PENDAHULUAN
Eksistensi Penelitian Dalam Ilmu Pengetahuan (Bungin (2005): Bab I, hal 3-6)
Penelitian (riset) dan ilmu pengetahuan bagaikan dua sisi dari satu mata uang,
penelitian dan ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari satu sama lainnya.
Penelitian ilmiah digunakan untuk kebutuhan ilmu pengetahuan. Sebaliknya ilmu
pengetahuan tidak akan berkembang apabila meninggalkan tradisi penelitian ilmiah.
Posisi simbiosemutualistis ini memberi konsekuensi bahwa penelitian dan ilmu
pengetahuan berada dalam satu sistem ilmiah,dan keduanya sama-sama membesarkan
sistem tersebut sampai pada tingkat yang tidak terbatas.
Penelitian sebagai sistem ilmu pengetahuan, memainkan peran penting dalam
bangunan ilmu pengetahuan itu sendiri. Ini berarti bahwa penelitian telah tampil
dalam posisi yang paling urgen dalam ilmu pengetahuan untuk melindungi dari
kepunahan. Penelitian memiliki kemampuan untuk mengenai-upgrade ilmu
pengetahuan yang membuat up-to-date dan canggih dalam aplikasi serta setiap saat
dibutuhkan masyarakat. Di lain pihak, penelitian belum dapat “bergeser” untuk
memulai suatu proses ilmiah baru sebelum mendapat masukan dari ilmu pengetahuan.
Ini menandakan, titik awal proses penelitian adalah ilmu pengetahuan itu sendiri,
kemudian bergerak membentuk galaksi pengetahuan dan kembali ke titik awal
semula, yaitu ilmu pengetahuan.
Berangkat dari ilmu pengetahuan dan berhenti (sementara) pada ilmu
pengetahuan, tidak berarti ilmu pengetahuan bergerak di tempat atau statis. Akan
tetapi setelah proses penelitian sampai pada titik berangkat semula, kemudian
memecahkan diri dan serta merta membentuk satu titik berangkat yang baru, dan
membentuk galaksi baru yang menandakan sebuah proses ilmu pengetahuan lain telah
terbentuk. Pada tahap ini berarti suatu proses penelitian telah siap dengan proses
ilmiahnya yang baru. Proses ini terus-menerus berlanjut sepanjang sejarah sebuah
cabang ilmu pengetahuan.
Proses penelitian dan ilmu pengetahuan tidak sesederhana apa yang
diceritakan di atas, karena harus melalui tahapan berpikir ilmiah, yang mana seorang
peneliti mulai berpikir deduktif, yaitu mencoba berteori terhadap sebuah fakta atau
fenomena-fenomena sosial, melalui interpretasi dalil, hukum, dan teori-teori keilmuan
lainnya. Karena itu tahap ini dinamakan tahap berteori, di mana peneliti berteori
terhadap persoalan yang sedang dihadapi. Umpamanya seseorang melihat
pertumbuhan jumlah kaki lima sebagai suatu gejala pengangguran akan menelusuri
berbagai literatur yang ada, terutama teori sosial dan ekonomi, kemudian mulai
menjelaskan (berteori) mengenai kaki lima tersebut. Jawaban teoritis terhadap gejala
kaki lima tersebut merupakan jawaban-jawaban deduktif terhadap persoalan yang
sedang dihadapinya dan jawaban deduktif itu dalam logika keilmuan dapat diterima
sebagai suatu jawaban ilmuah yang belum sempurna.
Peneliti diarahkan oleh produk berpikir deduktif untuk memberi jawaban logis
terhadap apa yang sedang menjadi pusat perhatian dalam penelitian, dan akhirnya
produk berpikir deduktif menjadi jawaban sementara terhadap apa yang dipertanyakan
dalam penelitian dan menjadi perhatian itu. Jawaban tersebut dinamakan hipotesis.
Sampai pada pembentukan hipotesis, peneliti telah berada pada tahap kedua dari
rangkaian proses ilmiah.
Ditegaskan pula, hipotesis bukan jawaban final penelitian, akan tetapi
merupakan jawaban sementara tentang hubungan antara gejala-gejala yang menjadi
permasalahan dalam proses penelitian kali ini. Oleh karena itu, hipotesis diajukan
dalam bentuk dugaan kerja atau dugaan teoritis yang merupakan dasar dalam
menjelaskan kemungkinan adanya hubungan tersebut.
Dalam banyak tradisi penelitian, merumuskan hipotesis dilakukan secara khas
atas dasar trial and error. Oleh karena itu, Honer dan Hunt mengatakan, hipotesis
memiliki alasan yang kurang akurat namun tetap beralasan. Alasannya adalah logis,
dan diterima menurut logika keilmuan dan tradisi ilmiah, sedangkan kebenarannya
bersifat kemungkinan, dan untuk itu harus diuji dengan merekam data di lapangan.
