Anda di halaman 1dari 262

1. 1.

SUMBER ILMU

Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk me-
nyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari ber-
bagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar
dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian
dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu
diperoleh dari keterbatasannya.

Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum


sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan
dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui
dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk
karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang
dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.

Contoh: Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya


dibatasi ke dalam hal yang bahani (materiil saja) atau ilmu psikologi
hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika membatasi lingkup pan-
dangannya ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang kongkrit.
Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan ten-
tang berapa jauhnya matahari dari bumi, atau ilmu psikologi menjawab
apakah seorang pemudi sesuai untuk menjadi perawat.

Etimologi Kata ilmu dalam bahasa Arab "ilm" yang berarti mema-
hami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu
pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial
dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan lain sebagainya.

Syarat-syarat ilmu Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan


pengetahuan khusus dimana seseorang mengetahui apa penyebab sesuatu
dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai
ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh para-
digma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu
golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun
bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada
karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang
dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, dan
karenanya disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek
peneliti atau subjek penunjang penelitian.

Metodis. adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminima-


lisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran.
Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara tertentu untuk
men-jamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani
“Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode
tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.

Sitematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan men-


jelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan
yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti
secara utuh, menyeluruh, terpadu, mampu menjelaskan rangkaian sebab
akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sis-
tematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.

Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran uni-


versal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segi-
tiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang
keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an
(universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam me-
ngingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai
tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan
tertentu pula.

Pemodelan, teori, dan hukum Artikel utama: metode ilmiah


Istilah "model", "hipotesis", "teori", dan "hukum" mengandung arti
yang berbeda dalam keilmuan dari pemahaman umum. Para ilmuwan
menggunakan istilah model untuk menjelaskan sesuatu, secara khusus
yang bisa digunakan untuk membuat dugaan yang bisa diuji oleh
percobaan /eksperimen atau pengamatan. Suatu hipotesis adalah dugaan-
dugaan yang belum didukung atau dibuktikan oleh percobaan, dan
Hukum fisika atau hukum alam adalah generalisasi ilmiah berdasarkan
pengamatan empiris.

Matematika dan metode ilmiah Matematika sangat penting bagi


keilmuan, terutama dalam peran yang dimainkannya dalam meng-
ekspresikan model ilmiah. Mengamati dan mengumpulkan hasil-hasil
pengukuran, sebagaimana membuat hipotesis dan dugaan, pasti mem-
butuhkan model dan eksploitasi matematis. Cabang matematika yang
sering dipakai dalam keilmuan diantaranya kalkulus dan statistika,
meskipun sebenarnya semua cabang matematika mempunyai penerapan-
nya, bahkan bidang "murni" seperti teori bilangan dan topologi.

Beberapa orang pemikir memandang matematikawan sebagai


ilmuwan, dengan anggapan bahwa pembuktian-pembuktian matematis
setara dengan percobaan. Sebagian yang lainnya tidak menganggap
matematika sebagai ilmu, sebab tidak memerlukan uji-uji eksperimental
pada teori dan hipotesisnya. Namun, dibalik kedua anggapan itu,
kenyataan pentingnya matematika sebagai alat yang sangat berguna
untuk menggambarkan / menjelaskan alam semesta telah menjadi isu
utama bagi filsafat matematika.

Richard Feynman berkata, "Matematika itu tidak nyata, tapi terasa


nyata. Di manakah tempatnya berada ?", sedangkan Bertrand Russell
sangat senang mendefinisikan matematika sebagai "subjek yang kita tidak
pernah tahu apa yang sedang kita bicarakan, dan kita tidak tahu pula
kebenarannya". (www.google.com).
1. 2. PENGALAMAN PRIBADI

Sebuah kepercayaan awal beberapa filsuf Yunani Kuno adalah


bahwa pikiran itu seperti alat perekam dan hanya menyimpan catatan
entah bagaimana -tujuan apa indra alami. Hal ini diyakini di dunia Barat
ke abad ke-20 sampai eksperimen psikologi kognitif tegas membuktikan
bahwa hal itu tidak benar , dan bahwa banyak peristiwa yang hanya diisi
oleh pikiran, berdasarkan apa yang "harus". Ini, antara lain, menjelaskan
mengapa saksi mata peristiwa sering begitu luas bervariasi.

Di Roma kuno diyakini bahwa pengalaman pribadi adalah bagian


dari pengalaman kolektif ilahi atau spesies -lebar. Hal ini memunculkan
gagasan memori rasial, misi nasional, dan gagasan seperti rasisme dan
patriotisme. Itu mungkin lebih mudah untuk membuat gerakan-gerakan
politik dan moral militer dengan gagasan tersebut, dari ide ketat pribadi
pengalaman. Carl Jung dan Joseph Campbell adalah peneliti terkemuka
dari ide-ide ini dari pengalaman kolektif di abad ke-20.

Selama Pencerahan, ada penyelidikan ketat dari ide-ide ini.


Immanuel Kant mencatat bahwa itu hanya mungkin untuk menjelaskan
"pengalaman dan benda-benda yang" sebagai konsekuensi dari satu sama
lain : baik pengalaman membuat benda-benda yang mungkin, atau objek-
objek membuat pengalaman mungkin. Ini terlihat saat ini sebagai
dualisme, dan menyangkal kemungkinan hal ketiga membuat kedua pe-
ngalaman dan realitas apa pun benda yang memiliki, baik mungkin. Hal
itu bisa menjadi kognisi lebih universal, seperti yang diusulkan dalam
beberapa versi Kristen atau Gaia filsafat.

(http://en.wikipedia.org/wiki/Personal_experience)

1. 3. TRADISI

Tradisi adalah suatu kepercayaan atau perilaku diturunkan dalam


kelompok atau masyarakat dengan makna simbolis atau makna khusus
dengan asal-usul di masa lalu. Contoh umum termasuk hari libur atau
pakaian praktis tapi bermakna sosial (seperti wig pengacara atau taji
perwira militer), tetapi gagasan juga telah diterapkan dengan norma-
norma sosial seperti salam. Tradisi dapat bertahan dan berkembang
selama ribuan tahun. Kata "tradisi" itu sendiri berasal dari bahasa Latin
atau tradere traderer secara harfiah berarti untuk mengirimkan, me-
nyerahkan, memberi untuk diamankan. Sementara itu, sering diasum-
sikan bahwa tradisi memiliki sejarah kuno, banyak tradisi yang telah
diciptakan dengan sengaja, apakah yang menjadi politik atau budaya,
selama periode waktu yang singkat. Bidang ilmiah tertentu, seperti
antropologi dan biologi, telah beradaptasi istilah "tradisi", mendefinisikan
lebih tepat daripada penggunaan konvensional dalam rangka untuk
memfasilitasi wacana ilmiah.

Konsep tradisi, sebagai gagasan berpegangan pada waktu sebelum-


nya, juga ditemukan dalam wacana politik dan filosofis. Sebagai contoh,
konsep politik tradisionalisme didasarkan sekitarnya, seperti helai banyak
agama di dunia termasuk Katolik tradisional. Dalam konteks seni, tradisi
digunakan untuk menentukan tampilan yang benar dari suatu bentuk
seni. Misalnya, dalam kinerja genre tradisional (seperti tari tradisional),
kepatuhan terhadap pedoman mendikte bagaimana bentuk seni harus
terdiri diberikan kepentingan yang lebih besar daripada preferensi pe-
main sendiri. Sejumlah faktor dapat memperburuk hilangnya tradisi,
termasuk industrialisasi, globalisasi, dan asimilasi atau marginalisasi
kelompok budaya tertentu. Menanggapi hal ini, upaya pelestarian tradisi
kini telah dimulai di banyak negara di seluruh dunia, dengan fokus pada
aspek-aspek seperti bahasa tradisional. Tradisi ini biasanya dikontraskan
dengan tujuan modernitas dan harus dibedakan dari adat istiadat,
konvensi, hukum, norma-norma, rutinitas, aturan dan konsep serupa.
(http://en.wikipedia.org/wiki/Tradition).

Tradisi merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah


berproses dalam waktu lama dan dilaksanakan secara turun-temurun dari
nenek moyang. Tradisi dipengaruhi oleh kecenderungan untuk berbuat
sesuatu dan mengulang sesuatu sehingga menjadi kebiasaan.
(http://mulfiblog.wordpress.com/2009/10/20/pengertian-tradisi/).
1. 4. Autoritas

Kewenangan Kata ini berasal dari kata Latin auctoritas, yang berarti
penemuan, saran, pendapat, pengaruh, atau perintah. Dalam bahasa
Inggris, kata autoritas dapat digunakan untuk berarti daya yang diberikan
oleh negara (dalam bentuk Anggota Parlemen, hakim, polisi, dll) atau
dengan pengetahuan akademik suatu wilayah (seseorang dapat menjadi
otoritas pada subjek) .Otoritas kata dengan suatu modal mengacu pada
badan di mana otoritas tersebut (dengan huruf kecil) adalah pribadi,
misalnya, Puerto Rico Electric Power Authority atau Massachusetts Bay
Transportation Authority .

Pemerintah
Dalam pemerintahan, otoritas Istilah ini sering digunakan secara
bergan-tian dengan kekuatan. Namun, maknanya berbeda: sementara
kekuasaan didefinisikan sebagai "kemampuan untuk mempengaruhi
seseorang untuk melakukan sesuatu yang ada/dia tidak akan me-
lakukan", otoritas mengacu pada klaim legitimasi, pembenaran dan hak
untuk menjalankan kekuasaan itu. Sebagai contoh, sementara massa
memiliki kekuatan untuk menghukum penjahat, misalnya dengan
hukuman mati tanpa pengadilan, orang-orang yang percaya pada aturan
hukum menganggap bahwa hanya pengadilan memiliki kewenangan
untuk menghukum penjahat.

Filsafat Politik
Dalam filsafat politik, yurisdiksi otoritas politik, lokasi kedaulatan,
keseimbangan kebebasan dan otoritas ( lih. Cristi 2005), dan persyaratan
kewajiban politik telah pertanyaan inti dari Plato dan Aristoteles hingga
saat ini. Banyak (mengukur) masyarakat demokratis terlibat dalam dis-
kusi yang sedang berlangsung mengenai tingkat sah dari pelaksanaan
kewenangan pemerintah. Di Amerika Serikat, misalnya, ada luas
(menghitung) keyakinan bahwa sistem politik seperti ditetapkan oleh
para pendiri bangsa harus sesuai rakyat sebebas wajar, dan pemerintah
yang harus membatasi kewenangannya sesuai.

Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya


Sejak munculnya ilmu-ilmu sosial, autoritas telah menjadi subyek
penelitian dalam berbagai pengaturan empiris: keluarga (autoritas
orangtua), kelompok-kelompok kecil (autoritas informal kepemimpinan),
organisasi menengah seperti sekolah, gereja, tentara, industri dan biro-
krasi (organisasi dan birokrasi pemerintah), dan organisasi masyarakat -
lebar atau inklusif, mulai dari masyarakat suku yang paling primitif ke
negara-bangsa modern dan organisasi menengah (autoritas politik).

Definisi autoritas dalam ilmu sosial kontemporer masih menjadi


bahan perdebatan. Menurut Michaels dalam Encyclopedia of Social
Sciences, autoritas adalah kapasitas, bawaan atau diperoleh untuk ber-
olahraga kekuasaan atas kelompok. Ilmuwan lain menyatakan bahwa
autoritas bukanlah kapasitas tetapi hubungan. Ini adalah kekuatan yang
disetujui dan dilembagakan .
(http://en.wikipedia.org/wiki/Authority#Max_Weber_on_authority).

Untuk menilai suatu autoritas, penulis dapat memilih beberapa cara


pokok sebagai berikut.

a. Tidak Mengandung Prasangka


Tidak mengandung prasangka artinya pendapat disusun berdasar-
kan hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli atau didasarkan pada
hasil eksperimen yang dilakukannya. Pengertian tidak mengandung
prasangka yaitu autoritas tidak boleh memperoleh keuntungan pribadi
dari data eksperimennya.

Untuk mengetahui apakah autoritas tidak memperoleh keuntungan


pribadi dari pendapat atau kesimpulannya, penulis harus memperhatikan
apakah autoritas mempunyai interes yang khusus; apakah dia berafiliasi
dengan sebuah ideologi yang menyebabkan selalu condong kepada
ideologi. Bila faktor itu mempengaruhi autoritas maka pendapatnya
dianggap suatu pendapat yang objektif.

b. Pengalaman dan Pendidikan Autoritas


Dasar kedua menyangkut pengalaman dan pendidikan autoritas.
Pendidikan yang diperoleh menjadi jaminan awal. Pendidikan yang di-
peroleh harus dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan sebagai seorang
ahli. Pengalaman yang diperoleh autoritas, penelitian yang dilakukan,
presentasi hasil penelitian dan pendapatnya akan memperkuat ke-
dudukannya.

c. Kemashuran dan Prestise


Faktor ketiga yang harus diperhatikan adalah meneliti apakah per-
nyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas hanya sekedar
bersembunyi dibalik kemashuran dan prestise pribadi di bidang lain.
Apakah ahli menyertakan pendapatnya dengan fakta yang menyakinkan.

d. Koherensi dengan Kemajuan


Hal keempat adalah apakah pendapat yang diberikan autoritas
sejalan dengan perkembangan dan kemajuan zaman atau koheren dengan
pendapat sikap terakhir dalam bidang itu. Untuk memperlihatkkan
bahwa penulis benar-benar siap dengan persoalan yang tengah diargu-
mentasikan, jangan berdasarkan pada satu autoritas saja, maka hal itu
memperlihatkan bahwa penulis kurang menyiapkan diri.

(http://irniinai.blogspot.com/2011/10/cara-menguji-data-data-dan-
informasi.html)

1. 5. THE SCIENTIFIC APPROACH (Secara Ilmiah)

1. Penelitian Ilmiah sebagai Proses Pengubahan Gagasan


Dalam konteks ini, ada lima segi proses penelitian yang penting
untuk dipaparkan dalam bahasan ini, yaitu :

a. Penelitian ilmiah adalah proses perubahan gagasan yang berke-


sinambungan.
b. Penelitian dimulai dari gagasan tertentu.
c. Perubahan gagasan melalui pengujian pada keterangan yang baru,
keterangan ini mengenai kondisi empiris.
d. Gagasan baru mampu menerangkan semua keterangan yang dihadap-
kan padanya secara menyeluruh.
e. Gagasan yang baru memberikan pemahaman yang lebih mendala.

Satu hal yang perlu diingat ialah bahwa pengubahan gagasan hanya
dapat terjadi apabila empat syarat berikut dipenuhi.

a. Diperlukan keheranan akan adanya perbedaan antara gagasan dalam


pikiran sendiri dan keterangan yang diterima. Kalau seseorang
misalnya tidak peduli sama sekali bahwa terdapat penyimpangan
antara gagasannya sendiri dan keterangan yang dihadapkan padanya,
maka tidak terbuka kesempatan memecahkannya.

b. Diperlukan keingintahuan (curiosity) yang tinggi. Upaya memecahkan


penyimpangan antara gagasan sendiri dan keterangan yang diterima
tidak mungkin tanpa usaha mempelajarinya dengan sungguh-
sungguh.

c. Diperlukan kreativitas dan inovasi, yakni kemampuan mengem-


bangkan gagasan baru yang mengungkapkan hubungan antara ke-
terangan yang terbatas dan terpencar.

d. Sikap kritis, yakni gagasan yang diajukan sebagai pemecahan


penyimpangan antara gagasan dan keterangan, semestinya diuji
kembali untuk mengetahui apakah keterangan yang dipakai sebagai
kondisi empiris berlaku atau tidak. Berhubungan dengan ini, maka
diperlu dinilai dengan saksama apakah keterangan itu dikumpulkan
dengan cara yang baik. Apabila empat syarat tersebut tidak terpenuhi
maka proses perubahan gagasan sulit berkembang.
2. Penelitian Ilmiah sebagai Proses Pengembangan Pemahaman Me-
nyeluruh dan Mendalam

Penelitian ilmiah bukan proses pengubahan gagasan semata, karena


pengubahan gagasan juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Gagasan
yang dihasilkan melalui penelitian diharapkan memberi penjelasan yang
menyeluruh maupun pemahaman yang mendalam dan berlaku. Hal ini
dapat dilihat pada penelitia-penelitian antropologis.

Gagasan yang baru sedapat mungkin menerangkan jumlah ke-


terangan yang lebih besar dan lebih rumit. Selain itu, perlu diingat bahwa
gagasan dapat diuji oleh pihak yang lain. Hanya dengan cara demikian
dapat diperoleh pengetahuan yang tidak tergantung pada pihak mana
pun. Titik permulaan proses penelitian ilmiah tidak dapat dipastikan
sebelumnya. Perkembangan proses penelitian ilmiah, yakni rangkain ga-
gasan apa yang akan dilewati, juga tidak dapat dipastikan. Akhir proses
penelitian ilmiahnya pun tidak pasti. Gagasan yang dikembangkan
berupa hasil sementara. Apabila penelitian ilmiah dilanjutkan oleh ilmuan
atau penelitian yang lain, maka gagasan yang diajukan itu barang kali
dapat ditunjukan ketidakbenarannya dan diganti dengan temuan yang
lain. Dalam penelitian memang tidak berlaku kebenaran yang mutlak,
kebenaran yang mutlak hanya berlaku pada tuhan.
1. 6. THE NATURE OF SCIENTIFIC INQUIRY

Pengantar

Ilmu pengetahuan adalah proses koreksi kesalahan. Sains ber-


kembang pada terbuka dan bebas perdebatan tentang manfaat hipotesis
saingan. Kadang-kadang banyak saingan yang dipertimbangkan sebelum
yang terbaik ditemukan. Ini sifat penyelidikan ilmiah bahwa para ilmu-
wan mempublikasikan hipotesis yang mungkin nantinya dapat dibantah
dengan bukti baru dan digantikan oleh saingan yang lebih baik. Akhirnya
beberapa hipotesis menerima bukti-bukti yang cukup positif. Mereka
menjadi diterima sebagai bagian dari pengetahuan ilmiah, dengan syarat
bahwa bahkan teori terbaik dapat direvisi dalam terang bukti baru.
Meskipun ilmu pengetahuan telah meningkatkan metode yang
selama berabad-abad, tidak ada metode yang ada untuk mengambil data
sebagai input dan menghasilkan teori-teori ilmiah yang benar sebagai
output. Sejarah ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa beberapa ilmu-
wan lebih baik daripada yang lain di mengusulkan hipotesis yang masuk
akal yang kemudian terbukti memiliki banyak bukti-bukti yang meng-
untungkan mereka. Tetapi bahkan para ilmuwan terbaik memiliki catatan
dicampur.

William Thomson, lebih dikenal sebagai Lord Kelvin, adalah salah


satu fisikawan Inggris yang paling terkenal dari akhir abad kesembilan
belas. Dia dikenal karena karya teoretisnya pada panas dan kerja praktek
nya pada pertama kabel telegraf trans-Atlantik. Namun, perkiraannya
dari usia muda bumi, berdasarkan fisika terbaik dari akhir abad ke-
sembilan belas, ternyata jauh dari sasaran. Pandangannya berpengaruh
dan ahli geologi revisi teori mereka untuk mengakomodasi bumi yang
lebih muda. Perkiraan Kelvin tentang usia bumi secara signifikan direvisi
setelah penemuan radioaktivitas di awal abad kedua puluh. Rentang
waktu lebih lama diganti klaim Kelvin (Burchfield 1990).

Fisikawan Italia Enrico Fermi menerima Hadiah Nobel pada tahun


1938 untuk dua aspek karyanya: teknik neutron lambat dan "penemuan"
dari "unsur-unsur transuranium". Kedua aspek mengalami nasib yang
sangat berbeda. Teknik neutron lambat terbukti berguna dalam pekerjaan
di masa depan. Namun, "unsur-unsur transuranium" bahwa ia berpikir
bahwa ia telah terdeteksi adalah salah tafsir dari hasil eksperimen nya.
Alih-alih menciptakan unsur-unsur baru, lebih berat dari uranium, ia
membelah atom uranium, sehingga menghasilkan lebih kecil, unsur yang
lebih ringan. Fisikawan lain segera beres kesalahan, yang mengarah ke
penemuan fisi, proses yang digunakan untuk membuat bom atom (Weart
1983). Fermi menerima reinterpretasi hasil dan melanjutkan untuk ber-
kontribusi pada pekerjaan lebih lanjut yang mengarah ke penggunaan fisi
dalam bom atom (Segre 1970).

Kimiawan Amerika terkenal, Linus Pauling, membantu untuk me-


nemukan bidang kimia struktural dengan pekerjaan penting pada sifat
ikatan kimia, di mana dia menerima Hadiah Nobel pada tahun 1954.
Analisis strukturnya protein, menunjukkan apa yang disebut "struktur
helix alpha," telah terbukti merupakan komponen struktural penting dari
protein. Sebaliknya, model yang Pauling untuk molekul lain -DNA-
dengan cepat digantikan. Model tiga untai Pauling struktur DNA
(deoxyribonucleic acid, bahan genetik), yang diusulkan pada tahun 1953,
telah dikalahkan pada tahun yang sama oleh James Watson dan Francis
Crick dua untai model double helix. Pauling mengakui kesalahannya dan
dikoreksi kesalahan kecil dalam struktur Watson dan Crick (Hager 1995).

The American James Watson dan Francis Crick Inggris menerima


Hadiah Nobel pada tahun 1962 untuk model double helix DNA mereka,
dibangun di Cambridge, Inggris, pada tahun 1953. Setelah penemuan
struktur bahan genetik, Crick melanjutkan untuk mengusulkan versi
"cantik, hampir elegan" dari kode genetik, yang disebut "koma kode
bebas" (Crick 1988, p . 99). Horace Judson, mencatat sejarah pekerjaan ini,
kata kode bebas koma : "ide dari Crick yang merupakan teori biologis
yang paling elegan yang pernah diusulkan dan terbukti salah" (Judson
1996, hal 314). Crick berusaha untuk menguji sendiri, diakui teoritis,
hipotesis dengan eksperimen genetik, dengan sedikit keberhasilan (Judson
1996). Marshall Nirenberg, menggunakan metode biokimia, memecahkan
kode genetik (Nirenberg 1968). Crick mengakui keberhasilan metode eks-
perimen alternatif dan menerima kode yang para ahli biokimia diuraikan.
Percobaan genetik sendiri kemudian menghasilkan bukti independen
untuk beberapa detail (Crick 1988).
Tak satupun dari kesalahan ini ilmuwan terkenal adalah karena pe-
nipuan atau perbuatan. Mengingat teori dan bukti yang tersedia untuk
ilmuwan pada saat itu, hipotesis yang kemudian gagal adalah masuk akal.
Penerbitan hipotesis yang masuk akal memainkan peran penting menem-
patkannya di pasar gagasan ilmiah. Orang yang conceives hipotesis
mungkin tidak tahu metode terbaik untuk mengujinya. Seorang ilmuwan
dapat mempublikasikan hipotesis dan merangsang ilmuwan lain untuk
merancang sebuah percobaan penting untuk mengujinya. Seorang ilmu-
wan tunggal mungkin tidak pandai membangun semua hipotesis alter-
natif yang masuk akal yang perlu dipertimbangkan. Publikasi dapat me-
rangsang ilmuwan lain untuk menyusun alternatif yang masuk akal.
Atau, menerbitkan hipotesis yang masuk akal dapat menghemat ilmuwan
lain bekerja perlu pada masalah dan produktif fokus pengumpulan bukti
lebih lanjut.

Dalam sebuah wawancara, Linus Pauling mengatakan: “Seorang


siswa pernah bertanya, "Dr Pauling, bagaimana Anda pergi tentang
memiliki ide-ide yang baik ?" dan saya menjawab: "Anda memiliki banyak
ide dan Anda membuang yang buruk". (Dikutip dalam Buchanan 1985).

Metode ini bekerja baik bagi para ilmuwan individu dan bagi
komunitas ilmiah. Ilmuwan individu mempertimbangkan alternatif se-
belum penerbitan dan memilih salah satu yang terbaik yang didukung
oleh bukti-bukti yang mereka miliki pada saat itu. Publikasi kemudian
memungkinkan komunitas ilmiah yang lebih luas untuk melanjutkan
proses yang sama (Darden 1991). Ide-ide yang masuk akal perlu di-
publikasikan, dikenakan debat, ditantang dengan bukti baru. Jika hipo-
tesis ternyata buruk, ilmu membuangnya. Jika berdiri di hadapan bukti
lebih lanjut, maka ilmuwan yang pertama kali diterbitkan menerima
kredit. Sains sebagai keseluruhan manfaat dari publikasi tepat waktu dan
pengawasan yang hipotesis dikenakan (Hull 1988).
Penyelidikan ilmiah adalah proses yang sedang berjalan dari me-
ngoreksi kesalahan-membangun hipotesis yang masuk akal, menghasil-
kan banyak saingan yang masuk akal mungkin, merancang eksperimen
baru, memperbaiki kesalahan dalam hipotesis dalam menghadapi ano-
mali. Siklus penemuan dan pengujian dan revisi ciri perubahan ilmiah
(Darden 1990; 1991).

Lord Kelvin dan Umur Bumi


William Thomson, Baron Kelvin dari Largs (1824-1907), dianugerahi
gelar bangsawan dan kemudian disebut sebagai baron dalam pengakuan
dari banyak prestasi dibidang teknik dan ilmu pengetahuan. Dia berperan
penting dalam teknik yang dibutuhkan untuk sukses pertama kabel
telegraf trans-Atlantik dan dia merasa terhormat untuk karyanya di ter-
modinamika dan teori panas. Ia mengusulkan skala temperatur absolut
yang saat ini masih diukur dalam derajat Kelvin. Ia menerbitkan lebih dari
tiga ratus karya ilmiah dan dianggap sebagai salah satu fisikawan terbesar
pada zamannya. Tapi dalam salah satu usaha ilmiah utama hidupnya,
Kelvin adalah keliru. Perhitungan usia bumi dibuat usang oleh penemuan
radioaktivitas. Kelvin telah berdasarkan matematika pada bumi pen-
dinginan dari massa cair, dengan asumsi hanya matahari sebagai sumber
energi yang signifikan. Radioaktivitas tidak diketahui sampai akhir abad
kesembilan belas, mengejutkan, bumi adalah sumber sendiri panas
tambahan.

Kelvin adalah anak dari seorang profesor Skotlandia teknik dan


matematika. Dia lulus dari Cambridge pada tahun 1845 dan tahun beri-
kutnya menjadi guru besar filsafat alam di Universitas Glasgow. Dia tetap
ada untuk lima puluh tiga tahun, menjadi dikenal sebagai salah satu
fisikawan terbesar saat itu. Karyanya pada panas dan termodinamika
membuatnya mempertanyakan beberapa posisi kemudian dipegang oleh
ahli geologi.
Dalam rangka untuk memahami abad kesembilan belas dan pan-
dangan yang berlaku tentang matahari, bumi dan geologi, kita harus ingat
bahwa keberadaan radioaktivitas tidak diketahui, bahkan tidak dicurigai,
sampai 1896. Kelvin dan lain-lain bingung atas dunia di sekitar mereka.
Dua pertanyaan adalah : Apa sumber dari panas matahari ? Berapa umur
bumi ? Pertanyaan-pertanyaan ini terkait karena bumi diasumsikan telah
didinginkan dari keadaan cair dengan hanya matahari untuk sumber
energi tambahan. Apa matahari gunakan untuk sumber energi ? Kelvin
adalah di antara mereka yang bahkan dianggap serius tabrakan dengan
meteor sebagai sumber bahan bakar untuk matahari dan energi sebagai
dampak bagi bumi. Tapi perhitungan menunjukkan bahwa bahkan per-
kiraan tertinggi meteor memukul matahari hanya akan mempertahan-
kannya selama beberapa ribu tahun. Dan dampak dari meteor bisa hanya
memiliki efek kecil pada tingkat pendinginan bumi (Burchfield 1990).
Kelvin menyarankan bahwa matahari perlahan-lahan berkontraksi dan
dalam cara yang menghasilkan panas ( Thompson 1910, p . 537 ).

Pada pertengahan abad kesembilan belas, kebanyakan ilmuwan


telah, dalam prakteknya, ditinggalkan pernyataan Uskup Ussher bahwa
bumi telah diciptakan di 4004 SM dan karena itu berusia sekitar 6000
tahun. Para ahli geologi merenungkan pembentukan fitur bumi jatuh ke
dalam dua kubu: catastrophists dan uniformitarians. Menurut catas-
trophists, permukaan bumi telah dibentuk oleh serangkaian peristiwa
bencana: gempa bumi, banjir (mereka bersedia mengakui banjir Nuh
sebagai yang terakhir ini, bagi para teolog) dan letusan gunung berapi.
Peristiwa ini diasumsikan telah jauh lebih merusak dibandingkan acara
serupa di waktu yang ingat. The uniformitarians, mengikuti ide-ide dari
James Hutton dan Charles Lyell , menyatakan bahwa ada kegiatan di alam
selain dari apa yang sekarang kita amati yang dibutuhkan hanya aksi air,
angin, gempa bumi dan gunung berapi sesekali, dan sejumlah besar
waktu. Penalaran uniformitarian diasumsikan bahwa waktu geologis
tidak bisa benar-benar diukur atau dihitung (Buchwald 1976, hal . 383).

Pada tahun 1859 Charles Darwin menerbitkan On the Origin of


Species di mana ia menyarankan bahwa perjuangan untuk bertahan hidup
diantara organisme yang berbeda-beda adalah mekanisme evolusi. Teori
Darwin tentang seleksi alam tampaknya diperlukan ribuan generasi dan
ratusan juta tahun sebagai rentang waktu untuk bumi. Kelvin mener-
bitkan beberapa makalah menyerang posisi uniformitarian. Banyak yang
berspekulasi bahwa Kelvin benar-benar menentang teori Darwin tetapi
memilih untuk menantangnya secara tidak langsung, melalui memper-
tanyakan umur bumi dan karenanya waktu yang seharusnya tersedia
untuk evolusi telah terjadi.

Dimulai pada tahun 1862, dan selama tiga puluh tahun setelah,
Kelvin makalah dengan alasan bahwa, menurut perhitungan laju pen-
dinginan bumi, bumi tidak mungkin cukup tua untuk evolusi baik
Darwin melalui seleksi alam atau untuk skenario uniformitarian untuk
pembentukan fitur bumi. Yang pertama dari makalah ini adalah "Pada
Zaman Matahari Panas" (Kelvin 1862a); Kelvin menyatakan bahwa energi
matahari tidak habis-habisnya, bahwa itu berasal dari sedikit kontraksi
massa matahari, bahwa matahari sebelumnya lebih panas, yang akan
membuat bumi lebih panas dari sekarang, menyebabkan panas lebih
parah, badai dan banjir, sehingga catastrophists lebih mungkin untuk
menjadi benar daripada uniformitarians (Thompson 1910). Kelvin juga
termasuk pendapat bahwa matahari belum menerangi bumi selama 100
juta tahun dan tentu saja tidak selama 500 juta tahun. Di kertas kedua,
"Pada Cooling Sekuler Bumi" (Kelvin 1862b) ia mengatakan bahwa per-
timbangan suhu bawah permukaan bumi membawanya untuk meng-
hitung bahwa bumi itu tidak kurang dari 20 juta tahun atau lebih yang
berumur 400 juta tahun. The uniformitarians, di sisi lain, sedang memper-
timbangkan kemungkinan rentang waktu sama besarnya dengan tiga
puluh miliar tahun (Thompson 1910, p . 539). Kelvin tidak mengalah. Pada
tahun 1865 ia menyajikan sebuah makalah tajam berjudul "Doktrin Kese-
ragaman di Geologi singkat Ditolak" (Kelvin 1865). Dalam hal ini dan
dalam sebuah alamat 1868 ke Glasgow Geological Society, ia menegaskan
bahwa asumsi mendasar uniformitarianisme bertentangan dengan hukum
alam. Menurut prinsip-prinsip termodinamika, karena bumi adalah tubuh
pendinginan, bisa hanya tidak mungkin pada suhu ini dan dengan kon-
disi saat ini selama ratusan juta tahun. Selama tiga puluh tahun ke depan,
sebagai Kelvin disempurnakan perhitungan, perkiraan tentang usia bumi
turun, dari 400 juta tahun untuk 100000000-50.000.000 20-40 juta tahun,
pada tahun 1897 (Burchfield 1990, hal . 43).

(www.google.com)

1. 7. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian merupakan keinginan-keinginan peneliti atas hasil


penelitian dengan mengetengahkan indicator-indikator apa yang hendak
ditemukan dengan penelitian, terutama yang berkaitan dengan variable-
variabel penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran empiris


tentang :

1. Sifat (kepribadian guru)ndengan motivasi belajar siswa dalam PBM.


2. Motivasi belajar siswa.
3. Seberapa besar hubungan antara sifat (kepribadian guru) dengan
mitivasi belajar siswa.

Rumusan tujuan penelitian menyajikan hasil yang ingin dicapai


setelah penelitian selesai dilakukan. Tujuan penelitian mengungkapkan
keinginan peneliti untuk memperoleh jawaban atas permasalahan
penelitian yang diajukan. Oleh sebab itu, tujuan penelitian harus relevan
dan konsisten dengan identifikasi masalah, rumusan masalah dan
mencerminkan proses penelitiannya.

Tujuan penelitian terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus.


Tujuan umum menggambarakan secara singkat dalam satu kalimat apa
yang ingin dicapai melalui penelitian. Tujuan khusus dirumuskan dalam
bentuk item-item atau butir-butir (misalnya 1, 2, 3, dan seterusnya) yang
secara spesifik mengacu kepada pertanyaan-pertanyaan penelitian.

Tujuan penelitian di sini tidak sama dengan tujuan yang ada pada
sampul isi laporan, yang merupakan tujuan formal, tetapi tujuan di sini
berkenaan dengan tujuan peneliti dalam melakukan penelitian. Tujuan
penelitian berkaitan erat dengan rumusan masalah yang dituliskan. Dan
jawabannya terletak pada kesimpulan penelitian.

Secara umum tujuan penelitian menurut S. Margono (1997) adalah


untuk meningkatkan daya imajinasi mengenai masalah-masalah sosial
pendidikan. Kemudian meningkatkan daya nalar untuk mencari jawaban
permasalahan itu melalui penelitian. Selain itu, juga sebagai alat belajar
untuk mengintegrasikan bidang-bidang studi yang diperoleh selama
perkuliahan yang ada kaitannya dengan masalah yang sedang diteliti.

Sedangkan secara khusus tujuan penelitian adalah untuk mem-


bentuk kemampuan dan keterampilan menggunakan rancangan-
rancangan statistik penelitian yang erpedoman pada pemecahan masalah
yang sedang diteliti. Sehingga keterampilan menyusun proposal pe-
nelitian, lebih-lebih yang berkaitan dengan pembanguna sosial dan pe-
ningkatan mutu pendidikan.

Penelitian adalah semua kegiatan pencarian, penyelidikan dan


percobaan secara ilmiah dalam suatu bidang tertentu, untuk
mendapatkan fakta-fakta atau prinsip-prinsip baru yang bertujuan untuk
mendapatkan pengertian baru dan menaikkan tingkat ilmu serta
teknologi.

Kegiatan-kegiatan yang dimaksud sesuai dengan langkah-langkah


berfikir ilmiah. Secara umum ada 6 (enam) langkah berfikir ilmiah, yaitu
sebagai berikut :

1. Merasakan suatu kesulitan


Peneliti merasakan kesenjangan antara alat-alat untuk mencapai suatu
tujuan atau peneliti merasakan kesukaran untuk menerangkan se-
suatu peristiwa.

2. Menegaskan persoalan
Setelah merasakan adanya kesulitan, perlu ditegaskan apa persoalan
sebenarnya. Peneliti harus mampu merumuskan inti persoalan atau
permasalahan yang dirasakan dan menegaskan apa hakikat objek atau
peristiwa sebenarnya.

3. Menyusun hipotesis
Apabila sudah dirumuskan persoalan, disusunlah kemungkinan pe-
mecahan persoalan, atau menerangkan objek atau peristiwa itu. Usaha
menyusun pemecahan atau usaha menerangkan persoalan peristiwa
itu berdasarkan teori-teori, atau dugaan-dugaan yang hanya bersifat
sementara.

4. Mengumpulkan data
Data adalah bahan informasi untuk proses berfikir gambling
(eksplisit). Kemungkinan-kemungkinan pemecahan persoalan, atau
keterangan–keterangan sementara yang sudah disusun haruslah diuji
melalui pengumpulan data yang relevan atau ada kaitannya. Data
yang terkumpul itu kemudian diolah untuk membuktikan kebenaran
dari hipotesis yang diajukan.

5. Mengambil kesimpulan
Berdasarkan data yang sudah diolah lalu diambilah kesimpulan untuk
menerima atau menolak hipotesis yang dirumuskan pada langkah
berfikir ketiga di atas.

6. Menentukan Kegunaan atau nilai dari Kesimpulan


Jika pemecahan masalah tersebut dapat diterima maka dipertanyakan
apa kegunaannya untuk masa mendatang atau apa nilai pemecahan
masalah itu untuk kepentingan yang akan datang.

Sesuai dengan tahapan berfikir itulah, tahapan kegiatana yang lazim


dilakukan dalam suatu penelitian, maka nalar atau rasio manusia akan
dapat ditingkatkan menjadi kemampuan berfikir ilmiah yang baik.

Dengan demikian, langkah-langkah utama dalam suatu penelitian


agar sesuai dengana defenisi dan tahapan berfikir di atas maka tahapan
penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Menentukan adanya suatu objek penelitian atau masalah


Pertama ditentukan suatu objek penelitian atau pemasalahan. Pada
saat ini sudah dapat ditentukan arah kegiatan dan metodelogi pe-
mecahan yang berkaitan dengan permasalahan.

2. Membatasi permasalahan
Suatu permasalahan mungkin menjadi bagian dari permasalahan
yang luas. Kemampuan untuk memecahkan suatu permasalahan
biasanya terbatas. Oleh karna itu, perlu ditetapkan terlebih dahulu
batas-batas permasalahan yang menurut kemampuan dapat di-
selesaikan. Pembatasan atau pendefinisian permasalahan amat perlu
agar pokok permasoalan sebenarnya tidak kabur.

3. Mengumpulakan data
Dikarenakan penelitian itu adalah upaya pemahaman atau pe-
nelaahan terkendali, maka bahan informasi yang diperlukan bukan
diperoleh dengan mencoba-coba (trial and error), sehingga bahan atau
data yang akan dikemukakan sudah ditentukan terlebih dahulu.
Dengan demikian, kegiatan penelitian yang dilakukan dapat di-
jalankan dengan efektif dan efesien. Kecenderungan penelitian
sekarang ialah agar data yang akan dikumpulkan dapat dinyatakan
dengan bilangan. Artinya data yang sifatnya kualitatif dapat di-
nyatakan secara kuantitatif.

4. Mengolah data dan mengambil kesipulan


Apabila data yang dikumpulkan sudah merupakan data kuantitatif
maka mengolah data dilakukan dengan analisis statistik tertentu.
Analisis statistik ini sangat menentukan mutu atau taraf kepercayaan
hasil penelitian. Penafsiran atau interpensi hasil penelitian melalui
analisis statistik itu dapat dinyatakan dengan angka.

5. Merumuskan dan melaporkan hasil penelitian


Ilmu pengetahuan adalah milik umum, objektif dan terbuka, de-
mikian juga halnya dengan hasil penelitian. Agar hasil penelitian
menjadi milik masyarakat, haruslah dipublikasikan. Publikasi hasil
penelitian biasanya ditulis dalam bentuk laporan hasil penelitian.
Laporan hasil penelitian itu terbuka terhadap perbaikan-perbaikan
oleh peneliti lain dikemudian hari.

6. Mengajukan implikasi
Dari kesimpulan hasil penelitian di kemukakan implikasi atau akibat
penting bila kesimpulan itu digunakan untuk memecahkan persoalan
serupa yang dihadapi. Rekomendasi bagi mereka yang akan meng-
gunakan hasil itu dalam praktik.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian merupakan keinginan-keinginan peneliti atas hasil


penelitian dengan mengetengahkan indikator-indikator apa yang hendak
ditemukan dalam penelitian ,terutama yang berkaitan dengan variable-
variabel penelitian.Rumusan tujuan penelitian menyajikan hasil yang
ingin dicapai setelah penelitian selesai dilakukan.Tujuan penelitian
mengungkapkan keinginan peneliti untuk memperoleh jawaban atas
permasalahan penelitian yang diajukan.Oleh sebab itu,tujuan penelitian
harus relevan dan konsisten dengan identifikasi masalah,rumusan
masalah dan mencerminkan proses penelitiannya.

Tujuan penelitian terdiri atas tujuan umum dan tujuan


khusus.Tujuan umum menggambarkan secara singkat dalam satu kalimat
apa yang ingin dicapai melalui penelitian.Tujuan khusus dirumuskan
dalam bentuk item-item atau butir-butir (minsalnya, 1, 2, 3, dan
seterusnya) yang secara spesifik mengacu kepada pertanyaan –pertanyaan
penelitian.

Tujuan penelitian disini tidak sama dengan tujuan yang ada pada
sampul isi laporan, yang merupakan tujuan formal, tetapi tujuan disini
berkenaan dengan tujuan peneliti dalam melakukan penelitian.Tujuan
penelitian berkaitan erat dengan rumusan masalah yang
dituliskan.Rumusan masalah dan tujuan penelitian ini jawabanya terletak
pada kesimpulan penelitian.

(Riduan, 2004. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-karyawan dan Peneliti


Pemula,)
1. 8. KARAKTERISTIK PENELITIAN

Untuk memahami hakikat dan karakteristik penelitian, sering orang


awam dan peneliti pemula bertanya, apakah penelitian itu ? Untuk men-
jawab pertanyaan di atas, berikut dipaparkan beberapa ciri dan ka-
rakteristik penelitian dari berbagai sumber dan pakar, yang meliputi
sebagai berikut ini.

1. Suatu penelitian dirancang dan diarahkan guna memecahkan suatu


masalah atau problem statement tertentu. Pemecahannya dapat
berupa jawaban atas suatu masalah, atau untuk melihat hubungan
antara dua atau lebih variabel yang menjadi fokus penelitian. Dalam
konteks ini penelitian berfungsi sebagai alat untuk memecahkan suatu
masalah.

2. Suatu penelitian ditekannya pada pengembangan generalisasi,


prinsip, serta teori. Hasilnya mempunyai nilai deskriptif dan prediksi.
Deskriptif dan prediksinya didasarkan pada hasil penemuan atau
observasi terhadap sampel yang representatif sehubungan dengan
objek, kelompk atau situasi yang menjadi fokus dan populasi
penelitian yang dikerjakan.
3. Suatu penelitian berangkat dan bermuara pada masalah atau objek
yang dapat diobservasi. Prosedur penelitian tidak dapat digunakan
untuk menjawab soal-soal yang tidak bisa diobservasikan dan yang
tidak mempunyai bukti empiris. Bangunan pengetahuan yang di-
hasilkan berasal dari verifikasi empiris.

4. Suatu penelitian memerlukan observasi dan deskripsi yang


akurat .penelitian menggunakan kuantifikasi serta berbagai alat
pengukur-an, analisis, dan depkipsi yang secermat-cermatnya.
Penelitian perlu mengupayakan instrument dan pprosedur
pengumpulan data yang valid sehingga membuahkan hasil analisis
atau penemuan yang akurat dan terpercaya. Untuk keakuratannya
maka digunakan alat-alat mekanik, eloktronik, psikometri, serta
peralatan lainnya yang sesuai.

5. Suatu penelitian berkepentingan dengan penemuan baru, jadi bukan


sekedar mensintesis atau mengorganisasikan hal-hal yang telah di-
ketahui sebelumnya. Dalam konteks ini, penelitian berfunggsi sebagai
sebuah inovasi.

6. Suatu penelitian dirancang secara teliti prosedur-prosedurnya serta


dilakukan secara rasional. Demikian juga dalam hal analisi data di-
lakukan dengan penuh hati-hatian dan menggunakan teknik-teknik
yang cermat.

7. Suatu penelitian menurut kealihan. Penelitian perlu mengetahui se-


cara memadai permasalahan yang diselidikinya. Oleh karena itu,
peneliti perlu mengetahui penemuan-penemuan sebelumnya yang
relevan, juga mengetahui bahan-bahan kepustakaan lain yang ber-
kenaan dengan permasalahan yang ditelitinya.
8. Suatu penelitian dilakukan dengan upaya objektif dan logis. Untuk itu
senantiasa mengupayakan validasi, baik terhadap prosedur yang
digunakan maupun terhadap data yang dikumpulakan serta di dalam
menyimpulkannya. Penelitian tekanannya pada penguji hipotesis,
bukan pembuktian hipotesis (bagi peneliti yang behipotesis), dengan
kata lain, penelitian harus menggunakan pola berfikir rasional,
objektif, logis, dan sistematis.

9. Suatu penelitian menurut kesabaran dan tidak dilakukan secara


tergesa-gesa, pencatatan dan pelaporannyapun dilakukan secara amat
hati-hati (perlu ketelitian dan kecermatan yang tinggi). Prosedurnya
dijabarkan secara terperinci referensinya dinyatakan secara tegas,
serta hasilnya dinyatakan secara objektif. Kesimpulannya didasarkan
atas bukti-bukti yang ada, objektif, hati-hati, dan cermat. Laporannya
dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi sarjana atau peneliti lain
yang ingin mengkajinya. Peneliti dalam konteks ini berperan sebagai
dasar pengembangan ilmu yang sudah ada, bahkan mungkin juga
menemukan teori atau ilmu baru.

10. Sutu penelitian, kadang menuntut keberanian untuk menanggung


resiko. Hal itu terjadi karena hasil penelitian, bisa jadi perlawanan
atau menyerang otoritas politik dan agama yang belaku. Ingat sejarah
Compernicus (1473-1543) yang harus mati ditiang gantungan karena
penemuannya “matahari sebagai pusat sistem edar, bukan bumi”
yang bertentangan dengan dogma agama yang dianut masyarakat
Polandia waktu itu. Penelitian dalam konteks ini berhadapan dengan
kebenaran dan keberanian menanggung resiko.
1. 9. PENERAPAN TEORI

Salah satu koomponen penting dalam melakukan penelitian adalah


menentukan teori apakah yang akan digunakan untuk mengeksplorasi
rumusan masalah. Dalam penelitian kuantitatif, penelitian sering kali
menguji berbagai teori untuk menjawab rumusan masalahnya. Dalam
proposal disertasi kuantitatif, semua bagian di dalamnya bisa saja di-
rancang untuk menyajikan teori yang akan diteliti. Dalam penelitian
kualitatif, penggunaan teori lebih variasi lagi. Bahkan, penelitian kualitatif
dapat mengembangkan suatu teori dari hasil penelitiannya dan me-
letakkan teori tersebut di akhir proyek penelitian, misalnya dalam
penelitian grounded theory. Dalam penelitian kualitaif, teori bisa juga
muncul di awal penelitian sebagai perspektif yang nantinya dapat
membentuk apa yang dilihat dan rumusan masalah apa yang diajukan,
seperti dalam penelitian etnografi atau advokasi. Dalam penelitian metode
campuran, penelitian bisa saja menguji atau justru membuat suatu teori.
Bahkan, penelitian dengan metode pada isu-isu feminis, ras, atau kelas,
yang nantinya dapat menuntun keseluruhan tahap penelitian.

Saya mengawali bab ini dengan berfokus pada penggunaan teori


dalam penelitian kuantitatif. Saya juga akan menyajikan definisi dari teori
itu sendiri, penggunaan variabel-variabel dalam penelitian kuantitatif,
peletakkan serta model penulisan teori dalam penelitian dalam meng-
identifikasi teori, lalu menjabarkan perspektif teoretis dalam proposal
penelitian kuantitatif. Selanjutnya, saya akan membahas prosedur-
prosedur dalam proposal penelitian kuantitatif. Kemudian, pembahasan
akan beralih pada penggunaan teori dalam penelitian kualitatif. Para
peneliti kualitatif menggunaan istilah yang berbeda-beda untuk menyebut
teori, seperti pola-pola, kacamata teoretis, atau generalisasi naturalistik, untuk
mendeskripsikan sudut pandang mereka dalam penelitian. Dalam bab ini
juga disediakan contoh-contoh penulisan teori kualitatif. Di bagian akhir,
bab ini akan beralih pada penggunaan teori dalam penelititan metode
campuran, dan penerapan perspektif transformatif yang populer dalam
pendekatan ini.

A. Teori Dalam Penelitian Kuantitatif


1. Variabel-Variabel dalam Penelitian Kuantitatif

Sebelum membahas teori kuantitatif, peneliti perlu memahami


variabel-variabel dan jenis-jenisnya yang akan digunakan dalam mem-
bangun teori. Variabel merujuk pada karakteristik atau atribut seorang
individu atau suatu organisasi yang dapat diukur atau di observasi
(Creswell, 2007). Variabel biasanya bervariasi dalam dua atau lebih
kategori atau dalam kontinuum skor. Variabel dapat diukur atau dinilai
berdasarkan satu skala. Ahli psikologi lebih suka menggunakan istilah
konstruk (kepentingan variabel), yang memiliki konotasi gagasan lebih
abstrak ketimbang istilah yang didefinisikan secara spesifik. Namun
demikian, ilmuwan sosial biasanya menggunakan istilah variabel, yang
juga akan digunakan dalam buku ini secara permanen. Variabel-variabel
yang diukur dalam penelitian biasanya meliputi gender, umur, status
sosial-ekonomi (SSE), dan sikap-sikap atau perilaku-perilaku tertentu,
seperti rasisme, kontra; sosial, kekuatan politis, atau kepemimpinan. Ada
sejumlah buku yang menjelaskan secara rinci tentang jenis-jenis variabel
dan skala-skala pengukurannya (seperti, Isaac & Michael, 1981;Keppel,
1991;Kerlinger, 1979; Thorndike, 1997). Variabel-variabel dibedakan
berdasarkan dua karakteristik: susunan dan pengukurannya (atau
observasi).

Susunan temporal (temporal order) berarti bahwa satu variabel


mendahului variabel lain dalam satu waktu. Karena susunan waktu inilah
maka sering dikatakan bahwa satu variabel dapat berpengaruh pada
variabel lain meskipun pernyataan yang lebih akurat adalah satu variabel
mungkin saja mempengaruhi variabel lain. Ketika melakukan penelitian
dalam setting dan terhadap manusia tertentu, peneliti tidak bisa mutlak
membuktikan adanya penyebab dan pengaruh (Rosenthal & Ronsow,
1991), apalagi ilmuwan sosial saat ini sering mengatakan bahwa ada
penyebab yang mungkin (probable causation). Temporal order berarti bahwa
peneliti kuantitatif berfikir tentang variabel-variabel dalam satu susunan
(order) ‘’dari kiri ke kanan’’ (Punch, 2005), dan menyusun variabel-
variabel tersebut dalam rumusan masalah dan tujuan penelitian, serta
memvisualisasikan model-model variabel itu ke dalam penyajian kiri-
kanan atau penyebab-dan-pengaruh. Untuk itulah :

 Variabel-variabel bebas (independent variabels) merupakan variabel-


variabel yang (mungkin) menyebabkan, mempengaruhi, atau berefek
pada outcome. Variabel-variabel ini juga dikenal dengan istilah variabel-
variabel treatment, manipulated, atecedent, atau predictor.

 Variabel-variabel terikat (dependent variables) merupakan variabel-variabel


yang bergantung pada variabel-variabel bebas. Variabel-variabel terikat
ini merupakan outcome atau hasil dari pengaruh variabel-variabel
bebas. Istilah lain untuk variabel terikat adalah variabel criterion,
outcome, dan effect.

 Variabel intervening atau mediating berada di antara variabel bebas dan


variabel terikat. Misalnya, jika siswa dapat melakukan test metode
penelitian dengan baik (variabel terikat), hal ini mungkin disebabkan
(a) persiapan mereka dalam penelitian (variabel bebas) dan /atau (b)
usaha mereka dalam menyusun gagasan penelitian ke dalam kerangka
kerja (variabel interving) yang juga turut mempengaruhi peforma
mereka dalam test tersebut. Seperti yang terlihat bahwa variabel
mediating ini, yakni usaha menyusun penelitian, berada di antara
variabel bebas dan variabel terikat.
 Variabel moderating merupakan variabel baru yang dikonstruksi sendiri
oleh peneliti dengan cara mengambil satu variabel dan megalihkannya
dengan variabel lain untuk mengetahui dampak keduanya (seperti,
umur X sikap = kualitas hidup). Variabel-variabel ini biasanya terdapat
dalam penelitian eksperimen.

 Dua jenis variabel lain adalah variabel control dan variabel confounding.
Variabel control memainkan peran penting dalam penelitian kuantitatif.
Variabel ini merupakan variabel bebas jenis khusus karena variabel ini
secara potensial juga dapat mempengaruhi variabel terikat. Peneliti
menggunakan prosedur-prosedur statistik (seperti, analisis convariance)
untuk mengontrol variabel-variabel ini. Variabel tersebut bisa saja
merupakan variabel demografis atau personal (seperti, umur atau
gender) yang memang perlu ‘’dikontrol’’ sehingga pengaruh variabel
bebas terhadap terikat benar-benar dapat diidentifikasi. Jenis variabel
lain, variabel confounding (atau spurious), sebenarnya tidak diukur atau
diobservasi dalam penelitian. Variabel ini memang ada, tetapi pe-
ngaruhnya tidak dapat dilacak secara langsung. Peneliti memberikan
komentar tentang pengaruh variabel confounding setelah penelitiannya
selesai karena variabel-variabel ini dapat beroperasi untuk menjelaskan
relasi antara variabel bebas dan variabel terikat, tetapi variabel ini tidak
atau tidak bisa dinilai (misalnya, sikap-sikap diskriminatif).

Dalam penelitian kuantitatif, variabel-variabel saling dihubungkan


untuk menjawab rumusan masalah (seperti, ‘’Bagaimana harga diri mem-
pengaruhi hubungan pertemanan diantara anak-anak remaja ?’’) atau
untuk membuat prediksi tentang hasil apakah yang ingin diharapkan.
Prediksi-prediksi sering kali dikenal dengan istilah hipotesis (seperti,
‘’Harga diri yang positif dapat meningkatkan hubungan pertemanan di
antara anak-anak remaja?’’).

B. Definisi Teori

Dengan berbekal pemahaman tentang variabel, kita dapat me-


lanjutkan pembahasan tentang teori kuantitatif. Dalam penelitian
kuantitatif, ada beberapa preseden historis untuk memandang teori
sebagai prediksi atau penjelasan saintifik (lihat G.Thomas, 1997, mengenai
cara-cara mengkonseptualisasikan teori dan bagaimana teori dapat mem-
persempit ruang lingkup penelitian). Misalnya, definisi Kerlinger (1979)
tentang teori masih berlaku hingga saat ini. Dia berpendapat bahwa teori
merupakan seperangkat konstruk (variabel-variabel), definisi-definisi, dan
proposisi-proposisi yang saling berhubungan yang mencerminkan pan-
dangan sistematik atau suatu fenomena dengan cara memerinci hubungan
antarvariabel yang ditujukan menjelaskan untuk menjelaskan fenomena
alamiah’’ (hlm.64).

