Anda di halaman 1dari 4

Abstrak

Cemento-osseous dysplasia (COD) merupakan suatu lesi fibro-osseous atau tulang yang jinak, di
mana tulang yang normal tergantikan oleh jaringan fibrosa, diikuti oleh kalsifikasi jaringan
tulang dan jaringan sementum. COD diklasifikasikan menjadi 3 kategori berdasarkan lokasinya:
Periapikal, fokal, dan florid COD (FCOD). Pada radiografi, FCOD tampak radiolusen pada tahap
awal/early stage. Seiring bertambahnya waktu, radioopak timbul di dalam lesi, menyebabkan lesi
tersebut menunjukkan tampilan campuran dari radiolusen dan radioopak. FCOD biasanya tidak
menunjukkan adanya gejala dan tumbuh dengan sendirinya, sehingga hal tersebut tidak
memerlukan pengobatan. Infeksi sekunder merupakan penyebab yang paling terjadi dari
berbagai kasus yang bergejala. Kami melaporkan kasus FCOD dengan gejala yang muncul
setelah prosedur restorasi gigi dan menetap setelah dilakukan operasi berulang. Tujuan laporan
kasus ini adalah untuk menenkankan pentingnya evaluasi radiologis menyeluruh pada pasien
dengan FCOD sebelum dilakukan pengobatan.
Key words: Florid Cemento-osseous dysplasia; Bone diseases; Radiography; Panoramic; Cone-
Bram Computed Tomography
Pembahasan
FCOD paling sering terjadi di Afrika, diikuti oleh asia dan kaukasia. Hal tersebut juga
sering terjadi pada wanita paruh baya. Alasan predileksi ras dan jenis kelamin ini tidak diketahui.
Namun, karena ras, jenis kelamin, dan usia merupakan faktor penting untuk diagnosis penyakit
ini, mereka harus mempertimbangkan apabila menemukan lesi yang mencurigakan karena lesi
FCOD terjadi pada wanita Asia paruh baya seperti dalam kasus ini. Beberapa kasus telah
dilaporkan yang menunjukan adanya riwayat keluarga, tetapi sebagian besar kasus tampaknya
mewakili contoh yang terisolasi. Dalam hal ini, riwayat keluarga pasien tidak diselidiki.

Gambar 8 Gambaran histopatologis yang menunjukkan banyaknya area seperti anyaman tulang pada jaringan ikat fibrosa disertai
adanya infiltrasi sel inflamasi (Pewarnaan H&E, perbesaran x40)

Kawai et al., melaporkan beberapa pola radiografi dari COD: radiolusen yang well-
defined dengan superimposed melebihi area apikal gigi yang berdekatan, beberapa bagian yang
terkalsifikasi terlihat pada lesi radilusen, massa terkalsifikasi terpusat pada lesi radiolusen, massa
yang terkalsifikasi berbentuk lobular atau bulat dikelelingi oleh tepi radiolusen, radioopak
berbentuk tidak beraturan di sekitar gigi dalam bentuk multipleks, dan radioopak pada periapikal
disertai oleh apeks akar yang menebal tidak beraturan oleh radiolusen. Temuan ini juga teramati
di FCOD. Kemunculan/presentasi lesi radiologis bervariasi tergantung pada tahap maturasinya.
Selain itu, pada kasus ini, berbagai tahapan FCOD dapat muncul secara bersamaan dalam satu
pasien.
FCOD ditemukan di beberapa quadran dan menunjukan adanya kecendrungan atau tanda
yang simetri. Simetrisasi berkaitan dengan sekstan yang terpengaruh dibandngkan mirror-image
symmetry, yang telah dilaporkan menjadi ciri atau gambaran penting dari FCOD. Dalam kasus
ini, lesi diamati di 4 kuadran, termasuk rahang atas posterior kiri, yang dimati selama follow-up
atau kontrol pasien, dan menunjukkan simetri pada sekstan.
Temuan radiografi awal FCOD mirip dengan lesi inflamasi periapikal, yang dapat
menghasilkan ketidakperluan perawatan, seperti perawatan saluran akar atau ekstraksi, penilaian
radiografi yang cermat dan tepat dapat membantu mengindari pengobatan invasive yang tidak
diperlukan. FCOD dapat dibedakan dari lesi inflamasi periapikal dengan gambaran radiografi
khasnya yaitu lesi multipel, simetris, dan pola campuran radiolusen serta radioopak. Tes vitalitas
pulpa juga penting untuk menentukan diagnosis banding FCOD.
Pada umumnya, FCOD merupakan lesi yang bebas akan gejala kecuali berkaitan dengan
adanya infeksi sekunder. Rasa nyeri merupakan gejala yang paling sering dilaporkan. Banyak
penelitian dalam berbagai literature melaporkan bahwa kasus FCOD berkaitan dengan
komplikasi berasal dari infeksi penyakit pulpa, periodontitis, atau lesi paparan terhadap flora
mulut. Infeksi sekunder dapat disebabkan oleh pendekatan perawatan yang tidak tepat, seperti
perawatan endodontic, biopsi, ekstraksi, dan luka eksisi. Komplikasi juga dapat terjadi pada area
di bawah gigi tiruan yang terkena, akibat atrofi alveolar yang progresif. Setelah gejala muncul,
intervensi lebih lanjut dibutuhkan. Dalam kasus ini, nyeri dimulai setelah pembersihan karies dan
restorasi pada gigi molar pertama kanan bawah, rasa sakit berlangsung selama 3 bulan dan
bertahan setelah reseksi lesi. Perawatan terbaik yang dapat dilakukan untuk keadaan tersebut
adalah follow-up yang teratur disertai pemeriksaan radiografi untuk mengamati baik
penyembuhan maupun rekurensi.
Gambar 9 Gambaran dari radiografi panoramik menunjukan massa sklerotik dikelilingi oleh halo radiolusen pada kanan dan
kiri mandinula yang sebelumnya merupaka area pembedahan.