Langkahnya berikutnya dari proses ilmiah adalah peneliti melakukan
pembuktian hipotesis yang menjadi jawaban sementara dalam penelitiannya. Peneliti
melakukan persiapan pembuktian berhubungan dengan penyediaan perangkat-
perangkat penelitian yang terdiri dari metode penelitian, yaitu sebuah proses yang
terdiri dari rangkaian tata cara pengumpulan data, tahap ini diteruskan dengan
merekam data di lapangan.
Merekam data di lapangan berarti hipotesis peneliti diadili melalui”pengadilan
fakta”.Oleh karena itu, hipotesis dapat diterima atau juga dapat ditolak. Hipotesis
penelitian diterima berarti fakta “menolak” hipotesis, sedangkan apabila “diterima”
berarti sebaliknya.
Simpulan-simpulan fakta atas hipotesis menjadi jawaban “sebenarnya” pada
penelitian yang dilakukan oleh peneliti kali ini. Namun, belum berhenti sampai suatu
proses ilmiah dari penelitian tersebut. Karena setelah selesai mengumpulkan data dan
pengujian-pengujian hipotesis., peneliti harus melakukan serangkaian proses analisis.
Berarti peneliti berjalan dari hal-hal yang khusus (fakta) menuju kepada hal-hal yang
umum, yaitu teori keilmuan yang merupakan sumber hipotesis dalam proses ilmiah
ini. Inilah bobot proses penelitian dan ilmu pengetahuan yang sempurna, yang
membuat keduanya tak mungkin dipisahkan satu sama lain.
Proses ilmiah diatas mewajibkan setiap kegiatan ilmiah dimulai dari berpikir deduktif
dan kemudian membentuk kesimpulan-kesimpulan induktif. Proses ilmiah tidak
separuh-paruh, tidak deduktif saja atau induktif saja. Akan tetapi kedua-duanya, inilah
yang diinginkan oleh Charles Darwin dalam setiap proses ilmiah.
Dalam suatu proses ilmiah, tidak sempurna apabila prosesnya hanya mengadopsi
pemikiran Aristoteles, yaitu hanya menggunakan metode deduktif atau seperti Bacon
yang hanya menggunakan metode induktif. Walaupun kedua metode itu memiliki
alasan ilmiahnya, akan tetapi proses ilmiah yang sempurna dalam tradisi ilmu
pengetahuan adalah seperti cara-cara yang dikembangkan oleh Charles Darwin, yang
mengawinkan antara cara kerja Aristoteles dan Kerja Bacon.
Banyak kita temui di kalangan ilmuwan-baik sarjana maupun mahasiswa-
bahwa mereka hanya bekerja seperti Aristoteles atau Bacon. Bahkan tidak sedikit kita
temui dari tesis-tesis sarjana di perguruan tinggi gagal mengawinkan cara kerja
Aristoteles dan Bacon. Tidak saja terjadi pada tesisi-tesis itu, akan tetapi banyak juga
kita temui kegagalan itu pada proses ilmiah seorang sarjana senior. Mungkin saja
kegagalan itu dapat kita maafkan karena sarjana ini bersikeras dengan proses ilmiah
Aristoteles atau Bacon.
Proses ilmiah atau ilmu pengetahuan itu tidak hanya merupkan berpikir
rasional atau bahkan hanya merupakan produk-produk berpikir empiris. Karena
sekadar logika deduktif belum memuaskan ilmu pengetahuan, sebaliknya logika
induktif akan riskan tanpa bersemai lebih dahulu dalam logika deduktif. Kebenaran
ilmiah tidak saja merupakan produk kesimpulan rasional yang koheren dengan sistem
pengetahuan yang ada, namun, juga sesuai dengan fakta yang ada.
Kalau peneliti sudah sampai pada kesimpulan-kesimpulan induksi dan
menariknya ke dalam orbit keilmuan yang ada, maka sejak itulah dia telah selesai
melaksanakan proses ilmiahnya yang mengasyikkan itu. Namun, dengan selesai
proses itu, berarti telah siap pula suatu landasan, landasan yang memberangkatkan
ilmuwan-ilmuwan lainnya dalam orbit yang lain pula, yaitu orbit keilmuan yang lebih
lebar wawasannya.
Proses keilmuan yang kumulatif ini juga dapat dilihat dari pekerjaan semut
hitam. Semut ini seakan tiada hari tanpa menumpuk makanan sehingga dari hari ke
hari makanan mereka semakin banyak. Dari sini seorang ilmuwan perlu berguru pada
semut hitam. Memang ilmuwan tidak menumpuk makanan setiap hari, tetapi ilmu
pengetahuanlah yang ditumpuk (dikembangkan) sepanjang hari. Oleh karena itu, tiada
hari bagi ilmuwan tanpa belajar.
