Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Konseling Lintas Budaya

“Kebudayaan Daerah Agam”

DOSEN PENGAMPU :

Prof. Dr. Herman Nirwana, M.Pd.,Kons

Oleh Kelompok 12 :

Asdani Mahendra (18006237)


Fitria Anggraini (18006264)
Jullian Mohammed (18006112)
Messy Arrahmi (18006280)

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, Atas Rahmat dan Hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kebudayaan Daerah Agam”.
Makalah ini dibuat sebagai tugas mata kuliah “Konseling Lintas Budaya”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
proses penulisan makalah ini semoga semua amal kebaikannya dibalas oleh Allah SWT. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif dari semua
pihak agar penulisan selanjutnya bisa lebih baik lagi. Penulis harap makalah ini dapat
memberikan manfaat terutama bagi penulis dan umumnya bagi semua orang yang
membacanya.

Padang, Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..............................................................................................4
C. Tujuan Penulisan...............................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. Lambang Kabupaten Agam dan Maknanya......................................................6


B. Letak Geografis Kabupaten Agam....................................................................7
C. Sejarah Kabupaten Agam..................................................................................9
D. Adat Pernikahan................................................................................................10
E. Adat Kelahiran...................................................................................................13
F. Adat Kematian...................................................................................................14
G. Norma dan Nilai-nilai yang dianut Masyarakat.................................................15
H. Tradisi Khusus...................................................................................................16

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................................................18
B. Saran..................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Koentjaraningrat kebudayaan merupakan keseluruhan dari perilaku manusia
serta hasil yang dapat diperoleh makhluk tersebut melalui berbagai macam proses belajar
serta tersusun dengan sistematis dalam kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan tidak akan
ada tanpa masyarakat dan tidak ada satu kelompok manusia pun, betapa asing jika hidup
kita tidak mempunyai kebudayaan. Mempelajari unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah
kebudayaan sangat penting untuk memahami kebudayaan manusia, kebudayaan yang
ditemukan pada semua bangsa di dunia dari sistem kebudayaan yang sederhana seperti
masyarakat pedesaan hingga sistem kebudayaan yang kompleks seperti masyarakat
perkotaan. Budaya akan lebih dipahami apabila sudah menjadi perbuatan dan karya, tidak
sekedar menjadi pemahaman tetapi manfaat yang lebih besar bagi manusia.
Berbudaya merupakan ciri khas kehidupan manusia yang membedakannya dari
mahkluk lain. Manusia dilahirkan dalam suatu budaya tertentu yang mempengaruhi
kepribadiannya. Pada umumnya manusia sangat peka terhadap budaya yang mendasari
sikap dan perilakunya. Unsur-unsur kebudayaan diantaranya ialah norma dan nilai.
Norma memiliki arti sebagai aturan maupun ketentuan yang sifatnya mengikat suatu
kelompok orang di dalam masyarakat. Dimana norma diterapkan sebagai panduan,
tatanan, dan juga pengendali tingkah laku yang sesuai. Sedangkan nilai merupakan
sesuatu yang dianggap baik atau buruk di masyarakat. Semua kelompok masyarakat pasti
memiliki kebudayaan, salah satunya yang akan dibahas ialah Daerah Agam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa lambang kabupaten agam dan maknanya?
2. Bagaimana letak geografis kabupaten agam?
3. Bagaimana sejarah kabupaten agam?
4. Bagaimana bentuk adat pernikahan kabupaten agam?
5. Bagaimana bentuk adat kelahiran kabupaten agam?
6. Bagaimana bentuk adat kematian kabupaten agam?
7. Apa norma dan nilai-nilai yang dianut masyarakat?
8. Apa tradisi khusus daerah agam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui lambang kabupaten agam dan maknanya

4
2. Untuk mengetahui letak geografis kabupaten agam
3. Untuk mengetahui sejarah kabupaten agam
4. Untuk mengetahui bentuk adat pernikahan kabupaten agam
5. Untuk mengetahui bentuk adat kelahiran kabupaten agam
6. Untuk mengetahui bentuk adat kematian kabupaten agam
7. Untuk mengetahui norma dan Nilai-nilai yang dianut Masyarakat
8. Untuk mengetahui tradisi khusus daerah agam

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Lambang Kabupaten Agam dan Maknanya

