Anda di halaman 1dari 7

RPS 8

Pelaporan Korporat
“Imbalan Kerja, Provisi, dan Kontinjensi”

Oleh:

Ida Bagus Pramayoga (2007612005)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021
8.1 Imbalan Kerja Jangka Pendek
PSAK 24 mendefinisikan imbalan kerja jangka pendek sebagai imbalan kerja yang
diperkirakan akan diselesaikan seluruhnya dalam waktu dua belas bulan setelah akhir periode
pelaporan saat pekerja memberikan jasa terkait. Berdasarkan PSAK 24, imbalan kerja jangka
pendek meliputi:
1. Upah, gaji, dan iuran jaminan social;
2. Cuti tahunan berbayar dan cuti sakit bayar;
3. Program bagi laba dan bonus; dan
4. Imbalan nonmoneter;
Akuntansi untuk imbalan kerja jagka pendek biasanya cukup jelas karena tidak ada
asumsi aktuaria dan perhitungannya tidak dilakukan dengan dsasar diskonto. Imbalan kerja
jangka pendek diakui sebagai beban ketika pekerja telah memberikan jasanya kepada entitas
entitas, dan;
1. Apabila ada bagian yang belum dibayarkan maka akan diakui sebagai Liabilitas
(beban terakru); atau
2. Apabila jumlah yang telah dibayar melebihi jumlah imbalan, maka kelebihan tersebut
akan diakui sebagai aset (biaya dibayar dimuka).

8.1.1 Cuti Berbayar


Cuti berbayar adalah kompensasi yang diberikan Entitas kepada karyawan; dan
terbagi menjadi dua kategori:
1. Cuti berbayar diakumulasi, yaitu apabila hak cuti periode berjalan yang belum
digunakan dapat diakumulasikan dan digunakan di periode mendatang.
2. Cuti berbayar tidak akumulasi, yaitu apabila hak cuti periode berjalan akan hangus
apabila tidak digunakan di periode berjalan

8.1.2 Program Bagi Laba dan Bonus


Entitas mengakui biaya ekspektasian atas pembayaran bagi laba dan bonus jika, dan
hanya jika:
1. Terdapat kewajiban hukum atau kewajiban konstruktif atas pembayaran tersebut
2. Kewajiban tersebut dapat diestimasi secara andal
Terkadang entitas tidak menyatakan dalam kontrak kerja dengan pekerja bahwa aka
nada pembayaran bonus atau gaji ke-13. Namun setiap tahunnya entitas selalau
membayarkannya. Hal ini menyebabkan timbulnya kewajiban konstruktif karena tidak
ada hal realistis lain yang dapat dilakukan selain membayar bonus gaji ke-13 tersebut.
8.2 Imbalan Pasca Kerja
PSAK 24 mendefiniskan imbalan pascakerja sebagai imbalan kerja yang terutang setelah
pekerja menyelesaikan masa kerjanya. Dari sisi pembayaran iuran, imbalan pascakerja
dikelompokan menjadi:
1. Program iuran, terjadi saat pemberi kerja dan pekerja sama-sama memberikan
kontribusi iuran kepada dana pension.
2. Program noniuran, program noniuran terjadi pada saat hanya pemberi kerja yang
memberikan kontribusi iuran kepada dana pension.
Secara umum, berdasarkan manfaat yang akan diteruima pekerja, imbalan pascakerja
diklasifikasikan menjadi:
1. Program iuran pasti
2. Program imbalan pasati