Dari hal diatas maka orang dapat membandingkan antara ilmuwan yang
miskin ilmu dan ilmuwan yang kaya akan ilmu, bahkan dapat pula dibandingkan besar
kecilnya tumpukan ilmu dari masing-masing ilmuwan yang ada.
Penelitian Sebagai Kegiatan Ilmiah (Azwar (2004): Bab I)
Penelitian (research) merupakan rangkaian kegiatan ilmiah dalam rangka
pemecahan suatu permasalahan. Hasil Penelitian tidak pernah dimaksudkan sebagai
suatu pemecahan (solusi) langsung bagi permasalahan yang dihadapi, karena
penelitian merupakan bagian dari usaha pemecahan masalah yang lebih besar. Fungsi
penelitian adalah mencarikan penjelasan dan jawaban terhadap permasalahan serta
memberikan alternative bagi kemungkinan yang dapat digunakan untuk pemecahan
masalah.
Penjelasan dan jawaban terhadap permasalahan itu dapat bersifat abstrak
umum sebagaimana halnya dalam penelitian dasar (basic research) dan dapat pula
sangat konkret dan spesifik seperti biasanya ditemui pada penelitian terapan (applied
research).
Penelitian dasar biasanya tidak langsung memberikan informasi yang siap
pakai untuk penyelesaian permasalahan akan tetapi lebih menekankan segi
pengembangan model atau teori yang menunjukkan semua variable terkait dalam
situasi dan berhipotesis mengenai hubungan di antara variabel-variabel tersebut. Oleh
karena itu, tidak jarang pemecahan permasalahan baru dapat dicapai lewat pemaduan
hasil dari beberapa penelitian yang berkaitan.
Sebagai suatu kegiatan ilmiah, penelitian memiliki karakteristik kerja ilmiah
yaitu (a) bertujuan, (b) sistematik, (c) terkendali, (d) objektif, dan (e) tahan uji
(verifiable).
Penelitian memiliki tujuan. Maksudnya, kegiatan penelitian tidak dapat lepas
dari kerangka tujuan pemecahan permasalahan. Walaupun penelitian tidak
memberikan jawaban langsung terhadap permasalahan yang diteliti akan tetapi
hasilnya harus mempunyai kontribusi dalam usaha pemecahan permasalahan. Hasil
penelitian harus memberikan penjelasan akan fenomena yang menjadi pertanyaan
penelitian dan harus dapat melandasi keputusan serta tindakan pemecahan
permasalahan. Oleh karena itu, penelitian memiliki tujuan yang lebih luas daripada
sekedar melihat hubungan yang terjadi di antara variabel atau gejala yang diteliti.
Penelitian pun memiliki tujuan yang lebih dalam daripada sekedar memperlihatkan
perbedan yang ada di antara kelompok-kelompok subjek yang terlibat sebagai sampel.
Penelitian harus dilakukan secara sistematik. Artinya, langkjah-langkah yang
ditempuh sejak dari persiapan, pelaksanaan, sampai kepada penyelesaian laporan
penelitian harus terencana secara baik dan mengikuti metodologi yang benar.
Kegiatan penelitian bukan kegiatan sambil lalu dan sama sekali bukan kegiatan
kausal. Kausalitas penelitian banyak ditentukan oleh ketepatan langkah metodologik
yang digunakan. Oleh karena itu, tanpa adanya perencanaan yang baik maka kegiatan
yang sistematik dan yang mengikuti standar metodologis tidak akan dapat dilakukan.
Penelitian dilaksanakan secara terkendali. Maksudnya, dalam batas-batas
tertentu peneliti harus dapat menentukan fenomena-fenomena yang akan diamatinya
dan memisahkannya dari fenomena lain yang menggangu. Dalam penelitian yang
menggunakan pendekatan observasi alamiah, peneliti harus dapat mengidentifikasi
fenomena yang relevan dan perlu diamati sehingga kesimpulannya tidak dicemari
oleh masuknya fenomena dari variabel lain yang merusak informasi dari data yang
dikumpulkannya. Dalam penelitian eksperimental, kendali ini menjadi semakin
penting artinya karena inferensi mengenai hubungan sebab-akibat pada gejala yang
diteliti secara eksperimental tidak dapat disimpulkan dengan tepat apabila peneliti
tidak mampu mengendalikan variabel-variabel eksperimennya.
Penelitian harus dilakukan secara objektif. Maksudnya, bahwa semua
pengamatan, telaah yang dilakukan, dan kesimpulan yang diambil oleh peneliti tidak
boleh didasari oleh subjektivitas pandangan pribadi dan pengaruh kepentingan pihak
lain. Hasil penelitian tidak boleh tercemar oleh pandangan subjektif peneliti ataupun
oleh tekanan dari luar. Pengamatan dan telaah terhadap fenomena dan fakta yang
berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti haruslah dilakukan dengan
objektif. Peneliti tidak boleh hanya mengumpulkan fakta yang mendukung praduga,
asumsi, dan teorinya saja akan melainkan harus juga menelaah dan mengumpulkan
fakta yang berlawanan sehingga bias dalam arah analisisnya dapat terhindarkan.