 Lambang berbentuk perisai adalah penggambaran kekuatan dan pertahanan


membela kepentingan Daerah dan Negara
 Tulisan AGAM menggambarkan Daerah Kabupaten Agam.
 Bintang dengan sudut lima dengan warna kuning menggambarkan dasar negara
PANCASILA.
 Dua bilah keris menggambarkan kekuasaan yang menghukum secara adil.
 Padi dan kapas masing - masing 17 (tujuh belas) dan 8 (delapan) menggambarkan
tujuan kemakmuran, yang sekaligus mengingatkan kepada Detik-detik yang
bersejarah 17 Agustus.
 Balai adat sebagai tempat musyawarah, penggambaran wajah Demokrasi di
Minang Kabau.
 Mesjid, perlambangkan kepercayaan masyarakat.
 Harimau, menggambarkan sifat-sifat kewaspadaan masyarakat sesuai dengan
historis Daerah Kabupaten Agam.
 Air dan Gunung, merupakan sumber-sumber kemakmuran masyarakat satu riak
dan satu gelombang penggambaran dua sumber air sebagai sumber kemakmuran
masyarakat yakni air tawar dan air asin.
 " TALI TIGO SAPILIN " penggambaran penjalinan yang teguh Adat, Agama dan
Pemerintah.

6
B. Letak Geografis Kabupaten Agam
1. Letak dan Kondisi Geografis
Secara geografis, Kabupaten Agam berada pada pada 00 0 01’ 34” – 000 28’
43” LS dan 990 46’ 39” – 1000 32’ 50” BT. Kabupaten Agam terletak pada
kawasan yang sangat strategis, dimana dilalui jalur Lintas Tengah Sumatera dan
Jalur Lintas Barat Sumatera dan dilalui oleh Fider Road yang menghubungkan
Lintas Barat, Lintas Tengah dan Lintas Timur Sumatera yang berimplikasi pada
perlunya mendorong daya saing perekonomian, pentingnya memanfatkan
keuntungan geografis. Kabupaten Agam adalah kawasan perbukitan/pegunungan
dan pesisir yang didominasi oleh kawasan lindung dengan basis ekonomi
pertanian (perkebunan lahan kering dan hortikultura) namun sekaligus adalah
kawasan rawan bencana dengan sebaran potensi bahaya tsunami, abrasi, gerakan
tanah/longsor dan gempa serta letusan gunung berapi. Demikian juga terhadap
pemenuhan berbagai infrastruktur yang masih terbatas.
2. Batas-batas daerah
Luas daerah seluas 2.232,30 km² atau (5,29 %) dari luas wilayah Provinsi
Sumatera Barat yang memiliki luas 42.229,04 km²dengan batas-batas
daerah:Utara: Kabupaten Pasaman Timur: Kabupaten 50 Kota Selatan: Kabupaten
Padang Pariaman dan Kabupaten Tanah Datar Barat: Samudera Indonesia
3. Topografi
Kabupaten Agam mempunyai kondisi topografi yang cukup bervariasi, mulai
dari dataran tinggi hingga dataran yang relatif rendah, dengan ketinggian berkisar
antara 0 – 2.891meter dari permukaan laut. Menurut kondisi fisiografinya,
ketinggian atau elevasi wilayah Kabupaten Agam, bervariasi antara 2meter sampai
1.031meter dpl. Adapun pengelompokkan yang didasarkan atas ketinggian adalah
sebagai berikut: 1. Wilayah dengan ketinggian 0-500 m dpl seluas 44,55%
sebagian besar berada di wilayah barat yaitu Kecamatan Tanjung Mutiara,
Kecamatan Lubuk Basung, Kecamatan Ampek Nagari dan sebagian Kecamatan
Tanjung Raya. 2. Wilayah dengan ketinggian 500-1000 m dpl seluas 43,49%
berada pada wilayah Kecamatan Baso 725-1525 m dpl, Kecamatan Ampek
Angkek Canduang, Kecamatan Malalak 425 -2075 m dpl, Kecamatan Tilatang
Kamang, Kecamatan Palembayan 50 – 1425 m dpl, Kecamatan Palupuh 325 -
1650 m dpl, Kecamatan Banuhampu 925-2750 m dpl dan Kecamatan Sungai Pua
625-1150 m dpl. 3. Wilayah dengan ketinggian > 1000 m dpl  seluas 11,96%