Berdasarkan definisi ini, teori ini merupakan seperangkat konstruk


(atau variabel) yang saling berhubungan, yang berasosiasi dengan pro-
posisi atau hipotesis yang memerinci hubungan antar variabel (biasanya
dalam konteks magnitude atau direction ). Suatu teori dalam penelitian bisa
saja berfungsi sebagai argumentasi, pembahasan, atau alasan. Teori
biasanya membantu menjelaskan (atau memprediksi) fenomena yang
muncul di dunia. Labovits dan Hagedorn (1971) menambah definisi teori
dengan gagasan tentang theoretical rationale, yang dimaknai sebagai
‘’usaha mengetahui bagaimana dan mengapa variabel-variabel dan
pertanyaan-pertanyaan relasional saling berhubungan satu sama lain’’
(hlm. 17). Mengapa variabel bebas, X, berpengaruh atau berefek pada
variabel terikat, Y ? Dalam hal ini, teori akan menyediakan penjelasan atas
ekspetasi atau prediksi atas keterhubungan ini. Pembahsan mengenai
teori biasanya muncul di bagian tinjauan pustaka atau bagian khusus,
seperti landasan teori, logika teoritis, atau perspektif teoritis, meskipun saya
lebih suka dengan istilah bagian yang tidak terpisahkan dalam proposal
penelitian, utamanya dalam makalah yang disajikan di seminar American
Education Reaserch Association.

Metafora pelangi (metaphor of a rainbow) mungkin dapat membantu


kita memvisualisasikan bagaimana suatu teori beroperasi. Dalam hal ini,
pelangi menjembatani variabel bebas dan variabel terikat dalam penelitian.
Pelangi ini mengikat secara bersamaan variabel-variabel tersebut dan
menyediakan penjelasan yang memadai tentang bagaimana dan mengapa
seseorang harus berharap pada variabel bebas untuk menjelaskan atau
memprediksi variabel terikat. Teori-teori berkembang ketika peneliti
tengah menguji suatu prediksi secara terus-menerus.

Berikut ini saya tunjukkan bagaimana suatu teori ini berkembang


dalam penelitian. Misalnya, peneliti mengombinasikan variabel-variabel
bebas, mediating, dan terikat berdasarkan ukurannya yang berbeda-beda
dalam rumusan masalah penelitian. Rumusan masalah ini memberikan
informasi tentang jenis hubungan antarvariabel (apakah positif, negatif,
atau tidak diketahui) dan magnitude-nya (apakah kuat atau lemah).
Dengan memasukkan informasi ini ke dalam pernyataan prediktif
(hipotesis), peneliti bisa menulis, ‘’semakin kuat sentralitas kekuasaan
dalam diri pemimpin, semakin besar disenfran chisement dalam diri
pengikutnya.’’ Ketika peneliti menguji hipotesis-hipotesis seperti ini
dalam setting yang berbeda-beda dan dengan populasi yang berbeda-beda
pula (seperti, Pramuka, gere Presbyterian, Rotary Club, dan siswa-siswa
SMA) maka teori pun akan muncul, dan ia bisa memberinya nama
(seperti, teori atribusi). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa teori
muncul dan berkembang sebagai penjelasan atas suatu pengetahuan
dalam bidang-bidang tertentu (Thomas, 1997).

Selain itu, teori juga memiliki jangkauan yang berbeda-beda.


Neuman (2000) membagi teori dalam tiga level : level-mikro, level-meso,
dan level-makro. Teori level-mikro memberikan penjelasan yang hanya
terbatas pada waktu, ruang, dan jumlah tertentu, sperti teori Goffman
tentang gerak wajah (face work) yang menjelaskan bagaimana orang
berinteraksi face-to-face ketika berada dalam ritual-ritual keagamaan. Teori
ini pada umumnya meliputi teori tentang organisasi, pergerakan sosial,
atau komunitas, seperti teorinya Collin tentang kontrol dalam organisasi.
Teori level-makro menjelaskan agregat-agregat yang lebih luas, seperti
institusi sosial, sistem budaya, dan masyarakat luas. Teorinya Lenski
tentang stratifikasi sosial, misalnya, menjelaskan bagaimana surplus suatu
masyarakat dapat meningkat seiring dengan perkembangan masyarakat
tersebut.

Teori-teori bisa saja muncul dalam berbagai disiplin ilmu sosial,


seperti psikologi, sosiologi, antropologi, pendidikan, dan ekonomi, serta
dalam subbidang-subbidang lain. Teori-teori ini tentu saja dapat diakses,
misalnya, dengan mencarinya dalam database-databaseliteratur (seperti,
Phsycological Abstracts, Sociological Abstracts) atau menreview petunjuk-
petunjuk dalam literatur yang membahas teori-teori tersebut (misalnya,
lihat Webb, Beals, & White, 1986).

C. Bentuk-Bentuk Teori
Proposal penelitian, peneliti menegaskan teorinya dalam beberapa
bentuk, seperti hipotesis, pernyataan logika ‘’jika-maka’’, atau bentuk
visual. Pertama, peneliti menegaskan teori dalam bentuk hipotesis-
hipotesis yang saling berhubungan. Contoh, Hopkins (1964) menegaskan
teorinya tentang proses-proses pengaruh dalam 15 hipotesis. Sebagian
hipotesis ini dapat dilihat sebagai berikut (hipotesis-hipotesis ini sudah
dimodifikasi dengan menghilangkan pronomina-pronomina yang
merajuk pada gender tertentu) :

1. Semakin tinggi pangkat seseorang, semakin kuat sentralitasnya.


2. Semakin kuat sentralitas seseorang, semakin besar observabilitasnya.
3. Semakin tinggi pangkat seseorang, semakin besar konformitasnya.
4. Semakin kuat sentralitas seseorang, semakin besar konformitasnya.
5. Semakin tinggi pangkat seseorang, semakin besar konformitasnya.
6. Semakin besar observabilitas seseorang, semakin besar konformitasnya.
7. Semakin besar konformitas seseorang, semakin besar obsevabilitasnya
(hlm.51).

Kedua, peneliti menyatakan teori dalam bentuk pernyataan ‘’jika-


maka’’ yang menunjukkan mengapa seseorang harus berharap variabel
bebas dapat mempengaruhi variabel terikat. Misalnya, Homans (1950)
menjelaskan teori tentang interaksi : “Jika frekuensi interaksi antara dua
atau lebih individu meningkat, tingkat kesukaan antarkeduanya juga
akan meningkat, dan seterusnya...”. Individu-individu yang sentimentil
dalam berinteraksi dengan individu-individu lain akan mengungkapkan
perasaan sentimennya dalam aktivitas-aktivitas yang sering kali me-
lampaui aktivitas-aktivitas sistem eksternal, dan aktivitas-aktivitas ini bisa
saja semakin memperkuat perasaan sentimen tersebut. Semakin sering
individu berinteraksi dengan individu lain, aktivitas-aktivitas dan
sentimen-sentimen mereka, dalam beberapa keadaan, akan semakin mirip
(hlm. 112, 118, 120).

Ketiga, peneliti dapat menyajikan teori dalam bentuk visual. Bentuk


ini penting untuk menerjemahkan variabel-variabel ke dalam gambar
visual. Blalock (1969, 1985, 1991) menampilkan causal modeling dengan
membentuk teori-teori verbal menjadi teori model-model kausal sehingga
pembaca dapat menvisualisasi hubungan antarvariabel. Ada dua contoh
sederhana, yang dapat di sajikan disini. Seperti yang tampak pada gambar
3.1, tiga variabel bebas memengaruhi satu variabel terikat, yang juga di-
mediasi oleh pengaruh dari dua variabel intervening. Diagram semacam
ini menunjukkan adanya rangkaian kausalitas antarvariabel yang me-
nuntun modeling melewati suatu analisis dan analisis-analisis lain yang
lebih rumit dengan menggunakan sistem pengalian antarvariabel, seperti
yang terdapat dalam model ekuasi struktural (lihat Kline, 1998). Pada
level preliminer, Duncan (1985) memberikan saran penting untuk membuat
diagram-diagram kausal seperti ini :
 Posisikan variabel-variabel bebas di bagian kanan diagram dan
variabel-variabel terikat di bagian kiri.
 Gunakan anak panah satu-arah yang menuntun setiap variabel uatama
(variabel bebas) menuju variabel-variabel lain (variabel terikat dan
variabel intervening/control) yang bergantung padanya.
 Tunjukkan kekuatan hubungan antarvariabel dengan menyisipkan
simbol-simbol valensi dalam setiap anak panah. Gunakan valensi
positif atau negatif untuk mempostulasi atau menyimpulkan
hubungan-hubungan antarvariabel.
 Gunakan anak panah two-headed yang terhubung satu sama lain untuk
menunjukkan hubungan yang tidak dianalisis di antara variabel-
variabel yang tidak terkait dengan hubungan-hubungan lain.

X1
+
Y1
+
+
X2 Z1
+ + Variabel-Variabel Bebas
Y2
- Variabel-Variabel Intervening
X3
Variabel-Variabe Terikat

Gambar 3.1 Tiga Variabel Bebas Memengaruhi Satu Variabel Terikat yang
Dimediasi oleh Dua Variabel Intervening
Diagram kausal yang lebih rumit dapat dibuat dengan notasi-notasi
tambahan. Contoh di atas merupakan contoh dasar yang menggunakan
variabel-variabel yang terbatas, seperti yang sering terdapat dalam
penelitian survei.

Variasi atas model di atas bisa dilakukan dengan menambahkan


kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sebagai variabel-variabel
yang dikomparasikan berdasarkan pengaruhnya terhadap hasil akhir
(variabel terikat). Seperti yang tampak pada Gambar 3.2, dua kelompok
dalam variabel X dikomparasikan berdasarkan pengaruhnya untuk
penelitian eksperimen antarkelompok (lihat Bab 8). Mengenal aturan-
aturan notasi, sama seperti yang dijelaskan pada contoh sebelumnya.

Saya menunjukkan dua contoh ini hanya untuk memperkenalkan


kemungkinan-kemungkinan menghubungkan variabel bebas dan variabel
terikat agar teori yang akan dipakai dapat ternbangun secara utuh. Ada
juga model-model yang lebih rumit, biasaynya dengan menggunakan
sistem pengalian antara variabel bebas dan variabel terikat dalam bentuk
model kausal yang sangat rinci (Blalock, 1969, 1985).

Variabel X
Kelompok Eksperimen

Y1

Kelompk Kontrol
Y

Gambar 3.2 Dua Kelompok (Variabel X) dengan Treatmen yang Berbeda-


beda dikomparasikan Berdasarkan Pengaruhnya terhadap Y

Misalnya, Jungnickel (1990), dalam proposal disertasinya tentang


produktivitasnya penelitian antarguru di sekoloah-sekolah farmasi, me-
nyajikan contoh visual yang kompleks, seperti yang tampak pada Gambar
3.3. Jungnickel mempertanyakan faktor-faktor apa saja yang mempe-
ngaruhi performa penelitian akademik para guru di sekolah-sekolah
farmasi. Setelah mengidentifikasi faktor-faktor ini dalam literatur-literatur
yang ada, dia menyesuaikannya dengan kerangka teretis yang terdapat
dalam penelitian-penelitian keperawatan (Megel, Langston, Creswell,
1988), lalu membuat model visual yang melukiskan hubungan antara
faktor-faktor ini, dengan aturan-aturan model visual seperti yang baru
saja diperkenalkan. Jungnickel intervening di bagian tengah, dan variabel-
variabel terikat di bagian kanan. Arah pengaruh membentang dari kiri ke
kanan dengan simbol panah, dan simbol plus dan minus untuk
menunjukkan arah hipotesis.

Gambar 3.3 Model Visual untuk Teori tentang performa Akademik Para Guru

D. Penempatan Teori dalam Penelitian Kuantitatif


Dalam penelitian kuantitatif, peneliti menggunakan teori secara de-
duktif dan meletakkannya di awal proposal penelitian. Karena tujuannya
adalah untuk menguji atau menvertivikasi suatu teori ketimbang
mengembangkannya maka peneliti kuantitatif seyogianya mengajukan
teori, mengumpulkan data untuk menguji teori tersebut berdasarkan hasil
yang diperoleh. Teori menjadi kerangka kerja untuk keseluruhan pene-
litian kuantitatif tampak pada Gambar 3.4. Peneliti menverifikasi rumusan
masalah dan hipotesis penelitian serta prosedur pengumpulan data.
Model berfikir deduktif yang diterapkan dalam penelitian kuantitatif
tampak pada Gambar 3.4. peneliti menverifikasi suatu teori dengan
menguji rumusan masalah atau hipotesis-hipotesis yang berasal dari teori
ini. Hipotesis atau rumuan tersebut berisi variabel-variabel (konstruk-
konstruk) yang perlu didefinisikan oleh peneliti atau perlu disesuaikan
dengan definisi-definisi yang terdapat dalam literatur. Dari sinilah,
peneliti menggunakan suatu instrumen penelitian untuk mengukur sikap-
sikap atai perilaku-perilaku para partisipan. Kemudian, peneliti
mengumpulkan skor-skor yang diperolehnya dari instrumen ini untuk
mengonfirmasi atau mendikonfirmasi teori tersebut.

Peneliti menguji atau menverifikasi suatu teori

Peneliti menguji hipotesis-hipotesis


atau rumusan masalah dari teori tersebut

Peneliti mendefinisikan dan


mengoperasionalisasikan variabel-variabel
yang terbentuk dari teori tersebut

Peneliti mengukur atau mengobservasi


variabel-variabel dengan bantuan instrumen
untuk memperoleh skor-skor

Gambar 3.4 Pendekatan Deduktif dalam Penelitian Kuantitatif


Pada hakikatnya, pendekatan deduktif yang bisa diterapkan dalam
penelitian kuantitatif juga turut memengaruhi peletakan teori di dalamnya
(lihat tabel 3.1). Petunjuk umumnya adalah memperkenalkan teori di awal
proposal penelitian : dalam pendahuluan, dalam tinjauan pustaka, setelah
hipotesis atau rumusan masalah (sebagai rasionalisasi atas hubungan
antarvariabel), atau dalam bab/subbab khusus. Masing-masing penem-
patan ini memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri.

Penempatan Kelebihan-Kelebihan Kekurangan-Kekurangan


Dalam pendahuluan Penempatan ini banyak dite- Pembaca sulit memisahkan lan-
mukan dalam artikel-artikel dasan teori dari komponen-kom-
jurnal; akan tampak familiar ponen lain dalam proses pene-
bagi pembaca; lebih bersifat litian.
deduktif.

Dalam tinjauan pustaka Teori berasal dari literatur- Pembaca sulit membedakan teori
literatur yang ada. Dengan dengan tinjauan pustaka.
meletakannya dalam tinjauan
pustaka, teori ini akan sema-
kin jelas dan runtut sesuai
dengan literatur aslinya.

Setelah rumusan ma- Bagaimana juga, teori meru- Peneliti bisa saja memasukkan
salah atau hipotesis pakan penjelasan logis atas logika teoretis setelah rumusan
penelitian rumusan masalah atau hipo- masalah atau hipotesis penelitian,
tesis penelitian karena teori tetapi ia nantinya akan menga-
dapat menerangkan bagaimana baikan pembahasan detail tentang
dan mengapa variabel-variabel asal mula perkembangan dan pe-
saling berhubungan. nerapan teori tersebut.

Dalam bagian (bab / Penempatan ini dapat mem- Pembahasan teori bisa saja berada
subbab) terpisah perjelas pembahasan menge- terpisah dari komponen-kompo-
nai teori dari pembahasan- nen lain, namun pembaca akan
pembahasan lain dalam pe- sulit menghubungkannya dengan
nelitian. Penempatan ini juga komponen-komponen lain dalam
memungkinkan pembaca un- penelitian.
tuk mengidentifikasi dan me-
mahami dengan baik landasan
teori untuk penelitian tersebut.

Tabel 3.1 Opsi-opsi Penempatan Teori dalam Penelitian Kuantitatif

Tip penelitian : Anda sebaiknyamenulis teori pada bagian terpisah


dalam proposal penelitian sehingga pembaca dapat mudah meng-
identifikasi teori tesebut dari komponen-komponen lain. Dengan
meletakkan teori di bagian khusus, Anda dapat memberikan penjelasan
yang memadai tentang teori tersebut, fungsinya, dan hubungannya
dengan penelitian.

E. Menulis Perspektif Teoritis Kuantitatif

Berdasarkan opsi-opsi yang sudah disajikan sebelumnya, berikut ini


saya akan menunjukkan satu contoh penulisan perspektif teoritis dalam
penelitian kuantitatif. Anggap saja, tugas Anda saat ini adalah
mengidentifikasi suatu teori yang menjelaskan hubungan antara variabel
bebas dan variabel terikat.

1. Periksalah literatur-literatur yang kemungkinan membahas teori ini.


Jika unit unit analisis untuk variabel-variabel penelitian adalah seorang
individu, periksalah dalam literatur psikologi. Jika unit analisisnya
adalah kelompok-kelompok atau organisasi, lihatlah dalam literatur
sosiologi. Jika penelitiannya hendak menguji individu-individu dan
kelompok-kelompok, pertimbangkanlah literatur sosial-psikologi.
Tentu saja, teori-teori dari disiplin lain bisa saja berguna (misalnya,
untuk meneliti isu ekonomi, teorinya dapat ditemukan dalam literatur-
literatur ekonomi).

2. Periksalah pula penelitian-penelitian lain yang membahas topik atau


yang sangat berkaitan dengan topik Anda. Teori-teori apa digunakan
oleh para peneltinya ? Batasilah jumlah teori dan cobalah mengiden-
tifikasi satu teori yang dapat menjelaskan hipotosis inti atau rumusan
masalah utama.
3. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, buatlah rumusan masalah
dengan metafor pelangi agar dapat menjembatani variabel-variabel bebas
dan variabel-variabel terikat, seperti : Mengapa variabel (-variabel)
bebas berpengaruh pada variabel (-variabel) terikat ?
4. Jelaskan teori Anda dalam bagian khusus. Ikuti kalimat-kalimat berikut
: ‘’Teori yang akan digunakan adalah...(sumber atau pengembang teori)
dan sudah banyak diterapkan dalam penelitian mengenai...(topik-topik
penelitian yang menerapkan teori ini sebagai landasannya). Teori ini
menegaskan bahwa...(proposisi-proposisi atau hipotesis-hipotesis da-
lam teori tersebut). Diaplikasikan pada penelitian ini, teori tersebut
diharapkan dapat menjelaskan pengaruh variabel (-variabel) terikat...
(variabel-variabel terikat) karena...(penjelasan yang didasarkan pada
logika dari teori tersebut)’’.

Dengan demikian, topik-topik yang harus dimasukkan ke dalam


pembahasan mengenai teori kuantitatifini mencakup antara lain: teori
yang digunakan, hipotesis-hipotesis atau proposisi-proposisi dari teori
tersebut, informasi tentang aplikasi teori tersebut dalam penelitian-
penelitian sebelumnya, dan pernyataan yang mencerminkan bagaimana
teori tersebut berhubungan dengan penelitian yang diajukan. Contoh
penulisan teori kuantitatif ini dapat disimak dalam penelitian Crutchfiled
(1986) berikut :

Contoh 3.1 Teori Kuantitatif

Crutchfield (1986) menulis disertasi doktoralnya dengan judul Locus


of Control, Interpersonal Trust, and Scholarly Productivity. Dengan menyurvei
para guru keperawatan, ia hendak mengetahui apakah lokus kontrol dan
keyakinan interpersonal dapat memengaruhi tingkat produktivitas para
guru. Dalam Bab Pendahuluan disertsi ini terdapat salah satu subbab
yang berjudul ‘’ Perspektif Teoretis.’’ Subbab ini mencakup poin-poin
berikut :
 Teori yang akan digunakan.
 Hipotesis utama dari teori tersebut.
 Informasi tentang siapa yang telah menggunakan teori tersebut.
 Penyesuaian antara teori dan variabel-variabel penelitian dengan
menggunakan bentuk pernyataan logika ‘’jika-maka.’’

Saya telah memberikan catatan-catatan tambahan dalam format italic


untuk menandai poin-poin di atas.

Perspektif Teoretis

Untuk merumuskan perspektif teoretis dalam meneliti produktivitas


akademik para guru, teori belajar sosial (social learning theory) menye-
diakan prototipe penting. Konsep tentang perilaku ini berusaha mencapai
sintesis keseimbangan antara psikologi kognitif dan prinsip-prinsip
modifikasi perilaku (Bower & Hilgard, 1981). Selain itu, konsepsi ini juga
berusaha ‘’mendekati perilaku manusia berdasarkan hubungan (timbal-
balik) berkelanjutan antara faktor faktor kognitif, perilaku, dan
lingkungan’’ (Bandura, 1977: vii) (Di sini, para peneliti tengah meng-
identifikasi teori tertentu).

Meskipun teori ini menyarankan agar diterapkan reinforcement


seperti membentuk prinsip-prinsip, teori belajar sosial tetap melihat peran
reward sebagai sarana untuk mengidentifikasi respons-respons terbaik dan
sebagai motivasi intensif terhadap perilaku yang diharapkan. Selain itu,
prinsip-prinsip belajar dalam teori ini menekankan peran penting proses-
proses lain, seperti proses vicarious, symbolic, dan self-regulating (Bandura,
1971).
Teori belajar sosial tidak hanya membahas belajar dan pembelajaran,
tetapi juga berusaha mendeskripsikan bagaimana kompetensi sosial dan
kompetensi personal (sehingga disebut personalitas) dapat mengem-
bangkan kondisi sosial yang kondusif untuk proses belajar. Teori ini juga
menjabarkan teknik-teknik penilaian personalitas (Mischel, 1968), dan
modifikasi perilaku dalam setting klinis dan edukatif (Bandura, 1977;
Bowel & Hilgard, 1981 ; Rotter, 1954) (Di sini, peneliti tengah mendes-
kripsikan teori belajar sosial).

Sejauh ini, prinsip-prinsip teori belajar sosial telah banyak di-


terapkan pada perilaku-perilaku sosial seperti kompetivitas, agrevitas,
peran seks, tantangan, dan perilaku patologis (Bandura & Walters, 1963 ;
Staats, 1975) (Di sini, peneliti tengah mendeskripsikan penerapan teori).

Dengan menjelaskan teori belajar sosial, Rotter (1954) menunjukkan


bahwa ada empat tingkatan variabel yang harus dipertimbangkan:
perilaku, ekspektasi, reinforcement, dan situasi prikologis. Formula umum
tentang perilaku dapat dinyatakan sebagai berikut : ‘’Potensi munculnya
perilaku dalam situasi psikologis tertentu merupakan pengaruh dari
ekspektasi bahwa perilaku tersebut nantinya akan menuntun pada
reinforcement dan manfaat-manfaatnya dalam situasi psikologis tersebut’’
(Rotter, 1975 : 57).

Ekspektasi dalam formula ini merujuk pada kepastian (atau


kemungkinan) tertentu bahwa hubungan kausatif umumnya muncul
antara perilaku dan reward. Konstruk dan ekspektasi ini dapat di-
defenisikan sebagai lokus kontrol internal ketika seorang individu percaya
bahwa ada reinforcement dalam diri pribadinya, atau sebagai lokus kontrol
eksternal ketika ia merasa bahwa dalam dirinya dipengaruhi oleh hal-hal,
seperti keberuntungan, nasib, atau kekuatan-kekuatan lain. Kesadaran
akan hubungan kausatif ini tentu saja bukanlah sikap yang mutlak dan
selalu muncul dalam setiap individu, melainkan lebih berupa sikap yang
berbeda-beda dalam satu kontinuum bergantung pada pengalaman-
pengalaman individu tersebut sebelumnya dan kompleksitas-
kompleksitas situasional (Rotter, 1966) (Di sini,, peneliti menjelaskan
variabel-variabel dalam teori).

Karena penelitian ini menerapkan teori belajar sosial maka empat


tingkatan variabel yang diidentifikasi oleh Rotter (1954) di atas menjadi
bahan utama untuk memerinci poin-poin untuk produktivitas akademik
seperti berikut ini:

1. Produktivitas akademik merupakan perilaku atau aktivitas yang


diharapkan.
2. Lokus kontrol merupakan ekspektasi umum bahwa reward dapat atau
tidak dapat bergantung pada perilaku-perilaku tertentu.
3. Reinforcement merupakan reward dan penghargaan atas kerja akademik.
4. Institusi pendidikan merupakan situasi psikologis yang di dalamnya
terdapat berbagai reward atas produktivitas akademik.

Dengan variabel-variabel di atas maka konsep umum tentang


perilaku sebagaimana yang telah diformulasikan oleh Rotter (1975) akan
diadaptasi sehingga menjadi seperti ini: Potensi munculnya perilaku
akademik dalam institusi pendidikan merupakan pengaruh dari ekspektasi
bahwa perilaku tersebut nantinya akan menuntun pada reward-reward
tertentu dan manfaat-manfaatnya dalam institusi pendidikan, yakni pro-
duktivitas para guru semakin meningkat karena adanya reward-reward ini.
Selain itu, hubungan antara kepercayaan interpersonal dan lokus
kontrol perlu dipertimbangkan perlu dipertimbangkan dalam kaitannya
dengan ekspektasi atas pemberian reward melalui perilaku-perilaku yagn
direkomendasikan oleh Rotter dalam bukunya yang lain (1967). Selanjut-
nya, karakteristik-karakteristik tertentu, seperti persiapan akademik,
umur kronologis, beasiswa doktoral, ikatan dinas, atau kerja full-time atau
part-time, diasosiasikan dengan prosuktivitas akademik fakultas kepe-
rawatan dalam satu cara yang sama dengan produktivitas dalam disiplim-
disiplin ilmu lain (Di dini, peneliti tengah menerapkan konsep-konsep teoretis
pada penelitiannya).

Untuk lebih jelasnya, pernyataan berikut akan merepresentasikan


logika dasar penelitian ini. Jika para guru percaya bahwa: a) usaha-usaha
mereka dalam melaksanakan kegiatan akademik akan menuntunnya pada
reward (lokus kontrol), b) usaha-usaha mereka sangat bergantung pada
kesanggupan-kesanggupan mereka pribadi (kepercayaan interpersonal),
c) reward atas aktivitas akademik sangat bermanfaat (manfaat reward), d)
reward benar-benar ada dalam bidang atau institusi mereka (setting
institusi) maka produktivitas akademik mereka akan semakin meningkat
(hlm. 12-16) (Di sini, peneliti tengah memberikan kesimpulan hipotesis dengan
pernyataan logika ‘’Jika-maka’’ untuk menghubungkan variabel bebas dengan
variabel terikat).

TEORI DALAM PENELITIAN KUALITATIF

Variasi Penggunaan Teori dalam Penelitian Kualitatif

Para peneliti kualitatif menggunakan teori dalam penelitian untuk


tujuan-tujuan yang berbeda, Pertama, dalam peneltian kualitatif, teori
sering kali digunakan sebagai penjelasan atas perilaku dan sikap-sikap
tertentu. Teori ini bisa jadi sempurna dengan adanya variabel-variabel,
konstruk-konstruk, dan hipotesis-hipotesis penelitian. Misalnya, para ahli
etnografi memanfaatkan tema-tema kulturan atau ‘’aspek-aspek kebu-
dayaan’’ (Wolcott, 1999: 113) untuk diakaji dalam proyek penelitian
mereka, seperti kontrol sosial, bahasa, stabilitas dan perubahan, atau
organisasi sosial, seperti kekerabatan atau keluarga (lihat pembahasan
Wolcott 1999 tentang sejumlah penelitian antropologi yang mengangkat
topik-topik kebudayaan). Tema-tema ini dapat memberikan serangkaian
hipotesis siap-pakai untuk diuji dengan literatur-literatur yang ada.
Meskipun para peneliti kualitatif tidak merujuk pada tema-tema tersebut
sebagaiteori mereka, tema-tema ini umumnya menyediakan penjelasan
lengkap yang sering kali dimanfaatkan oleh para antropolog untuk
meneliti perilaku culture-sharing dan tingkah laku manusia.

Kedua, para peneliti kualitatif sering kali menggunakan perspektif


teoretis sebagai panduan umum untuk meneliti gender, kelas, dan ras
(atau isu-isu lain mengenai kelompok-kelompok marginal). Perspektif ini
biasanya digunakan dalam penelitian advokasi / pertisipatoris kualitatif
dan dapat membantu peneliti untuk merancang rumusan masalah, me-
ngumpulkan dan menganalisis data, serta membentuk call for action and
chance (pangginlan untuk melakukan aksi dan perubahan). Peneliti
kualitatif pada 1980-an mengalami transformasi besar-besaran yang di-
tandai dengan munculnya perspektif-perspektif teoretis seperti ini se-
hingga memperluas ruang lingkup penelitian yang muncul sebelumnya.
Perpsektif-perspektif teoretis ini menuntun peneliti pada isu-isu penting
yang perlu diteliti (seperti, perempuan, anak jalanan, dan kelompok-
kelompok minoritas lain). Perspektif-perspektif ini juga menunjukkan
bagaimana peneliti harus memosisikan diri mereka dalam penelitian
kualitatif (seperti, berada di luar atau tidak condong pada konteks
pribadi, kultural, atau dengan tidak memarjinalisasi lebih jauh individu-
individu yang diteliti, atau dengan cara berbaur langsung dengan
mereka). Dalam penelitian etnografi kritis, peneliti memulai dengan satu
teori yang dapat menjelaskan keseluruhan proses penelitiannya. Teori
kausatif seperti ini bisa berupa teori emansipasi atau represi (Thommas,
1993).

Beberapa perspektif teoretis yang biasa digunakan dalam penelitian


kualitatif adalah sebagian berikut (Creswell, 2007) :

 Perspektif feminis menggugat kondisi kaum wanita saat ini yang ditindas
dengan sewenang-wenang dan institusi-institusi yang turut memben-
tuk kondisi tersebut. Topik-topik penelitian bisa mencakup isu-isu ke-
bijakan yang berhubungan dengan realisasi keadilan sosial bagi kaum
wanita dalam ranah-ranah tertentu atau pengetahuan tentang kondisi-
kondisi ketertindasan yang dialami oleh mereka (Olesen, 2000).

 Wacana rasial memunculkan pertanyaan-pertanyaan penting tentang


konstruksi dan kontrol atas pengetahuan-pengetahuan yang berbau
ras, khususnya tentang orang-orang dan komunitas-komunitas kulit
berwarna (Ladson-Billings, 2000).

 Perspektif teori kritis fokus pada pemberdayaan umat manusia agar


dapat bebas dari kungkungan rasial, kelas, dan gender yang dilekatkan
pada mereka (Fay, 1987).

 Teori queer-begitulah istilah yang digunakan dalam literatur ini ber-


fokus pada individu-individu yang menamakan dirinya sebagai ke-
lompok lesbian, gay, biseksual, atau transgender. Penelitian-penelitian
yang menerapkan perspektif teoretis ini bukan penelitian-penelitian
yang menerapkan perspektif teoretis ini bukan berarti menjadikan indi-
vidu-individu di atas sebagai objek mentah yang dapat diperlakukan
begitu saja, melainkan lebih berusaha mencari sisi-sisi kultural dan
politis apa yang membuat mereka terkucilkan dalam ranah sosial. Teori
ini bahkan berusaha menyuarakan kembali hak-hak dan pengalaman-
pengalaman individu yang tertindas (Gamson, 2000).

 Studi ketidakmampuan berfokus pada makna inklusi dalam sekolah, yang


melibatkan para pengurus sekolah, guru, dan orang tua yang memiliki
anak-anak dengan ketidakmampuan-ketidakmampuan tertentu
(Mertens, 1998).

Rossman dan Rallis (1998) mengartikan teori dalam penelitian


kualitatif sebagai perspektif posmodern dan kritis: Menjelang abad XX,
ilmu-ilmu sosial tradisional mulai dikritik dan dipertanyakan oleh
perspektif-perspektif posmodern dan kritis yang menantang asumsi-
asumsi objektif dan norma-norma tradisional dalam penelitian. Ada
empat hal yang menjadi fokus utama dalam kritik ini : a) penelitian pada
dasarnya melibatkan isu-isu kekuasaan; b) laporan penelitian tidak tran-
sparan dan netral, tetapi dikuasai oleh individu-individu yang secara
politis berorientasi pada ras, gender, dan kelas; c) ras, kelas, dan gender
merupakan aspek-aspek penting dalam memahami pengalaman manusia;
dan d) penelitian historis tradisional telah membungkam kelompok-ke-
lompok yang tertindas dan marginal (hlm. 66).

Ketiga, dalam penelitian kualitatif, teori sering kali digunakan se-


bagai poin akhir penelitian. Dengan menjadikan teori sebagai poin akhir
penelitian, berarti peneliti menerapkan proses penelitiannya secara
induktif yang berlangsung mulai dari data, lalu ke tema-tema umum,
kemudian menuju teori atau model tertentu (lihat Punch, 2005). Logika
pendekatan induktif ini dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Peneliti mengemukakan generalisasi-


generalisasi atau teori-teori dari literatur-
literatur dan pengalaman-pengalaman
pribadinya

Peneliti mencari pola-pola umum,


generalisasi-generalisasi, atau teori-teori dari
tema-tema atau kategori-kategori yang
dibuat.

Peneliti menganalisis data berdasarkan


tema-tema dan kategori-kategori.

Peneliti mengajukan pertanyaan-


pertanyaan terbuka pada partisipan dan
merekam catatan-catatan lapangan.

Peneliti mengumpulkan informasi


(misalnya, dari wawancara atau
observasi).
Gambar 3.5 Logika Induktif dalam Penelitian Kualitatif

Peneliti memulai penelitiannya dengan mengumpulkan informasi


sebanyak mungkin dari para partisipan, lalu membentuk informasi ini
menjadi kategori-kategori atau tema-tema tertentu. Tema-tema ini ke-
mudiian dikembangkan menjadi pola-pola, teori-teori, atau generalisasi-
generalisasi untuk nantinya diperbandingkan dengan pengalaman-penga-
laman pribadi atau dengan literatur-literatur yang ada.

Usaha mengembangkan tema-tema dan kategori-kategori menjadi


pola-pola, teori-teori, atau generalisasi-generalisasi ini menunjukkan
bahwa penelitian kualitatif memilikki poin akhir yang berbeda-beda.
Misalnya, dalam penelitian studi kasus, Stake (1995) menyebut tuntutan
(assertion) sebagai generalisasi proposional (kesimpulan peneliti dari hasil
interpretasi dan klaim-klaimnya) dan generalisasi naturalistik (pengalaman-
pengalaman pribadi peneliti) (hlm. 86). Sebagai contoh lain, grounded
theory memiliki poin akhir yang berbeda. Dalam penelitian ini, peneliti
berharap dapat menemukan satu teori yang didasarkan pada informasi
dari para partisipan (Strauss & Corbin, 1998). Bahkan, Lincoln dan Guba
(1985) menyebut pattern theory (teori pola) sebagai pemikiran-pemikiran
awal yang terus berkembang selama penelitian kualitatif. Dari penjelasan
ini dapat disimpulkan : ketimbang bentuk deduktif yang banyak terdapat
dalam penelitian kuantitatif, generalisasi atau pattern theory dalam pene-
litian kulaitatif ini justru merepresentasikan pemikiran-pemikiran yang
saling berhubungan atau bagian-bagian yang terhubung dengan ke-
seluruhan.

Neuman (2000) memberikan informasi tambahan mengenai pattern


theory ini: Pattern theory tidak menekankan aspek penalaran deduktif.
Sebaliknya, mirip dengan teori kausatif, pattern theory justru berisi konsep-
konsep dan relasi-relasi yang saling berhubungan, namun teori ini tidak
membutuhkan pernyataan kausatif. Malahan, teori ini menggunakan
metafora dan analogi-analogi agar relasi-relasi ini ‘’memiliki konsep dan
relasi-relasi di dalamnya membentuk sejenis mutual-rein-forcing dan sistem
tertutup. Pattern theory mengurutkan setiap tahapan atau menghu-
bungkan bagian-bagian dengan keseluruhan (hlm. 38).

Keempat, beberapa penelitian kualitatif tidak menggunakan teori yang


terlalu eksplisit. Kasus ini bisa saja terjadi disebabkan dua hal: 1) karena
tidak ada satu pun penelitian kualitatif yang dilakukan dengan observasi
yang ‘’benar-benar murni’’ dan 2) karena struktur konseptual sebelumnya
yang disusun dari teori dan metode tertentu telah memberikan starting
point bagi keseluruhan observasi (Schwandt, 1993). Bahkan, tidak sedikit
orang memandang penelitian kualitatif sebagai penelitian yang tidak
memiliki orientasi teori yang eksplisit, seperti dalam penelitian feno-
menologi, yang di dalamnya peneliti berusaha untuk membangun esesi
pengalaman dari para partisipan (lihat, Riemen, 1986). Dalam penelitian-
penelitian semacam ini, peneliti hanya membuat suatu deskripsi yang
kaya dan rinci tentang fenomena tertentu.

Tips penelitian saya tentang penggunaan teori dalam penelitian


kualitatif ini antara lain sebagai berikut :

 Pastikan apakah teori tersebut dapat diterapkan dalam penelitian


kualitatif atau tidak.
 Jika bisa diterapkan, identifikasilah bagaimana teori tersebut akan
dijabarkan dan digunakan dalam penelitian Anda; apakah sebagai
penjelasan up-front, sebagai end point penelitian, atau sebagai perspektif
advokasi.
 Tempatkan teori tersebut dalam naskah penelitian Anda di bagian yang
tepat, sesuai dengan tujuan digunakannya teori tersebut.
Menempatkan Teori dalam Penelitian Kualitatif
Bagaimana teori itu digunakan, akan turut memengaruhi penem-
patannya dalam sebuah penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif
yang menggunakan tema kultural atau perspektif teoretis, teori muncul di
awal penelitian. Sesuai dengan rancangan penelitian kualitatif, teori bisa
muncul di awal dan dapat dimodifikasikan atau disesuaikan sedemikian
rupa berdasarkan pandangan dari para paritisipan. Akan tetapi, untuk
sebagian besar rancangan kualitatif yang berorientasikan teori, seperti
etnografi kritis, Lather (1986) mengualifikasi penggunaan teori sebagai
berikut :
Melakukan peneletian grounded theory secara empiris membutuhkan
relasi timbal-balik antara data dan teori. Data harus diolah secara dialektik
agar dapat menghasilkan proposisi-proposisi baru yang memungkinkan
munculnya kerangka teoretis, dengan tetap dengan data penelitian (hlm.
267).
Seperti yang tampak pada contoh di atas, kami telah mengem-
bangkan suatu model visual yang menghubungkan variabel-variabel, me-
rancang model ini secara induktif dari komentar-komentar informan, dan
meletakkan model tersebut di akhir penelitian, yang di dalamnya
proposisi utama dapat dibedakan dengan teori-teori dan literatur-literatur
yang sudah ada.

(John W. Creswall. RESEARCH DESIGN Qualitative,Quantitative, and Mixed


Methods Approaches: 75)

LANDASAN TEORI

Landasan teori adalah teori-teori relevan yang dapat digunakan


untuk menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti,sebagai dasar untuk
member jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang diajukan
(hipotesis) serta penyusunan instrument penelitian.

Teori-teori yang digunakan bukan sekedar pendapat dari


pengarang, pendapat penguasa, tetapi teori yang benar-benar telah terjadi
teruji kebenaranya. Di sini juga diperlukan dukungan hasil-hasil
penelitian yang telah ada sebelumnya dan ada kaitanya dengan variabel
yang akan diteliti. Jumlah teori yang dikemukakan tergantung pada
variabel yang diteliti. Kalau variabel yang diteliti ada dua, maka jumlah
teori yang dikemukakan juga ada dua. Setelah diuraikan dan
dikemukakan kajian teori atau landasan teori yang mendukung kemudian
variabel tersebut dijabarkan menjadi dimensi-dimensi (sub variabel),
kemudian menjadi indikator –indikator dan diteruskan menjadi item-item
pertanyaan atau pertanyaan penelitian (instrument penelitian), biasanya
di uraikan pada Metodologi Penelitian.

Contoh-contoh:Landasan teori yang diuraikan menurut variabel,


dan dimensi (sub variabel) dan indikator-indikatornya sebagai berikut:

1. Variabel Karakteristik Kepribadian Guru


Sub variabel karakteristik kepribadian guru menurut Banyak pakar
yang mengemukakan definisi tentang kepribadian, minsalnya Reber
(Syah,1995:226-227) mendifinisikan kepribadian sebagai susunan atau
kesatuan antara aspek perilaku mental (pikiran, perasaan, dsb) dengan
aspek perilaku behavioral (perbuatan nyata). Aspek-aspek ini berkaitan
secara fungsional dalam diri seorang individu, sehingga membuatnya
bertingkah laku secara khas dan tetap.

Kepribadian guru dalam PBM meliputi dimensi:


a. Fleksibilitas kognitif guru (sub variabel)
1) Sikap kognitif guru terhadap siswa
a) Menunjukan prilaku demokratis (indikator)
b) Responsif terhadap kelas (indikator)
c) Memandang siswa sebagai partner dalam PBM (indikator)
2) Sikap kognitif guru terhadap materi dan metode mengajar
a) Menguasai materi pelajaran (indikator)
b) Menyusun dan menyajikan materi secara sistematis (indikator)
c) Menggunakan metode mengajar yang bervariasi (indikator)
d) Keteoatan dalam memilih metode mengajar (indikator)
b. Keterbukaan psikologis guru (sub variabel)
1) Kemampuan berkomunikasi: Mampu berkomunikasi dengan
orang lain (indikator)
2) Beremphaty
a) Peduli akan maslah siswa (indikator)
b) Terbukan dalam memberikan bantuan (indikator)
c. Sifat-sifat pribadi (sub Variabel)
1) Sabar (Tidak lekas marah) (indikator)
2) Jujur (Menggunakan kata-kata yang dapat dipercaya untuk
mengungkapkan hal yang sebenarnya) (indikator)
3) Memiliki rasa humor (Dapat menggunakan humor dalam
menciptakan situasi PBM yang menarik) (indikator)
4) Ramah(Menunjukan perilaku simpatik) (indikator)

2. Variabel motivasi belajar siswa

Prayitno (1989:8) menyatakan bahwa motivasi belajar tidaka saja


merupakan suatu energi yang menggerakkan siswa untuk belajar, tetapi
juga sebagai suatu yang mengarahkan aktivitas siswa kepada tujuan
belajar.Motivasi belajar adalah dorongan dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan serta arah belajar untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki siswa.
Marx & Tombuch (Prayitno, 1989:8) mengumpamakan,motivasi
sebagai bahan bakar dalam beroperasinya mesin gasoline”. Tidaklah
menjadi berarti betapapun baiknya potensi anak yang meliputi
kemampuan intelektual atau bakat siswa dan materi yang akan diajarkan
serta lengkapnya sarana belajar, maka PBM tidak akan berlangsung
optimal.Motivasi belajar siswa meliputi:

a. Ketekunan dalam belajar (sub variabel)


1).Kehadiran di sekolah (indikator)
2).Mengikuti PBM di kelas (indikator)
3).Belajar di rumah (indikator)
b. Ulet dalam menghadapi kesulitan (sub variabel)
1).Sikap terhadap kesulitan belajar (indikator)
2).Usaha mengatasi kesulitan (indikator)
c. Minat dan ketajaman perhatian dalam belajar (sub variabel)
1).Kebiasaan dalam mengikuti pelajaran (indikator)
2).Semangat dalam mengikuti PBM (indikator)
d. Berprestasi dalam belajar (sub variabel)
1).Keinginan untuk berprestasi (indikator)
2).Kualifikasi diri (indikator)
e. Mandiri dalam belajar (sub variabel)
1).Penyelesaian tugas/PR (indikator)
2).Menggunakan kesempatan di luar jam pelajaran
(indicator
3. Variabel Mutu Kinerja Guru
Tolak ukur mutu kinerja pelayananan aparatur perlu dibuat dibuat
agar pegawai bisa mengukur dirinya dalam menjalankan perkerjaan, hal
ini didukung oleh Menpan, S.W.Brown (2000:10) dan Zethaml (1990:21-22)
yang menyatakan bahwa tolak ukur mutu kinerja pelayanan dapat diukur
oleh 10 unsur atau dimensi, yaitu :
a. Tangibles (dimensi)
1). Peralatan (indikator)
2).Perlengkapan (indikator)

b. Reliability (dimensi)

1). Kecepatan proses pelayanan (indikator)


2). Adil dalam pelayanan (indikator)

c. Responsiveness (dimensi)

1). Kesadaran memberikan pelayanan (indikator)


2). Menguasai tugas (indikator)

d. Competence (dimensi)

1). Mampu menjalankan tugas (indikator)


2). Terampil terhadap pekerjaan (indikator)

e. Courtesy (dimensi)

1). Ramah dan bersahabat (indikator)


2). Tanggap keinginan konsumen (indikator)
f. Credibility (dimensi)
1). Jujur dalam setiap tindakan (indikator)
2). Amanah dalam menjalankan tugas (indikator)
g. Security (dimensi)
1). Jaminan pelayanan (indikator)
2). Kepastian hukum (indikator)
h. Access (dimensi)
1). Mudah untuk mengadakan kontak (indikator)
2). Pendekatan dengan pelanggan (indikator)
i. Communications (dimensi)
1). Mampu berkomunikasi (indikator)
2). Memberikan informasi baru (indikator)
j. Understanding the customer (dimensi)
1). Tahu apa yang dibutuhkan pelanggan (indikator)
2). Memberikan pelayanan yang sesuai selera pelanggan
(indikator)
4. Variabel Produktivitas Kerja
Sutermeister (1976) mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi produktivitas kerja seseorang yaitu:
a. Perkembangan teknologi (sub variabel)
(bahan yang dikerjakan, job layout, metode kerja = indikator)
b. Penampilan kerja (job performance) (sub variabel)
dipengaruhi oleh :
1). Motivasi kerja (indikator) dipengaruhi oleh :
a) Kondisi sosial (Organisasi formal, serikat pekerja,
organisasi, informal dan para pemimpin)
b) Kebutuhan individu (physiological, social, egoistic,
aktivitas pekerja, jenis kelamin, tingkat aspirasi, latar
belakang budaya).
c) Kondisi fisik tempat kerja (cahaya, temperatur,
ventilasi, waktu istirahat, keselamatan dan kesehatan
kerja, musik, dan tata ruang)

2). Kemampuan (inditator) dipengaruhi oleh :

a) Pengetahuan (latihan pengalaman kerja dan


pendidikan)
b) Keterampilan (skill) (pendidikan, sikap dan
kepribadian).

(Riduan, 2004. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-karyawan dan Peneliti


Pemula, Bandung : ALFABETA)
2. 1. TIPE-TIPE PENELITIAN PENDIDIKAN

PENELITIAN PENDIDIKAN DAN BAHASA PENELITIAN

Penelitian adalah penerapan pendekatan ilmiah pada pengkajian


suatu masalah. Tujuannya yaitu untuk menemukan jawaban terhadap
persoalan yang signifikan, melalui penerapan prosedur-prosedur ilmiah.
Jika pendekatan ilmiah diterapkan untuk menyelidiki masalah-masalah
pendidikan, maka hasilnya ialah penelitian pendidikan. Penelitian
pendidikan merupakan suatu kegiatan yang diarahkan kepada pengem-
bangan pengetahuan ilmiah tentang kejadian-kejadian yang menarik
perhatian pendidikan (Travers, 1969:5) tujuannya ialah menemukan
prinsip-prinsip umum, atau penafsiran tingkah laku yang dapat dipakai
untuk menerangkan, meramalkan, dan mengendalikan kejadian-kejadian
dalam lingkungan pendidikan.
Tiap-tiap disiplin ilmu memerlukan bahasa khusus guna melukiskan
dan menerangkan pengamatan-pengamatan dibidang itu. Parra ilmuan
memerlukan istilah-istilah tingkat empiris untuk menggambarkan
pengamatan tertentu. Mereka juga memerlukan istilah-istilah tingkat
toeritis dalam membicarakan proses-proses hipotesis yang mungkin tidak
dapat diamati langsung. Istilah-istilah yang dipakai para ilmuan pada
tingkat deskriptif maupun tingkat teoritis diberi nama konsep atau
pengertian (concept) dan bangunan pengertian (construct). Pengertian
atau konsep adalah suatu abstraksi dari kejadian-kejadian yang diamati.
Pengertian adalah kata yang mewakili persamaan atau segi umum dari
objek atau kejadian yang amat berbeda satu sama lain (Ary, 1972).

Maksud suatu konsep adalah uantuk menyederhanakan pemikiran


dengan jalan memasukkan sejumlah kejadian dalam satu nama yang
umum.

Pengertian dari sesuatu yang dapat diamati secara langsung ada


yang tidak misalnya, pohon, ini dapat diamati langsung, tetapi motivasi,
keadilan, tidak dapat dengan mudah digambarkan dengan menunjuk
kepada suatu objek atau kejadian. Untuk mengamati hal terakhir itu perlu
diketahui apa yang disebut bangunan pengertian dapat dilakukan dengan
cara menggabungkan konsep-konsep dan bangunan-bangunan pengertian
sederhana dalam pola tertentu. Bangunan pengertian seseorang dari fakta
atau gejala empiris yang diwakilinya,semakin besar pula kemungkinan
terjadi kesalahpahaman dan semakin besar pula pengertian tersebut (Ary,
1972),terdapat dua cara member batasan terhadap suatu istilah, yaitu
batasan konstitutif (constitutive definition) bersifat lebih formal. Dengan
cara tersebut suatu istilah diberi batasan dengan mengunakan istilah-
istilah lain. Misal kecerdasan diberi batasan dengan mengunakan istilah-
istilah lain. Misal kecerdasan diberi batasan sebagai kemampuan berfikir
secara abstrak.
Batasan semacam ini dapat menunjukkan sifat-sifat umum gejala
yang menjadi perhatian penelitian. Batasan operasional (operational
definition) adalah batasan yangmemberikan arti kepada suatu pengetian
atau bangunan pengertian dengan cara menetapkan tindakan (operasi)
yang akan dilakukan untuk mengukur pengertian tersebut. Dengan
demikian batasan opersional menunjuk kepada kegiatan yang dapat
digunakan oleh peneliti untuk mengukur suatu pengertian. Misal, indeks
kecerdasan (IQ) dapat diberi batasan secara operasional sebagai skor pada
tes kecerdasan X. Batasan opersional sangat penting bagi penelitian
karena batasan ini memungkinkan peneliti menguukur pengertian dan
bangunan pengertian yang abstrak. Batasan operasional juga memungkin-
kan ilmuan melangkah dari tingkat teori ke tingkat yang mendasar bagi
ilmu.

(Drs. S Margono, 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan)


1. Penelitian Deskriptif
Klasifikasi yang pertama sering ditemui dalam bidang sosial,
ekonomi, dan pendidikan ialah penelitian deskriptif. Pada penelitian
deskriptif ini, para peneliti berusaha menggambarkan kegiatan penelitian
yang dilakukan pada objek tertentu secara jelas dan sistematis. Penelitian
deskriptif ini juga disebut penelitian praeksperimen. Karena dalam
penelitian ini mereka melakukan eksplorasi, menggambarkan, dengan
tujuan untuk dapat menerangkan dan memprediksi terhadap suatu gejala
yang berlaku atas dasar data yang diperoleh di lapangan. Penelitian
deskriptrif ini hanya berusaha menggambarkan secara jelas dan
sekuensial terhadap pertanyaan penelitian yang telah ditentukan sebelum
para peneliti terjun ke lapangan dan mereka tidak menggunakan hipotesis
sebagai petunjuk arah atau guide dalam penelitian.

2. Penelitian Eksperimen
Penelitian ekperimen merupakan metode inti dari model penelitian
yang ada. Karena dalam penelitian eksperimen para peneliti melakukan
tiga persyaratan dari suatu bentuk penelitian. Ketiga persyaratan tersebut,
yaitu kegiatan mengontrol, memanipulasi, dan observasi. Dalam pene-
litian eksperimen peneliti juga harus membagi objek atau subjek yang
diteliti menjadi dua grup, yaitu grup treatment atau yang memperoleh
perlakuan dan grup control yang tidak memperoleh perlakuan. Penelitian
eksperimen karene peneliti sudah melakukan kegiatan mengontrol meke
hasil penelitian dapat menentukan hubungan kausal atau sebab dan
akibat. Penelitian eksperimen juga diharuskan menggunakan hipotesis
dan melalui pengamatan, peneliti menguji hipotesis tersebut dalam
kondisi eksperimen, yaitu kondisi yang sudah dimanipulasi sedemikian
rupa (laboratorium), sehingga tidak ada kontaminasi diantara variabel
yang diteliti. Bidang kedokteran, pertanian, psikologi dan bidang teknik
adalah diantara bidang-bidang ilmu pengetahuan yang banyak meng-
gunakan penelitian eksperimen.

3. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)


Pada awalnya, penelitian tindakan (action research) dikembangkan
dengan tujuan untuk mencari penyelesaian terhadap problema sosial
(termasuk pendidikan). Penelitian tindakan diawali oleh suatu kajian ter-
hadap suatu masalah secara sistematis (Kemmis dan Taggart, 1988). Hasil
kijian ini dijadikan dasar untuk menyusun suatu rencana kerja (tindakan)
sebagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Kegiatan berikutnya
adalah pelaksanaan tindakan dilanjutkan dengan observasi dan evaluasi.
Hasil observasi dan evaluasi digunakan sebagai masukkan melakukan
refleksi atas apa yang terjadi pada saat pelaksanaan tindakan. Hasil
refleksi kemudian dijadikan landasan untuk menentukan perbaikan serta
penyempurnaan tindakan selanjutnya.
Menurut Kemmis (1988), penelitian tindakan adalah suatu bentuk
penelitian refleksi diri yang dilakukan oleh para partisipan dalam situasi-
situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki praktik yang
dilakukan sendiri. Dengan demikian, akan diperoleh pemahaman yang
komprehensif mengenai praktik dan situasi di mana praktik tersebut
dilaksanakan. Terdapat dua hal pokok dalam penelitian tindakan yaitu
perbaikan dan keterlibatan. Hal ini akan mengarahkan tujuan penelitian
tindakan ke dalam tiga area yaitu; a) untuk memperbaiki praktik; b) untuk
pengembangan profesional dalam arti meningkatkan pemahaman para
praktisi terhadap praktik yang dilaksanakannya; serta c) untuk memper-
baiki keadaan atau situasi di mana praktik tersebut dilaksanakan.

Dalam bidang pendidikan, khususnya dalam praktik pembelajaran,


pene litian tindakan berkembang menjadi Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) atau Classroom Action Reserach (CAR). PTK adalah penelitian tin-
dakan yang dilaksanakan di dalam kelas ketika pembelajaran berlang-
sung. PTK dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki atau mening-
katkan kualitas pembelajaran. PTK berfokus pada kelas atau pada proses
pembelajaran yang terjadi di dalam kelas.

Suharsimi (2002) menjelaskan PTK melalui gabungan definisi dari


tiga kata yaitu “Penelitian” + “Tindakan“ + “Kelas”. Makna setiap kata
tersebut adalah sebagai berikut.

Penelitian
Kegiatan mencermati suatu obyek dengan menggunakan cara dan
metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang
bermanfaat dalam memecahkan suatu masalah.

Tindakan
Sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan ter-
tentu. Tindakan yang dilaksanakan dalam PTK berbentuk suatu
rangkaian siklus kegiatan.
Kelas
Sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pe-
lajaran yang sama dari guru yang sama pula. Siswa yang belajar
tidak hanya terbatas dalam sebuah ruangan kelas saja, melainkan
dapat juga ketika siswa sedang melakukan karyawisata, praktikum
di laboratorium, atau belajar tempat lain di bawah arahan guru.

4. Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif adalah riset yang bersifat deskriptif dan cen-
derung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan
makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif.
Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian
sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat
untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai
bahan pembahasan hasil penelitian. Terdapat perbedaan mendasar antara
peran landasan teori dalam penelitian kuantitatif dengan penelitian
kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif, penelitian berangkat dari teori
menuju data, dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap
teori yang digunakan; sedangkan dalam penelitian kualitatif peneliti
bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas,
dan berakhir dengan suatu “teori”.

Penelitian kualitatif jauh lebih subyektif daripada penelitian atau


survei kuantitatif dan menggunakan metode sangat berbeda dari
mengumpulkan informasi, terutama individu, dalam menggunakan wa-
wancara secara mendalam dan grup fokus. Sifat dari jenis penelitian ini
adalah penelitian dan penjelajahan terbuka berakhir dilakukan dalam
jumlah relatif kelompok kecil yang diwawancarai secara mendalam.

