Anda di halaman 1dari 11

Karunia-karunia Roh Kudus Dalam Gereja Untuk Pelayanan (Oleh Mgr.

Henricus Pidyarto Gunawan, O.Carm)

CERAMAH UMUM KE-II KONVENDA BPPG JAKARTA 2017

"KARUNIA-KARUNIA ROH KUDUS DALAM GEREJA UNTUK PELAYANAN"

Oleh: Mgr. Henricus Pidyarto Gunawan, O.Carm


Selama ini saya mendapat pelajaran bahwa manusia adalah makhluk paling mulia, paling berbudi.
Sedangkan binatang juga merupakan makhluk hidup ciptaan Tuhan tetapi tidak berakal budi.
Akan tetapi video-video yang saya terima tentang binatang membuat saya terusik. Masak sih
binatang itu tidak punya pikiran, karena begitu pintar seringkali.

Beberapa hari yang lalu saya bertemu dengan seseorang dan dia menceritakan pengalamannya
di hutan Kalimantan. Dia bersama rombongannya memasuki hutan, kemudian ada orang utan
turun. Dia begitu ketakutan, tetapi orang-orang berkata, “Tidak usah takut, diam saja! Paling dia
mencuri tas-mu.” Benar saja, dibuka tasnya, ada laptop, ada handphone, dll. Orang ini takut kalau
tasnya akan dibawa pergi, namun ternyata tidak! Dikembalikan dengan dilempar secara kasar,
lalu orang utan itu naik lagi ke pohon. Kemudian, tuan rumah yang adalah orang Kalimantan
mengatakan, “Pak, kalau masuk ke sini kita mesti bawa makanan. Karena orang utan minta
makanan dari tas anda, tetapi saya lupa beritahu.”

Keesokan harinya, mereka masuk lagi ke hutan dan sudah menyiapkan makanan; roti tawar dan
buah-buah. Orang itu menaruhnya di tas. Benar saja! Orang utan turun lagi, merampas tas,
membuka tas, mengambil roti, dan langsung naik ke pohon. Lalu sampai di atas pohon, apa yang
terjadi? Orang utan itu memberi tanda jempol. Membuat saya terusik, apakah orang utan memang
tidak memiliki pikiran sehingga sampai di atas baru memberi tanda jempol. Apa kaitannya dengan
ceramah hari ini?

Kaitannya begini; Kalau anda mau memberi seekor orang utan sesuatu yang bisa diterima dengan
senang, jangan memberi laptop, karena dia tidak butuh laptop. Jangan memberi handphone,
karena dia tidak bisa pakai handphone. Tapi beri dia kacang; dia pasti senang! Beri dia makanan
lain, dia pasti senang. Setiap pemberian harus berguna bagi yang
menerima. Biarpun handphone itu mahal, tetapi jika anda berikan kepada seekor monyet/orang
utan, maka tidak ada gunanya, karena anugerah itu tidak diperlukan oleh orang utan tersebut.

Tema hari ini adalah karunia-karunia Roh Kudus untuk pelayanan. Pembaruan Karismatik Katolik
(PKK) adalah karunia Tuhan, menurut Santo Yohanes Paulus ke II. Setiap karunia di dalam
Gereja adalah karunia Roh Kudus. Setiap gerakan yang baik dalam Gereja adalah karunia Roh
Kudus. Maka, karunia ini harus berguna bagi Gereja. Kalau kita tidak berguna bagi Gereja, di sini
dan sekarang, kita bukanlah karunia Roh Kudus. Roh kudus tidak mungkin memberikan karunia
yang tidak cocok dengan situasi Gereja.

Maka nanti pada akhir dari ceramah umum ini, kesimpulannya sederhana, jadilah karunia yang
berguna dan yang diperlukan oleh Gereja lokal dimanapun anda berada. Jadilah karunia Roh
Kudus yang dibutuhkan dan yang berguna bagi Gereja karena kita datang bukan untuk dilayani,
melainkan untuk melayani.

Ada pepatah Jerman yang mengatakan, “Setiap anugerah adalah suatu tugas.” Kita bisa melihat
contoh ini pada kisah ibu mertua Petrus yang dikunjungi oleh Yesus ketika dia sakit. Untuk itu
saya mengajak anda membuka Injil Lukas 4:38-39, “Kemudian Ia meninggalkan rumah ibadat
itu dan pergi ke rumah Simon. Adapun ibu mertua Simon demam keras dan mereka
meminta kepada Yesus supaya menolong dia. Maka Ia berdiri di sisi perempuan itu, lalu
menghardik  demam itu, dan penyakit itupun meninggalkan dia. Perempuan itu segera
bangun dan melayani mereka.”

Menarik untuk kita perhatikan. Yesus baru keluar dari Sinagoga, kita lihat Yesus meninggalkan
Sinagoga lalu pergi ke rumah Simon. Artinya, harus ada kaitan antara ibadah dan pelayanan.
Harus ada kaitan antara doa dan pelayanan. Tidak ada gunanya orang rajin masuk Gereja,
memuji Tuhan, menyanyi, mengikuti liturgi, tetapi keluar dari Gereja tidak ada pengaruh apa-apa.
Harus ada kaitan erat antara ibadah dan pelayanan. Maka Yesus membuktikan hal itu. Dia keluar
dari rumah ibadah, dia menyembuhkan ibu mertua Simon. Begitu perempuan ini disembuhkan
oleh Yesus, dia bangun dan melayani Yesus dan rombongannya. Anugerah kesembuhan yang
diberikan oleh Yesus dia pakai untuk melayani. Jelas sekali kaitannya.