7
meliputi sebagian Kecamatan IV Koto 850-2750 m dpl, Kecamatan Matur 825-
1375 m dpl dan Kecamatan Canduang, Sungai Pua 1150-2625 m dpl. Kawasan
sebelah barat merupakan daerah yang datar sampai landai (0 – 8%) mencapai luas
71.956 ha, sedangkan bagian tengah dan timur merupakan daerah yang berombak
dan berbukit sampai dengan lereng yang sangat terjal (> 45%) yang tercatat
dengan luas kawasan 129.352 ha. Kawasan dengan kemiringan yang sangat terjal
(> 45%) berada pada jajaran Bukit Barisan dengan puncak Gunung Merapi dan
Gunung Singgalang yang terletak di Selatan dan Tenggara Kabupaten Agam.
4. Geologi
Formasi batuan yang dijumpai pada daerah Kabupaten Agam dapat
digolongkan kepada Pra Tersier, Tersier, dan Kuarter yang terdiri dari batuan
endapan permukaan, sedimen, metamorfik, vulkanik dan intrusi. Batuan vulkanik
terdapat di Gunung Merapi, Gunung Singgalang dan Danau Maninjau. Wilayah
Kabupaten Agam yang ditutupi oleh jenis batuan beku ekstrusif dengan reaksi
intermediet (andesit dari Gunung Merapi, Gunung Singgalang, Gunung Tandikek,
Danau Maninjau, dan Gunung Talamau) seluas 68.555,10 ha (32,43%), batuan
beku ekstrusif dengan reaksi masam (pumis tuff) seluas 55.867,90 ha (26,43%),
batuan sedimen dengan jenis batu kapur seluas 80.011,80 ha (3,79%), endapan
alluvium mencapai luas 48.189 ha (22,79%). Sementara untuk daerah sekitar
Maninjau terjadi lekukan besar kawah Maninjau yang saat ini berisi air danau
merupakan hasil dari ledakan maha dahsyat dari erupsi gunung api.
5. Hidrologi
Berdasarkan Sistim Wilayah Sungai, Kabupaten Agam termasuk kedalam 3
(dua) Sistem Wilayah Sungai yaitu: SWS Arau, Kuranji, Anai, Mangau, Antokan
dan (AKUAMAN), SWS Masang Pasaman dan SWS Indragiri.
Berdasarkan pembagian wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Kabupaten Agam terdiri dari 8 Daerah Aliran Sungai yaitu :
DAS BatangTiku, DAS Andaman, DAS Mangau, DAS Antokan, DAS Masang
Kiri, DAS Masang Kanan dan DAS Batang Naras serta DAS Kuantan. Kabupaten
Agam memiliki Danau Maninjau yang terdapat di Kecamatan Tanjung Raya
dengan luas sekitar 94.5 km2. Sumber air lainnya adalah embung. Embung yang
besar di Kabupaten Agam berfungsi sebagai daerah tampungan air dan irigasi.
Potensi penyediaan air bersih di Kabupaten Agam saat ini cukup bervariasi, mulai
dari penggunaan air tanah dalam, air sungai, dan mata air. Penyediaan air bersih

8
yang dikelola Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Agam
menggunakan sistem perpipaan dan non perpipaan. Pelayanan air bersih yang
dikelola oleh PDAM dilakukan melalui sembilan unit pelayanan yang memiliki
cakupan pelayanan sekitar 31 persen penduduk di daerah pelayanan atau 9 persen
penduduk Kabupaten Agam. Untuk pelayanan SPAM perdesaan melalui sistem
perpipaan dan non perpipaan baru mencapai 4 persen dari daerah perdesaan yang
harus dilayani. Penyediaan air di Kabupaten Agam saat ini masih sangat kurang,
dilihat dari masih banyaknya warga yang memanfaatkan air sungai untuk
keperluan mandi/cuci/kakus.
C. Sejarah Kabupaten Agam
Agam mempunyai sejarah yang panjang dan komplit, baik di bidang
Pemerintahan maupun di bidang adat istiadat. Diawali dari Kerajaan Minangkabau
pada pertengahan abad ke-17, dimana rakyat Minangkabau telah memanggul senjata
untuk berontak melawan penjajahan Belanda. Pemerintahan Minangkabau yang
disebut Ranah Minang, dimana Kabupaten Agam tempo dulu, selain Sumatera Barat
juga termasuk daerah Limo Koto Kampar (Bangkinang) yang sekarang termasuk
Provinsi Riau, Daerah Kabupaten Kerinci (Sungai Penuh) sekarang termasuk Provinsi
Jambi dan sebagian daerah Tapanuli Selatan (Koto Napan) yang sekarang secara
administrasi berada di Propinsi Sumatera Utara.
Pemerintahan adat mencakup Luhak dan Rantau, dimana Pemerintahan
Wilayah Luhak terdiri dari Luhak Tanah Datar, Luhak Limo Puluah dan Luhak
Agam. Komisariat Pemerintahan Republik Indonesia di Sumatera yang berkedudukan
di Bukittinggi mengeluarkan peraturan tentang pembentukan daerah Otonom
Kabupaten di Sumatera Tengah yang terdiri dari 11 Kabupaten yang salah satunya
Kabupaten Singgalang Pasaman dengan ibukotanya Bukittinggi yang meliputi
kewedanan Agam Tuo, Padang Panjang, Maninjau, Lubuk Sikaping dan Kewedanaan
Talu ( kecuali Nagari Tiku, Sasak dan Katiagan).
Dalam masa Pemerintahan Belanda, Luhak Agam dirubah statusnya menjadi
Afdeling Agam yang terdiri dari Onder Afdeling Distrik Agam Tuo, Onder Afdeling
Distrik Maninjau dan Onder Afdeling Distrik Talu. Pada permulaan Kemerdekaan RI
tahun 1945 bekas Daerah Afdeling Agam dirubah menjadi Kabupaten Agam yang
terdiri dari tiga kewedanan masing-masing Kewedanaan Agam Tuo, Kewedanaan
Maninjau dan Kewedanaan Talu.

