Makala H
Makala H
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Pada Matakuliah Manajemen Pembelajaran Efektif
Dosen Pengampu :
oleh
Kelompok 2
Sonia 18004039
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..........................................................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan................................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.............................................................................................................................5
A. Konsep Dasar Masalah Pembelajaran..............................................................................5
B. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Masalah Pembelajaran.....................................5
C. Cara Menentukan Masalah-Masalah Belajar................................................................11
D. Mengatasi Masalah Pembelajaran..................................................................................13
BAB III.........................................................................................................................................16
PENUTUP....................................................................................................................................16
A. Kesimpulan........................................................................................................................16
B. Saran..................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................17
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar adalah suatu proses atau upaya yang dilakukan setiap individu untuk
mendapatkan perubahan tingkah laku baik dalam bentuk pengetahuan keterampilan,sikap
dan nilai positif sebagai suatu pengalaman dari berbagai materi yang telah dipelajari.
Definisi belajar dapat juga di artikan sebagai segala aktivitas psikis yang dilakukan
oleh setiap individu sehingga tingkalakunya berbedah antara sebelum dan sesudah
belajar. Menurut garry dan kingsley ( 1970) belajar adalah proses tingkah laku dalam
arti luas ditimbulkan atau di ubah melalui praktek dan latihan. Menurut Skiner (1968)
belajar adalah proses adaptasi tingkah laku secara progresif. Perubahan tingkah laku atau
tanggapan karena adanya pengalaman baru, memiliki kepandaian/ ilmu setelah belajar
dan aktivitas berlatih.
Didalam proses belajar banyak masalah yang timbul dan ada yang melihat masalah
sebagai ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihat sebagai tidak
terpenuhinya kebutuhan seseorang dan ada pula yang mengartikan sebagai suatu hal yang
tidak mengenakkan.Sekolah dianggap sebagai instrumen penting dalam mewujudkan
sosok manusia yang diharapkan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep masalah pembelajaran ?
2. Apa saja faktor-faktor yang menjadi penyebab masalah belajar yang dihadapi siswa ?
3. Bagaimana cara menentukan masalah belajar ?
4. Bagaimana cara mengatasi masalah pembelajaran ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep masalah pembelajaran.
2. Untuk mengetahui faktor – faktor penyebab masalah belajar yang dihadapi siswa
3. Untuk mengetahui cara menentukan masalah belajar.
4. Untuk mengetahui solusi dalam mengatasi masalah pembelajaran.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
1. Sikap terhadap belajar
Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu, yang
membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaia tentang sesuatu, mengakibatkan
terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan. Siswa memperoleh kesempatan
belajar. Meskipun demikian, siswa dapat menerima, menolak, atau mengabaikan
kesempatan belajar tersebut.
2. Motivasi belajar
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses
belajar. Motivasi belajar pada diri siswa dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi, atau
tidaknya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan belajar. Selanjutnya, mutu hasil
belajar akan menjadi rendah. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri siswa perlu
diperkuat terus menerus. Agar siswa memiliki motivasi belajar yang kut, pada tempatnya
diciptakan suasana belajar yang menggembirakan (Dimyati, 2009:239).
3. Konsentrasi belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran.
Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses
memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran, guru perlu menggunakan
bermacam-macam strategi belajar-mengajar, dan memperhitungkan waktu belajar serta
selingan istirahat. Dalam pengajaran klasikal, menurut Rooijakker, kekuatan perhatian
selama tiga puluh menit telah menurun. Ia menyarankan agar guru memberikan istirahat
selingan selama beberapa menit. Dengan selingan istirahat tersebut, prestasi belajar siswa
akan meningkat kembali (Dimyati, 2009:239-240).
4. Mengolah bahan belajar
Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara
pemerolehan ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Isi bahan belajar berupa
pengetahuan, nilai kesusilaan, nilai agama, nilai kesenian, serta keterampilan mental dan
jasmani. Kemampuan menerima isi dan cara pemerolehan tersebut dapat dikembangkan
dengan belajar berbagai mata pelajaran. Kemampuan siswa mengolah bahan tersebut
menajdi makin baik, bila siswa berpeluang aktif belajar. Dari segi guru, pada tempatnya
menggunakan pendekatan-pendekatan keterampilan proses, inkuiri, ataupun laboratori
(Dimyati, 2009:241).