Peserta diminta untuk menjawab pertanyaan umum, dan inter-


viewer atau moderator group periset menjelajah dengan tanggapan
mereka untuk mengidentifikasi dan menentukan persepsi, pendapat dan
perasaan tentang gagasan atau topik yang dibahas dan untuk menentukan
derajat kesepakatan yang ada dalam grup. Kualitas hasil temuan dari
penelitian kualitatif secara langsung tergantung pada kemampuan,
pengalaman dan kepekaan dari interviewer atau moderator group.

Jenis penelitian yang sering kurang dilakukan dari survei karena


mahal dan sangat efektif dalam memperoleh informasi tentang kebutuhan
komunikasi dan tanggapan dan pandangan tentang komunikasi tertentu.
Dalam hal ini sering metode pilihan dalam kasus di mana pengukuran
atau survei kuantitatif tidak diperlukan.

5. Penelitian Kuantitatif
Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis
terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya.
Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan
model-model matematis, teori-teori dan /atau hipotesis yang berkaitan
dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral
dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan yang
fundamental antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari
hubungan-hubungan kuantitatif.

Penelitian kuantitatif banyak dipergunakan baik dalam ilmu-ilmu


alam maupun ilmu-ilmu sosial, dari fisika dan biologi hingga sosiologi
dan jurnalisme. Pendekatan ini juga digunakan sebagai cara untuk
meneliti berbagai aspek dari pendidikan. Istilah penelitian kuantitatif
sering dipergunakan dalam ilmu-ilmu sosial untuk membedakannya
dengan penelitian kualitatif.

Penelitian kuantitatif adalah definisi, pengukuran data kuantitatif


dan statistik objektif melalui perhitungan ilmiah berasal dari sampel
orang-orang atau penduduk yang diminta menjawab atas sejumlah
pertanyaan tentang survei untuk menentukan frekuensi dan persentase
tanggapan mereka. Sebagai contoh : 240 orang, 79% dari populasi sampel,
mengatakan bahwa mereka lebih percaya pada diri mereka pribadi masa
depan mereka dari setahun yang lalu hingga hari ini. Menurut ketentuan
ukuran sampel statistik yang berlaku, maka 79% dari penemuan dapat
diproyeksikan ke seluruh populasi dari sampel yang telah dipilih.
pengambilan data ini adalah disebut sebagai survei kuantitatif atau
penelitian kuantitatif.

Ukuran sampel untuk survei oleh statistik dihitung dengan


menggunakan rumusan untuk menentukan seberapa besar ukuran sampel
yang diperlukan dari suatu populasi untuk mencapai hasil dengan tingkat
akurasi yang dapat diterima. pada umumnya, para peneliti mencari
ukuran sampel yang akan menghasilkan temuan dengan minimal 95%
tingkat keyakinan (yang berarti bahwa jika Anda survei diulang 100 kali,
95 kali dari seratus, Anda akan mendapatkan respon yang sama) dan
plus /minus 5 persentase poin margin dari kesalahan. Banyak survei
sampel dirancang untuk menghasilkan margin yang lebih kecil dari
kesalahan.

Beberapa survei dengan melalui pertanyaan tertulis dan tes, kriteria


yang sesuai untuk memilih metode dan teknologi untuk mengumpulkan
informasi dari berbagai macam responden survei, survei dan administrasi
statistik analisis dan pelaporan semua layanan yang diberikan oleh
pengantar komunikasi. Namun, oleh karena sifat teknisnya metode
pilihan pada survei atau penelitian oleh karena sifat teknis, maka topik
yang lain tidak tercakup dalam cakupan ini.

(http://rizalkasirinsukromo.wordpress.com/2010/03/24/jenis-jenis-

penelitian-pendidikan/)
2. 2. DUA TRADISI DARI PENELITIAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF

A. Sejarah Berkembangnya Peneletian Kuantitatif Dan Kualitatif

Pada abad ke-17 orang masih berpandangan bahwa apa yang terjadi
bersifat alamiah. Peneliti mengamati secara pasif, tidak dengan sengaja
memanipulasi lingkungan dan tidak mengadakan eksperimen dengan
lingkungan. Masa itu disebut sebagai masa prapositivisme. Pada abad ke-
18, dengan ditandai oleh dafid hume (sekitar tahun 1750) yang
berpandangan bahwa peneliti dapat dengan sengaja mengadakan
perubahan dalam duniasekitar dengan melakukan berbagai eksperimen
sehingga timbul metode ilmiah (scientific method), yang selanjutnya
ditemukan aturan, hukum, prinsip umum tentang dunia kenyataan, baik
dalam ilmu alam maupun ilmu sosial.Masa itu disebut sebagai masa
positivism. Menurut pandangan ini realitas dapat dipecah menjadi
bagian-bagian. Hukum yang berlaku bagi bagian kecil, juga berlaku bagi
keseluruhan. Pengalaman bersifat objektif dan dapat diukur,realitas hanya
ada satu, yang mempunyai hukum-hukum dan ciri-ciri tertentu yang
dapat diselidiki.
Bahkan menurut Nasution (1988) dalam S. Margono (1997) cirri-ciri
pandangan positivism, antara lain :
1. Logika eksperimen dengan memanipulasi variabel yang dapat
diukur secara kuantitatif agar dapat dicari hubungan di anatara
berbagai variabel;
2. Mencari hukum universal yang dapat meliputi semua kasus,
walaupun dengan pengolahan statistic dicapai tingkat probabilitas
dengan mementingkan sampling untuk mencari generalisasi;
3. Netralitas pengamatan dengan hanya meneliti gejala-gejala yang
dapat diamati langsung dengan mengabaikan apa yang tidak dapat
diamati dan diukur dengan instrument yan valit dan reliable.

Pandangan positif ini dalam penelitian juga dikenal sebagai


pandangan kuantitatif (Nasution 1988; Faisal,1990) dalam penelitian
pendekatan pada mulanya didominasi oleh pendekatan kuantitatif
sebagai warisan kerangka berfikir yang melahirkan teori-teori agung
(Grend theoris) pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 (Kartidirjho,
1990; Sonhadji, 1994). Pendekatan kuantitatif dianggap sebagai metode
yang memenuhi syarat-syarat keilmiahan, baik dalam penelitian ilmu
alam, sampai kemudian diikuti ilmu-ilmu sosial (Nasution, 1988 dalam
Imron S. Arifin, 1994).

Selanjutnya dalam perjalanan waktu sekitar tahun1950 an dan 1960


an beberapa pakar penelitian mulai meragukan pendekatan positivisme
dalam penelitian ilmu social (Kartodirdjo, 1990). Hal ini sebagaimana
kritik Cherns (1972) bahwa data statistik hanya dapat mendeskripsikan
fenomena yang telah diakui, tetapi statistik tidak dapat membuat prediksi
fenomena baru atau fenomena yang sedang berubah. Bahkan Rich (1979)
juga mengkritik pandangan positivisme yang menyatakan bahwa pene-
litian dan hasil penelitian bebas dari sistem nilai-nilai atau bias, bebas dari
pengaruh orang yang mengamatinya.
Gerakan yang mengkritik pendekatan posivisme ini selanjutnya di-
sebut sebagi post-posivisme sebagai salah satu cirinya, penelitian menurut
post-posivisme dilakukan dalam situasi yang wajar atau dalam latar alami
(natural setting) dengan menggunakan metode naturalistik. Disamping
itu, metode ini dalam pengumpulan datanya bersifat kualitatif sehingga
disebut juga sebagai pendekatan kualitatuf, yang hakikatnya mengamati
orang yang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka,
berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia
sekitarnya. Namun demikian, menurut Sutopo (1990) adanya beragam
istilah dalam penelitian kualitatif, seperti penelitian naturalistik, paska
positivistic, etnografi, fenomenologis, hermeneutis, subjektif, interpretatif,
humanistic dan studi kasus disebabkan adanya kecenderungan penelitian
yang menekankan pandangan yang berbeda mengenai apa yang
dianggapnya paling penting sehingga memlilih istilah khusus. Menurut
Lincoln dan Guba, pilihan dasar tersebut sering didasarkan pada bidang
ilmu yang digunakannya. Misalnya, penelitian naturalistic datang dari
sosiologi, etnografi datang dari antropologi, studi kasus dataang dari
pisikologi dan kritik seni dtang dari humaniora.

B. Perbedaan Penelitian Kuantitatif Dengan Kualitatif

Terlepas dari perjalanan dan pertentangan prapositivisme,


positivisme, dan post-positivisme, Burges (1985) menyarankan untuk
tidak memperttentangkan secara tajam pendekatan kuantitatif dan
kualitatif, walaupun banyak perbedaannya. Berbagai teknik pendekatan
sangat bermanfaat untuk topik tertentu. Misalnya: metode apakah yang
relevan dengan masalah atau topik yang diteliti ? Informasi apa yang
relevan ? Untuk mengetahui frekuensi distribusi atau korelasi yang
relevan adalah pendekatan kuantitatif sedangkan untuk aspek masalah
sosial tertentu sering kali metode kualitatif lebih cocok.
Berdasarkan pemikiran diatas, bagi para peneliti pemula dalam
penelitian kualitatif sangat perlu memiliki pemahaman dan studi banding
antara pendekatan kuantitatif dngan kualitatif perbandingan diantara
kedua kedekatan tersebut dapat dirangkum dari beberapa tulisan Bogdan
dan Biklen, Moleong, Nanasutjana dan Ibrahim, serta Guba dan Lincon
sebagaimana dibawah ini.

Perbedaan penelitian kualitatif dengan kuantitatif dan aspek yang


diperbandingkan

Tabel 1. Ungkapan-ungkapan yang dikaitkan dengan pendekatan

Penelitian Kualitatif Penelitian Kuantitatif


Etnografi Eksperimental data keras
Studi kancah Perspektif dari luar
Data lunak Empiris
Interaksi simbolis Statistik
Perspektif dari alam Positivistik
Naturalistic Fakta-fakta social
Etnometodelogis
Deskriptif
Fenomenologis
Documenter
Sejarah kehidupan
Studi kasus
Ekologi
Table 2. konsep-konsep kunci yang dibutuhkan dengan pendekatan

Penelitian Kualitatif Penelitian Kuantitatif

Makna Variabel
Terbatas Operasional
Pemahaman berdasarkan akal Reliabelitas
kritis
Pembatasan situasi Hipotesis
Kehidupan sehari-hari Validitas

Pemahaman Makna secara statistik /


signifikan secara statistik
Proses Replikasi
Aturan yang dinegosiasi
Untuk tujuan praktis
Bentuk sosial

Table 3. Afilasi Teori

Penelitian Kualitatif Penelitian Kuantitatif


Interaksi simbolis Fungsionalisme structural
Etnometodelogi Realisme, posivisme
Fnomenologi Behaviorisme
Kultur Logic empirisme
Idealisme Teori sistem

Tabel 4. Petautan Ilmu

Penelitian Kualitatif Penelitian Kuantitatif


Sosiologi Psikologi
Antropologi Ilmu Eksakta
Pendidikan Ekonomi
Sejarah Ilmu Polotik

Tabel 5. Tujuan

Penelitian Kualitatif Penelitian Kuantitatif


Mengembangkan konsep-konsep
Menguji Teori
yang sensitif
Menggambarkan kenyataan ber-
Mengukuhkan fakta
ganda
Deskripsi secara statistik me-
Teori lapangan nunjukkan hubungan-
hubungan diantara variabel
Mengembangkan pemahaman Peramalan /prediksi

Tabel 6. Perencanaan

Penelitian Kualitatatif Penelitian Kuantitatif

Berjalan lambat,luwes/luntur Stuktur ditentukan dengan


dan rapat/umum ketat formal dan khusus
Muncul berubah,berkembang Merupakan rencana kerja
sambil berjalan sampai sekecil-kecilnya

Desain memberikan firasat


bagaimana peneliti melangkah

Tabel 7. Penulisan Usulan Penelitian / Proposal


Penelitian Kualitatif Penelitian Kuantitatif
Singkat Luas (panjang,lebar)
Spekulatif Rinci,khusus,dan fokus
Menyarankan luas lapangan Rinci dan khusus dalam
yang mungkin relevan prosedur
Sering ditulis setelah data Melalui tinjauan pustaka yang
terkumpul subtantif
Tidak luas dalam tinjauan Penelitian sebelum data
pustaka terkumpul
Pernyataan umum dari
Pernyataan hipootesis
pendekatan

Table 8. Data

Penelitian Kualitatif Penelitian Kuantitatif


Deskriptif Kunatitatif

Dokumen pribadi Pencatatan yang dapat


dikuantitatifkan
Catatan lapangan Hitungan / bilangan, ukuran
Hasil foto Variabel yang diopersionalkan
Kata-kata yang dimiliki oleh Statistik
masyarakat setempat
Catatan resmi dan hasilnya

Table 9. Sampel

Penelitian Kualitatiif Penelitian Kuantitatif


Kecil atau sedikit Luas dan banyak

Teknik terwakili Bertahap dan representatatif


sampling
Penentuan sampel secara Kelompok-kelompok control
teoritis (control untuk variabel luar)
Ketepatan,cermat
(validitas,dan reabilitas)
Pemilihan acak/random
Pengendalian terhadap
variabel luar

Table 10. Teknik atau Metode Pengumpulan Data

Penelitin Kualitatif Penelitian Kuantitatif

Observasi Eksperimen atau kuasi ekspe-


rimen
Kajian keaneka dokumen dan Penelitian survey (angket), wa-
karya manusia (artefak) wancara terstruktur
Wawancara secara terbuka Satuan-satuan data / himpunan
data

Table 11. Hubungan dengan Subjek

Penelitian Kualitatif Penelitian Kuantitatif


Empati (akrab) Terbatas
Penekanan pada kepercayaan Waktu yang pendek
Bertindak dalam kedudukan Tinggal dan terpisah
sederajat (persamaan)
Kontak yang mendalam Berjarak

Subjek sebagai kawan Merupakan hubungan subjek


dengan penelitian
Tabel 12. Peranti dan Alat

Penelitian Kualitatif Penelitian Kuantitaitf


Pita rekaman Inventori/daftar
Saring sebagai peneliti (peneliti
sering menjadi satu-satunya Angket/indeks
instrument)
Transkip Skala/skor tes
Komputer

Table 13. Analisis Data

Penelitian kualitatif Penelitian kuantitatif


Terus berlangsung atau Deduktif
berkelanjutan
Model, tema, konsep Dikerjakan selesai
pengumpulan data
Induktif (induksi analitis) Statistik
Metode perbandingan yang
ajeg atau tepat (komperaatif
konstan)

Table 14 Masalah dalam Menggunakan Pendekatan

Penelitian Kualitatif Penelitian Kuantitatif


Memerlukan waktu yang lama Pengendalian variabel lain
Sulit mereduksi data Reifikasi
Prosedur tidak baku Keterdesakan/sifat memaksa
Sulit mempelajari populasi yang Validitas
luas dan besar
Table 15. Latar

Penelitian Kualitatif Penelitian Kuantitatif


Alam (alamiah) Laboratorium

Table 16. Kriteria Kualitas

Penelitian Kualitatif Penelitian Kuantitatif


Relevansi Kaku

Table 17. Perbandingan Paradigma Yang Digunakan

Penelitian Kualitatif Penelitian Kuantitatif

Menganjurkan pengunaan Menganjurkan pengunaan


metode kualitatif metode kuantitatif

Logika positivism :”melihat


Fenomenologisme dan versehen
fakta atau kausal fenomena
dikaitkan dengan pemahaman
sosial dengan sedikit melihat
perilaku manusia dari frame of
bagi pernyataan subjektif
reference actor itu sendiri
individu-individu”.

Observasi tidak dikontrol dan Pengukuran terkontrol dan


naturalistic menonjol
Subjektif Objektif
Dekat dengan data dan
Jauh dari data : merupakan
merupakan perspektif dari
perspektif “outsider”
dalam
Tidak grounded, orientasi
Grounded, orientasidiscovery,
verifikasi, konfirmatori,
eksplorasi, ekspansionis,
reduksionis, inferensial, dan
deskriptif, dan induktif.
deduktif-hipotesis.
Orientasi proses Orientasi hasil
Reliabel : data dapat direplikasi
Valid, data real, rich, dan deep
dan hard

Tidak dapat digeneralisasi ; Dapat digeneralisasi ; studi


studi kasus multikasus tunggal
Holistic Partikularistik
Asumsi realitas dinamis Asumsi realitas stabil

C. Kelebihan Metode Kualitatif atas Metode Kuatitatif

Apabila metode-metode kuantitatif menjadi penunjang bagi metode


kualitatif maka metode kuantitatif memberikan data latar tiga fungsi :

Pertama, metode kuantitatif memberikan data latar belakang yang


terukur untuk mengkontekstualisasi studi-studi intensif skala kecil. Ini
seringkali diambil dari data-data statistic resmi, seperti data sensus, atau
analisis sekunder data skala besar. Studi Morris (1988) tentang polarisasi
sosial yang terjadi antara rumah tangga pekerja dan rumah tangga
penganggur di North East menggunakan sampel representative dari
daftar pemilu sebagai strategi samplingnya. Wawancara-wawancara, yang
dilakukan terhadap seluruh responden yang diambil dari daftar, juga
ditempuh unutk memberikan gambaran yang dapat dihitung mengenai
pekerjaan dan ciri-ciri domestik populasi, dalam rangka menafsirkan
studi-studi kasus tumah tangga pekerja dan rumah tangga penganggur
(Marris,1988).
Kedua, metode-metode kuantitatif dapat digunakan untuk menguji
hipotesis yang dilepaskan oleh survey cenderung menjadi dominan.
Contoh penelitian kualitatif yang belakangan diarahkan kepada survey
kuantitatif adalah tentang pekerjaan-pekerjaan rumah. Studi awal ini
dilakukan oleh sebuah tim peneliti yang berbeda dari tim yang
melakukan survey berikutnya yang berbeda dari tim yang melakukan
survey berikutnya (Cragg dan Dawson, 1981).

Studi terbesar sepanjang yang dilakukan tentang topik ini,


sampiling-representasi yang sebanding antara pejabat kerah biru dan
pejabat kerah putih dan seterusnya. Kedua studi ini, meski secara jelas
berhubungan, juga berdiri sendiri-sendiri (terlihat pada publikasi yang
terpisah )dan tergolong lebih baik dalam studi berikutnya ketika kedua
metode diberikan tekanan yang seimbang. Kerena dua studi ditulis
terpisah, maka tidaklah mungkin untuk menguji statusnya dalam kaitan
satu sama lain.

Ketiga, survey kuantitatif dapat diberikan landasan bagi sampling


kasus-kasus dan kelompok-kelompok perbandingan yang membentuk
studi intensif. Data yang secara statistic representative memungkinkan
peneliti untuk memutuskan apakah perlu membuat sampel kasus-kasus
dengan criteria representative atau kriteria lain.

D. Ciri-Ciri atau Karakteristik Penelitian Kualitatif

Ciri-ciri atau karakteristik pnelitian kualitatif menurut Biklen;


Lincoln dan Guba dalam meleong; Nana Sudjana dan Ibrahim; H.B
Mustopo adalah sebagai berikut :

a. Lingkungan alamiah sebagai sumber data langsung.


b. Manusia merupakan alat (instrument)utama pengumpulan data.
c. Analisis data dilakukan secara induksi.
d. Penelitian berifat deskiptif-analisis.
e. Tekanan penelitian barada pada proses.
f. Pembatasan penelitian berdasarkan fokus.
g. Perencanaan bersifat lentur dan terbuka.
h. Hasil penelitian merupakan kesepakatan bersama.
i. Pembentukan teori berasal dari dasar.
j. Pendekatan penelitian mengunakan metode kualittif.
k. Teknik samplimg cenderung bersifat purpositive.
l. Penelitian bersifat menyeluruh (holistis).
m.Makna sebagai perhatian utama penelitian.
n. Kriteria keabsahan data yang meliputi kredibilitas.
DUA TRADISI DARI PENELITIAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF

Pada bagian ini, pertama-tama kami akan menyajikan ulasan


menyeluruh tentang strategi analisis data dalam tradisi penelitian
kuantitatif dan kualitatif. Kekuatan dan kelemahan umum dari tiap
pendekatan akan dibahas. Kemudian kami akan membahas cara alternatif
dalam mengombinasikan dua jenis analisis dalam satu kajian disertai
beberapa contoh dari literature.

Sebagaimana dibahas dalam Bab 4, strategi analisis data dan


penyajiannya tergantung pada skala pengukuran variable-variabel yang
sedang dikaji. Untuk variabel nominal dan variabel kualitatif-naratif,
teknik analisis data secara kualitatif adalah yang tepat. Statistik non-
parametrik adalah metode analisis data untuk semua variabel ordinal,
sementara metode parametric terutama digunakan untuk variabel
interval. Di luar perbedaan tersebut, analisis berdasar parameter angka
sering kali juga digunakan untuk variabel yang secara teoritis variabel
interval, meskipun hasil pengukurannya mungkin ordinal.

ANALISIS DATA KUANTITATIF TRADISIONAL

Kebanyakan metode analisis data tradisional dapat diringkas dalam


bentuk matriks Data Analisis Kuantitatif 2 x 2 yang mempertemukan dua
dimensi: a) sejauh mana statistik digunakan untuk menentukan keter-
kaitan antara variabel atau perbedaan antara kelompok, b) sejauh mana
statistik tepat digunakan untuk data interval atau non-interval. Penye-
derhanaan penyajian ini harus bermamfaat untuk peneliti baru, sementara
peneliti yang lebih canggih barangkali memiliki prosedur metode
kategorisasi statistik sendiri. Kami menyajikan table tersebut untuk
mengenalkan perbedaan “Keluarga” prosedur statistik yang akan diela-
borasikan kemudian pada bab ini. Matriks 2 x 2 berguna sebagai ulasan
singkat berbagai “ keluarga” prosedur statistik, sisa dari pembahasan
teknik analisis kuantitatif akan difokuskan pada dua pembahasan
kalasifikasi yang lain :
1. Metode deskriptif versus metode inferensial
2. Metode univariat versus metode multivariate.

METODE DESKRIPTIF

Metode ini meliputi penyajian kesimpulan melalui pemaparan


statistik dan grafik sederhana. Tujuan utama analisi tersebut adalah untuk
memberikan gambaran ilustrasi dan/atau ringkasan yang dapat
membantu pembaca memahami jenis variabel dan keterkaitannya. Metode
umum yang sering digunakan dalam analisis data dan penyajian
deskriptif adalah: a) mengukur kecenderungan sentral; b) mengukur ke-
dudukan relatif, dan c) mengukur hubungan/keterkaitan antar-variabel.

Mengukur kecenderungan sentral adalah : peringkasan kelompok


pengamatan/ penilaian ke dalam bentuk nilai tunggal. Mode , mean, dan
median semuanya merupakan model pengukuran kecenderungan utama
dan nilai tunggal yang mewakili kelompok peristiwa/ orang. Mode adalah
nilai yang sering muncul dalam kelompok, Mean adalah nilai rata-rata
( jumblah total dibagi nilai skor). Median adalah skor tepat atau di bawah
50% ( yang membagi kelompok skor dalam dua nilai yang sama).

Apakah model pengukuran kecenderungan sentral tersebut meru-


pakan yang terbaik ? Jawabannya tergantung pada jenis skala pengukur-
an. Mode adalah pengukuran sederhana yang dapat dipahami setiap
orang. Namun demikian, itu hanya mewakili satu skor dan tidak mem-
berikan informasi berkenaan dengan skor lainnya.
Karena mean adalah nilai rata-rata dari distribusi semua skor, maka
mean berisi informasi mengenai semua anggota kelompok. Di samping
kelebihan ini, mean juga mempunyai dua kelemahan. Pertama ,skor itu
hanya dapat dihitung untuk variabel-variabel yang diukur dengan skala
ordinal atau yang lebih tinggi. Sebagai contoh,“nilai rata-rata” jenis
kelamin antara kelompok laki-laki dan perempuan yang tidak bermakna.
Kedua , perbedaan skor yang tajam tidak digambarkan dalam mean.

Median adalah skaor nilai tengah hasil pembagian. Sebagai contoh,


jika umur dari kelompok dewasa yang mengahadiri pertemuan Alcoholics
Anonymous (A.A.) adalah 17,19,20,56,dan 59, umur median kelompok itu
akan menjadi 20. Figur (20) sangat berbeda dari umur rata-rata kelompok
(34,2) dan jelas menyajikan gambaran yang berbeda pada kelompok.
Penambahan dua anggota baru dalam kelompok, satu dengan umur 16
dan lainnya dengan umur 85,tidak akan merubah skor median. Hal ini
terjadi karena median tidak memasukkan informasi mengenai nilai
lainnya dalam distribusi. Ini adalah kelemahan dalam beberapa kasus,
tetapi kelebihannya ketika di sana ada nilaai ekstrem dalam distribusi,
seperti anggota A.A. yang berumur 85 tahun.

Pengukuran variabilitas termasuk deviasi rata-rata, varian, deviasi


standar,dan kisaran seperempat. Deviasi rata-rata,deviasi varian, dan
deviasi standar semuanya berdasarkan pada jumlah unit perbedaan
antara masing-masing skor dan nilai rata-rata. Deviasi menunjukkan
tingkatan di mana skor merupakan “campuran” dari nilai rata- rata
pembagian (untuk ulasan lihat Gravetter & Wallnau, 1998). Deviasi rata-
rata adalah nilai rata –rata sederhana dari deviasi tersebut ketika tanda
+/- dari deviasi diabaikan (contohnya,deviasi rata-rata adalah nilai rata-
rata dari nilai absolute deviasi).

Jika anda memangkatkan tiap deviasi, tambahkan semua deviasi


yang dipangkatkan itu, dan bagilah jumlah total deviasi yang
dipangkatkan itu dengan jumblah nilai, maka anda akan mendapat
varian (contoh, varian adalah nilai rata-rata dari deviasi yang
dipangkatkan). Akar pangkat dari varian secara konseptual sama dengan
deviasi rata-rata dan dinamai deviasi standar. Deviasi standar amat sering
digunakan dari pada deviasi rata-rata karena hal itu lebih mudah
menerima manipulasi matematis daripada deviasi rata-rata.

Pengukuran kedudukan relatif adalah petunjuk tunggal posisi relative


skor dalam relasinya dengan yang lain. Salah satunya adalah pangkat
perseratus. Pangkat perseratus secara sederhana menunjukkan di mana
jatuhnya skor persentase di atas atau di bawah skor khusus. Sebagai
contoh, jika nilai matematika anak-anak pada Calofornia Achievement test
adalah pangkat perseratus dari 68, itu artinya skor anak-anak tersebut
adalah lebih baik dari pada 68%, anak pada kelompok yang telah diuji.
Pangkat perseratus mudah dipahami tetapi memiliki kelemahan pokok:
perbedaan antar jenjang tidaklah mencerminkan perbedaan dalam
kemampuan(atau atribut yang mendasari). Sebagai contoh, perbedaan
pangkat perseratus 2 (misalnya 70-68=2) tidak sama artinya dengan per-
bedaan dari 2 antar tingkat lainnya (sebagai contoh 88-86=2).

Skor standar terbebas dari kelemahan tersebut. Contohnya adalah z-


skore. Perbedaan 2 skor-z (3-1=2) memiliki makna yang sama tanpa me-
merhatikan besaran skor asli (sebagai contoh, skor standar mencerminkan
celah yang sama dalam besaran atribut sebagaimana perbedaan 2 poin
antara 2 skor-z lainnya,sebagaimana 2,8-0,8=2. Skor-z yang dimiliki
seseorang berdasarkan pada deviasi skornya berdasar nilai rata-rata
pembagian. Anda mendapatkan skor-z dengan membagi deviasi tersebut
dengan deviasi standar suatu distribusi (seperti, Anda mengubah skor
deviasi standar milik seseorang dalam unit deviasi standar).

Mengukur hubungan / keterkaitan adalah indicator tunggal dari ting-


kat keterkaitan antara dua variabel atau lebih. Kolerasi pearson (r) adalah
contoh yang paling sering digunaakan. Korelasi pearson berkisar dari -1
(keterkaitan negatif yang sempurna) ke + 1 (keterkaitan positif yang sem-
purna). Kolerasi yang dekat dengan nilai rata-rata nol artinya tidak ada
keterkaitan. Sebagaimana di tunjukkan dalam tabel 6.1, terdapat variasi
statistik lain yang termasuk anggota korelasi (contohnya,rho, hi; lihat
Gravetter Wallnau,1998)

Tabel 6.1 Matriks Analisis Data Kuantitatif


Tipologi yang Disederhanakan dari Teknik Analisis Data Kuantitatif yang
Digunakan dalam Ilmu Perilaku Sosial

Keterkaitan Antar- Perbedaan Antar-


Jenis Data
Variabel Kelompok
Interval/ordinal Korelasi pearson (r) t-test untuk contoh
Korelasi Berganda independent
Korelasi Kanotikal Anova/Ancova
Analisis Regresi Manova/Mancova
Analisis Faktor Analisis Diskriminan
Ordinal / Rho Sign test
Nominal Chi-tes kuadrat Pertemuan antar-
Independen/asosiasi pasangan
Phi
Cramer’s V Wilcoxon
Regresi Logistik

Metode Inferensial

Statistik deskriptif, grafik, atau kombinasi keduanya tidaklah cukup


untuk tujuan penelitian pada umumnya. Secara spesifik, metode tersebut
tidak cukup untyuk memperkirakan dan menguji hipotesis. Metode ana-
lisis data untuk menguji hipotesis berdasarkan oada perkiraan seberapa
banyak kesalahan yang terdapat dalam perbedaan antar-kelompok, atau
keterkaitan antar-variabel. Metode analisis data tersebut biasanya di-
kelompokkan sebagai penarikan kesimpulan statistik. Contoh dari metode
tersebut adalah t-test untuk menguji signifikansi perbedaan nilai rata-rata
antar-dua kelompok, dibahas lebih rinci di bagian selanjutnya.

Dalam analisis penarikan kesimpulan statistik, uji statistik memberikan


informasi mengenai kemungkinan bahwa kesimpulan yang terjadi “hanya
kerena kebetulan dan kesalahan acak” atau terjadi karena suatu keter-
kaitan yang logis antar-variabel. Jika hasilnya (misalnya, perbedaan antar
nilai rata-rata) Secara statistik signifikan, kemudian peneliti menyim-
pulkan bahwa perbedaan antar-nilai rata-rata itu tidak terjadi karena
kebetulan. Asumsi dasar dalam pengujian hipotesis bahwa keterkaitan
nyata antar-variabel (atau perbedaan antar-kelompok) adalah mungkin
menurut fakta, bisa dikarenakan oleh fluktuasi acak dalam pengukuran
variabel atau fluktuasi individu yang diamati /dikaji. Benarkan kesim-
pulan statistik adalah metode untuk memperkirakan tingkat variasi
peluang. Sebagai tambahan, metode analisis data itu member informasi
mengenai besaran efek, atau keterkaitan. Ringkasan dari metode analisis
data adalah sebagai berikut :

1. Perbedaan pengujian antar nilai rata-rata kelompok:


a. Membandingkan nilai rata-rata sampel dengan nilai rata-rata popu-
lasi : z-test
b. Membandingkan nilai rata-rata dua sampel :
1) Seperangkat pengamatan independen: t-tes untuk kelompok inde-
penden.
2) Seperangkat pengamatan non-independen (kelompok yang dico-
cokkan, pengamatan yang diulang, dan sebagainya), t-test untuk
kelompok non- indepeden.
c. Membandingkan nilai rata-rata dua sampel atau lebih atau mem-
bandingkan nilai rata-rata dalam rancangan berdasarkan faktor
(dengan lebih dari satu variabel independen): analisis varian (anova).
d. Membandingkan nilai rata-rata dua sampel atau lebih sekaligus
melakukan control atas variasi yang berkaitan dengan variabel luar
(ekstraneous): analisis antar-varian (Ancova).
2. Menentukan jika koefisien korelasi(atau kecondongan regresi) benar-
benar berbeda dari nol :
a. T-test untuk signifikansi pearson r dari nol.
b. F-test untuk signifikansi korelasi ganda.
c. t-atau F-test untuk signifikansi kecondongan dalam analisis regresi
ganda.

Univarian Versus Metode Multivarian

Contoh-contoh dan pembahasan bagian sebelumnya terpusat pada


statistik univarian. Statistik tersebut berdasarkan pada satu variable
(dependent) atau dalam kasus kolerasi dua varian, statistik mencerminkan
keterkaitan antar dua variabel tunggal. Kebanyakan penelitian dalam ilmu
perilaku sosial lebih tertuju pada keterkaitan antara lebih dari dua va-
riabel tunggal. Sebagai contoh, asumsikan bahwa anda tertarik dengan
penemuan korelasi antar-variabel (seperti prestasi perguruan tinggi) dari
kombinasi dari variabel-variabel lain (seperti prestasi Sekolah menengah
Atas, pendidikan orang tua, dan pendapatan orang tua). Dalam contoh
prestasi perguruan tinggi, Anda perlu menggunakan banyak korelasi (R).
Berbagai korelasi itu masih merupakan statistik univarian, dan penaf-
sirannya sangat mirip dengan korelasi dua varian (pearson).

Dalam multi-korelasi (atau multi-regresi), di satu sisi ada sepe-


rangkat variabel persamaan dan variabel tunggal pada sisi yang lain.
Kadang-kadang peneliti tertarik dengan menghubungkan berbagai vari-
abel pada kedua sisi persamaan. Ketika korelasi antar dua perangkat
(kombinasi) variabel sedang diteliti, korelasi kanonikal menjadi pilihan
statistik. Sebagai contoh, Anda mungkin tertarik pada penentuan korelasi
kanonikal antara kemampuan diri, konsep pribadi tentang masalah
akademik, dan prestasi tahun terakhir dengan kombinasi tiga indikator
pencapaian (matematika, ilmu pengetahuan, dan membaca) diantara
siswa sekolah atas. Koresi kanonikalnya adalah statistik multivarian.

Contoh lain metode multivarian adalah analisis fungsi penyifatan dan


analisis factor. Dalam analisis fungsi penyifatan, tujuannya adalah mencari
perangkat optimal variabel yang menjadi pembeda dua kelompok atau
lebih dari lainnya. Sebagai contoh, Variabel apa yang membedakan siswa
yang keluar pada tingkat kedelapan dan siswa yang melanjutkan
ketingkat kesembilan ?

Dalam analisis faktor eksploratif, tujuannya adalah menentukan


patokan yang melandasi (gagasan) suatu pengukuran /variabel. Dalam
analisis faktor konfirmatif (dan berbagai variasi atau perluasannya, seperti
halnya dalam model persamaan struktural), tujuannya adalah untuk me-
mastikan jika susunan yang diperkirakan dari suatu gagasan itu diperoleh
dalam data. (Lihat Stevens, 1996, dan Harris,1985 untuk keterangan lebih
lanjut mengenai metode varian ganda).

ANALISIS DATA KUALITATIF TRADISIONAL

Sebagaimana data kuantitatif, terdapat variasi prosedur yang di-


tetapkan untuk menganalisis data kualitatif. Data naratif tersebut biasanya
dipersiapkan untuk dianalisis dengan mengubah materi data mentah
(misalnya, catatan lapangan, dokumen, rekaman) ke data yang diproses
perbagian (misalnya, karangan, salinan), yang kemudian diberi kode
untuk analisis dengan skema tertentu (Huberman & Miles, 1994).

Skema analisis ini mungkin dibedakan dalam dua dimensi: a) apa-


kah tema-tema atau kategori-kategori yang ditetapkan itu berdasarkan
teori atau muncul selama analisis dan b) sejauh mana tingkat kom-
pleksitas skema analisis kualitatif (berkisar dari sederhana ke kompleks).

Sebelum menggambarkan beberapa strategi khusus untuk meng-


analisis data kualitatif, sedikit ulasan akan dibuat berkenaan dengan dua
dimensi yang membentuk Matriks Analisis Data Kualitatif. Matriks ter-
sebut berisi contoh skema yang telah digunakan oleh berbagai analis, agar
data naratif menjadi logis. Analis mendekati data kualitatif dari berbagai
orientasi yang berbeda, termasuk post-positivis dan pragmatis atau kon-
struktivis.

Sebagai contoh, Huberman dan Miles (1994), pada bab manajemen


dan analisis dalam bukunya yang berjudul Handbook of Qualitative
Research, (yang telah diterbitkan pustaka pelajar, Peny).

Perspektif tersebut berbeda dengan aturan kaum konstruktivis yang


percaya bahwa logika induktif harus digunakan secara eksklusif dalam
menganalisis data kualitatif dan tema tersebut harus muncul dari data dan
tidak ditentukan secara a priori (contoh Lincoln, Guba, 1985). Sebagai
contoh, Lincoln dan Guba (1985) telah menjelaskan versi perbaikan dari
metode komparasi konstan yang pertama kali dibahas oleh Glaser dan
Strauss (1967), sebagai metode yang mereka gunakan untuk menganalisis
data kualitatif.Sistem ini menggukan logika induktif untuk membangun
tema yang muncul atau kategori-kategori data naratif yang banyak.
Pengarang itu mungkin tidak akan mempertimbangkan matriks a priori
dari Miles dan Huberman (1994) yang tepat untuk menganalisis data
kualitatif karena keduanya mendasarkan kategori yang diturunkan secara
deduktif.

Berhubungan dengan dimensi kompleksitas, ada rangkaian kesatuan


diantara skema variasi dalam matriks Analisis Data Kualitatif. Suatu
contoh skema yang paling dasar adalah analisis valensi sederhana
(Teddlie, Kirby, & Stringfield, 1989) dimana ada tiga kategori yang sudah
ditentukan sebelumnya untuk mengode data kualitatif yang terkumpul-
kan selama pengamatan di ruang kelas. Skema analisis yang kompleks
adalah urutan penelitian pengembangan yang digambarkan oleh spradley
(1979, 1980). Skema tema yang dimunculkan ada 12 langkah, termasuk
tiga tingkatan berbeda secara progresif analisisnya lebih rumit (domain,
klasifikasi, berdasar komponen).

Penekanan pada Pengembangan kategori atau Tema

Esensi semua jenis analisis data kualitatif adalah untuk pengem-


bangan tipologi kategori atau tema yang bias merangkum berbagai data
naratif. Seperti dinyatakan oleh Huberman dan Miles (1994), kajian
kualitatif pada akhirnya bertujuan menggambarkan dan menerangkan
(pada tingkat tertentu) pola keterkaitan, yang dapat dilakukan hanya
dengan konsep kategori analitis khusus (Mishler, 1990). Mengawalinya
secara deduktif Atau secara bertahap secara induktif adalah cara yang sah
dan merupakan prossedur yang berguna. (hlm. 431).

Adalah menarik daan tampak menjadi keajekan bahwa berbagai


kategori yang muncul pada banyak kasus sebagaimana kemunculan tema
pada saat analisis sedang dikerjakan. Secara khusus ketika menganalisis
seperangkat data dengan jumlah kurang lebih 200 unit informasi
berhubungan dengan satu pertanyaan terbuka, kira-kira ada enam sampai
delapan kategori yang muncul. Jumlah permulaan kategori yang muncul
daari suatu data tersebut mungkin 10 sampai 15, tetapi melalui pengga-
bungan kelompok tanggapan yang mirip dan pengembangan difinisi yang
lebih eksklusif, jumblahnya dapat dikurangi hingga 6 sampai 8. Gejala
analisis ini bisa jadi karena alasan pembatasan kapasitas di mana kami
sebagai bagian yang terlibat harus memahami kompleksitas setiap topik.

Analisis Valensi Sederhana


nalisis valensi sederhana adalah kompleksitas paling sederhana dari
semua skema kategori. Analisis valensi telah digunakan oleh Teddlie dkk.
(1989) dalam analisis data yang agak luas adari hasil pengamatan ruang
kelas yang dikumpulkan dalam jangka panjang perihal efektivitas
sekolah. Lebih dari 700 pengamatan ruang kelas telah dilakukan dengan
menggunakan instrument pertanyaan terbuka berdasarkan 15 hal yang
mencerminkan indikator umum tentang efektivitas mengajar. Karena itu,
terdapat lebih dari 10.000 tanggapan terbuka yang dianalisis dari data itu.
Untuk melancarkan analisis, peneliti menggunakan skema pengkodean di
mana dua angka dianalisis sebagai contoh tanggapan dan mengode setiap
tanggapan ke dalam tiga kategori yang telah ditentukan sebelumnya:

1. Tanggapan yang berisi bukti perilaku mengajar yang efektif terkait


dengan model mengajar tertentu.
2. Tanggapan berisi bukti perilaku mengajar yang kontradiktif terkait
dengan model mengajar tertentu.
3. Tanggapan menunjukkan ketiadaan perilaku mengajar yang efektif
terkait dengan model mengajar tertentu.

Patton (1990) menyebut jenis skema pengkodeaan itu sebagai


“tipologi yang disusun oleh analisis” . Pada bagian akhir bab ini, data dari
kajian itu akan dibahas lagi ketika teknik analisis campuran diketahui
sebagai “pengkuantitatif” ( Miles & Huberman, 1994) dibahas.

Analisis kejelasan Isi

Ada dua jenis analisis isi : jelas dan tersembunyi. Analisis kejelasan isi
telah didefinisikan oleh berelson (1952) sebagai “teknik penelitian untuk
deskripsi yang objektif, sistematik, dan kuantitatif perihal isi nyata suatu
komunikasi” (hlm.18). Dalam sosiologi yang berorientasi positivistik dan
komunikasi massa selama tahun 1950-an dan 1960-an, jenis analisis isi ini
telah didefinisikan secara sempit sebagai “teknik yang berorientasi
kuantitatif di mana standar pengukuran yang dipakai untuk pengukuran
unit-unit yang terdefinisikan dan digunakan untuk menandai dan mem-
bandingkan dokumen “(Manning & Cullum-Swan, 1994, hlm. 464). Con-
tohnya termasuk analisis dan perbandingan buku teks, majalah popular
dan surat kabar, karya tulis pengarang klasik (misalnya, Shakespeare),
dan ucapan politik.

Prosedur pengkodean untuk analisis perbandingan tersebut diba-


kukan dalam tingkatan tertinggi yang paling mungkin. Gall dkk. (1996)
menjelaskan prosedur ini sebagai berikut: Pada saat isi telah dipilih
dengan menggunakan teknik pengambilan sampel yang tepat,
pengkodean atau sistem klasifikasi perlu dikembangkan untuk meng-
analisis isi. Ketika memungkinkan, bisa menggunakan sistem pengkodean
yang telah dikembangkan pada penelitian sebelumnya. Pertama, pilihan
ini menghemat waktu yang dibutuhkan dalam mengembangakan sistem
Anda sendiri, karena kebanyakan kajian analisis isi adalah sulit dan
pekerjaan yang membutuhkan banyak waktu. Juga, penggunaan standar
kategori pengkodean membolehkan perbandingan dengan kajian lain
yang telah menggunakan sistem yang sama. (hlm.525-526).

Suatu contoh kamus analisis isi adalah Harvard III Psychosocial


Dictionary, yang digunakan dalam psikologi dan sosiologi. Berisi kategori
isi dalam cakupan seperti proses budaya, tindakan emosional sosial,
peran, dan proses psikologis.

Untuk proyek penelitian umumnya, suatu kamus analisis isi yang


sangat terstruktur tidak mungkin tersedia. Setidaknya, analisis isi dibahas
secara lebih khusus pada tahun 1990-an sebagai cara umum menganalisis
setiap jenis data naraif; sebagai contoh, Patton (1990) mengaitkan analisis
isi sebagai analisis data kualitatif secara umum dan mempertentangkan-
nya dengan analisis statistik data kuantitatif. Peneliti dalam ilmu perilaku
sosial secara khusus telah mengembangkan terlebih dahulu skema
pengkodean sendiri untuk membolehkan mereka memunculkan dalam
kajian penelitian mereka sendiri.

Perbedaan antara yang terungkap dan isi dokumen yang


tersembunyi mengacu pada perbedaan antara makna permukaan suatu
teks dan makna yang dimaksud suatu narasi. Sebagai contoh, seseorang
dapat menghitung jumlah tindak kekerasan (yang didefinisikan sebelum-
nya) yang terjadi selama program televisi dan membuat kesimpulan
berkenaan dengan tingkat kekerasan sebagaimana dipertontonkan dalam
program. Guna memahami dengan benar maksud tersembunyi dari
tindak kekerasan dalam program yang spesifik, bagaimanapun “konteks”
(Manning & Cullum-Swan, 1994) di mana program itu terjadi haruslah di-
analisis. Pada kasus ini, konteks itu akan menjadi naratif atau konteks
suatu program. Program televisi dengan beberapa tayangan kekerasan,
dengan kepercayaan sebagai tema utama atau memfokuskan antar-
karakter, mungkin menimbulkan analisis isi tersembunyi yang sangat
berbeda dari analisis isi yang dinyatakan.

Dalam Matriks Analisis Data Kualitatif, analisis isi terungkap


dikategorisasikan sebagai proses tema yang a priori, sementara analisis isi
yang tersembunyi dikategorisasikan sebagai proses tema yang dimuncul-
kan. Sebagai contoh, kategori untuk analisis isi yang terungkap tentang
buku sejarah sekolah atas dapat ditentukan sebelumnya dan mungkin
melibatkan topik seperti gagasan demokrasi, ekspansi menuju ke Barat,
perbudakan, atau perjuangan nasib, Isi yang tersembunyi untuk buku
sejarah sekolah atas tersebut, pada sisi yang lain tidak bisa didasarkan
analisis data yang ditentukan sebelumnya. Contoh-contoh lain untuk
analisis isi tersembunyi akan diberikan pada bagian berikut.

Efek Matriks miles dan Huberman


Buku Miles dan Huberman (1994) dengan judul Qualitative Data
Analysis menekankan penempatan data kualitatif dalam matriks yang
dikembangkan sebelum pengumpulan data atau sebelum tahap awal
pengumpulan data. Kode-kode dan matriks a priori telah dikembangkan
beberapa tahun ketika pengarang telah melakukanya dalam bidang
inovasi kependidikan.Dalam skema pengkodean a priori.

Mereka memasukkan kategori seperti kepemilikan inovasi, konteks


eksternal dari inovasi, konteks internal inovasi, proses adopsi, dan
dinamika lokasi dan transformasi. Mereka mengembangkan agak luas
daftar kode untuk mengategorisasikan tiap bagian data naratif yang
mereka kumpulkan. Contohnya, satu mode yakni “konteks internal :
Norma dan Autoritas”, dengan singkatan KI :NORM; setiap unit infor-
masi yang jatuh ke dalam kategori tersebut selanjutnya dikode KI :NORM.

Matriks mereka menghubungkan satu tingkatan kategori peng-


kodean dengan tingkatan kategori lainnya. Sebagai contoh, satu matriks
bisa dipertemukan antara lokasi bantuan dengan jenis bantuan.

Miles dan Huberman (1994) menyajikan analisis data kualitatif da-


lam tiga bagian: a) reduksi data, atau mengambil data mentah dan
menyederhanakan serta mengubahnya dengan menggunakan kode yang
sudah disebutkan sebelumnya; b)pemaparan data, memaparkan data dalam
kumpulan informasi yang terorganisir yang mengizinkan penggambaran
kesimpulan (matriks efek digunakan dalam tahapan analisis); dan c)
penggambaran kesimpulan dan verifikasi, atau menentukan berbagai makna
dan menentukan validitas kesimpulan tersebut.

Analisis isi tersembunyi

Seperti tercatat di atas, isi yang terungkap mengacu pada makna teks
di permukaan sementara isi tersembunyi mengacu pada maksud dari
narasi tersebut. Isi tersembunyi dari suatu teks ditentukan oleh evaluasi
subjektif atas keseluruhan isi narasi. Pada contoh di bawah, isi yang
dinyatakan terkait tindak kekerasan pada program televise dapat dengan
mudah ditentukan hanya dengan menghitung jumlah tindak kekerasan
yang terjadi selama program itu. Definisi dari tindak kekerasan akan
sangat tepat jika ditentukan sebelum pengumpulan data dilakukan,
definisi itu akan digunakan untuk memutuskan beberapa program yang
berbeda.

Isi tersembunyi dari program televisi lebih sulit ditentukan, dan


pada banyak kasus penentuan tersebut tidak dapat dibuat berdasarkan
skema pengkodean sederhana yang a priori. Alur suatu program harus
diteliti, kemudian skema analisis yang sesuai untuk program tersebut
diharapkan akan muncul. Sebagai contoh, program yang berurusan
dengan penculikan wanita muda oleh sekelompok penjahat mungkin
mendapatkan peringkat kekerasan yang sangat tinggi berdasarkan
analisis isi yang terungkap bahwa ancaman kekerasan memang nyata di
seluruh program. Pada saat bersamaan, memperkirakan bahwa wanita
muda itu membangun hubungan positif dan empatik dengan salah satu
penculik yang membebaskannya pada akhir program. Isi tersembunyi
dari program akan menjadi lebih kurang greget daripada indikasi dari isi
yang terungkap. Skema untuk menganalisis tema yang berhubungan
dengan semua program yang akan muncul selama analisis tidak bisa
ditentukan a priori.

Analisis Perbandingan konstan

Skema analisis perbandingan konstan pertama kali dikembangkan


oleh Glaser dan Strauss (1967) dan kemudian diperbaiki oleh Licoln dan
Guba (1985). Skema analitis ini meliputi dua proses umum: a) mem-
persatukan, atau memecah teks ke dalam unit informasi yang akan dipakai
sebagai dasar untuk mendefinisikan kategori, dan b) mengategorisasikan,
atau memasukkan semua unit yang memiliki kesamaan isi ke dalam
kategori sementara, membuat aturan yang menerangkan pemilikan kate-
gori, dan mengubah tiap kategori yang konsisten secara internal dan
keseluruhan kategori yang saling timbal balik secara eksklusif. Proses
semua pengkategorisasian meliputi 10 langkah, beberapa diantaranya
adalah perulangan tersebut (Licoln & Guba, 1985, hlm. 347-351).

Urutan penelitian pengembangan

Urutan penelitian pengembangan dari James Spradley adalah salah


satu skema paling kompleks untuk menentukan tema yang berhubungan
dengan apa yang dia sebut “adegan budaya”. Proses 12 langkah analisis
baik dengan wawancara (Spradley, 1979) dan observasi data (Spradley,
1980) meliputi tiga tahap pengumpulan data dan tiga tahap analisis data.

1. Pertanyaan deskriptif luas yang diungkapkan pada waktu pertama kali;


Spradley menyebutnya sebagai pertanyaan grand-tour atau mini-tour.
2. Data berdasarkan Tanggapan pertanyaan deskriptif yang dianalisis
menggunakan analisis domain.Domain budaya tersusun atas tiga bagian:
istilah sampul (nama domain budaya), istilah yang dimasukkan (nama
untuk domain-domain yang lebih kecil di dalam domain), dan
keterkaitan semantik (jalinan istilah-istilah yang dimasukkan ke dalam
istilah sampul). Suatu contoh keterkaitan semantic adalah pemasukan
yang saksama (misalnya,menjadi semacam). Sebagai contoh, orang
baru, mahasiswa tingkat dua, junior, dan senior adalah jenis-jenis
mahasiswa.
3. Pertanyaan struktural yang kemudian diajukan. Pertanyaan ini bertujuan
menanyai informan tentang pegetahuan kebudayaan mereka yang
dilembagakan; informan ditanyai tentang domain dasar atau unit
pengetahuan kebudayaan mereka. Pertanyaan itu digunakan untuk
menegaskan atau menyangkal domain sementara yang dikembangkan
dari analisis domain dan untuk memunculkan istilah yang lebih banyak
untuk domain yang diperiksa.
4. Data berdasarkan pada jawaban atas pertanyaan struktural yang
dianalisis menggunakan analisis taksonomi untuk menunjukkan keter-
kaitan antara semua istilah dalam domain. Taksonomi ini kadang
melibatkan beberapa cabang dan bagian-bagiannya termasuk membagi
dalm dua cabang istilah yang ada.
5. Pertanyaan yang kontras membolehkan etnografer menyingkap
dimensi makna yang dipakai oleh informan untuk membedakan peris-
tiwa dan objek dalam dunia mereka. Pertanyaan itu menggunakan
prinsip perlawanan dengan mencari tahu bagaimana istilah-istilah
yang termasuk dalam domain atau klasifikasi bisa berbeda satu sama
lain. Ada beberapa jenis pertanyaan tersebut, termasuk pertanyaan
verifikasi kontras,pertanyaan kontras antara dua bagian, dan per-
tanyaan kontras antara dua bagian, dan pertanyaan kontras tiga bagian.
6. Data berdasarkan pada jawaban pertanyaan kontras tersebut dianalisis
menggunakan analisis berdasarkan komponen yang menuntut penye-
lidikan sistematis untuk menemukan atribut atau komponen makna
yang berhubungan dengan adegan budaya. Spradley (1979) menyata-
kan bahwa ketika analisis yang menyingkap pertentangan antar-
kategori, pertentangan itu bisa dipikirkan sebagai atribut atau kom-
ponen makna untuk kategori tersebut. Sebagai contoh, dalam satu
analisis Spradley mengenai pertemanan di penjara, dia menemukan
bahwa “mobilitas” adalah salah satu atribut yang dikenal di antara
jenis pertemanan yang berbeda dalam populasi di penjara. Mobilitas
mengacu ke kemampuan pertemanan untuk bergerak secara bebas di
penjara itu sendiri, di lapangan penjara, di luar penjara,dan sebagainya.
Oleh karena itu, analisis berdasar komponen menyatakan bahwa
mobilitas (atau kebebasan bergerak) adalah tema utama yang
berhubungan dengan kehidupan penjara.
(M. Toha Anggoro, dkk. 2007)

2. 3. DASAR PENELITIAN

Seringkali dari skripsi, tesis dan beberapa desertasi yang kita baca,
kita menemukan bahwa penulis tidak dapat membedakan secara tegas
antara tinjauan pustaka dan konsep penelitian. Padahal keduanya adalah
bagian terpisah. Jika tinjauan pustaka secara fokus menguraikan hasil
temuan penulis-penulis terdahulu yang ada hubungannya dengan topik
penelitian yang sedang dilakukan, maka konsep penelitian berisikan
konsep-konsep yang dipakai dalam penelitian yang akan dilakukan, dan
hanya ditambahkan pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan
satuan analisis, proposisi, data, dan informasi pada penelitian tersebut.

Dalam menyusun konsep penelitian dibutuhkan persepsi. Persepsi


ini dilakukan dengan dua pendekatan. Pendekatan yang pertama adalah
pandangan konvensional yang menyatakan bahwa persepsi merupakan
suatu kegiatan mengindera, menginterpretasi dan meberikan penilaian
terhadap objek fisik maupun objek sosial.penginderaan tersebut
tergantung pada stimulus sosial yang ada dilingkungannya. (Newman
1983:178).

Menurut Sarwito Wirawan Sarwono, ahli psikologi sosial dari


universitas Indonesia mengatakan bahwa pandangan pertama ini
menganggap persepsi sebagai kumpulan penginderaan-sensation.

Pendekatan kedua adalah pendekatan ekologik. Pendekatan ini


dikemukakan oleh Eleanor Gibson, psikolog perkembangan dari Yale
University, menurutnya individu tidaklah menciptakan makna-makna
dari apa yang diinderakannya karena sesungguhnya makna itu telah
terkandung dalam stimulus itu sendiri dan tersedia untuk organisme
yang siap menyerapnya. Persepsi terjadi secara spontan dan langsung,
jadi bersifat holistik. Spontanitas itu terjadi karena organisme selalu
menjajaki (eksplorasi) lingkungannya dan dalam penjajakan itu ia
melibatkan setiap objek yang ada dilingkungannya dan setiap objek
menonjolkan sifat-sifatnya yang khas untuk organisme bersangkutan.