9
Dengan Surat Keputusan Gubernur Militer Sumatera Tengah No. 171 tahun
1949, daerah Kabupaten Agam diperkecil dimana Kewedanaan Talu dimasukkan ke
daerah Kabupaten Pasaman, sedangkan beberapa nagari di sekitar Kota Bukittinggi
dialihkan ke dalam lingkungan administrasi Kotamadya Bukittinggi. Keputusan
Gubernur Militer Sumatera Tengah tersebut dikukuhkan dengan Undang-undang No.
12 tahun 1956 tentang pembentukan Daerah Tingkat II dalam lingkungan Propinsi
Sumatera Tengah, sehingga daerah ini menjadi Daerah Tingkat II Kabupaten Agam.
Pada tanggal 19 Juli 1993 secara de facto, ibukota Kabupaten Agam telah
berada di Lubuk Basung yang dikuatkan dengan dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1998 tentang Pemindahan Ibukota
Kabupaten Daerah Tingkat II Agam Dari Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II
Bukittinggi Ke Kota Lubuk Basung Di Wilayah Kecamatan Lubuk Basung Kabupaten
Daerah Tingkat II Agam.
D. Adat Pernikahan
1. Marosok/Maresek
Awal dari sebuah perkawinan jika menjadi urusan keluarga,bermula dari
penjajakan, di minangkabau sendiri kegiatan ini di sebut dengan berbagai istilah
ada yang menyebut  maresek ada yang mengatakan marisiak, ada juga yang
menyebut marosok sesuai dengan dialek daerah masing-masing. Namun  arti dan
tujuanya sama yaitu melakukan penjajakan pertama. Jika mamak atau ayah ibunya
nampak memberikan respon yang baik. Maka angin baik ini segera disampaikan
kembali oleh si telangkai tadi kepada mamak dan ayah bunda pihak si gadis.
Urusan resek maresek ini tidak hanya berlaku dalam tradisi lama, tetapi juga
berlaku sampai sekarang baik bagi keluarga yang masih berada di sumatera barat
maupun bagi mereka yang sudah bermukim di rantau-rantau. Terutama tentu saja
bagi keluarga-keluarga yang keputusan-keputusan penting mengenai hidup dan
masa depan anak-anaknya masih tergantung kepada orang tua mereka. Untuk
kasus yang semacam ini, tentang siapa yang harus terlebih dahulu melakukan
penjajakan, tidaklah merupakan masalah karena disini berlaku hukum sesuai
dengan pepatah petitih :
sia marunduak sia bungkuak
sia malompek sia patah
tentulah dia yang harus mengalah