6
5. Menyimpan perolehan hasil belajar
Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isi pesan
dan cara perolehan pesan. Kemampuan menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam
waktu pendek dan waktu yang lama. Kemampuan menyimpan dalam waktu pendek
berarti hasil belajar cepat dilupakan. Kemampuan menyimpan dalam waktu lama berarti
hasil belajar tetap dimiliki siswa. Pemilikan itu dalam waktu bertahun-tahun, bahkan
sepanjang hayat. Biggs dan Telfer (Dimyati, 2009:241) menjelaskan proses belajar di
ranah kognitif tentang hal pengolahan, penyimpanan, dan penggunaan kembali pesan.
Proses belajar terdiri dari proses pemasukan (input processes), proses pengolahan
kembali dan hasil (output processes), dan poses penggunaan kembali (activation
processes).
Dalam kehidupan sebenarnya tidak berarti bahwa semua proses tersebut berjalan
lancar. Ada siswa yang mengalami kesukaran dalam proses penerimaan, akibatnya,
proses-proses penguatan, pengolahan, penyimpanan, dan penggunaan akan terganggu.
Ada siswa yang mengalami kesukaran dalam proses penyimpanan. Akibatnya proses
penggunaan hasil belajar akan terganggu (Dimyati, 2009:241-242).
6. Menggali hasil belajar yang tersimpan
Ada kalanya siswa juga mengalami gangguan dalam menggali pesan dan kesan lama.
Gangguan tersebut bukan hanya bersumber pada pemanggilan atau pembangkitannya
sendiri. Gangguan tersebut dapat bersumber dari kesukaran penerimaan, pengolahan, dan
penyimpanan. Jika siswa tidak memperhatikan pada saat penerimaan, maka siswa tidak
memiliki apa-apa. Jika siswa tidak berlatih sungguh-sungguh, maka siswa tidak
berketerampilan dengan baik.
7. Kemampuan beprestasi atau unjuk hasil belajar
Kemampuan berperstasi atau unjuk hasil belajar merupakan suatu puncak proses
belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan keberhasilan belajar. Siswa menunjukkan
bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau mentransfer hasil belajar.
Dari pengalaman sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian siswa tidak mampu
berprestasi dengan baik. Kemampuan berprestasi tersebut terpengaruh oleh proses-proses
penerimaan, pengaktifan, pra-pengolahan, pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan
7
untuk pembangkitan pesan dan pengalaman. Bila proses-proses tersebut tidak baik, maka
siswa dapat berprestasi kurang atau dapat juga gagal berprestasi (Dimyati, 2009:243).
8. Rasa Percaya Diri Siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari
segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari
lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap
pembuktian perwujudan diri yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. Makin
sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin memperoleh pengakuan umum, dan
selanjutnya rasa percaay diri semakin kuat, dan begitu pula sebaliknya.
9. Intelegensi dan Keberhasilan Belajar
Menurut Wechler (Dimyati, 2009:245) intelegensi adalah suatu kecakapan global
atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik, dan
bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan tersebut menjadi aktual bila siswa
memecahkan masalah dalam belajar atau kehidupan sehari-hari.
Menurut Siti Rahayu Haditono (Dimyati, 2009:246), di Indonesia juga ditemukan
banyak siswa memperoleh angka hasil belajar yang rendah. Hal itu disebabkan oleh
faktor-faktor seperti (i) kurangnya fasilitas belajar di sekolah dan rumah di berbagai
pelosok, (ii) siswa makin dihadapkan oleh berbagai pilihan dan mereka merasa ragu dan
takut gagal, (iii) kurangnya dorongan mental dari orang tua karena orang tua tidak
memahami apa yang dipelajari oleh anaknya di sekolah, dan (iv) keadaan gizi yang
rendah, sehingga siswa tidak mampu belajar yang lebih baik, serta (v) gabungan dari
faktor-faktor tersebut, mempengaruhi berbagai hambatan belajar.
10. Kebiasaan belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik.
Kebiasaan belajar tesebut yang kurang baik. Kebiasaan belajar tersebut antara lain berupa
(i) belajar pada akhir semester, (ii) belajar tidak teratur, (iii) menyia-nyiakan kesempatan
belajar, (iv) bersekolah hanya untuk bergengsi, (v) datang terlambat bergaya pemimpin,
(vi) bergaya jantan seperti merokok, sok menggurui teman lain, dan (vii) bergaya minta
“belas kasihan” tanpa belajar (Dimyati, 2009:146).
Kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut dapat ditemukan di sekolah yang ada i kota
besar, kota kecil, dan di pelosok tanah air. Untuk sebagian, kebiasaan belajar tersebut
8
disebabkan oleh ketidakmengertian siswa pada arti belajar bagi diri sendiri. Hal ini dapat
diperbaiki dengan pembinaan disiplin membelajarkan diri.
