permasalahan tersebut proses penilaian tindakan kelas dapat
dilakukan secara individu agar perkembangan kognitif peserta didik dapat berjalan
dengan maksimal.
Pembahasan setiap karakter peserta didik berkebutuhan khusus ini, maka
dalam proses tindakan kelas harus menyesuaikan dengan kemampuan terutama
bakat, motivasi, kemampuan berfikir, tingkah laku peserta didik, bukan untuk
membeda-bedakan tetapi lebih kepada kompetensi, kemampuan, dan karakter
setiap peserta didik berkebutuhan khusus.

1. Identifikasi Masalah
Dari hasil pengamatan terhadap situasi tersebut penulis dapat
mengidentifikasi masalah yang dihadapi sebagai berikut :
a. Pelajaran lebih terasa monoton dan tidak terlihat stimulus maupun respon
dari peserta didik.
b. Peserta didik kurang memahami materi pelajaran yang diajarkan
c. Minat peserta didik dalam membaca kurang aktif, tidak ada timbal balik dan
kurang pedulinya peserta didik dalam membaca karena lebih terpusat
kepada guru.
2. Analisis Masalah
Dengan mengidentifikasi masalah dalam pembelajaran Tematik, penulis
dapat mengenalisa permasalahan yang terjadi, sebagai berikut :
a. Dalam kegiatan belajar mengajar guru dan peserta didik hanya
menggunakan metode ceramah.
b. Guru kurang memberikan respon terhadap peserta didik secara individu.
c. Guru tidak melibatkan peserta didik dalam membaca suku kata sesuai
dengan materinya.
3. Alternatif dalam Pemecahan Masalah
Dari hasil analisa masalah yang ditemukan maka penulis mencari solusi
yang dilaksanakan dalam beberapa siklus perbaikan pembelajaran. Alternatif
yang dapat dilaksanakan adalah sebagai berikut :
a. Penggunaan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik
karena penanganan terhadap anak berkebutuhan khusus harus dilakukan
secara maksimal dan terkhusus.
b. Guru lebih memfokuskan dan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk waktu yang cukup.
c. Menggunakan media yang mudah dipahami peserta didik sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan menyerap pelajaran.

Dari pemecahan masalah tersebut dalam penggunaan metode yang sesuai


dengan karakter peserta didik dengan materi pelajaran. Dari telaah pemecahan
masalah ini, maka guru telah menentukan metode yang tepat untuk diajarkan
kepada peserta didik berkebutuhan khusus ini, yaitu menggunakan metode suku
kata. Belajar membaca dengan menggunakan metode suku kata dapat membuat
peserta didik mudah memahami dan mencermati materi yang disajikan guru,
sehingga peserta didik dapat dengan mudah mengingat materi yang diajarkan
oleh guru.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang terjadi, yakni belum tercapainya
nilai maksimal dalam membaca suku kata, dengan ini penulis dapat merumuskan
masalah, yaitu :
1. Bagaimana meningkatkan kemampuan membaca dengan menggunakan
metode suku kata bagi anak berkebutuhan khusus kelas II di SD Bakti
Parittiga ?
2. Apakah metode suku kata dapat meningkatkan kemampuan membaca bagi
anak berkebutuhan khusus di kelas II SD Bakti Parittiga ?
C. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Peneltian Tindakan Kelas bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
membaca permulaan dengan menggunakan metode suku kata bagi anak
berkebutuhan khusus Kelas II di SD Parittiga.

D. Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran


1. Manfaat bagi guru, yaitu :
a. Meningkatkan kreativitas guru.
b. Meningkatkan kemampuan guru dalam mengajar.
c. Sebagai bahan dalam peningkatan kualitas dan profesionalitas guru
dalam mengemban tugas sebagai pendidik.
d. Menambah pengetahuan terhadap peserta didik berkebutuhan khusus
dimasa yang akan datang.
2. Manfaat bagi peserta didik, yaitu :
a. Peserta didik lebih termotivasi dan merasa nyaman dalam mengikuti
pelajaran.
b. Meningkatkan hasil belajar peserta didik.
c. Meningkatkan pemahaman peserta didik akan pentingnya membaca
terhadap materi pelajaran.
3. Manfaat bagi sekolah, yaitu :
a. Membantu dalam ketercapaian visi dan misi sekolah inklusi.
b. Meningkatkan mutu dan kualitas pembelajaran di sekolah berbasis
inklusi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Inklusi Anak Berkebutuhan Khusus