10
Sering kali resek maresek ini tidak selesai satu kali, tapi bisa berlanjut dalam
beberapa kali perundingan dan jika semuanya telah bersepakat untuk saling
menjodohkan anak/kemenakan masing-masing dan segala persyaratan untuk
itupun telah disetujui oleh pihak keluarga laki-laki dengan telangkai yang datang,
maka barulah langkah selanjutnya ditentukan untuk mengadakan pertemuan
secara lebih resmi oleh keluarga kedua belah pihak, acara inilah yang disebut
dengan acara maminang.
2. Maminang
Pada hari yang telah ditentukan, pihak keluarga perempuan yang akan
dijodohkan itu dengan dipimpin oleh mamak-mamaknya datang bersama-sama
kerumah keluarga calon laki-laki yang dituju. Lazimnya keluarga untuk acara
pertemuan  resmi pertama ini diikuti oleh ibu dan ayah pihak perempuan dan
diirngi oleh beberapa orang wanita yag patut-patut dari keluarganya dan biasanya
rombongan yang datang juga telah membawa seorang juru bicara yang mahir
berbasa-basi dan fasih berkata-kata, jika sekiranya si mamak sendiri bukan orang
yang ahli untuk itu.
Batuka tando secara harfiah artinya adalah bertukar tanda, dimana kedua belah
pihak keluarga yang telah bersepakat untuk saling menjodohkan
anak/kemenakanya, saling memberikan benda sebagai  tanda ikatan sesuai dengan
hukum perjanjian pertunangan menurut adat minangkabau yang berbunyi :
Batampuak lah buliah dijinjiang
Batali lah buliah diirik
Artinya : kalau tanda telah dipertukarkan dalam satu acara resmi oleh keluarga
kedua belah pihak, maka bukan saja antar laki-laki dan perempuan tersebut telah
ada keterikatan dan pengesahan masyarakat sebagai dua orang yang telah
bertunangan, tetapi juga antar kedua belah keluarga pun telah terikat untuk saling
mengisi adat dan terikat untuk tidak dapat memutuskan secara sepihak perjanjian
yang telah disepakati  itu.
Barang-barang yang dibawa waktu maminan yang utama adalah sirih pinang
lengkap. Apakah disusun dalam carano atau dibawa dengan kampia tidak menjadi
persoalan, yang penting sirih lengkap harus ada. Tidaklah disebut beradat sebuah
acara, kalau tidak ada sirih diketengahkan. Pada daun sirih yang akan dikunyah
menimbulkan dua rasa di lidah, yaitu pahit dan manis terkandung simbol-simbol
tentang harapan dan kearifan manusia dan kekurangan-kekurangan mereka.

11
3. Urutan Acara
Pembicaraan dalam acara maminang dan batuka tando ini berlangsung antara
mamak atau wakil dari pihak keluarga perempuan dengan mamak atau wakil dari
pihak keluarga laki-laki. Bertolak dari penjajakan-penjajakan yang telah dilakukan
sebelumnya ada 4 hal secara simultan yang dapat dibicarakan, dimufakati dan
diputuskan oleh kedua belah pihak saat ini, yaitu :
1) Melamar : menyampaikan secara resmi lamaran dari pihak keluarga
perempuan kepada pihak keluarga si pemuda
2) Batuka tando : mempertukarkan tanda ikatan masing-masing
3) Baretong : bermusyawarah tentang tata cara yang akan dilaksanakan nanti
dalam jemputan calon pengantin pria waktu akan dinikahan
4) Manakuak hari : menentukan waktu kapan niat itu akan dilaksanakan
Namun menurut yang lazim di kampung, jika acara maminang itu bukan
sesuatu yang sudah direkayasa oleh kedua keluarga sebelumnya, maka acara ini
akan berlangsung berkali-kali sebelum urutan ketentuan diatas dapat dilaksanakan
paling-paling pada pertemuan tersebut, pihak keluarga laki-laki menentukan
waktu kapan mereka memberikan jawaban atas lamaran itu.
4. Minta Izin/Mahanta Siriah
Bila seseorang laki-laki telah ditentukan jodoh dan hari perkawinannya, maka
kewajiban yang pertama menurut adat yang terpikul langsung Kediri orang yang
bersangkutan, ialah memberi tahu dan mohon doa restu kepada mamak-
mamaknya, kepada saudara-saudara ayahnya : kepada kakak-kakaknya yang telah
berkeluarga dan kepada orang-orang tua lainnya yang dihormati dalam
keluarganya.  Acara ini pada beberapa daerah di sumatera barat disebut minta izin
bagi pihak calon pengantin perempuan kewajiban ini tidaklah terpikul langsung
kepada calon anak daro, tetapi dilaksanakan oleh kaum keluarganya yang wanita
yang telah berkeluarga. Acaranya bukan disebut minta izin tapi mahanta siriah
atau menghantar sirih namun maksud dan tujuanya sama. Tugas ini dilaksanakan
beberapa hari atau paling lambat dua hari sebelum akad nikah dilangsungkan.
5. Tradisi Malam Baetong
Malam baetong dilaksanakan setelah resepsi perkawinan pada malam hari.
Pada saat malam baetong, ninik mamak, sanak-family dipanggil untuk
menghitung dana yang terkumpul saat resepsi.
Proses tradisi malam baetong, ialah :

