Anda di halaman 1dari 6

1.

Sebagaimana diketahui bahwa pengetahuan dan ilmu pengetahuan adalah dua hal
yang berbeda. Silakan diskusikan persamaan dan perbedaan pengetahuan dan
ilmu pengetahuan
Manusia selalu memiliki rasa ingin tahu. Dia selalu bertanya. Jika manusia bertanya, maka
sebenarnya dia ingin mengubah keadaan dirinya dari tidak tahu menjadi tahu . Karena itu orang
yang tidak tahu disebut orang yang tidak berpengetahuan dan orang yang tahu disebut orang
yang berpengetahuan. Objeknya sendiri disebut pengetahuan (knowledge).
Pengetahuan adalah jawaban terhadap rasa keingintahuan manusia tentang kejadian atau gejala
yang terjadi di alam semesta, baik dalam bentuk fakta (abstraksi dari kejadian atau gejala),
konsep (kumpulan dari fakta), atau prinsip (rangkaian dari konsep).

Sebagai ilustrasi, jika Anda mengetahui bahwa di sebuah desa terdapat 100 keluarga, 75 di
antaranya memiliki sepeda motor, Anda dalam hal ini telah mempunyai pengetahuan dalam
bentuk fakta. Begitu juga jika Anda mengetahui bahwa ke 75 keluarga tersebut adalah petani
cengkeh, misalnya. Namun jika Anda mulai menghubungkan antara fakta pertama dengan fakta
kedua, maka pengetahuan Anda tersebut kini telah menjadi suatu konsep. Jadi, sebenarnya
konsep adalah abstraksi yang lebih tinggi dari fakta, berupa tafsiran atau deskripsi keterkaitan
(korelasi) antara fakta-fakta. Bila Anda mengamati desa-desa lain, dan kemudian menemukan
kecenderungan yang sama, lalu Anda membuat suatu generalisasi yang menjelaskan keterkaitan
umum antara tingkat kekayaan dengan jenis tanaman yang ditanam petani, maka pengetahuan
Anda naik satu tingkat menjadi prinsip.

Pengetahuan berbeda dengan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan pasti berasal dari
pengetahuan, tetapi pengetahuan belum tentu bisa menjadi ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan atau sains (science) adalah pengetahuan yang diperoleh dengan cara
tertentu, yaitu cara atau metode ilmiah. Jadi, dalam hal ini kata kunci yang amat penting adalah
cara atau metode ilmiah. Jika ada suatu pengetahuan yang didapat dari cara-cara non-ilmiah,
maka pengetahuan tersebut belum layak disebut sebagai ilmu pengetahuan. Misalnya, Einstein
melalui penelitian ilmiah selama bertahun-tahun, menemukan bahwa semua benda akan jatuh
(ke bawah) disebabkan karena adanya gravitasi bumi. Ini adalah ilmu pengetahuan. Tetapi jika
pengetahuan itu diperoleh dengan cara non-ilmiah, misalnya bertapa di gua selama berbulan-
bulan untuk mendapatkan wangsit, maka pengetahuan yang diperoleh bukanlah ilmu
pengetahuan.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan adalah produk atau hasil dari suatu
pencarian dengan cara atau metode ilmiah. Tetapi ilmu pengetahuan juga bisa dilihat sebagai
sistem, yaitu bahwa ilmu pengetahuan melibatkan berbagai abstraksi dari kejadian atau gejala
yang terjadi di alam semesta dan diatur dalam tatanan yang logis dan sistematik. Jadi kumpulan
fakta dan konsep saja belum dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan
menuntut fakta dan konsep tersebut diatur dalam tatanan yang sistematik.

2. Silahkan diskusikan perbedaan antara etika dan etiket, kemudian diskusikan juga
mengenai permasalahan etika dalam penelitian sosial
Etika adalah suatu hal yang sangat penting dalam penelitian sosial, karena sebagian besar
penelitian sosial melibatkan anggota masyarakat sebagai objek penelitian. Penyimpangan
terhadap kaidah-kaidah etika dapat menyebabkan anggota masyarakat yang berpartisipasi
dalam penelitian dirugikan baik secara materiil, moril ataupun fisik. Selain itu, secara ilmiah
pun hasil penelitian dapat disangsikan validitasnya apabila kaidah–kaidah etika dilanggar. Oleh
karena itu, untuk melakukan penelitian sosial, seorang peneliti harus paham betul dengan etika
penelitian sosial. Kegiatan belajar ini akan membahas secara rinci masalah etika penelitian
sosial.
Dalam pembicaraan sehari-hari, kita sering mendengar kata etika yang kadang-kadang rancu
dengan etiket. Etika berbeda dengan etiket. Etiket adalah:
- menyangkut cara manusia melakukan perbuatan, sedangkan etika memberi norma
tentang perbuatan itu sendiri, apakah boleh dilakukan atau tidak.
Contoh etiket:
Dalam budaya Timur, antara lain Indonesia, segala perbuatan yang baik dan bersih harus
dilakukan dengan tangan kanan, misalnya makan, minum, memberi, dsb. Tangan kiri digunakan
untuk mengerjakan hal-hal yang kurang bersih, misalnya cebok (membersihkan diri setelah
buang hajat kecil maupun besar). Jadi etiket melakukan perbuatan yang baik di Indonesia
adalah menggunakan tangan kanan, dan melakukan perbuatan yang kurang bersih
menggunakan tangan kiri.