Pendidikan Inklusi adalah sistem dari penyelenggaraan pendidikan yang


memberikan kesempatan pada peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki
potensi kecerdasan istimewa. Menurut MIF. Baihaqi dan M. Sugirman, dalam buku
yang berjudul : Memahami dan membantu anak ADHD (Attention deficit
hyperactivity disorder) : Pendidikan Inklusi adalah mengenai hak peserta didik atas
perkembangan individu, sosial, dan intelektual. Peserta didik harus diberi
kesempatan untuk mencapai potensinya dan pendidikan ini harus dirancang dengan
memperhitungkan perbedaan yang ada pada peserta didik. Bagi peserta didik yang
memiliki ketidakmampuan khusus dan memiliki kebutuhan belajar yang luar biasa
harus mempunyai akses terhadap pendidikan yang bermutu tinggi dan tepat.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan anak yang mengalami
berbagai gangguan pada komunikasi, interaksi, dan prilaku dalam kehidupan
sehari-hari. Gejala anak berkebutuhan khusus ini mulai terlihat pada umur 2-3
tahun, sehingga perlu penanganan khusus dalam usaha pengembangan kompetensi
diri terhadap anak-anak tersebut. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dapat
dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu : Low Incidence (angka kejadian yang
rendah) yang sering ditemui di sekolah diantaranya : Tunanetra, Tunarungu,
Tunagrahita, Tunadaksa dan Autis. Sedangkan High Incidence (angka kejadian
yang tinggi) diantaranya : Kesulitan belajar khusus, Lambat dalam belajar,
Gangguan komunikasi dan bahasa, dan gangguan emosi dan tingkah laku.
Pemerintah telah menetapkan hak atas pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
yang diatur dalam Pasal 32 Undang-undang Sisdiknas yang menjelaskan bahwa:
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,
mental, sosial, dan memiliki potensi kecerdasan serta bakat istimewa.
Berkaitan dengan permasalahan yang saat ini dihadapi oleh guru salah
satunya adalah keterbatasan dalam kecerdasan intelektual dan kemampuan dalam
berprilaku yang benar terutama anak berkebutuhan khusus (ABK). Keterbatasan
dalam kecerdasan tidak dibandingkan dengan anak seusianya. Menurut Jati Rinakri
Atmaja, M.Pd 2018, Anak berkebutuhan khusus adalah suatu kondisi anak yang
kecerdasannya jauh dibawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi
dan ketidakcakapan dalam komunikasi sosial, anak berkebutuhan khusus ini juga
sering dikenal dengan istilah keterbelakangan mental karena keterbatasan
kecerdasannya. Akibatnya anak berkebutuhan khusus ini sukar untuk mengikuti
pendidikan biasa di sekolah.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan secara garis besar
setiap peserta didik berkebutuhan khusus memiliki perbedaan kemampuan disetiap
individunya dalam melakukan aktivitas karena daya serap berpikir memiliki
keterbatasan, daya ingat kurang, dan sulit untuk berkonsentrasi, sehingga dengan
penerapan pendidikan sekolah inklusi ini dapat membuktikan bahwa setiap
perbedaan tidak akan menjadi hambatan dalam perkembangan peserta didik
walaupun berada di sekolah inklusi dengan tetap didampingi oleh guru yang
berkompeten dan profesional.

B. Penerapan Metode Pembelajaran Sekolah Inklusi

Metode pembelajaran yang dilakukan di sekolah inklusi biasanya sangat


bervariasi dan kolaboratif. Karena setiap langkah yang dilakukan harus
disesuaikan dengan karakter dan bakat yang dimiliki setiap anak yang terpusat
pada potensi serta bakat setiap anak. Dengan memperhatikan berbagai aspek,
yaitu :
a. Kurikulum yang menekankan pada perencanaan, pengembangan,
pelaksanaan, dan modifikasi PPI.
b. Tenaga Pendidik yang harus paham cara menangani anak berkebutuhan
khusus (ABK), meliputi kompetensi dan kolaboratif.
c. Manajemen dengan prinsip kebiasaan berbicara berdasarkan fakta, sikap
menghargai, melakukan perbaikan, dan melaksanakan fungsi sesuai
dengan tugas.
d. Dana yang menunjang kegiatan belajar mengajar agar lebih optimal
e. Sarana dan Prasarana dengan perlengkapan disesuaikan untuk anak
normal maupun anak berkebutuhan khusus (ABK).
f. Lingkungan yang kondusif dengan konsep inklusi dan pengenalan
kepada masyarakat awam tentang sekolah inklusi.
g. Peserta didik terdiri dari anak-anak biasa pada umumnya dan anak
berkebutuhan khusus (ABK).
h. Proses belajar mengajar dengan menngunakan metode pengajaran
langsung, terkoordinir, dengan kelompok, intervensi.

