Anda di halaman 1dari 12

2.

6 Metode Radiografi Yang Diindikasikan

Dikarenakan sebagian besar lesi FCOD tidak menunjukkan adanya gejala, diagnosis

kelainan tersebut biasanya didasarkan pada temuan radiografi incidental, biasanya ketika

melakukan pemeriksaan gigi rutin. Diagnosis FCOD didasarkan pada gambaran radiografi yang

khas dinilai menggunakan standar radiografi proyeksi dua dimensi (radiografi intraoral atau

panoramik). Radiografi panoramik dapat digunakan untuk menganalisa lesi FCOD, radiografi

panoramic penting untuk menentukan diagnosis yang akurat. Pemeriksaan ini dapat

mengungkapkan beberapa lesi radioopak yang tersebar menyeluruh pada beberapa kuadran

rahang.1 Penggunaan CBCT (Cone Beam Computed Tomography) merupakan alternative teknik

pilihan yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan batas lesi FCOD, ekspansi, tulang

kortikal yang menipis, dan perforasi. Pada beberapa kasus FCOD, penilaian radiografi tiga

dimensi diindikasikan sebagai hal yang wajib, terutama pada deteksi tahap awal penyakit. CBCT

merupakan alat yang telah teruji menunjukkan bagaimana mengidentifikasi lesi dengan detail,

karena hal tersebut memungkinkan evaluasi yang akurat dari jaringan tulang. Bahkan, CBCT

semakin banyak digunakan di kedokteran gigi karena ketepatannya dalam mengenali kondisi

kelainan untuk dapat menentukan rencana atau pengelolaan perawatan terhadap pasien.2–4
Gambar Error! No text of specified style in document..1 Salah satu contoh gambaran kasus bahwa lesi FCOD

dapat terdeteksi pada pemeriksaan radiografi panoramik. Gambar tersebut menunjukkan lesi FCOD stage 1

dengan keterlibatan periapikal. Lesi radiolusen multipel pada area periapikal (panah putih) pada gigi vital

yang menyerupai lesi endodontik periapikal.2

Gambar Error! No text of specified style in document..2 Untuk penegakkan diagnosis lebih lanjut, gambaran

panoramik sebelumnya, dilakukan pemeriksaan CBCT melintang untuk melihat lesi yang lebih diperjelas

terlihat pada gigi 13 (b); 43 (c); 33 (d); 34 (e); dan 33 (f).2

2.7 Gambaran Radiografi Dan Interpretasi

2.7.1 Gambaran Secara Umum


Lesi FCOD pada umumnya berbatas jelas dan tegas atau well-defined, setiap lesi

biasanya dikelilingi oleh kapsul radiolusen dan tepi kortikal. Kapsul jaringan lunak mungkin

tidak akan tampak ketika lesi sudah maturasi. Kepadatan atau densitas struktur internal

bervariatif dari yang dengan campuran daerah radiolusen dan radioopak, hingga radiopak yang

hampir menyeluruh. Lesi FCOD biasanya sering multifocal dengan diameter lebih dari 3 cm.

Lesi dapat menyatu seiring pertumbuhannya berlangsung. Tampak gambaran ground-glass,

gambaran radiografi memberikan gambaran distribusi lobular yang difus, bentuk radioopak yang

tidak teratur menyeluruh di tulang alveolar. Kepadatan lobular tersebut yang terjerat pada tulang

alveolar membuat penurunan radiodensitan, sehingga sering menampilkan gambaran ground-

glass. Area radioopak dapat bervariasi dari oval kecil, membentuk daerah melingkar (tampilan

kapas-wol/cotton-wool appearance) hingga oval yang besar, terdapat daerah kalsifikasi yang

juga tidak teratur. Massa terkalsifikasi tersebut gambarannya mirip dengan lesi periapical

cemental dysplasia yang telah maturasi. Demineralisasi progresif dari massa sklerotik biasanya

tidak akan terjadi kecuali ada kaitannya dengan osteomyelitis atau kista tulang traumatis. FCOD

dapat menyebabkan pembesaran tulang alveolar dengan perpindahan dari bukal dan lempeng

korteks lingual. Lesi FCOD yang besar dapat mengganggu posisi saluran saraf alveolar inferior

ke arah lebih inferior. Lesi tersebut juga dapat merubah dasar antru ke arah superior. Akar gigi

yang berhubungan dengan lesi kemungkinan dapat mengalami hipersementosis yang cukup

besar, yang mungkin menyatu dengan abnormalitas jaringan semen di sekitar lesi yang