11. Cita-cita siswa
Dalam rangka tugas perkembangan, pada umumnya setiap anak memiliki suatu cita-
cita dalam hidup. Cita-cita merupakan motivasi intrinsik. Tetapi adakalanya “gambaran
yang jelas” tentang tokoh teladan bagi siswa belum ada. Akibatnya, siswa hanya
berperilaku ikut-ikutan. Cita-cita sebagai motivasi intrinsik perlu dididikkan. Didikan
memiliki cita-cita harus dimulai sejak sekolah dasar. Di sekolah menengah didikan
pemilikan dan pencapaian cita-cita sudah semakin terarah. Cita-cita merupakan wujud
eksploitasi dan emansipasi diri siswa. Didikan pemilikan dan pencapaian cita-cita
sebaiknya berpangkal dari kemampuan berprestasi, dimulai dari hal yang sederhana ke
yang semakin sulit (Dimyati, 2009:247).
b) Faktor Ekstern
1. Guru sebagai pembina siswa belajar
Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang
sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik generasi muda bangsanya.
Sebagai pendidik, ia memusatkan perhatian pada kepribadian siswa, khususnya
berkenaan dengan kebangkitan belajar. Kebangkitan belajar tersebut merupakan wujud
emansipasi diri siswa. Sebagai guru yang pengajar, ia bertugas mengelola kegiatan
belajar siswa di sekolah (Dimyati, 2009:248).
Guru yang mengajar siswa adalah seorang pribadi yang tumbuh menjadi penyandang
profesi guru bidang studi tertentu. Sebagai seorang pribadi ia juga mengembangkan diri
menjadi pribadi utuh. Sebagai seorang diri yang mengembangkan keutuhan pribadi, ia
juga menghadapi masalah pengembangan diri, pemenuhan kebutuhan hidup sebagai
manusia. Hal-hal yang dipelajari oleh setiap guru adalah (i) memiliki integritas moral
kepribadian, (ii) memiliki integritas intelektual berorientasi kebenaran, (iii) memiliki
integritas religius dalam konteks pergaulan dalam masyarakat majemuk, (iv)
mempertinggi mutu keahlian bidang studi sesuai dengan kemampuan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni, (v) memahami, menghayati, dan mengamalkan etika profesi guru,
(vi) bergabung dengan asosiasi profesi, serta (vii) mengakui dan menghormati martabat
siswa sebagai klien guru (Dimyati, 2009:248-249).
9
Adapun tugas pengelolaan pembelajaran siswa tersebut meliputi hal-hal berikut: (i)
pembangunan hubungan baik dengan siswa, (ii) menggairahkan minat, perhatian, dan
memperkuat motivasi belajar, (iii) mengorganisasi belajar, (iv) melaksanakan pendekatan
pembelajaran secara tepat, (v) mengevaluasi hasil belajar secara jujur dan objektif, serta
(vi) melaporkan hasil belajar siswa kepada orang tua siswa yang berguna bagi orientasi
masa depan siswa (Dimyati, 2009:249).
2. Prasarana dan sarana pembelajaran
10
siswa dalam lingkungan sosial memiliki kedudukan, peranan, dan tanggung jawab sosial
tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi pergaulan, seperti hubungan sosial tertentu.
Dalam kehidupan tersebut terjadi pergaulan, seperti hubungan akrab, kerja sama, kerja
berkoperasi, berkompetensi, berkonkurensi, bersaing, konflik, atau perkelahian (Dimyati,
2009:252).
5. Kurikulum sekolah
Program pembelajaran di sekolah mendasarkan diri pada suatu kurikulum.
Kurikulum yang diberlakukan sekolah adalah kurikulum nasional yang disahkan oleh
pemerintah, atau suatu kurikulum yang disahkan oleh suatu yayasan pendidikan.
Kurikulum sekolah tersebut berisi tujuan pendidikan, isi pendidikan, kegiatan belajar-
mengajar, dan evaluasi. Berdasarkan kurikulum tersebut guru menyusun desain
instruksional untuk membelajarkan siswa. Hal itu berarti bahwa program pembelajaran di
sekolah sesuai dnegan sistem pendidikan nasional. Akan tetapi, perubahan kurikulum
sekolah menimbulkan masalah. Masalah-masalah itu antara lain, tujuan yang akan dicapai
mungkin berubah, isi pendidikan berubah, kegiatan belajar-mengajar berubah, dan
evaluasi berubah (Dimyati, 2009:253-254).