Dari pendekatan tersebut, saya menarik suatu pendapat bahwa


pengertian persepsi itu terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
1. Adanya objek atau sasaran yang diamati,
2. Adanya alat indera yang cukup baik untuk menangkap objek,
3. Adanya interpretasi dan penilaian terhadap objek.
Berdasarkan unsur-unsur tersebut, persepsi adalah suatu kegiatan
dari penginderaan dalam memberi interpretasi terhadap objek tertentu.
Persepsi bukanlah sesuatu yang statis melainkan selalu berubah-ubah.

2. 4. PENGGUNAAN PENELITIAN

Kegunaan penelitian merupakan dampak dari tercapainya tujuan.


Jika tujuan penelitian dapat tercapai, dan rumusan masalah dapat ter-
jawab secara akurat, maka sekarang kegunaannya apa dari penelitian
tersebut ?

Kegunaan penelitian adalah untuk menjelaskan tentang manfaat dari


penelitian itu sendiri. Contoh:
Kegunaan atau manfaat yang dapat diperoleh mengenai hubungan
sifat (kepribadian Guru) dengan motivasi belajar dalam kegiatan belajar
mengajar, yaitu :

1. Informasio yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat diman-


faatkan oleh guru bidang studi bagi pelaksanaan pengajaran yang
merupakan tugas utamanya. Dengan adanya informasi tersebut di-
harapkan guru dapat lebih memperhatikan, menerapkan dan mening-
katkan kepribadian teladan pada saat PMB sehingga siswa lebih ter-
motivasi untuk belajar.

2. Bahan pertimbangan dan sumber data bagi guru atau guru


pembimbing guna perbaikan dan peningkatan perannya di dunia
pendidikan. Guru tidak hanya bertugas sebagai pengajar, dalam arti
hanya menyampaikan ilmu atau bahan tanpa memperhatikan kele-
bihan dan kekurangan yang mungkin dialami oleh siswa, hendaknya
dari penelitian ini para guru dipacu untuk menerapkan tugasnya
sebagai pendidik dan pembimbing agar masalah yang dihadapi siswa
terutama dalam hal motivasi dapat diatasi, baik oleh siswa dengan
atau tanpa bantuan guru sehingga hasil PMB akan menjadi optimal
sesuai dengan kemampuan siswa.

Adapun kegunaan penelitian itu ada dua hal, yaitu :


1) Kegunaan untuk mengembangkan ilmu atau untuk kegunaan teori.
2) Kegunaan praktis ialah untuk membantu memecahkan dan meng-
antisipasi masalah yang ada pada objek yang diteliti.

KEGUNAAN PENELITIAN

Kegunaan penelitian merupakan dampak dari tercapainya tujuan.


Kalau tujuan penelitian dapat tercapai,dan rumusan masalah dapat
terjawab secara akurat,maka sekarang kegunaannya apa dari penelitian
tersebut ?

Kegunaan penelitian adalah untuk menjelaskan tentang mamfaat


dari penelitian itu sendiri. Adapun kegunaan penelitian itu ada dua hal
yaitu: (1) kegunaan untuk mengembangkan ilmu kegunaan teoritis (2)
kegunaan praktis ialah membantu memecahkan dan mengantisipasi
masalah yang ada pada objek yang diteliti.

(Riduan, 2004. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-karyawan dan Peneliti


Pemula)

2. 5. PENELITIAN TINDAKAN

Penelitian tindakan adalah suatu proses yang dilalui oleh


perorangan atau kelompok yang menghendaki perubahan dalam situasi
tertentu untuk menguji prosedur yang diperkirakan akan menghasilkan
perubahan tersebut dan kemudian, setelah sampai pada tahap kesimpulan
yang dapat dipertanggungjawabkan, melaksanakan prosedur tersebut.
Tujuan utama penelitian tindakan adala untuk mengubah situasi,
perilaku, organisasi dan termasuk struktur mekanisme kerja, iklim kerja,
sarana dan prasarana, dan lingkungan sekitarnya.
Penelitian tindakan merupakan penelitian yang bertujuan untuk
mengembangkan metode kerja yang paling efisien, sehingga biaya
produksi dapat ditekan dan produktivitas lembaga dapat meningkat.
Penelitian melibatkan peneliti dan pegawai untuk mengkaji bersama-sama
tentang kelemahan dan dukungan prosedur kerja, metode kerja, dan alat-
alat kerja yang digunakan selama ini dan selanjutnya mendapatkan
metode kerja baru yang dipandang paling efisien lalu diujicobakan,
dievaluasi secara terus-menerus dalam pelaksanaannya sehingga sampai
ditemukan metode yang paling efisien untuk dilaksanakan. Misalnya
penelitian tentang :

1. Hubungan minat dan kebiasaan membaca dengan tingkat pema-


haman buku teks metode Bahasa Inggris di Jambi.
2. Hubungan antara kemampuan operasi logis dan penguasaan struktur
Bahasa Indonesia dengan kemampuan menyimak di Kota Pekanbaru.
3. Pengaruh penempatan dan kepuasan terhadap produktivitas kerja
guru: studi kasus pada Guru PNS SLTPN di lingkungan Cabang
Dinas Pendidikan Kota Surabaya.
(Riduwan, 2004)

2. 6. PENELITIAN EVALUASI

Penelitian evaluasi dapat dinyatakan juga sebagai evaluasi, tetapi


dalam hal lain juga dapat dinyatakan sebagai penelitian. Sebagai evaluasi
berarti hal ini merupakan bagian dari proses pembuatan keputusan, yaitu
untuk membandingkan suatu kejadian, kegiatan, produk dengan standar
dan program yang telah ditetapkan. Evaluasi sebagai penelitian berarti
akan berfungsi untuk menjelaskan fenomena. Ada dua jenis dalam
penelitian evaluasi yaitu: penelitian evaluasi formatif yang menekankan
pada proses dan penelitian evaluasi sumatif yang menekankan pada produk
(Kidder, 1981:84).
Hasil dari penelitian evaluasi formatif adalah ingin mendapatkan
umpan balik dari suatu aktivitas dalam proses tersebut, sehingga dapat
digunakan untuk menungkatkan program dan produk tertentu.
Sedangkan penelitian evaluasi sumatif hasilnya menekankan pada
efektifitas pencapaian program yang berupa produk tertentu. Misalnya
penelitian tentang :

1. Evaluasi pelaksanaan kegiatan SMPN 5 tahun 2004 di Kota Sidoarjo.


2. Gaya guru dalam proses belajar mengajar bidang Matematika di
SMUN Kabupaten Gresik.
3. Analisis peningkatan prestasi belajar siswa SMUN Kabupaten Cianjur.
(Riduwan, 2004).

2. 7. PENELITIAN EXPERIMENTAL dan NON-EXPERIMENTAL

Penelitian experimental menggunakan suatu percobaan yang di


rancang secara khusus guna membangkitkan data yang diperlukan untuk
menjawab pertanyaan penelitian. Penelitian yang menggunakan
rancangan percobaan dianggap sebagai jenis penelitian yang dinginkan
oleh seorang peneliti. Yang dimkasud dengan “percobaan” ialah bagian
penelitian yang membandingkan dua kelompok sasaran dan satu
kelompok lagi dikendalikan pada suatu keadaan yang pengaruhnya
dijadikan pembanding. Karena itu, kelompok kedua ini dinamakan
kelompok kendali, kelompok kontrol, atau kelompok pembanding. Selisih
tanggap antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrolmenjadi
ukuran pengaruh perlakuan yang diberikan kepada kelompok perlakuan
itu.

Sebagai teladan dapat dikemukakan suatu percobaan yang ingin


menguji pengaruh pemberian ampas teh ke dalam pot yang ditanami bias
suplir. Susunan tanahnya diusahkan sama dan tanamannya berumur
sama dan berukursn seragam. Setiap pot berisi tanah ditanamisuplir itu
dan yang digunakan sebagai sarana pelaksanaan percobaan dinamakan
satuan percobaan.

Penentuan pot mana saja yang di tempatkan didalam kelompok


percobaan dan mana yang di kelompok pembanding di tentukan dengan
undian. Kelompok pot berisi tanaman mana yang setiap pagi di beri
ampaas teh dalam jumlah tertentu bersama air siraman yang didasarkan
pada undian. Air siraman untuk setiap pot pada kedua kelompok itu juga
diberikan sama banyaknya. Karena itu, suplir dalam pot yang ada dalam
kelompok kontrol serta suplir yang tumbuh dalam pot yang ada dalam
kelompok pelakuan sama-sama dan mendapatkan keadaan lingkungan
lain yang sama pula kecuali untuk perlakuan pemberian ampas.
Kemudian dihitung berapa pertambahan daun baru dalam satu bulan
untuk setiap pot, maka perbedaannya untuk kelompok perlakuan
terhadap pembanding adalah suatu ukuran pengaruh perlakuan memberi
ampas teh itu

Pada akhir penelitian akan terkumpul data yang dapat dicatat


dalam bentuk tabel seperti berikut :

Banyaknya daun pada


data
Kelompok selisih
Awal percobaan.
Akhir percobaan.
(1) Perlakuan Yn y12 D =y12-y11
(2) kontrol Y01 y02 D0=y02-y01

Nilai perbedaan selisih d1-d0 akan menjadi ukuran tentang


pengaruh ampasteh terhadap pertumbuhan daun suplir.

Tampaknya bahwa penelitian eksperimental yang menggunakan


percobaan hanya dapat dilakukan untuk pertanyaan-pertanyaa yang
menyangkut hal-hal yang dapat dikerjakan dalam laboratorium, atau di
lapangan yang tidak menyangkut masalah manusia.tampak pula bahwa
penelitian experimental sangat tepat untuk pertanyaan penelitian yang
dapat diubah menjadi hipotesis yang diungkapkan secara kuantitatif.

Penelitian menggunakan pengendalian perlakuan yang ketat


biasanya tidak dapat dilaksanakan dengan manusia dan masalah
kemasyarakatan. Karena itu, selain berkaitan dengan masalah sopan
santun penelitian, di dalam penelitian ilmu-ilmu sosial sangat sulit
melaksanakan penelitian experimental, sehingga dikmbangkan penelitian
yang menggunakan percobaan yang hampir experimental atau kuasi-
experimental. Pada penelitian experimental penentuan setiap satuan
percobaan di dalam kelompok perlakuan atau kelompok pembanding
selalu dilakukan dengan undian, yang istilahnya penentuan secara acak.
Dalam penelitian sosial hal ini sulit dilakukan. Walaupun demikian orang
ingin juga mengikuti cara-cara meneliti menggunakan percobaan. Maka
timbullah penelitian kuasi-experimental.

Penelitian kuasi-experimental memberikan kesempatan untuk


meneliti perlakuan-perlakuan di dalam masyarakat yang tidak ditempat-
kan dengan sengaja, melainkan terjadi secara alami. Akan tetapi, ke-
ampuhannya tidak dapat menyamai keampuhan penelitian experimentral
yang sebenarnya. Misalnya, seorang mahasiwa yang berasal dari kota
besar, dibandingkan dengan mahasiswa yang datang dari kota kecil.
Maka sewaktu penerimaan amahasiswa baru ia mencatat ukuran tinggi,
bobot, lingkar dengan atas, dan lingkar betis mahasiswa yang baru.

Setelah itu ia mengelompokkan data yang terkumpul kedalam dua


kelompok, yaitu kelompok mahasiswa yang berasal dari kota besar dan
kota kecil. Untuk membedakan kedua kelompok ini, ia mendefinisikan
bahwa yang dimaksud dengan kota besar ialah kota yang menjadi ibukota
provinsi dan daerah tingkat I, sedang yang lainnya dimaksukkan ke
dalam kelompok kota kecil. Setelah itu ia membandingkan rataan tinggi
dan bobot badan serta rataan lingkar lengan atas serta lingkar betis.

Ia menyimpulkan bahwa dari analisis itu bahwa mahasiswa yang


berasal dari kota besar cenderung lebih tinggi dari pada mahasiswa yang
berasal dari kota kecil, akan tetapi lingkar atas dan betis mahasiswa kota
kecil lebih besar dari pada yang berasal dari kota besar. Dari kesimpulan
yang diperoleh ia kemudian dapat merancang suatu penelitian yang lebih
mendalam tentang perilaku hidup apa yang berbeda antara mereka yang
berasal dari kota besar dan dari kota kecil. Tentu saja pada tahap ini ia
sudah mendapatkan pertanyaan penelitian yang lebih menarik lagi,yaitu
apakah perbedaan itu karena pola menu, ataukah karena pola kegiatan
sehari-hari, ataukah karena keduanya berbeda. Kalau berbeda,apanya
yang berbeda itu ?

Penelitian ini menggunakan suatu kuasi-experimen, karena untuk


melakukannya berdasar eksperimen, ia harus memilih dari semua bayi
yang ada di Indonesia ini secara acak, sekumpulan bayi di bagi kedalam
dua kelompok secara acak pula. Setelah itu secara cak pula satu kelompok
hidup di kota besar dan satu kelompok lainnya hidup di kota kecil.
Kemudian mereka disuruh bersekolah sampai menjadi mahasiswa. Tentu
saja hal ini tidak mungkin dikerjakannya. Yang dikerjakan olehnya adalah
mengumpulkan data dari bahan yang sudah tersedia, sambil meng-
harapkan bahwa bahan yang sudah itu dapat mewakili keadaan yang
sebenarnya dengan cukup baik. Kadang-kadang harapan itu akan
memenuhi kenyataan, tetapi kadang-kdang pula untuk permasalahan
tertentu peneliti dapat terjebak karena selain perlakuan yang tampak
olehnya pada bahan percobaan, tanpa disadarinya ada perlakuan lain
yang menyusup kedalam satuan-satuan percobaan yang diamatinya.

Semua penelitian eksperimental bersifat menguraikan masalah


disusun oleh upaya pemahamannya sehingga dikatakan merupakan
penelitian analitik. Lain halnya dengan penelitian yang sama sekali tidak
mengunakan percobaan sehingga disebut penelitian non-experimental.
Percobaan kuasi-experimental sebenarnya lebih dekat ke penelitian non-
experimental karena untuk penelitian itu tidak dilakukan suatu percobaan
terkendali. Penelitian seperti ini dapat bersifat analitik, tetapi dapat pula
bersifat pemerian atau diskriptif.

Penelitian deskriptif dapat dianggap sebagai suatu kajian yang ingin


menemukan fakta yang kemudian disusul oleh suatu penafsiran. Kajian-
kajian deskriptif dapat meliputi penelitian rintisan atau perumusan untuk
mengenali sifat suatu kejadian, sebelum diadakan penelitian sebenarnya
yang lebih mendalam. Kajian deskriptif ini dapat pula berguna untuk
mendapatkan gambaran tentang ciri-ciri kelompok, golongan masyarakat
atau organisasi.

Pada awal dasawarsa tujuh puluhan misalnya, Amril Aman men-


coba mempelajari prestasi mahasiswa tingkat persiapan bersama IPB yang
berasaal dari berbagai provinsi di Indonesia, dari kajian itu ia memper-
hatikan prestasi rata-rata setiap SMA yang ada lulusannya dari IPB. Dari
data itu ia kemudian menggolong-golongkan SMA yang ada lulusannya
di IPB itu kedalam golongan peringkat keberhasilan. Demikian pula ia
menggolong provinsi-provinsi di Indonesia berdasarkan peringkat ke-
berhasilan rata-rata pendaftaran yang belaja di IPB.
Penelitian Amril Amanitu jelas merupakan suatu penelitian
pemerian yang juga penelitian rintasan. Ia mengadakan pemerian
kemampuan mahasiswa dari berbagai SMA dan daerah. Akan tetapi, ia
juga telah dapat merumuskan bahwa makin dari Jawa, dan semakin jauh
tempat SMA tertentu dari kota besar, semakin lemah pula agaknya
kemampuan akademik siswa-siswanya, perumusan ini dapat dijadikan
suatu rintasan ke arah suatu penelitian lanjutan yang lebih terarah.

(Drs. S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan)

2. 8. PENELITIAN EKSPERIMEN

Penelitian eksperimen berdasarkan pendapat Best (1977:76),


merupakan metode yang sistematis dan logis untuk menjawab
pertanyaan, “jika sesuatu dilakukan pada kondisi-kondisi yang terkontrol
dengan teliti, maka apakah yang akan terjadi ?”. Dalam hubungan ini
peneliti memanipulasikan sesuatu stimulasi, treatment, atau kondisi-
kondisi eksperimental, kemudian mengobservasi pengaruh atau per-
ubahan yang diakibatkan oleh manipulasi yang dilakukan secara sengaja
dan logis.

Untuk mendapat data pengaruh yang benar-benar bersih, maka


peneliti memandang perlu melakukan kontrol yang cermat terhadap
kemungkinan masuknya faktor lain. Peneliti eksperimen dimaksudkan
untuk membuktikan suatu hipotesis. Setelah dilakukan perlakuan,
kemudian diukur tingkat perubahannya, dan boleh jadi hipotesisnya
dapat diterima, tetapi mungkin juga ditolak. Diterima dan atau ditolaknya
suatu hipotesis, sangat tergantung kepada hasil observasi terhadap
hubungan antara variabel yang dieksperimen.

Penelitian eksperimen merupakan salah satu jenis penelitian


kuantitatif yang sangat kuat mengukur hubungan sebab akibat. Penelitain
eksperimen yang silakukan oleh ilmu pasti biasanya dilakukan di
Laboratorium. Sedangkan pada penelitian eksperiman pada ilmu-ilmu
sosial, peneliti dapat menciptakan suatu laboratorium dengan lingkungan
alami, sehingga subjek tidak terasa sedang diteliti. Penelitian ini disebut
penelitian eksperimen lapangan / field experiment (Prasetyo, B., dan Lina
Miftahul Jannah, 2005 : 156-157).

Penelitian eksperimen menurut Arikunto (2006 : 3) peneliti sengaja


membangkitkan timbulnya sesuatu kejadian atau keadaan, kemudian
diteliti bagaimana akibatnya. Dengan kata lain, eksperimen adalah suatu
cara untuk mencari hubungan sebab akibat (hubungan kausal) antara dua
faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminisasi
atau mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor lain yang mengganggu.
Eksperimen selalu dilakukan dengan maksud untuk melihat akibat suatu
perlakuan.

Peneliti eksperiman lapangan menurut Kerlinger (1986:645) me-


rupakan kajian penelitian dalam situasi nyata (realitas), dengan me-
manipulasikan satu variabel bebas dalam kondisi yang dikontrol dengan
cermat oleh pembuat eksperimen sejauh yang dimungkinkan oleh
situasinya. Menurut Kerlinger (1986 :646-647) eksperimen lapangan
memiliki kelebihan antara lain; 1) amat cocok untuk banyak diantara
masalah-masalah sosial dan pendidikan yang menjadi minat psikologi
sosial, sosiologi dan ilmu pendidikan; 2) efek-efek eksperimen lapangan
seringkali cukup kuat sehingga menerobos hambatan dan gangguan
situasi eksperimental; 3) kecocokannya untuk mengkaji pengaruh, peroses
dan perubahan sosial serta psikologi yang kompleks, dalam situasi
kenyataan hidup; 4) cocok untuk menguji teori maupun untuk men-
dapatkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan praktis.

Prosedur eksperimen bermaksud untuk membandingkan efek


variasi variabel bebas terhadap variabel tergantung melalui manipulasi
atau pengendalian variabel bebas tersebut. Perubahan yang terjadi pada
variabel tergantung akan dikembalikan penyebabnya pada perbedaan
perlakuan yang diberikan pada variabel bebas.

Desain ekperimen yang hanya memiliki kelompok-kelompok yang


diberi perlakuan saja ternyata tidaklah cukup. Diperlukan juga satu atau
beberapa kelompok lain sebagai pembanding. Kelompok pembanding ini
tidak diberikan perlakuan apa-apa karena memang hanya diperlukan
sebagai pembanding bagi kelompok-kelompok lai yang diberi perlakuan.
Karena dalam istilah eksperimentasi ‘tidak diberi perlakuan apa-apa”
dianggap sebagai suatu perlakuan juga maka dibedakan pengertian
antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Kelompok
eksperimen adalah kelompok perlakuan yang diberi perlakuan berupa
variabel bebas sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok perlakuan
yang tidak diberi perlakuan apa-apa atau diberi perlakuan palsu.

Penelitian eksperimental, di dalam perkatiknya peneliti me-


manipulasikan sesuatu stimuli, treatment, atau kondisi-kondisi
ekperimental, kemudian mengobservasi pengaruh, atau perubahan yang
diakaibatkan oleh manipulasi secara sengaja dan sistematis tadi. Sudah
umum diketahui, bahwa metode eksperimen terutama digunakan
dilaboratorium. Walau demikian, jenis metode ini juga telah digunakan
secara efektif di latar-latar non-laboratorium di ruang kelas atau lainnya,
dimana faktor-faktor atau variabel signifikannya bisa dikontrol sampai
pada suatu tingkat tertentu.

Suatu eksperimen mengandung upaya perbandingan mengenai


akibat suatu teratment dengan suatu treatment lainnya yang berbeda. Di
dalam referensi mengenai eksperimen konvensional yang sederhana,
biasanya dibuat suatu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Kelompok eksperimen dan kontrol, sedapat mungkin sama atau


mendekati sama ciri-cirinya. Pada kelompok eksperimen diberikan
pengaruh atau treatment tertentu, sedangkan di kelompok kontrol tidak
diberikan. Kemudian observasi untuk melihat /atau menentukan per-
bedaan atau perubahan yang terjadi pada kelompok eksperimen, tentu
saja perbedaan atau perubahan sebagai hasil bandingan yang terdapat di
kelompok kontrol (Best, 1977 : 80).

Desain eksperimen menurut McMilan dan Shumacher (2001:319)


terdiri dari tiga jenis, yaitu :

1) Pra eksperimen (pre-esperimental), yang terdiri dari pengujian akhir


suatu kelompok (one group posttest-only), pengujian awal-pengujian
akhir suatu kelompok (one group pretest-posttest) dan pengujian
akhir kelompok yang tidak sama (nonequivalent groups posttest-only).
2) Eksperimen yang benar (true experimantral), yang terdiri dari
penanda acak (random assigment), pengujian awal-pengujian akhir
kelompok kontrol (pretest-posttest contol group) dan pengujian akhir
kelompok kontrol (posttes-only contol group).
3) Eksperimen tak sebenarnya (quasi-experimental) yang terdiri dari
pengujian awal-pengujian kelompok yang tidak sama
(nonequivalent group pretest-posttest), dan rentetan waktu (time-
series).
1. Rancangan Eksperimen
Menurut Best (1982) ada beberapa rancangan Eksperimen, yaitu:

A. Rancangan Pra Eksperimen


Rancangan ini kurang memadai karena tidak adanya kelompok
kontrol dan tidak ekuivalennya kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen. Penelitian dengan rancangan Pra eksperimen terdiri dari :

a) Studi Kasus Bentuk tunggal (the one shot case study)


XO
Bentuk ini satu kelompok eksperimen diberikan sebuah stimulus
kemudian diukur variabel dependennya dengan posstest, tanpa ada
kelompok pembanding. Sehingga bentuk ini sangat lemah
kekuatannya untuk digeneralisasikan.
Contoh : Peneliti ingin mengetahui pengaruh film “Pahlawan Gua
Selarong” terhadap rasa patriotisme siswa. Peneliti memutar film
tersebut dikelas dimana dia mengajar. Kemudian siswanya dites rasa
patriotismenya. Walaupun hasilnya baik, tetapi kita dapat
menyimpulkan bahwa ada pengaruh signifikan film Pahlawan Gua
Selarong terhadap rasa patriotisme siswa, karena tidak ada
kelompok pembanding, yakni rasa patriotisme kelompok kelas lain
yang tidak melihat film tersebut.

b) Rancangan Prettest-posttest Kelompok Tunggal (the one group


Prettest-posttest design)
O1 X O 2
Pada rancangan ini pengaruh efek atau treatment diputuskan
berdasarkan perbedaan antara pretest dengan posttest, tanpa ada
pembanding dengan kelompok kontrol. Atau satu kelompok
eksperimen diukur variabel dependennya (pretest), kemudian diberi
stimulus, kemudian diukur lagi dependennya (post test), tanpa ada
kelompok pembanding (Prasetyo, B., Lina Miftahul Jannah,
2005:159).

c) Rancangan Perbandinga kelompok Statik (the static group comparison


design)
X O1
X O2
Pada rancangan ini membandingkan suatu kelompok yang
menerima treatment eksperimental dengan kelompok lain yang
tidak mendapatkan treatment. Atau kalau menurut Prasetyo, B., dan
Lina Miftahul Jannah (2005:160), yaitu suatu kelompok eksperimen
yang diberikan stimulus kemudian diukur variabel dependennya
(post-test) dibandingkan dengan kelompok pembanding yang akan
diukur variabelnya dependen (post-test) tanpa sebelumnya diberikan
stimulus.

B. Rancangan Quasi Eksperimental


Jenis penelitian ini hampir mirip dengan jenis penelitian eksperimen
klasik namun lebih membantu peneliti untuk melihat hubungan kausal
dari berbagai macam situasi yang ada disebut kuasi karena merupakan
variasi dari penelitian eksperimen klasikal (Prasetyo, B., dan Lina
Miftahul Jannah, 2005:160).
Menurut Best (1982: 103-104) jenis rancangan penelitian ini
kontrolnya lebih baik daripada pra eksperimen, tetapi masih ada
kelemahan-kelemahan, karena lazimnya tak mencapai ekuivalensi antara
kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Jenis rancangan quasi
eksperimental antara lain :

a) Rancangan Pretest-posttest yang tidak Ekuivalen (the non ekuivalen,


prettest-posttes design).
O1 X O 2
O3 X O 4
Jenis rancangan ini biasanya dipakai eksperimen yang menggunakan
kelas-kelas yang sudah ada sebagai kelompoknya, dengan memilih
kelas-kelas yang diperkirakan sama keadaan/kondisinya.
Contoh : Pada mata pelajaran PKn di SMA, pokok bahasan tran-
formasi nilai-nilai demikrasi, kelas XI A diajarkan dengan metode
diskusi kelas, sedangkan pada kelas XI B diajarkan dengan metode
tanya jawab. Setelah selesai membahas pokok bahasan tersebut
siswa ke dua kelas diberikan tes yang sudah standar. Hasil rata-rata
tes kedua kelas tersebut dibandingkan.

b) Rancangan pretest-posttest pada kelompok tungga yang materinya


ekuivalen (the equivalent material group, pretest-posttest design).
Ma O1 X O2 Mb O3 C O4
Pada rancangan penelitian ini kelompok eksperimen maupun
control satu kelas/kelas yang sama. Ada dua jenis materiyang
hamper sama.
Contoh : Pada putaran pertama kelas XI A diberikan pretest,
sebelum diajarkan tentang materi ajar/pokok bahasan tentang
Transformasi Nilai-nilai Demokrasi dalam keluarga dengan model
pembelajaran diskusi kelompok. Setelah selesai diadakan posttest,
kemudian dihitung nilai rata-rata pencapaian (gain).
Pada putaran kedua kelas yang sama yaitu kelas XIA diberikan
pretest, sebelum diajarkan materi/pokok bahasan tentang
Transformasi Nilai-nilai Demokrasi dalam keluarga dengan model
pembelajaran diskusi kelompok. Setelah selesai diadakan posttest,
kemudian dihitung nilai rata-rata pencapaian (gain).
Kedua nilai rata-rata pencapaian (gain) tersebut kemudian
dibandingkan ada perbedaan yang signifikan tidak, sehingga dapat
diketahui model pembelajaran yang lebih efektif.
C. Rancangan eksperimen yang sebenarnya.
Prinsip ekuivalen kelompok eksperimen dengan kelompok control
pada rancangan ini harus terpenuhi. Untuk memenuhi ekuvalen misalnya
dengan cara acak. Ada beberapa rancangan eksperimental yang
sebenarnya :

a) Rancangan yang hanya posttest pada kelompok ekuivalennya.


R X O1
R C O2
Contoh : Peneliti mengambil 60 siswa yang diambil secara acak. 30
siswa menjadi kelsa eksperimen dan 30 siswa menjadi kelas control.
Materi/pokok bahasan yang diberikan kepada kedua kelompok
yang sama, tetapi dengan model pembelajaran yang berbeda. Setelah
selesai pembelajaran yang kedua kelas tersebut diberikan posttest.
Hasil rata-rata posttest tersebut dianalisis dengan teknik statistic, ada
perbedaan yang signifikan atau tidak.

b) Rancangan pretest-posttest pada kelompok-kelompok ekuivalen.


R O1 X O2 pencapaian X = O2 – O1
R O3 C O4 pencapaian C = O4 – O3
Jenis rancangan penelitian ini sama dengan rancangan yang hanya
posttest pada kelompok ekuivalen, bedanya hanya padda rancangan
ini ada pretest sebelum treatment.

c) Rancangan empat kelompok Solomon.


R O1 X O2
R O3 C O4

R X O5
R C O6

Rancangan penelitian ini merupakan rancangan kombinasi dari


rancangan dua kelompok ekuivalen, rancangan hanya posttest, dan
rancangan pretest-posttest. Rancangan ini memungkinkan untuk
mengevaluasi pengaruh atau efek utama variable eksperimen, dan
juga dapat mengetahui reaksi pengaruh atau efek dari faktor-faktor
yang mengamcam validitas eksperimen (Best, 1982:111).
Menurut Prasetyo, B., dan Lina Miftahul Jannah (2005: 162),
penelitian ini merupakan gabungan antara penelitian eksperimen
klasik, dan penelitian eksperimen kuasi. Penelitian ini menggunakan
empat kelompok, yang penentuan salah satu kelompok depilih
dengan cara acak.
Contoh : Seorang guru ingin mengetahui apakah model pem-
belajaran baru (Y) dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dua
kelompok /kelas siswa (A dan B), keduanya diberikan pretest.
Kelompok A diajarkan dengan model pembelajaran baru (Y),
sedangkan B dengan model pembelajaran lama (X). kedua kelompok
ini (A dan B0 kemudian di adakan posttest.

Dua kelompok/kelas lain (C dan D) yang awalnya tidak diberikan


pretest, kelompok C diajarkan dengan model pembelajaran baru (Y)
dan kelompok D diajarkan dengan model pembelajaran lama (X),
kemudian keduanya diberikan posttest. Hasil dari keempat
kelompok itu kemudian dibandingkan, sehingga guru dapat
menyimpulkan metodepembelajaran manakah yang lebih baik untuk
proses pembelajaran.

d) Rancangan jenis lain.


Penelitian ini, desain yang digunakan adalah desain eksperimen
yang sebenarnya (true eksperimental designs) yang kedua yaitu
pengujian – awal pengujian – akhir kelompok control (pretest-
posttest control group disain) dengan pola sebagai berikut :
Random Group Pretest Treatment Posttest

A O1 X1 O2

B O1 X2 O2

Time

Gambar 1. Desain Penelitian

Adaptasi: McMillan dan Schumacraher, 2001:335

Keterangan :

R : Responden

A : Kelompok Eksperimen

B : Kelompok Kontrol

X1 : Treatment dengan pembelajaran berbasis portofolio

X2 : Treatment dengan pembelakaran konvensional

O1 : Pretest

O2 : Posttest
Perbedaan perlakuan terhadap kelompok eksperimen dan kelompok
control sebagaimana tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4.

Perbedaan perlakuan terhadap kelompok eksperimen dan kelompok


control.

Kelompok Perlakuan
Eksperimen Model pembelajaran berbasis portofolio
Kontrol Model pembelajaran konvensional

2. Langkah-Langkah Penelitian Eksperimen.


Menurut Arikunto (2005:209) langkah-langkah penelitian experimen
pada dasarnya sama dengan penelitian pada umumnya, yaitu :
1. Calon peneliti mengadakan studi literature untuk menemukan
permasalahan.
2. Mengadakan identifikasi dan merumuskan permasalahan.
3. Merumuskan batasan istilah, pembatasan variable, hipotesis dan
dukungan teori.
4. Menyusun rencana eksperimen :
a. Mengidentifikasi semua variabel non eksperimen yang sekiranya
akan mengganggu hasil eksperimen dan menentukan bagaimana
mengontrol variable-variabel tersebut.
b. Memilih desain atau model eksperimen.
c. Memilih sampel yang representative (merupakan wakil yang
dapat dipercaya) dari subjek yang termasuk dalam populasi.
d. Menggolongkan wakil subjek kedalam dua kelompok, disusul
dengan penentuan kelompok eksperimen dan kelompok pem-
banding.
e. Memilih atau menyusun instrument yang tepat untuk rnengukur
hasil pemberian perlakuan.
f. Membuat garis besar prosedur pengumpulan dat dan melalkukan
uji coba instrument dan eksperimen agar apabila sampai pada
pelaksanaa, baik eksperimen atau instrument pengukur hasil
sudah betul-betul sempurna.
g. Merumuskan hipotesis nol atau hipotesis statistic.
5. Melaksanakan eksperimen.
6. Memilih dat sedemikian rupa sehingga yang terkumpul hanya data
yang menggambarkan hasil murni dari kelompok eksperimen
maupun kelompok pembanding.
7. Menggunakan teknik yang tepat untuk menguji signifikansiagar
dapat diketahui secara cermat bagaiman hasil dari kegiatan
eksperimen.

2. 8. PENELITIAN EKSPERIMEN

Menurut Tatim Rianto (1996 ; 28-40), penelitian eksperimen meru-


pakan penelitian yang sistematis, logis, dan teliti di dalam me-lakukan
kontrol terhadap kondisi. Dalam melakukan eksperimen peneliti
memanipulasikan suatu stimulant, treatment atau kondisi-kondisi ekspe-
rimental, kemudian mengobservasi pengaruh yang diakibatkan oleh ada-
nya perlakuan atau manipulasi tersebut.

Dalam penelitian eksperimen, control yang cermat tehadap kemung-


kinan masuknya pengaruh faktor lain sanjgat diperlukan, agar men-
dapatkan faktor-faktor yang benar-benar murni dari faktor-faktor yang
dimanipulasi tadi.

Penelitian eksperimen bertujuan :

1. Menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian


2. Memprediksi kejadian atau peristiwa dalam latar eksperimen
3. Menarik generalisasi hubungan antarvariabel.

Selanjutnya dalam perkembangannya, dikenal beberapa tahapan dan


macam eksperimen yaitu sebagai berikut :

1. Eksperimentasi Permulaan
Pertama kali penelitian eksperimen mendasarkan pada suatu asumsi
yang dikenal dengan hukum variabel tunggal yang dinyatakan oleh John
Stuart Mill pada tahun 1872, yaitu di dalam metode penemuan ekspe-
rimental. Di dalam karyanya tersebut antara lain dikenal adanya metode
perbedaan, yang dinyatakan bahwa manakala kedua situasi serba sama
dalam segala hal, kemudian salah satu situasi tersebut ditambahkan satu
elemen, sementara situasi lainnya tidak ditambahkan, maka perbedaan
yang ada diantara kedua situasi tersebut merupakan akibat elemen tadi.
Hukum variabel tunggalnya Jhon Stuart Mill tersebut merupakan dasar
dari kebanyakan eksperimentasi laboratories yang terjadi pada masa awal.

2. Rancangan Faktorial
Rancangan faktorial yang disajikan dimasa lalu, biasanya cenderung
mengunakan desain variabel tunggal yang klasik. Dalam desain model ini,
pelaku eksperimen memanipulasi satu variabel terikat. Konsep variabel
tunggal lebih berarti digunakan pada beberapa bidang ilmu fisika,
dibandingkan ilmu-ilmu tingkah laku yang terjadi bukan karena sebab-
sebab tunggal, melainkan akibat dari interaksi berbagai variabel.

Di masa kini, para kritikus dan peneliti bidang sosial-pendidikan


sering mengkritik ketergantungan pada desain satu variabel tersebut.
Mereka mengemukakan bahwa dalam kasus gejala sosial yang kompleks,
biasanya ada beberapa variabel yng berinteraksi secara stimultan sehingga
usaha untuk membatasi studi hanya pada satu variabel (variabel tunggal)
saja akan sama artinya dengan memaksakan kesederhanaan palsu pada
situasi yang sebenarnya kompleks.

3. Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol


Dalam penelitian eksperimen terdapat dua kelompok, yaitu
kelompok eksperimen dan kelompok Kontrol. Kedua kelompok tersebut
sedapat mungkin sama (homogen) atau mendekati sama karakteristiknya.
Pada kelompok eksperimen diberikan pengaruh atau treatment tertentu,
sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan. Selanjutnya proses
berjalan dan diobservasi untuk menentukan perbedaan tersebut
merupakan hasil banding keduanya.

Perlu diketahui bahwa dalam penelitian eksperimen tidak selalu


ditandai adanya suatu perbandingan kelompok yang diberi treatment dan
yang tidak diberikan treatment. Ada banyak tipe, kadar, dan tingkatan
eksperimental yang bisa ditetapkan pada sejumlah kelompok.

4. Validitas Eksperimen
Menurut Yatim Rianto (1996 ; 29-40) ada dua jenis validitas dalam
penelitian eksperimen, yaitu internal dan eksternal.

a. Validitas Internal

Validitas internal diarahkan untuk menentukan apakah faktor-faktor


telah dimodifikasi benar-benar memberikan pengaruh atau efek yang
sistematis pada latar eksperimen, dan apakah gejala yang diobservasikan
benar-benar tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor luar (faktor-faktor yang
tak dikontrol). Jika tujuan tersebut dapat tercapai maka validitas internal
dalam penelitian eksperimen ssudah terpenuhi.

Dengan kata lain, suatu eksperimen memiliki validitas internal


apabila faktor-faktor yang dimanipulasi (variabel independen) benar-
benar murni memberikan pengaruhh atau efek pada fenomena variabel
dependen tergantung yang diobservaasi dalam latar eksperimen.

b. Validitas Eksternal
Validitas eksternal biasanya mengacu pada hubungan antara
variabel yang ditemukan dan dapat digeneralisasikan pada situasi-situasi
non-ekspeimental. Validitas eksternal berkaitan dengan kemampuan
temuan eksperimen untuk digeneralisasikan pada populasi yang lebih
luas.

5. Variabel yang Terkait dengan Eksperimentasi


Beberapa jenis variabel yang berkaitan dengan penelitian
eksperimental menurut yatim riyanto,(1996;32)antara lain sebgai berikut.

1. Variabel bebas dan terikat


Variabel bebas adalah kondisi yang oleh pengeksperimen di-
manipulasikan untuk menerangkan hubungannya dengan fenomena
yang diobservasi. Sedangkan variabel terikat adalah kondisi yang
berubah ketika pengeksperimen mengintoduksi atau mengganti
variabel bebas.

2. Variabel organismik atau variabel atribut


Variabel ini menunjuk pada karakteeristik atau kondisi yang tidak
dapat diubah oleh pengekperimen.seperti variabel bebas ; umur, jenis
kelamin, suku, atau lainnya yang serupa. Variabel-variabel tersebut
tidak dapat dimanipulasi karena sudah ditentukan begitu adanya.

3. Variabel imbuhan
Variabel imbuhan adalah variabel yang tidak dapat dikontrol, yakni
variabel yang tidak dapat dimanipulasikan oleh pengekperimen, tetapi
mempunyai pengaruh yang berarti pada variabel tergantung. Memang
tidak mungkin mengeliminasi keseluruhan variabel imbuhan, terutama
penelitian diruang kelas. Seperti variabel antusias guru, usianya, ting-
kat sosial, ekonominya, dan sebagainya. Untuk pengontrolan variabel
imbuhan yang bukan merupakan perhatian langsung peneliti, dapat di-
tiadakan atau diminimalkan pengaruhnya melalui beberapa jalan atau
teknik, yaitu :
 Meniadakan variabel
 Penjodohan kasus
 Penyeimbangan kasus
 Analisis kovarian
 Perimbangan

(Riduwan, 2004)

Penelitian Ekperimental Dan Non-Eksperimental

penelitian ekperimental mengunakan suatu percobaan yang


dirancang secara khusus guna membangkitkan data yang diperlukan
untuk menjawab pertanyaan penelitian.penelitian yang menggunakan
rancangan percobaan dianggap sebagai jenis penelitian yang paling
diinginkan oleh seorang peneliti.yang dimaksud dengan “percobaan”ialah
bagian penelitian yang membandingkan dua kelompok sasaran
penelitian.satu kelompok diberi perlakuan khusus tertentu dan satu
kelompok lagi dikendalikan pada suatu keadaan yang pengaruhnya
dijadikan sebagai pembanding.karena itu,kelompok kedua ini dinamakan
kelompok kendali,kelompok control,atau kelompok pembanding.selisih
tanggap antara kelompok perlakuan dengan kelompok control menjadi
ukuran pengaruh perlakuan yang diberikan kepada kelompok perlakuan
itu.
Sebagai teladan dapat dikemukakan suatu percobaan yang ingin
menguji pengaruh pemberian suatu percobaan yang ingin menguji
pengaruh pemberian ampas teh kedalam pot yang diitanami tanaman hias
suplir.untuk itu disediakan kelompok tanaman suplir didalam
pot.susunan tanahnya diusahakan sama dan tanamannya berumur sama
dan berukuran seragam.setiap pot berisi tanah yang telah ditanami suplir
itu dan yang akan digunakan sebagai sarana pelaksanaan percobaan
dinamakan satuan percobaan.
Penentuan pot mana saja yang ditempatkan dikelompok percobaan
dan mana yang dikelompok pembandingan ditentukan dengan
undian.kelompok pot berisi tanaman mana yang setiap pagi diberi ampas
teh dalam jumlah tertentu bersama air siraman yang didasarkan pada
undian.air siraman untuk setiap pot pada kedua kelompok itu juga
diberikan sama banyaknya.karena itu,suplir yang tumbuh dalam pot yang
ada dalam kelompok control serta suplir yang tumbuh dalam pot yang
ada dalam kelompok control serta suplir yang tumbuh dalam pot yang
ada dalam kelompok perlakuan sama-sama tumbuh pada medium yang
sama pula kecuali untuk perlakuan pemberian ampas teh.kemudian
dihitung beberapa pertambahan daun baru dalam satu bulan untuk setiap
pot,maka perbedaannya untuk kelompok perlakuan terhadap
pembanding adalah suatu ukuran pengaruh perlakuan memberi ampas
teh itu.
Pada akhir penelitian akan terkumpul data yang dapat dicatat
dalam bentuk tabel seperti berikut:

Banyaknya daun pada


kelompok Akhir selisih
Awal percobaan
percobaan
1. Perlakuan Y11 Y12 d = Y12 – Y11

2. Control Y01 Y02 d0 = Y02-Y01

Nilai perbedaan selisih d1-d0 akan menjadi ukuran tentang


pengaruh ampas teh terhadap pertumbuhan daun suplir.
Tampanya bahwa penelitian ekperimental yang mengunakan
percobaan hanya dapat dilakukan untuk pertanyaan-pertanyaan yang
menyangkut hal-hal yang dapat dikerjakan didalam laboraturium,atau
dilapangan yang tidak menyangkut hal-hal yang dapat dikerjakan di
dalam laboraturium,atau dilapangan yang tidak menyangkut masalah
kehidupan manusia.tampak pula bahwa penelitian ekperimental sangat
tepat untuk pertanyaan penelitian yang dapat diubah menjadi hipotesis
yang diungkapkan secara kuantitatif.
Penelitian menggunakan pengendalian perlakuan yang ketat
biasanya tidak dapat dilaksanakan dengan manusia dan masalah
kemasyarakatan.karena itu,selain berkaitan dengan masalah sopan santun
penelitian.didalam penelitian ilmu sosial sangat sulit melaksanakan
penelitian ekperimental,sehingga dikembangkan penelitian yang
mengunakan percobaan yang hamper ekperimental atau kuasi-
eksperimental.pada penelitian eksperimental penentuan setiap satuan
percobaan didalam kelompok perlakuan atau kelompok pembanding
selalu dilakukan dengan undian,yang istilahnya penetuan secara
acak.dalam penelitian sosial hal ini sulit dilakukan.walau demikian orang
ingin juga mengikuti car-cara meneliti mengunakan percobaan.maka
timbullah penelitian kuasi-eksperimental.
Penelitian kuasi-eksperimental memberikan kesempatan untuk
meneliti perlakuan-perlakuan didalam masyarakat yang tidak
ditempatkan dengan sengaja,melainkan terjadi secara alami.akan
tetapi,keampuhannya tidak dapat menyamai keampuhan penelitian
eksperimental yang sebenarnya.misalnya,seorang mahasiswa berasal dari
kota besar,dibandingkan dengan mahasiswa yang berasal dari kota
kecil.maka sewaktu penerimaan mahasiswa baru ia mencatat ukuran
tinggi,bobot,lingkar lengan atas,dan lingkar betis mahasiswa mahasiswa
baru.setelah itu ia mengelompokkan data yang terkumpul kedalam dua
kelompok,yaitu kelompok mahasiswa yang berasal dari ibu kota besar
dan kota kecil.untuk membedakan kedua kelompok ini,ia mendefinisikan
bahwa yang dimaksud dengan kota besar ialah kota yang menjadi ibukota
provinsi dan daerah tingkat I,sedangkan yang lainnya dimasukkan
kedalam kelompok kota kecil.setelah itu ia membandingkan rataan
tinggi,bobot badan serta rataan lengan atas serta lingkar betis.
Ia menyimpulkan dari analisis bahwa mahasiswa yang berasal dari
kota besar cenderung tlebih tinggi dari pada mahasiswa yang berasal dari
kota kecil,akan tetapi lingkar atas serta lingkar betis mahasiswa kota kecil
lebih besar dari pada yang berasal dari kota basar.dari kesimpulan yang
diperoleh ia kemudian dapat merancang suatu penelitian yang lebih
mendalam tentang perilaku hidup apa berbeda antara mereka yang
berasal dari kota besar dan yang berasl dari kota kecil.tentu saja pada
tahap ini ia sudah mendapatkan pertanyaan penelitian yang lebih
menarik lagi,yaitu apakah perbedaan itu karena pola menu,ataukah
karena pola kegiatan sehari hari,ataukah karena keduanya
berbeda,apanya yang berbeda itu?
Penelitian itu mengunakan suatu kuasi-eksperimen,karena untuk
melakukannya berdasar eksperimen,ia harus memilih dari semua bayi
yang ada diindonesia ini secara acak,sekumpulan bayi yang dibagi
menjadi dua kelompok secara acak pula.setelah itu secara acak pula satu
kelompok hidup dikota besar dan kelompok yang lainnya hidup di kota
kecil.kemudian mereka disuruh bersekolah samapai menjadi
mahasiswa.tentu saja hal ini tidak mungkin dilakukannya.yang dikerjakan
olehnya ialah mengumpulkan data dari bahan yang sudah tersedia,sambil
mengharapkan bahwa yang ada itu dapat mewakili keadaan yang
sebenarnya denagn cukup baik.kadang-kadang harapan itu akan
memenuhi kenyataan,tetapi kadang-kadang pula permasalahan tertentu
peneliti dapat terjebak karena selain perlakuan yang tampak olehnya pada
bahan percobaan,tanpa disadarinya ada perlakuan lain yang menyusup
kedalam satuan-satuan percobaan yang diamatinya.
Semua penelitian eksperimental bersifat menguraikan masalah
disusun oleh upaya pemahamanya sehingga dikatakan merupakan
penelitian analitik.lain halnya dengan penelitian yang sama sekali tidak
menggunakan percobaan sehingga disebut penelitan non
eksperimental.percobaan kuasi eksperimental karena untuk penelitian itu
tidak dilakukan suatu percobaan terkendali.penelitian seperti ini dapat
bersifat analitik,tetapi dapat pula bersifat pemerian atau deskriptif
Penelitian deskriptif dapat dianggap sebagai suatu kejadian yang
ingin menemukan fakta yang kemudian disusul oleh suatu
penafsiran.kajian-kajian deskriptif dapat meliputi penelitian rintisan atau
perumusan untuk mengenali sifat suatu kejadian,sebelum diadakan
penelitian sebenarnya yang lebih mendalam.kajian deskriptif ini dapat
pua berguna untuk mendapatkan gambaran tentang ciri-ciri
kelompok,golongan masyarakat,atau organisasi.
Pada awal darsawarsa tujuhpuluhan misalnya,amril aman
mencoba mempelajari prestasi mahasiswa tingkat persiapan bersama IPB
yang berasal dari berbagai provinsi di Indonesia.dari kajian itu ia
memperhatikan prestasi rata-rata setiap SMA yang ada lulusannya di
IPB.dari data itu ia menggolongkan SMA yang ada lulusannya di IPB itu
kedalam golongan peringkat keberhasilan.demikian pula ia
mengolongkan provinsi-provinsi diindonesia berdasarkan peringkat
keberhasilan rata-rata putra-putranya yang beajar di IPB.
Penelitian Amri Aman itu jelas merupakan suatu penelitian
pemerian yang juga merupakan penelitian rintisan.ia mengadakan
pemerian kemampuan siswa dari berbagai SMA dan berbagai
daerah.akan tetapi,ia juga telah dapat merumuskan bahwa makin jauh
dari jawa,dan semakin jauh tempat SMA tertentu dari kota besar,semakin
lemah pula agaknya kemampuan akademik siswa-siswanya.perumusan
ini dapat dijadikan suatu rintisan kearah suatu penelitian lanjutan yang
lebih terarah. (Drs. S. Margono, Metodelogi Pendidikan, 1996)

PENELITIAN EKSPERIMEN

Penelitian dengan pendekatan eksperimen adalah suatu penelitian


yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang
lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat. Terdapat empat bentuk
metode yaitu pre experimental, true eksperimental factorial, dan quasi
experimental. (Tuckman, 1982:128). Penelitian eksperimental ini pada
umumnya dilakukan pada laboratorium. Minsalanya penelitian tentang:

a. Pengaruh kecepatan sepeda motor merek Honda, Yamaha, Suzuki, dan


Beijing terhadap beban kerja di SMK Surabaya.
b. Pengaruh kekuatan baja yang diberikan perlakuan dengan
menggunakan air, garam, dan oil di SMK Semarang.
c. Pengaruh vaksin flu burung terhadap kekebalan ayam di Indonesia di
SMU Kota Balikpapan.
d. Pengaruh kosmetik terhadap kelembutan wajah di SMKK Kota Palu.
e. Pengaruh susu bubuk terhadap perkembangan bayi SMKK Kota
Lampung.

(Riduan, 2004. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-karyawan dan Peneliti


Pemula)
3. FORMAT LAPORAN

Pengantar
 Pernyataan masalah
 Tujuan penelitian
 Pertanyaan dan sub-sub pertanyaan
 Defenisi
 Signifikansi penelitian

Prosedur
 Asumsi dan dasar alasan desain kualitatif
 Jenis desain yang digunakan
 Peranan peneliti
 Prosedur pengumpulan data
 Prosedur analisi data
 Metode-metode pembuktian
 Hasil penelitian dan hubungannya dengan teori daan pustaka
 Lampiran

Contoh format lain adalah dikeluarkan oleh Kajian Pengembangan


Perkotaan, Program Pascasarjana Universitas Indonesia sebagai berikut :

Pendahuluan
 Latar belakang
 Masalah penelitian
 Pertanyaan penelitian
 Tujuan penelitian
 Manfaat penelitian
 Ruang lingkup penelitian

Gambaran Umum Wilayah Penelitian


 Sejarah
 Aspek fisik
 Sosial
 Ekonomi
 Budaya

Tinjauan Pustaka

Kerangka Konsep
 Konsep
 Satuan analisis
 Proposisi
 Data dan informasi

Metodelogi Penelitian
 Jenis penelitian
 Metode pengumpulan data dan informasi
 Tahapan pengumpulan data dan informasi
 Analisis data dan informasi

Hasil Penelitian dan Pembahasan


 Hasil penelitian
 Pembahasan Hasil Penelitian

Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Daftar Pustaka

(Hamid Patilima, Metode Penelitian Kualitatif)


3. FORMAT LAPORAN

Membuat laporan penelitian pada umumnya harus mengikuti


prosedur dan tata cara yang sudah disepakati secara ilmiah agar mudah
dipahami oleh pihak lain. Pengantar isi laporan yang and abaca ini, akan
diuraikan dan disajikan bagaimana metode dan teknik menyusun laporan
penelitian yang terbaik.

1. Pengertian Dan Makna Laporan Penelitian.


Laporan penelitian adalah uraian tentang hal-hal yang berkaitan
dengan proses kegiatan penelitian (Arikunto, 1995:600). Oleh karena itu isi
laporan penelitian bukan hanya tentang langkah-langkah yang dilakukan
oleh peneliti saja tetapi juga latar belakang permasalahan, kerangka
berpikir, dukungan teori, metodologi, interpretasi hasil penelitian,
kesimpulan dan lainnya yang bersifat memperkuat makna penelitian yang
dilakukan.

Secara garis besar menurut Arikunto tujuan penelitian dapat di-


bedakan menjadi tiga bagi pihak yang dpat memanfaatkan hasil-hasilnya
yaitu: (1) para ilmuwan, (2) pemerintah (birokrat atau pengambilan
kebijakan), dan (3) masyarakat luas baik secara individu maupun
kelompok, maksud dari manfaat atau hasil penelitian untuk :

1. Para ilmuwan, karena dengan penemuan melalui penelitian, maka


khasanah ilmu pengetahuan akan bertambah luas. Penambahan ilmu
berarti bertambah pula tempat berpijak bagi mereka dalam
pengembangan pengetahuan lebih lanjut.
2. Pemerintah (birokrat atau pengambilan kebijakan) yang lain.
Informasi yang diperoleh dari penelitianakan bermanfaat bagi
penentuan kebijakan sehingga daya dukung kebijaksanaan tersebut
cukup kaut karena berupa data actual. Termasuk laporan guru untuk
kenaikan pangkat atau pejabat yang dipromosikan.
3. Masyarakat luas baik secar individu maupun kelompok. Adanya
informasi dari penelitian inilah, maka kehidupan manusia menjadi
lebih sempurna dan dipermudah. Ingat penemuan mesin mobil,
pesawat, kereta, bola lampu, listrik, telepon, plastic, obat-obatan
teknologi computer dan sebagainya yang jelas-jelas mempermudah
kehidupan manusia di alam raya ini.

Mengapa peneliti harus menyusun laporan hasil penelitiannya ?


Karena bagi peneliti sendiri laporan penelitian merupakan bukti bahwa
peneliti telah menemukan “sesuatu yang berharga”. Bagusnya penemuan
tersebut merupakan “hak yang menjadi miliknya” untuk dapat diakui dan
dipertanggungjawabkan baik kepada dirinya sendiri maupun kepada
publik. Jika ada orang lain yang mengajukan tuntutan kepada pihak
kepolisian. Orang lain dapat mengetahui bahwa “sesuatu” itu hasilnya
apabila peneliti yang bersangkutan sudah menuliskan di dalam bentuk
laporan penelitian. Di samping untuk menunjukkan hak temuan,
penelitian yang disebarluaskan akan dapat dikenal oleh pihak-pihak
terkait akan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkan.
Hasil-hasil penelitian perllu juga dipublikasikan untuk meantapkan dan
sebagai bagian dari temuan-temuannya dikenal dimasyarakat.

Penelitian tanpa laporan bagian kerja tanpa hasil. Kerja capek-capek


dengan biaya, waktu, tenaga yang mahal akan sia-sia apabila tidak ada
manfaatnya. Maka dari itu hasil penelitian perlu dibuatkan laporan yang
baik dan benar agar bisa dimanfaatkan oleh publik.
2. Garis-Garis Besar Isi Laporan.
Secara garis besar isi laporan memuat tulisan ilmiah tentang per-
tanggungjawaban proses penemuan kebenaran. Oleh sebab itu, laporan
penelitian selain harus berisi pertanggungjawaban metodelogi tentang
proses penemuan juga urutan dan cara penyajiannya mengikuti aturan-
aturan yang dipahami oleh masyarakat umum sehingga paparan per-
tanggungjawaban tersebut lebih bersifat transparan.