mengakibatkan ekstraksi gigi tersebut semakin sulit.1

Secara ringkasnya, berikut gambaran radiografi dari lesi FCOD:5

Site: Tersebar lias, sering teradjadi pada keempat kuadran (baik edentulous
maupun dentulous) tetapi seringnya berhubungan dengan apeks gigi.
Size: Bervariatif, tapi biasanya lesi masing-masing berdiameter lebih dari 2 cm.
Shape: Lesi multipel, bulat sering menyatu.
Outline: Halus tapi lobular, tepinya well-defined tapi sedang dan ireguler, terkadang
terkortikasi.
Radiodensity:  Early stage: radiolusen multipel
 Intermediate stage: radiolusen multipel dengan secara bertahap
bercak radioopak bagian dalam meningkat.
 Late stage: terdapat beberapa lesi radioopak yang padat tidak
beraturan disertai lesi individual, terkadang dikelilingi oleh garis
radiolusen tipis.
Effects:  Pada gigi yang berdekatan, tidak mengalami perpindahan, tidak
teresorbsi, biasanya masih vital.
 Terkadang dapat menyebabkan perluasan atau pembesaran rahang
yang terdampak lesi.
 Dapat dikaitkan dengan low grade osteomyelitis.

Gambar Error! No text of specified style in document..3 Gambaran radiografi panoramik menunjukkan lesi

radiolusen multipel (panah) pada rahang bawah yang merupakan tahap awal lesi FCOD.

2.7.2 Gambaran Radiografi Sesuai Kasus Beserta Interpretasi


Gambar Error! No text of specified style in document..4 Interpretasi panoramik 1 kasus pada jurnal.

Area 1 Gigi Geligi :


- Missing teeth/agenesis : 38
- Impaksi :
 Gigi 28 posisi mengarah ke arah distal, di mana gigi yang impaksi berangulasi
terhadap molar kedua dalam arah distal, bidang oklusal gigi impaksi berada di bawah
garis servikal gigi molar kedua yang bersebelahan, dengan keterlibatan sinus
maksilaris.
 Gigi 48 posisi mengarah ke arah mesial, bidang oklusal gigi molar ketiga berada di
tengah-tengah mahkota gigi molar kedua atau pada satu garis servikal gigi molar
kedua yang bersebelahan, kurangnya jarak dan ruang antara molar kedua dengan
batas anterior ramus mandibular, bagian mesiodistal lebih besar dari ruang yang
tersedia, dengan keterlibatan kanalis mandibularis.
- Kondisi mahkota :
 Terdapat gambaran radiolusen pada disto-incisal dari enamel hingga dentin pada gigi
31.
 Terdapat gambaran radioopak pada bagian oklusal dari enamel hingga dentin pada
gigi 36, 35.
 Tedapat gambaran radioopak pada bagian oklusal dari enamel hingga pulpa pada gigi
46, 47.
- Kondisi akar:
 Terdapat gambaran radioopak pada 1/3 akar gigi 36 menyerupai bahan pengisi
saluran akar.
- Kondisi alveolar crest dan furkasi:
 Terdapat bayangan radiolusen pada furkasi gigi 36
- Kondisi membrane periodontal:
 Menghilang pada apikal aspek mesial dan distal gigi 16
 Terdapat penebalan pada 2/3 akar gigi 36
 Terdapat penebalan pada apikal aspek mesial gigi 46
 Menghilang di sepanjang akar gigi 47
 Menghilang di sepanjang akar gigi 48
- Kondisi lamina dura:
 Terjadi penebalan pada apikal aspek mesial dan distal gigi 16
 Menghilang di 2/3 akar gigi 36
 Menghilang di apikal aspek mesial gigi 46
 Terjadi penebalan di sepanjang akar gigi 47
 Terjadi penebalan di sepanjang akar gigi 48
- Kondisi periapikal:
 Terdapat lesi radioopak pada apikal aspek mesial dan distal gigi 16 dengan ukuran ±
3 mm dengan bentuk oval, unilokular, asimetris, berbatas jelas tidak tegas, konten
radioopak, tanpa merusak jaringan sekitar.
 Terdapat lesi radioopak dikelilingi halo radiolusen pada apikal gigi 36 dengan ukuran
± 6 mm dengan bentuk unilokular, asimetris, berbatas jelas tegas/well-defined,
konten mixed, terdapat ekaspansi tulang kortikal pada mandibular tanpa
menyebabkan resorpsi pada akar.
 Terdapat lesi radioopak dikelilingi halo radiolusen pada apikal aspek mesial gigi 46
dengan ukuran ± 5 mm dengan bentuk unilokular (menyerupai bentuk kacang
merah), asimetris, berbatas jelas tegas/well-defined, konten mixed, tanpa merusak
jaringan sekitar.
 Terdapat lesi radioopak dikelilingi halo radiolusen pada akar gigi 47 dengan ukuran
± 4 mm dengan bentuk oval, asimetris, berbatas jelas tegas/well-defined, konten
mixed, tanpa merusak jaringan sekitar.
 Terdapat lesi radioopak dikelilingi halo radiolusen pada akar gigi 48 dengan ukuran
± 5 mm dengan bentuk oval, asimetris, berbatas jelas tegas/well-defined, konten
mixed, tanpa merusak jaringan sekitar.
Area 2 Maksila-Sinus-Nasal:
 Terdapat lesi radioopak pada apikal aspek mesial dan distal gigi 16 dengan ukuran ±
3 mm dengan bentuk oval, unilokular, asimetris, berbatas jelas tidak tegas, konten
radioopak, tanpa merusak jaringan sekitar.