11
c. Menentukan berap lama berlangsungnya pengamatan, seperti dua, tiga, atau
empat bulan.
d. Menentukan hal-hal apa yang akan diamati, seperti cara siswa membaca, cara
menggunakan media belajar, prosedur, dan cara proses belajar sesuatu.
e. Mencatat hal-hal yang diamati.
f. Menafsirkan hasil pengamatan.
2. Analisis Hasil belajar
Analisis hasil belajar siswa merupakan pekerjaan khusus. Hal ini pada tempatnya
dikuasai dan dikerjakan oleh guru. Dalam melakukan analisis hasil belajar pada
tempatnya guru melakukan langkah-langkah berikut:
1. Merencanakan analisis sejak awal semester, sejalan dengan desain instruksional.
2. Merencanakan jenis-jenis pekerjaan siswa yang dipandang sebagai hasil belajar.
3. Merencanakan jenis-jenis ujian dan alat evaluasi tersebut
4. Mengumpulkan hasil belajar siswa, baik yang berupa jawaban ujian tulis, ujian
lisan, dan karya tulis maupun benda.
5. Melakukan analisis secara statistik tentang angka-angka perolehan ujian dan
mengategori karya-karya yang tidak bisa diangkakan.
6. Mempertimbangkan hasil pengamatan pada kegiatan belajar, perilaku belajar
siswa tersebut dikategorikan secara ordinal.
7. Mempertimbangkan tingkan kesukaran bahan ajar bagi kelas, yang dibandingkan
dengan program kurikulum yang berlaku.
8. Memperhatikan kondisi-kondisi ekstern yang berpengaruh atau diduga ada
pengaruhnya dalam belajar.
9. Guru juga melancarkan suatu angket evaluasi pembelajaran pada siswa menjelang
akhir semester.
3. Tes Hasil Belajar
Jenis tes secara umum adalah tes lisan dan tes tulis. Tes tulis sendiri dibedakan
menjadi dua, yakni tes esai dan tes objektif. Tes lisan memiliki kelebihan. Kelebihannya
adalah (i) penguji dapat menyelesaikan bahasa dengan tingkat daya tangkap siswa, (ii)
penguji dapat mengejar tingkat pengusaan siswa tentang pokok bahasan tertentu, dan (iii)
siswa dapat melengkapi jawaban lebih leluasa. Di samping itu, ada juga kelemahannya,
12
yakni penguji dapat terjerumus pada kesan subjektif atas perilaku siswa dan memerlukan
waktu yang lama (Dimyati, 2009:257-258).
Sedangkan kelebihan tes tulis adalah (i) penguji dapat menguji banyak siswa dalam
waktu terbatas, (ii) objektivitas pengerjaan tes terjamin dan mudah diawasi, (iii) penguji
dapat menyusun soal-soal yang merata pada tiap pokok bahasan, (iv) penguji dengan
mudah dapat menentukan standar penilaian, dan (v) dalam pengerjaan, siswa dapat
memilih menjawab urutan soal sesuai kemampuannya. Namun, kelemahannya adalah
penguji tidak sempat memperoleh penjelasan tentang jawaban siswa, rumusan pertanyaan
yang tak jelas menyulitkan siswa, dan dalam peemriksaan dapat terjadi subjektivitas
penguji (Dimyati, 2009:258).
Tes esai sebagai bagian dari tes tertulis juga memiliki kelebihan, diantaranya penguji
dapat menilai kemampuan siswa bernalar, bila cara memberi angka ada kriteria jelas
maka dapat menghasilkan data objektif. sedangkan kelemahannya adalah jumlah soal
sangat terbatas dan kemungkinan siswa berspekulasi dalam belajar. Di samping itu,
objektivitas pengerjaan dan pembinaan sukar dilakukan.
Terakhir adalah tes objektif. kelebihan dari tes ini meliputi (i) penguji dapat
membuat soal yang banyak dan meliputi semua pokok bahasan, (ii) pemeriksaan dapat
dilakukan secara objektif dan cepat, (iii) siswa tak dapat berspekulasi dalam belajar, dan
(iv) siswa yang tak pandai menjelaskan dengan bahawa yang baik tidak terhambat. Sepeti
jenis tes lainnya, tes ini juga mempunyai kelemahan. Kelemahannya adalah kemampuan
siswa bernalar tidak tertangkap, penyusunan tes memakan waktu lama, memakan dana
besar, siswa yang pandai menerka jawaban dapat keuntungan dan pengarsipan soal sukar
dan memungkinkan kebocoran (Dimyati, 2009:258).
13
4. Memberikan setiap kesempatan yang memadai agar setiap murid dapat belajar sesuai
dengan karakteristik pribadinya.
5. Mengenal dan memahami setiap murid baik secara individual maupun secara
kelompok.