12
a. Menghitung uang yang diperoleh dari masyarakat
Uang yang diperoleh dari masyarakat yang diundang dihitung semuanya pada
saat malam baetong oleh seluruh ninik mamak, baik uang yang disumbangkan
oleh tamu perempuan maupun uang yang disumbangkan oleh tamu laki-laki.
b. Menghitung uang yang diperoleh sanak family
Menghitung uang yang diperoleh dari sanak family merupakan proses yang
kedua setelah menghitung uang dari masyarakat yang bapanggia. Uang
tersebut dikelompokkan masing-masing, dengan tujuan supaya jelas sumber
uang yang diperoleh dari masing-masingnya oleh tuan rumah.
c. Menghitung pemberian dari bako
Menghitung pemberian dari bako baik pemberian berbentuk emas, uang,
kado (seprai, kain dan baju). Walaupun bako tersebut memberikan kepada
anak daro/mempelai perempuan pada siang hari, tetapi pemberian tersebut
tetap dihitung dan diumumkan pada saat malam baetong.
E. Adat Kelahiran
Dalam acara-acara adat seperti pelamaran, pernikahan, kelahiran,
pengangkatan datuk (pemimpin), pepatah petitih ini yang digunakan untuk
berkomunikasi disebut dengan "Pasambahan". Pasambahan makan adalah sebuah
dialog berbahasa Minang yang dilakukan oleh dua orang pilihan pada sebuah acara
tertentu dimana setiap katanya memiliki sajak yang khas dan tentunya sinkron dari
kata ke kata.  Dialog-dialog dalam pasambahan makan bukanlah dialog kosong tanpa
arah tujuan melainkan dalam dialog ini terdapat suatu maksud dan tujuan tertentu
seperti mempersilahkan para pihak tamu untuk menikmati makanan atau minuman
yang telah disajikan, memohon izin kepada tuan rumah untuk kembali kerumah
masing-masing setelah selesai jamuan makan
1. Pasambahan
Adat Minang sarat dengan formalitas dan interaksi yang dikemas sedemikian
rupa sehingga acara puncaknya tidak sah, tidak valid, jika belum disampaikan
dengan bahasa formal yang disebut pasambahan. Acara-acara adat, mulai dari
yang simple seperti mamanggia, yaitu menyampaikan undangan untuk menghadiri
suatu acara, hingga yang berat seperti pengangkatan seseorang menjadi Pangulu,
selalu dilaksanakan dengan sambah-manyambah. Sambah-manyambah di sini
tidak ada hubungannya dengan menyembah Tuhan, dan orang Minang tidak
menyembah penghulu atau orang-orang terhormat dalam kaumnya. Melainkan

13
yang dimaksud adalah pasambahan kato. Artinya pihak-pihak yang berbicara atau
berdialog mempersembakan kata-katanya dengan penuh hormat, dan dijawab
dengan cara yang penuh hormat pula. Untuk itu digunakan suatu varian Bahasa
Minang tertentu, yang mempunyai format baku. Format bahasa pasambahan ini
penuh dengan kata-kata klasik, pepatah-petitih dan dapat pula dihiasi pula dengan
pantun-pantun. Bahasa pasambahan ini dapat berbeda dalam variasi dan
penggunaan kata-katanya. Namun secara umum dapat dikatakan ada suatu format
yang standar bagi seluruh Minangkabau. Terkait dengan pasambahan, adat
Minang menuntut bahwa dalam setiap pembicaraan, pihak-pihak yang berbicara
ditentukan kedudukannya secara formal, misalnya sebagai tuan rumah, sebagai
tamu, sebagai pemohon, atau sebagai yang menerima permohonan.
F. Adat Kematian
Proses penyelenggaraan upacara kematian pada umumnya dimulai dari proses
penyelenggaraan jenazah yang terdiri atas memandikan, mengafani, menguburkan,
dan mendoakan jenazah. Untuk memperingati dan mendoakan orang yang telah
meninggal yang biasanya dilakukan pada hari pertama kematian hingga hari ke tujuh,
dan selanjutnya dilakukan pada hari ke-14, ke 40, ke-100.
Di Minangkabau banyak sekali tradisi, salah satunya yang masih melekat
sampai saat ini, yaitu makan bajamba yang awal mula nya berasal dari Luhak Agam,
Bukittinggi Baso. Makan bajamba atau makan barapak adalah tradisi makan dengan
cara duduk bersama-sama di dalam suatu ruangan yang dilakukan oleh
masyarakat Minangkabau. Masyarakat di Bukittingi, Baso yang merupakan daerah
yang masih kental dengan adat dan tradisinya sebagian besar masih melaksanakan
prosesi makan bajamba ini setiap acara-acara penting, baik itu dalam bentuk alek
gadang, acara-acara adat, menjamu tamu dari luar pulau, perayaan hari besar Islam,
bahkan acara kematian di Minangkabau juga ada makan bajamba. Pada saat makan
bajamba terdapat tata kerama atau adab-adabnya, pada saat duduk dari dulu sampai
sekarang perempuan selalu dianjurkan untuk bersimpuh atau dalam bahasa minang
nya basimpuah, yang melambangkan keanggunan wanita-wanita minang. Tidak lupa
juga bagi laki-laki cara duduk yang dianjurkan dengan baselo atau bersila. Selain adab
pada saat duduknya, masyarakat Minang pada saat makan bajambo juga banyak
adabnya, mendahulukan yang lebih tua dan muda menuangkan nasi dan lauk pauknya.
Dan apabila yang muda lebih dahulu selesai makannya mereka tidak akan mencuci

