0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
6 tayangan5 halaman
Dokumen tersebut membahas latar belakang tentang prevalensi ISPA yang masih tinggi di Indonesia dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita seperti status gizi, pengetahuan ibu, kepadatan hunian rumah, dan kebiasaan merokok. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Manggopoh Kabupaten Agam Tahun 2020.
Dokumen tersebut membahas latar belakang tentang prevalensi ISPA yang masih tinggi di Indonesia dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita seperti status gizi, pengetahuan ibu, kepadatan hunian rumah, dan kebiasaan merokok. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Manggopoh Kabupaten Agam Tahun 2020.
Dokumen tersebut membahas latar belakang tentang prevalensi ISPA yang masih tinggi di Indonesia dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita seperti status gizi, pengetahuan ibu, kepadatan hunian rumah, dan kebiasaan merokok. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Manggopoh Kabupaten Agam Tahun 2020.
Angka kematian dan kesakitan di Indonesia dan negara berkembang masih menjadi masalah kesehatan yang cukup besar, khususnya angka kematian bayi dan balita yang masih cukup tinggi. Pada masa bayi dan balita daya tahan atau antibodi masih dalam keadaan yang belum cukup kuat, sehingga dapat menimbulkan risiko terjadinya penyakit atau infeksi sangat tinggi. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang menyumbang prevalensi kematian yang tinggi pada balita1. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah salah satu infeksi akut yang menyerang saluran pernafasan yang di mulai dari hidung sampai alveoli termasuk adneksanya seperti sinus, rongga telinga bagian tengah dan pleura yang dapat berlangsung 14 hari. Penyakit ISPA yang diawali dengan panas pada tubuh disertai oleh satu gejala atau lebih seperti tenggorokan sakit/nyeri, batuk kering/berdahak dan pilek. Period prevalence penyakit ISPA dapat dihitung dengan kurun waktu dalam 1 bulan terakhir2. Penyakit ISPA paling banyak terjadi di Negara-negara berkembang. Populasi penduduk yang terus bertambah dan tidak terkendali mengakibatkan kepadatan penduduk di suatu wilayah yang tidak tertara baik dari segi aspek sosial, budaya dan kesehatan. Kondisi ini akan bertambah buruk dengan status social ekonomi keluarga yang rendah atau berada dibawah garis kemiskinan karena tidak dapat memenuhi asupan gizi yang baik dan sehat untuk balita ditambah dengan kondisi fisik rumah yang tidak layak tinggal4. Menurut WHO (World Health Organization) (2016), angka kematian banyak terjadi di negara berkembang seperti Asia dan Afrika yang tiap tahunnya meninggal sebanyak ± 13 juta anak, seperti: India (48%), Indonesia (38%), Ethiopia (4,4%), Pakistan (4,3%), China (3,5%), Sudan (1,5%), dan Nepal (0,3%). Tiap tahunnya sekitar 4 juta dari 13 juta anak yang yang meninggal akibat ISPA sebagai penyebab utama. Tahun 2016 laporan yang disampaikan WHO mengenai ISPA yang menyebabkan kematian terhadap balita sebanyak 16% yang disampaikan oleh Nastiti Kaswandani Ketua Unit Kerja Koordinasi Respitatory (IDAI) 3. Berdasarkan data Riskesdas, pada tahun 2007 prevalensi ISPA di Indonesia adalah 25,5%, tidak jauh berbeda dengan tahun 2013 dengan prevalensi ISPA yaitu 25,0%. Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun (25,8%). Menurut jenis kelamin, tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan. Namun berdasarkan hasil riskesdas 2018, prevalensi ISPA di indonesia menurun menjadi 12,8%5. Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, pada tahun 2015 penyakit ISPA menduduki peringkat pertama dari 10 penyakit terbanyak yaitu 438.610 kasus dengan prevalensi 34,08%. Sedangkan pada tahun 2017 penyakit ISPA masih menduduki peringkat pertama dan mengalami peningkatan dengan prevalensi 39,2%. Akan tetapi menurut menurun pada tahun 2018 dengan prevalensi 12.8%. Menurut Risekesdas Sumatera Barat 2018, prevalensi ISPA pada balita di Kab Agam tahun 2018 yaitu 9,10%6. Secara umum ada 3 (tiga) faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi pencemaran udara rumah, kondisi fisik rumah, dan kepadatan hunian rumah. Faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A, dan status imunisasi. Sedangkan faktor perilaku berhubungan dengan pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya7. Status gizi menjadi salah satu penyebab kejadian penyakit ISPA pada balita, karena