Contoh etika:
Kalau mengerjakan ujian jangan menyontek. Jadi, menyontek itu tidak boleh, baik dilakukan
dengan tangan kanan ataupun dilakukan dengan tangan kiri.

- Bersifat relatif, artinya hanya berlaku pada lingkungan atau budaya tertentu saja.
Misalnya di Jawa orang makan dengan mengangkat kaki dikatakan melanggar etiket,
sementara hal yang sama di Sumatra Barat dianggap sebagai hal yang biasa. Sedangkan
menipu, secara etika, pada budaya manapun dilarang.
- Hanya berlaku pada pergaulan, selama ada orang lain. Misalnya buang angin ketika
makan bersama orang lain dipandang melanggar etiket, tetapi kalau tidak ada orang lain
maka hal itu tidak apa-apa. Sedangkan korupsi – walaupun untuk membantu orang
miskin – ada atau tidak ada orang lain, tetap dilarang.
- Memandang manusia dari sisi lahiriah saja, sedangkan etika memandang manusia
dari sisi batiniah. Misalnya seseorang berpakaian perlentemasuk ke rumah orang lain
yang sedang tidak ada penghuninya dan mengambil barang-barang berharga, maka dia
adalah pencuri walaupun dari sisi lahiriah dia etis (memenuhi syarat etika).

Jadi etika adalah sebuah sistem norma atau kriteria boleh atau tidak boleh suatu tindakan
dilakukan. Itulah sebabnya ada etika bisnis, etika medik, etika profesi, etika administrasi, dan
tentu saja etika penelitian sosial, dan lain-lain.

Permasalahan Etika dalam Penelitian Sosial


Penelitian dalam ilmu Sosial berbeda deengan penelitian dalam ilmu ilmu alam. Dalam
penelitian ilmu-ilmu alam, para ilmuan mengunakan subyek penelitiannya berupa benda-benda
atau gejala alam. Jika manusia dijadikan subyek penelitianpun dalam batas-batas manusia
sebagai gejala fisik, sehingga tidak menimbulkan reakstivitas dari manusia itu sendiri.
Sebaliknya dalam penelitian ilmu-ilmu sosial para ilmuan sosial menggunakan manusia sebagai
subyek penelitiannya, yakni manusia dikaji dari gejala sosial dan perilakunya. Kenyataan
tersebut sering membawa kepada masalah reaktivitas. Masalah sentral bagi ilmuan sosial yang
mempelajari manusia( dari gejala sosial dan perilakunya) adalah bahwa ilmuan harus tetap
memperhatikan kesejahtraan sesama manusia. Seorang ilmuan sosial harus
mempertimbangkan konsekuensi yang ditimbulkan oleh penelitiannya terhadap subyeknya.
Oleh karena itu seorang ilmuan harus yakin bahwa penelitiannya tidak akan menyebabkan
perubahan, kerusakan dan penderitaan yang permanen pada orang yang ditelitinya.

Penelitian yang dilakukan oleh para ilmuan sosial diarahkan pada kepentingan kemajuan
pengetahuan ilmiah, agar ilmu pengetahuan dapat berkembang. Namun demikian penelitian
bukan semata-mata untuk kemajuan pengetahuan ilmiah belaka tetapi harus pula
mempertimbangkan aspek kesejahteraan manusia.

Pada hakikatnya penelitian sosial dilakukan dengan tujuan untuk memecahkan suatu masalah
atau menjawab suatu pertanyaan atas fenomena yang terjadi. Dalam proses pembuatannya,
secara teknis memang diperlukan unsur penelitian ilmiah. Namun dalam pelaksanaannya
peneliti dituntut untuk mematuhi kode etik riset ilmiah, baik selama proses pengerjaannya
maupun pada penulisan laporan penelitian.

Etika penelitian melibatkan penerapan prinsip-prinsip etik dasar untuk berbagai topik yang
melibatkan penelitian ilmiah, termasuk desain dan pelaksanaan penelitian eksperimen yang
melibatkan manusia, hewan percobaan, berbagai aspek skandal akademik, termasuk kesalahan
ilmiah (seperti penipuan, rekayasa data dan plagiarisme), dan lain sebagainya.
Dalam hal penelitian ilmiah, sejumlah isu utama yang dibahas didalamnya harus termasuk dan
tidak terbatas pada 4 aspek, yakni kejujuran, review process, standar etika, serta
kepengarangan (Chanson, Hubert. 2007). Aspek kejujuran dan integritas merupakan syarat
wajib dari masing-masing peneliti. Dalam aspek review process, peer-review yang memberikan
kontribusi untuk proses pengawasan mutu dan ini merupakan langkah penting untuk
memastikan berdiri dan orisinalitas dari penelitian. Aspek standar etika meliputi berbagai
perbuatan ataupun tindakan moral yang harus dilakukan oleh peneliti. Sedangkan aspek
kepengarangan bertujuan untuk mengakui hasil karya orang lain yang tercantum dalam
penelitian yang dilakukan olrh peneliti.