Ada berbagai jenis laporan penelitian, mulai dari yang paling


sederhana, singkat sampai ke dalam bentuknya yang sangat kompleks.
Misalnya laporan hasil penelitian, laporan pertanggungjawaban kantor
(evaluasi tahunan), makalah kenaikan pangkat atau golongan jenjang,
skripsi, isi laporan, disertasi adalah bentuk-bentuk laporan penelitian
yang banyak dikenal sebagai laporan penelitian tunggal. Jurnal, research
review dan sejensinya merupakan bentuk penyebarluasan laporan
penelitian untuk berbagai jenis penelitian sekaligus. Walaupun terdapat
variasi yang berbeda secara garis besar, isi laporan penelitian mencakup
sekurag-kurangnya lima hal yaitu :

1. Pendahuluan
2. Kajian teori
3. Metodelogi penelitian
4. Hasil penelitian dan pembahasan
5. Kesimpulan dan saran.

BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan merupakan bagian awal dari hasil laporan. Pen-
dahuluan ini berisi: latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, dan kegunaan hasil penelitian.

A. Latar belakang masalah.


Pembahasan dalam latar belakang masalah ini bermaksud men-
jelaskan mengapa masalah yang diteliti itu timbul dan penting dilihat dari
segi profesi peneliti, pengembangan ilmu dan kepentingan tertentu. Yang
perlu disajikan dalam latar belakang masalah adalah apa yang membuat
peneliti merasa gelisah dan resah sekiranya maslah itu tidak diteliti.

Dalam latar belakang masalah sebaiknya diungkapkan gejala-gejala


kesenjangan yang terdapat di lapangan sebagai dasar pemikiran untuk
memunculkan permasalahan. Ada baiknya kalau diutarakan kerugian-
kerugian apa yang balak diderita apabila masalah tersebut dibiarkan tidak
diteliti dan keuntungan-keuntungan apa yang kiranya akan diperoleh,
apabila masalah-masalah itu diteliti. Perlu pula diuraikan secara jelas
tentang kedudukan masalah yang hendak diteliti itu di dalam wilayah
bidang studi yang ditekuni oleh peneliti yang bersangkutan.

Untuk mampu menentukan latar belakang masalah secara runtut,


jelas dan tajam. Maka peneliti (guru) dituntut untuk mampu membaca
dan memaknakan gejala-gejala yang muncul dalam ilmu yang
ditekuninya. Untuk itu pengetahuan peneliti (guru) yang luas dan
terpadu mengenai teori-teori dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang
terkait merupakan syarat mutlak. Ini merupakan alasan lain mengapa
penalaahan terhadap jurnal-jurnal hasil penelitian terdahulu yang terkait
harus sejak awal dilakukan.

Di pihak lain latar belakang masalah dalam penelitian juga disajikan


mengenai keadaan atau fakta aktual yang menarik perhatian penulis
untuk diteliti sehingga dari uraian fakta-fakta aktual yang terjadi bisa
dilihat permasalahannya secara jelas. Dalam menyajikan fakta dan
keadaan, penulis bisa menyajikan data dalam bentuk tabel, angka
persentase atau dalam bentuk narasi biasa. Fakta-fakta yang ditampilkan
(dalam bentuk tabel, angka persentase) sebaiknya mewakili komunitas
atau kelompok populasi yang hendak diteliti untuk lebih menjelaskan
permasalahan yang akan diteliti.

Jadi, dalam latar belakang penelitian ini, peneliti (guru) harus


melakukan analisis masalah, sehingga permasalahan menjadi jelas. Me-
lalui analisis masalah tersebut, peneliti harus dapat menunjukkan dan
membuktikan adanya suatu penyimpangan dan menuliskan mengapa
masalah tersebut perlu diteliti.

B. Identifikasi masalah
Identifikasi masalah pada umumnya mendeteksi, melacak, men-
jelaskan aspek permasalahan yang muncul dan berkaitan dari judul pe-
nelitian atau dengan masalah atau variabel yang akan diteliti. Hasil iden-
tifikasi dapat diangkat sejumlah masalah yang saling keterkaitan satu
dengan lainnya.

Apabila dalam latar belakang penelitian penjelasannya sudah


dikemukakan dengan lengkap dan jelas, maka akan memudahkan dalam
proses identifikasi masalah. Identifikasi masalah merupakan proses
merumuskan permasalahan-permasalahan yang akan diteliti. Untuk
memudahkan dalam proses selanjutnya dan memudahkan pembaca
memahami hasil penelitian, permasalahan yang muncul dirumuskan
dalam bentuk pertanyaan tanpa tanda tanya.

Selanjutnya dalam bagian ini perlu dituliskan berbagai masalah yang


ada pada objek yang diteliti. Semua masalah dalam objek, baik yang akan
diteliti maupun yang tidak akan diteliti sedapat mungkin dikemukakan.
Untuk dapat mengidentifikasi masalah dengan baik, maka peneliti perlu
melakukan studi pendahuluan ke objek yang diteliti, melakukan
observasi, dan wawancara keberbagai sumber, sehingga semua per-
masalahan dapat diungkapkan. Dari berbagai permasalahan yang telah
diketahui tersebut, selanjtunya dikemukakan hubungan suatu masalah
dengan masalah lain. Masalah yang akan diteliti itu kedudukannya
dimana diantara masalah yang akan diteliti. Masalah apa saja yang
diduga berpengaruh positif dan negatif terhadap masalah yang diteliti.
Masalah tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk variabel.

Jadi, identifikasi masalah harus menggambarkan permasalahan yang


ada dalam topik atau judul penelitian. Seluruh variabel harus dilibatkan
dalam penelitian harus dapat tergambar dengan jelas dalam identifikasi
masalah. Pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan dalam identifikasi
masalah harus dijawab pada bagian hasil penelitian dan pembahasan.

Identifikasi masalah yang diajukan tidak harus dibatasi oleh


ketentuan jumlah variabel yang dilibatkan dalam penelitian, maksudnya
jika vriabel yang dilibatkan dalam penelitian ada dua variabel bebas dan
satu variabel terikat, maka jumlah pernyataan masalah tidak harus ada
tiga. Pernyataan permasalahan bisa juga hanya satu, tetapi memuat
seluruh permasalahan yang diteliti. Identifikasi masalah juga dapat
menunjukkan alat analisis apa yang akan dipakai serta kedalaman dan
keluasan penelitian.

C. Batasan masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian dan identifikasi masalah yang
telah dilakukan, dipilih sejumlah masalah (dua, tiga, atau empat) masalah
disertai penjelasan ruang lingkup masalah, baik keluasan maupun ke-
dalamannya. Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian lebih terarah,
terfokus, dan tidak melenceng kemana-mana. Dala hal ini perlu diper-
timbangkan materi, waktu, biaya, tenaga, teori-teori dan agar penelitian
dapat dilakukan secara lebih mendalam, maka tidak semua masalah akan
diteliti, serta bagaimana hubungan variabel yang satu dengan variabel
yang lainnya. Berdasarkan batasan masalah ini, maka selanjutnya dapat
dirumuskan maslah penelitian.

D. Rumusan masalah
Merumuskan masalah merupakan pekerjaan yang sulit bagi setiap
peneliti. Hal ini dapat menolong peneliti (guru) keluar dari kesulitan me-
rumuskan judul dan masalah adalah pengetahuan yang luas dan terpadu
mengenai teori-teori ddan hasil-hasil penelitian para ahli terdahulu pada
bidang-bidang terkait dengan masalah yang akan diteliti. Dalam rumusan
dan analisis masalah sekaligus diidentifikasi variabel-variabel yang dalam
penelitian beserta definisi-definisi operasionalnya.

Untuk mempermudah, maka rumusan masalah dapat dinyatakan


dalam bentuk kalimat bertanya setelah didahului uraian tentang masalah
penelitian, variabel-variabel yang diteliti, dan kaitan antara satu variabel
dengan variabel lainnya. Definisi operasional yang dirumuskan untuk
setiap variabel harus sampai melahirkan indikator-indikator dari setiap
variabel yang diteliti yang kemudian akan dijabarkan dalam instrument
penelitian.

Jadi, setelah masalah yang akan diteliti itu ditentukan, misalnya


variabel apa saja yang akan diteliti, bagaimana hubungan antar variabel,
dan agar masalah dapat terjawab secara akurat, maka masalah yang akan
diteliti itu perlu dirumuskan secara spesifik. Seperti telah diuraikan dalam
rumusan masalah, maka sebaiknya rumusan masalah itu dinyatakan
dalam kalimat Tanya.
E. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian merupakan keinginan-keinginan peneliti atas hasil
penelitian dengan mengetengahkan indikator-indikator apa yang hendak
ditemukan dalam penelitian, terutama yang berkaitan dengan variabel-
variabel penelitian. Rumusan tujuan penelitian menyajikan hasil yang
ingin dicapai setelah penelitian selesai dilakukan. Tujuan penelitian
mengungkapkan keinginan peneliti untuk memperoleh jawaban atas
permasalahan penelitian yang diajukan. Oleh sebab itu, tujuan penelitian
harus relevan dan konsisten dengan identifikasi maslah, rumusan
masalah dan mencerminkan proses penelitiannya.

Tujuan penelitian terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus.


Tujuan umum menjelaskan secara singkat dalam satu kalimat apa yang
ingin dicapai melalui penelitian. Tujuan khusus dirumuskan dalam
bentuk item-item atau butir-butir (misalnya 1, 2, 3, dan seterusnya) yang
secara spesifik mengaju pada pertanyaan-pertanyaan penelitian.

Tujuan penelitian disini tidak sama denga tujuan penelitian yang ada
pada sampul isi laporan, yang merupakan tujuan formal, tetapi tujuan
disini berkenaan dengan tujuan peneliti dalam melakukan penelitian.
Tujuan penelitian berkaitan erat dengan rumusan masalah yang di-
tuliskan. Rumusan masalah dan tujuan penelitian ini jawabannya terletak
pada kesimpulan penelitian.

F. Kegunaan penelitian
Kegunaan penelitian merupakan dampak dari tercapainya tujuan.
Kalau tujuan peneliti dapat tercapai, dan rumusan masalah dapat
terjawab secara akurat, maka sekarang kegunaannya apa dari penelitian
tersebut ?
Kegunaan penelitian adalah untuk menjelaskan tentang manfaat dari
penelitian itu sendiri. Ada pun kegunaan dari penelitian itu ada dua hal
yaitu: (1) kegunaan untuk mengembangkan ilmu atau teoritis, (2) ke-
gunaan praktis ialah untuk membantu memecahkan dan mengantisipasi
masalah yang ada pada objek yang diteliti.

BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi teori
Deskripsi teori disini adalah menerangkan tentang variabel yang
diteliti, baik yang bersifat deskriptif (satu variabel) atau lebih dua variabel
(hubungn, pengaruh dan kompratif).

Deskripsi teori menggambarkan variabel bebas dan variabel terikat


yang memuat dalil-dalil teori atau argumen-argumen variabel yang di-
teliti memuat dua hal, yaitu :

1. Kajian teori melalui buku-buku teori (handbook) yang menyajikan hasil


pemikiran, renungan atau ulasan terhadap hasil-hasil penelitian. Dari
buku-buku ini peneliti dapat mengambil teori-teori yang relevan
dengan teori yang akan dikembangkan melalui penelitiannya.
2. Kajian dari hasil temuan melalui jurnal, tesis, disertasi atau bentuk-
bentuk lain dari laporan penelitian. Maksunya peneliti dapat me-
nyajikan penemuan-penemuan paneliti sebelumnya. Dengan demikian
peneliti sudah menunjukkan kepada orang lain bahwa peneliti telah
menghargai hasil penelitian sebelumnya sekaligus memanfaatkannya
sebagai landasan teori.

B. Landasan teori
Landasan teori adalah teori-teori relevan yang dapat digunakan
untuk menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti, sebagai dasar
untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang
diajukan atau hipotesis, dan penyusunan instrumen penelitian.

Teori-teori yang digunakan bukan sekedar pendapat dari pengarang,


pendapat penguasa tetapi teori yang telah teruji kebenarannya. Disini juga
diperlukan dukungan hasil-hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya
dan ada kaitannya dengan variabel yang akan diteliti. Jumlah teori yang
dikemukakan tergantung pada variabel yang diteliti. Kalau variabel yang
diteliti ada tiga, maka jumlah teori yang dikemukakan juga ada tiga.

Setelah diuraikan dan dikemukakan kajian teori atau landasan teori


yang mendukung, kemudian variabel tersebut dijabarkan melalui
dimensi-dimensi variabel atau disebut sub variabel, menjadi indikator-
indikator dan diteruskan menjadi item-item pernyataan atau pertanyaan
penelitian (instrumen penelitian).

C. Kerangka berpikir
Kerangka berpikir atau kerangka pemikiran adalah dasar pemikiran
dari penelitian yang disintesiskan dari fakra-fakta, observasi dan kajian
kepusatkaan. Oleh karena itu, kerangka berpikir memuat teori, dalil atau
konsep yang akan dijadikan dasar dalam penelitian. Uraian dalam ke-
rangka berpikir menjelaskan hubungan dan keterkaitan antar variabel
penelitian. Variabel-variabel penelitian dijelaskan secara mendalam dan
relevan dengan permasalahan yang diteliti, sehingga dapat dijadikan
dasar untuk menjawab permasalahan penelitian.

Kerangka berpikir juga menggambarkan alur pemikiran penelitian


dan memberikan penjelasan kepada pembaca mengapa ia memiliki
anggapan seperti yang dinyatakan dalam hiposi laporan. Kerangka
berpikir dapat disajikan dengan bagan yang menunjukkan alur pikir
penelitian serta keterkaitan antara variabel yang diteliti. Bagan disebut
juga dengan nama paradigm atau model penelitian.

Apabila penelitian bersifat deskriptif, sub judul kerangka berpikir


diganti dengan pendekatan masalah. Pendekatan masalah pada
prinsipnya sama dengan kerangka pemikiran yaitu menjelaskan berbagai
kerangka teori yang dapat menjawab permasalahan penelitian.

Kerangka pemikiran yang baik yaitu apabila mengidentifikasi


variabel-variabel penting yang sesuai dengan permasalahan penelitian,
dan secara logis mampu menjelaskan keterkaitan antar variabel.

Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat (jika ada


intervening dan moderating variabel), dijelaskan secara rinci dan masuk
akal. Kerangka berpikir yang baik disusun berdasarkan lima elemen di
bawah ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Uma Sekaran, (1992; 72-
75), yaitu :

1. Variabel-variabel penelitian seharusnya diidentifikasi secara jelas dan


diberi nama.
2. Uraian kerangka berpikir seharusnya menyatakan bagaiman dua atau
lebih variabel berhubungan satu dengan lainnya. Hal itu seharusnya
dilakukan untuk hubungan yang penting yang penting dan secara
teoritis ada diantara variabel penelitian.
3. Jika karakterisrik atau sifat-sifat dan arah hubungan dapat diteorikan
berdasarkan dari penemuan dari penelitian sebelumnya, hal itu se-
harusnya menjadi dasar dalam uraian kerangka berpikir apakah
hubungan itu positif atau negatif.
4. Seharusnya dinyatakan secara jelas mengapa peneliti berharap bahwa
hubungan antara variabel itu ada. Argumentasi atas hal itu dapat di-
gambarkan melalui hasil-hasil penelitian sebelumnya.
5. Kerangka pemikiran seharusnya digambarkan dalam bentuk diagram
skematis, sehingga pembaca dapat secara jelas melihat hubungan
antara variabel.

D. Asumsi-asumsi
Fungsi asumsi dalam sebuah isi laporan merupakan titik pangkal
penelitian dalam rangka penulisan isi laporan. Asumsi dapat berupa teori,
evidensi-evidensi dan dapat pula pemikiran peneliti sendiri. Apapun
materinya, asumsi tersebut harus sudah merupakan sesuatu yang tidak
perlu dipersoalkan atau dibuktikan lagi kebenarannya; sekurang-kurang-
nya bagi masalah yang akan diteliti pada masa itu. Asumsi-asumsi di-
rumuskan sebagai landasan bagi hipotesis laporan.

Asumsi ini harus dirumuskan dalam bentuk kalimat deklaratif. Jadi,


bukan kalimat bertanya, kalimat menyuruh, kalimat menyarankan atau
kalimat mengharapkan.

E. Hipotesis
Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan, maka selanjutnya dapat
digunakan untuk menyusun kerangka berpikir. Dengan kerangka berpikir
ini selanjutnya dapat digunakan untuk menyusun hipotesis. Hipotesis
merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah atau sub
masalah yang diajukan oleh peneliti, yang dijabarkan dari landasan teori
atau kajian teori dan masih harus diuji kebenarannya.

Karena sifatnya masih sementara, maka perlu dibuktikan


kebenarannya melalui data empirik yang terkumpul atau data penelitian
ilmiah. Hipotesis akan dinyatakan ditolak atau diterima. Hipotesis ini
akan dibuat dalam setiap penelitian yang bersifat analistis. Untuk
penelitian yang bersifat deskriptif, yang bermaksud mendeskripsikan
masalah yang diteliti, hipotesis tidak perlu dibuat, oleh karena memang
tidak pada tempatnya.

Hipotesis harus dirumuskan dalam kalimat positif. Hipotesis tidak


boleh dirumuskan dalam kalimat bertanya, kalimat menyuruh, kalimat
menyarankan, atau kalimat mengharapkan. Jenis hipotesis yaitu: hipotesis
alternatif (Ha) dan hipotesis nihil (Ho). Ada tiga macam hipotesis
penelitian (Ha), yaitu :

1. Hipotesis deskriptif yaitu hipotesis yang tidak membandingkan dan


menghubungkan dengn variabel lain atau hipotesis yang dirumuskan
untuk menentukan titik peluang, hipotesis yang dirumuskan untuk
menjawab permasalahan taksiran (estimative).
2. Hipotesis kompratif dirumuskan untuk memberikan jawaban pada
permasalahan yang bersifat membedakan.
3. Hipotesis asosiatif dirumuskan untuk memberikan jawaban pada
permasalahan yang bersifat hubungan.

Menurut sifat hubungan hipotesis penelitian (H a) ada tiga jenis yaitu:


(1) hipotesis hubungan simetris ialah yang menyatakan hubungan bersifat
kebersamaan antara dua variabel atau lebih, tetapi tidak menunjukkan
sebab akibat, (2) hipotesis hubungan sebab akibat (kausal ialah hipotesis
yang menyatakan hubungan bersifat mempengaruhi antara dua variabel
atau lebih), (3) hipotesis hubungan interaktif ialah hipotesis hubungan
antara dua variabel atau lebih yang bersifat saling mempengaruhi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode penelitian
Metode disini menjelaskan tentang metode apa yang digunakan
dalam penelitian. Metode penelitian dapat terbentuk: metode penelitian
survey, ex post facto, eksperimental, naturalistic, policy reseaarche, pe-
nelitian tindakan, evaluasi dan sejarah.

B. Populasi dan teknik pengambilan sampel.


Menentukan populasi dan sampel yang dapat digunakan sebagai
sumber data. Bila hasil penelitian akan digeneralisasikan (kesimpulan
data sampel untuk populasi) maka sampel yang digunakan sebagai sum-
ber data harus representatif dapat dilakukan dengan cara mengambil
sampel dari populasi secara random sampai jumlah tertentu.

1. Populasi
Sugiyono (2002:57) memberikan pengertian bahwa “populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Nazir (1983:327) me-
ngatakan bahwa “populasi adalah berkenaan dengan data, bukan orang
atau bendanya.

Nawawi (1985:141) menyebutkan bahwa “populasi adalah semua


totalitas nilai yang mungkin, baik hasil menghitung maupun pengukuran
kuantitatif maupun kualitatif pada karakteristik tertentu mengenai
sekumpulan objek yang lengkap”. Sedangkan Riduwan (2002:3)
mengatakan bahwa “populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau
unit hasil pengukuran yang menjadi objek penelitian”.

Subjek dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan


bahwa: populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu
wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah
penelitian.

2. Teknik pengambilan sampel


Arikunto (1998:117) mengatakan bahwa: “sampel adalah bagian dari
populasi (sebagian atau wakil populasi yang diteliti). Sampel penelitian
adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan
dapat mewakili seluruh populasi. “Sugiyono (1997:57) memberikan
pengertian bahwa: “sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi”.
Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
“sampel adalah bagian populasi yang memiliki cirri-ciri atau keadaan
tertentu yang akan ditelit. Karena tidak semua data dan informasi akan
diproses dan tidak semua orang atau benda dapat diteliti melainkan
cukup dengan menggunakan sampel yang mewakilinya. Hal ini sampel
harus representative disamping itu peneliti wajib mengerti tentang besar
ukuran sampel, teknik sampel, teknik sampling, dan karakteristik
populasi dalam sampel.

Teknik pengambilan sampel atau teknik sampling adalah suatu cara


mengambil sampel yang representatif dari populasi. Pengambilan sampel
ini harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang
benar-benar dapat mewakili dan dapat menggambarkan keadaan po-
pulasi yang sebenarnya. Ada dua macam teknik pengambilan sampling
dalam penelitian yang umum dilakukan yaitu: 1) Probability sampling dan
2) Nonprobability sampling.

C. Teknik pengumpulan data


Teknik pengumpulan data. Yang perlu diperlakukan disini adalah
teknik pengumpulan data mana yang paling tepat, sehingga benar-benar
didapat data yang valid dan reliabel. Jangan semua teknik pengumpulan
data (angket, observasi, wawancara) dicantumkan kalau sekiranya tidak
dapat dilaksanakan. Selain itu konsekuensi dari mencantumkan ketiga
teknik pengumpulan data itu adalah: setiap teknik pengumpulan data
yang dicantumkan harus ada datanya. Memang untuk mendapatkan data
yang lengakap dan objektif penggunaan berbagai teknik sangat di-
perlukan. Jika suatu teknik dipandang mencukupi, maka teknik lain tidak
perlu digunakan dan tidak efisien.

D. Teknik pengolahan data


Pengolahan data dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah
dirumuskan. Hipotesis yang akan diuji harus berkait dan berhubungan
dengan permasalahan yang diajukan. Semua jenis penelitian tidak harus
berhipotesis akan tetapi semua jenis penelitian wajib merumuskan
masalahnya, sedangkan penelitian yang menggunakan hipotesis adalah
metode eksperimen. Jenis data akan menentukan apakah peneliti akan
menggunakan teknik kualitatif atau kuantitatif. Data kualitatif diolah
dengan menggunakan teknik statistic baik statistic non parametik
maupun parametik.

Statistik nonparametik tidak menguji parameter populasi akan tetapi


yang diuji adalah distribusi dan menggunakan asumsi bahwa data yang
akan dianalisis tidak terikat dengan adanya distribusi normal atau tidak
harus berdistribusi normal dan data yang banyak digunakan untuk
statistik nonparametik adalah data nominal dan data ordinal. Sedangkan
data yang dianalisis menggunakan statistika parametik harus memenuhi
syarat-syarat anatar lain: data tersebut harus berdistribusi normal,
hubungan yang linear dan data bersifat homogeni. Statistika parametik
digunakan untuk data interval dan ratio.

E. Teknik analisis data


Manentukan teknik analisis data. Untuk penelitian pendekatan
kuantitatif, maka teknik analisis data ini berkenaan perhitungan untuk
menjawab rumusan masalah dan pengujian hipotesis yang diajukan.

Bentuk hipotesis mana yang diajukan, akan menentukan teknik


statistik mana yang digunakan, (lihat bab teknik analisis data). Jadi sejak
membuat rancangan, maka teknik analisis data ini telah ditentukan. Bila
peneliti tidak membuat hipotesis, maka rumusan masalah peneliti itulah
yang perlu dijawab. Tetapi jika hanya rumusan masalah itu dijawab, maka
sulit membuat generalisasi, sehingga kesimpulan yang dihasilkan hanya
dapat berlaku untuk sampel yang digunakan, tidak dapat berlaku untuk
populasi.

F. Tempat dan jadwal penelitian.


Pada bagian ini menguraikan tentang tempat penelitian yang sedang
dilakukan sesuai dengan lokasi penelitian (misalnya: Provinsi, Kab/Kota,
Kecamatan, Kelurahan/Desa, Perusahaan, Laboratorium, Dinas, Lem-
baga, Instansi dll). Supaya proses penelitian dapat dikendalikan dan
diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian
1. Deskripsi hasil penelitian
Pada penjelasn ini memuat penjelasan tentang apa, bagaimana dan
mengapa hasil penelitian ini diperoleh. Dijelaskan pula hasil penelitian
yang telah diolah dari data mentah dengan mempergunakan data
deskriptif, seperti median, rata-rata, standar deviasi, varian dan penyajian
data dalam bentuk distribusi yang disertai grafik histogram untuk setiap
variabel.
Jika peneliti mengunakan analisis regresi berganda, maka terlebih
dahulu perlu dilakukan pengujian persyaratan terhadap asumsi-asumsi-
nya seperti homegenitas (jika ada uji beda), normalitas dan lineritas
(untuk uji korelasi dan regresi). Mengubah data ordinal menjadi data
interval.

2. Hasil pengujian hipotesis


Melakukan pengujian terhadap hipotesis dengan menggunakan
teknik analisis statistik yang sudah ditentukan semula, seperti korelasi,
regresi baik sederhana maupun berganda. Masing-masing hipotesis
diujian dalam sub judul sendiri. Hasil akhir dari analisis statistik itu
adalah teruji atau tidaknya hipotesis nol. Hasil perhitungan akhir dari
statistik dilaporkan dalam batang tubuh, sedangkan perhitungan seleng-
kapnya ditempatkan dalam lampiran.

Melakukan interpretasi hasil penelitian yaitu melakukan penafsiran


terhadap hasil akhir pengujian hipotesis. Walaupun hasil analisis stastistik
itu sendiri sudah merupakan suatu kesimpulan, tetapi belum memadai
tanpa ada interpretasi yang dikaitkan dengan rumusan masalah.

B. Pembahsan hasil penelitian


Melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap analisis data.
Dilakukan pembahasan mengenai pendapat peneliti setelah dibandingkan
teori dengan penerapan dari teori tersebut dalam bentuk uraian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat,
jelas dan mudah dipahami. Penelitian juga harus sejalan dan sesuai
dengan permasalahan serta hipotesis penelitian. Disamping itu ke-
simpulan disampaikan dalam bentuk pernyataan yang ketat dan padat
sehingga tidak menimbulkan interpretasi lain. Informasi yang di-
sampaikan dalam kesimpulan bisa berupa pendapat baru, koreksi atas
pendapat lama, pengukuhan pendapat lama atau menumbangkan
pendapat lama.

B. Saran
Saran yang diberikan pada laporan harus didasarkan pada data hasil
penelitian, dan dalam hal ini didasarkan pada kesimpulan. Saran berupa
anjuran yang dapat menyangkut aspek operasi, kebijakan, maupun
konsep. Saran hendaknya berisi konkrit, realistis, bernilai praktis dan
terarah.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran pada laporan penelitian sangat penting sebagai bukti


diadakannya penelitian, oleh karenanya semua dokumen yang digunakan
dalam penelitian dan penulisan hasil-hasilnya menjadi satu karya tulis
ilmiah. Setiap lampiran diberi nomor urut dan judul lampiran sesuai
dengan urutan penggunaannya.
3. 1. JUDUL

Judul dapat ditetapkan sebelum segala sesuatu dipersoalkan, namun


pada umumnya judul ini baru ditetapkan setelah mahasiswa mengetahui
seluk beluk persoalanya sesudah mengadakan orientasi, baik secara literar
maupun empiris. Akan tetapi, terlepas darimana judul itu dimulai, yang
sangat penting bagi mahasiswa atau peneliti pemula ialah sebagai berikut:

1. Judul harus sesuai dengan keseluruhan isi dari kegiatan dan laporan
yang dia kerjakan, baik kesesuaian kualitas (kualitatif) yang dimaksud
adalah kesesuaian dalam segi hakikat atau sudut pandang serta ke-
sesuaian dalam segi hakikat persoalannya. Kesesuaian kuantitas
(kuantitatif) adalah kesesuaian dalam keseimbangan antara luasnya
wilayah yang dinyatakan dalam judul dengan wilayah kegiatan serta
dalam laporannya nanti.

2. Judul mengunakan kata-kata yang jelas, tandas pilah-pilah, literar,


singkat, deskriptif, dan tidak merupakan pertanyaan. Hendaknya di-
hindarkan pengunaan kata-kata yang kabur, terlalu politik, bombastis,
bertele-tele, tidak runtut, dan lebih dari satu kalimat.

Perlu diketahui bahwa fungsi pokok dari judul adalah untuk


menunjukkan kenapa pembacanya hakikat dari proyek penelitian,
wilayahnya, serta periode umum yang digunakan. Disamping itu, jika
akhirnya nanti judul itu telah ditetapkan menjadi judul laporan penelitian,
maka pengunaan terpentingnya adalah agar sponsor atau pembaca cepat
membaca laporannya. Dan segera mengetahui perlu tidaknya meneliti
laporan itu. Oleh karena itu, perlu digunakan kata-kata kunci yang
ekspresif. Banyak indeks-indeks laporan research yang dinyatakan dalam
kata-kata kunci.

3. 2. ABSTRAK

Abstrak merupakan sebuah ringkasan isi dari sebuah karya tulis


ilmiah yang ditujukan untuk membantu seorang pembaca agar dapat
dengan mudah dan cepat untuk melihat tujuan dari penulisannya. Di
dalam dunia akademik, tulisan pendek ini digunakan oleh
institusi/lembaga/organisasi pendidikan sebagai informasi awal atas
sebuah penelitian ketika dimasukkan dalam jurnal, konferensi, lokakarya,
atau yang sejenisnya. Dalam dunia maya (internet), sebuah abstrak
digunakan sebagai gambaran singkat atas sebuah karya tulis
ilmiah/penelitian untuk dibaca, sebagaimana halnya sebuah “display”
model pakaian dipajang untuk dilihat atau diuji pakai sebelum dibeli.
Selanjutnya, bagian lengkap sebuah penelitian dijual kepada mereka yang
berminat untuk mendapatkannya.

Struktur penulisan sebuah abstrak yang terjadi saat ini


menggambarkan ketidakpastian konsep atau ketidakjelasan panduan
yang dimiliki tentang susunan yang jelas dari sebuah abstrak. Alasan atau
pandangan atas perbedaan yang terjadi di dunia akademik tidak dibahas
dalam tulisan ini karena saat ini yang lebih penting meluruskan dan atau
menyamakan pandangan tentang penulisan sebuah abstrak yang baik.
Penulisan sebuah abstrak harusnya memperhatikan:

1. Struktur Paragraf.
Sebuah abstrak ditulis dalam satu paragraf yang menerangkan
keseluruhan isi tulisan secara singkat dan jelas. Penulisannya tidak
melakukan indensasi pada kalimat pertama paragraf. Single space adalah
pilihan yang dimiliki oleh penulis untuk menyusun kalimat dalam
paragrafnya. Lebih dalam, kadang seorang pembimbing Skripsi / Tesis /
Disertasi mengatur hingga pada penggunaan jenis huruf dan ukuran
tertentu.
2. Jumlah kata.
Idealnya sebuah paragraf terdiri dari 150 sampai dengan 200 kata.
Namun, pertimbangan jumlah kata yang paling tepat dalam penulisan
Skripsi, Tesis, ataupun disertasi biasanya bergantung pada pertimbangan
pandangan pembimbing (supervisor) yang mendampingi seorang
mahasiswa dalam penulisannya. Seorang supervisor harusnya tidak
mempertimbangkan jumlah kata sebagai acuan utama penulisan paragraf,
karena bagian utama justru isi (content) paragraf.

3. Isi paragraf.
Pada saat pembimbingan, seorang supervisor mengedepankan 4
bagian empiris dari sebuah abstrak. Pertama, indentifikasi fokus
penelitian dijelaskan secara singkat agar pembaca memahami apa yang
diamati oleh seorang peneliti di dalam penelitiannya. Kedua, penulis
perlu menggambarkan secara jelas desain penelitian yang dilakukan
dalam proses pencarian jawaban atau solusi atas persoalan yang diangkat
di dalam penelitiannya. Desain langkah penyelesaian masalah ini oleh
mahasiswa lazim dikenal dengan istilah Metode Penelitian. Ketiga,
selanjutnya penulis akan menjelaskan hasil temuannya kepada pembaca.

Beberapa peneliti menganggap hasil temuan yang diungkap tidak


perlu mengungkap pembahasan yang dilakukan karena hal itu justru
akan membuat pengulangan isi tulisan. Jelas maksudnya karena bagian
pembahasan temuan penelitian juga diurai di dalam bagian kesimpulan.
Keempat, perlunya bagian kesimpulan di dalam sebuah tulisan juga
terlihat di dalam sebuah abstrak yang tetap mendapatkan perhatian
penting sebagai bagian akhir dari paragraf. Pada bagian ini kadangkala
sejumlah peneliti menyisipkan rekomendasi penelitian namun tanpa
pembahasan atau uraian yang panjang. Lebih lanjut, tidaklah lazim
sebuah abstrak diisi oleh nama si penulis serta para pembimbing
tulisannya, apalagi hal itu ditulis dalam huruf cetak tebal.

Penulisan abstrak memang tidak bisa diselesaikan dalam satu kali


penulisan. Sama halnya dengan penulisan esei (essay), penulisan abstrak
juga memerlukan latihan agar bisa menciptakan hasil tulisan yang baik.
Saat ini panduan penulisan menggunakan APA (American Psychology
Association) style telah populer digunakan di perguruan tinggi. Meskipun
panduan penulisan ini bukanlah satu-satunya panduan penulisan yang
ada, APA style menjadi pilihan banyak para penulis dikarenakan
pertimbangan panduan ini digunakan oleh banyak perguruan tinggi di
dunia sehingga juga memundahkan penyesuaian dan penerimaannya.
3. 3. PENGANTAR

Kata pengantar biasanya terdapat diawal sebuah karya tulis, seperti


makalah, skripsi, ataupun buku. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, kata
pengantar merupakan pandangan atau paparan umum yang ditulis secara
ringkas yang berfumhsi sebagai pendahuluan dari isi seuah tulisan (buku,
makalah, dan lain-lain).

Secara umum, kata pengantar dibuat oleh penulis untuk menyam-


paikan ucapan rasa syukur kepada Tuhan, ucapan terimaksih kepada
pihak-pihak tertentu yang telah membantu, serta harapan penulis ter-
hadap hasil karyanya.

Kalimat yang terdapat pada kata pengantar adalah kalimat yang


mudah dimengerti, singkat dan padat, tidak bertele-tele. Kata pengantar
biasanya hanya satu halaman atau maksimal dua halaman saja. Isi kata
pengantar juga hendaknya dibuat semenarik mungkin, agar pembaca
tertarik untuk membaca isi karya tulis yang selanjutnya.

Cara Membuat Kata Pengantar :


Membuat kata pengantar pada dasarnya cukup mudah. Terdapat bebrapa
point yang harus ada dalam sebuah kata pengantar :
1. Kata pengantar biasanya diawali dengan pujian kepada Tuhan Yang
Maha Esa, seperti ungkapan rasa syukur atas kesehatan dan kesem-
patan yang telah diberikan untuk menyelesaikan tulisan tersebut.

2. Memberikan gambaran secara ringkas mengenai isi tulisan yang telah


anda buat, termasuk di dalamnya tujuan dari penulisan karya tulis
tersebut.

3. Ucapan terimaksih kepada orang-orang yang terkait dalam penulisan,


misalnya dukungan dari keluarga, teman dan kerabat, serta pihak-
pihak lain yang terlibat dalam penulisan tersebut.

4. Kata pengantar juga berisi harapan si penulis mengenai karya yang ia


hasilkan. Harapan semoga karyanya dapat bermanfaat bagi para pem-
baca.

5. Di akhir Kata pengantar penulis menyampaikan permohonan maaf


kepada semua pihak dan pembaca apabila karyanya masih memiliki
kelemahan dan kekurangan.

http://www.bimbingan.org/pengertian-kata-pengantar.htm
3. 4. TINJAUAN PUSTAKA

1. Topik Penelitian

Sebelum mempertimbangkan pustaka /literatur apa yang akan di-


tinjau dalam proyek penelitian, pertama-tama identifikasikanlah dahulu
satu topik yang akan diteliti, lalu pertimbangkan apakah topik tersebut
bermamfaat secara praktis atau tidak. Topik adalah subjek atau materi
subjek penelitian, seperti “pengajaran sekolah”, “kreativitas organisasi”,
atau “tekanan psikologis.” Buatlah abstraksi tentang topik tersebut dalam
beberapa paragraf. Topik inilah yang nantinya akan menjadi gagasan
utama yang harus dipelajari dan diekplorasi oleh peneliti.

Dalam hal ini, ada beberapa cara untuk memperoleh pemahaman


mengenai topik penelitian (dengan asumsi bahwa topik ini hharus dipilih
sendiri oleh si peneliti dan bukan oleh pembimbing). Salah satunya adalah
dengan menulis judul yang jelas dalam proposal penelitian. Saya terkejut
ketika menjumpai banyak penelti yang sering gagal merancang judul awal
untuk proyek penelitian mereka. Meneurut saya, judul yang baik dan
terencana akan menjaadi jalan utama untuk masuk kedalam penelitian
inilah gagasan nyata yang harus dimiliki oleh peneliti agar tetap fokus
pada priyek penelitiannya (lihat Glesne dan Peshkin, 1992). Ketika saya
melakukan penelitian, topik akan menuntun dan memberikan saya
petunjuk atas apa yang harus diteliti, serta petunujuk tentang apa yang
akan saya gunakan untuk menyampaikan gagasan penelitian saya pada
orang lain. Saat para mahasiswa pertama kali memberikan propestus
penelitian mereka pada saya, saya sering meminta mereka agar terlebih
dahulu merancang judul yang baik sebelum menulis penelitiannya.

Selain kemungkinan suatu topik yang dapat diteliti, peneliti juga


perlu mempertimbangkan apakah topik tersebut memang perlu diteliti.
Masalahnya, untuk menentukan topik apa yang layak diteliti bukanlah
pekerjaan yang muda. Ada banyak faktor yang melatarbelakangi
kemungkinan ini. Setidak-tidaknya, hal terpenting yang harus dipertim-
bangkan adalah topik tersebut hanya sekedar menambah pengetauan
yang sudah ada, atau sekedar menduplikasi penelitian-penelitian se-
belumnya, atau justru berusaha menyuarakan kembali hak-hak kelompok
atau individu yang terpinggirkan, atau membantu keadilan sosial, atau
justru berusaha mentranformasi agagasan-gagasan para peneliti sebelum-
nya.

Sebelum membuat proposal atau melakukan penelitian, para peneliti


sebaiknya mempertimbangkan faktor-faktor diatas dan meminta orang
lain memberikan respon kritis pada topik penelitiannya. Mintalah respon
dari teman-teman, orang-orang yang kompeten dalam bidang tersebut,
para pembimbing akademik, dan para pengurus fakultas.

2. Tinjauan Pustaka

Setelah mengindetifikasi topik yang dapat dan perlu di teliti,


barulah peneliti bisa melakukan tinjauan pustaka atas topik tersebut.
Tinjauan pustaka memiliki beberapa tujuan utama : mengimformasikan
kepada pembaca hasil-hasil penelitian lain yang berkaitan erat dengan
penelitian saat itu, menghubungkan penelitiannya dengan literatur-
literatur yang ada, dan mengisi celah-celah dalam penelitian-penelitian
sebelumnhya (Cooper, 1984; Marshall dan Rossman, 2006). Tinjauan ini
juga dapat menyediakan kerangka kerja dan tolak ukur untuk
mempertegas pentingnya penelitian tersebut, seraya membandingka
hasil-hasilnya dengan penemuan-penemuan lain. Smua atau beberpa
alasan ini bisa menjadi dasar bagi peneliti untuk menuliskan litaratur-
litaratur yang relavsn ke dalam penelitiannya (lihat Miller, 1991) untuk
pembahasan lebih jelas mengenai tujuan-tujuan menggunakan litaratur
dalam penelitian.

3. Pemanfaatan Pustaka / Literatur


Persoalan laiin yang juga penting dipertimbangkan dalam menulis
tinjauan oustaka adalah bagaimana menggunakan pustaka/literatur
tersebut dalam proposal penelitian. Terkait hal ini, ada banyak cara yang
bisa diterapkan, saya menyarankan anda agar meminta pendapat dari
pembimbing atau pihak fakultas tentang keinginan mereka tentang
keinginan mereka terkait dengan penyajian tinjauan pustaka ini. Menurut
saya, tinjauan pustaka sebaiknya disajikan secara jelas dan dapat mering-
kas berbagai literatur yang relavan dengan maslaah penelitian, namun,
tinjauan pustaka ini jangan sampai terlalu rumit dan komprehensif karena
pihak fakultas sangat mungkin akan meminta perubahan-perubahan
besar ketika proposal penelitian diajukan. Selain itu, tinjauan pustaka juga
jangan terlalu panjang, katakanlah maksimal 20 halaman, namun mampu
menunjukkan kepada pembaca bahwa anda benar-benar memahami
literatur-literatur yang berkaitan dengan topik penelitian. Pendekatan lain
dalam menulis tinjauan pustka aadlaah dengan membuat ringkasan detail
tentang topik penelitian dan referensi-referensi yang terkait dengan topik
in nantinya dikembangkan kembali dalam bab khusus, biasanya dalam
bab dua, “Tinjauan Pustaka”. Yang mungkin saja membutuhkan 20
sampai 60 halaman lebih.
Untuk pendekatan kualitatif yamg didasarkan pada opini partisipan,
ada beberpa model tinjauan pustaka yang bisa anda pertimbangkan, saya
menawarkan tiga model penempatan, yang berarti tinjauan pustaka bisa
anda letakkan kedalam tiga lokasi ini.

Model pertama, peneliti bisa saja memasukan tinjauan pustaka ke


dalam pendahaluannya. Artinya, dengan posisi ini, pustaka /literatur
berfungsi untuk memperjelaskan latar belakang “teoritis” atas masalah
penelitian, seperti siapa yang telah menulis mengenai maslah ini, siapa
saja yang telah menelitinya, dan siapa saja yang telah menunjukkan
upaya-upaya penelitian kearah itu. Penyajian latar belakang teoritis ini.
Tentu saja, sangat tergantung pada literatur-literatur atau penelitian-
penelitian yang tersedia. Peneliti dapat mencari model seperti ini di
berbagai penelitian kualitatif yang menerapkan jenis strategi penelitian
yang berbeda-beda.

Model kedua adalah dengan menempatkan tinjauan pustaka di


bagian terpisah. Model ini biasanya diterapkan dalam penelitian kualitatif
atau dalam jurnal-jurnal yang berorientasi kuantitatif. Meski demikian,
dalam penelitian kualitatif ysng berorientasi pada teori, seperti etnografi,
teori kritis, dan advokasi atau emansipatrios, peneliti juga dapat
menempatkan tinjauan pustaka di bagian terpisah.

Model ketiga, menyertakan bagian khusus, seperti “bacaan/Literatur


Terkait”, di akhir penelitian. Penempatan ini dimaksudkan untuk
membandingkan dan membedakan hasil-hasil atau kategori-kategori yang
muncul dalam penlitian dengan hasil-hasilatau kategori-kategori yang
terdapat dalam literatur. Model ini banyak dijumpai dalam penelitian
grounded theory, dan saya merekomendasikan ketiga ini karena penelitian
grounded theory pada umunya menggunakan literatur secara induktif.

4. Teknik-Teknik Tinjauan Pustaka


Apa pun jenis penelitiannya, ada bebrpa prosesyang harus dilalui dalam
melakukan tinjauan pustaka :

1. Mulailah dengan mengidentifikasi beberapa kata kunci (key words)


penelitiannya. Langkah ini utamanya penting ketika anda ingin
mencari materi-materi, referensi-referensi, dan bahan-bahan pustaka
diperpustakaan univesitas. Kata kunci ini bisa saja diperoleh ketika
anda tengang mengidentifikasi topik penelitian atau bisa jadi berasal
dari hasil pembacaan beberapa buku.
2. Setelah kata kunci diperoleh, selanjutnya kunjungi perpustakaan dan
mulailah mencari katalog untuk materi-materi referensi (seperti, jurnal-
urnal dan buku-buku). Namun, kebanyakan perpustakaan saat ini
sudah memiliki database terkomputerisasi, dan saya menyarankan
Anda fokus terlebih dahulu pada jurnal-jurnal dan buku-buku yang
relevan dengan topik penelitian Anda. Selain itu, cobalah untuk
mencari database-database terkomputernisasi yang sudah telah di
riwiew dan direkomendasikan oleh para penelit ilmu sosial, sperti ERIC,
PsycINFO, Sociofile, Social Sciene Citation Index, Googe Scoolar,
ProQuest, dan sebagainya. Database-database ini sudah bisa di akses
secara online, bahkan beberapa diantarnya sudah tersedia dalam bentuk
CD_ROM.
3. Pertama-tama, cobalah menemukan sedikitnya 50 laporan penelitian,
seperti artikel-artikel atau buku-buku, yang berhubungann dengan
topik penelititan Anda. Prioritaskan pencarian pada artikel-artikel
jurnal dan buku-bukukarena sumber-sumber seperti sangat mudah
diperoleh. Pastikan apakah artikel-artikel dan buku-buku tersebut
tersedia di perpustakaan akademik Anda, atau Anda perlu meminta
bantuan dari pustakawan untuk mengirimkannya, atau apakah anda
harus membelinya ditoko buku.
4. Bacalah sepintas sekumpulan artikel atau bab-bab dalam buku, lalu
salinlah/gandakanlah bab-bab atau artikel-artikel yang memng relavan
dengan topik Anda. Dalam proses ini, pastikan apakah artikel atau bab
tersebut akan cukup memberi kontribusi yang memadai untuk
tinjauan pustaka Anda.
5. Ketika anda mengidentifikasi beberapa literatur, mulailah merancang
peta literatur (yang akan dibahas lebih detail pada subbab khusus).
Peta literatur (litteratur map) merupakan sejenis gambar visual yang
menampilkan pengelompokan literatur berdasarkan topik penelitian.
Peta inilah yang nantinya akan menggambarkan bagaimana penelitian
Anda memberikan kontribusi pada literatur-literatur yang ada.
6. Setelah membuat peta literatur, buatlah ringkasan dari beberpa artikel
yang paling relavan. Ringkasan-ringkasan ini yang nantinya akan di-
masukkan kedalam tinjauan pustaka Anda. Masukkanlah referensi-
referensi relavan dalam tinjauan pustaka dengan menggunkan
petunjuk penulisan yang sesuai, seperti petunjuk american psychological
Association (APA) (APA.2001) agar anda memilii referensi yang lengkap
unutuk digunakan di akhir proposal penelitian.
7. Setelah membuat ringkasan dari beberapa literatur yang Anda peroleh,
kini saatnya embuat tinjaun pustaka, dengan menyusunya secara
tematis atau berdasarkan konsep-konsep penting. Di akhir tinjauan
pustaka, utarakan pandangan umum Anda tentang temma keseluruhan
yang anda peroleh dari literatur-literatur yang ada, lalu jelaskan
mengapa penellitian Anda benar-benar memiliki kebaruan tersendiri
dibandingkan literatur-literatur yang ada.

5. Prioritas Dalam Memilih Literatur

Saya sangat merekomendasikan agar Anda membuat satu prioritas


ketika mencari literatur. Jenis-jenis apa saja yang ingin Anda masukkan
dalam tinjauan pustaka ? Pertimbangkan beberapa hal berikut ini :

1. jika Anda ingin meneliti topik tertentu, namun belum tahu bagaimana
harus melakukannya, cobalah memulainya dengan mempelajari
sintesis-sintesis umum dari literatur yang ada. Misalnya, Anda mencari
ringkasan-ringkasan literatur yang yterkait dengan topik Anda di
beberapa ensiklopedia (misalanya, Aikin, 1992; Keeves,1998). Atau
anda bisa mencarinya dalam artikel-artikel jurnal atau abstraksi-
abstraksi ilmiah (misalnya, dalam Annual rewiew of psycology, 1950).
2. Selanjutnya beralihlah pada artikel-artikel ilmiah yang diterbitkan oleh
jurnal-jurnal nasional/internasional kenamaan, khususnya jurnal-jurnal
yang menampilkan laporan penelitian. Panulis di jurnal-jurnal seperti
ini biasanya mengekpos rumusan masalah atau hipotesis mereka. Dari
sisni, cobalah Anda menjawab rumusan masalahdan hipotesis tersebut.
Ada beberapa jurnal yang bisa Anda pelajari dalam bidang Anda, dan
biasanya jurnal-jurnal tersebut di terbitkan oleh editorial dan para
penulis propesionall dari belahan amerika serikat dan dunia. Di
halaman-halaman jurnal ini, Anda bisa melihat apakah ada dewan
editorial dan apakah artikel-artikel di dalamnya di tulis oleh individu-
individu dari berbagai belahan dunia. Mulailah dengan isu-isu terkini
dalam jurnal-jurnal tersebut dan carilah artikrl-artikel penelitian yang
terkait dengan topik Anda, begitu seterusnya. Tindak lanjud referensi-
referensi di akhir artikel untuk memperoleh sumber lain yang
mendukung.
3. Setelah artikel, Anda bisa mencari buku-buku yang berkaitan dengan
topik Anda. Mulailah dengan naskah-naskah penelitian yang merujuk
pada berbagai literatur penting. Kemudian pertimbangkan beberapa
buku yang berhubungan dengan satu topik yang ditulis oleh seorang
pengarang atau sekelompok pengarang, atau buku-buku yang berisi
bab-bab yang ditulis oleh pengarang yang berbeda-beda.
4. Lanjutkan usaha Anda diatas dengann melacak makalah-makalah
seminar terkini. Hadirilah seminar-seminar nasional,lalu dapatkan
makalah-makalah yang disampaikan penyaji. Jika tidak, Anda bisa
mencarinya melalui database. Sebagian besar seminar, ada yang
membutuhkan dan ada yang meminta penyajiuntuk mencatumkan
makalahnya dalam database-database terkomputernisasi. Dari database
inilah Anda bisa menghubungi penyaji yang telah menulis makalah
yang relavan dengan topik Anda. Kirimlah email atau teponlah
mereka, lalu tanaykan apa mereka mengetahui penelitian-penelitian
ysng berhubungan dengan topik Anda. Tanyakan juga apakah mereka
memiliki senuah instrumen yang mungkin bisa digunakan atau
dimodifikasi untuk penelitian Anda.
5. Jika memungkinkan, periksalah entri-entri dalam dessertation Abstracts
(university Microfilms,1938). Akan tetapi, Anda perlu berhati-hati
karena setiap disertasi memiliki kualitas yang berbeda-beda, dan Anda
perlu selektif dalam memilih disertasi-disertasu tersebut untuk
disertakan dalam tinjauan pustaka. Mencari dalam Dissertation Abstracts
mungkin saja menghasilkan satu atau dua disertasi yang relavan. Dan
Anda bisa meminta gandaan disertasi ini melalui pustakawan atau
University of Michigan Microfilms Library.
6. Website juga menyediakan bahan-bahan yang berguna untuk tinjauan
pustaka. Kemudahan mengakses dan kemampuannya untuk
memposting beragam artikel membuatnya lebih atraktif. Namun,
pelajarilah terlebih dahulu artikel-artikel ini dengan hati-hati agar
Anda memperoleh artikel yang benar-benar berkualitas. Perhatikan,
artikel-artikel ini memang mencerminkan sejenis penelitian yang rigid,
berkualitas, dan sistematis, yang layak di masukkan ke dalam tinjauan
pustaka Anda, atau hanaya menampilkan gagasan-gagasan yang
kurang bermutu. Jurnal-jurnal online, di sisi lain, sering kali juga
menyertakan artikel-artikel yang telah diperiksa secara cermat oleh
deewan editor. Meski demikian, Anda terlebih dahulu harus mencari
tahu apakah jurnal-jurnal tersebut benar-benar memiliki dewan editor
propesional dan menetapkan standar-standar untuk menerima naskah-
naskah yang masuk, ataukah tidak.
PENELAAHAN KEPUSTAKAAN

Setelah masalah sudah ditetapkan dan diformulasikan dengan jelas


secara tertulis maka langkah selanjutnya adalah melakukan kajian
terhadap pustaka-pustaka yang relevan dengan masalah yang akan
diteliti. Dengan meneliti pustaka, peneliti akan mengetahui berbagai hal
yang sdah diteliti dengan tuntas sehingga terhindar dari pengulangan-
pengulangan yang tidak perlu. Dari pustaka juga dapat diketahui
kesulitan-kesulitan apa yang dialami oleh para peneliti terdahulu,
sehingga dia lebih siap untuk menghadapinya. Bahkan sering para
peneliti yang terdahulu itu memberikan saran-saran mengenai berbagai
hal yang perlu diteliti lebih lanjut.

Menurut Haryono Semangun (1992) salah satu kesalahan umum dari


peneliti muda yang mulai melakukan penelitian adalah bahwa dia
mempercayai semua yang bacanya tanpa membedakan antara hasil
percobaan dan tafsiran dari penulisnya. Francis Bacon (dalam Haryono
Semangun, 1992) mengatakan : “Read not to contradict and confute, not to
believeand ake for granted…….., but to wigh and consider”. Dengan demikian
peneliti harus membaca secara kritis, menghubungkan apa yang dibaca
dengan pengetahuan dan pengalamannya sendiri dan berusaha untuk
memperoleh analogi dan generalisasi yang sesuai dengan penelitiannya.

Menurut Sutrisno Hadi (1991) ada tiga pedoman untuk pemilihan


daftar pustaka yaitu: relevans, kelutakhiran, dan adekuasi. Yang dimaksud
dengan relevansi adalah keterkaitan atau kegayutan yang erat dengan
masalah penelitian. Kemutakhiran adalah sumber-sumber pustaka yang
terbaru untuk menghindari teori-toeri atau bahasan yang lama.
Sebagian besar (lebih dari 50%) kegiatan daam keseluruhan proses
penelitian adalah membaca, dan membaca itu hampir seluruhnya terjadi
pada langkah penelaahan kepustakaan ini. Menurut Sumadi (1989),
membaca merupakan keterampilan ang harus dikembangkan dan
dipupuk. Kegemaran membaca harus dibuat membudaya, membaca
harus merupakan kegemaran dan kebutuhan.

Sehubungan dengan topik yang akan diteliti, kajian terhadap


pustaka yang relevan dimaksudkan untuk:

1. Menemukan konsep-konsep yang relevan dengan pokok masalah yang


dibahas dalam penelitian;
2. Menggali teori-teori yang relevan dengan permasalahan penelitian dan
melakukan komparasi-koparasi;
3. Menelaah hasil-hasil penelitian yang lampau yang sangat erat
kaitannya dengan pokok-pokok masalah yang akan dibahas;
4. Menyusun suatu kerangka yang akan digunakan sebagai tumpian
semua kegiatan berikutnya; dan
5. Menyusun dugaan-dugaan (hipotesis) yang dapat memberikan arah
ang jelas bagi pengumpulan data dan analisisnya (Sutrisno Hadi, 1991)

Dari kajian dapat dihasilkan suatu kerangka berfikir yang daapat


dijadikan landasan, baik untuk penyusunan hipotesis penelitian, maupun
kegiatan-kegiatan penelitian lainnya. Untuk mencapai sasaran itu perlu
dilakukan sejumlah komparasi antara konsep yang satu dengan yang
lainnya, antara hasil penelitian yang satu dengan hasil penelitian lainnya.

(Prof. Ida Bagoes Mantra, Ph.D. 2008. hal 54)


3. 5. HIPOTESIS

Hipotesis adalah dugaan sementara yang mungkin benar, atau


mungkin juga salah. Hipotesis akan ditolak jika salah atau palsu, dan akan
diterima jika fakta membenarkannya. Penolakan dan penerimaan
hipotesis sangat tergantung kepada hasil penelitian terhadap fakta yang
dikumpulkan.