kekurangan gizi akan menyebabkan beberapa efek serius seperti kegagalan dalam pertumbuhan fisik serta tidak optimalnya perkembangan dan kecerdasan. Balita yang mengalami kekurangan gizi akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respons imunologis terhadap penyakit dan keracunan8. Menurut penelitian Crista Lorensa dkk, sebanyak 31,4% terkena ISPA, 18,6% gizi kurang, dan 12,9% berada pada gizi baik. Pada balita status gizi memliki hubungan dengan kejadian ISPA memiliki analisis hubungan variabel secara statistik yang bermakna9. Selain itu, penyakit ISPA juga bisa disebabkan oleh pengetahuan ibu, karena pengetahuan merupakan komponen yang penting walaupun peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan terjadinya kejadian ISPA tetapi peningkatan pengetahuan mempunyai hubungan yang positif dengan terjadinya kejadian ISPA. Pada penelitian Indah dkk (2018) ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan orang tua tentang ISPA dengan kejadian ISPA pada balita10. Faktor merokok juga merupakan salah satu penyebab dari penyakit ISPA. Asap rokok sangat berbahaya bagi balita karena belum kuatnya paru-paru terpapar asap berbahaya. Selain itu, asap rokok juga dapat membuat sistem imun balita menjadi rusak. Oleh karena itu, seluruh anggota keluarga yang memiliki balita harus bekerja sama untuk tidak merokok di rumah atau di sekitar balita. Penelitian yang dilakukan oleh Lina (2016) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan kasus ISPA pada balita11. Faktor lainnya yang menyebabkan ISPA adalah Kepadatan Hunian Rumah, daya tahan tubuh yang menurun dalam penghuni rumah yang disebabkan oleh bangunan yang tidak sesuai dengan jumlah penghuni menyebabkan oksigen di dalam rumah berkurang. Toto Harto (2020) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa ditemukan hubungan yang terjadi antara kondisi ventilasi dan padatnya hunian dengan kejadian penyakit ISPA12. Safrizal (2017) menjelaskan adanya hubungan yang terjadi pada kejadian ISPA pada balita di Blang Muko dengan ventilasi, lantai, dinding, dan atap13. Berdasarkan Data Puskesmas Manggopoh tahun 2019 kejadian ISPA termasuk dalam 10 penyakit terbanyak. Penyakit ISPA yang ada diperingkat teratas sebanyak 11.005 kasus dengan prevalensi (33,2%). Untuk jumlah kasus ISPA pada balita sebanyak 537 kasus. Hal tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut pada balita di Puskesmas Manggopoh Kabupaten Agam Tahun 2020.
1.2 Rumusan Penelitian
Dari uraian latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini yaitu “Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Manggopoh Kabupaten Agam Tahun 2020”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.1.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Manggopoh Kabupaten Agam Tahun 2020
1.1.2 Tujuan Khusus
1) Mengetahui distribusi frekuensi kejadian ISPA dan status gizi, pengetahuan ibu, kepadatan hunian rumah, kebiasaan anggota keluarga merokok pada balita di Puskesmas Manggopoh Kabupaten Agam Tahun 2020. 2) Menganalisis hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Manggopoh Kabupaten Agam Tahun 2020. 3) Menganalisis hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Manggopoh Kabupaten Agam Tahun 2020. 4) Menganalisis hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Manggopoh Kabupaten Agam Tahun 2020. 5) Menganalisis hubungan kebiasaan anggota keluarga yang merokok dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Manggopoh Kabupaten Agam Tahun 2020. 1.4 Manfaat Penelitian 1) Bagi Peneliti Diharapkan bisa memperbanyak wawasan serta pemahaman yang lebih luas mengenai Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita. 2) Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi Sebagai bahan masukan dan bahan tambahan referensi mengenai hubungan yang berkaitan dengan penyakit ISPA, sehingga menjadi acuan untuk dapat dikembangkan dalam penelitian selanjutnya. 3) Bagi Puskesmas Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan terkait dengan permasalahan ISPA, Dapat memberikan informasi bagi penyusunan program kesehatan kedepannya yang berguna untuk mengurangi prevalensi angka kesakitan karena ISPA. 4) Bagi Masyarakat Umum Diharapkan penelitian ini bisa menjadi suatu informasi untuk masyarakat baik penderita ISPA maupun yang bukan penderita ISPA, sehingga dapat melakukan upaya-upaya sebagai bentuk pencegahan dan pengendaliannya sedini mungkin baik secara individu maupun komunitas.