Saya pernah memiliki seorang kenalan di kota Malang yang mengalami sakit keras. Dia berdoa
kepada Tuhan memohon kesembuhan, “Tuhan, kalo saya sembuh saya akan melayani Tuhan.
Saya serahkan diri saya untuk Tuhan,” dan ternyata ia mengalami kesembuhan. Tetapi setelah
sembuh, dia lupa akan janjinya. Dia terlalu senang, lalu hidup tanpa melayani Tuhan lagi. Tidak
lama kemudian, Tuhan “pukul” dia, dan ia mengalami sakit lagi dan kali ini sakitnya sangat serius.
Dia sungguh-sungguh memohon ampun atas kelalaiannya dan bertobat. Dia memohon
kesembuhan, dan kemudian dia sungguh mengalami kesembuhan. Kali ini dia menjadi seorang
pewarta. Ibu mertua Petrus juga demikian. Dia menerima karunia Tuhan untuk melayani.

Saudara-saudara yang terkasih, mengapa kita perlu menerima karunia untuk pelayanan? Saya
masukkan tema ini dalam konteks yang lebih menyeluruh. Apa artinya menjadi murid Yesus? Apa
artinya kita menyebut diri orang Kristen? Apakah itu berarti bahwa kita menerima Yesus sebagai
penyelamat kita? Ya! Itu artinya menjadi pengikut Kristus, tetapi itu tidak cukup. Apakah kita
percaya bahwa Yesus Anak Allah yang turun ke dunia? Ya! Itu artinya menjadi murid Yesus. Tapi
itu juga tidak cukup. Menjadi murid Kristus lebih daripada mengakui dengan akal budi siapa
Yesus, karena di dalam injil Yohanes 15, dengan indah digambarkan bagaimana Yesus itu pokok
anggur dan kita ranting-rantingnya. Akulah pokok anggur yang benar dan kamulah ranting-
rantingnya.

Yesus ingin tinggal di dalam murid-Nya dan murid-Nya tinggal di dalam diri-Nya. Itulah artinya
menjadi murid Yesus yang sejati. Ada persatuan, dimana yang satu ada di dalam yang lain.
Hanya dengan bersatu dengan Yesus kita adalah murid Kristus. Dan dengan bersatu dengan
Yesus, pelan-pelan kita diubah menjadi seperti Yesus. Harus semakin mirip dengan Yesus. Kalau
kita mengaku diri murid Yesus, tetapi tingkah laku kita, cara hidup kita, pikiran kita, perasaan kita,
begitu jauh dari pikiran Kristus, perasaan Kristus, tingkah laku Kristus, itu artinya kita adalah murid
Yesus secara KTP saja, hanya namanya saja Kristen tetapi sebenarnya bukan Kristen.

Semakin lama kita harus makin menyerupai Yesus yang datang bukan untuk dilayani melainkan
untuk melayani, dan menyerahkan nyawa menjadi tebusan bagi banyak orang. Selama kita belum
sampai pada pelayanan, kita belum menjadi murid Yesus yang lengkap.

Kisah-kisah di dalam Injil, misalnya perempuan Samaria, Yohanes 4:1, ada perempuan Samaria
bertemu dengan Yesus. Kita tahu betapa sulitnya komunikasi antara Yesus dengan perempuan
ini, karena perempuan itu terlalu duniawi sementara pembicaraan Yesus terlalu surgawi. Maka
pada awal dialog, tidak ada titik temu. Tetapi setelah Yesus secara pelan-pelan masuk ke dalam
kehidupan perempuan itu, masuk dalam kehidupan pribadi perempuan itu, ia akhirnya mengakui
bahwa Yesus itu sungguh Nabi Allah.

Setelah perempuan itu mengenal Yesus, dan pelan-pelan dibimbing oleh Yesus, perempuan itu
menjadi ‘pewarta’ bagi orang-orang Samaria. Kita dapat melihat pada akhir cerita itu bagaimana
perempuan itu lari meninggalkan tempayannya dan pergi menemui orang-orang sekampungnya.
Ayat 28-29, “Maka perempuan itu pergi meninggalkan tempayannya di situ lalu pergi ke
kota dan berkata kepada orang-orang yang di situ: Mari lihat! Di sana ada seorang yang
mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat. Mungkinkah Dia Kristus itu?”

Akhir dari cerita pertemuan Yesus dengan perempuan Samaria adalah pelayanan. Perempuan
Samaria menjadi pelayan, menjadi pewarta. Begitu juga dengan perempuan lain dalam Injil
Yohanes yang sangat terkenal yaitu Maria Magdalena. Ia bertemu dengan Yesus di kubur, setelah
ia mengenal kembali Yesus, Maria diutus oleh Yesus menjadi pewarta bagi orang lain. Menjadi
rasul pertama yang mewartakan kebangkitan Yesus kepada para murid.

Jadi inilah skema yang kita temukan dalam Injil. Setiap murid Kristus harus bersatu dengan
Yesus, harus mirip dengan Yesus, dan mengambil bagian dalam tugas yang dimiliki Yesus. Kalo
Yesus datang untuk melayani, begitu juga pada murid-Nya harus seperti Yesus, datang untuk
melayani. Yesus adalah seorang pelayan. Maka jangan terlalu memanjakan para Uskup atau para
Imam. Para Uskup dan para Imam datang bukan untuk dilayani secara ekstra. Tidak! Karena kami
datang untuk melayani.

Inilah garis besar umum mengapa tema pelayanan harus dibicarakan, karena kita memang murid
Kristus. Hanya dalam konteks yang menyeluruh ini, kita boleh menempatkan tema yang ditujukan
kepada PKK, tema pelayanan yang dilakukan oleh mereka atau anda yang masuk dalam PKK ini.

Kita lihat dalam Kitab Suci bagaimana pemberian Roh Kudus erat kaitannya dengan perutusan
dan pelayanan. Kita mulai dari Kitab Hakim-Hakim. Para Hakim Israel adalah panglima perang.
Mereka juga menjadi hakim yang mengadili bangsa Israel. Mereka adalah hamba-hamba Tuhan
yang diutus pada saat-saat yang kritis pada waktu bangsa Israel mengalami kemerosotan iman
dan moral.

Di dalam Kitab Para Hakim, sering dikisahkan bahwa bangsa Israel berjalan di luar jalur, mereka
tidak taat kepada Tuhan, mereka menyembah berhala, pokoknya mereka menjadi bangsa yang
jahat. Kemudian Tuhan menghukum bangsa Israel dengan membiarkan mereka dikalahkan oleh
bangsa lain. Nah, dalam keadaan seperti itu, bangsa Israel menyesal, dan mereka menjerit
meminta kepada Tuhan suatu pertolongan. Pada saat itulah dikatakan, Roh Tuhan hinggap. Jadi,
Roh Kudus turun atas Para Hakim. Karena dikuatkan, dan dipenuhi dengan Roh Kudus, maka
para hakim bisa mengusir musuh-musuh, dan mengalahkan bangsa lain yang menjajah mereka.
Lalu, mereka (Para Hakim) memerintah bangsa Israel sebagai pemimpin. Inilah yang
digambarkan di Kitab Hakim-Hakim.

Yang berikutnya dalam Kitab Perjanjian Lama, ada tiga kelompok manusia yang diurapi oleh Roh
Kudus untuk pelayanan. Ketiga kelompok itu adalah Imam, Nabi, dan Raja-raja. Tiga pilar
kehidupan bangsa Israel, masing-masing memiliki tugas; Raja memimpin bangsa secara politis,
Nabi-Nabi adalah utusan Tuhan untuk mendidik bangsa ini dalam iman yang benar karena para
nabi adalah juru bicara Allah, dan yang ketiga adalah Imam, diurapi untuk mempersembahkan
kurban-kurban kepada Allah. Imam menjadi pengantara Allah dengan manusia, tetapi Imam juga
bertugas mewartakan firman.

Tiga kelompok ini disebut tiga jabatan yang diperlukan umat, tiga jabatan pelayanan, tiga karunia
Roh Kudus yang harus dipakai untuk melayani. Jadi para Imam, dari Paus sampai Diakon adalah
seorang pelayan, bukan tuan. Pastor adalah Diakon, dari kata Diakonos yang artinya pelayan.
Sakramen Imamat adalah sakramen pelayanan. Paus sendiri sejak jaman dulu selalu
menganggap diri bukan sebagai seorang tuan tetapi sebagai hamba dari segala hamba. Servus
Servorum Dei.

Dan itu diungkapkan dengan indah oleh Paus Fransiskus dengan menjadi pelayan bagi semua
orang, ketika beliau mencium kaki orang-orang pada Hari Kamis Putih yang bahkan bukan
seorang Katolik. Ia mencium kaki orang yang beragama lain, para pengungsi yang ada di italia.
Pada waktu itulah Paus menunjukan kepada kita apa arti kata hamba dari segala hamba.

Sekarang kita lompat pada Perjanjian Baru. Yesus adalah hamba Tuhan. Saya ajak anda untuk
melihat Lukas 4, yang dianggap oleh para ahli Kitab Suci sebagai bagian penting dalam Injil
Lukas, karena mengungkapkan visi dan misi Yesus. Apakah visi dan misi Yesus? Mari kita liat
dalam perikop ini, mulai dari ayat 14, “Dalam kuasa Roh kembalilah Yesus ke Galilea. Dan
tersiarlah kabar tentang Dia di seluruh daerah itu.” Jadi setelah Dia dipenuhi Roh Kudus, Dia
tidak pernah terpisah dari Roh Kudus. Roh Kudus selalu ada pada Yesus sejak Dia dikandung
oleh Maria. Roh Kudus turun sekali lagi secara istimewa ketika Yesus dibaptis di sungai Yordan,
dan sesudah itu Roh Kudus tidak pernah meninggalkan Yesus. Dalam kuasa Roh, kembalilah
Yesus ke Galilea lalu Dia mengajar di rumah ibadat.

Dan sekarang tiba pada perikop yang saya maksud, Yesus masuk ke Sinagoga. Dia berdiri, Dia
hendak membaca dari Alkitab, nah kebetulan hari itu bacaan diambil dari kitab Yesaya yang
bunyinya, “Roh Tuhan ada padaku, oleh sebab Ia telah mengurapi aku.” Roh Tuhan ada
pada Yesus. Untuk apa? Untuk pelayanan. Roh Tuhan mengurapi Yesus “untuk menyampaikan
kabar baik kepada orang-orang miskin. Dan Ia telah mengutus aku untuk memberitakan
pembebasan kepada orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk
membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitahukan tahun rahmat Tuhan
telah datang.” Jadi sangat jelas karunia Roh Kudus turun atas Yesus untuk pelayanan.

Sekarang bagaimana dengan Para Rasul? Kita liat Yohanes 20:21-22, ini kisah Yesus yang
sudah bangkit dan menampakkan diri kepada para murid. Dia berdiri menunjukan tangan dan
lambungnya. Murid-murid bersuka cita ketika melihat Tuhan, maka kata Yesus kepada mereka,
“Shalom Alecheim,” dalam bahasa Ibrani. “Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa
mengutus aku, demikian juga sekarang aku mengutus kamu.”

Yesus mengutus Para Murid,dan ketika Yesus mengutus Para Murid, Dia mencurahkan Roh
Kudus. Begitu erat kaitan antara perutusan dan Roh Kudus. Para Murid tanpa Roh Kudus tidak
mampu menjalankan tugas, maka Yesus langsung memberikan pencurahan Roh
Kudus. “Terimalah Roh Kudus.” Jadi karunia Roh Kudus sangat erat kaitannya dengan
perutusan.

Ketika berlangsung Moderda kemarin, Romo Broto menguraikan suatu ayat, ”Kamu akan
menerima kuasa.” Kuasa itu dalam bahasa Yunani: dinamis. Dinamis itulah asal kata dari dynamo.
Itu artinya kuasa, kekuatan. Roh Kudus adalah kuasa, kekuatan. Seperti mobil, jika tidak
ada dynamo-nya, maka tidak dapat berjalan. VCD Player kalau rusak, orang bilang “Ahh dynamo-
nya rusak,” artinya daya yang menggerakannya itu rusak. Itulah kata yang dipakai untuk Roh
Kudus. Dinamis – kuasa. “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke
atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan
Samaria dan sampai ke ujung bumi."

Betapa eratnya kaitan antara perutusan, pelayanan, dan kuasa Roh Allah, maka saya senang
dengan judul ini; Melayani dengan Kuasa Roh Kudus. Empowered By The Holy
Spirit. Diteguhkan, atau dikuatkan, atau diberi kuasa oleh Roh Kudus untuk pelayanan.

Para Rasul setelah menerima karunia Roh Kudus menjadi pewarta yang baik. Untuk itu kita lihat,
kapan kuasa itu turun? Turunnya pada waktu Pentakosta. Pada Hari Raya Pentakosta, Roh
Kudus turun dalam bentuk api. Api adalah kekuatan yang dahsyat. Api bisa membakar seluruh
dunia, api bisa mengembangkan sesuatu yang kecil menjadi besar. Seperti popcorn, jagung itu
masih kecil-kecil, keras, dan tidak bisa dimakan. Siapa yang bisa memakan jagung keras? Tidak
ada. Hanya ayam dan merpati. Tetapi kalau jagung yang keras dan kecil ini dimasukan ke dalam
panci yang panas, kemudian ditutup, maka jagung-jagung yang keras ini, karena panas, akan
meledak menjadi pop corn yang besar dan empuk. Barulah kita dapat memakannya. Roh Kudus
adalah kuasa dari Allah yang membuat manusia dipenuhi dengan api-Nya, dan api itu akan
membakar manusia dan manusia itu akan menjadi “mekar” atau “meledak”.

Sejak turunnya Roh Kudus, Petrus yang menurut Kitab Para Rasul sendiri disebut “idiotes dan
agramatos”, atau “tidak mengenal huruf dan tidak berpendidikan”, menjadi begitu dikuatkan dan
dikuasai Roh Kudus. Petrus yang penakut, yang bersembunyi dalam ruang yang tertutup tiba-tiba
membuka pintu dan berkotbah sampai kira-kira 3000 orang dipertobatkan pada hari itu. Saudara-
saudari yang terkasih, inilah kuasa Roh Kudus yang dicurahkan untuk pelayanan.

Sekarang kita lihat ajaran Gereja, menurut Katekismus Gereja Katolik (KGK) nomor 1316, ada
yang namanya Sakramen Penguatan, dalam bahasa inggris, confirmation; dalam bahasa
latin confirmare, artinya mengokohkan – menguatkan, tapi karena memakai minyak krisma, maka
juga disebut Sakramen Krisma.

Apa kata Katekismus tentang karunia Roh Kudus? Dikatakan, “Sakramen penguatan


menyempurnakan rahmat sakramen pembaptisan, memperkuat ikatan orang dengan misi
Gereja.” Nah ini yang saya ingin tekankan, Sakramen Krisma, Pencurahan Roh Kudus, itu
berkaitan dengan misi Gereja. Anda yang menerima sakramen Krisma mendapatkan tugas untuk
ikut menjadi pewarta Kristus. Menjadi saksi-saksi Kristus dengan kata-kata, tetapi terutama
dengan perbuatan.

Saya kira perlu menekankan perbuatan, karena ada seorang bijak dari agama Islam
mengatakan, “Kalau kamu mau lihat kebenaran seseorang, jangan melihat berapa banyak dia
berdoa atau berapa banyak dia berpuasa, tapi lihatlah bagaimana dia memperlakukan orang
lain.” Jadi percuma saja kata-kata, doa, atau hal-hal lain, tetapi jika dalam tindakan tidak
kelihatan. Itulah Sakramen Krisma, membuat orang menjadi dewasa, untuk menjadi saksi-saksi
Kristus dengan kata-kata terutama dengan tindakan. Jadi, Sakramen Krisma adalah sakramen
untuk pelayanan yang membangun Gereja, hal tersebut dikatakan dalam KGK No. 688.

Seorang dosen Teologi Dogmatic di kota Malang, Pastor Petrus Handoko, yang sekarang
menggantikan saya menulis untuk majalah hidup pada rubrik konsultasi iman, menulis
demikian, “Anggota jemaat dalam Roh Kudus digerakan dan disanggupkan untuk ikut serta
dalam tugas penyelamatan jemaat Kristus untuk turut membangun jemaat Kristus di dunia
ini demi keselamatan umat manusia”. Itulah arti Sakramen Krisma yang diajarkan Gereja.
Karunia Roh Kudus adalah untuk pelayanan, untuk suatu misi.

Sekarang saya akan membicarakan tentang Santo Paulus dalam 1 Kor 14, tentang karunia Roh
Kudus. Apa kata Paulus tentang Karunia Roh Kudus? Karismata yang dikembangkan dan diminta
oleh para penganut PKK. Mulai dari ayat 3, “Tetapi siapa yang bernubuat, ia berkata-kata
kepada manusia, ia membangun, menasihati dan menghibur.” Jadi, kalau bernubuat maka
orang turut membangun sesama, tetapi, “Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia
membangun dirinya sendiri.” Jadi satu-satunya karisma yang tidak langsung berkaitan dengan
pelayanan adalah bahasa roh, karena bahasa roh melayani diri sendiri. Karunia lain yang terdapat
dalam daftar, semua bertujuan untuk pelayanan. Lalu, 14 ayat 5 dikatakan, “… Sebab, orang
yang bernubuat lebih berharga dari pada orang yang berkata-kata dengan bahasa roh,
kecuali kalau orang itu juga menafsirkannya, sehingga jemaat dapat dibangun.” Ayat 12,
“….Kamu memang berusaha untuk memperoleh karunia-karunia Roh, tetapi lebih dari pada
itu hendaklah kamu berusaha mempergunakannya untuk membangun jemaat.”