Hipotesis dapat juga dipandang sebagai konklusi yang sifatnya


sangat sementara. Sebagai konklusi, tentu hipotesis tidak dibuat semena-
mena, melainkan atas dasar pengetahuan tertentu. Pengetahuan ini
sebagian dapat diambil dari hasil serta problematika yang timbul dari
penelian yang mendahului, dari renungan atas dasar pertimbangan yang
masuk akal, ataupun dari hasil penelitian ekploratif yang dilakukan
sendiri. Semuanya itu seharusnya sudah diketengahkan dalam bagian
“pemaparan persoalan”. Jadi, dalam taraf ini mahasiswa cukup membuat
kondensasi dari persoalan yang telah diajukan dan merumuskannya
dalam bentuk statement, misalnya “Kemiskinan Menjadi Sebab Utama
Kejahatan”, atau “Janji Hadiah Akan Mendorong Kegiatan Belajar”.

Lebih lanjut S. Margono (1997:64) mengemukakan adanya perbedaan


yang mendasar antara hipotesis mayor dan hipotesis minor. Hipotesis
mayor adalah hipotesis induk dan menjadi sumber dari anak-anak
hipotesis. Sedangkan hipotesis minor, hakikatnya dijabarkan dari
hipotesis mayor, dan harus sejalan dengan hipotesis induknya. Dengan
begitu tiap-tiap pengujian atau pembuktian terhadap suatu hipotesis
minor, berarti pengujian atau pembuktian sebagian dari hakikat hipotesis
mayor.
MENYUSUN HIPOTESIS

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian


yang secara teoritis dianggap paling mungkin atau paling tinggi tingkat
kebenarannya. Secara teknik, hipotesis adalah pernyataan mengenai
keaadaan populasi yang akan diuji kebenarannya melalui data yang
diperoleh dari sampel penelitian.secara statistik, hipotesis merupakan
pernyataan keadaan parameter yang akan diuji melalui statistik sampel.

Di dalam hipotesis itu terkandung suatu ramalan. Ketetapan


ramalan itu tergantung pada penguasaan peneliti itu atas ketepatan
landasan teoritis dan generalisasi yang telah dibacakan pada sumber-
sumber acuan ketika melakukan telaah pustaka.

Suatu pedoman yang dapat digunakan untuk merumuskan hipotesis


adalah :

a. Hipotesis dinyatakan sebagai hubungan antara ubahan-ubahan.


b. Hipotesis dinyatakan dengan kalimat pernyataan.
c. Hipotesis dapat diuji kebenarannya, atau peneliti dapat mengumpul-
kan data untuk menguji kebenarannya.
d. Hipotesis dirumuskan dengan jelas.

Dari cara merumuskan hipotesis ini,dapat digolongkan mengenai


perbedaan ubahan-ubahan dalam kelompok-kelompok yang berbeda.

Penulisan seprti ini disebut penelitian komperatif.dari isi pertanyaan


dalam hipotesis itu dapatau sebaliknya. pula dibedakan :

 Hipotesis nihil atau hipotesis nol (Ho), yaitu hipotesis yang me-
nyatakan adanya hubungan atau korelasi ubahan-ubahan penelitian
atau menyatakan adanya perbedaan pada kelompok-kelompok yang
berlainan dalam penelitian.
 Hipotesis alternative atau hipotesis kerja (Ha), yaitu hipotesis yang
menyatakan adanya hubungan atau korelasi ubahan-ubahan penelitian
atau menyatakan adanya perbedaan pada kelompok-kelompok yang
berlainan dalam penelitian.

Uji statistik adalah menerima Ha yang berarti menolak Ho atau


sebaliknya. Rumusan hipotesis dapat dinyatakan sebagai Ha atau Ho.
Akan tetapi pada umumnya peneliti cenderung merumuskan hipotesis
sebagai Ha.

Pada umumnya pula penelitiannya kepada usaha menguji ke-


benaran dari Ha. Sering dipertanyakan apakah setiap penelitian mem-
punyai hipotesis ?

Seuatu penelitian deskriptif bertujuan untuk menyajikan gambaran


mengenai gejala yang diteliti tidak memerlukan hipotesis. Penelitian
ekplorasi yang bertujuan memperoleh data dasar juga bersifat deskriptif,
tidak memerlukan hipotesis.

Rumusan hipotesis sudah memberi petunjuk akan ubahan-ubahan


yang menjadi objek penelitian. Agar semua ubahan itu dikenal masing-
masing harus didefinisikan secara operasional. Batasan-batasan ubahan
itu dijelaskan sehingga data yang menjadi objeknya tidak kabur, tetapi
memberi petunjuk mengenai apa yang harus dilakukan dalam pengum-
pulan data dan alat apa yang akan dipakai mengumpulkannya.

Klasifikasi

Ubahan-ubahan yang sudah didefinisikan itu perlu digolongkan atas


jenis peranannya dalam penelitian.penggolongan ini memudahkan
penelitian menentukan alat pengumpul data dan metode untuk
menganalisis data terkumpul itu.untuk analisis data statistik tentu data
harus dalam bentuk kuantitatif.
Secara kuantitatif, dibedakan ubahan atau gejala yang bersifat
nominal dan ubahan yang bersifat kontinu. Ubahan nominal (kategori),
bersifat deskrit, seperti guru, petani, jenis kelamin dan sebagainya.

Ubahan kontinu (bersambungan) dapat pula dibagi menjadi ubahan


ordinal (tingkatan) dan ubahan internal (range). Ubahan ordinal yaitu
gejala yang menyatakan tingkatan, rangking, atau jenjang seperti sangat
rajin, rajin, dan kurang rajin.

Ubahan interval, yaitu gejala yang menyatakan adanya satuan


ukuran, seperti nilai hasil belajar, besarnya penghasilan, beratnya
timbangan dan sebagainya. Ubahan itu dapat pula dibedakan atas hu-
bungan ubahan yang satu dengan yang lain atau berdasarkan fungsinya
dalam kaitan sebab akibat. Sehingga diagram dari ubahan itu dapat
dibuat sebagai berikut :

Sebab Akibat penghubung

Ubahan bebas
(independent)

Ubahan
penengah
Ubahan antara Ubahan teori
(intervening ) (Dependent)
Ubahan kendali
(Contol)

Ubahan rambang
(random)

Ubahan Bebas
Ubahan bebas adalah ubahan yang akan diselidiki pengaruhnya.
Maka ubahan ini juga disebut ubahan pengaruh.

Ubahan Terikat

Ubahan terikat adalah ubahan yang muncul atau diramalkan


muncul dalam gubungan fungsional dengan ubahan bebas. Ubahan ini
juga disebut ubahan tergantung karena kemunculannya tergantung
kepada ubahan lain.

Rumusan hipotesis umumnya dinyatakan dalam hubungan


fungsional antara ubahan bebas dengan ubahan terikat. Contoh: maha-
siswa yang aktif dalam diskusi kelompok mata kuliah memiliki indeks
prestasi (IP) yang baik setiap semester. Sebagai ubahan bebas ialah ak-
tivitas dalam diskusi kelompok. Aktivitas ini dapat pula dinyatakan
secara ordinal yaitu aktif sedang, dan pasif. Sebagai ubahan terikat ialah
IP setiap semester.

Ubahan Penengah (Moderator)

Mungki efektifitas diskusi kelompok itu ditentukan juga oleh jenis


kelamin. Misalnya jika dalam suatu kelompok lebih banyak mahasiswa,
sehingga kelompok itu bergabung dulu baru diskusi.

Ubahan kendali

Jika perbandingan banyaknya mahasiswa dengan mahasiswa turut


berpengaruh atas keberhasilan diskusi, maka faktor perbandingan jenis
kelamin itu termasuk ubahan kendali. Begitu juga jumlah peserta diskusi
ditiap kelompok dapat diatur. Maka jumlah peserta termasuk dalam
ubahan kendali. Pengaruh ubahan kendali kepada ubahan terikat dapat
diusahakan seminim mungkin.
Ubahan Rambang (random)

Ubahan, tergantung rambang ini bisa memberi pengaruh positif dan


bisa memberi pengaruh negative, tergantung pada penelitian itu.
Pengaruh positif dan negative ini dianggap saling mempengaruhi
sehingga dapat diabaikan.

Misalnya pada contoh hipotesis tentang diskusi kelompok tadi.


Berdekatan dengan ruang diskusi ada toko yang terus mengumandang-
kan nyanyian atau musik. Nyanyian ini tak dapat dikendalikan. Akan
tetapi kepada beberapa orang musik atau nyanyian itu memberi
kesegaran pikiran (positif) kepada orang lain mengganggu (negative).
Rata-rata pengaruh itu kepada kelompok dapat diabaikan.

Ubahan Antara

Jika dalam hubungan sebab akibat, pengaruh ubahan bebas terdapat


ubahan terikat tidak secara langsung, tetapi melalui ubahan atau suatu
sebab lain.

Dalam penelitian peranan perpustakaan atau kemajuan belajar


mahasiswa disuatu kampus, perpustakaan itu berpengaruh kepada
kemajuan mahasiswa, bila kegemaran membaca mahasiswa pada
umumnya sudah terbina baik. Berarti perpustakan itu tidak langsung
berpengaruh pada kemajuan belajar mahasiswa atau kegemaran membaca
adalah ubahan antara terhadap kemajuan belajar.

Perlu dicatat disini, bahwa keterampilan mengidentifikasi ubahan


itu diperoleh melalui pengalaman.

Batasan Ubahan yang Operasional


Pemberian batasan operasional kepada ubahan-ubahan memberi
petunjuk menentukan alat pengambilan data, sehingga data diukur atau
diamati oleh peneliti lain.

Cara menyusun batasan ubahan-ubahan itu dapat dipedomani hal


berikut :

1. Membatasi apa yang akan dilakukan


Suatu ubahan dapat didefinisikan dengan menjelaskan apa yang
dilakukan sehingga gejala pada ubahan itu kelihatan. Misalnya : siswa
cepat membaca ialah siswa yang dilatih dalam keterampilan membaca
kalimat-kalimat hingga berkecepatan 500 kata lebih dalam satu menit.

2. Membatas bagaimana ubahan itu beroperasional


Misalnya : siswa yang cepat membaca ialah siswa yang mampu mem-
pelajari sekian banyak buku pelajaran dalam satu jam pelajaran dan
mengingatnya

3. Membatasi bagaimana munculnya ubahan sehingga dapat diamati :


Misalnya : siswa yang cepat membaca ialah siswa yang meminjam se-
kian banyak buku dari perpustakaan dalam satu minggu.

Cara yang berbeda mendefinisikan ubahan cepat membaca diatas


sudah memberi arah operasionalnya untuk menyusun alat pengumpul
data.

Sesuai dengan rumusan hipotesis dan definisi-definisi operasional


dari ubahan-ubahan, ditentukanlah data dan alat pengumpul data yang
berkaitan dengannya. Agar data yang dikumpulkan itu memiliki kualitas
yang baik, haruslah dipenuhi syarat-syarat tertentu yakni, terandal dan
sahih.

Sayarat Terandal (reliable)


Alat pengumpul atau alat pengukur data adalah sahih bila alat itu
mengukur apa yang seharusnya diukur. Tingkat keterandalan dan
kesahihan alat yang digunakan perlu dijelaskan peneliti. Ada kalanya alat
pengumpul data sudah tersedia hanya perlu dikembangkan si pemakai.
Dalam hal ini sebaiknya peneliti melakukakn uji coba dari alat itu.

Rancangan penelitian menjelaskan rancangan uji coba jika diperlu-


kan. Kemudian menjelaskan rancangan yang sesuai dengan jenis peneliti-
an yang direncanakan.

Corak rancangan penelitian itu demikian banyak namun dapat di-


usut kepada rancangan dasarnya, yakni:

a. Rancaangan satu sampel,dengan pengamatan satu ubahan atau lebih.


b. Rancangan satu sampel dengan pengamatan ulang.
c. Rancangan satu faktor.digunakan beberapa sampel yang digolongkan
dengan dasar satu ubahan.
d. Rancangan factorial.rancangan ini mengunakan beberapa sampel yang
digolongkan dengan dasar beberapa ubahan.

Masing-masing rancangan diatas mempunyai model analisis yang


sesuai. Kerena itu seorang peneliti yang sudah memilih suatu rancangan,
harus sekaligus menentukan model analisis data yang akan dikumpulkan-
nya. (Drs. S. Margono, Metodelogi Pendidikan, 1996)

JENIS-JENIS PERTANYAAN

1. Pertanyaan tentang fakta


Biasanya pertanyaan tentang fakta menanyakan tentang fakta
pribadi responden, misalnya nam, umur, jenis kelamin, latar belakang
pendidikan, status perkawinan, jumlah anggota keluarga, pekerjaan dan
penghasilan. Data ini dapat dipakai untuk mengecek tungkat
keterwakilan sampel yang Anda pilih. Misalnya, Anda ingin
membandingkan proporsi antara responden wannita dan pria, bekerja
dan tidak bekerja, yang ada dalam sampel dengan sampel tidak banyak
berbeda dengan proporsi dan populasi.

2. Pertanyaan tentang Opini dan Sikap

Pertanyaan mengenai opini dan sikap berhubungan dengan


perasaan, keyakinan, gagasan, kecenderungan, dan nilai dari isu yang
diteliti. Opini umumnya menggambarkan sikap yang tidak terbaca.

3. Pertanyaan tentang Informasi

Anda dapat menggunakan pertanyaan informasi untuk melacak


pengetahuan responden tentang suatu hal, misalnya berapa banyak yang
ia ketahui, dari mana sumbernya, dan kapan pertama kali ia
mengetahuinya. Contohnya adalah: “apakah yang Anda ketahui tentang
globalisasi”. Jawaban atas pertanyaan informasi dapat dianalisis dari segi:

a) Ada tidaknya pengetahuan seseorang tentang sesuatu yang kita


tanyakan.
b) Detail tidaknya pengetahuannya.
c) Benar tidaknya pengetahuannya.

4. Pertanyaan tentang Keterampilan Melakukan Sesuatu

Responden diminta untuk memaparkan keterampilan atau tingkah


lakunya. Apa yang ia lakukan juga merupakan pengejawantahan dari apa
yang ia pikirkan. Orang yang menggemari kemewahan akan cenderung
membeli barang-barang mahal, berganti-ganti model, dan
mengidentikkan harga dirinya dengan penampilan dan pemilikan.
Manusia melihat dirinya sebagaimana yang ia inginkan. Oleh karena itu,
salah satu kelemahan informasi yang dipetik dari pertanyaan tingkah laku
adalah apa yang dilaporkan responden lebih cenderung bermakna apa
yang sebaiknya terjadi daripada apa yang sebenarnya terjadi. Contoh
“berapa program TV yang Anda tonton dalam tiga hari terakhir ini?”

A. Bentuk Pertanyaan
1. Pertanyaan Tertutup

Pertanyaan ini dirancang untuk menjaring jawaban yang telah


disediakan pilihannya. Dalam pertanyaan seperti ini, respponden diminta
untuk memilih hanya satu jawaban atau boleh memilih lebih dari satu
jawaban. Ada bebrapa bentuk pertanyaan tertutup, yaitu:

a) Pertanyaan Dua Pilihan

Di sini responden duberikan pertanyaan dengan satu kemungkinan


jawaban, jadi tinggal memilih satu jawaban di antara dua yaitu: ya atau
tidak. Contoh:

“Apakah Anda termasuk anggota pencinta lingkungan hidup?”

( ) Ya

( ) Tidak

b) Pertanyaan Pilihan Ganda

Bentuk pertanyaan seerti ini biasanya diikuti oleh sejumlah


alternative jawaban. Responden diminta untuk memilih jawaban yang
tepat. Bentuk pertanyaan ini digunakan jika sudah banyak informasi yang
diperoleh sebelumnya. Pilihan jawaban yang disediakan harus bersifat
tuntas artinya dapat menampung segala kemungkinan jawaban yang
diberikan oleh setiap responden, dan antara pilihan jawaban yang satu
dengan yang lain tidak saling tumpang tindih. Biasanya disediakan pula
tempat kosong untuk menampung kemungkinan jawban yang belum
terdaftar.

Contoh:

“Teknik mengajar apakah yang paling Anda sukai dalam program


pelatihan ini”?

(Pilih satu jawaban)

( ) Penjelasan dalam bentuk kuliah

( ) Tanya jawab

( ) Diskusi kelompok

( ) Konsultasi individual

( ) Lainnya, seebutkan: ………………………..

c) Pertanyaan Ceklis

Bentuk pertanyaan caklis hampir mirip dengan pilihan ganda.


Bedanya, dalam pertanyaan ceklis responden diperbolehkan memilih
lebih dari satu jawaban. Pertanyaan ceklis juga dapat diubah dalam
bentuk “ya-tidak”.

Contoh:

“apakah alasan Anda mengikuti program pendidikan S2 ini?”

( ) Memperoleh pengetahuan dan keterampilan


( ) Meningkatkan karir

( ) Mencari pengalaman, mengisi waktu luang

( ) Lainnya, sebutkan: ……………………..

d) Pertanyaan ranking

Pada pertanyaan ranking, responden diminta untuk memberikan


nomor urut pada pilihan jawaban yang disediakan.

Contoh:

“urutkan kegiatan ini sesuai dengan pendapat Anda tentang bagaimana


sebaiknya melaksanakan tutorial Modul Instrumen Penelitian”.

(Gunakan angka 1 sampai dengan 5, di mana 1 menunjukan kegiatan


yang paling kurang bermanfaat, sedangkan 5 menunjukan kegiatan yang
paling bermanfaat. Jika ada kegiatan yang sama sekali tidak bermanfaat,
berilah angka (0).

( ) Menerangkan kepada peserta cara menyusun kuesioner

( ) Menunjukan contoh kuesioner yang baik dan kurang baik kepada


peserta

( ) Memberikan latihan kepada peserta secara individual dalam menyusun


kuesioner

( ) Meminta peserta membaca manual dan diberi kesempatan bertanya


apabila ada yang kuran dimengerti

( ) Berlatih menyusun kuesioner dalam kelompok kecil

Bentk pertanyaan ranking adalah bentuk yang paling sulit, karena


banyak menyita energi pikir responden untuk menentukan urutan
pilihan jawaban berdasarkan tingkat kepentingannya.
e) Pertanyaan berskala

Salah satu bentuk pertanyaan yang juga umum dipakai adalah


pertanyaan yang mengandung jawaban berskala, yaitu jawaban yang
disusun menurut gradiasi atau tingkatan. Responden diminta untuk
menyatakan persetujuannya atau penolakannya terhadap pilihan yang
disediakan. Pertanyaan berskala mempunyai dua bentuk yaitu bentuk
Tabular dan Likert.

Contoh:

1) Bentuk Aljabar
Misalkan saat ini Anda ditawari jabatan yang lebih tinggi dari
sekarang, tapi dengan beberapa resiko seperti yang tersebut di
bawah ini. sehubungan dengan hal itu maka berilah tanda silang
(X) pada kotak yang disediakan untuk menunjukkan apakah Anda
akan menerima atau menolak jabatan tersebut.

Kemungkinan Berat, tapi


No Resiko Menolak Menolak Tidak
menolak
1 Membahayakan
kesehatan
2 Meninggalkan
keluarga
3 Bekerja lebih keras

2) Bentuk Likert

Berikut ini, sejumlah pertanyaan mengenai hakikat manusia.


Tunjukkanlah apakah pertanyaan ini juga menggambarkan pendapat
Anda tentang hakikat manusia. Lingkarilah jawaban yang ada di sebelah
kanan dari setiap pertanyaan yang Anda anggap sesuai.

I. Pada dasarnya manusia adalah makhluk

Yang dapat bekerjasama dengan orang lain STS TS S SS

II. Hanya ada dua macam manusia, yang


Lemah dan kuat STS TS S SS
Keterangan: STS = Sangat Tidak Setuju
TS = Tidak Setuju
S = Setuju
SS = Sangat Setuju

2. Pertanyaan Terbuka

Umumnya bentuk pertanyaan ini tidak disertai pilihan jawaban.


Pertanyaan ini digunakan jika informasi yang dimiliki tentang masalah
yang diteliti sangat minim. Pertanyaan yang terbuka atau tidak
terstruktur, dirancang untuk menjaring jawaban bebas; responden
dimunta untuk menyususn sendiri jawabannya, sebab kita tidak
menyediakan jawaban terlebih dahulu.

3. Pertanyaan Setengah Terbuka

Bentuk pertanyaan ini biasanya diikuti dengan sejumlah alternative


jawaban tapi juga diberikan kemungkinan pada responden untuk
memberikan jawaban yang sesuai dengan pendapatnya.

Contoh:

“Menurut Anda, apakah seorang anak sebaiknya mnecoba mendapatkan


pekerjaan yang sama dengan pekerjaan orang tuanya; atau sebaiknya
berbeda dengan yang dilakukan oleh orang tuanya?”

( ) Pekerjaan yang sama dengan orang tuanya


( ) Pekerjaan yang berbeda dari orang tuanya

( ) Lain-lain, sebutkan: …………………………..

B. Isi Pertanyaan

Bebrapa prinsip perlu dipertimbangkan dalam merumuskan isi


pertanyaan kuesioner. Kuesioner yan baik haruslah juga menciptakan
rapport (hubungan simpatetik) yang baik karena kuesioner adalah
pengganti kita dalam berhubungan dengan responden. Dengan kata lain,
kuesioner yang baik adalah kuesioner yang memuat pesan yang
komunikatif, bersahabat, tidak memata-matai, dan tidak menimbulkan
rasa risau responden. Prinsip-prinsip untuk menciptakan rapport yang
baik.

1. Jangan memasukan dua hal yang ingin ditanyakan dalam datu


pertanyaan sekaligus. Pertanyaan seperti ini disebut pertanyaan laras
ganda (double barreled question). Pertanyaan seperti ini akan
membingungkan responden. Misal: “Kapan dan dari siapa Anda
mengetahui adanya program penghijauan lingkungan?”
2. Hindari menggunakan kata-kata dengan pengertian kabur, tidak jelas
dan tidak tegas. Misalnya: “Apakah Anda sering mengikuti acara
penyuluhan pertanian?”
3. Hindari menggunakan pertanyaan yang terlalu umum. Misalnya:
“Menurut Anda apakah remaja sekaranng telah peduli terhadap
lingkungannya?” kata “remaja” dan “peduli terhadap limgkungan”
akan mengundang banyak tafsiran dan jawaban dari responden. Di
sini tidak jelas siapa yang termasuk remaja dan sikap atau tindakan
mereka yang mana menunjukkan bahwa mereka telah peduli terhadap
lingkungan.
4. Hindari penggunaan istilah/kata asing yang tidak dimengerti. Misal
respondennya adalah penduduk di daerah terpencil, pertanyaan yang
diajukan adalah: “ Bagaimana pendapat Anda tentang diversifikasi
pangan yang dianjurkan pemerintah?”
5. Hindari pertanyaan yang mengarahkan jawaban responden (leading
question). Misalnya: “Makanan yang memakai zat pewarna adalah
salah satu penyebab timbulnya kanker, anda tidak pernah
memakannya bukan?”
6. Hindari hal-hal yang menyebabkan responden merasa terancam atau
terpojokkan. Contoh: “Dalam sebulan terakhir ini, berapa kali Anda
memeriksa kebrsihan selokan di depan rumah anda?”
7. Hindari menggunakan pertanyaan atau pernyataan negative. Contoh:
“Tidak ada kesalahan pengetikan dalam buku ini”
(1) Ya
(2) Tidak
8. Selain itu perlu pula dijelaskan kepada responden mengapa Anda
bertanya tentang hal tersebut dan bagaimana cara Anda menganalisis
jawabannya.
9. Jika pertanyaan umumdan spesifik ditanyakan pada waktu yang
bersamaan, maka jaukanlah pertanyaan yang umum dulu. Hindari
menanyakan pertanyaan yang spesifik lebih dulu karena akan
menyempitkan jawaban.

M. Toha Anggoro, dkk. 2007.

HIPOTESIS

Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan, maka selanjutnya dapat


digunakan untuk menyusun kerangka berfikir. Dengan kerangka berfikir
ini selanjutnya dapat digunakan untuk menyusun hipotesis. Hipotesis
merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah atau sub
masalah yang diajukan oleh peneliti, yang dijabarkan dari landasan teori
atau kajian teori dan masih harus diuji kebenaranya. Karena sifatnya
masih sementara, maka perlu dibuktikan kebenaranya melalui data
empirik yang terkumpul atau penelitian ilmiah. Hipotesis akan
dinyatakan ditolak atau di terima. Hipotesis ini harus dibuat dalam setiap
penelitian yang bersifat analitis. Untuk penelitian yang bersifat deskriftif,
yang bermaksud mendeskripsikan masalah yang diteliti, hipotesis tidak
perlu dibuat, karena memang tidak pada tempatnya.

Hipotesis penelitian harus dirumuskan dalam kalimat positif.


Hipotesis tidak boleh dirumuskan dalam kalimat bertanya, kalimat
menyeluruh, kalimat menyarankan, atau kalimat mengharapkan.

Berikut ini diuraikan tentang sekilas hipotesis yang mencakup:


konsep,macam-macam hipotesis, parametik dan statistik, pengertian
hipotesis alternatif (Ha) dan hipotesis Nihil (Ho), kesalahan dalam
menguji hipotesis, memilih hipotesis yang baik dan benar, hipotesis
stratistik, jenis-jenis pengujian hipotesis sebagai berikut:

1. Konsep Hipotesis

Semua istilah hipotesis dari bahasa Yunani yang mempunyai dua kata
ialah kata”hupo”(sementara) dan “thesis”(pernyataan atau teori). Karena
hipotesis merupakan pernyataan sementara yang masih lemah
kebenaranya, maka perlu diuji kebenaranya. Kemudian para ahli
menafsirkan arti hipotesis adalah sebagai dugaan terhadap hubungan
antara dua variabel atau lebih (Kerlinger, 1996:18). Selanjutnya Sudjana
(1992:219) mengartikan hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai
suatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut
untuk melakukan pengecekan. Hal ini jelas bahwa Sudjana mengatakan
asumsi atau dugaan yang bersifat umum sedangkan Kerlinger dan
Tuckman lebih khusus lagi mengenai arti hipotesis menjadi dugaan antara
dua variabel atau lebih.
Atas dasar definisi pakar diatas, maka dapat diartikan bahwa hipotesis
adalah jawaban atau dugaan sementara yang harus diuji lagi
kebenararanya melalui penelitian ilmiah.

Hipotesis penelitian adalah hipotesis kerja (Hipotesis Alternatif Ha


atau H1), yaitu hipotesis yang dirumuskan untuk menjawab
permasalahan dengan menggunakan teori-teori yang ada hubungannya
(relevan) dengan masalah penelitian dan belum berdasarkan fakta serta
dukungan data yang nyata di lapangan, Hipotesis alternative (Ha)
dirumuskan dengan kalimat positif.

Secara statistik hipotesis diartikan sebagai pernyataan mengenai


keadaan populasi (parameter) yang akan diuji kebenarannya berdasarkan
data yang diperoleh dari sampel penelitian (statistic). Dengan demikian
dengan perhitungan statistik yang diuji adalah hipotesis nol (Ho). Jadi,
hipotesis nol adalah pernyataan tidak adanya hubungan, pengaruh, atau
perbedaan antara parameter dengan statistik dan lawanya adalah Ha yang
menyatakan adanya hubungan, pengaruh atau perbedaan antara
parameter dan statistik. Hipotesis nol (Ho) dirumuskan dengan kalimat
negatif.

Perlu diperhatikan, bahwa setiap penelitian tidak harus dirumuskan


masalahnya. Adanya hipotesis dinyatakan berdasarkan pada rumusan
masalah penelitian yang diajukan. Agar rumusan masalah dapat terjawab
dan hipotesis dapat teruji berdasarkan data yang dikumpulkan oleh
peneliti. Sehingga keduanya harus dirumuskan dengan menggunakan
kalimat yang jelas, tidak menimbulkan banyak penafsiran dan spesifik
supaya dapat diukur. Maslah penelitian dirumuskan dalam bentuk
kalimat Tanya dan hipotesis dalam bentuk kalimat pernyataan.

2. Macam-macam Hipotesis Penelitian


Berdasarkan tiga maslah penelitian tadi, maka ada tiga macam
hipotesis penelitian (Ha), yaitu:
a. Hipotesis Deskriptif yaitu hipotesis yang tidak membandingkan
dan menghubungkan dengan variabel lain atau hipotesis
yangdirumuskan untuk menentukan titik peluang, hipotesis yang
dirumuskan untuk menjawab permasalahan taksiran (estimatif).
Contoh:
1) Kontribusi Layanan Bimbingan dalam PBM (Proses Belajar
Mengajar) di SMU Negeri Kota Pasuruan paling rendah 60%
dari nilai ideal.
2) Tindakan Kepala Sekolah dalam Penegakan Disilin di SMP
Negeri 3 Kota Surakarta paling tinggi 40% dari nilai ideal.
3) Interaksi Sosial Siswa dalam Upaya Membina Warga Negara
yang Baik di SMU Negeri 1 Bangka Belitung paling tinggi 40%
dari nilai ideal.
4) Pengembangan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa Sekolah Dasar Melalui Kegiatan Diskusi Kelompok :
Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas VI SDN DKI
Jakarta paling rendah 60% dari nilai ideal.
5) Pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Moral
Berdasarkan Transformasi Nilai-nilai Budaya di SMU Negeri 1
Kota Balikpapan paling rendah 60% dari nilai ideal.
b. Hipotesis Asosiatif dirumuskan untuk memberikan jawaban pada
permasalahan yang bersifat hubungan atau mempengaruhi.
Contoh:
Contoh bentuk hubungan :
1) Terdapat Hubungan Efektivitas Keterampilan Guru dalam
PBM dan Kaitanya dengan Membuka dan Menutup Pelajaran
IPS di Sekolah Dasar (Penelitian Tindakan Kelas) Pada Kelas
V SDN Percobaan UPI Bandung.
2) Ada Hubungan yang Signifikan antara Kemampuan
Membaca Pemahaman dan Kemampuan Berfikir Logis
dengan Kemampuan Menulis Eksposisis di Kota Padang.
3) Terdapat Hubungan yang Signifikan antara Efektivitas
Praktek Kerja Industri Sekolah Menengah Kejuruan dengan
Peningkatan Keterampilan (Penelitian terhadap SMK Kencana
Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kendari).
4) Ada Hubungan yang Signifikan antara Displin Kerja Guru
dalam Kegiatan Proses Belajar Mengajar dengan Prestasi
Belajar Siswa Kelas V Bidang Studi IPS Kabupaten Sumbawa
Besar.
5) Ada Hubungan yang Signifikan antara Konsepsi Siswa pada
Pembelajaran Zat Aditif pada Makanan dengan Metode
Praktikum di Sorong –Papua Barat.

Contoh bentuk pengaruh :


1) Ada Pengaruh yang Signifikan antara Penempatan dan
Kepuasan Terhadap Produktivitas Kerja Guru : Studi Kasus
pada Guru PNS SLTPN di Lingkungan Cabang Dinas
Pendidikan Kota Surabaya.
2) Ada Pengaruh yang Signifikan antara Pembelajaran IPA
dengan Pendekatan Topik dan Tematik terhadap Peningkatan
Keterampilan Berfikir Rasional Siswa SD Kelas V di Kota
Denpasar –Bali.
3) Ada Pengaruh yang Signifikan antara Dampak Pelaksanaan
Program Pelatihan Keterampilan (Life Skill) Montir Otomotif
terhadap Peningkatan Kesempatan Kerja dan Pendapatan
Warga Belajar di Kota Ambon.
4) Ada Pengaruh yang Signifikan antara Perencanaan,
Pelaksanaan dan Evaluasi Diklat Terhadap Kinerja Pegawai di
Kota Yogyakarta.
5) Ada Pengaruh yang Signifikan antara Sikap Siswa,
Pemahaman dan Kepribadian Terhadap Wiraswasta di Kota
Banda Aceh.
c. Hipotesis Komparatif dirumuskan untuk memberikan jawaban
pada permasalahan yang bersipat membedakan.
Contoh:
1) Terdapat Perbedaan Etos Kerja Guru SLTP Negeri dengan
SLTP Swasta di Kota Gorontalo, bahwa Etos Kerja Guru SLTP
Negeri lebih Baik dari Pada Etos Kerja Guru SLTP swasta.
2) Terdapat Komparasi Siswa yang Mengikuti Kegiatan Ekstra
Kurikuler dengan Siswa Biasa dalam Peningkatan Hasil Belajar
di SLTP Negeri Kota Palembang, bahwa siapa yang Mengikuti
Kegiatan Ekstra Kurikuler lebih Baik dar Siswa Biasa.
3) Ada Perbedaan Guru Mengajar Mata Pelajaran Bahasa Inggris
dengan Metode Pemberian Treatmen dan Biasa pada Siswa
SLTP Negeri 3 di Kota Makasar , Bahwa Metode Treatment
lebih Baik dari pada Metode Biasa.
4) Ada Perbedaan Siswa yang Mempunyai Cita-cita (Program)
dengan Siswa yang Hanya Sekedar Sekolah dalam Rangka
Mendisiplinkan Diri Pada SLTP Negeri Kota Banjarmasin,
bahwa Siswa yang Mempunyai Cita-cita (Program) lebih Baik
dari pada Siswa yang Hanya Sekedar Sekolah.
5) Terdapat Komparasi Siswa Kelas Unggulan dengan Siswa Biasa
Dilihat dari Prestasi Belajar Semester II SLTP Negeri di Kota
Bandar Lampung, bahwa Siswa Kelas Unggulan lebih Baik dari
pada Siswa Biasa.

Berdasarkan hipotesis diatas, maka tampak jelas bahwa rumusan


hipotesis penelitian yang berupa hipotesis kerja atau hipotesis alternatif
(Ha) merujuk pada tiga tingkatan yaitu: tingkan gambaran atau peluang
terhadap keadaan suatu variabel, hubungan dan pengaruh antar dua
variabel atau lebih dan perbedaan antara dua variabel atau lebih.

3. Pengertian Hipotesis Alternatif (Ha) Hipotesis Nihil (Ho)


a. Hipotesis Alternatif (Ha)
Hipotesis alternatif diberi simbol (Ha) disebut juga hipotesis
penelitian atau hipotesis kerja (H1). pihak peneliti tidak menguji (Ha)
sebab (Ha) adalah lawan (Ho). hipotesis alternatif (Ha) hanya
mengekspresikan keyakinan peneliti tentang ukuran-ukuran populasi.

b. Hipotesis Nihil (Ho)

Waktu kita menggunakan pengujian statistik kita selalu bekerja


dengan dua hipotesis yaitu hipotesis nihil atau nol dan hipotesis alternatif.
Hipotesis nihil dengan simbol (Ho) inilah yang sebenarnya diuji secara
statistik dan merupakan pernyataan tentang parameter yang bertentangan
dengan keyakinan peneliti, (Ho) sementara waktu dipertahankan benar-
benar hingga pengujian statistik mendapatkan bukti yang menentang atau
mendukungnya. Apabila dari pengujian statistik diperoleh keputusan
yang mendukung atau setuju dengan (Ho), maka dapat dikatakan bahwa
(Ho) diteima. Sebaliknya jika diperoleh keputusan yang bertentangan
dengan keputusan (Ho), maka dapat diambil tindakan bahwa (Ho)
ditolak.

4. Jenis Pengujian Hipotesis

Jenis pengujian hipotesis yang dikenal dalam penelitian ada dua yaitu
hipotesis direksional (hipotesis langsung) dan Hipotesis Non Direksional
(hipotesis tidak langsung). Supaya lebih jelasnya dapat diuraikan:

a. Hipotesis Direksional adalah rumusan hipotesis yang arahnya sudah


jelas atau disebut juga hipotesis langsung. Sedangkan pengujian
hipotesis direksional terdiri dari dua yaitu uji pihak kiri dan uji
pihak kanan.
b. Hipotesis Non Direksional (hipotesis tidak langsung) adalah
hipotesis yang tidak menunjukan arah tertentu. Jika rumusan Ha
berbunyi kalimat : tidak sama dengan (), maka sebaliknya Ho
berbunyi kalimat: sama dengan (=). Pengujian ini menggunakan
pengujian dua pihak (two tailed test).

(Riduan, 2004. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-karyawan dan Peneliti Pemula,)

3. 6. METODE DAN RANCANGAN

Metode disini menjelaskan tentang metode apa yang digunakan


dalam penelitian. Metode penelitian dapat terbentuk: metode penelitian
survey, ex post facto, eksperimental, naturalistic, policy reseaarche,
penelitian tindakan, evaluasi dan sejarah.

1) Metode Data Kuantitatif


Ada beberapa langkah pendahuluan yang harus dilakukan oleh
peneliti sebelum melakukan analisi data. Langkah-langkah pendahuluan
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Pembuatan system dan kode variabel
b. Penyiapan/pembuatan matrikss tabulasi
c. Pemasukan data dan matrikss tabulasi
Dalam suatu penlitian biasanya dibutuhkan data untuk berbagai
variable yang diukur. Untuk dapat mengolah data yang telah
dikumpulkan secara statistik, data tersebut harus diterjemahkan kedalam
kode-kode yang menggambarkan informasi yang dikandungnya.
Misalnya , data jenis kelamin tidak akan bisa diolah secara statistik
apabila tidak diberi kode yang berupa suatu ‘nilai’ berbentuk angka.
Variabel jenis kelamin laki-laki misalnya dapat diberi kode ‘1’ dan jenis
kelamin perempuan diberi kode ‘2’.

Pemberian kode pada setiap variable harus mempunyai arti.


Misalnya, kode untuk tingkat prestasi belajar siswa “kurang”, “sedang”,
dan “baik”, sebaiknya diberi kode yang memperlihatkan tingkat prestasi
sehingga mudah untuk diingat dan diinterprentasikan. Misalnya
“kurang” diberi kode ‘1’, “sedang” diberi kode ‘2’, dan “baik” diberi kode
‘3’, dengan demikian, apabila peneliti melihat angka ‘3’ untuk variabel ini,
maka akan secara langsung ingat bahwa siswa yang masuk katagori ‘3’
adalah lenih berprestasi dari siswa yang masuk katagori ‘2’.

Kode-kode variabel kemudian dicatat dalam suatu daftar seperti


contoh pada tabel 6.3. Seperti terlihat, tabel daftar biasanya mengandung
informasi tentang lokasi data variabel yang bersangkutan dalam matrikss
tabulasi data yng siap diolah

Table 6.3
Contoh Daftar Kode

Lokasi Data Pada


No Variabel Kode Keterangan
Matrikss
1 Identitas subjek NI 1-4 Nomor Induk Siswa
Jenis kelamin
2  Laki-Laki 1 6
 Perempuan 2 6
3 Prestasi belajar
 Kurang 1 8 NEM:<30
 Sedang 2 8 NEM:30-35
 Baik 3 8 NEM:36-40
 Baik sekali 4 8 NEM:>40

Kolom lokasi data pada matrikss menunjukkan bahwa data variabel


jenis kelamin terletak pada kolom ke-6, dan data variabel prestasi belajar
terletak pada kolom ke-8. Sehingga, ketika peneliti menyiapkan matrikss
untuk mentabulasi seluruh data, data kedua variabel tersebut harus
dicantumkan pada kolom matriks ke-6 dan ke-8.

Penyiapan atau pembuatan matrikss tabulasi untuk pengolahan data


dapat dilakukan secara manual atau dengan bantuan komputer. Saat ini,
karena sudah banyak tersedia perangkat lunak yang dapat digunakan
untuk pengolahan data statistik, biasanya matrikss tabulasi data langsung
dibuat dalam komputer. Namun demikian, baik matrikss tabulasi yang di
per-siapkan sacara manual maupun dengan komputer, akan berbentuk
seperti contoh pada tabel 6.5. Kertas matrikss untuk tabulasi data dapat
dibeli di toko-toko dan biasanya disebut dengan sebagai computer clean
sheet. Sedangkan perangkat lunak komputer yang banyak digunakan oleh
peneliti-peneliti sosial (termasuk pendidikan) adalah statistical package for
social science (SPSS).

Tabel 6.5
Contoh Matrikss Tabulasi Data

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
2 5 6 2 3
2 5 6 2 4
2 5 6 1 2

dst

Dari contoh tabel diatas tabel 6.5 telihat bahwa subjek pertama
mempunyai nomor induk ‘2556’, kode ‘2’ pada kolom 6 menunjukkan
perempuan, dank ode ‘3’ pada kolom 8 menunjukkan prestasi belajar
yang baik. Sedangkan subjek ketiga miasalnya, nomor induknya 2558,
laki-laki (kode ‘1’), dan prestasi belajarnya sedang (kode’2’). Demikian
data variabel-variabel untuk setiap subjek di tabulasi sesuai dengan kode
dan letak kolomnya. Jumlah kolom pada suatu matrikss tabulasi data
tentu lebih banyak dari yang terdapat pada contoh ini.

Data yang sudah terkode dan tersusun dalam suatu matrikss siap di
olah dan dianalisis. Bila matrikss dibuat langsung di dalam komputer,
maka pengolahan data dapat dilakukan secara otomatis.

2) Teknik Analisis Kuantitatif


Analisis data kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunkan
bantuan statistik, baik yang deskriptif maupun yang inferensial tergantng
tujuannya. Bila tujuan peneitian hanya bersifat eksploratif dan deskriptif,
maka teknik statistiknya pun cukup dengan statistik deskriptif, sedangkan
bila tujuan penelitiannya adalah untuk melihat hubungan dan atau
perbedaan antar variabel, atau membuat prediksi, maka teknik statistik
yang dibutuhkan adalah statistik inferensial.

a. Statistik deskriptif
Analisis statistik deskriptif dapat dibedakan menjadi : (1) analisis
potret data (frekwensi dan persentase), (2) analisi kecenderungan sentral
data (nilai rata-rata, median dan modus), serta (3) analisis variasi nilai
(kisaran dan sim-pangan baku atau varian).

1) Analisis Potret Data


Potret data adalah perhitungan frekuensi suatu nilai dalam suatu
variabel. Nilai dapat disajikan sebagai jumlah absolut atau persentase
dari keseluruhan, sebagai contoh misalnya 50 siswa yang dijadikan
sampel pada suatu penelitian, 25 siswa dapat dikatagorikan siswa
berbakat, 10 orang siswa dapat dikatagorikan siswa biasa-biasa saja,
dan 15 orang siswa dapat dikatagorikan sebagai siswa yang
berprestasi rendah. Secara persentase, maka dapat dituliskan bahwa
50% siswa adalah siswa berbakat, 20% siswa rata-rata, dan 30% siswa
termasuk siswa dengan prestasi rendah.

2) Analisis kecenderungan nilai tengah (central tradency)


Nilai rata-rata (mean) biasa diberi symbol X, merupakan nilai rata-rata
secara aritmetik dari semua nilai dalam variabel yang diukur.
Misalnya, dari suatu penelitian ulangan akhir matematika terhadap 5
siswa kelas II SD diperoleh data bahwa : siswa 1 dapat nilai 8, siswa 2
nilai 5, siswa 3 nilai 9, siswa 4 nilai 8 dan siswa 5 nilai 7, maka nilai
rata-ratanya adalah (8+5+9+8+7) : 5 = 7,4
Median adalah nilai tengah dari sekumpulan nilai dari suatu variabel
yang telah diurutkan dari nilai yang terkecil kepada nilai yang
tertinggi. Atau dengan kata lain, nilai median adalah nilai yang
membagi suatu urutan nilai menjadi dua, pada contoh ini, maka nilai-
nilai iswa tersebut dapat diurutkan menjadi 5,7,8,8,9. Dari urutan
nilai, mediannya adalah 8.
Modus (mode) adalah nilai yang paling sering muncul pada suatu
distribusi nilai variabel. Dalam contoh tadi, modusnya adalah 8 yang
muncul dua kali (terbanyak dibandingkan nilai lainyang hanya
muncul satu kali).

3) Analisi Variasi Nilai


Analisis ini dilakukan untuk melihat sebaran nilai dalam distribusi
keseluruhan nilai dalam suatu variabel dari nilai tengahnya. Dengan
kata lain, analisis ini untuk melihat seberapa besar nilai-nilai suatu
variabel berbeda dari nilai tengahnya. Pengukuran variasi nilai
biasanya dilaku-kan dengan melihat kisaran data (range) atau
simpangan baku (standard deviation).
Kisaran memperlihatkan interval dari nilai yang terkecil hingga yang
terbesar, atau selisih nilai terkecil dengan yang terbesar. Misalnya, bila
data hasil ulangan Matematika 5 orang siswa diteliti adalah 5,7,8,8
dan 9 pada contoh tadi, maka kisaran datanya adalah 9-5-4.
Sedangkan simpangan baku (biasa ditulis SD) menunjukkan selisih
rata-rata nilai-nilai suatu variabel dari nilai tengahnya. Pada contoh
nilai ulangan matematika 5 orang siswa tadi, kita sudah menghitung
nilai rata-ratanya adalah 7,4. Cara penghitungan simpangan baku
adalah :

SD= √
2
∑ (Xi− X)
N

Dimana Xi adalah nilai individual subjek, adalah nilai rata-rata, dan N


adalah jumlah subjek data.

b. Statistik Inferensial
Teknik analisis dengan statistik inferensial adalah teknik
pengolahan data yang memungkinkan peneliti untuk menarik
kesimpulan, berdasarkan hasil penelitiannya pada sejumlah sampel,
terhadapa suatu suatu populasi yang lebih besar. Kesimpulan yang
diharapkan dapat dibuat biasanya di-nyatakan dalam suatu hipotesis.
Oleh karena itu, analisis statistik inferensial juga biasa disebut analisi uji
hipotesis.

Sebagai contoh, seorang peneliti ingin menguji suatu hipotesis yang


menyatakan bahwa siswa perempuan memiliki kemampuan verbal yang
lebih tinggi dari siswa laki-laki. Karena tidak mungkin mengukur tingkat
kemampuan seluruh siswa perempuan dan siswa laki-laki yang ada,
maka peneliti hanya mengumpulkan data dari beberapa siswa perempuan
dan siswa laki-laki yang dipilih sebagai sampel. Namun, peneliti ingin
meng-generelasasikan temuannya berdasarkan sampel tersebut bagi
seluruh populasi. Teknik analisis data dengan alat statistik inferensial
iinilah yang dapat dipakai untuk membantu peneliti dalam mengambil
kesimpulan.

Ada beberapa teknik atau alat analisi yang dapat diguakan.


Pemilihan teknik analisis disesuaikan dengan tujuan atau pertanyaan
penelitian ynag ingin dijawab serta jenis data yang dikumpulkan.

Inferensi yang sering dibuat oleh peneliti pendidikan dalam ilmu


sosial pada umunya berhubungan dengan upaya untuk melihat
perbedaan (beda nilai tengah) dan korelasi, baik antar dua variabel
independen maupun antar beberapa variabel sekaligus. Selisih nilai
tengah ataupun nilai koefisien korelasi (correlation coefficient) yag
dihasilkan kemudian di uji secara statistik.

1) Uji t (t-test)
Statistik inferensila untuk melihat beda nilai tengah dua buah
distribusi nialai biasanya menggunakan uji t atau t-test, uji t pada
dasarnya adalah suatu pengujian untuk melihat apakah nila tengah
(misalnya nialai rata-rata) suatu nilai distribusi (kelompok) berbeda
secara nyata (significant) dari nilai tengah distribusi lain (kelompok)
lainnya. Uji t ini dapat juga dipakai untuk melihat beda dua nilai
koefisien korelasi. Sebagai contoh, bila peneliti ingin melihat
perbedaan prestasi belajar siswa kelas V SD disekolah X dengan
siswa disekolah Y. Maka bila nilai rata-rata ulangan akhir kedua
subsampel telah diketahui, peneliti dapat menguji per-bedaan akhir
rata-rata prestasi belajar kedua kelompok siswa tersebut dengan uji t.

2) Analisis Varian (Analysis of Variance atau ANOVA)


Alat ini dipakai untuk menentukan apakah nilai tengah dari tiga atau
lebih distribusi nilai (kelompok) berbeda satu sama lain secara nyata.
Analisis ini merupakan pengembangan dari uji t yang hanya melihat
perbedaan dua nilai tengah. Misalnya, paada contoh butir (1) di atas,
bila sampel penelitiannya terdiri dari tiga sekolah, maka untuk
melihat apakah nilai rata-rata siswa sekolah Xx, Y, dan Z berbeda satu
sama lain secara nyata, maka peneliti harus mengujinya dengan
ANNOVA, dan bukan dengan uji t.

3) Analisi korelasi
Ada bebrapa teknik analisi yang dapat digunakan untuk melihat ada
tidaknya hubungan antar variabel. Tabel 6.5 menyajikan secara
ringkas beberapa alat satistik yang dapat digunakan oleh peneliti
pendidikan untuk melihat adanya tidaknya hubungan antar dua
varibel. Seperti tampak pada tabel, alat analisi yang dapat digunakan
tergantung pada jenis data yang dikumpulkan.

Tabel 6.6
Beberapa Alat Analisis Satistik Inferensial untuk Melihat
Hubungan Dua Variabel

Alat Statistik Simbol Jenis Data / Variabel

Pearson Produk Moment r Keduanya data kontinu


Korelasi Spearma Rho P Keduanya data urutan

Satu variabel kontinu, satu


Biserial bis
r
variabel data dikontinu buatan

Satu variabel kontinu, satu


Biserial titik r
pbis
variabel data dikotomi murni

Keduanya variabel /data


Tetrachoric rt
dikotomi buatan

Keduanya variabel/data
Koefisien Phi θ
dikotomi murni
Kedua variabel mempunyai dua
Koefisien Koentigensi C
atau lebih kategori

Keduanya datakontinu (untuk


Korelasi rasio,Eta η
korelasi non-linear)

Kisaran nilai suatu besaran atau koefisien korelasi (misalnya r)


adalah dari -1 hingga +1, di mana – menunjukkan korelasi negatif dan +
me-nunjukkan korelasi positif. Semakin besar derajat korelasi, semakin
mendekati 1 nilai koefisien korelasinya. Sebagai contoh, r=0,8
menunjukkan korelasi yang lebih erat dari r=0,5.

Selain hubungan antara dua buah variabel, penelitian pendidikan


juga sering bertujuan untuk melihat ada tidaknya korelasi antara tiga atau
lebih variabel. Tabel 6.7 menunjukkan beberapa jenis alat analisis untuk
melihat hubungan tiga atau lebih variabel.

Alat analisis yang di sajikan pada tabel 6.6 dan 6.7 merupakan
sebagian dari alat analisi yang biasa dan bia di gunakan pada penelitian
pendidikan.masih banyak jenis dan metode lain yang lebih kompleks dan
lebih spesifik untuk mencapai berbagai tujuan penelitian. Penjelasan
prosedur perhitungan dan teknik-teknik analisis kuantitatif hanya dapat
dipelajari pada modul yang lain.

Tabel 6.7
Beberapa Alat Analisis Statistik Inferensial untuk Melihat Hubungan Tiga
Atau lebih Variabel

Alat statistik Tujuan Penelitian/Tujuan Analisis

Untuk menggambarkan derajat korelasi antar


beberapa variabel independen dengan satu
Regresi Berganda
variabel dependen, di mana baik variabel
(Multiple Regression)
independen maupun dependen merupakan
variabel dengan kontinu.
Untuk menggambarkan derajat korelasi antara
beberapa variabel independen dengan satu
Diskriminan Analisis variabel dependen,di mana variabel
(Discriminant Analysis) independenya merupakan variabel dengan
data kontinu, sedanglkan variabel dependen
merupakan variabel dikotomi
Untuk menggambarkan derajat korelasi antara
Korelasi Kanokial
eberapa variabel independen dengan beberapa
(Canonical Correlation)
variabel dependen

Untuk menggambarkan derajat korelasi antara


Korelasi Parsial
dua variabel independen setelah pegaruh
(Part Correlation)
variabel lainnyadi kontrol (secara statistik)

Untuk menentukan apakah suatu set variabel


Analisis Faktor
bisa di ringkas dan dikategorikan menjadi
(Factor Analisis)
sejumlah factor yang lebih kecil (lebih sedikit)
Untuk menggambarkan derajat korelasi
Ki Kuadrat anatara dua atau lebih variabel independen, di
(Chi-Square) mana variabelnya mempunyai data non-
parametrik.

Proses analisis data kuantitatif dapat dilakukan dengan mudah di-


lakukan bila menggunakan program-program komputer yang telah diran-
cang khusus untuk keperluan analisis data. Salah satu contoh program
kom-puter yang banyak digunakan untk analisi data kuantitatif pada
penelitian-penelitian ilmu sosial adalah Statistical Package for Social Sciences
(SPSS). Program ini mempunyai kemampuan untuk melakukan analisi
statistik dari yang paling sederhana seperti melihat kecenderungan sentral
data hingga yang paling kompleks. Dengan bantuan komputer, proses
persiapan dan analisi data dapat dilakukan dengan cepat dan efesien

2. Metode Data Kualitatif


Berbeda dengan penelitian kuantitatif di mana tahapan pengumpulan
dan analisis data biasanya dilaksanakan sebagai tahapan berurutan,
kegiatan analisis data pada penelitian kulalitatif merupakan bagian
integral dari pengumpulan data dilapangan. Pada penelitian kualitatif,
kegiatan analisi dilakukan secara simultan sepanjang periode penelitian.
Walaupun pene-litian kualitatif (atau sering disebut sebagai etnografer)
memulai kegiatan pe-nelitiannya dengan suatu fokus, pertanyaan,
permasalahan, maupun teknik pengumpulan data tertentu yang dapat
diantisipasi, pada kenyataannya selalu berubah sesuai dengan umpan
balik yang diperoleh di lapangan. Oleh karena itu, proses analisis data
pada penelitian kualitatif (atau etnografi) sering dianggap lebih dari
sebuah seni dari pada suatu ilmu. Walaupun de-mikian, ada langkah-
langkah analisi data yang biasa dilakukan oleh para pe-neliti kualitatif
yang dapat dijadikan acuan dalam upaya untuk memahami dan
menginterprentasikan data yang diperoleh.

Analisis data kualitaitf pada umumnya merupakan suatu proses


iterati yang berkesinambungan, yang mencakup kegiatan-kegiatan berikut
ini.

1. Analisis temuan yang dapat terus menerus di lapangan, khusunya


dalam masalah yang diteliti dan juga dalam keseluruhan fenomena
yang ber-kaitan dengan pertanyaan penelitian, dengan tujuan untuk
mendapatkan tema-tema besar dan untuk mngembangkan konsep-
konsep.
2. Pengelompokan dan peroganisasian data, sesegera mungkin setelah
data diperoleh sehingga dapat membantu peneliti dalam memahami
pola permasalah dan atau tema yang diteliti.
3. Evaluasi kualitatif tentang validitas atau kepercayaan data yang terus
menerus.

Peneliti yang melakukan penelitian kualitatif biasanya tidak secara


ekplisit menyebutkan metode analisisnya karena memang tidak ada suatu
prosedur yang baku seperti halnya pada penelitian kuantitatif. Walaupun
kebanyakan analisis dilakukan secara induktif, tetapi tidak jarang metode
deduktif juga dipakai sebagai upaya untuk memahami data yang
diperoleh di lapangan. Analisis induktif adalah suatu proses pemahaman
yang di-dasarkan pada informasi /data dan fakta di lapangan dan
kemudian men-coba mensintesiskan kedalam beberapa kategori atau
mencocokkannya dengan teori yang ada.

Peneliti dengan penelitian kualitatif seperti etnografer misalnya,


selalu bekerja dengan desain terbuka dan fleksibel. Fokus dan tujuan
penelitian biasanya dinyatakan dalam bentuk permasalahan besar /
umum (atau biasa disebut foreshadowes problems), selalu mengalami
modifikasi di lapangan. Oleh karena itu, analisis data temuan dan
pengumpulan data di lapangan harus dilakukan secara terus-menerus dan
simultan. Tidak jarang, peneliti kualitatif menemukan bahwa teori
/kerangka teori yang dipunyainya tidak cukup atau tidak dapat
menjelaskan fakta-fakta yang di temuinya di lapangan.