8.2.1 Program Iuran Pasti


Program iuran pasti didefiniskan sebagai imbalan pascakerja dimana pemberi kerja
membayar iuran kepada suatu entitas terpisah dan tidak memiliki kewajiban hukum atau
konstruktif untuk membayar iuran lebih lanjut jika dana tidak memiliki aset yang cukup
untuk membayar seluruh imbalan terkait jasa yang diberikan pekerja. Penggunaan
program iuran pasti mengakibatkan kewajiban hukum dan konstruktif yang dimiliki oleh
pemberi kerja hanya terbatas pada jumlah iuran yang disepakati.
8.2.2 Program Imbalan/Manfaat Pasti
Program imbalan pasti didefiniskan sebagai program imbalan pascakerja selain
program iuran pasti. Penggunaan program ini memberikan jaminan kepada pekerja terkait
jumlah menfaat yang akan diterima di akhir masa kerja. Program imbalan pasti mungkin
didanai sepenuhnya atau sebagainya, dan mungkin juga tidak didanai, oleh iuran entitas.
Pendanaan adalah penyerahan aset kepada entitas yang disebut dana pension, yang
terpisah dari entitas untuk tujuan memenuhi kewajiban yang timbul dari program manfaat
pension.
8.2.3 Kondisi di Indonesia
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan mengatur hubungan
antara pemberi kerja dan pekerja yang diantaranya menjadi ruang lingkup PSAK 24,
yaitu:
1. Perlindungan, pengupahan, dan kesejahteraan tenaga kerja
2. Pemutusan hubungan kerja
UU 13/2003 pasal 156 mengatur besarnya pesangon, penghargaan, dan penggantian
hak yang wajib dibayarkan pemberi kerja kepada pekerja untuk berbagai jenis pemutusan
hubungan kerja.
8.2.4 Akuntasni Untuk Program Imbalan Pasti
Akuntasi untuk program imbalan pasti memang memiliki kompleksitas yang juah
lebih tinggi dari pada akuntansi untuk program iuran pasti. Hal ini disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya:
1. Perhitungan estimasi manfaat yang akan diterima sesuai dengan UU No. 13 Tahun
2003
2. Penggunaan Teknik dan diskonto actuarial, khususnya metode Project Unit Credit
(PUC)
3. Penggunaan asumsi demografi, seperti: tingkat mortalitas, perputaran pekerja,
pergantian karyawan, pension dini, klaim Kesehatan, dll
4. Penggunaan asumsi keuangan, berdasarkan estimasi pasar, seperti: tingkat
diskonto dan imbalan hasil, gaji masa depan dan tingkat manfaat, biaya Kesehatan
masa depan, dll.
Dari sisi pencatatan akuntansinya, beberapa akun dalam komponen Laporan
Keuangan berikut ini akan terpengaruh dengan transaksi program imbalan pasti:
1. Laporan posisi keuangan  aset/liabilitas imbalan pasti, yang dihitung sebagai
selisih dari:
a. Nilai kini kewajiban imbalan pasti, dengan
b. Nilai wajar aset program setelah disesuikan dengan dampak batas atas aset

2. Laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain


a. Diakui dalam laporan laba rugi periode berjalan:
b. Diakui sebagai penghasilan komprehensif lain adalah komponen pengukuran
kembali liabilitas imbalan pasti.

8.3 Imbalan Kerja Jangka Panjang Lain


Imbalan kerja jangka panjang lain didefiniskan sebagai seluruh imbalan kerja selain
imbalan kerja jangka pendek, imbalan pascakerja, dan pesangon. Contoh imbalan kerja yang
diklasifimasikan sebagai imbalan kerja jangka panjang lain adalah: bagi laba dan bonus,
imbalan cacat permanen, cuti besar, penghargaan masa kerja, dan renumerasi tangguhan.
8.4 Pesangon
Pesangon didefinisikan sebagai imbalan yang diberikan dalam pertukaran atas
penghentian perjanjian kerja seabgai akibat pemberhentian pekerja sebelum usai purna karya
normal atau keputusan pekerja menerima tawaran imbalan seabgai pertukaran penghentian
perjanjian kerja. Pesangon diakui pada tanggal lebih awal antara:
1. Ketika tidak dapat lagi menarik tawaran tersebut; atau
2. Pengakuan biaya restrukturisasi PSAK 57
Kondisi “ketika tidak dapat lagi menarik tawaran penghentian perjanjian kerja” adalah
saat telah dikomunikasikan ke pekerja yang terkena dampak, dan memenuhi kriteria:
1. Kecil kemungkinan perubahan signifikansi atas program tersebut;
2. Program mengidentifikasikan jumlah pekerja yang akan dihentikan, klasifikasi
pekerjaan/fungis, dan lokasinya, serta tanggal penyelesaian; dan
3. Program membuat detail yang memadai sehingga pekerja dapat menentukan jenis dan
jumlah imbalan yang akan diterima.
Pesangon diukur pada nilai nominal jika akan diselesaikan dalam waktu 12 bulan dan
akan diukut pada nilai kini jika akan diselesaikan lebih dari dua belas bulan.
8.5 Pengakuan Provisi dan Kontijensi
Provisi adalah liabilitas yang waktu dan jumlahnya belum pasti. Provisi diakui jika 3
kondisi di bawah ini terpenuhi:
1. Entitas memiliki kewajiban kini sebagai akibat peristiwa masa lalu
2. Kemungkinan besar penyelesaian kewajiban tersebut mengakibatkan arus keluar
sumber daya yang mengandung manfaat ekonomik; dan
3. Estimasi yang andal mengenai jumlah kewajiban tersebut dapat dibuat.
Entitas tidak diperkenankan mengakui liabilitas kontinjensi. Liabilitas kontinjensi tidak
diakui namun disyaratkan untuk diungkapkan dalam catatan atas laporan keuagam, kecuali
jika kemungkinan kecil terjadi atus kelaur manfaat ekonomik.
8.6 Pengukuran Provisi dan Kontijensi
Dasar pengukuran untuk provisi adalah berdasarkan hasil estimasi terbaik pengeluaran
yang diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban kini pada akhir periode pelaporan.
Estiamasi hasil dan dampak keuangan ditentukan dengan pertimbangan manajemen entitas
dilengkapi dengan pengalaman mengenai transaksi serupa. Jika provisi yang sedang diukut
menyangkut populasi yang terdiri dari sejumlah besar unsur, kewajiban ditentukan dengan
meningbang berbagai kemungkinan hasil berdasarkan porbilitas terkait. Metode estimasi
statistic ini dikenal sebagai “nilai yang diharapkan”. Kewajiban diestimasi akan berbeda
karena bergantung pada kemungkinan terjadinya kerugian pada tingkat tertentu, misalnya
60% atau 90%. Jika hasil yang timbul berwujud suatu rentang yang berkesinambungan, dan
setiap titik dalam rentang tersebut mempunyai kemungkinana terjadi yang sama, maka yang
digunakan adalah nilai tengan rentang tersebut.
8.7 Pengukuran Provisi dan Kontijensi
Jika sebagian atau seluruh pengeluaran untuk menyelesaikan provisi diganti oleh pihak
ketiga, penggantian itu diakui hanya pada saat timbul keyakinan bahwa penggantian pasti
diterima pada saat entitas menyelesaikan kewajibannya. Penggantian tersebut diakuai sebagai
aset yang terpisah. Jumlah yang diakui sebagai penggantian tidak bileh melebihi nilai provisi.
Dalam laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif, beban yang berkairan dengan provisi
dapat disajikan secara neto setelah dikurangi jumlah yang diakui sebagia penggantiannya.
Provisi ditelaah setiap akhir periode pelaporan dan disesuaikan unutk mencerminkan estimasi
terbaik yang paling kini. Jika arus keluar sumber daya untuk menyelesaikan untuk
mencerminkan estimasi terbaik yang paling kini. Jika arus keluar sumber daya untuk
menyelesaikan kewajiban kemungkinan ebsar tidak terjadi, maka provisi tersebut dibatalkan.
Provisi hanya dapat digunakan untuk pengeluaran yang behubungan langsung dengan tujuan
pembetukan provisi tersebut.
8.8 Penerapan Aturan Pengakuan dan Pengukuran
Beberapa pengaturan yang berkaitan dengan provisi adalah sebagia berikut:
1. Provisi tidak boleh diakui untuk kerugian operasi
2. Jika entitas terikat dalam suatu kontrak memberatkan, maka kewajiban kini menurut
kontrak tersebut diukur dan diakui sebagai provisi
3. Jika terjadi restrukturisasi di entitas, provisi terkait restrukturisasi hanya mencakup
pengeluaran langsung timbul dari restrukturisasi, yaitu yang memenuhi keuda
persyaratan berikut ini: a). benar-benar harus dikeluarkan dalam rangka
restrukturisasi; dan b) tidak terkait dengan aktivitas yang masing berlangsung pada
entitas.