Seorang ahli Kitab Suci Protestan mengatakan, di dalam Surat-surat Paulus, Karunia Roh Kudus
harus di uji. Apakah karisma itu dari Roh atau bukan, tidak ditentukan oleh hebatnya perbuatan
seseorang. Tidak cukup ada kejadian aneh, atau tidak cukup bahwa orang tersebut bisa
menyembuhkan dan melakukan hal hebat, kemudian kita menganggap itu karunia Roh Kudus.
Karunia Allah tidak ditentukan dengan hadirnya kejadian supernatural atau luar biasa tetapi dari
kegunaannya bagi Gereja.
Tolok ukur dari Karisma adalah berguna atau tidaknya bagi Gereja. Persis seperti yang kita lihat
tadi pada ayat 1 Korintus ini, yakni membangun jemaat. Kita di anugerahi Roh Kudus bukan untuk
diri sendiri tetapi sama seperti Kristus kita melayani. Kita dapat melihat bagaimana Paulus berkali-
kali mengatakan perlunya membangun jemaat. “Sebab sekalipun pengucapan syukurmu itu
sangat baik, tetapi orang lain tidak dibangun olehnya.” Kata Paulus, untuk apa Karunia Roh
Kudus kalo tidak ada dampak bagi orang lain. Juga dalam 1 Korintus 12:7, dengan kata lain
Paulus mengatakan bahwa karunia Roh Kudus itu penting untuk kebaikan bersama, bukan untuk
kebaikan sendiri, tetapi harus digunakan untuk kebaikan bersama.

Dalam surat-surat lain, dalam Roma 12, Efesus 4, 1 Korintus 14, 1 Petrus, dll, di sebutkan banyak
karunia Roh Kudus. Jika kita lihat, sangat jelas bahwa karunia-karunia tertentu harus dipakai
untuk pelayanan. Karunia penyembuhan, karunia mengajar, karunia kebijaksanaan, karunia
bernubuat, adalah untuk pelayanan. Masih banyak karunia lainnya. Yang penting adalah karunia
apapun itu harus berguna, harus membangun, harus bersifat pelayanan. Bahkan jika anda
mendapat karunia jabatan sebagai pemimpin, anda juga harus jadi pemimpin yang melayani.

Jika anda ingin menjadi anugerah bagi Gereja, jadilah anugerah yang berguna. Memberi kepada
orang apa yang dia perlukan, tidak asal memberi. Jadilah penganut Karismatik yang lokal di
Paroki, sesuai dengan kebutuhan paroki. Ini lah anugerah bagi Paroki, bagi lingkungan, bagi
wilayah, dimanapun anda berada. Jadilah garam, meskipun sedikit tetapi daya atau pengaruhnya
luar biasa, meresap ke seluruh bagian. Tuhan memberkati.

Tanya Jawab
1. Mohon juga dapat dijelaskan bedanya antara Karunia Roh Kudus pada Perjanjian Lama
dengan Karunia Roh Kudus pada Perjanjian Baru, sebab saya membaca bagaimana Allah
mengambil sebagian Roh yang ada pada Musa lalu membagikan kepada 70 tua-tua.

Jawaban:

Karunia Roh Kudus sebenernya sama, baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian
Baru. Kalau dalam konteks cerita Musa yang dipenuhi Roh Tuhan untuk memimpin dan
bernubuat, lalu dibagikan kepada 70 orang atau kepada Yosua, itu sebenarnya hanya pembagian
Karunia supaya orang tahu bahwa bukan Musa saja orang yang bisa mendapat karunia
kepemimpinan. Ini bersifat partisipatif. Roh Tuhan bisa hinggap kepada siapapun, dari Saul
pindah ke Daud. Dari Musa dibagikan kepada 70 tua-tua Israel. Bukan monopoli Musa, tetapi
disitu Karunia Roh Kudus lebih punya arti khusus, karunia kepemimpinan dan juga ada karunia
bernubuat. Itu sama. Sifatnya sama pelayanan.

Musa mendapat Roh Tuhan untuk melayani, tetapi yang kadang dibicarakan Perjanjian Lama,
karunianya lebih pribadi. Mengapa ada pendapat semacam itu? Karena kata Karunia Roh Kudus
diambil dari Yesaya. Dalam Yesaya itu memang dikaitkan dengan Mesias, “...akan lahir seorang
anak yang punya macam-macam karunia,…” Nah..., 7 karunia Roh Kudus; Kebijaksanaan,
Pengetahuan, Takut akan Tuhan, Kesalehan, dll, karunia ini kebetulan adalah karunia Roh Kudus
untuk diri sendiri, dan ini hukumnya wajib bagi orang Katolik kalau mau berkembang sebagai
orang Kristiani.

Maka dalam Novena Pentakosta, semua umat Katolik berdoa Novena dengan mohon 7 karunia
Roh Kudus. Kalau orang tidak punya karunia takut akan Allah, hidupnya sembrono, mudah
berbuat dosa. Kalau orang tidak punya Roh Hikmah, sulit membedakan mana yang benar mana
yang tidak benar. Ini diperlukan oleh semua orang, baik dalam Perjanjian Lama maupun
Perjanjian Baru.
Tanggapan: Dalam Perjanjian Lama saya pernah mendengar, kalau Roh Kudus itu hanya
melekat, kalau di Perjanjian Baru benar-benar tinggal, Roh Kudus yang kita terima karena
baptis, sehingga benar-benar tinggal di dalam kita.