Kegiatan analisis diawali dengan upaya memahami makna dari data


yang diperoleh, dan mulai mengidentifikasi pola-pola tertentu yang
muncul pada data. Hal ini dilakukan dengan cara mengevaluasi data dari
segala sudut dan kemungkinan arti. Pola-pola tersebut dapat dilihat dari
beberapa kebiasaan, konfigurasi, maupun kelompok-kelompok informasi
yang dapat merujuk pada pola perilaku atau pola budaya tertentu.
Langkah-langkah yang banyak dilakukan oleh etnografer untuk
melakukan analisis awal ini misalnya :

1. Mengorganisasi data dengan cara member nomor pada semua


halaman catatan hasil pengamatan, hasil wawancara, benda-benda,
dan lain-lainnya yang berhasil dikumpulkan.
2. Membaca secara sepintas semau data dan kemungkinan-kemungkina
kategori data yang ada.
3. Mencari tema besar, pola, dan gagasan yang dikandung oleh data.
Tema-tema dari hasil percakapan, topik-topik pembicaraan orang,
bahasa yang diigunakan, perasaaan yang ditunjukkan atau
diutarakan, semua akan memberikan ide pada peneliti untuk
menemukan kategori sementara bagi setiap informasi.
4. Membuat catatan yang sistematis mengenai kategori dan keteraturan-
keteraturan yang sering muncul pada data.
5. Membca literatur mengenai penelitian-penelitian lain tentang masalah
yang relavan untk memperoleh kerangka pemikiranyang sesuai
dengan temuan-temuan di lapangan.
6. Mengevaluasi dan atau menajamkan fokus penelitian yang sedang
dilakukan. Tidak jarang data yang berhasil dikumpulkan meluas dan
dapat digunakan untuk penelitian atau studi yang berbeda.

Setelah itu, data perlu dikelompokkan atau dikategorikan dan di-


urutkan. Kegiatan kategorisasi dan pengurutan data merupakan suatu
proses induktif. Walaupun proses ini biasanya melibatkan pengodean
yang mem-berikan kesan kuantifikasi data, proses ini sebenarnya
merupakan proses kognitif untuk mencoba mengorganisasi data
berdasarkan analisis logika. Dengan memberikan kode,
mengkategorisisaikan, dan mengurutkan data, peneliti sebenarnya
melakukan identifikasi arti-arti yang dapat ditangkap dari setiap
kelompok informasi. Kelompok-kelompok arti (chunks of meaning) ini
merupakan bahan utama dalam analisis karena merupakan bagian yang
menghubungkan data yang diperoleh dengan tujuan dan fokus penelitian
yang telah dipilih. Kemudian, chunks of meaning tadi diberi label
sementara yang dapat menunjukkan arti data yang dikandungkannya.
Kategori-kategori arti ini selalu dapat dievaluasi, dipecah menjadi
kategori yang lebih kecil, digabungkan, atau diperluas. Dengan kata lain,
disini peneliti melaku-kan eksplorasi arti dari setiap kelompok data.

Data dan kategori data yang diperoleh juga harus selalu dievaluasi
tingkat kepercayaan. Tiga teknik analisis yang dapat digunakan untuk
melihat tingkat kepercayaan data misalnya dengan cara mencari bukti
negatif pada informasi yang diperoleh dan melakukan triangulasi. Cara
pertama adalah suatu proses pencarian data atau informasi yang berbeda
dengan ‘kategori’ data yang telah diperoleh. Kekecualian-kekecualian
yang di-temukan dapat memodifikasi kategori yang teah dibuat dan
mengem-bangkan kategori dan tema yang baru. Sedangkan triangulasi
adalah suatu proses validassi silang diantara berbagai sumber data, teknik
pengumpulan data, berbagai waktu, dan atau skema teori yang
digunakan dalam meng-artikan data. Misalnya, validasi untuk data
mengenai kerja sama institusional dapat dilakukan dengan
membandingkan data yang bersumber dari dokumen kerja sama yang
ada, dari informan-informan (kepala institusi, pegawai, dan lain-lain), dan
dari hasil pengamatan langsung peneliti.

Penyajian hasil analisis pada penelitian kuantitatif dapat dilakukan


dalam berbagai pola tergantung dari tingkat keabstrakan yang diinginkan.
Keunggulan dari suatu penelitian etnografi adalah pada presentasi narasi
yang ektrensif tanpa tabel-tabel statistik. Data dan analisis disajikan dalam
bentuk penggambaran fenomena yang diteliti dengan panjang lebar dan
disertai dengan cuplikan-cuplikan catatan pengamatan maupun
rekaman/ transkrip wawancara. Penelitian-penelitian kuantitatif /
etnografi selalu me-nyajikan hasil penelitiannya dalam konteks natural
dimana data dikum-pulkan.

Tingkat keabstrakan yang disajikan dalam suatu laporan hasil


penelitian kuantitatif menunjukkan secara langsung jenis penelitian yang
bersangkutan, apakah termasuk penelitian naratif deskriptif saja,
analitikal deskriptif, atau pengembangan atau pencarian teori. Pada
penelitian naratif deskriptif, tujuan utamanya hanyalah untuk mencatat
kejadian-kejadian atau aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh
sekelompok masyarakat yang diamati dalam suatu periode tertentu.
Hasil pengamatan disajikan sebagai cerita apa adanya tanpa upaya
menghubungkan temuan-temuan di lapangan dengan fenomena lain,
atau-pun dengan teori tertentu. Pada tingkat abstraksi berikutnya, yaitu
penelitian analitikal deskriptif, peneliti tidak saja melakukan deskriptif
secara narasi tetapi juga melakukan melakukan analisis dan interpretasi
terhadap temuan-temuannya. Peneliti akan secara selektif menganalisis
aspek-aspek tertentu (baik dari perilaku maupun peristiwa) untuk
menerangkan fenomena yang diteliti/dinvestigasi. Kompleksitas
hubungan antar peristiwa akan ditekan-kan dalam laporannya. Pada
tingkat abtraksi ketiga, yaitu pencarian teori, peneliti tidak saja
menyajikan temuannya secara narasi dan apa adanya, tetapi juga
dikembangkan secara induktif menjadi satu grounded teori, yaitu teori
yang diturunkan dari konsep-konsep yang dikembangkan berdasarkan
data di lapangan.

Seperti halnya pada analisis kuantitatif, analisis kuantitifpun dapat


memamfaatkan alat bantu komputer. Salah satu program perangkat lunak
komputer yang dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan analisis
kualitatif adalah the ethnograph. Program komputer ini pada dasarnya
menolong peneliti untuk mengorganisasikan catatan-catatan, transkrip
wawancara, hasil survei, dan dokumen data lainnya. Kemudian, program
ini juga akan membantu peneliti melihat kesamaan-kesamaan melalui
kata-kata kunci tertentu yang ditemukan peneliti, dan memberikakn
petunjuk pada segmen-segmen tertentu mempunyai ciri yang sesuai
dengan kata kunci yang tadi. Dengan demikian, peneliti akan dengan
mudah untuk mengelompokkan data dan melakukan analisis yang lebih
jauh tentang data tersebut.

(M. Toha Anggoro, dkk. 2007)


RANCANGAN PENELITIAN

Rancangan penelitian merupakan rencana dan prosedur penelitian


yang meliputi: dari asumsi-asumsi luas hingga metode-metode rinci
dalam pengumpulan dan analisis data. Rancangan tersebut melibatkan
sejumlah keputusan yang, dalam buku ini, sudah saya sajikan meski
meski tidak secara runtut dalam pengertian yang lazim. Yang jelas, secara
keseluruhan, keputusan ini melibatkan rancangan seperti apa yang
seharusnya digunakan untuk meneliti topik tertentu.

Misalnya, dalam (proposal) penelitian para peneliti perlu


mengambil keputusan terkait dengan asumsi-asumsi filosofis yang yeng
mendasari keputusan mereka, prosedur-prosedur (yang juga sering
disebut sebagai stategi-srategi) penelitian, dan metode-metode spesifik
yang akan mereka gunakan dalam pengumpulan, analisis, dan juga
interprestasi data. Pemi-lihan atas satu rencana penelitian juga perlu
didasarkan pada masalah /isu yang ingin diteliti, pengalaman pribadi si
peneliti, dan target atau sasaran pembacanya.

Dalam buku ini ada tiga jenis penelitian yang akan disajikan :
penelitian kualitatif, kuantitatif, dan metode campuran. Pada hakikatnya,
tiga pen-dekatan ini tidaklah terpisah satu sama lain seperti ketika
pertama kali muncul. Pendekatan kualitatif dan kuantutatif seharusnya
tidak dipandang sebagai antitesis atau dikotomi yang saling bertentanga;
keduanya hanya merepresentasikan hasil akhir yang berbeda, namun
tetap dalam satu continuum (Newman & Benz. 1998). Suatu penlitian
hanya akan lebih kualitatif ketimbang kuantitatif, atau sebaliknya.
Adapun penelitian metode campura berada ditengah continuum tersebut
karena penelitian ini melibatkan unsur-unsur dari pendekatak kualitatif
dan kuantitatif.

Perbedaan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif sering kali


dijelaskan berdasarkan bentuk-bentuknya yang menggunakan kata-kata
(kualitatif) dan yang menggunakan angka-angka (kuantitatif), atau
berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang tertutup (hipotesis kuantitatif)
dan yang terbuka (hipotesis kualitatif). Padahal, gradasi perbedaan antar
kedua-nya sebenarnya terletak pada asumsi filosofis dasar yang dibawa
oleh peneliti ke dalam penelitianya, jenis-jenis strategi penelitia yang
digunakan peneliti se-panjang penelitianya (seperti, strategi eksperimen
kuantitatif atau strategi studi lapangan kualitatif), dan metode-metode
spesifik yang diterapkan peneliti untuk melaksanakan strategi-strategi ini
(seperti, pengumpulan data secara kuantitatif dalam bentuk instrumen
versus pengumpulan data secara kualitatif melalui observasi lapangan).

Lagi pula, ada perkembangan historis yang dapat membedakan


kedua pendekatan tersebut. Misalnya saja, pendekatan kuantitatif banyak
men-dominasi bentuk-bentuk penelitian dalam dalam ilmu-ilmu sosial
sejak awal abad XIX hingga pertengahan abad XX. Namun, sejak awal
pertengahan abad XX, muncul minat yang tinnggi terhadap penelitian
kualitatif, dan bersamaan dengan itu berang pula penelitian metode
campuran (lihat Creswell, 2008, untuk sejarah yang lebih lengkap). Latar
belakang historis ini setidak-tidaknya dapat dijadikan salah satu landasan
untuk mencari definisi “rigid” atas tiga istilah kunci tersebut, yang
selanjutnya akan digunakan dalm buku ini.

1. Penelitian Kualitatif
Merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami
makna yang –oleh sejumlah individu atau sekelompok orang— dianggap
berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif
ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-per-
tanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari
para partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema
yang khusus ketema-tema umum, dan menafsirkan makna data. Laporan
akhir untuk penelitian ini memeliki struktur atau kerangkan yang
fleksibel. Siapa pun yang terlibat dalam bentuk penelitian uni harus
menerapkan cara pandang penelitian yang bergaya induktif, berfokus
terhadap makna individual, dan menerjemahkan kompleksitas suatu
ersoalan (diadaptasi dari Creswell, 2007).

2. Penelitian Kuantitatif
Merupakan metode-metode untuk menguji teori-teori tertentu
dengan cara meneliti hubungan antar variabel. Variabel-variabel ini diukur
biasanya dengan instrumen-instrumen penelitian sehingga data yang
terdiri dari angka-angka dapa dianalisis berdasarkan prosedur-prosedur
statistik. Laporan akhir untuk penelitian ini pada umumya memiliki
struktur yang ketat dan konsisten mulai dari pendahuluan, tinjauan
pustaka, landasan teori, metode penelitian, hasil penelitian dan
pembahasan (Creswell, 2008). Seperti halnya peneliti kualitatif, siapa pun
yang terlibat dalam penelitian kuantitatif juga perlu memiliki asumsi-
asumsi untuk menguji teori secara deduktif, mencengan munculnya bias-
bias, mengontrol penjelasan-penje-lasan alternatif, dan mampu
menggeneralisasi dan menerapkan kembali pe-nemuan-penemuanya.

3. Penelitian metode campuran


Merupakan pendekatan penelitian yang mengombinasikan atau
mengasosiasikan bentuk kualitatif dan bentuk kuantitatif. Pendekatan ini
melibatkan asumsi-asumsi filosofis, aplikasi pendekatan-pendekatan
kualitatif dan kuantitatif, dan pemcampuran (mixing) kedua pendekatan
tersebut dalam satu penelitian. Penelitian ini lebih kompleks dari sekedar
mengumpulkan dan menganalisis dua jenis data; ia juga melibatkan
fungsi dari dua pendekata penelitian ini secara keseluruhan lebih besar
ketimbang penelitian kualitatif dan kuantitatif. (Creswell & Plano Clark,
2007).

Seperti yang kita lihat, masing-masing definisi di atas memiliki titik


tekannya tersendiri, untuk itulah, dalam buku ini, saya akan menjelaskan
tiga definisi tersebut secara detail agar Anda bisa mengetahui masing-
masing maknanya yang jelas.

Ada dua titik tekan dalam stiap definisi tadi, yaitu: bahwa suatu
pendekatan penelitian selalu melibatkan asumsi-asumsi filosofis dan metode-
metode prosedur-prosedur yang berbeda-beda. Rancangan penelitian,
yang saya sebut sebagai rencana atau proposal untuk melaksanakan penelitian,
melibatkan relasi antara asumsi-asumsi filosofis, strategi-strategi
penelitian. Dan metode-metode tertentu. Kerangka kerja yang saya
gunakan untuk menjelaskan pertemuan antara ketiga komponen ini dapa
dilihat pada Gambar 1.1. secara detail, dalam merencanakan penelitian,
para peneliti perlu mempertimbangkan tiga komponen penting, yaitu : (1)
asumsi-asumsi pandangan-dunia (worldview) filosofis yang mereka bawa
kedalam penelitianya, (2) strategi penelitian yang berhubungandengan
asumsi-asumsi tersebut, dan (3) metode-metode atau prosedur-prosedur
spesifik yang dapat menerjemahkan strategi tersebut dalam praktinya,

Beberapa Pandangan-Dunia Filosofis

Meskipun sebagian besar gagasan filosofis tersembunyi dalam


sebuah penelitian (Slife & willliams, 1995), gagasan-gagasan tersebut
tetap mempe-ngaruhi praktik penelitian perlu diidentifikasi. Saya
merekomendasikan agar siapa pun yang tengah mempersiapkan proposal
atau rencana penelitian seyogianya memperjelas gagasan-gagasan
filosofis yang mereka ekspos. Penjelasan ini tentu akan mencerminkan
alasan mengapa mereka perlu me-milih pendekatan kualitatif, kuantitatif,
atau metode xampuran untuk penelitian mereka.

Dalam menjelaskan pandangan-dunia filosofis, peneliti setidaknya


perlu menyertakan -dalam proposalnya- satu bagian khusus yang
membahas sejumlah hal berikut :

 Pandangan-dunia filosofis yang diusulkan dalam penelitian.


 Pertimbangan-pertimbangan dasar mengapa pandangan-dunia
tersebut digunakan.
 Bagaimana pandanga-dunia itu membentuk pendekata penelitian.

Saya lebih memilih menggunakan istilah pandangan-dunia


(worldview) karena memeliki arti ‘kepercayaaan dasar yang memadu
tindakan’ (Guba, 1990: 17). Peneliti lain lebih suka menyebutnya
paradigma (Licon & Guba, 2000; Mertens, 1998); epistemology dan ontologi
( Crotty, 1998), atau meto-dologi penelitian yang telah diterima secara luas
(Neuman, 2000). Saya me-mandang pendangan-dunia sebagai orientasi
umum terhadap dunia dan sifat penelitian yang dipegang kukuh oleh
peneliti. Pandangan-dunia ini sering kali dipengaruhi oleh keilmuan yang
menjadi kosentrasi mahasiswa kepercayaan para pembimbing dan pihak
fakultas terhadap bidang tersebut, dan pengalaman-pengalaman
penelitian sebelumnya. Uniknya, pandangan-dunia yang dipengang
kukuh oleh para peneliti tidak jarang merangkul secara kolektif
pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan metode campuran dalam penelitian
mereka. Ada empat pandangan-dunia yang akan dibahas kali ini: post-
positivisme, konstruktivisme, advokasi/partisipatoris, dan pragmatisme.
Elemen-elemen penting dalam setiap pandanagan-dunia ini dapat dilihat
dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Empat Pandangan-Dunia

Post-positivisme Konstruktivisme
 Determinasi  Pemahaman
 Reduksionisme  Makna yang beragam dari
 Observasi dan pengujian patisipan
empiris  Konstruksi sosial dan historis
 Verifikasi teori  Penciptaan teori

Advokasi/ partisipatoris Pragmatisme


 Bersifat politis  Efek-efek tindakan
 Berorientasi pada isu  Berpusat pada masalah
pemberdayaan  Bersifat pluralistik
 Kolaboratif  Berorientasi pada praktik
 Berorientasi pada perubahan dunia-nyata

Pandangan-Dunia Post-Positivisme

Asumsi-asumsi post-positivis mempresentasikan bentuk tradisional


penelitian, yang kebenarannya lebih sering disematkan untuk penelitian
kuantitatif ketimbang penelitian kualitatif. Pandangan-dunia ini
terkadang disebut sebagai metode saintifik atau penelitian sains. Ada pula
yang menyebutnya sebagai penelitianpositivis/post-positivis, sain empiris dan
post-positivisme. Istilah terakhir disebut post-positivisme karena ia
memrepresentasikan pemikiran post-positivisme, yang menentang
gagasan tradisional tentang kebenaran absolut ilmu pengetahuan (Philips
& Burbules, 2000) dan mengakui bahwa kita tidak bisa terus menjadi
“orang yang yakin/ positif” pada klaim-klaim kita tentang pengetahuan
ketika kita mengkaji perilaku dan tindakan manusia. Dalam
perkembangan historisnya, tradisi post-positivis ini lahir dari penulis-
penulis abad XIX, seperti Comte, Mill, Drukheim, Newton dan Locke
(Smith, 1983), dan belakangan ini dikembangkan lebih lanjut oleh penulis-
penulis seperti Philips dan Burbules (2000).

Kaum post-positivis memepertahanakan filsafat deterministik


bahwa sebab-sebab (faktor-faktor kausatif) sangat mungkin menentukan
akibat atau hasil akhir. Untuk itulah, problem-problem yang dikaji oleh
kaum post-positivis mencerminkan adanya kebutuhan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor penyebaab yang mempengaruhi hasil
akhir, sebagaimana yang banyak kita jumpai dalam penelitian
eksperimen kuantitatif. Filsafat kaum post-positivis juga cenderung
reduksionistis yang orientasinya adalah mereduksi gagasan-gagasan
besar menjadi gagasan-gagasan yang terpisah yang lebih kecil untuk diuji
lebih lanjut, seperti halnya variabel-variabel yang umumnya terdiri dari
sejumlah rumusan masalah dan hipotesis penelitian.

Pengetahuan yang berkembang melalui kacamata kaum post-


positivis selalu didasarkan pada observasi dan pengujian yang sangat
cermat terhadap realitas objektif yang muncul didunia “luar sana.” Untuk
itulah, melakukan observasi dan meneliti perilaku individu-individu
dengan berlandaskan pada ukuran angka-angka dianggap sebagai
aktivitas yang amat penting bagi kaum post-posotivis. Akibatnya, muncul
hukum-hukum atau teori-teori yang mengatur dunia., yang menuntut
adanya pengujian dan verifikasi atas kebenaran teori-teori tersebut agar
dunia ini dapat dipahami oleh manusia. Untuk itulah, dalam metode
saintifik, salah satu pendekatan penelitian “yang telah disepakati” oleh
kaum post-positivis, seorang peneliti harus mengawali penelitianya
dengan menguji teori tertentu, lalu mengumpulkan data baik yang
mendukung maupun yang membantah teori tersebut, baru kemdian
membuat perbaikan-perbaikan lanjutan sebelum dilakukan pengujian
ulang.

Membaca buku Philips dan Burbules (2000), kita akan menemukan


sejumlah asumsi dasar yang menjadi inti dalam paradigma penelitian
post-positivis, antara lain:

1. Pengetahuan bersifat konjektural / terkaan (dan antifondasional /


tidak berlandasan apapun) bahwa kita tidak akan pernah
mendapatkan ke-benaran absolut. Untuk itulah, bukti yang dibangun
dalam penelitian sering kali lemah dan tidak sempurna. Karena alasan
ini pula, banyak peneliti yang berujar bahwa mereka tidak dapat
membuktikan hipo-tesisnya; bahkan, tak jarang mereka juga gagal
untuk menyangkal hipo-tesisinya.
2. Penelitian merupakan proses membuat klaim-klaim, kemudian yang
me-nyaring sebagian klaim tersebut menjadi “klaim-klaim lain” yang
ke-benaranya lebih kuat. Sebagian besar penelitian kuantitatif,
misalnya, selalu diawali dengan pengujian atas suatu teori.
3. Pengetahuan dibentuk oleh data, bukti, dan pertimbangan-
pertimbangan logis. Dalam praktinya, peneliti mengumpulkan
informasi dengan meng-gunakan instrumen-instrumen pengukuran
tertentu yang diisi oleh para partisipan atau dengan melakukan
observasi mendalam dilokasi pe-nelitian.
4. Penelitian harus mampu mengembangkan statemen-statemen yang re-
levan dan benar, statemen-statemen yang dapat menjelaskan situasi
yang sebenarnya atau dapat mendeskripsikan relasi kausalitas dari
suatu persoalan. Dalam penelitian kuantitatif, peneliti membuat relasi
antar-variabel dan mengemukakannya dalam bentuk pertanyaan dan
hipotesis.
5. Aspek terpenting dalam penelitian adalah sikap objektif; pera peneliti
harus menguji kembali metode-metode dan kseimpulan-kesimpulan
yang sekiranya mengandung bias. Untuk itulah, dalam penelitian
kuantitatif, standar validitas dan reliabilitas menjadi dua aspek penting
wajib diper-timbangkan oleh penliti.

Pandangan-Dunia Konstruktivisme Sosial.

Kelompok lain memiliki pandangan-dunia yang berbeda. Salah


satunya adalah pandangan-dunia konstruktivisme sosial (yang sering kali
dikom-binasikan dengan interpretivisme) (lihat Mertens,1998)
pandangan-dunianya ini biasanya dipandang sebagai sebagai suatu
pendekatan dalam penelitian kuallitatif. Gagasan konstruktivisme sosial
berasal dari Mannheim dan buku-buku seperti The Social Construction Of
Reality-nya Berger dan Luekmann (1967) dan Naturalistic Inquiry Licoln
dan Gube (1985). Dewasa ini, penulis-penulis yang getol mengkaji
paradigma konstruktivisme sosial antara lain Licoln dan Guba (2000),
Schwandt (2007), Neuman (2000) dan Crotty(1998).
Konstruksi sosial meneguhkan asumsi bahwa individu-individu
selalu berusaha memahami dunia di mana mereka hidup dan bekerja.
Merekan mengembangkan makna-makna subjektif atas pengalaman-
penga-laman mereka makna-makna yang diarahkan pada objek-objek
atau benda-benda tertentu. Makna-makna ini pun cukup banyak dan
beragam sehingga peneliti dituntut untuk lebih mencari kompleksitas
pandangan-pandangan ketimbang mempersempit makna-makna
sejumlah katagori dan gagasan.

Peneliti berusaha mengandalkan sebanyak mungkin pandangan


partisipan tentang situasi yang tengah diteliti. Untuk mengeksplorasi
pan-dangan-pandangan ini, pertanyaan-pertanyaan pun perlu diajukan.
Per-tanyaan-pertanyaan ini bisa sangat luas dan umum sehingga
partisipan dapat mengkonstruksi makna atas situasi tersebut, yang
biasanya tidak asli atau tidak dipakai dalam interaksi dengan orang lain.
Semakin terbuka pertanyaan tersebut tentu akan semakin baik, agar
peneliti bisa men-dengarkan dengan cermat apa yang dibicarakan dan
dilakukan partisipan dalam kehidupan mereka.

Makna-makna subjektif ini sering kali dinegosiasi secara sosial dan


historis. Makna-makna ini tidak sekedar dicetak untuk kemudian
dibagikan kepada individu-individu, tetapi harus dibuat melalui interaksi
dengan mereka (karena itulah dinamakan konstruktivisme sosial) dan
melaui norma-norma historis dan sosial yang berlaku dalam kehidupan
mereka sehari-hari. Makna-makna itu juga harus ditekankan pada
konteks tertentu di mana individu-individu ini tinggal dan berkerja agar
peneliti dapat memahami latar belakang historis dan kultural mereka.

Para peneliti juga perlu menyadari bahwa latar belakang mereka


dapat mempengaruhi penafiran mereka terhadap hasil penelitian. Untuk
itulah, ketika melakukan penelitian, mereka harus memosisikan diri
mereka sedemikian rupa seraya mengakui dengan rendah hati bahwa
interprestasi mereka tidak pernah lepas dari pengalaman pribadi,
kultural, dan historis merea sendiri. Dalam konteks kontruktivisme,
peneliti memiliki tujuan utama, yakni berusaha memaknai (atau
menafsirkan) makna-makna yang di-miliki orang lain tentang dunia ini.
Ketimbang mengawali penelitiannya de-ngan suatu teori (seperti dalam
post-positivisme), peneliti sebaiknya mem-buat atau mengembangkan
suatu teori atau pola makna tertentu secara induktif.

Terkait dengan konstruktivisme ini, Crotty (1998) memperkenalkan


sejumlah asumsi:

1. Makna-makna dikonstruksi oleh manusia agar mereka bisa terlibat de-


ngan dunia yang tengah mereka tafsirkan. Para peneliti kualitatif cen-
derung menggunakan pertaqnyaan-pertanyaan terbuka agar partisipan
dapt mengungkapkan pandangan-pandangannya.
2. Manusia senantiasa terlibat dengan dunia mereka dan berusaha mema-
haminya berdasarkan perspektif historis dan sosial mereka sendiri—
kita semua dilahirkan ke dunia makna (world of meaning) yang
dianugerahkan oleh kebudayaan disekeliling kita. Untuk itulah, para
peneliti kualitatif harus memahami konteks tersebut dan
mengumpulkan sendiri informasi yang dibutuhkan. Merekan juga
menafsirkan apa yang mereka cari : sebuah penafsiran yang dibentuk
oleh pengalaman dan latar belakang mereka sendiri.
3. Yang menciptakan makna pada dasarnya adalah lingkungan sosial,
yang muncul di dalam dan di luar interaksi dengan komunitas
manusia. Proses penelitian kualitatif bersifat induktif di mana di
dalamnya peneliti men-ciptakan makna dari data-data lapangan yang
dikumpulkan.

Pandangan-Dunia Advokasi dan Partisipatoris

Terdapat klompok lain yang memiliki asumsi-asumsi filosofis


berda-sarkan pada pebdekatan advokasi /partisipatoris. Pendekatan ini
muncul sejak 1980-an hingga 1990-an dari sejumlah kalangan yang
merasa bahwa asumsi-asumsi post-positivistelah membebankan hukum-
hukum dan teori-teori struktural yang sering kali tidak sesuai
dengan/tidak menyertakan individu-individu yng terpinggirkan dalam
masyarakat kita atau isu-isu keadilan yang sosial yang perlu
dimunculkan. Pandangan-dunia ini tam-paknya memang cocok dengan
penelitian kualitatif, manun ia juga bisa men-jadi dasar untuk penelitian
kuantitatif.

Dalam sejarahnya, pembahasan tentang advokasi /partisipatoris


(atau emansipatoris) dapat kita jumpai dalam kajian-kajian yang
dilakukan oleh penulis-penulis seperti Marx, Andorno, Marcuse,
Habermas, dan Freire (Neuman, 2000). Adapun Fay (1987), Heron dan
Reason (1997), serta Kemmis dan Wilkinson (1998) merupakan sederet
penulis masa kini yang aktif meng-kaji perspektif advokasi dan
partisipatoris ini. Yang jelas, mereka semua me-rasa bahwa sikap
konstruktivis tidak memadai dalam menganjurkan (meng-advokasi)
program aksi untuk membantu orang-orany yang termarjinakan

Pandangan-duia advokasi/partisipatoris berasumsi bahwa


penelitian harus dihubungkan dengan politik dan agenda politis. Untuk
itulah, pene-litian ini pada umumnya memiliki agenda aksi demi
reformasi yang di-harapkan dapat mengubah kehidupan para partisipan,
instituisi-instituisi di mana mereka hidup dan berkerka, dan kehidupan
para peneliti. Di samping itu, pandangan-dunia ini menyatakan bahwa
ada isu-isu tertentu yang perlu mendapat perhatian lebih, utanyanya isu-
isu yang menyangkut kehidupan sosial dewasa ini, seperti
pemberdayaan, ketidak adilan, penindasan, penguasaan, ketertindasan
dan pengasingan. Peneliti dapat mengawali penelitian mereka dengan
salah satu dari isu-isu ini sebagai fokus pene-litianya.
Dalam penelitian ini, para p[eneliti harus bertindak secara
kolaboratif agar nantinya tidak ada partisipan yang terpinggirkan dalam
hasil penelitian mereka. Bahkan, para partisipan dapat membantu
merancang pertanyaan-pertanyaan, mengumpulkan data menganalisis
informasi, atau mencari hibah-hibah penelitian. Penelitian advokasi
menyediakan sarana bagi partisipan untuk menyuarakan pandapat dan
hak-hak mereka yang selama ini tergadaikan. Penelitian ini diharapkan
dapat meningkatkan kesadaran mereka akan realitas sosial yang
sebenarnya atau dapat mengusulkan suatu agenda perubahan demi
memperbaiki kehidupan mereka sendiri. Tentu saja, kondisi ini akan
mendorong lahirnya satu suara yang bersatu demi reformasi dan
perubahan.

Pandangan-dunia filosofis advokasi /partisipatoris fokus pada


kebu-tuhan-kebutuhan suatu kelompok atau individu individu tertentu
yang termarjinalkan secara sosial. Untuk itulah, tidak menutup
kemungkinan diintegrasikannya pandangan-dunia ini dengan perspekti-
perspektif teoritis lain yang mengkonstruksi suatu gambaran tentang isu-
isu/masalah-masalah yang hendak diteliti. Orang-orang yang diselidiki
dan perubahan-perubahan yang diinginkan, seperti perspekti feminis,
diskursus rasialisme, teori kritis, teori queer, dan teori dissability—
sejumlah perspektif teoritis ini akan dibahas lebih rinci pada Bab 3.

Meskipun penjelasan saya sejak tadi cenderung bersifat generalisasi


terhadap kelompok-kelompok yang termarginalkan, setidak-tidaknya
kita perlu membaca ringkasan Kemmis dan Wilkinson (1998) tentang
karak-teristi-karakteristik inti dari penelitian advokasi atau partisipatoris :

1. Tindakan partisipatoris bersikap dialektis dan difokuskan untuk mem-


bawa perubahan. Untuk itulah, pada akhir penelitian advokasi/ par-
tisipatoris, para peneliti harus memunculkan agenda aksi demi
reformasi dan perubahan.
2. Penelitian ini ditekankan untuk membantu individu-individu agar
bebas dari kendala-kendala yang muncul dari media bahasa, aturan-
aturan kerja, dan relasi kekuasaaan dalam ranah pendidikan.
Penelitian advokasi /partisipatoris sering kalidimulai dengan satu isu
penting atau sikap tertentu terhadap masalah-maslah sosial, seperti
pemberdayaan.
3. Penelitian ini bersifat emansipatoris yang berarti bahwa penelitian ini
membantu membebeskan manusia dari ketidakadilan-ketidakadilan
yang dapat membatasi perkembangan dan determinasi diri. Penelitian
advokasi /partisipatoris bertujuan untuk menciptakan perdebatan dan
diskusi politis untuk menciptakan perubahan.
4. Penelitian ini juga bersifat praktis dan kolaboratif karena ia hanya
dapat sempurna jika dikolaborasikan dengan penelitian lain, dan
bukan me-nyempurnakan penelitian-penelitian yang lain. Dengan
spirit inilah para peneliti advokasi /partisipatoris melibatkan para
partisipan sebagai kola-borator aktif dalam penelitian mereka.

Pandanga-Dunia Pragmatik

Prinsip laim berasal dari kelompok pragmatis. Pragmatisme ini


berawal dari kajian Peirce, James, Mead, dan Dewey (Cherryholmes,
1992). Penulis-penulis kontemporer yang termasuk dalam kelompok ani
antara lain Rorty (1990), Murphy (1990), Patton (1990) dan Cherryholmes
(1992). Paradigam filosofis yang satu ini memiliki banyak bentuk, tetapi
pada umumnya pragmatisme sebagai pandangan-dunia lahir tindakan-
tindakan, situasi-situasi, dan konsekuensi-konsekuensi yang sudah ada,
dan bukan dari kondisi-kondisi sebelumnya (seperti dalam post-
positivisme). Pandangan-dunia ini berpijak pada aplikasi-aplikasi dan
solusi-solusi atas problem-problem yang ada (patton,1990). Ketimbang
berfokus pada metode-metode, para peneliti pragmatik lebih
menekankan pada pemecahan masalah dan menggunakan semua
pendekatan yang ada untuk memahami maslah tersebut (lihat Rossan &
Wilson, 1985).

Sebagai salah satu paradigmafilosofis untuk penelitian metode


campuran, Tashakkori dan Teddlie (1998), Morgan (2007), dan Patton
(1990) menekankan pentingnya paradigma pragmatik ini bagi para
peneliti metode campuran yang pada umumnya harus berfokuspada
masalah-masalah penelitian dalam ilmu sosial humaniora, kemudian
menggunakan pendekatan yang beragam untuk memperoleh
pengetahuan yang lebih mendalam tentang problem-problem tersebut.
Berdasarkan kajian Cherry holmes (1992), Norgan (2007), dan pandangan
saya pribadi, pragmatisme pada hakekatnya merupakan dasar filosofis
untuk setiap bentuk penelitianya, khususnya penelitian ini metode
campuran.

1. Pragmatisme tidak hanya diterapkan untuk satu sistem fisafat atau


realitas saja. Pragmatisme dapat digunakan untuk penelitian metode
campuran yang didalamnya para peneliti bisa dengan bebas
melibatkan asumsi-asumsi kuantitatif dan kualitataif ketika mereka
terbuka dalam sebuah penelitian.
2. Setiap peneliti memiliki kebebasan memilih. Dalam hai ini, mereka
bebas untuk memilih metode-metode, teknik,teknik, dan prosedur-
prosedur pe-nelitian yang dianggap terbaik untuk memenuhi
kebutuhan dan tujuan mereka.
3. Kaum pragmatios tidak melihat dunia sebagai kesatuan yang mutlak.
Artinya, para peneliti metode campuran dapat menerapkan bebagai
pen-dekatan dalam mengumpulkan satu pendekatan saja (jika tidak
kuan-titatif, selalu kualitatif).
4. Kebenaran adalah apa yang sedang terjadi saat itu. Kebenaran tidak
didasarkan pada dualitas antara kenyataan yang berada diluar pikiran
dan kenyataan yang ada dalam pikiran. Untuk itulah, dalam penelitian
metode campuran, para peeliti menggunakan data kuantitatif dan kua-
litatif karena mereka meneliti untuk memiliki pemahaman yang baik
terhadap masalah penelitian.
5. Para peneliti pragmatis selalu melihat apa dan bagaimana meneliti,
seraya mengetahui apa saja akibat-akibat yang akan mereka terima
kapan dan dimana mereka harus menjalankan penelitian tersebut.
Untuk itulah, para peneliti metode campuran pada umunya selalau
memiliki tujuan atas pencampuran (mixing) ini, sejenis alasan mengapa
data kuantitatif dan kualitataif harus dicampur menjadi satu.
6. Kaum pragmatis setuju bahwa penelitian selalu muncul dalam konteks
sosial, historis, politis, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, penelitian
metode campuran bisa saja beralih pada paradigma post-modern,
suatu pandangan teoritis yang reflektif terhadap keadilan sosial dan
tujuan-tujua politis.
7. Kaum pragmatis percaya akan dunia eksternal yang berada diluar
pikiran sebagaimana yang berada di dalam pikiran manusia. Mereka
juga percaya bahwa kita harus berhenti bertanya tentang realitas dan
hukum-hukum alam (Cherryholmes, 1992). Bahkan, “mereka
sepertinya ingin mengubah subjek” (Rorty, 1983 : xiv).
8. Untuk itulah, bagi para peneliti metode campuran, pragmatisme dapa
membuka pintu untuk menerapkan metode-metode yang beragam,
pandangan-dunia yang berbeda-beda, dan asumsi-asumsi yang
bervariasi, serta bentuk-bentuk yang berbeda dalam pengumpulan dan
analisis data.

Strategi-Strategi Penelitian

Para peneliti hendaknya jangan hanya memilih penelitian kualitatif,


kuantitatif, atau metode campuran untuk diterapkan; mereka juga harus
menentukan jenis penelitian dalam tiga penelitian tersebut. Strategi-
strategi penelitian merupakan jenis-jenis rancangan penelitian kualitatif,
kuantitatif, dan metode campuran yang menetapkan prosedur-prosedur
khusus dalam penelitian. Beberapa orang menyebut dtrategi penelitian
dengan istilah pen-dekatan penelitian (Creswell, 2007) atau metodologi
penelitian (Mertens, 1998).

Strategi-strategi yang tersedia bagi peneliti sebenarnya sudah


muncul bertahun-tahun lalu saat teknologi komputer telah mempercepat
aktivitas kita dalam menganalisis data-data yang rumut. Strategi-strategi
tersebut hadir ketika manusia sudah mampu mengartikulasikan
prosedur-prosedur baru dalam melakukan penelitian ilmu sosial. Pilihlah
dari salah satu dari strategi-strategi penelitian yang sering kali digunakan
dalam ilmu sosial, seperti yang saya akan jelaskan dalam Bab 8,9 dan 10.

Di sini, saya hanya akan memperkenalakan strategi-strategi ini yang


antinya akan dijelaskan lebih rinci lengkap dengan contoh-contohnya
dise-panjang buku ini. Ringkasan strategi-strategi tersebut dapat dilihat
dalam Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Strategi-Strategi Alternatif

Metode
Kuantitatif Kualitatif
Rancangan
 Rancangan-
rancangan  Penelitian  Sekuensial
eksperimen neratif  Konkuren
 Rancangan-  Fenomenologi  transformatif
rancangan non-  Etnografi
eksperimen,  Grounded theory
seperti metode  Studi kasus
survei

Strategi-Srtategi Kuantitatif
Selama akhir abada XIX dan awal XX, stretegi-strategi penelitian
yang berkaitan dengan rancanga kuantitatif selalu melibatkan
pandangan-dunia post-positivis. Strategi-strategi ini meliputi
eksperimen-eksperimen yang kurang rigid yang sering disebut dengan
kuasi-eksperimen dan penelitian kore-lasional (Campbell & Stanley, 1963),
dan eksperimen-eksperimen singel sub-ject (Cooper, Heron, & Heward,
1987; Neuman & McCormick, 1995).

Namun, dewasa ini, strategi-strategi kuantitatif sudah melibatkan


eksperimen-eksperimen yang lebih kompleks dengan semua variable dan
treatment-nya (seperti rancangan faktorial dan rancangan repeated
measure). Strategi-strategi kuantitatif juga meliputi model-model
persamaan struktural yang sedikit rumit, yang biasanya menyertakan
metode-metode kausalitas dan identifikasi kekuatan variabel-variabel
gandfa. Dalam buku ini saya hanya fokus pada dua strategi penelitian
kuantitatif, yakni survei dan eksperimen.

 Penelitian survei berusaha memaparkan secara kuantitatif kecen-


derungan, sikap, atau opini dari suatu populasi tertentu dengan
meneliti satu sampel daro populasi tersebut. Penelitian ini meliputi
studi-studi cross-sectional dan longitudinal yang menggunakan
kuensioner atau wa-wancara terencana dalam pengumpulan data,
dengan tujuan untuk meng-generalisasi populasi berdasarkan sampel
yang sudah ditentukam (Babbie, 1990).
 Penelitian eksperimen berusaha menentukan apakah suatu treatment
mmengaruhi hasil sebuah penelitian. Pengaruh ini dinilai dengan cra
menerapkan treatmen tertentu pada satu kelompok (sering disebut
kelompok treatment, penj.) dan tidak menerapkanya pada kelompok yang
lain (sering disebut kelompok kontrol, penj.), lalu menentukan
bagaimana dua kelompok tersebut menentukan hasil akhir penelitian
ini mencakup eksperimen-aktual dengan penugasan acak (random
assignment) atas subjek-subjek yang di-treatment dalam kondis-kondisi
tertentu, dan kuasi-eksperimen dengan prosedur-prosedur non acak
(Keepel,1991). Termasuk dalam kuasi-eksperimen adalah rancangan
singel-subject.

Strategi-Strategi Kualitatif

Untuk penelitian kualitatif, strategi-strateginya sudah mulai


bermuculan sepanjang tahun 1990-an dan memasuki abad XX. Tidak
sedikit buku yang membahas strategi kualitatif ini (seperti 19 strategi
yang diperkenalkan oleh Wolcott, 2001). Bahkan, pendekatan-pendekatan
di dalam peneltian kualitatif tentu sudah memiliki prosedur-prosedur
yang lengkap dan jelas. Misalnya, Clandinin dan Connelly (2000) telah
membuat deskripsi komprehensif tentang apa yang harus dilalukan oleh
seorang peneliti naratif. Moustakas (1994) juga telah membahas doktrin-
doktrin filosofis dan prosedur-prosedur dalam metode fenomenologi,
sedangkan Strauss dan Corbin (1990,1998) memperkenalkan prosedur-
prosedur untuk penelitian grounded theory. Wolcott (1999) menjabarkan
prosedur-prosedur etnografis, dan Stake (1995) merekomendasikan
sejumlah proses yang harus dilakukan dalam penelitian studi kasus.

Dalam buku ini saya sudah menajikan ilstrasi-ilustrasi berdasarkan


strategi-strategi di atas, sekaligus memperkenalkan bahwa pendekatan-
pendekatan seperti partisipatoris (Kemmis & Wilkinson, 1998), analisis
wancana (Cheek, 2004), dan pendekatan-pendekatan lain yang tidak
disebutkan (lihat Creswell,2007b) juga dapat menjadi cara-cara yang
memadai di dalam melakukan penelitian kualitatif:

 Etnografi merupakan salah satu strategi penelitian kualitatif yang di


dalamnya peneliti menyelidiki suatu kelompok kebudayaan di ling-
kungan alamiah dalam periode waktu yang cukup lama dalam
pengum-pulan data utama, dat aobservasi, dan data wawancara
(Creswell, 2007b). Proses penelitianya fleksible dan biasanya
berkembang sesuai kondisi dalam merespons kenyataan-kenyataan
hidup yang dijumpai di lapangan (LeCompte & Schensul, 1999).
 Grounded theory merupakan strategi penelitian yang di dalamnnya
peneliti “memproduksi” teori umum dan abstrak dari suatu proses,
aksi atau interaksi tertentu yang berasal dari pandangan-pandangan
par-tisipan. Rancanagn ini mengharuskan peneliti untuk menjalani
sejumlah tahap pengumpulan data dan penyaringan kategori-kategori
atas infor-masi yang diperoleh (Charmaz, 2006; Strauss dan Corbin,
1990, 1998). Rancangan ini memiliki dua rancangan utama, yaitu: 1)
perbandingan yang konstan antara data dan kategori-kategori yang
muncul dan 2) pengambilan contoh secara teoritis (teoretical sampling)
atas kelompok-kelompok yang berbeda untuk memaksimalkan
kesamaan dan perbedaan informasi.
 Studi kasus merupakan strategi penelitian dimana di dalamnya
peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas,
proses, atau sekelompok individu. Kasus-kasus dibatasi oleh waktu
dan aktivitas, dan peneliti mengumpulkan informasi secra lengkap
dengan meng-gunakan berbagai prosedur pengumpulan data
berdasarkan waktu yang telah ditentukan (Stake, 1995)
 Fenomenologi merupakan strategi penelitian di mana di dalamnya
pene-liti mengidentifikasi hakikat pengalaman manusia tentang suatu
feno-mena tertentu memahami pengalaman.
JENIS-JENIS RANCANGAN

Untuk menjawab suatu pertanyaan penelitian, seprti diketahui perlu


dirancang cara menjawabnya. Metode penelitian yang dipilih untuk men-
jawab pertanyaan penelitian itu sangat tergantung pada jenis pertanyaan
peneliti yang harus dijawab serta tujuan penelitian. Rancangan penelitian
yang bagaimana yang akan dipilih sangat bergantung pada maksud
penelitian itu dilakukan. Bidang ilmu tertentu lebih banyak menggunakan
rancangan penelitian tertentu, karena jenis pertanyaan penelitian yang
ditangani juga berlainan. Bab ini akan membahas rancangan penelitian
jenis apa yang biasanya digunakan untuk menjawab pertanyaan peneliti-
an jenis tertentu.

Ada berbagai rancangan penelitian yang dapat dipertimbangkan


penggunaanya.masing-masing memilki kekuatan dan kelemahan.itulah
sebabnya pemilihan mana yang akan digunakan sengat bergantung pada
jenis pertanyaan dan maksud diadakan penelian itu. Bagaimana cara
menggolongkan jenis penelitian bergantung sekali pada selera orang yang
akan melakukannya. Ada orang yang menggolongkannya berdasarkan
cara keterangan yang diperoleh itu dibangkitkan. Menurut selera ini
penelitian dibedakan menjadi eksperimen terkendali, kajian, survey,
penyelidikan, dan penelitian gerakan.
Ada lagi yang mengolongkannya atas dasar jangkauannya. Menurut
cara ini dibedakan antara penelitian rintisan, perumusan, pemerian, dan
analitik. Karena itu, berbagai penggolongan jenis rancangan penelitian itu
dengan terutama mempertentangkan beda antara dua jenis penelitian
dengan demikian akan menggambarkan persamaan yang terdapat antara
keduanya. (Drs. S. Margono, Metodelogi Pendidikan, 1996)

PENYUSUNAN RANCANGAN PENELITIAN

Seperti telah diuraikan di muka masalah-masalah sosial yang ada di


masyarakat perlu dipecahkan dengan sistem interdisiplin. Maraknya
kenakalan remaja yang akhir-akhir ini muncul tidaak hanya di daerah
perkotaan, teapi juga muncul di daerah pedesaan. Dengan melihat
masalah tersebut dan cara penanganannya bisa bekerja sama dengan
beberapa ahli disiplin ilmu-ilmu sosial misalnya antropologi, sosiologi,
ekonomi, dan geografi manusia.

Sudah tentu, perlu diketahui faktor-faktor apa yang lebih


berpengaruh terhadap munculnya masalah tersebut. Misalnya, penetrasi
budaya asing lewat TV, VCD, Radio Mobile Phone, Intenet dan lain-lain,
maka dalam hal ini metode penelitian kualitatif sangat berperan dalam
usaha menangani masalah tersebut. sedangkan metode kuantitatif di
perlukan sebagai komplemen dalam mengungkap profil sosial, ekonomi
dari wilayah yang di teliti.

Di samping itu juga sangat tergantung pada variabel-variabel


penelitian yang telah diidentifikasi yang akan dikumpulkan beserta
sumber-sumbernya. Juga bergantung pada hipotesis yang akan diuji
dengan data empiris.

Tiga hal yang perlu di perhatikan dalam pemilihan rancangan


analisis.

1) Rancangan itu harus dapat menembak tepat hipotesis yang diuji;


2) Rancangan itu harus mampu mengendalikan sumber kesalahan secara
maksimal;
3) Rancangan itu mampu menerima sejumlah variabel yang dikendalikan
(Sutrisno Hadi, 1991)

Penentuan rancangan penelitian memang merupakan suatu tahap


yang agak sulit dan rawan. Untuk beberapa rancangan yan gtidak terlalu
canggih dapat diberikan pedoman secara singkat seperti diuraikan pada
pembicaraan variabel.tampak dari pembicaraan tersebut bahwa salah satu
parameter penting untuk menentukan pemilihan rancangan adalah skala
variabel yang diteliti: nominal, ordinal, atau interval (termasuk rasio)
pada variabel bebas (independent variabel) maupun variabel terpengaruh
(dependent variabel). Kecuali itu, jumlah variabel bebas atau variabel
terpengaruh yang akan dimasukan dalam model juga ikut menentukan
pemilihan rancangannya. Apakah dalam rancangan analisis perlu atau
tidak dicantumkan rumus-rumus yang akan digunakan, tergantung
kepada keistimewaan rumusnya. Bentuk rumus-rumus yang sangat rutin
seperti rerata, media, simpang baku, korelasi produk momen, analisis
variansi dan regresi umum, pada umumnya pencantumannya kurang
diperlukan. Mungkin ada beberapa rumus yang sama sekalli baru atau
sangat jarang dipakai, rumus-rumus yang demikian perlu dicantumkan
dalam rancangan analisis (Sutrisno Hadi, 1991).

1. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Informasi (Triangulasi)

Dalam penelitian sosial sering sulit untuk mengungkapkan


“keabsahan informasi” dalam masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut
perlu menggunakan bermacam-macam teknik. Teknik check dan recheck ini
diseebut dengan Teknik “Triangulasi”. Denzin 1978 (dalam Moloeng,
2000) menyatakan bahwa ada beberapa macam teknik Triangulasi
diantaranya adalah: pertama, membandingkan hasil penelitian dengan
sumber lain, kedua, membandingkan hasil penelitian dengan hasil
perhitungan dengan menggunakan metode analisis yang berbeda atau
membandingkan dengan hasil perhitungan beberapa data yang lain
dengan menggunakan metode enalisis yang sama.

Dalam penelitian sosial yang sifatnya terbuka, hasil suatu


penelitian dipengaruhi oleh beberapa faktor. Untuk itu kita perlu wapada
dan menurut Patton,1987 (terdapat dalam Moloeng, 2000) perlu diek
dengan menggunakan metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan
jalan:

1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara;


2) Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dan apa
yang dikatakannya secara pribadi;
3) Membandngkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dan apa yang dikatakannya sepanjang waktu;
4) Membandingkan keadaan dan perspektif berbagai pendapat dan
pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan
menengah atau tunggi, orang berada, orang pemerintahan;
5) Membandingkan hasil waancara dengan isi suatuu dokumen yang
berkaitan.

Teknik triangulasi jenis lain ialah dengan jalnmemanfaatkan


peneliti atau pengamat lain untuk melaksanakan pengecekan kembali
derajat kepercayaan data. Perlu pula dicatat sekalipun masing-masing
penelitian menggunakan metode penelitian yang sama tetap menurut
Brannen, 2002 biasanya dia membawa sudut pandang lain ke dalam
penelitian yang bisa mempengaruhi cara dia memandang data.

(Prof.Ida Bagoes Mantra, Ph.D.2008. 85)

Rancangan Model Campuran


SEBAGAIMANA telah kami bahas pada Bab 3, model campuran jenis I
hingga IV berbeda dengan rancangan awal dari Patton (1990) berkaitan
dengan perbedaan rancangan eksperimental versus naturalistik. Kami
membedakan hal tersebut menurut tingkatannya menjadi penelitian
konfirmatif (termasuk studi kasus kualitatif, rancangan eksperimental,
dan kajian non0eksperimental) dengan penelitian eksploratif (termasuk
penyelidikan naturalistik seperti halnya kajian eksploratif kuantitatif dan
penelitian survei). Beberapa contoh rancangan tersebut disajikan dibawah
dan juga pada bab berikutnya.

Harap dicatat bahwa contoh Patton yang tersaji pada Kotak 7.1
adalah kasus spesifik dari rancangan model campuran kami Jenis I, II, III,
dan IV, seperti berikut:

Jenis I : Penelitian konfirmatif, data kualitatif, analisis statistik


(bentuk 2 pada Kotak 7.1)

Jenis II : Penelitian konfirmatif, data kuantitatif, analisa kualitatif


(bentuk 1 pada Kotak 7.1)

Jenis III : Penelitian eksploratif, dat kuantitatif, analisis statistik


(bentuk 4 pada Kotak 7.1)

Jenis IV : Penelitian eksploratif, data kualitatif, analisis statistik


(bentuk 3 pada Kotak 7.1)

Pantton tidak memasukkan contoh Jenis rancangan V dan VI


karena jarang digunakan dan melibatkan teknik pengkualitatifan (lihat
Bab 6).

PENELITIAN KONFIRMATIF
Rancangan penelitian model konfirmatif campuran yang telah
dicatat pada Tabel 3.1 merupakan desain model campuran Jenis I, II, dan
IV. Secara historis, dalam studi konfirmatif, pengumpulan data mula-
mula dilakukan secara kuantitatif, kerangka kerja konseptual dilakukan
secara deduktif, dan analisis data dilakukan secara statistik. Namun
demikian, pada desain konfirmatif campuran yang dibahas disini, data
dapat bersifat kualitatif atau kuantitatif dan bisa dianalisis dengan kedua
model tersebut. Bagian berikut membahas tentang tiga jenis desain
penelitian konfirmatif.

Jenis I : penyelidikan konfirmatif, data kualitatif dan operasionalisasinya,


analisis dan inferensi statistik.

Pada jenis kaian ini, data yang terkumpul adalah kualitatif; data
trsebut kemudian dikuantitatifkan dan diarahkan menjadi analisis
statistik. Ini adalah diasain campuran yang

Kotak 7.1

Contoh “Bentuk Campuran”

Penelitian Evaluasi dari Patton

Ini adalah proyek penelitian yang memungkinkan utnuk


mengevaluasi program pelayanan siswa yang bersikap tingii dari mereka
yang terlibat dengan sistem pengadilan kriminal.

(1) Bentuk Campuran : Desain eksperimental, data kualitatif, dan analisis isi.
Seperti dalalm bentuk eksperimental murni, partisipan potensian secara
acak dibagi dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Wawancara mendalalm dilakukan pada semua remaja baik dari kelompok
ekspeerimen dan dalam kelompok kontrol sebelum program dimulai.
Fokus wawancara tersebut adalah seperti pendekatan kualitatif murni.
Wawancara dilakukan lagi diakhir program. Analisis isi dilakukan secara
terpisah baik dari data kelompok kontrol dan dari data kelompok
eksperimen. Pola yang ditemukan pada kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen kemudian dibandingkan dan dipertentangkan.
(2) Bentuk Campuran : Rancangan eksperimental, data kualitatif dan analisis
statistik. Partisipan secara teracak dibagi dalam kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Wawancara dilakukan sebelum dan di akhir program.
Data wawancara yang masih dalam bentuk mentah tersebut kemudian
diserahkan pada kelompok penilai yang mengukur sejauh mana
jangkauan keberhasilan tiap wawancara dengan menggunakan skala nilai
sepuluh.
Untuk wawancara “sebelum” dan “sesudah”, penilai memberi
peringkat pada setiap dimensi seperti kemungkinan sukses dalam sekolah
(rendah = 1, tinggi = 10), seperti kemungkinan melakukan pelanggaran
kriminal (rendah = 1, tinggi = 10), komitmen trhadap pendidikan,
komitmen untuk terlibat pada kerja yang produktif, harga diri, dan
perwujudan dari motivasi pola makan yang sehat dan bergizi.
Kesimpulan statistik kemudian digunakan untuk membandingkan kedua
kelompok tersebut. Penilai membuat peringkat tanpa mengetahui di mana
partisipan dikelompokkan. Hasil skala peringkat juga dihubungkan secara
statistik dengan latar belakang karakteristik partisipan.