14
tangan karena menunggu yang lebih tua selesai dari makannya. Ini sebagai nilai
menghormati yang lebih tua, selalu menjaga sikap sopan santun.
Pada dasarnya setiap perwujudan tradisi dalam masyarakat menunjukkan
makna dibalik tradisi itu sendiri yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan
masyarakat. Biasanya diberikan melalui simbol-simbol dalam ritual yang dalam
masyarakat Minang. Pelaksanaan tradisi ini tidak hanya makan bersama, tetapi juga
memiliki makna tertentu dalam kehidupan pribadi serta kehidupan sosial dan
sebenarnya sangat berharga bagi kehidupan manusia. Begitu pula dengan tradisi
makan bajamba yang diterapkan masyarakat (Mardimin, 1994: 3).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pelaksanaan tradisi makan
bajamba dilakukan setelah pelaksanaan upacara kematian menurut ajaran Islam yakni
pada menujuh hari yaitu pada siang harinya setelah acara mambatu kubua (batagak
batu), dan pada malam harinya setelah mendoa (batamaik kaji). Makna simbolik/nilai
yang terkandung dalam tradisi makan bajamba yaitu adanya rasa
kebersamaan/kekompakkan, terjalinnya hubungan silaturahmi, dan nilai gotong
royong. Pergeseran tradisi makan bajamba terletak dari jumlah jamba yang dibuat.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tradisi makan bajamba dalam upacara
kematian tetap dipertahankan oleh masyarakat di Kenagarian Salo Kecamatan Baso
Kabupaten Agam karena merupakan warisan budaya dari nenek moyang. Bagi
masyarakat dan generasi muda hendaknya melaksanakan tradisi makan bajamba ini
secara sederhana tanpa mengurangi rasa kebersamaan dan kekompakan.
G. Norma dan Nilai-nilai yang dianut Masyarakat
Norma berupa aturan-aturan yang sangat esensial bagi kehidupan yang tertib
aman dan damai. Aturan-aturan itu antara lain mengatur hubungan antara wanita dan
pria, aturan mengenai harta kekayaan, yang menjadi tumpuan kehidupan manusia,
norma-norma tentang tata krama pergaulan dan sistim kekerabatan. Di Minangkabau
masyarakat berpedoman kepada “Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”.
Adat Minangkabau disandarkan kepada syarak agama Islam, syarak disandarkan
kepada kitabullah Quran. Berlaku lurus, jujur, benar dan adil ukurannya adalah adat
dan syarak itu. Adat dan agama dalam Minangkabau selalu beriringan, adanya adat
untuk selalu mengingatkan masyarakat dalam agama (Zulkarnaini, 1984: 52).
Masyarakat Minangkabau secara tradisional memiliki prinsip yang mengatur
hidup dan kehidupan bermasyarakat. Prinsip adat minangkabau itu ialah Alam
Takambang Jadi Guruyang berarti masyarakat Minangkabau telah melibatkan alam