Agar bimbingan belajar dapat lebih terarah dalam upaya membantu siswa dalam
mengatasi keulitan belajar, maka perlu diperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Identifikasi
Identifikasi adalah suatu kegiatan yang diarahkan untuk menemukan siswa yang
mengalami kesulitan belajar, yaitu mencari informasi tentang siswa dengan
melakukan kegiatan berikut:
1. Data dokumen hasil belajar siswa, misalnya rapor siswa.
2. Menganalisis absensi siswa di dalam kelas.
3. Mengadakan wawancara dengan siswa, seperti mengajukan beberapa pertanyaan
terkait masalah belajar siswa pada saat jam istirahat.
4. Menyebar angket untuk memperoleh data tentang permasalahan belajar.
5. Tes untuk memperoleh data tentang kesulitan belajar atau permasalahan yang
sedang dihadapi (Aunurrahman, 2012:197)
b. Diagnosis
Diagnosis adalah keputusan atau penentuan mengenai hasil dari pengolahan data
tentang siswa yang mengalami kesulitan belajar dan jenis kesulitan yang dialami
siswa. Diagnosis ini dapat berupa hal-hal berikut:
1. Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar siswa.
2. Keputusan mengenai faktor-faktor yang menjadi sumber sebab-sebab kesulitan
belajar.
3. Keputusan mengenai jenis mata pelajaran apa yang mengalami kesulitan belajar
(Aunurrahman, 2012:197).
Kegiatan diagnosis dapat dilakukan dengan cara:
1. Membandingkan nilai prestasi individu untuk setiap mata pelajaran dengan rata-
rata nilai seluruh individu.
2. Membandingkan prestasi dengan potensi yang dimiliki oleh siswa tersebut.
14
3. Membandingkan nilai yang diperoleh dengan batas minimal tujuan yang
diharapkan(Aunurrahman, 2012:198).
c. Prognosis
Prognosis merujuk pada aktivitas penyusunan rencana atau program yang diharapkan
dapat membantu mengatasi masalah kesulitan belajar siswa. Prognosis ini dapat
berupa (Ainurrahman, 2012:198):
1. Bentuk treatmen yang harus diberikan.
2. Bahan atau materi yang diperlukan.
3. Metode yang akan digunakan.
4. Alat bantu belajar mengajar yang diperlukan.
5. Waktu kegiatan dilaksanakan.
d. Terapi atau Pemberian Bantuan
Terapi adalah pemberian bentuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar
sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap prognosis. Bentuk terapi yang
diberikan antara lain melalui:
1. Bimbingan belajar kelompok
2. Bimbingan belajar individual
3. Pengajaran remedial
4. Pemberian bimbingan pribadi
5. Alih tangan kasus.
e. Tindak Lanjut atau Follow Up
Tindak lanjut atau follow up adalah usaha untuk mengetahui keberhasilan bantuan
yang telah diberikan kepada siswa dan tindak lanjutnya yang didasari hasil evaluasi
terhadap tindakan yang dilakukan dalam upaya pemberian bimbingan.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam proses belajar dan pembelajaran, pasti akan muncul permasalahan-
permasalahan. Masalah-masalah belajar tersebut adalah masalah-masalah belajar intern
dan masalah-masalah belajar ekstern. Masalah-masalah intern tersebut meliputi: (1) Sikap
terhadap belajar, (2) motivasi belajar, (3) konsentrasi belajar, (4) mengolah bahan belajar,
(5) menyimpan perolehan hasil belajar, (6) menggali hasil belajar yang tersimpan, (7)
kemampuan berprestasi atau unjuk kerja hasil belajar, (8) rasa percaya diri siswa, (9)
intelegensi dan keberhasilan belajar, (10) kebiasaan belajar, dan (11) cita-cita siswa.
Sedangkan masalah-masalah ekstern dalam belajar, diantaranya: guru sebagai pembina
siswa belajar, prasarana dan sarana pembelajaran, kebijakan penilaian, lingkungan sosial
siswa di sekolah, serta kurikulum sekolah.
Untuk memecahkan masalah-masalah belajar tersebut, baik masalah intern dan
ekstern, perlu adanya pengamatan terlebih dahulu untuk menentukan masalah-masalah
belajar. Langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh guru adalah sebagai berikut:
pengamatan perilaku belajar, analisis hasil belajar, dan tes hasil belajar.
B. Saran
Makalah ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi guru dan sekolah dalam
mengetahui masalah pembelajaran itu berasal darimana saja dan menjadi solusi dalam
menagatasi masalah pembelajaran.
16
DAFTAR PUSTAKA
17