Tanggapan Mgr:

Saya tidak setuju dengan pendapat itu, hanya cara menggambarkannya berbeda. Dalam
Perjanjian Lama gambarannya masih sederhana, Roh Allah melayang-layang di atas samudera.
Mengapa digambarkan seperti burung merpati? Karena Roh Allah dalam Perjanjian Lama, Kitab
Kejadian 1:2, digambarkan seekor seperti burung melayang-layang di atas permukaan laut. Ini
gerakan seekor burung. Lalu ketika Saul berdosa, Roh Allah itu hingga di atas Daud, seakan-akan
cuma melengketi. Tidak! Roh Allah itu menguasai. Tentu saja, kita harus melihat kepada Para
Nabi dimana Roh Allah tidak hanya lengket sebentar lalu pergi, tetapi Roh Allah menguasai
seluruh pribadinya. Maka kutipan dari Yesaya ketika diterapkan pada Yesus tidak berbeda. Jadi
ketika kita melihat Lukas 4, Roh Allah itu hinggap, itu diambil dari Yesaya. Maka bisa juga
dikenakan pada Yesus. Gambaran melekat, hinggap, itu diartikan Roh Kudus masuk ke
dalamnya, menguasai pribadinya.

Dalam Perjanjian Baru-pun, kalau manusia berdosa tentu Roh Kudusnya tidak bekerja. Jadi saya
tidak bisa menerima pendapat bahwa Perjanjian Lama, Roh Kudus hanya dikulit, tetapi kalau
sudah dalam Yesus sudah masuk ke sanubari. Sama. Ini hanya perbedaan, yang satu Roh
Kudusnya belum 100 persen dicurahkan, tapi dalam Perjanjian Baru sudah pencurahan yang lebih
total. Tetapi ini bukan soal baru dipermukaan, hanya hinggap, itu tidak.

Tanggapan Moderator:

Pada saat seorang Katolik yang sudah menerima Sakramen Inisiasi, berarti dalam dirinya
sudah ada materai Roh Kudus, lalu apakah karena suatu dosa atau kelemahan materai itu
bisa dicabut lagi?

Jawaban Mgr:

Tidak! Materai itu dalam bahasa Yunani ‘Karakteros’. Misalnya saya punya seekor sapi, saya beri
cap ‘Pidyarto’ dikulitnya memakai besi panas, itu akan meninggalkan luka, dan saya tahu ini sapi
milik saya karena sudah saya beri cap. Lalu sapi saya dicuri orang, capnya masih tetap ada di
kulit itu. Tidak bisa hilang.

Dalam dogmatik diajarkan, Sakramen Krisma, Sakramen Baptis, memberikan karakter/cap yang
tidak mungkin hilang walaupun orang tersebut murtad. Tidak mungkin hilang. Hal ini sama dengan
Imamat. Seorang Imam yang keluar dan menikah, tetaplah imam, tidak bisa hilang. Seandainya
terjadi bahaya perang, misalnya ada seorang imam yang keluar dan menikah lalu hidup di
kampung kemudian tiba-tiba terjadi perang, dan pengakuan dosa begitu dibutuhkan pada saat itu,
sementara tidak ada imam lain. Pada saat itu, dia boleh melayani sakramen tobat. Tidak bisa
dihilangkan, yang bisa hilang hanya daya-nya saja, tetapi materainya tetap ada.

2.   Menarik mengenai sifat Allah Tuhan. Bagaimana mau menggambarkan sifat kasih atau
kemurahan Tuhan dengan membandingkan cerita Bapa Uskup mengenai Bapak yang tadi
sakit. Dua kali sakit, yang pertama istilah Bapa Uskup dihantam lagi, seakan Allah ini, Allah
yang suka investasi. Kalau dia tidak invest orang ini, dia pukul lagi, mohon maaf agak
sedikit nakal pertanyaannya. Yang kedua, pada waktu Yesus telah mati, lalu dia berada di
antara Para Murid dan mengatakan dalam suasana tertutup, “Terimalah Roh Kudus.” Tetapi
menurut pemikiran saya itu belum Pentakosta, tapi pada waktu diberikan “Terimalah Roh
Kudus,” itu dayanya saat itu, atau pada waktu Pentakosta?

Jawaban:
Pertanyaan pertama. Ini gambaran Allah ini agak mengerikan ya, kok mau nyuruh orang
pelayanan aja pake cara Allah hantam lagi pakai penyakit. Ya, kadang Allah terpaksa pake cara
yang begitu pak, manusia itu terlalu ‘dablek’. Kadang harus pake hukuman, tidak bertentangan
dengan Gambaran Allah yang pengasih. Sebab, kalau ini diterapkan dalam kehidupan manusia
sama saja. Seorang ayah kedapatan menghukum anaknya, apakah kita bisa langsung mengambil
kesimpulan, “Bapak ini jahat sekali.” Anaknya ditampar. Ya, belum tentu. Terkadang tamparan itu
perlu. Orang mesir menggambarkan pendidikan itu dengan tongkat, karena ada hubungannya.
Surat kepada orang-orang Ibrani mengatakan mana ada didikan yang tanpa dipukul.
Perlu loh ‘pukulan’ itu. Tapi  jangan dipukuli terus. Babak belur itu juga tidak boleh. Kadang-
kadang boleh, dianggap sebagai bagian dari pendidikan, dan itu dianggap sebagai ungkapan
kasih, bukan sebagai ungkapan benci. Gambaran itu hanya gambaran kecil dari gambaran
keseluruhan, maka harus dibaca juga dalam keseluruhan.

Sekarang, apakah Yesus ketika mengatakan “Terimalah Roh Kudus”, itu belum? Roh Kudus itu
baru saat Pentakosta? Nah, ini bila kita melihat Kitab Suci seperti sejarah. Wah Injil Yohanes di
tempat ke-empat, langsung disusul dengan Kisah Para Rasul,  ketika dalam Kisah Para Rasul
baru ada cerita Roh Kudus dicurahkan, berarti pada waktu Injil Yohanes belum. Nah ini yang
harus dihapus cara berfikir seperti ini.