Gambar 9 Pemeriksaan sagital dari CBCT dengan jelas menunjukkan adanya massa sklerotik dikelilingi oleh halo radiolusen
sebelah kanan mandibula di tempat pembedahan sebelumnya.

Baru-baru ini, minat pada kasus FCOD, termasuk lesi fibro-osseus lainnya, telah meningkat
terkait dengan penggunaan implant gigi yang lebih luas karena adanya kekhawatiran mengenai apakah
implantasi dapat menyebabkan perubahan patologis pada lesi. Beberapa kasus telah dilaporkan
jeberhasilan dan kegagalan implantasi pada pasien dengan FCOD dan lesi fibro-osseous lainnya. Kualitas
tulang alveolar merupakan faktor penting dalam membuat keputusan dan tingkat keberhasilannya untuk
melakukan implantasi. Jika implant diperlukan di lokasi lesi, daerah dengan radioopak yang lebih tinggi
harus dihindari, karena hipovaskularitas tersebut membuat daerah mereka lebih rentan terhadap infeksi
yang dapat pula menyebabkan kegagalan implant.
Seperti dibahas di atas, radiologi adalah pusat untuk diagnosis dan manajemen tindak lanjut dari
FCOD. Namun, karena banyaknya lesi, kesalahan mungkin dapat terjadi dalam diagnosis radiologi yang
tergantung pada imaging method atau metode pencitraan. Radiografi periapikal yang hanya mencakup
beberapa daerah tidak cukup untuk mendiagnosis semua lesi FCOD yang ada pada suatu kasus. Sangat
penting untuk mengevaluasi seluruh rahang, setidaknya dengan radiografi panoramik, dan mungkin juga
CBCT yang diperlukan.
Kesimpulannya, FCOD terjadi secara simetris di daerah apikal tulang rahang, dan menunjukkan
berbagai gambaran radiologis bergantung pada tahap maturasinya. Lesi awal sering sekali salah
didiagnosis sebagai lesi inflamasi periapikal, dan gejala yang terkait dengan FCOD biasanya disebabkan
oleh infeksi sekunder pada lesi. Oleh karena itu, Dokter harus berhati-hati untuk tidak menyebabkan
infeksi sekunder melalui pengobatan yang tidak diperlukan. Radiografi memainkan peran kunci dalam
diagnosis dan pengobatan pasien dengan FCOD. Mengenai erawatan gigi seperti ekstraksi atau implant,
dokter harus membuat diagnosis dan rencana pengobatan yang didasari dengan evaluasi radiologis yang
mendalam.

Anda mungkin juga menyukai