1. Kehadiran (>75%)
2. Masuk link kuliah sesuai jadwal, toleransi keterlambatan yang diizinkan 5 menit setelah
link dibuka
3. Penilaian
- 10 % kehadiran
- 10% tugas
- 20% keaktifan
- 20% kuis
- 40% UTS
Capaian Pembelajaran Mata Kuliah
Obat
• Liberasi
Fase Biofarmasetika • Disolusi
• Absorpsi
Fase
Farmakodinamik
Fase Biofarmasetika dipengaruhi oleh:
•Sifat fisikokimia zat aktif
•Dosis dan frekuensi pemberian obat
•Rute pemberian obat
•Bentuk sediaan
Sifat fisikokimia obat
Kelarutan
BCS
(Biopharmaceutical Classification System)
Permeabilitas
Ukuran partikel
Bentuk asam, basa, garam
Bentuk kristal
Koefisien partisi (Log P)
dll
Physicochemical Properties for Consideration in
Product Design
pKa & pH Necessary for optimum stability & solubility of
profile the final product
Particle Size May affect the solubility of the drug & therefore
the dissolution rate of the product
dW D A
= (Cs − C )
dt h
C = Jumlah zat aktif terlarut dalam waktu t dan dalam volume total
pelarut
▪ Namun karena membran terdiri dari fase lemak dan air, maka
nilai koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah
maka hal tersebut merupakan hambatan pada proses difusi zat
aktif
▪ Proses difusi merupakan tahap awal perlintasan
membran.
▪ Molekul zat aktif akan bergerak akibat adanya
perbedaan konsentrasi, yang menyebabkan terjadinya
perpindahan (transfer) molekul ke sisi yang lain.
▪ Difusi pasif merupakan proses molekul berdifusi secara spontan dari suatu daerah
konsentrasi tinggi ke suatu daerah konsentrasi rendah.
▪ Proses adalah pasif karena tidak ada energi eksternal yang dikeluarkan. Difusi pasif
merupakan proses absorpsi utama untuk sebagian besar obat. Menurut hukum difusi
Fiks, molekul obat berdifusi dari daerah dengan konsentrasi obat tinggi ke daerah
konsentrasi obat rendah
▪ Obat yang terionisasi mengandung suatu muatan dan lebih larut air dibandingkan
dengan obat tak terionisasi yang lebih larut lipid.
Transport aktif
Mekanisme ▪ Transport aktif adalah proses transmembran yang diperantarai oleh pembawa.
Absorpsi ▪ Transpor obat ditandai dengan transpor obat melawan perbedaan konsentrasi
(seperti dari daerah dengan konsentrasi obat yang rendah ke daerah dengan
konsentrasi obat yang tinggi). Oleh karena itu proses ini memerlukan energi.
▪ Pada proses ini molekul pembawa akan mengikat dan membentuk kompleks
dengan obat dan membawa obat melewati membran dan kemudian melepaskan
obat di sisi lain dari membrane.
▪ Pada proses ini obat bergerak oleh karena perbedaan konsentrasi dari
daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi rendah.
▪ Sistem ini tidak memerlukan masukan energi, dan dapat menjadi jenuh, dan
secara struktur selektif bagi obat tertentu
Transpor vesikular
▪ Molekul-molekul yang sangat kecil (seperti air, urea, gula) dapat melintasi
membran sel secara cepat, jika membran mempunyai celah atau pori.
▪ Bila obat terion dihubungkan dengan suatu ion dengan muatan yang
berlawanan, maka terbentuk pasangan ion yang membentuk kompleks
netral.
TABLET SALUT
PELARUTAN PENYALUT
DISINTEGRATION I
GRANUL
DISINTEGRATION II (LIBERATION)
POWDER (DRUG AND EXIPIENT)
Mekanisme penghancuran Tablet
➢ Gerakan segmentasi
➢ Gerakan peristaltik
➢ Gerakan penduler (pada lengkungan usus)
USUS BESAR (KOLON)
Penggetahan: kurang
Konsistensi: sangat kental sampai pasta
pH: 7,5 – 8
Mengandung flora yang mengasilkan penisilinase dan zat-zat
yang dapat meningkatkan absorpsi vitamin tertentu.