Masing-masing penulis, mengungkapkan teologinya sendiri. Roh kudus tidak bisa dibatasi pada
waktu Pentakosta. Roh itu Roh Pencipta.

Sekarang saya lari ke Injil Lukas dulu. Roh Kudus sudah ada pada Maria, Roh Kudus sudah ada
pada Simeon, Roh Kudus sudah ada pada Benediktus, dst. Mereka dipenuhi Roh lalu bernubuat.
Tidak bisa pencurahan Roh Kudus itu (hanya) pada waktu Pentakosta. Pada waktu Pentakosta,
pencurahan Roh Kudus secara khusus, itu dapat saya terima.

Sesudah Pentakosta, dalam Kis 4 atau 5, ketika mereka mendengar bahwa Petrus dan Yohanes
diselamatkan secara ajaib oleh Tuhan, mereka berdoa, penuhlah saat itu dengan kekuatan Roh
Kudus, goncanglah tempat mereka berdoa, Roh Kudus turun lagi, tidak tahu Pentakosta ke
berapa. Kita tidak bisa menganggap bahwa Pentakosta pada Kisah Para Rasul sebagai satu-
satunya peristiwa turunnya Roh Kudus.

Jadi, saya yakin, balik lagi ke Yohanes, sesudah Yesus bangkit, Yesus menghembuskan Roh
Kudus. Dia menghembuskan. Roh Kudus itu nafas, Roh Allah, maka menghembuskan itu
kaitannya dengan Roh Kudus. Ketika Yesus menghembuskan Roh Kudus, seakan-akan Para
Rasul diciptakan kembali, mengingatkan kita pada Kisah Kejadian, ketika manusia dibentuk dari
tanah, lalu Tuhan menghembuskan nafas kehidupan dari mulutnya, lalu tanah yang hina ini
menjadi Adam yang mulia. Roh Allah dihembuskan, Roh Allah menciptakan, dari tanah menjadi
manusia mulia.

Sekarang ketika Yesus bangkit, Dia punya Roh Kudus yang membaharui Para Murid, seakan-
akan para murid menjadi baru. Manusia baru. Manusia baru sangat erat kaitannya dengan
pencurahan Roh Kudus, nah saat Yesus mencurahkan, itu bukanlah pura-pura, “Nih, simbol aja
ya. Nanti kamu terima saat Pentakosta.” Tidak! Saat itu Roh Kudus sudah dihembuskan.

Itulah sebabnya Injil Yohanes tidak berbicara lebih lanjut tentang Pentakosta, karena baginya,
sesudah bangkitnya Yesus, lalu naik ke Surga, dan menghembuskan Roh Kudus, itu sudah
selesai. Dalam Teologi Yohanes, itulah tugas Yesus. Pentakosta hanya momen khusus,
momen dimana Gereja lahir, dimana Gereja diutus, dikuatkan oleh Roh Kudus.

Roh Kudus sendiri sudah ada, bahkan di dalam diri orang yang Atheis, dalam diri orang yang
melawan Tuhan. Mengapa Roh Kudus itu ada? Karena Roh Kudus itu pencipta, begitu Roh Kudus
itu ditarik, lenyaplah dia. Ini adalah teologi yang resmi, bukan pendapat pribadi. Semoga cukup
dimengerti.
Tanggapan:

Mgr, bagaimana bisa dibedakan bahwa peristiwa Pentakosta itu adalah unik, tidak diulangi
lagi, bahwa Para Rasul hanya sekali saja di situ.

Tanggapan Mgr:

Ini unik, dalam arti satu kali, untuk lahirnya Gereja, untuk perutusan Para Rasul. Unik dalam arti
itu, Tetapi Roh Kudus itu suatu Kuasa, tidak cukup diberikan sekali, lalu selesai. Roh Kudus terus
menerus dikembalikan, dikuatkan lagi. Jadi orang perlu dikuatkan lagi dengan kehadiran Roh
Kudus yang baru.

Maka, Gereja selalu menyanyikan “Veni Creator Spiritus”, “Datanglah ya Roh Pencipta”. Loh,
tetapi ‘kan sudah dapat Roh Kudus waktu dibaptis? Iya, sudah! Tetapi Roh Kudus datang bukan
hanya sekali saja. Para Rasul, selalu dibimbing Roh Kudus, setelah Pentakosta, selalu ada
pencurahan Roh Kudus. Jadi kata unik harus diartikan bahwa kejadian Pentakosta itu  unik sejauh
hari itulah lahirnya Gereja, Para Rasul disadarkan, berani mewartakan, dsb. Hanya dalam arti itu.

3. Dalam injil Matius 12:43-45, mengenai kembalinya roh jahat. Sebagai manusia kadang
saya sering mendengar Pastor berbicara bahwa manusia sering mengaku dosa yang sama
terus menerus. Bagaimana dengan ayat yang ada pada Injil Matius ini, mengenai
kembalinya roh jahat. Terus terang ini sangat menghantui saya sebagai seorang manusia
biasa yang tidak lepas dari melakukan dosa yang sama.

Jawaban:

Mengenai kembalinya roh jahat, kita jangan mengkaitkannya dengan dosa manusia. Kalau saya
berdosa, saya melukai hati orang, saya mengaku dosa, ehh kemudian melukai lagi, dsb, jangan
dikaitkan dengan ayat ini, karena ayat ini lebih berkenaan dengan kerasukan setan.

Kerasukan setan tidak identik dengan kelemahan manusia, meskipun dosa itu juga akibat godaan
setan, tetapi lain hal dengan kerasukan setan. Anda memiliki kelemahan, belum kuat melawan
godaan setan, tetapi yang digambarkan dalam Injil tersebut adalah orang yang kerasukan setan,
diusir, balik lagi. Tidak perlu mengusik hati anda. Tidak perlu dikaitkan dengan pengalaman tadi,
kelemahan yang sama muncul lagi, lalu menjadi takut. Jangan takut, selama anda berusaha,
jangan putus asa.