8.9 Pengungkapan Provisi dan Kontijensi


Kewajiban pengungkapan untuk setiap jenis provisi adalah sebagai berikut:
1. Nilai tercatat pada awalh dan akhir periode;
2. Provisi tambahan yang dibuat dalam periode berangkutan, termasuk peningkatan
jumlah provisi yang ada;
3. Jumlah yang digunakan, yaitu jumlah yang terjadi dan dibebankan pada provisi
selama periode berangkutan;
4. Jumlah yang belum digunakan yang dibatalkan selama periode berangkutan; dan
5. Peningkatan, selama periode yang berangkutan, dalam nilai kini yang timbul karena
berlalunya waktu dan dampak dari setiap perubahan tingkat diskonto.
6. Uraian singkat menganai karakteristik kewajiban dan perkuraan saat arus keluar
manfaat ekonomik terjadi;
7. Indikasi mengenai ketidakpastian saat atau jumlah arus keluar tersebut jika
diperlakukan dalam rangka meyediakan informasi yang memadai, entitas harus
mengungkapkan asumsi utama yang mendasari prakiraan peristiwa masa depan
8. Jumlah estimasi penggantian yang akan diterima dengan menyebutkan jumlah aset
yang telah diakui untuk estimasi penggantian tersebut
Kewajiban pengungkapan untuk liabilitas kontijensi adalah mengenai uraian ringkas
mengenai karakteristik kewajiban kontijensi, dan jika praktis mengungkapkan juga sebagai
berikut:
1. Estimasi dari dampak finansialnya
2. Indikasi tentang ketidakpastian yang terkait dengan jumlah atau waktu arus keluar
sumber dyaa; dan
3. Kemungkinan penggantian pihak ketiga
Untuk aset kontijensi, persyaratan pengungkapan dalam kondisi kemungkinan besar
terjadi, yaitu ungkapan mengenai uraian singkat karakteristik aset kontijensi dan jika praktis,
estimasi dampak keuangannya.
Referensi
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2021. Modul Chartered Accountant: Pelaporan Korporat.
Jakarta: Penulis.

Anda mungkin juga menyukai