15
sebagai bagian dari kehidupan mereka, mereka belajar dari alam untuk kemudian
menjadikan sebagian inspirasi bagi prinsip hidup dari kehidupannya.
H. Tradisi Khusus
1. Tambua Tansa

Khusus tambua tansa, keberadaannya sangat akrab dengan acara pesta rakyat.
Bahkan, acara resmi pemerintah juga sering diramaikan dengan penampilan
tambua tansa. Pada umumnya tambua tansa berkembang di seluruh nagari di
Kabupaten Agam. Namun perkembangannya yang paling pesat terdapat di
kawasan salingka Danau Maninjau, dan Kecamatan Lubuk Basung.
Tansa merupakan tambua berukuran kecil, dan dipukul dengan dua bilah rotan
khusus. Fungsinya sebagai komando bagi penabuh tambua. Penabuh tansa
merupakan pimpinan kelompok tambua, dan ialah yang menentukan jenis
lagu/irama apa yang akan dimainkan. Sedangkan tambua terbuat dari pokok kayu
tertentu yang dilubangi. Ukurannya bermacam-macam. Ada yang besar, dengan
diameter sekitar 50 sampai 60 cm. Tambua jenis ini disebut tambua gadang.
Tambua dengan diameter 25 sampai 30 cm, disebut tambua kaciak (tambur kecil).
Jumlah tambua dalam suatu kelompok biasanya 6 sampai 12.
Tambua tansa bisa berfungsi untuk mengumpulkan orang banyak. Biasanya,
pada acara gorongroyong pembangunan jalan, atau pembangunan fasilitas umum
lainnya, jasa tambua tansa. Biasanya, pimpinan kelompok, atau pimpinan nagari

16
menampilkan tambua tansa di lokasi gotong royong pada pagi hari. Gemuruh
bunyi tambua tansa akan memanggil wajib goro cepat-cepat mendatangi lokasi.
Setelah goro dimulai, jasa tambua tansa masih dibutuhkan untuk memberi
semangat kepada mereka yang tengah bekerja. Biasanya, iramanya bersemangat,
dan diiringi bunyi pupuik batang padi, dan sorak-sorai mereka yang bekerja.
Dengan demikian rasa letih dan panas tidak dirasakan.
Dalam alek (pesta) perkawinan, tambua tansa begitu penting, sebagai
penyemarak suasana. Suasana alek akan terasa hambar tanpa gemuruhnya bunyi
tambua tansa. Tambua tansa juga dimanfaatkan untuk menyambut tamu
kehormatan. Biasanya dalam kunjungan pejabat ke nagari, seperti bupati, wakil
bupati, Kapolres, gubernur, camat, dan lainnya.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kabupaten Agam terletak pada kawasan yang sangat strategis, dimana dilalui
jalur Lintas Tengah Sumatera dan Jalur Lintas Barat Sumatera dan dilalui oleh Fider
Road yang menghubungkan Lintas Barat, Lintas Tengah dan Lintas Timur Sumatera
yang berimplikasi pada perlunya mendorong daya saing perekonomian, pentingnya
memanfatkan keuntungan geografis. Salah satu tradisi masyarakat agam yang melekat
sampai saat ini ialah makan bajamba. Makan bajamba atau makan barapak adalah
tradisi makan dengan cara duduk bersama-sama di dalam suatu ruangan yang
dilakukan oleh masyarakat Minangkabau. Norma dan nilai yang dianut berpedoman
kepada “Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”. Adat Minangkabau
disandarkan kepada syarak agama Islam, syarak disandarkan kepada kitabullah
Quran.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun. Selain itu penulis harapkan kepada pembaca agar bisa menjadikan
makalah ini sebagai bahan bacaan yang tujuannya ingin memahami tentang materi
yang telah dijelaskan. Sekian terima kasih.

18
DAFTAR PUSTAKA

Armaini, dkk. 2004. Budaya Alam Minangkabau untuk sd kelas 4,5,6. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Abdurahman. 2011. Nilai-nilai Budaya dalam Kaba Minangkabau. Padang: UNP Press.
Djamaris, Edwar. 2002. Pengantar Sastra Rakyat Miangkabau. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Marni, dkk. 2014. Fungsi Malam Baetong dalam Upacara Perkawinan Bagi Masyarakat
Tiku Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam. Jurnal Online.
https://docplayer.info/59078907-Fungsi-malam-baetong-dalam-upacara-perkawinan-
bagi-masyarakat-tiku-kecamatan-tanjung-mutiara-kabupaten-agam.html

19

Anda mungkin juga menyukai