Area 3 Mandibula :
 Terdapat lesi radioopak dikelilingi halo radiolusen pada apikal gigi 36 dengan ukuran
± 6 mm dengan bentuk unilokular, asimetris, berbatas jelas tegas/well-defined,
konten mixed, terdapat ekaspansi tulang kortikal pada mandibular tanpa
menyebabkan resorpsi pada akar.
 Terdapat lesi radioopak dikelilingi halo radiolusen pada apikal aspek mesial gigi 46
dengan ukuran ± 5 mm dengan bentuk unilokular (menyerupai bentuk kacang
merah), asimetris, berbatas jelas tegas/well-defined, konten mixed, tanpa merusak
jaringan sekitar.
 Terdapat lesi radioopak dikelilingi halo radiolusen pada akar gigi 47 dengan ukuran
± 4 mm dengan bentuk oval, asimetris, berbatas jelas tegas/well-defined, konten
mixed, tanpa merusak jaringan sekitar.
 Terdapat lesi radioopak dikelilingi halo radiolusen pada akar gigi 48 dengan ukuran
± 5 mm dengan bentuk oval, asimetris, berbatas jelas tegas/well-defined, konten
mixed, tanpa merusak jaringan sekitar.

Area 4 TMJ :
 Bentuk condylus : Condylus dextra dan sinistra berbentuk ovoid
 Posisi condylus : Asimetris, condylus dextra lebih tinggi dari condylus sinistra
 Eminensia: Condylus dextra dan sinistra berada pada fossa glenoidalis
Area 5 Ramus-Os Vertebrae :
 DBN
Kesan :
 Terdapat kelainan pada area 1, 2, 3 , 4
Suspek Radiodiagnosis :
 Hipersementosis pada gigi 16.
 Impaksi gigi 28 posisi C distoangular tanpa disertai keterlibatan sinus maksilaris.
 Impaksi gigi 48 kelas II B mesioangular disertai keterlibatan kanalis mandibularis.
 Florid cement-osseous dysplasia gigi 36, 46, 47, 48

2.8 Diagnosis Banding

2.8. 1 Paget’s Disease

Paget’s disease (sinonim: Osteitis deformans) pertama kali kasus muncul tahun 1877.

Kelainan ini merupakan penyakit tulang displastik kronis yang mempengaruhi satu atau lebih

area tulang, sering terjadi pada lansia melibatkan penggantian tulang normal dengan

pertumbuhan tulang yang tidak teratur dengan peningkatan aktivitas osteoblastik. Proses

displastik tulang pada kelainan ini bersifat poliostotik, melibatkan kelainan pada tulang termasuk

tulang rahang, sementara FCOD secara ekskusif hampir mempengaruhi rahang termasuk yang

paling sering terjadi adalah rahang atas dibandingkan rahang bawah. Ketika menyerang pada

rahang bawah, Paget’s disease akan melibatkan seluruh bagian tulang mandibular, yang mana

FCOD akan terpusat di atas kanalis alveolaris inferior. Lesi yang terjadi memiliki batas well-
defined dengan tepi radiolusen yang dikelilingi garis sklerotik yang membantu untuk diagnosis

banding. Level alkaline phosphate yang meningkat membantu menegakkan diagnosis. Lesi pada

paget’s disease akan serupa dengan FCOD ketika pada third stage/ radiopaque stage.1

Gambar Error! No text of specified style in document..5 Generalised Hyopercementosis pada kasus Paget's Disease.

2.8.2 Chronic Sclerosing Osteomyelitis

Pada lesi osteomyelitis, sering terdapat pembesaran dari tulang rahang, namun

pembesaran tersebut berasal dari periosteum, dimana tulang yang baru berada pada lapisan luar

korteks, dan pemeriksaan lebih detail menunjukkan bahwa masih terdapat bagian korteks yang

awal dalam bagian rahang yang meluas. hal ini berbeda dari FOD, dimana lesi berupa perluasan

dari aspek internal dari tulang, terdapat pergeseran dan penipisan pada lapisan luar korteks

sehingga korteks yang tersisa mempertahankan posisinya pada bagian luar tulang.3,6
Gambar Error! No text of specified style in document..6 Gambaran hasil radiografi panoramik yang menunjukkan perubahan
tulang pada ramus mandibula yang meluas dari regio 45 hingga 48.