Begitu pula penyimpulan pemikiran deduktif maupun induktif yang diperoleh oleh
peneliti harus didukung oleh data yang berupa fakta objektif sehingga kesimpulan
penelitian tidak diisi sekedar oleh apa yang diinginkan oleh peneliti melainkan oleh
apa yang ditemukan olehnya secara empirik.
Peneliti harus tahan uji. Maksudnya, penyimpulan penelitian harus merupakan
hasil dari telaah yang didasari oleh teori yang solid dan metode yang benar sehingga
siapapun yang akan melakukan replikasi penelitian termaksud tentu akan sampai pada
kesimpulan yang serupa. Hasil penelitian akan lemah apabila berlakunya secara
kondisional dalam situasi tertentu yang sempit. Namun demikian, penelitian yang
tahan uji tidak berarti harus memiliki generalisasi yang luas. Dalam penelitian-
penelitian eksperimental seringkali aspek keluasan generalisasi (validitas eksternal)
dikalahkan oleh aspek keyakinan akan signifikansi perlakuan (validitas internal).
Meskipun di muka telah dikatakan bahwa penelitian merupakan rangkaian
kegaiatn pemecahan permasalahan akan tetapi hasil penelitian tidak langsung
memecahkan permasalahan. Tugas penelitian adalah mencarikan alternative
penjelasan atau jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan peneliti yang dapat
digunakan sebagai bagian dari informasi untuk pemecahan permasalahan. Adalah
tugas para pengambil keputusan dan pemakai hasil penelitian untuk mengintegrasikan
hasil penelitian yang satu dengan yang lain dalam bidang yang relevan guna
memecahkan permasalahan. Para peneliti hanya memberikan informasi ilmiah lewat
temuan dan kesimpulan penelitiannya.
Jenis-Jenis Penelitian
Penelitian dapat diklasifikasikan dari berbagai cara dan sudut pandang. Dilihat
dari pendekatan analisisnya, penelitian dibagi atas dua macam, yaitu (a)penelitian
kuantitatif dan (b)penelitian kualitatif.
Penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-
data numerical (angka) yang diolah dengan metoda statistika. Pada dasarnya,
pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian inferensial (dalam rangka pengujian
hipotesis) dan menyandarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan
penolakan hipotesis nihil. Dengan metoda kuantitatif akan diperoleh signifikansi
perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan antar variable yang diteliti. Pada
umumnya, penelitian kuantitatif merupakan penelitian sample besar.
Penelitian dengan pendekatan kualitatif lebih menekankan analisisnya pada
proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika
hubungan antar fenomena yang diamati, dengan menggunakan dukungan data
kuantitatif akan tetapi penekanannya tidak pada pengujian hipotesis melainkan pada
usaha menjawab pertanyaan penelitian melalui cara-cara berfikir formal dan
argumentatif. Banyak penelitian kualitatif yang merupakan penelitian sampel kecil.
Bila dilihat dari kedalaman analisisnya, jenis penelitian terbagi atas
(a)penelitian deskriptif dan (b)penelitian inferensial.
Penelitian deskriptif melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi,
yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih
mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Kesimpulan yang diberikan selalu jelas
dasar faktualnya sehingga semuanya selalu dapat dikembalikan langsung pada data
yang diperoleh. Uraian kesimpulan didasari oleh angka yang diolah tidak secara
terlalu dalam. Kebanyakan pengolahan datanya didasarkan pada analisis persentase
dan analisis kecenderungan (trend).
Penelitian inferensial melakukan analisis hubungan antarvariabel dengan
pengujian hipotesis. Dengan demikian kesimpulan penelitian jauh melampaui sajian
data kuantitatif saja. Dalam penelitian inferensial kita dapat berbicara mengenai
besarnya peluang kesalahan dalam pengambilan kesimpulan.
Kalau dipandang dari karakteristik masalah berdasarkan kategori fungsionalnya,
penelitian dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam sebagaimana diuraikan
oleh Isaac & Michael (1976) yaitu, antara lain (a)penelitian deskriptif, (b)penelitian
perkembangan, (c)studi kasus atau penelitian lapangan, (d)penelitian korelasional,
(e)penelitian kausal-komparatif, (f)penelitian eksperimental murni, dan (g)penelitian
semieksperimental.
Penelitian Deskriptif
Penelitian Perkembangan
Tujuan studi kasus dan penelitian lapangan adalah mempelajari secara intensif
latar belakang, status terakhir, dan interaksi lingkungan yang terjadi pada suatu satuan
social seperti individu, kelompok, lembaga, atau komunitas.
Studi kasus merupakan penyelidikan mendalam (indepth study) mengenai
suatu unit social sedemikian rupa sehingga menghasilkan gambaran yang
terorganisasikan dengan baik dan lengkap mengenai unit sosial tersebut. Cakupan
studi kasus dapat meliputi keseluruhan siklus kehidupan atau dapat pula hanya
meliputi segmen-segmen tertentu saja. Dapat terpusat pada beberapa faktor yang
spesifik dan dapat pula memperhatikan keseluruhan elemen atau peristiwa.
Dibandingkan dengan penelitian survai yang biasanya menyelidiki sedikit
variabel pada sampel besar, studi kasus sebaliknya menyelidiki banyak variabel dan
banyak kondisi pada sampel yang kecil.
Penelitian Korelasional
Penelitian Kausal-Komparatif
Hal pertama yang harus diperhatikan oleh calon peneliti adalah ciri-ciri topik
yang baik agar topik penelitian yang dipilih benar-benar dapat dikatakan cukup
berharga untuk diteliti. Ciri-ciri topik yang baik, antara lain, adalah (a)urgen untuk
diteliti, (b)akan membuahkan sesuatu yang baru bagi ilmu pengetahuan, (c)merupakan
sumbangan bagi pengembangan ilmu dan bermanfaat bagi masyarakat, dan (d)aktual.
Urgen untuk diteliti berarti penting untuk segera diselidiki pada waktu ini.
Banyak topik yang juga perlu diteliti namun belum cukup mendesak untuk ditangani
baik dari segi jangkauan kegunaannya maupun dari segi keterlaksanaan prosedurnya.
Peneliti harus selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan memperhatikan
fenomena sosial dalam masyarakat agar dapat membedakan mana permasalahan yang
sudah waktunya ditangani segera dan mana masih dapat ditangguhkan dahulu.
Membuahkan sesuatu yang baru bagi ilmu pengetahuan artinya penelitian
mengenai topik tersebut akan menghasilkan temuan baru yang dapat membuka
cakrawala pemikiran dan memperkaya pengetahuan dengan informasi yang muktahir.
Penelitian mengenai topik yang tak akan membuahkan hal baru bagi ilmu
pengetahuan akan kurang bermanfaat. Mungkin topic itu sendiri bukan topik yang
sama sekali baru, akan tetapi tetaplah dituntut untuk melahirkan tesis dan hipotesis
baru atau setidak-tidaknya yang akan datang.
Topik penelitian yang aktual jelas akan lebih baik daripada topik yang sudah
“usang”. Peneliti yang selalu mengikuti perkembangan ilmu akan lebih mudah
menemukan topik yang aktual dan segar. Sekedar melakukan penelitian mengenai
topic yang usang, apalagi yang temuan-temuannya sudah sejak lama diketahui
hasilnya sudah sangat konklusif, tidak banyak artinya lagi. Tanpa disertai oleh
pendekatan atau teori baru, penelitian mengenai topic yang tidak lagi aktual nilainya
tidak lebih daripada replikasi atau repetisi terhadap penelitian yang telah dilakukan
orang lain.
Beberapa Pertimbangan
Di samping harus mengetahui ciri-ciri topik yang baik, peneliti harus juga
memperhatikan pertimbangan lain dalam penentuan topic penelitiannya. Pada
kenyataannya, kadang-kadang sulit sekali untuk menemukan topik yang memenuhi
kesemua ciri tersebut diatas. Tanpa bermaksud mengurangi kadar penelitiannya,
peneliti mungkin saja terpaksa mengabaikan satu di antara ciri-ciri yang seyogyanya
dipenuhi, demi pertimbangan lain yang juga ikut menentukan kelangsungan
penelitian.
Di antara pertimbangan termaksud adalah (a)minat peneliti terhadap topik
yang akan dipilih, (b)ketersediaan sumber referensi, (c)ketersediaan sumber daya, dan
(d)kemampuan peneliti.
Minat peneliti terhadap topik yang akan diteliti tentu banyak mempengaruhi
kelangsungan dan keberhasilan kegaiatn penelitian. Penelitian yang tidak menarik
minat akan tetapi dipaksakan untuk diteliti tentu akan mengurangi keseriusan dalam
penggarapannya. Hambatan kecil yang selalu ada dalam setiap kegaiatn penelitian,
apabila topiknya tidak menarik minat peneliti. Sebaliknya, topik yang menarik akan
selalu membangkitkan semangat peneliti sehingga berbagai kesukaran yang timbul
akan diatasi dengan lebih ulet.
Sumber referensi yang akan mendukung penelitian harus tersedia cukup
banyak agar penelitian dapat berhasil. Masalah referensi ini menjadi penting
dikarenakan kekurangan referensi akan mempersempit wawasan peneliti dalam
memandang permasalahan yang dihadapinya dan akhirnya dapat menghambat
kelancaran jalannya penelitian. Ketersediaan sumber daya sangat berpengaruh pula
terhadap keberehasilan penelitian. Sumber daya dalam kegaiatan penelitian meliputi
biaya, waktu, dan tenaga. Kalau tidak tersedia biaya yang cukup, atau waktu yang
disediakan untuk penelitian terlalu singkat, atau potensi penelitinya terbatas,
sebaliknya maksud untuk meneliti topik itu ditunda saja dan peneliti memilih topik
lain yang lebih mungkin untuk dilaksanakan.
Kemampuan peneliti untuk membahas hal-hal yang menyangkut topik
penelitian yang dipilihnya sangatlah penting artinya. Kemampuan, dalam hal ini,
menyangkut masalah tenaga dalam arti yang lebih luas. Sebaliknya calon peneliti
tidak mencoba melakukan penelitian mengenai topik yang terletak di luar jangkauan
kompetensi/pengetahuannya.
Topik suatu penelitian yang baik tentulah tak dapat dicari-cari. Maksud suatu
penelitian bukan untuk mencari-cari permasalahan. Peneliti yang mengada-adakan
permasalahan dan asal meneliti saja dapat dikatakan tidak memiliki sikap ilmiah
(scientific attitude) yang baik. Topik penelitian haruslah diperoleh secara sadar
dikarenakan kesadaran merupakan salah satu unsure pokok ilmu. Beberapa sumber
yang dapat dimanfaatkan untuk memperoleh topik penelitian, antara lain, adalah
(a)studi kepustakaan, (b)pengamatan (observasi) lapangan, (c)informasi dari
masyarakat, dan (d)imajinasi kreatif dari pihak peneliti.
Studi kepustakaan dilakukan untuk mempelajari informasi ilmiah yang ada
hubungannya dengan minat peneliti. Informasi ilmiah luas lingkunpnya, tetapi
terutama berasal dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli di bidang yang
bersangkutan. Publikasi yang paling tepat untuk ini adalah jurnal-jurnal ilmiah dalam
bidang pengetahuan yang relevan. Dalam melakukan telaah terhadap laporan hasil
temuan para peneliti terdahulu, calon peneliti haruslah memperhatikan secara kritis
metodologi yang digunakan dan kesimpulan-kesimpulan yang diajukan. Dari
kesimpulan penelitian terdahulu seringkali timbul pertanyaan-pertanyaan yang baru
patut diteliti lebih lanjut dan dikembangkan menjadi bahan penelitian baru.
Informasi dari masyarakat pun dapat dimanfaatkan dalam mencari topic
penelitian, terutama untuk menjaring permasalahan yang sedang urgen untuk diteliti
dan dicarikan alternative penyelesaiannya. Terakhir, yang tidak kurang pentingnya
adalah daya kreativitas dan kemampuan calon peneliti dalam berimajinasi.
Paradigma Ilmu Pengetahuan (Denzim dan Guba (2001), penyunting Agus Salim
Bab II hal 33-42)
Paradigma (paradigm) dapat ditakrifkan (didefinisikan) bermacam-macam
sesuai dengan sudut pandang masing-masing orang. Ada yang menyatakan bahwa
paradigma merupakan suatu citra yang fundamental dari pokok permasalahan dari
suatu ilmu. Paradigma menggariskan apa yang seharusnya dipelajari, pernyataan-
pernyataan apa yang seharusnya dikemukakan dan kaidah-kaidah apa yang
seharusnya diikuti dalam menafsirkan jawaban yang diperolehnya. Dengan demikian
paradigma adalah ibarat sebuah jendela tempat orang mengamati dunia luar, tempat
orang bertolak menjelajahi dunia dengan wawasannya (world-view). Namun secara
umum, paradigma dapat diartikan sebagai perangkat kepercayaan atau keyakinan
dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari.
Pengertian ini sejalan dengan Guba yang dikonsepsikan oleh Thomas Kuhn sebagai
seperangkat keyakinan mendasar yang memandu tindakan-tindakan kita, baik
tindakan keseharian maupun dalam penyelidikan ilmiah (Guba,1990). Selanjutnya
paradigma diartikan sebagai (a) A set of assumptions and (b) beliefs concerning: yaitu
asumsi yang ‘dianggap” benar (secara given). Untuk dapat sampai pada asumsi itu
harus ada perlakuan empirik (melalui pengamatan) yang tidak terbantahkan; accepted
assume to be true (Bhaskar, Roy. 1989: 88-90). Dengan demikian paradigma dapat
dikatakan sebagai A mental window, tempat terdapat “frame” yang tidak perlu
dibuktikan kebenarannya karena masyarakat pendukung paradigma telah memiliki
kepercayaan. Dalam masyarakat banyak digunakan bermacam-macam paradigma,
seperti adversarial paradigm dalam hukum,judgemental paradigm dalam olah raga,
religious paradigma dalam kehidupan beragama dan sebagainya. Dalam pandangan
tulisan ini, pembahasan hanya dibatasi pada paradigma pencarian ilmu pengetahuan
(dicipline inqury paradigm),yaitu suatu keyakinan dasar yang digunakan berbagai
kalangan untuk mencari kebenaran realitas menjadi suatu ilmu atau dipilin ilmu
pengetahuan tertentu.
Dalam paradigma ilmu, ilmuwan telah mengembangkan sejumlah perangkat
keyakinan dasar yang mereka gunakan dalam mengungkapakan hakikat ilmu yang
sebenarnya dan bagaimana cara untuk mendapatkannya. Tradisi pengungkapan ilmu
ini telah ada sejak adanya manusia, namun secara sistematis dimulai sejak abad ke-17,
ketika Descartes (1596-1950) dan penerusnya mengembangkan cara pandang
positivisme yang amat berpengaruh dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dewasa ini. Tradisi positivisme ini kemudian berkembang menjadi sejumlah
aliran paradigma baru yang menjadi landasan pengembangan ilmu dalam berbagai
bidang kehidupan.
Asumsi Paradigma
Kriteria Pemilihan
Lingkup Penelitian
Konsep Dasar dan Ciri-Ciri Penelitian Kualitatif (Danim (2002): Bab V, hal.57-
60)
Pendekatan kuantitatif dan kualitatif dalm penelitian diturunkan dari filosofi
yang berbeda. Pendekatan kuantitif merupakan turunan dari filosofi posivistik,
sedangkan pendekatan kualitatif merupakan turunan dari filosofi fenomenologi. Di
bidang ilmu-ilmu sosial dan pendidikan, penelitian kualitatif dipersepsi sebagai suatu
istilah yang mengacu pada beberapa strategi penelitian yang sekaligus menjadi ciri-
ciri dominannya.
Pertama, data yang dikumpulkan bersifat data lunak (soft data), yaitu data
yang secara mendalam mendeskripsikan orang, tempat, hasil percakapan, dan lain-
lain. Kedua, semua data yang diperoleh kemudian dianalisis tidak dengan
menggunakan skema berpikir statistikal. Ketiga, pertanyaan-pertanyaan penelitian
tidak dirangkai oleh variabel-variabel operasional, melainkan dirumuskan untuk
mengkaji semua kompleksitas yang ada dalam konteks penelitian. Keempat, meskipun
peneliti dan pakar ilmu-ilmu sosial pendidikan dapat melakukan penelitian kualitatif
dengan menggunakan suatu fokus pada saat mengumpulkan data, mereka tidak dapat
mendekati permasalahan tersebut dengan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat uji
hipotesis. Mereka menguji tingkah laku manusia dengan kerangka berpikir atau
referensi mereka sendiri. Kelima, umumnya, peneliti mengumpulkan data melalui
hubungan langsung dengan orang-orang pada situasi khusus, sedangkan pengaruh luar
hanya bersifat sekunder. Keenam, prosedur kerja pengumpulan data yang paling
umum dipakai adalah observasi partisipatif (participant observation) dan wawancara
mendalam (indepth interviewing), dengan tetap membuka luas penggunaan teknik
lainnya.
Di bidang ilmu-ilmu sosial dan pendidikan, penelitian kualitatif dipersepsi
sebagai suatu istilah yang mengacu pada beberapa strategi penelitian yang sekaligus
menjadi ciri-ciri dominannya. Sifat pendekatan dalam penelitian kualitatif adalah
terbuka. Hal ini bermakna bahwa peneliti memberikan kesempatan kepada subjek
untuk menjawab pertanyaan yang diajukannya menurut kerangka berpikir dan
pengalaman mereka sendiri, bukan berdasarkan patokan-patokan jawaban yang telah
dibuat oleh peneliti. Dalam wawancara jenis ini, tidak digunakan angket meskipun
peneliti yang menggunakan garis-garis besar pertanyaan. Mengapa demikian? Pada
penelitian kualitatif, peneliti sendiri merupakan instrumen yang paling dominan.
Mereka bekerja dan bertindak sedemikian rupa agar subjek merasa bebas
menggunakan pikiran mereka mengenai topik yang ditawarkannya. Karena data harus
digali secaraa mendalam dan rinci, kebanyakan penelitian kualitatif mengambil
sampel atau sumber data yang kecil jumlahnya. Bahkan ada beberapa penelitian
kualitatif yang mengkaji dan menganalisis satu subjek saja secara mendalam. Apabila
penelitian tersebut untuk mengetahui interpretasi seorang tentang kehidupan dirinya,
penelitian jenis ini dinamakan penelitian sejarah kehidupan.