FAKTOR-FAKTOR FISIOLOGIYANG
MEMPENGARUHI ABSORPSI OBAT (ORAL)
1. Fisiologi GIT
- Lambung mempunyai luas permukaan absorpsi yang lebih kecil
dibandingkan dengan usus halus
- Mukosa lambung dapat menyerap obat yang diberikan secara per oral, dan
tergantung keadaan, lama kontak terjadinya absorpsi, dan bentuk tak
terion
- Usus halus mempunyai permukaan absorpsi 40-50 m2.
- Penyerapan pasif dapat terjadi secara kuat pada daerah tertentu tanpa
mengabaikan peranan pH
2. Lingkungan dalam luminal
a. pH GIT
pH GIT dapat mempengaruhi absorpsi obat dengan cara :
(1) mempengaruhi stabilitas kimia obat dalam lumen, contohnya penisilin G dan
eritromisin.
(2) mempengaruhi disolusi dan absorpsi obat, misalnya obat-obat yang bersifat eletrolit
lemah
b. Enzim-enzim luminal
Enzim utama yang ditemukan dalam cairan lambung adalah lipase, amilase, protease
yang dikeluarkan dari pancreas ke dalam usus halus.
>> Protein dan protease bertanggung jawab untuk mencernakan obat-obat protein dan
peptide di dalam lumen
>> Lipase dapat mempengaruhi pelepasan obat/bentuk sediaan yang mengandung lemak
>> Enzim-enzim yang dikeluarkan oleh bakteri yang terdapat pada usus besar dapat
mengaktivasi prodrug menjadi bentuk aktif nya, contohnya sulfasalazin
3. Adanya penyakit dan kerusakan fisiologi
- Penyakit lokal pada saluran cerna dapat mempengaruhi pH
lambung yang akan mempengaruhi stabilitas, disolusi, dan absorpsi
obat
- Gastrektomi parsial atau total dapat menghasilkan obat mencapai
duodenum lebih cepat dibandingkan dengan individu normal,
sehingga akan meningkatkan kecepatan absorpsi obat yang diserap
di usus halus
4. Waktu pengosongan lambung
>>Yaitu waktu yang dibutuhkan obat untuk melintasi lambung
>> Disebut juga dengan istilah gastric residence time, gastric emptying
time or gastric emptying rate
>> Umumnya obat diserap lebih baik di usus halus (karena luas
permukaannya lebih besar) daripada di lambung, oleh karena itu
semakin cepat waktu pengosongan lambung akan meningkatkan
penyerapan obat.
>> Misalnya, korelasi yang baik telah ditemukan antara waktu
pengosongan lambung dan konsentrasi plasma puncak untuk
asetaminofen. Semakin cepat pengosongan lambung (waktu
pengosongan lambung lebih pendek) semakin tinggi konsentrasi
plasma
>> Pengosongan lambung yang lebih lambat juga dapat menyebabkan
peningkatan degradasi obat di bagian lambung (pH yang lebih
rendah), contohnya L-dopa.