2.8.3 Gardner Syndrome


Cotton-wool osteomas merupakan sindrom yang sangat jarang terjadi pada rahang, sinus menjadi

lokasi yang sering terlokalisasi terjadi, sedangkan FCOD terlokalisasi pada rahang. 1

2.8.4 Periapical Cemento-Dysplasia

Periapical cement-dysplasia merupakan lesi fibro-osseus yang berasal dari kista

odontogenik yang terjadi pada ligament periodontal. Secara umum periapikal cemento-dysplasia

mempunyai gambaran pola tulang yang serupa namun memiliki pola distribusi yang berbeda

dimana sering terjadi secara bilateral dengan regio periapikal sebagai epicenter, periapikal

cemento-dysplasia juga sering terjadi pada usia yang lebih tua.1,3


Gambar Error! No text of specified style in document..7 Gambaran hasil raadiografi periapikal menunjukan Periapical
Cemento-Dysplasia pada mixed stage dengan lesi campuran radioopak dan radiolusen.

2.9 Tatalaksana

FCOD tanpa komplikasi dapat bertahan dalam jangka waktu yang tak terhingga tanpa

menimbulkan adanya gejala. Infeksi dapat menimbulkan adanya rasa nyeri tumpul, sekresi

mukosa purulent, atau ekspansi rahang. Berkurangnya vaskularisasi pada jaringan yang

terdampak merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya infeksi kronis, fraktur patologis, dan

penyembuhan yang sulit. Difusi antibiotic yang tidak memadai ke dalam jaringan sklerotik

membuat antibiotic tersebut tidak bekerja efektif. Pembentukan lambat sequestrum pada massa

jaringan biasanya merupakan bentuk sebagai penyembuhan area itu sendiri.

Onset gejala terjadi biasanya berkorelasi dengan paparan lesi terhadap patogen rongga

mulut, biopsy, dan ekstraksi gigi yang harus dihindari. Trauma, intervensi endodontic, atau atrofi

alveolar progresif yang berhubungan dengan penggunaan gigi tiruan dapat memperparah lesi

yang terjadi pada rongga mulut. Infeksi odontogenik pada gigi dapat berkembang menjadi

osteomyelitis sipuratif disertai sekuestrasi tulang. Infeksi ini sangat sulit untuk dilakukan

perawatan, seringkali memerlukan debridemen bedah yang luas dan saucerization.


Lesi asimtomatik tidak memerlukan pengobatan invasive. Pemeriksaan radiografi rutin

dilakukan pada interval 2-3 tahun untuk evaluasi/menilai perubahan signifikan dan mendeteksi

adanya komplikasi seperti osteomyelitis. Beberapa peneliti menganjurkan umtuk pemberian

profilaksis antibiotic. Meskipun secara histologis lesi ini jinak, FCOD mungkin jarang

mengalami displastik hiperproliferasi, yang dapat menyebabkan deformitas dan gangguan

fungsional.7

1. Ghom AG, Ghom SA (Lodam). Textbook of Oral Radiology. 2nd ed. New Delhi:

Elsevier; 2016.

2. Daviet-Noual V, Ejeil AL, Gossiome C, Moreau N, Salmon B. Differentiating early stage

florid osseous dysplasia from periapical endodontic lesions: A radiological-based

diagnostic algorithm. BMC Oral Health. 2017;17(1):1–8.

3. Lubis RT, Nasution FA, Azhari A, Pramanik F. Florid osseous dysplasia, lesi radiopak

bilateral pada radiograf panoramik. J Radiol Dentomaksilofasial Indones. 2020;3(3):39.

4. Cavalcanti PHP, Nascimento EHL, Pontual ML dos A, Pontual A dos A, de Marcelos

PGCL, Perez DE da C, et al. Cemento-osseous dysplasias: Imaging features based on cone

beam computed tomography scans. Braz Dent J. 2018;29(1):99–104.

5. Whaites E, Drage N. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 6th ed. London:

Elsevier; 2021.

6. D’souza VD, Martis E, Reddy KR, Ritesh PK, Hegde RK. Chronic Sclerosing

Osteomyelitis: A Case Report on a Rare Complication of Tooth Extraction. Arch Med

Heal Sci. 2019;7(2):71–4.


7. Fenerty S, Shaw W, Verma R, Syed AB, Kuklani R, Yang J, et al. Florid cemento-osseous

dysplasia: review of an uncommon fibro-osseous lesion of the jaw with important clinical

implications. Skeletal Radiol. 2017;46(5):581–90.

Anda mungkin juga menyukai