Pada dasarnya bukan hanya dari aspek-aspek itu sendiri yang menentukan
keberhasilan dalam belajar, tetapi keberhasilan penggunaan metode pembelajaran
dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan hasil belajar, itu semua
tergantung pada isi, cara menjelaskan, dan karakteristik peserta didik. Metode
pembelajaran merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar
mengajar di sekolah.

C. Tujuan Metode Pembelajaran Sekolah Inklusi


Secara garis besar tujuan dari metode pembelajaran sekolah inklusi adalah
untuk menggali informasi apakah peserta didik mengalami kelainan atau
penyimpangan.
Dalam proses pengembangan tujuan metode pembelajaran sekolah inklusi
ini juga dilakukan dengan cara menyatukan standar kompetensi dalam kurikulum
dengan tim PPI dari hasil asesmen yang dilakukan oleh sekolah. Hasil tersebut
kemudian ditempatkan dalam kompetensi yang terdapat dalam kurikulum. Hal ini
juga dipengaruhi pada kondisi kemampuan anak. Tujuan dalam IEP pembelajaran
dibagi menjadi dua, yaitu tujuan jangka panjang yang terfokus dalam instruksional
umum dan tujuan jangka pendek yang terfokus dalam instruksional khusus.
D. Membaca Permulaan
1. Pengertian Membaca Permulaan
Membaca permulaan menurut Sabarti Akhadiah, dkk. (1993 : 11),
menjelaskan bahwa dalam mengajarkan kemampuan membaca ditahap permulaan
menekankan pada pengembangan kemampuan membaca tingkat dasar, antara lain
kemampuan untuk dapat membaca huruf, suku kata, dan kemudian kalimat yang
ditampilkan dalam bentuk tulisan ke bentuk lisan.
Membaca menjadi sesuatu yang harus dilakukan sendiri maupun dibaca
dengan nyaring. Hal ini dapat mempengaruhi yang mendengarnya, membaca juga
dapat membangun konsentrasi. Kegiatan membaca juga membutuhkan
keseimbangan mulai dari gerakan mata dan pemantapan pikiran untuk menerima
informasi dan menelaah informasi tersebut. Menurut Harris dan Sipay (1980 : 8)
membaca sebagai suatu kegiatan yang memberikan respon makna secara tepat
terhadap lambang verbal yang tercetak atau tertulis.
Secara teoritik proses membaca permulaan dilakukan melalui tiga tahapan.
Tahap pertama disebut Visual Memory. Tahap ini huruf, suku kata, kata, dan
kalimat terlihat sebagai lambang grafis. Tapan kedua disebut dengan Phonological
Memory. Pada tahap ini terjadi proses pembunyian lambang grafis yang sudah
terekam. Tahap ketiga disebut Semantic Memory. Pada tahap ini terjadi proses
pemahaman terhadap kata dan kalimat. Kesimpulan pada tahapan dalam proses
membaca permulaan dapat diartikan sebagai aktivitas visual yang merupakan
proses menerjemahkan simbol tulis kedalam bunyi.
Menurut Haris dan Sipay, (1980 : 8) membaca sebagai suatu kegiatan yang
memberikan respon makna secara tepat terhadap lambang verbal yang tercetak atau
tertulis. Pemahaman atau makna dalam membaca lahir dari interaksi antara persepsi
terhadap simbol grafis dan keterampilan berbahasa serta pengetahuan membaca.
Dalam interaksinya, guru berusaha menciptakan kembali makna sebagaimana
makna yang ingin disampaikan dan mencoba untuk mengkreasikan apa yang
dimaksud.
Peserta didik tidak hanya dikenalkan dengan metode membaca permulaan
saja, akan tetapi ada berbagai macam metode belajar yang dapat diajarkan kepada
peserta didik yang ada di sekolah terumata kelas satu dan kelas dua atau pada
peserta didik yang berkebutuhan khusus (ABK), adapun macam-macam metode
pembelajarannya, yaitu :
a. Metode Abjad (Alphabet)
b. Metode Eja (Spelling Method)
c. Metode Kata (Whole Word Method)
d. Metode Kalimat (Syntaxis Method)
e. Metode 4 Tahap Steinberg (Four Steps Steinberg Method)
f. Metode Menulis Permulaan

2. Tujuan Membaca Permulaan


Tujuan membaca permulaan adalah agar peserta didik dapat mengenal
huruf, serta membaca kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat.
Menurut Herusantosa dalam Saleh Abbas, 2006 : 103 adalah tujuan
pembelajaran membaca menulis permulaan adalah sebagai berikut :
a. Pembinaan dasar-dasar mekanisme membaca.
b. Mampu memahami dan menyuarakan kalimat sederhana yang ditulis
dengan intonasi yang wajar.
c. Peserta didik dapat membaca dan menulis kata-kata dan kalimat sederhana
dengan lancar dan tepat dalam waktu yang relatif singkat.