(3) Bentuk Campuran : Penelitian naturalistik, data kualitatif, analisis


statistik. Seperti dalam bentuk kualitatif murni, siswa yang dipilih untuk
program didasarkan pada kriteria yang digunakan pada aplikasi staf
sekolah. Wawancara yang mendalam dilakukan pada semua siswa
sebelum program dan pada akhir program. Data tersebut kemudian
diserahkan kepada kelompok penilai yang memberikan penilaian kepada
mereka berdasarkan rangkaian dimensi seperti yang digunakan dalam
contoh sebelumnya. Nilai yangberubah dihitung pada tiap individu, dan
perubahannya dihubungkan secara statistik dengan latar belakang
karakteristik siswa untuk menentukan format keberhasilan dan mana
karakteristik siswa yang bisa digunakan untuk memprediksi kesuksesan
program. Sebagai tambahan, pengamatan aktivitas program diperingkat
dalam bentuk skala yang dikembangkan untuk menghitung kondisi
atribut kegiatan:sebagai contoh, sejauh mana kegiatan itu melibatkan
partisipan secara aktif atau pasif, sejauh mana fluktuasi interaksi antara
siswa-guru, sejauh mana interaksi formal atau informaltelah terjadi,
sejauh mana partisipan mendapat masukan dalam kegiatan program.
Pemeringkatan kegiatan yang didasarkan pada deskripsi kualitatif
kemudian dikumpulkan guna memberikan ulasan menyeluruh atas
kondisi lingkungan program.
(4) Bentuk Campuran : Penyelidikan naturalistik, data kuantitatif, analisis
statistik. Siswa yang dipilih untuk program mengikuti kriteria staf sekolah.
Penilai masuk pada situasi program tanpa kategori analisis yang sudah
ditentukan sebelum atau tanpa perkiraan tentang variabel utama atau
keterkaitan variabel. Evaluator mengamati kegiatan dan kejadian penting
dalam program, mencari jenis perilaku dan interaksi baru, evaluator
menciptakan kategori dan menggunakan rancangan ruang dan waktu
pengambilan sampel guna menghitung frekunsi dimana kategori pelaku
dan interaksi tersebut terjadi. Frekuensi dari bentuk perilaku dan interaksi
yang teramati secara statistik kemudian dikaitkan dengan kategori seperti
ukuran kelompok, lama waktu kegiatan, rasio staf-siswa, dan kepadatan
sosial/fisik.

Sumber : Patton (1990, hlm. 191-193).


Catatan : ini adalah proyek yang memungkinkan untuk mengevaluasi
program pelayanan pada siswa beresiko tinggi yang kemungkinan terlibat
dengan sistem pengadilan kriminal.

Paling sering digunakan dlam literatur. Pemberton, Insko, dan Schopler


(1996) mengkaji daya saing kelompok versus individual untuk contoh dari
desain ini. Eksperimen awal, ( untuk rincinya lihat Pemberton et al., 1996,
hlm.954,) telah menunjukkan bahwa siswa sekolah yang dipilih kembali
(untuk penelitian) lebih kompetitif dalam interaksi antar kelompok
daripada interaksi antar individu. Merujuk eksperimen tersebut,
pengarang mengajukan pertanyaan berkaitan dengan alasan mengapa
interaksi antar-kelompok tampak lebih kompetitif. Jawaban sementara
telah dikemukakan secara tidak langsung berdasrkan teori dan penelitian
sebelumnya: (a) kesadaran akan tujuan penelitian (dibahas pada Bab 4
dan 5 berdasarkan reaksi partisipan atau peran partisispan); (b) adanya
skema diluar kelompok; dan (c) pengaruh ingatan (pengalaman kelompok
sebelumnya dalam olahraga, di mana persaingan adalah normanya).

Pada kajian Jenis I tersebut, Pemberton dan rekannya


menggunakan prosedur pengumpulan data Rochester Interaction (RIR; Reis
& Wheeler, 1991) untuk merekam interaksi dalam lingkungan alami.
Jumlah hipotesis/ perkiraan kemudian dirumuskan dan diuji; sebagai
contoh, diprediksikan bahwa partisipan akan menunjukkan peristiwa
kelompok yang lebih kompetitif. Jiga, diperkirakan bahwa rekaman
pengamatan kejadian nyata melalui perangkat RIR akan menunjukkan
persaingan lebih besar dalam interaksi antar-kelompok daripada antar
individu.

Partisipan terdiri atas 28 laki-laki dan 27 perempuan dari siswa


yang mengambil mata pelajaran psikologi. Sebagai bagian dari prosedur
RIR, setiap partisipan diberi map berisi 40 lembar, satu lembar untuk
merekam setiap interaksi. Setiap partisipan diminta untuk merekam hari
dan situasi terjadinya interaksi (misalnya, seseorang dengan seseorang,
seseorang dengan kelompok, kelompok dengan seseorang, kelompok
dengan kelompok).

Karakteristik yang menarik dari eksperimen ini adalah bahwa


partisipan digunakan sebagai pemeringkat untuk mengkuantitatifkan
data kualitatif (interaksi). Setiap kejadian yang sudah direkam diberi
pringkat skala nilai 7 pada waktu perekaman (segara saat pertisipan
merekam kejadian). Peringkat berhubungan dengan daya saing yang
dirasakan atau kebersamaan dari interaksi. Data yang dikuantitatifkan
kemudian dianalisis secara statistik dan dilaporkan.

Kajian Smith, Sells, dan Clevernger (1994) adalah contaoh lain dari
model desain ini. Selama penyelidikan pada praktik tim penyuluh
perkawinan, mereka mengumpulkan data kualitatif, mengkuantitatifkan
sebagian, dan menganalisisnya secara kuantitatif menggunakan perkalian
chi dan koofisien korelasi phi. Kotak 7.2 menyajikan ringkasan kejadian
itu.

Kotak 7.2

Contoh Jenis I dari Kajian Model Campuran

Kajian Smith et al. (1994) termasuk penyelidikan konfirmatif yang


melibatkan wawancara tidak terstruktur dengan pasangan yang
berpartisipasi dalam bagian terapi perkawinan. Dalam kajian sebelumnya,
mereka telah mengumpulkan data kualitatif terdiri dari wawancara
pasangan yang ikut terapi dan pihak yang melakukan terapi. Analisis data
kualitatif membentuk dua tema. Pertama, terapsi dan pasangan tersebut
memiliki perbedaan persepsi terkait praktik yang dilakukan oleh tim
peneliti. Kedua, perbedaan tersebut dihubungkan “dengan jarak ruang
atau batas” antara pasangan dan “ sistem indeks terapi pasien” (hlm. 269)
tujuan dari kajian ini adalah untuk menegaskan hipotesis dua pernyataan
tersebut.

Data kualitatif kemudian dikumpulkan melalui wawancara


etnografi dengan passangan dan tim terapi selama empat bulan. Kategori
kajian sebelumnya telah digunakan dlam analisis dta kualitatif awal.
Analisis ini menuntun perbaikan tujuh kategori. Frekuensi kejadian untuk
setiap kategori dari tema/persepsi tersebut direkam dan dianalisis secara
kuantitatif.

Hipotesis pertama perkalian chi telah digunakan untuk


membandingkan prekuensi tiap kategori antara persepsi pasangan dan
tipe terapi. Hasilnya bahwa kedua kelompok mempermasalahkan gender
dengan frekuensi yang sama. Meskipun tim terapi cenderung
memperhatikan praktik yang dilakukan tim peneliti pada setiap sesinya,
namun pasangan lebih menitikberatkan pada manfaat dari prktik
penelitian. Korelasi phi antara kejadian yang bersamaan dari
“keterpisahan ruang” dan “proses mendengar” dihitung untuk uji kedua.
Korelasi kuat telah ditemukan antara dua hal tersebut. “kejadian yang
sama dari keterpisahan ruang dan proses mendengarkan tersebut
didukung banyak contoh dari seluruh naskah”.

Jenis II: penyelidikan konfirmatif, data kualitatif dan operasionalisasinya,


analiais dan inferensi kualitatif.

Desain campuran ini pada dasarnya adalah kajian konfirmatif


kualitatif. Beda dengan desain naturalistik tradisional, penyelidikan ini
menggunakan prediksi sementara paling tidak dalam beberapa aspek
penelitiannya. Kaian yang paling umum pada penelitian ini adalah
penggunaan pengumpulan data dan analisis secara kualitatif guna
mempertegas an tidak mempertegas (triangulasi) penemuan pada study
sebelumya.

Kajian Sinclair (1994) merupakan contoh penyelidikan yang


menggunakan jens desain ini sebagai cara yang dominan. Sinclair
menggunakan cara dan prosedur kualitatif untuk menguju empat
hipotesis terkait dengan dampak dari prediksi yang dipakai sebagai
metode intruksional dalam kelas sains. Siswa yang berpartisipasi dibagi
dala dua kelompok: kelompok eksperimental yang menggunakan
pembuatan prediksi tindakan sebagai unit genatis dan kelompok kontrol
yang dimasukkan dalam unit genetis dengan cara tradisional.
Pengumpulan data kualitatif dikumpulkan melalui wawancara dengan
siswa, wawancara dengan guru, daftar guru, dan pengamatan ruang
kelas. Analisis kualitatif terdiri dari penggunaan metode perbandingan
konstan daro Bogdan dan Biklen (1982) dimana tanggapan-tanggapan
dimasukkan kedalam kategori.

Analisis kualitatif menunjukkan bahwa tindakan yang diprediksi


mengharuskan keterlibatan dan minat yang lebih besar dari siswa dalam
kelas. Siswa dari kelompok eksperimental lebih berpartisipasi dikelas,
mengajukan pertanyaan yang lebih “cerdas”, dan tampaknya lebih
nyaman dikelas daripada mereka yang ada dalam kelompok kontrol.
Pengamat melaporkan dialog yang lebih “imbang” antara siswa dan guru
pada kelas tersebut daripada dikelompok kontrol. Analisa kualitatif juga
menyatakan bahwa perbedaan dalam gaya mengajar dari guru
memengaruhi pengondisian kelas pada dua kelompok, dan barangkali
memengaruhi hasil kajian.

Contoh lain dari jenis rancangan ini adlakah kajian Mann (1994)
dimana data kualitatif dikumpulkan dari duua kelompok tutor. Satu
kelompok terdiri dari tiga tutor yang tampak mendapatkan banyak
manfaat dari program pelatihan (mereka mendapatkan nilai tertinggi saat
pengukuran keberhasilan). Kelompok penelitian dari tutor yang tidak
mandapatkan manfaat dari program pelatihan (mereka mendapatkan nilai
rendah saat proses pengukuran keberhasilan). Hipotesis umumnya adlaha
bahwa dua kelompok tuotr akan berbeda dalam konseptualisasi peran
mereka layaknya pengaruh mereka pada peserta didik.

Pengumpuulan data kualitatif melibatkan catatan jurnal mingguan


selama 10 miggu dan dua halaman karangan yang ditulis oleh tiap tutor.
Analisis kualitatif atas catatan jurnal menunjukkan bahwa tutor dengan
niali tinggi lebih sadar dengan aspek interpersonal pengajaran,
mengidentifikasi konflik dalam bentuk yang lebih luas, dan mamacahkan
secara lebih efisien daripada kelompok yang nilainya rendah. Tutor yang
nilainya rendah lebih asik memikirkan evaluasi tiap bagian dan
generalisasi yang berlebihan atas masalah peserta didik. Mereka
mengalami kecemasan dan kurang sukses daripada tutor yang nilainya
tinggi. (untuk cintoh verbal yang rinci atas catatan jurnal tersebut, lihat
Mann, 1994).

Jenis V: penyelidikan konfirmatif, data kuantitatif dan


operasionalisasinya, analisis dan inferensi kualitatif.

Maskipun jenis desain ini jarang, namun contohnya terbasar di


seluruh literatur berbagai wilayah kajian. Data kuantitatif dikualitatifkan
dan disajikan/dianalisis secara kualitatif.

Kajian jenis V khusus mengidentifikasi dan menyajikan “profil’


verbal untuk kelompok dana atau individu berdasarkan data kuantitatif.
Contoh kajian seperti ini mungkin merupakan jenis penyidikan yang
dirancang untuk mengidentifikasi atribut kelompok yang berbeda atau “
jenis” pengguna kontrasepsi wanita di pusat perkotaan Zaire sebagai basis
data (survei) wawancara. Tipologi dikembangkan berdasarkan penelitian
sebelumnya (sebagai contoh, pengguan tetap, pengguna sporadis) tetapi
merupakan profil menyeluruh (lihat Bab 6) yang dikembangkan untuk
setiap jenis atau kelompok berdasarkan data survei. Lihat contoh jenis
desain ini pada Bab 8.

KAJIAN EKSPLORATIF

Desain penelitian eksploratif model campuran telah dicatat dalam


tabel 3.1 sebagai rancangan model campuran Jenis III, IV, dan VI. Kajian
eksploratif model campuran bisa menggunakan data kualitatif atau
kuantitatif dan menganalisisnya dengan menggunakan kedua pendekatan
tersebut. Bagian berikut menyajikan tiga jenis desain yang berbeda dari
kelompok ini.

Jenis III: penyelidikan eksploratif, data kuantitatif dan


operasionalisasinya, analisis dan inferensi statistik.

Jenis rancangan ini sebenarnya sama seperti penyelidikan


eksploratif kuantitatif tradisional (pada umumnya dikenal sebagai kajian
deskriptif) dimana tidak ada prediksi yang dibuat terlebih dahulu. Alasan
untuk memasukkan kajian tersebtu sebagai kajian model campuran
karena kajian ini tidak cocok dengan jenis penyelidikan hipotesis-deduktif
tradisional yang menggunakan bagan logika yang kami sajikan pada
Tabel 3.1 . kesejajaran antara kajian deskriptif tradisional dengan desain
campuran jenis III adalah contoh fenomena yang menarik yang akan
diperluas dalam Bab 9: peneliti yang bekerja dlam wilayah tradisional
(misalnya, psikologi, antropologi, sosiologi) mungkin menggunakan
rnacangan model campuran tetapi kadang terikat dalam tradisi KUAN
dan KUAL yang mereka yakini keteika melakukan penelitian kuanititatif
atau kualitatif “murni”.

Kajian eksploratif terkini dilakukan oleh Aghajanian dan


Moghadas merupakan contoh dari desain Jenis III. Mereka telah meneliti
kecendrungan perceraian masa kini di Iran dengan memasukkan
pengaruh potensial dan konsekuensi dari pola tersebut. Seperti kajian
eksploratif pada umumnya, mereka tidak memiliki hipotesis a piori. Data
dikumpulkan melalui kajian survei di pusat perkotaan yang luas. Sampel
berjenjang dari wanita yang menikah dan wanita yang bercerai dipilih
berdasarkan sensus 1986. Pada tahap pertama, 43 wilayah sensus secara
acak dipilih dari 169 wilayah. Semua rumah tangga yang minimal satu
dari wanitanya telah bercerai diidentifikasi dalam data sensus. Hasilnya
adalah 254 sampel wanita yang telah menikah satu kali dan bercerai satu
kali. Sampel pembanding (2%) juga dipilih terdiri dari wanita yang baru
saja menikah dan tidak pernah bercerai. Pewawancara wanita mendatangi
tiap rumah tangga dan mewawancarai wanita yang telah diidentifikasi.
Rincian data telah terkumpul terkait karakteristik sosial ekonomi, sikap,
kesehatan, dan permasalahannya.

Hasilnya menyatakan bahwa tingkat perceraian telah berubah


mengikuti perubahan sosial dan hukum dan perang beberapa tahun
dengan Irak. Perbedaan utama antara dua kelompok wanita (cerai, tidak
cerai) ditemukan pada aspek urbanisasi, pendidikan, status pekerjaan,
dan sikap keagamaan. Proporsi wanita yang bercerai adalah dari pusat
perkotaan, baik yang berpendidikan tinggi maupun rendah (seperti
dibandingkan dengan tingkat menengah), dan yang kurang religius.
Berkenaan dengan konsekuensi perceraian, wanita yang bercerai
ditemukan kekurangan secara ekonomi dan lebih mengalami masalah
psikologi daripada wanita yang tidak bercerai. Demikian juga, anak
wanita yang bercerai cenderung mengalami maslah emosional dan
dengan tingkat kenakalan yang lebih tinggi daripada anak dari wanita
yang tidak bercerai. Telah disimpulkan bahwa konsekuensi dari
perceraian di Iran lebih buruk daripada yang ditemukan di Amerika
Serikat. Demikian juga, hubungan terbalik antara umur perkawinan
pertama dan kemungkinan perceraian yang ditemukan di Amerika
Serikat tidak ditemukan di Iran.

Jenis IV: penyelidikan eksploratif, data kualitatif dan oprasionalisasinya,


analisis dan inferensi statistik.

Sejumlah besar kajian telah menggunakan teknik proyektif


(penyempurnaan kalimat, cerita dan sebagainya) untuk pengumpulan
data dalam penelitian psikologi dan sosiologis. Setelah pengumpulan,
data dikuantifikasikan (liahat Bab 6) melalui prosedur yang berbeda, dta
kemudian dianalisis dengan teknik (kebanyakan non-parametik) seperti
halnya model log linier dan regresi logistik.

Jenis VI: penyelidikan eksploratif, data kuantitatif dan


operasionalisasinya, analisis dan inferensi kualitatif.

Ini adalah desain yang relatif jarang di mana data kuantitatif


dikumpulkan dan diarahkan untuk analisis dan presentasi kualitatif.
Pembahasan pengkualitatifan data kuantatif tersaji di Bab 6 termasuk
contoh dari jenis desain ini. Dalam suatu kajian, kelompok partisipan
dibentuk (contohnya kelompok kasus ekstrem, jenis partisipan)
berdasarkan informasi kuantitatif. Kelompok tersebut kemudia diuraikan
dalam bentuk kualitatif (naratif). (contohnya seperti apa yang kita sebut
“formasi profil” di Bab 6).
Kajian Rusbult dkk. (1993) (yang dibahas secara rinci di Bab 8)
adalah contoh jenis VI kajian model campuran. Dlam kajian eksploratif
ini, partisipan ditanyai untuk menentukan seperangkat deskripsi tentang
hubungan yang romantis. Deskripsi tersebut kemudian diberi peringkat
terkait tingkat kesamaan pada kategori deskripsi-deskripsi “target”.
Berdasakan analisis skala multi dimensi (analisis statistik multi variat),
empat jenis keterkaitan kemudian diidentifikasi dalam deskrispsi tersebut.
Emapat bentuk awal tersebut kemudian diuraikan secara rinci
berdasarkan informasi kualitatif maupun kuantitatif. Kotak 7.3
menyajikan dua contoh dari bentuk awal (profil) tersebut.

Kotak 7.3

Contoh dari Bentuk Awal (profil) yang Berbeda dalam kajian Rusbult dkk.

Fantasi buku gambar (wanita): “Model mental Kuadran 1


menemukan peringkat rendah untuk hubungan seksual dan peringkat
tinggi untuk tradisionalisme-Romantis dan telah diidealisasikan dengan
tinggi, berkembang secara cepat dan spontan, termasuk kebutuhan secara
eksplisit untuk menjalin hubungan, tidak egalitarian (contohnya, peranan
seks secara tradisional adalah biasa), tidak ada penekanan pada
persahabatan, tidak berdasarkan pada respek/kekaguman, dan
cenderung diawali oleh lelaki. Melebihi pencarain ras percaya dan
hubungan seksual, subjek tersebut mendambakan fantasi romantik klasik-
tindakan galmor, dan kehidupan yang menyenangkan, dan nafsu. Cinta
pada pandangan yang pertama adalah tema yang umum. Kecendrungan
ideal tersebut dinamai Fantasi Buku Gambar dan diilustrasikan dengan
kutipan berikut: akan menjadi cinta pada pandangan pertama. Pasangan
saya telah mendapat kualitas bagus selamanya. Dia tidak pernah menekan
saya secara seksual- dia akan menjadi sangat matang tentang hal itu, tidak
seperti kebanyakan lelaki...saya akan selalu mencintai sepenuhnya, dan
saya belum pernah mendapatkan kebahagian ini sebelumnya. Persahabatan
(lelaki) : “Model mental kuadran 4 adalah gambaran cermin pada kuadran
1 dan dicirikan dengan perkembangan lambat, egalitarianisme, orientasi
persahabatan, orientasi praktis tinggal bersama pasangan, respek
tinggi/kekaguman, ketiadaan inisiatif lelaki, dan sedikit kebutuhan
eksplisit untuk menjalin hubungan. Ini adalah sangat menyenangkan, titik
ideal rendah-pasangan adalah teman baik dan sekutu, berbagi minat dan
karier dan keyakinan politik dan tujuan hidup. Kutipan tersebut
menggambarkan kebersamaan Kuadran 4: akan berkisar seputar rasa
percaya dan timbal balik. Kami akan menjadi “didepan” dengan yang
lain-saya tidak suka bermain-main. Kejujuran akan menjadi sangat
penting. Saya juga suka wanita yang agresif, saya tidak suka melakukan
semua pekerjaan dan mengambil semua resiko... Dia (wanita) yang bisa
berbicara pada lelaki lain dan saya tidak akan merasa cemburu atau
“tidak seimbang”. Dia (wanita) akan mencintai saya sebagai pribadi, tidak
untuk apa yang saya miliki atau dengan siapa saya berhubungan atau
model persaudaraan seperti apa yang saya miliki.

Sumber : Rusbult et al. (1993, hlm.507-509).

Contoh lain dari jenis desain ini adalah kajian yang dilakukan oleh
Taylor dan Tashakkori (1997) yang telah dibahas di Bab 8. Pengarang
mengumpulkan data survei dari sampel bersrtuktur pada guru di sekolah
daerah. Peneliti tidak memiliki hipotesis a piori. Dua jenis pernyataan
spesifik dimasukkan dalam survei tesebut: mengenai hasrat/motivasi
untuk terlibat dalam pengambilan keputusan dan laporan mereka perihal
keterlibatan nyata dalam pengambilan keputusan melalui masalah
kebijakan dan masalah sekolah. Empat kelompok ekstrem guru-guru
dibentuk berdasarkan nilai mereka berdasar dua dimensi tersebut
(keinginan untuk terlinat versus keterlibatan secara nyata). Hasilnya adlah
identifikasi emapat “jenis” guru dalam model dua-dimensi. Empat jenis
tersebut diberi label “empowered” (mereka yang ingin terlibat dan tidak),
“disenfranchised” (mereka ingin terlibat tetapi tidak terlibat), dan
“disengaged” (mereka yang tidak ingin terlibat dan tidak ikut pengambilan
keputusan). Model profil verbal (kualitatif) disusun berdasrkan informasi
lain yang tersedia pada tiap kelompok guru.

(Abbas Tashakkori & C Teddie. 2010)

3. 7. HASIL (RESULTS)

Sebelum menjelaskan tentang penyusunan laporan hasil penelitian,


terlebih dahulu penulis mengungkapkan maksud dari ungkapan tersebut.
Penyusunan merupakan imbuhan dari kata dasar susun yang berarti: a)
kelompok atau kumpulan yang tidak berapa banyak, tumpuk, b)
seperangkat barang yang diatur atau bertingkat-tingkat, c) rangkap yang
tindih menindih. Namun dalam referensi ini, yang dimaksud dengan pe-
nyusunan adalah proses pengaturan dengan menumpuk dan mengelom-
pok secara baik.

Laporan ialah keterangan atau informasi tentang suatu keadaan atau


suatu kegiatan berdasarkan fakta. Fakta yang diinformasikan itu berkaitan
dengan tanggungjawab yang ditugaskan kepada si pelapor. Fakta yang
dilaporkan berdasarkan keadaan obyektif yang dialami sendiri si pelapor
(dilihat, didengar, dirasakan sendiri) ketika si pelapor melakukan ke-
giatan.

Penelitian diartikan sebagai a) pemeriksaan yang teliti; penyelidikan;


b) kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data yang
dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu per-
soalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-
prinsip umum.

Dengan demikian, yang dimaksud penyusunan laporan hasil pe-


nelitian, adalah proses pengaturan dan pengelompokan secara baik ten-
tang informasi suatu kegiatan berdasarkan fakta melalui usaha pikiran
peneliti dalam mengolah dan menganalisa objek atau topik penelitian
secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau
menguji suatu hipotesis sehingga terbuat sebuah prinsip-prinsip umum
atau teori. Secara garis besar laporan penelitian terbagi atas :

a) Laporan penelitian ilmiah yang disebut juga laporan penelitian atau


laporan ilmiah.
b) Laporan penelitian ilmiah ialah karya tulis ilmiah yang disusun
melalui tahap–tahap berdasarkan teori tertentu dan menggunakan
metode ilmiah yang sudah disepakati oleh para ilmuwan.
c) Laporan ilmiah pada hakikatnya menyajikan kebenaran ilmiah hasil
penelitian, pengamatan dan hasil analisis yang cermat.

Laporan bukan hasil penelitian ilmiah merupakan laporan tentang


hal teknis penyelenggaraan kegiatan suatu badan atau instansi seperti
laporan keuangan, inventaris dan lain-lain.

Adapun jenis-jenis laporan hasil penelitian adalah sebagai berikut :


1. Laporan lengkap.
2. Catatan penelitian pendek untuk publikasi jurnal akademik.
3. Monografi atau working paper dimana yang diutamakan adalah
pengutaraan interpretasi sementara.
4. Makalah atau artikel jurnal akademik.
5. Makalah atau artikel untuk press release untuk menarik perhatian
membaca secara lengkap.
6. Buku di mana pengorganisasiannya disesuaikan dengan format
buku.
Sedangkan fungsi laporan, antara lain :
1. Memberitahukan atau menjelaskan tanggung jawab tugas dan ke-
giatan.
2. Memberitahukan atau menjelaskan dasar penyusunan kebijaksana-
an, keputusan atau pemecahan masalah.
3. Merupakan sumber informasi.
4. Merupakan bahan untuk pendokumentasian.

Sementara tujuan laporan, antara lain :


1. Mengatasi suatu masalah.
2. Mengambil suatu keputusan yang lebih efektif.
3. Mengetahui kemajuan dan perkembangan suatu masalah.
4. Mengadakan pengawasan dan perbaikan.
5. Menemukan teknik–teknik baru.

http://www.referensimakalah.com/2012/08/pengertian-jenis-fungsi-
tujuan-laporan-hasil-penelitian.html
3. 8. DISKUSI

1. Pengertian Diskusi
Diskusi adalah cara bertukar pendapat antara dua orang atau lebih
untuk memperoleh kesepakatan atau keputusan bersama.

2. Pelaksanaan Diskusi
a. Ketua Diskusi/Moderator bertugas:
1. Menyampaikan masalah yang akan didiskusikan
2. Menyampaikan tata tertib diskusi
3. Memelihara ketertiban diskusi
4. Memberi kesempatan kepada semua pembicara untuk berpar-
tisipasi
5. Mengatur jalannya diskusi
6. Membuat rangkuman dan kesimpulan diskusi
7. Mengumumkan hasil diskusi
8. Menutup diskusi

b. Sekretaris bertugas:
1. Mencatat ns yaama peserta yang terjadi selama diskusi
2. Mencatat hal-hal khusus yang terjadi selama diskusi
3. Membuat catatan dan kesipulan sementara
4. Membuat laporan diskusi secara lengkap setelah diskusi berakhir

a. Narasumber bertugas:
1. Menyipkan dan menguraikan bahan atau materi yang akan
didiskusikan
2. Menyampaikan materi yang telah disiapkan kepada peserta
3. Menjawab tanggapan-tanggapan para peserta mengenai materi
diskusi

d. Peserta Diskusi bertugas:


1. Mempersiapkan materi yang bertalian dengan masalah yang
didiskusikan
2. Ikut serta dalam pembicaraan dengan semangat kerjasama
3. Bertanggung jawab terhadap proses hasil diskusi

3. Langkah-langkah Diskusi
a. Membicarakan latar belakang dan masalah diskusi
b. Membicarakan sebab-sebab timbulnya masalah dan tujuan
pemecahan masalah yang diharapkan
c. Membicarakan kemungkinan pemecahannya
d. Menyimpulkan hasil diskusi
e. Melaksanakan keputusan diskusi

4. Manfaat Diskusi
a. Diskusi merupakan salah satu cara penyelesaian paling efektif
b. Menjadi terbiasa untuk secara aktif dalam kegiatan mempengaruhi
dan dipengaruhi
c. Dapat berbagi pengalaman, saling mengamati, saling menilai, saling
mengambil pelajaran dengan peserta lain
5. Tata Tertib Diskusi
a. Mengajukan pertanyaan
1. Pertanyaan disampaikan dengan latar belakang ketidak jelasan
2. Pertanyaan hendaknya relevan dengan masalah yang sedang
didiskusikan
3. Pertanyaan hendaknya tidak mengulang pertanyaan peserta lain
4. Pertanyaan disampaikan dengan lancar dan jelas
5. Pertanyaan disampaikan setelah dipersilakan oleh moderator

b. Menyampaikan pendapat
1. Pendapat disampaikan dengan jelas dan tidak bertele-lete
2. Pendapat disampaikan setelah dipersilakan moderator

6. Jenis Diskusi
a. Diskusi Panel
Diskusi Panel adalah diskusi yang diikuti oleh seorang moderator
dua sampai empat orang pembicara, dan diikuti oleh banyak peserta.
Pembicara adalah orang yang bertugas sebagai panelis yang
menyajikan materi atau masalah diskusi. Para peserta hanya berhak
mendengarkan, bila diberi kesempatan, mereka bisa mengajukan
pertanyaan atau menanggapi pendapat penulis. Tujuan diskusi
panel adalah memberikan pemahaman kepada pendengar mengenai
suatu masalah.

b. Seminar
Seminar adalah pertemuan berkala yang diadakan oleh seseorang
yang sedang melaksanakan tugasnya. Materi yang dikemukakan
penyaji dibahas dari berbagai aspek dan sudut pandang. Seminar
bertujuan menemukan cara atau jalan pemecahan masalah.

c. Lokakarya (Workshop)
Lokakarya (Workshop) adalah pertemuan yang khusus dihadiri oleh
sekelompok orang yang pekerjaannya sejenis. Tujuan lokakar-
ya mengevaluasi proyek kerja yang telah dilaksanakan dan bertukar
pengalaman untuk meningkatkan kualitas kerja agar lebih efektif
dan efisien.

d. Rapat
Rapat adalah pertemuan wakil-wakil eselon dari suatu instansi
untuk membahas yang berkaitan dengan tugas atau fungsi instansi
tersebut. Masalah yang dibahas adalah program kerja yang akan
dilaksanakan.

e. Simposium
Simposium adalah diskusi umum yang diikuti oleh moderator,
beberapa pembicara, dan banyak peserta. Kadang-kadang juga
peninjau. Simposium dimulai dengan pidato pembicara dan di-
lanjutkan dengan tanya jawab. Simposium bertujuan membekali
peserta dengan sejumlah materi, wawasan ataupun pengetahuan.

f. Konferensi
Konferensi adalah diskusi yang diselenggarakan oleh suatu
badan atau organisasi yang membicarakan masalah-masalah aktual.
Konferensi bertujuan membicarakan kebijakan-kebijakan telah
dilakukan sebelumnya sebagai proses evaluasi.

g. Kongres / Muktamar
Kongres atau muktamar adalah pertemuan para wakil organisasi
(politi, sosial, profesi) untuk mendiskusikan dan mengambil kepu-
tusan suatu masalah yang dihadapi bersama yang bertalian dengan
keorganisasian. Acara ini diadakan secara berkala oleh sebuah
organisasi besar yang mempunyai banyak cabang di berbagai
daerah.
h. Santiaji
Santiaji adalah pertemuan yang diselenggarakan untuk memberikan
pengerahan (petunjuk, penjelasan) singkat menjelang pelaksanaan
kegiatan.

7. Menyusun Laporan Diskusi


Akhir dari kegiatan diskusi adalah penyusunan laporan oleh notulois
yang dibantu oleh petugas-petugas lainnya. Terdapat berbagai model
penyusunan laporan diskusi. Beberapa di antaranya adalah sebagai
berikut :

a. Model I
1. Topik atau masalah yang didiskusikan
2. Tujuan diskusi
3. Pelaksana dan peserta diskusi :
a. Narasumber, yang menyampaikan pokok-pokok pikiran,
pemakalah atau pemrasaran yang menyampaikan makalah,
atau penelis
b. Moderator, yang memimpin diskusi
c. Penulis, yang mencatat pertanyaan, pendapat, serta tanggapan
berkaitan dengan masalah yang dibahas
d. Peserta
4. Materi diskusi yang berupa makalah dan hasil pembahasannya
5. Tempat, waktu, dan penyelenggara

Agar laporan diskusi yang memuat hal-hal tersebut dapat disajikan


dengan jelas, laporan lengkap diskusi itu disajikan dengan sistematis
di bawah ini.
1. Pendahuluan
a. Latar belakang
b. Tujuan diskusi
c. Topik atau masalah diskusi
d. Tempat, waktu, dan peserta diskusi

2. Hasil diskusi
a. Pokok-pokok materi sajian diskusi; pokok-pokok isi makalah
yang disajikan oleh pemakalah dan pembanding (bila ada), jika
diskusi berbentuk seminar, simposium; pokok-pokok pikiran
panelis dan tanggapan peserta (bila diskusi yang diseleng-
garakan berupa diskusi panel); pikiran-pikiran peserta ramu
pendapat (bila diskusi yang diselenggarakan berupa diskusi
ramu pendapat/brainstorming)
b. Pertanyaan-pertanyaan serta tanggapan yang disampaikan oleh
peserta diskusi (ploor).

3. Simpulan
Bagian simpulan ini dapat berisi hal-hal berikut :
a. Simpulan hasil diskusi yang diolah dari pokok-pokok pikiran
dalam makalah, baik yang disajikan oleh pemakalah maupun
pembanding, tanggapan-tanggapan peserta diskusi (jika dis-
kusi berbentuk seminar, simposium, lokakarya); pokok-pokok
pikiran panelis dan tanggapan para peserta (jika diskusi ber-
bentuk diskusi panel); pikiran-pikiran peserta ramu pendapat
(jika diskusi berbentuk ramu pendapat).
b. Masalah-masalah yang masih tersisa dan belum dibahas secara
tuntas (bila ada).
c. Saran-saran tidak lanjut berdasarkan hasil diskusi.

4. Lampiran
Bagian lampiran ini berisi hal-hal yang dilampirkan untuk
mendukung isi laporan. Lampiran dapat berisi hal-hal berikut :
a. Makalah-makalah
b. Acara diskusi
c. Panitia diskusi
d. Daftar peserta
b. Model II
Sebagai pengayaan, perhatian model-model notulen rapat di bawah
ini.

1. Judul
2. Pendahuluan
a. Tujuan rapat
b. Tema rapat
c. Hari/tanggal dan tempat rapat
3. Pelaksana rapat
a. Pembicara
b. Notulis
c. Moderator
d. Peserta
4. Hasil-hasil rapat
5. Simpulan
6. Lampiran-lampiran
a. Makalah
b. Susunan panitia
c. Daftar hadir
c. Model III

LAPORAN DISKUSI

Tema : ..........................................................................................

Hari/tanggal : .........................................................................................

Judul/makalah : .........................................................................................

Moderator : ..........................................................................................

RINGKASAN HASIL DISKUSI

...............................................................................................................................

...............................................................................................................................

...............................................................................................................................

...............................................................................................................................

...............................................................................................................................

...............................................................................................................................

Mengetahui, ......................

......................

Ketua Notulis
3. 9. KESIMPULAN : PERSPEKTIF KUANTITATIF

Pada umumnya di akhir proses penelitian dan pada saat data /


informasi dikumpulkan dari analisis,peneliti menurunkan kessimpulan /
inferensi yang berhubungan dengan keterkaitan antar-variabel /peristiwa.
Persoalan utama dalam pembuatan suatu inferensi adalah suatu tahapan
diantara tahapan yang lain dimana penjelasan alternatif mungkin saja
akan disajikan untuk melihat keterkaitan tersebut. Kami membahas
masalah inferensi ini dalam pengertian validitas internal suatu inferensi /
temuan. Keyakinan akan kebenaran suatu inferensi (yakni, validitas
internal) tergantung pada ada tidaknya penjelasan alternatif atas suatu
temuan. Kami mengupas sedikit ancaman validitas internal tersebut lebih
awal.

Sebagai contoh, pada permulaan bab ini, kami telah membahas


pengaruh pemilihan data pada keyakinan atas hasil penelitian Anda.
Keterkaitan yang telah anda amati bisa jadi sebagai akibat dari fakta
bahwa kelompok individu / peristiwa diperbandingkan dengan lainnya
pada atribut khusus (misalnya, variabel bebas atau yang diperkirakan)
yang juga berbeda dengan atribut-atribut lainnya dari pada atribut khusus
tersebut. Sebagai contoh, setelah mengumpulkan data yang rinci, Anda
bisa menyimpulkan bahwa pengalaman anak waktu taman kanak-kanak
memiliki tingkat kecerdasan dan pencapaian pendidikan yang lebih baik
dari pada waktu di sekolah dasar (lihat Tashakkori, Haghiggat, & Yousefi,
1990, untuk contohnya).
Kesimpulan ini dicapai setelah membandingkan anak tersebut
dengan mereka yang tidak memasuki pra-sekolah atau taman kanak-
kanak sebelum masuk sekolah dasar. Sebagaimana Anda perkirakan,
penyimpulan yang berbeda mungkin terjadi sebagai akibat fakta bahwa
anak dengan suatu pengalaman tertentu (pra-sekolah) berasal dari jenis
latar belakang keluarga yang berbeda (dalam pengertian status sosial
ekonomi, atribut psikologis, dan sebagainya). Karena ada penjelasan lain
(alternatif saingan) atas suatu kesimpulan, dengan menyimpulkan bahwa
pengalaman masa taman kanak-kanak sebagai penyebab perbedaan, maka
krediibilitas atau validitas internalnya rendah (atau tidak ada). Tentu saja
ada strategi untuk mengontrol, menguji, atau menyingkirkan beberapa
penjelasan alternatif ini. Beberapa strategi dibahas di bawah.

Beberapa faktor yang mungkin menguragi kualitas kesimpulan /


inferensi Anda (ancaman untuk validitas internal) dibahas dalam Tabel
4.5 (juga lihat Campbell & Stanley, 1966). Sementara untuk penyeleksian
data, kami telah membahas beberaapa ancaman ”validitas kesimpulan
statistik“ sebagai akibat dari ukuran sampel yang kecil sebagaimana
kesalahan dalam variasi penyeleksian acak akibat rendahnya reliabilitas
pengukuran (untuk penjelasan lainnya lihat Cook & Campbell, 1979, hlm.
39-50). Kebanyakan ancaman bagi kualitas kesimpulan adalah akibat
kurangnya control atas “variabel dari luar” yang mungkin memengaruhi
variabel kepentingan dalam kajian Anda. Kami membahas isu ini di Bab 3
(CON dalam prinsip MAXMINCON). Untuk kajian eksperimental,
mengawasi semua variabel dan peristiwa yang sama, baik itu dari dalam
wilayah kajian atau pembandingnya akan mengurangi banyaknya
ancaman tersebut. Untuk kajian non eksperimental, pengujian yang hati-
hati atas berbagai penjelasan yang mungkin untuk temuan atau
keterkaitan lain antara variabel Anda, diikuti dengan pengevaluasian dan
pembahasan kemungkinan terjadinya suatu penjelasan, akan mening-
katkan validitas internal (kredibilitas) atas inferensi Anda. Suatu evaluasi
dilaksanakan baik secara teoritis (apa yang dianggap layak berdasarkan
teori atau penelitian sebelumnya) dan melalui penganalisisan ulang atas
data guna melihat keterkaitan lain yang mungkin terjadi.

Tabel 4.5 Beberapa Ancaman atas kualitas inferensi (validitas internal)

Dari Temuan penelitian

Ancaman Penjelasan

Peristiwa yang terjadi selama kajian bisa


memengaruhi satu kelompok tetapi tidak
pada yang lainnya. Hal ini akan menye-
babkan perbedaan antara kelompok yang
tidak semata-mata hasil dari variabel bebas.
Sejarah
Dalam penelitian non-eksperimental atau
kajian kualitatif,sejarah bisa jadi mengacu ke
peristiwa yang sedang terjadi (ke kelompok
individu) di luar atau bagian peristiwa
spesifik yang sedang dikaji peneliti.

Atribut tertentu satu kelompok berbeda dari


kelompok lain sebelum kajian dimulai.
Selanjutnya perbedaan yang muncul setelah
Pemilihan penelitian dilakukan (atau peristiwa khusus
dalam penelitian non-eksperimental atau
kualitatif) tidaklah secara langsung menjadi
atribut variabel bebas/criteria.
Ketika subjek dipilih berdasarkan atribut
yang ekstrem (misalnya,kinerja yang tinggi
atau rendah),perbedaan antara sebelum dan
setelah pengujian mungkin menghasilkan
(Secara acak) kecenderungan nilai yang
kurang ekstrem. (jika itu adalah variasi acak,
Regresi Statistik
di mana didapatkan penilaian atas siswa
dengan nilai ekstrem rendah itu?) Ancaman
yang sama terjadi ketika diterapkan pada
penelitian non-eksperimental atau kajian
kualitatif atas kasus ekstrem/kelompok yang
telah diterapkan sebelumnya.

Perbedaan antara sebelum dan setelah peng-


ujian bisa mengakibatkan kematangan secara
fisik atau psikologis dari peserta daripada
perbedaan pada variabel bebas. Perbedaan
Kematangan
antara dua kelompok bisa juga meng-
akibatkan satu kelompok berubah (jadi
dewasa) secara cepat dari lainnya (pemilihan
interaksi kematangan).
Perbedaan (atau kurangnya perbedaan)
antara sebelum dan sesudah pengujian bisa
Sebelum Pengujian jadi menghasilkan ketidakasingan dengan
ujian (akibat pembawaan) daripada perbeda-
an dalam variabel bebas.

Perbedaan antara sebelum dan sesudah ujian


bisa jadi akibat variasi acak (tidak reliabel)
pengukurannya (ujian, pengamatan) dari-
Instrumentasi
pada variabel bebas /kriterianya. Dapat di-
terapkan untuk penelitian eksperimental dan
penelitian kualitatif.

Perbedaan antara sebelum dan sesudah


pengujian (atau antara nilai dari dua kelom-
Erosi atau Subjek
pok) bisa jadi sebagai akibat fakta bahwa
seorang individu telah keluar dari kelompok.
Keterkaitan yang dicapai antara variabel-
variabel bisa jadi akibat dari: (a) harapan dari
Implementasi yang melakukan eksprimen/ peneliti/ peng-
amat atau (b) reaksi dari peserta yang sedang
dikaji.

Strategi-strategi untuk mengurangi dan/atau mengatasi kemung-


kinan ancaman terhadap kualitas inferensi disajikan di bawah :
1) Penetapan acak pada kelompok. Ini adalah metode yang paling efesien
untuk dua atau lebih kelompok yang cenderung mirip dalam semua
aspeknya. Karena responden telah ditetapkan pada kelompok secara
acak, maka tidak ada perbedaan secara sistematis pada variabel luar
yang diharapkan terjadi antara kelompok. Hal ini hanya dapat
diterapkan untuk kajian eksperimental.

2) Pencocokan. Jika variabel khusus yang mengancam dapat dikenali se-


belumnya, variabel yang menjadi bagian studi bisa dicocokkan pada
atribut tersebut. Setiap pasangan individu kemudian secara acak
ditetapkan ke kelompok eksperimental, Menghasilkan dua kelompok
yang memiliki banyak persamaan pada variabel yang dicocokkan.
Metode ini mungkin berguna dalam penelitian eksperimental, meng-
hasilkan dua kelompok yang memiliki banyak persamaan pada
variabel yang dicocokkan. Metode ini mungkin berguna dalam pene-
litian eksperimental. Dalam kebanyakan aplikasinya, sampel dipilih
secara acak; pasangan subjek yang cocok (atau bertiga) diformulasikan
dan kemudian secara acak ditetapkan pada kelompok. Dalam pene-
litian perbandingan kausalitas dan penelitian kualitatif, terdapat ke-
mungkinan untuk memilih kecocokan pasangan baik kecocokan in-
dividual atau unit pengamatan.Sebagai contoh, untuk setiap kasus
dalam kajian kualitatif, kasus perbandingan ditemukan dalam hal ke-
miripan atribut tertentu (misalnya, jenis kelamin,tingkat pendidikan).
Jelaslah, dalam penerapan ini, pemilihan yang dicocokkan daripada
penetapan yang dicocokkan, telah digunakan. Pencocokan acak
mengurangi tingkat kemungkinan perbedaan antara kelompok satu
atau variabel luar lainnya. Namun demikian, pencocokan mungkin
menyebabkan subjek kehilangan (dan melemahkan validitas eksternal)
yang disebabkan oleh tidak adanya kecocokan beberapa subjek,
Khususnya ketika pencocokan diaplikasikan lebih pada satu variabel
(misalnya, pendidikan dan pendapatan).

3) Pengelompokan yang sejenis. Jika variabel luar (seperti jenis kelamin,


etnisitas, pendidikan) diperkirakan akan mengganggu keterkaitan
antara variabel utama, sampel bisa dibagi berdasarkan atribut tersebut.
Analisis data kemudian ditampilkan secara terpisah pada setiap
kelompok tersebut (misalnya, di laki-laki, di perempuan). Untuk
beberapa kajian kuantitatif, metode analisis yang lebih maju akan
menggunakan rancangan berdasarkan faktor di mana variabel luar
diharapkan menjadi faktor (suatu variabel independen),seperti halnya
variabel independen utama suatu kajian. Hal ini menyediakan peluang
untuk menguji pengaruh interaksi atas variabel independen pada
variabel dependen.

4) Membandingkan individu-individu dalam diri mereka. Ketika atribut


individual ada kemungkinan menjadi ancaman terhadap validitas in-
ternal suatu kesimpulan, setiap orang bisa dibandingkan antar satu
dengan yang lainnya sebelum dan sesudah dilakukan pelaporan.
Beberapa contoh model penerapan ini dalam literatur penelitian seperti
sebelum uji-sesudah uji, pengukuran berulang pada subjek, dalam
lintasan waktu, dan pada rancangan subjek tunggal. Hal itu juga dapat
diterapkan dalam kajian kualitatif pada masa sebelum dan sesudah
penelitian atau kejadian.

5) Kontrol berdasarkan ststistik. Tidak adanya kemungkinan lain untuk


mengontrol “pengaruh” variabel luar, maka strategi terakhir yang
mungkin dilakukan adalah menghilangkan dengan metode statistik
atas variasi yang berhubungan dengan variabel luar tersebut. Analisis
kovarian atau pengambilan nilai rata-rata (ANCOVA) adalah satu dari
strategi tersebut. Hal itu digunakan untuk membandingkan kelompok
dan mengontrol pengaruh atas variabel luar (kovariat) pada variabel
dependen. Korelasi parsial adalah strategi lain untuk menjumblahkan
korelasi antara dua variabel ketika variabel ketiga (luar) secara statistik
dikontrol (cenderung dikeluarkan). Ada juga prosedur statistik yang
lebih kompleks (misalnya, regresi berganda,analisis jalur) untuk men-
capai tujuan ini. Memperkirakan kekuatan suatu hubungan,atau besar-
an pengaruhnya sesudah control dilakukan adalah aspek penting pene-
rapan ini (lihat Maruyama & deno, 1992, hlm. 112-113, untuk pem-
bahasan umum mengenai besaran skala versus signifikansi statistik).

6) Prosedur dua pengaburan. Strategi ini dipakai berkenaan dengan


ancaman implementasi (“harapan peneliti” dan “reaksi peserta”).
Untuk menjaga reaksi peserta, para peserta dibuat tidak menyadari atas
keadaan yang sebenarnya dari suatu penelitian. Guna mengurangi
praduga peneliti,pelaku eksprimen, pewawancara, atau pengamat
dibuat tidak menyadari harapan utama atau hipotesis dari kajian.
Secara jelas, hal ini tidak mungkin jika peneliti adalah juga pelaksana
dari tindakan yang dilakukan pengamat, pengumpulan data, atau
orang yang melakukan analisis isi atas data kualitatif /pengamatan.
Sebagai contoh, dalam membandingkan efisien relative atas dua
metode mengajar cara membaca, jika peneliti juga seorang guru,
harapan yang dia miliki mungkin berpengaruh terhadap hasilnya.
Sama halnya ketika sukarelawan guru menggunakan metode mengajar
yang khusus berdasarkan pilihan mereka sendiri untuk metode ter-
sebut. Perbedaan yang teramati pada siswa yang diajar melalui metode
tersebut mungkin lebih dikarenakan siapakah gurunya daripada
metode mengajarnya.
Pada bagian berikut, kami juga mengulas kembali beberapa strategi
paralel berkenaan dengan ancaman terhadap kualitas inferensi penelitian
kualitatif. Kebanyakan strategi yang disajikan di atas juga dapat diterap-
kan untuk penelitian kualitatif. Banyak strategi yang disajikan dalam
bagian pendekatan kualitatif dapat juga digunakan secara langsung atau
dengan modifikasi pada jenis penelitian lainnya.

3. 10. REFERENSI

Kata referensi berasal dari Inggris reference dan merupakan kata


kerja to refer yang artinya menunjukan kepada. Buku referensi adalah
buku yang dapat memberikan keterangan topik perkataan, tempat,
peristiwa, data statistika, pedoman, alamat, nama orang, riwayat orang-
orang terkenal. Pelayanan referensi adalah pelayanan dalam mengguna-
kan buku-buku referensi. Di perpustakaan biasanya buku-buku referensi
dikumpulkan tersendiri dan disebut “koleksi referensi” sedangakan ruang
tempat penyimpanan disebut ruang referensi. Buku-buku referensi yang
karena sifatnya sebagai buku penunjuk, harus selalu tersedia di perpusta-
kaan sehingga dapat di pakai oleh setiap orang pada setiap saat.

1. Timbangan Buku
Pengertian dan Tujuan Resensi adalah tulisan timbangan suatu hasil
karya atau wawasan tentang baik dan kurang baiknya kualitas suatu
tulisan yang terdapat dalam suatu karya. Resensi dapat pula diartikan
sebagai suatu tulisan yang memberikan penilaian terhadap suatu karya
baik fiksi maupun nonfiksi dengan cara mengungkapkansegi keunggulan
dan kelemahannya secara objektif. Tujuan penulisan resensi adalah :
a. Menimbang agar suatu hasil karya memperoleh perhatian dari
orang-orang yang belum mengetahui atau membutuhkannya.
b. Memberikan penilaian dan penghargaan terhadap isi suatu hasil
karya sehingga penilaian itu diketahui khalayak.
c. Melihat kesesuaian latar belakang pendidikan/penguasaan ilmu
pengarang dan kesesuaian karakteristik tokoh, penokohan, atau
setting dengan bahan yang disajikannya.
d. Mengungkapkan kelemahan suatu tuisan dan sistem penulisan atau
alur suatu hasil karya.
e. Memberikan pujian atau kritikan yang konstruktif terhadap bobot
ilmiah atau nilai sastra karya tulis seseorang.

Cara Membuat Resensi.


Pada saat kita akan membuat resensi nalar kita harus siap bahwa
bahan-bahan yang akan diresensi betul-belul diketahui dan dikuasai.
Dengan demikian hasil resensi kita bukan hanya mengungkapkan segala
sesuatu yang terdapat dalam karya tersebut, melainkan mencakup pula
uraian perbandingan dengan karya-karya lain yang sejenis.
Hal-hal yang harus mendapat perhatian dari seorang resentator
untuk membuat resensi adalah :
a. Resentator harus bersikap objektif terhadap sesuatu yang akan
diresensi dan meninggalkan sepenuhnya sikap subjektif.
b. Resensator mempunyai wawasan yang cukup luas terhadap bahan
yang akan diresensi.
c. Resensaor harus mencoba membandingkan dengan sajian bentuk
lain yang memiliki kesesuaian dengan bahan yang akan diresensi.
d. Resensator harus mencoba memberikan komentar dengan acuan
yang jelas dan terarah pada bagian yang diberi komentar agar tidak
menimbulkan kesalahtafsiran antara resensator dengan penulis
e. Resensator harus mengungkapkan data yang diresensi secara jelas
dan lengkap agar dapat dengan mudah dihibung-hubungkan di
antarra keduanya oleh pembaca.
f. Resensaor harus menghindari interpretasi yang keliru terhadap
bahan yang resensi dengan jalan mengetahui tujuan dan arah
penulis karya tersebut.

Bentuk resensi yang paling populer adalah resensi buku atau


timbangan buku. Untuk meresensi buku pertama-tama kita harus
membaca buku itu sampai selesai dan memahaminya. Setelah membaca
buku tersebut kita akan dapat mengetahui bagaimana penulis buku
mengungkapkan gagasannya sesuai dengan tujuan yang digariskannya.
Bagian yang harus ada dalam karangan resensi adalah identitas buku,
jenis buku, kutipan singkat / ikhtisar buku, penilaian resensator terhadap
kualitas buku, dan ajakan kepada khalayak untuk mengetahui isi buku
secara keseluruhan dengan jalan membaca atau memiliki buku tersebut.

a. Identitas buku
Identitas buku meliputi: foto copy jilid luar buku atau foto buku
tersebut, judul buku, pengarang, penerbit, tahun terbit, kota terbit,
ukuran buku, jumlah halaman, dan harga buku.

b. Jenis Buku
Pada bagian jenis buku, resensator mengelompokkan jenis buku
tersebut berdasarkan ciri-ciri yangterdapat di dalam buku itu.
Misalnya kita mengenal jenis fiksi, nonfiksi, ilmiah, non-ilmiah
(hiburan), buku remaja, anak-anak, dewasa, keagamaan, psikologi,
dan sebagainya.

c. Kutipan Singkat atau Ikhtisar Buku


Bagian yang mengungkapkan kutipan singkat atau ikhtisar buku
tersebut adalah bagian yang menjadi idesentral buku itu. Hal itu
akan diketahui jika resensator memahami seluruh isi buku itu
danmenghubungkannya dengan isi buku yang diresensi. Gambaran
umum tentang isi buku pun dapat digunakanuntuk mengisi bagian
buku lain, tentama gambaran yang dapat “ditangkap” oleh resen-
sator tetapi bukanmenginterpretasi.

d. Penilaian Kualitas Buku


Penilaian terhadap kualitas suatu buku tentu saja bertolak dari
pengungkapan beberapa bagian yang dapatdiunggulkan dari isi
buku tersebut dan bagian yang melemahkan kualitas buku tersebut
dengansikap / wawasan yang sangat luas dan sikap objeklivitas
tinggi. Pada bagian ini dapat pula dimasukkan kritik terhadap isi
buku.

e. Ajakan
Ajakan dalam resensi adalah ajakan kepada pembaca yang belum
memiliki atau membaca buku tersebut. Ajakan yang dimaksud ber-
tolak dari ungkapan kualitas suatu buku yang diharapkan dapat
dibaca dan dipahami bagi khalayak yang belum mengetahuinya.

f. Judul Resensi
Judul yang digunakan untuk karangan resensi merupakan gambaran
kesimpulan isi buku itu secarakeseluruhan atau ciri khas dari buku
yang resensi agar tampak lebih menonjolkan eksitensi isi buku
tersebut. Cara lain dalam memberikan judul resensi adalah meng-
gambarkan suatu hal yang “kecil” tetapi mempunyai citra tersendiri
dari buku itu dengan argumentasi yang kuat dari resensator tentang
hal yang kecil itu. Dapat dikatakan judul tulisan resensi adalah
“nama” atau “julukan” yang diberikan oleh seorang resensator
terhadap buku yang diresensinya.

2. Timbangan Pustaka
Pustaka adalah halaman terakhir yang dibuat untuk mengetahui
data-data yang diambil dari sumber-sumber yang ada dalam buku,
majalah, komik, maupun dari internet. Supaya pembaca dapat menge-
tahui dasar dari pembuatan buku ini supaya tidak dibilang copy paste/
menjiplak karya orang lain. Karena setiap mengambil data tidak men-
cantumkan sumber / penerpit / nama orang pengarang akan dikenakan
pidana dalam pasal yang ada di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai