Dikarenakan sebagian besar lesi FCOD tidak menunjukkan adanya gejala, diagnosis
kelainan tersebut biasanya didasarkan pada temuan radiografi incidental, biasanya ketika
melakukan pemeriksaan gigi rutin. Diagnosis FCOD didasarkan pada gambaran radiografi yang
khas dinilai menggunakan standar radiografi proyeksi dua dimensi (radiografi intraoral atau
panoramik). Radiografi panoramik dapat digunakan untuk menganalisa lesi FCOD, radiografi
panoramic penting untuk menentukan diagnosis yang akurat. Pemeriksaan ini dapat
mengungkapkan beberapa lesi radioopak yang tersebar menyeluruh pada beberapa kuadran
rahang.1 Penggunaan CBCT (Cone Beam Computed Tomography) merupakan alternative teknik
pilihan yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan batas lesi FCOD, ekspansi, tulang
kortikal yang menipis, dan perforasi. Pada beberapa kasus FCOD, penilaian radiografi tiga
dimensi diindikasikan sebagai hal yang wajib, terutama pada deteksi tahap awal penyakit. CBCT
merupakan alat yang telah teruji menunjukkan bagaimana mengidentifikasi lesi dengan detail,
karena hal tersebut memungkinkan evaluasi yang akurat dari jaringan tulang. Bahkan, CBCT
semakin banyak digunakan di kedokteran gigi karena ketepatannya dalam mengenali kondisi
kelainan untuk dapat menentukan rencana atau pengelolaan perawatan terhadap pasien.2–4
Gambar Error! No text of specified style in document..1 Salah satu contoh gambaran kasus bahwa lesi FCOD
dapat terdeteksi pada pemeriksaan radiografi panoramik. Gambar tersebut menunjukkan lesi FCOD stage 1
dengan keterlibatan periapikal. Lesi radiolusen multipel pada area periapikal (panah putih) pada gigi vital
Gambar Error! No text of specified style in document..2 Untuk penegakkan diagnosis lebih lanjut, gambaran
panoramik sebelumnya, dilakukan pemeriksaan CBCT melintang untuk melihat lesi yang lebih diperjelas
biasanya dikelilingi oleh kapsul radiolusen dan tepi kortikal. Kapsul jaringan lunak mungkin
tidak akan tampak ketika lesi sudah maturasi. Kepadatan atau densitas struktur internal
bervariatif dari yang dengan campuran daerah radiolusen dan radioopak, hingga radiopak yang
hampir menyeluruh. Lesi FCOD biasanya sering multifocal dengan diameter lebih dari 3 cm.
gambaran radiografi memberikan gambaran distribusi lobular yang difus, bentuk radioopak yang
tidak teratur menyeluruh di tulang alveolar. Kepadatan lobular tersebut yang terjerat pada tulang
glass. Area radioopak dapat bervariasi dari oval kecil, membentuk daerah melingkar (tampilan
kapas-wol/cotton-wool appearance) hingga oval yang besar, terdapat daerah kalsifikasi yang
juga tidak teratur. Massa terkalsifikasi tersebut gambarannya mirip dengan lesi periapical
cemental dysplasia yang telah maturasi. Demineralisasi progresif dari massa sklerotik biasanya
tidak akan terjadi kecuali ada kaitannya dengan osteomyelitis atau kista tulang traumatis. FCOD
dapat menyebabkan pembesaran tulang alveolar dengan perpindahan dari bukal dan lempeng
korteks lingual. Lesi FCOD yang besar dapat mengganggu posisi saluran saraf alveolar inferior
ke arah lebih inferior. Lesi tersebut juga dapat merubah dasar antru ke arah superior. Akar gigi
yang berhubungan dengan lesi kemungkinan dapat mengalami hipersementosis yang cukup
besar, yang mungkin menyatu dengan abnormalitas jaringan semen di sekitar lesi yang
Site: Tersebar lias, sering teradjadi pada keempat kuadran (baik edentulous
maupun dentulous) tetapi seringnya berhubungan dengan apeks gigi.