Selain itu tujuan membaca permulaan di sekolah inklusi dapat dilakukan


melalui dua tahap, yaitu membaca periode tanpa buku dan membaca dengan
menggunakan buku. Pembelajaran membaca tanpa buku dilakukan dengan cara
mengajar dengan menggunakan media atau alat peraga selain buku, misalnya
kartu gambar, kartu huruf, dan kartu kalimat. Pembelajaran membaca dengan
buku merupakan kegiatan membaca dengan menggunakan buku sebagai acuan
bahan ajar.
E. Pengertian Metode Suku Kata
Metode suku kata menurut Depdikbud (1992:12) adalah suatu metode
yang mulai pengajaran membaca permulaan dengan menyajikan kata-kata yang
telah dirangkai menjadi suku kata, kemudian suku kata itu dirangkai menjadi kata
menjadi kalimat.
Menurut Supriyadi (2002 : 12), Metode suku kata adalah suatu metode
yang memulai pengajaran membaca permulaan dengan menyajikan kata-kata yang
lebih bermakna. Artinya membaca merupakan satu kesatuan kegiatan seperti suatu
pendekatan dengan cerita disertai dengan gambar yang didalamnya berguna untuk
mengenali huruf dan kata-kata. Dengan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa metode suku kata ini diawali dengan pengenalan suku kata, seperti ba, bi,
bu, be, bo, ca, ci, cu, ce, co, da, di, du, de, do, ma, mi, mu, me, mo, ka, ki, ku, ke,
ko, dan seterusnya. Kemudian suku kata tersebut dapat dirangkai menjadi kata-kata
yang mempunyai makna, sebagai contoh dari daftar suku kata tersebut guru dapat
membuat bverbagai variasu suku kata menjadi kata-kata yang bermakna,
misalnya :
Bi-bi cu-ci da-da ma-ma ka-ki
Ba-bu cu-cu du-du ma-mi ku-ku.
Kemudian dengan suku kata diatas dapat dirangkai menjadi kalimat
sederhana yang dimaksud dengan proses perangkaian kata menjadi kalimat
sederhana, misalnya :
Da-da ci-ci
Bi-bi ca-ca
Cu-cu ma-ma
Kemudian dengan proses penguraian bentuk-bentuk tersebut menjadi
satuan bahasa terkecil dibawahnya, yakni dari kalimat kedalam kata dan kata
kedalam suku-suku kata.
Dalam metode suku kata ini terdapat beberapa langkah kecil dalam
penerapan dan persiapan yang perlu dicermati agar dapat dilakukan dengan tepat,
yaitu. (1) Membaca kata yang sudah dikenal oleh peserta didik. (2) Menguraikan
huruf menjadi suku kata, (3) Menguraikan huruf mrnjadi suku kata, (4)
menggabungkan huruf menjadi suku kata, (5) menggabungkan suku kata menjadi
kata.
Adapaun kekurangan dan kelebihan metode suku kata ini adalah sebagai
berikut :
Kelebihan dari metode suku kata, yaitu :
1. Dalam membaca tidak ada mengeja huruf demi huruf sehingga mempercepat,
proses penguasan kemampuan membaca permulaan,
2. Dapat belajar mengenal huruf dengan dengan menguraikan suku kata yang
dipergunakan dalam unsur-unsur hurufnya,
3. Penyajiannya tidak memakan waktu yang lama,
4. Dapat secara mudah mengetahui berbagai macam kata.

Selain terdapat kelebihan dalam metode suku kata ini, ada juga beberapa
kelemahannya, yaitu :
1. Bagi peserta didik yang kesulitan belajar yang kurang mengenal huruf, akan
mengalami kesulitan merangkaikan huruf menjadi suku.
2. Peserta didik akan sulit disuruh membaca kata-kata lain, karena hanya
mengingat kata-kata yang diajarkan saja.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Anda mungkin juga menyukai