Terlepas dari basis filosofisnya yang berbeda, penelitian kualitatif berbeda
dengan penelitian kuantitatif. Perbedaan itu terletak pada paradigma penelitian yang
dipakai. Paradigma yang dimaksudkan di sini adalah suatu perspektif umum atau cara
untuk memisah-misahkan dunia nyata yang kompleks, kemudian memberikan arti dan
penafsiran-penafsiran. Paradigma itu lebih dari sekadar orientasi metodologi. Dengan
kata lain, paradigma lebih dari sekedar suatu perangkat regulasi yang dibuat untuk
pelaksanaan sebuah penelitian.
Penelitian kuantitatif bersumber dari filosofi positivistik, sedangkan penelitian
kualitatif bertitik tolak dari fenomenologis atau fenomena sosial. Perbedaan filosofi
yang mendasarinya itu menyebabkan kedua jenis penelitian ini mempunyai
pandangan yang berbeda. Penelitian kualitatif didasarkan pada realita eksternal dan
melihat fakta terpisah dari jiwa dan nilai. Kebenaran adalah suatu yang sesuai dengan
realita yang ada, berdiri sendiri secara bebas, dan tidak terpengaruh oleh manusia
yang terlibat di dalamnya. Asumsi ini berbeda dengan penelitian kualitatif yang
didasarkan pada realita internal. Dilihat dari perspektif penelitian kualitatif, kebenaran
merupakan hasil persetujuan, yang sesuai dengan kondisi sosial dan sejarahnya.
Penelitian kuantitatif berbasis pada rasionalisme yang menganggap hanya satu
realita yang benar, sedangkan penelitian kualitatif lebih bersifat naturalisme yang
menganggap banyak realita yang benar. Perlu dikedepankan di sini, bahwa
mempelajari penelitian kualitatif, bukan pula untuk menjawab pertanyaan mengenai
mana yang paling baik dan mana yang kurang baik; mana yang paling ilmiah dan
mana yang kurang ilmiah dari kedua pendekatan tersebut. Posisi yang diambil di sini
adalah kedua pendekatan tersebut dapat bekerja sama dan saling mengisi karena
keduanya sama-sama “scientific” dan “rigorous”. Kedua pendekatan tersebut memang
berbeda karena paradigma yang dianut memeng berbeda.
Faisal, dalam Bungin (Editor) (2003), Bagian II, No.2, Hal. 31-35 (Judul buku
Metode Penelitian Kualittatif, Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam
Kontemporer)
Randomisasi
Subyek
Tiangulasi Sebagai Metode Baru Penelitian Danim (2002): Bab III, Bagian D,
Hal. 37-38
Pada beberapa tahun terkahir, banyak peneliti di bidang ilmu-ilmu sosial dan
pendidikan melakukan advokasi mengenai esesnsi triangulasi dalam studi atau
penelitian di bidang ilmu-ilmu ini yang kompleks. Mereka pun telah sampai pada
kesepakatan bahwa dinamika kehidupan manusia merupakan fenomena yang relevan
dengan ilmu sosial dan pendidikan. Ide triangulasi tidak baru bagi ilmuwan sosial
karena telah digagas pertama kali oleh Campbell dan Fishe, tahun 1959.
Triangulasi adalah aplikasi studi yang menggunakan multimetode untuk
menelaah fenomena yang sama (Denzim, 1989). Fenomena diinvestigasi biasanya
bersifat kompleks dan rumit, selayaknya kekompleksan kemampuan yang dibutuhkan
oleh pekerja sosial; dan peneliti di bidang ilmu-ilmu sosial dan pendidikan untuk
mencari alternatif pemecahan masalah atas kelompok yang tidak beruntung.
Fenomena yang kompleks itu membutuhkan studi mendalam dari beragam perspektif
atas realitas. Menurut Denzim (1989) dan Kimchi dkk (1991), ada lima tipe
triangulasi, yaitu:
1. triangulasi teoritis,
2. triangulasi data,
3. triangulasi metode,
4. triangulasi investigator, dan;
5. triangulasi analisi.
Triangulasi metode merupakan tipe paling umum dari triangulasi yang
digunakan pada penelitian sosial. Triangulasi investigator muncul ketika dua atau
lebih investigator peneliti terlatih (research trained investigator) dengan beragam latar
belakang mengekspolarasi fenomena yang sama. Menggunakan triangulasi
investigator berarti menghilangkan potensi bias yang mungkin muncul manakala studi
itu dilakukan oleh investigator tunggal. Analisis triangulasi melibatkan penggunaan
satu atau lebih teknik analisis untuk menganalisis seperangkat data yang sama untuk
tujuan validasi. Hasil dari perbedaan analisis itu, apakah analisis kuantitatif atau
analisis kualitatif, dapat dibandingkan untuk menemukan kesamaan-kesamaan dan
merefikasi hasil.