Size: Bervariatif, tapi biasanya lesi masing-masing berdiameter lebih dari 2 cm.
Shape: Lesi multipel, bulat sering menyatu.
Outline: Halus tapi lobular, tepinya well-defined tapi sedang dan ireguler, terkadang
terkortikasi.
Radiodensity: Early stage: radiolusen multipel
Intermediate stage: radiolusen multipel dengan secara bertahap
bercak radioopak bagian dalam meningkat.
Late stage: terdapat beberapa lesi radioopak yang padat tidak
beraturan disertai lesi individual, terkadang dikelilingi oleh garis
radiolusen tipis.
Effects: Pada gigi yang berdekatan, tidak mengalami perpindahan, tidak
teresorbsi, biasanya masih vital.
Terkadang dapat menyebabkan perluasan atau pembesaran rahang
yang terdampak lesi.
Dapat dikaitkan dengan low grade osteomyelitis.
Gambar Error! No text of specified style in document..3 Gambaran radiografi panoramik menunjukkan lesi
radiolusen multipel (panah) pada rahang bawah yang merupakan tahap awal lesi FCOD.
Area 3 Mandibula :
Terdapat lesi radioopak dikelilingi halo radiolusen pada apikal gigi 36 dengan ukuran
± 6 mm dengan bentuk unilokular, asimetris, berbatas jelas tegas/well-defined,
konten mixed, terdapat ekaspansi tulang kortikal pada mandibular tanpa
menyebabkan resorpsi pada akar.
Terdapat lesi radioopak dikelilingi halo radiolusen pada apikal aspek mesial gigi 46
dengan ukuran ± 5 mm dengan bentuk unilokular (menyerupai bentuk kacang
merah), asimetris, berbatas jelas tegas/well-defined, konten mixed, tanpa merusak
jaringan sekitar.
Terdapat lesi radioopak dikelilingi halo radiolusen pada akar gigi 47 dengan ukuran
± 4 mm dengan bentuk oval, asimetris, berbatas jelas tegas/well-defined, konten
mixed, tanpa merusak jaringan sekitar.
Terdapat lesi radioopak dikelilingi halo radiolusen pada akar gigi 48 dengan ukuran
± 5 mm dengan bentuk oval, asimetris, berbatas jelas tegas/well-defined, konten
mixed, tanpa merusak jaringan sekitar.
Area 4 TMJ :
Bentuk condylus : Condylus dextra dan sinistra berbentuk ovoid
Posisi condylus : Asimetris, condylus dextra lebih tinggi dari condylus sinistra
Eminensia: Condylus dextra dan sinistra berada pada fossa glenoidalis
Area 5 Ramus-Os Vertebrae :
DBN
Kesan :
Terdapat kelainan pada area 1, 2, 3 , 4
Suspek Radiodiagnosis :
Hipersementosis pada gigi 16.
Impaksi gigi 28 posisi C distoangular tanpa disertai keterlibatan sinus maksilaris.
Impaksi gigi 48 kelas II B mesioangular disertai keterlibatan kanalis mandibularis.
Florid cement-osseous dysplasia gigi 36, 46, 47, 48
Paget’s disease (sinonim: Osteitis deformans) pertama kali kasus muncul tahun 1877.