Seminggu yang lalu saya memulai kotbah dengan ilustrasi ini. Seorang pemuda merasa putus asa
karena dia berusaha mengatasi satu dosa, dan tidak berhasil sehingga menjadi putus asa. Saya
katakan, jangan takut! Selama anda berusaha mengatasinya, percayalah kepada kerahiman Allah
yang tidak pernah lelah mengampuni. Manusialah yang sering lelah meminta maaf. Allah tidak
pernah lelah mengampuni selama manusia tidak pernah lelah menyesali dosa dan memohon
ampun.

Selama ini anda berusaha mengatasi kelemahan itu sendirian, sama seperti Petrus, dkk,
“Semalam-malam kami bekerja keras dan tidak menangkap seekorpun”, tetapi ketika Yesus yang
memerintah, ketika dia berusaha bersama dengan Yesus, hasilnya ikan sangat banyak. Maka,
kepada pemuda yang putus asa karena selalu mengulang dosa yang sama, tolong, mulai
sekarang berdoalah terus meminta kekuatan dari Tuhan. Jangan berusaha sendiri! Maka tidak
perlu takut. Anak Tuhan tidak boleh takut. Anak Tuhan penuh suka cita, optimis, asalkan kita
berusaha keras. Serahkan hasilnya kepada Tuhan.

4. Saya teringat sewaktu Tuhan Yesus mengutus para murid untuk menyembuhkan
penyakit, mengusir setan, mereka diberikan kuasa, tetapi tidak disebutkan namanya Roh
Kudus. Jadi, kuasa apa yang diberikan pada saat Yesus mengutus Para Rasul? Apakah
istilah Roh Kudus ini muncul setelah Tuhan Yesus menghembusi para murid dan
menugaskan, “Baptislah semua orang dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus”, apakah
istilah Roh Kudus setelah itu?

Jawab:

Roh Kudus memang tidak disebutkan saat perutusan para murid secara eksplisit, dalam Matius 10
misalnya. Jangan lupa bahwa Yesus sendiri sebelum mulai menjalankan tugasnya mendapatkan
pencurahan Roh Kudus, dibimbing Roh Kudus, dipenuhi Roh Kudus. Yesus menjalankan
perutusannya, meskipun tidak dikatakan langsung, Roh Kudus sudah ada pada Para Murid ketika
menjalankan tugas dari Yesus. Sekali lagi, jangan menganggap Roh Kudus itu suatu barang yang
diberikan pada waktu Pentakosta, sehingga sebelumnya tidak ada, jangan! Konsep itu harus
dihapus.

Saya yakin, seperti Yesus yang sudah berkarya karena dipenuhi Roh Kudus, tentu saja Yesus
membagikan Roh Kudus seperti Musa membagikannya kepada 70 tua-tua, Yesus juga
membagikannya kepada Para Murid. Sebab, tanpa Roh Kudus, bagaimana mereka menjalankan
tugas ini? Nah, ketika Pentakosta ada pencurahan Roh Kudus secara khusus, secara unik,
membuat mereka resmi menjadi Gereja. Jadi, itu saja cara berfikirnya yang mungkin lebih mudah
bagi kita.

5. Saya mengutip ada 1 Korintus 14:5, “Aku suka, supaya kamu semua berkata-kata
dengan bahasa roh, tetapi lebih dari pada itu, supaya kamu bernubuat.   Sebab orang yang
bernubuat lebih berharga dari pada orang yang berkata-kata dengan bahasa roh, kecuali
kalau orang itu juga menafsirkannya, sehingga Jemaat dapat dibangun.” Bagaimana
pengertian lebih berharga disini? Karena bahasa roh di sini harus bisa diterjemahkan. Jadi
kalau cuma berkata-kata, belum bisa menerjemahkan, itu bagaimana pengertiannya?
Karena ini membuat saya bingung.

Jawab:

Paulus hanya ingin mengatakan bahwa karunia yang diberikan Roh Kudus dan berguna bagi
orang lain lebih patut diminta daripada karunia untuk diri sendiri. Hanya itu saja maksudnya.

Kalau bahasa lidah, atau bahasa roh tanpa ada yang menafsirkan, itu tidak berguna bagi orang
lain. Sedangkan kalau bernubuat pasti berguna karena bernubuat mengatakan tentang orang itu,
Firman Tuhan yang bersifat membangun. Jadi masalahnya, lebih berguna mana? Bernubuat atau
karunia mendapat bahasa roh? Dalam arti itu saja Paulus membedakan. Inginkan semua karunia
tetapi yang terutama karunia yang bersifat membangun sesama, itu yang dikatakan lebih
berharga. Jadi tidak perlu bingung, “Apa ini kata Paulus, kok bisa ada yang kurang berharga?”
Diganti saja, lebih berguna atau kurang berguna bagi jemaat? Itu ukurannya untuk menilai.

Ada sebuah iklan dimana ada sepasang sejoli, sang pria terpeleset dan hampir jatuh ke jurang,
kemudian berpegangan pada dahan. Lalu ada “jin” keluar dari dalam teko, ingin mengabulkan
satu permintaan. Pernah tonton iklan tersebut? Si pria pikir, wanita ini pasti memohon agar jin
menolongnya, ternyata wanita ini minta agar dirinya menjadi lebih kurus. Nah, ini kan permintaan
yang egois.

Paulus mengharapkan karunia Roh Kudus, tetapi yang berguna untuk orang lain. Itu lebih
mulia daripada meminta karunia yang berguna untuk diri sendiri. Jadi itu saja maksudnya.
Tidak perlu ditarik kesimpulan lebih dalam sehingga menjadi membingungkan. Mohon melihatnya
seperti itu. ***

(Tim Medikom BPN PKKI)

Anda mungkin juga menyukai