Pada nilai risk/ gain assessment, peneliti dituntut untuk meminimalisir resiko. Resiko yang
diantisipasi dalam riset tidak boleh lebih besar dari pada yang biasa ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari. Peneliti juga harus mengutamakan keuntungan riset tersebut bagi
partisipan, ilmu pengetahuan dan masyarakat.
Pada nilai informed consent, subjek yang menjadi partisipan penelitian harus secara sukarela
dan diijinkan keluar kapan saja tanpa sanksi. Sebelumnya peneliti wajib untuk memberitahu
tentang semua aspek penelitian yang dapat mempengaruhi keinginan partisipan untuk bekerja
sama.

Pada nilai confidencial, informasi yang diperoleh selama penelitian tentang subjek penelitian
harus dirahasiakan. Informasi tersebut tidak boleh diberitahukan kepada orang lain tanpa
persetujuan yang bersangkutan.

Pada nilai beneficial treatment, setiap subjek berhak mendapatkan keuntungan yang sama dari
setiap perlakuan yang menguntungkan yang berikan kepada partisipan lain dalam proyek
penelitian.
Pada nilai full compensation, setiap subjek berhak mendapatkan kompensasi penuh atas waktu
dan usahanya sebagai partisipan penelitian, meskipun mereka mengundurkan diri ataupun
tidak menyelesaikan secara lengkap partisipasinya.
Pada nilai informed result, setiap subjek berhak mengetahui informasi tentang hasil penelitian.
apabila subjek penelitian tersebut terlalu muda, maka informasi tersebut disampaikan pada
orangtua subjek.

Basis Susilo dalam buku Metode Penelitian Sosial (2008. 243-244) mengutarakan bahwa dalam
penulisan laporan penelitian peneliti harus memperhatikan 7 nilai utama. Pertama,
membedakan antara laporan hasil penelitian dengan proposal penelitian. Kesalahan yang
umum terjadi adalah penggunaan kata “akan” pada laporan penelitian. Padahal kata “akan”
seharusnya hanya ditulis pada proposal penelitian, dan tidak menjadikan proposal penelitian
tersebut sebagai pendahuluan laporan penelitian. Kedua, menjelaskan unsur penelitian yang
telah dilakukan secara jujur dan objektif. Peneliti tidak dianjurkan untuk melaporkan sesuatu
yang tidak ada dalam penelitiannya. Unsur yang dilaporkan seharusnya tidak dilebih-lebihkan
atau dikurangi, apalagi manipulasi data untuk mendukung hipotesisnya.

Ketiga, menngunakan tata bahasa yang lugas. Setiap instrumen kalimat yang ada dalam laporan
penelitian, seperti tanda baca, paragraf, huruf dan angka harus dapat dipertanggungjawabkan.
Penggunaan kata-kata serta penyusunan kalimat harus jelas artinya. Tujuannya adalah agar
tidak terjadi konotasi, metafora, multiinterpretasi maupun ambiguitas. Peneliti juga harus
menghindari penghalusan makna (euphemisme) ataupun pengerasan makna (puffery).
Keempat, menggunakan teknik penulisan yang singkat dan jelas. Peneliti harus menghindari
pengulangan data, informasi, atau kutipan apabila tidak diperlukan atau apabila dapat
mengurangi kejelasan makna kata atau kalimat.

Kelima, ketaatan pada asumsi dasar, kerangka teoretis, dan jangkauan penelitian yang telah
ditentukan. Keenam, dapat diteliti ulang oleh peneliti lain. Sehingga apabila penelitian tersebut
diteliti ulang dengan kerangka teoretis dan metode yang sama harus ditemukan data yang sama.
Ketujuh, konsistensi terhadap cara penulisan yang baku dan diakui oleh semua pihak.

Disimpulkan bahwa etika dalam penelitian merupakan sebuah keniscayaan untuk dijadikan
sebagai piranti sekaligus pedoman untuk menghindari kegagalan dalam penelitian. Etika yang
dimaksud baik yang berkenaan dengan etika ilmiah maupun etika sosial. Mengedepankan etika
sebagai sumber kepatutan dalam penelitian tidak lepas dari esensi kegiatan penelitian itu
sendiri yaitu untuk menemukan kebenaran dan kemudian mengkontruks kebenaran itu
menjadi sebuah teori. Jadi, kebenaran tercapai setelah persetujuan melalui diskusi kritis
(Skiner, 1985 : 128-131). Diskusi yang dimaksud dalam konteks penelitian adalah memenuhi
kaidah-kaidah etika yang ada dan menjadi kesepakatan tidak tertulis guna memperoleh
kebenaran yang bersifat probabilistik.

Anda mungkin juga menyukai