Kelainan ini merupakan penyakit tulang displastik kronis yang mempengaruhi satu atau lebih
area tulang, sering terjadi pada lansia melibatkan penggantian tulang normal dengan
pertumbuhan tulang yang tidak teratur dengan peningkatan aktivitas osteoblastik. Proses
displastik tulang pada kelainan ini bersifat poliostotik, melibatkan kelainan pada tulang termasuk
tulang rahang, sementara FCOD secara ekskusif hampir mempengaruhi rahang termasuk yang
paling sering terjadi adalah rahang atas dibandingkan rahang bawah. Ketika menyerang pada
rahang bawah, Paget’s disease akan melibatkan seluruh bagian tulang mandibular, yang mana
FCOD akan terpusat di atas kanalis alveolaris inferior. Lesi yang terjadi memiliki batas well-
defined dengan tepi radiolusen yang dikelilingi garis sklerotik yang membantu untuk diagnosis
banding. Level alkaline phosphate yang meningkat membantu menegakkan diagnosis. Lesi pada
paget’s disease akan serupa dengan FCOD ketika pada third stage/ radiopaque stage.1
Gambar Error! No text of specified style in document..5 Generalised Hyopercementosis pada kasus Paget's Disease.
Pada lesi osteomyelitis, sering terdapat pembesaran dari tulang rahang, namun
pembesaran tersebut berasal dari periosteum, dimana tulang yang baru berada pada lapisan luar
korteks, dan pemeriksaan lebih detail menunjukkan bahwa masih terdapat bagian korteks yang
awal dalam bagian rahang yang meluas. hal ini berbeda dari FOD, dimana lesi berupa perluasan
dari aspek internal dari tulang, terdapat pergeseran dan penipisan pada lapisan luar korteks
sehingga korteks yang tersisa mempertahankan posisinya pada bagian luar tulang.3,6
Gambar Error! No text of specified style in document..6 Gambaran hasil radiografi panoramik yang menunjukkan perubahan
tulang pada ramus mandibula yang meluas dari regio 45 hingga 48.
lokasi yang sering terlokalisasi terjadi, sedangkan FCOD terlokalisasi pada rahang. 1
odontogenik yang terjadi pada ligament periodontal. Secara umum periapikal cemento-dysplasia
mempunyai gambaran pola tulang yang serupa namun memiliki pola distribusi yang berbeda
dimana sering terjadi secara bilateral dengan regio periapikal sebagai epicenter, periapikal
2.9 Tatalaksana
FCOD tanpa komplikasi dapat bertahan dalam jangka waktu yang tak terhingga tanpa
menimbulkan adanya gejala. Infeksi dapat menimbulkan adanya rasa nyeri tumpul, sekresi
mukosa purulent, atau ekspansi rahang. Berkurangnya vaskularisasi pada jaringan yang
terdampak merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya infeksi kronis, fraktur patologis, dan
penyembuhan yang sulit. Difusi antibiotic yang tidak memadai ke dalam jaringan sklerotik
membuat antibiotic tersebut tidak bekerja efektif. Pembentukan lambat sequestrum pada massa
Onset gejala terjadi biasanya berkorelasi dengan paparan lesi terhadap patogen rongga
mulut, biopsy, dan ekstraksi gigi yang harus dihindari. Trauma, intervensi endodontic, atau atrofi
alveolar progresif yang berhubungan dengan penggunaan gigi tiruan dapat memperparah lesi
yang terjadi pada rongga mulut. Infeksi odontogenik pada gigi dapat berkembang menjadi
osteomyelitis sipuratif disertai sekuestrasi tulang. Infeksi ini sangat sulit untuk dilakukan
dilakukan pada interval 2-3 tahun untuk evaluasi/menilai perubahan signifikan dan mendeteksi
profilaksis antibiotic. Meskipun secara histologis lesi ini jinak, FCOD mungkin jarang
fungsional.7
1. Ghom AG, Ghom SA (Lodam). Textbook of Oral Radiology. 2nd ed. New Delhi:
Elsevier; 2016.
3. Lubis RT, Nasution FA, Azhari A, Pramanik F. Florid osseous dysplasia, lesi radiopak
5. Whaites E, Drage N. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 6th ed. London:
Elsevier; 2021.
6. D’souza VD, Martis E, Reddy KR, Ritesh PK, Hegde RK. Chronic Sclerosing
dysplasia: review of an uncommon fibro-osseous lesion of the jaw with important clinical