FAKTOR-FACTOR YANG MEMPENGARUHI
WAKTU PENGOSONGAN LAMBUNG
1. Viskositas
Laju pengosongan lebih besar untuk larutan yang kurang kental
2. Keadaan emosi
- Keadaan emosional yang stres meningkatkan kontraksi dan laju
pengosongan lambung
- Depresi mengurangi kontraksi dan pengosongan lambung
3.Keadaan penyakit
- Laju pengosongan lambung berkurang dalam: Beberapa pasien diabetes,
hipotiroidisme
- Kecepatan pengosongan meningkat pada: hipertiroidisme
4. Jenis makanan
Makanan berlemak, karbohidrat dapat menurunkan waktu
pengosongan lambung
5. Obat-obatan
Narkotik, antikolinergik, analgesic dapat menurunkan waktu
pengosongan lambung
5. Usia
- Saluran cerna pada bayi dan anak-anak, sebagian
system enzimnya belum berfungsi sempurna sehingga
dapat terjadi dosis-lebih pada zat aktif tertentu akibat
penyerapan yang tidak sempurna
- Pada pasien lansia, terjadinya penurunan penyerapan
dan kecendrungan menurunnya HCl lambung sehingga
mengurangi penyerapan asam lemah
BIOFARMASETIKA
DAN
FARMAKOKINETIKA
Dr. apt. Wira Noviana Suhery, M. Farm
PENGARUH PENYAKIT PADA ABSORPSI
OBAT
• Absorpsi obat dapat dipengaruhi oleh beberapa penyakit yang
menyebabkan perubahan pada :
1. Aliran darah intestinal
2. Motilitas saluran cerna
3. Perubahan dalam waktu pengosongan lambung
4. pH lambung yang mempengaruhi kelarutan obat
5. pH lambung yang mempengaruhi tingkat ionisasi
6. Permeabilitas dinding usus
7. Sekresi empedu
8. Sekresi enzim pencernaan
9. Perubahan flora normal GI
• Penelitian farmakokinetika yang membandingkan subjek dengan dan
tanpa penyakit pada umumnya perlu untuk menetapkan pengaruh
penyakit pada absorpsi obat.
• Beberapa contoh pengaruh penyakit terhadap absorpsi obat
1. Penyakit Parkinson : Menurunkan motilitas pencernaan >> absorpsi
buruk
2. Pasien dengan antidepresan trisiklik (imipramine, amitriptilin, dan
nortriptilin) dan obat antipsikotik (fenotiazin) >> efek samping
antikolinergik >> penurunan motilitas saluran cerna atau bahkan
obstruksi intestinal >> penundaan absorpsi obat
3. Pasien akhlorhidria >> tidak mempunyai produksi asam lambung
yang memadai >> HCl lambung penting untuk kelarutan basa
bebas yang tidak larut
4. Pasien HIV/AIDS >> rentan terhadap gangguan saluran
cerna
5. Pasien gagal jantung kongestif (CHF) dengan edema
tetap >> mengalami penurunan aliran darah
splanchnis dan mengalami edema pada dinding
perut. Disamping itu terjadinya penurunan aliran
darah ke usus dan penurunan motilitas intestinal >>
penurunan absorpsi obat
6. Penyakit Crohn (peradangan dari usus halus distal dan
kolon) >> penebalan dindng usus >> penurunan luas
permukaan absorpsi
BIOAVAILABILITAS
• Kemanjuran obat secara klinik sukar untuk ditentukan
secara kuantitatif karena variasi respon yang diberikan oleh
pasien sangat besar sehingga diperlukan jumlah pasien
yang sangat banyak dan biaya yang sangat besar
𝐹𝐷
AUC =
𝐾𝑉𝑑
• Faktor obat
• Faktor subjek
• Faktor rute pemberian
• Faktor interaksi obat/makanan
• Metode untuk penilaian bioavailabilitas
1. Konsentrasi obat dalam plasma
- tmaks
- Cmaks
- AUC
2. Eksresi obat melalui urin
- Du (Jumlah kumulatif obat yang diekskresikan dalam urin
- dDu/dt (Laju eksresi obat dalam urin)
- t (Waktu untuk terjadi ekskresi obat maksimum dalam urin)
3. Efek farmakodinamik akut
4. Pengamatan klinis
5. Studi in vitro (Uji disolusi)
CONTOH SOAL
• Bioavailabilitas suatu obat yang baru diteliti dipelajari pada 12
sukarelawan. Tiap sukarelawan menerima satu tablet oral
mengandung 200 mg obat. 5 mL larutan air murni mengandung 200
mg obat, atau injeksi i.v bolus tunggal mengandung 50 mg obat.
Sampel plasma diperoleh secara berkala sampai 48 jam setelah
pemberian obat, kemudian ditetapkan konsentrasinya. AUC rata-rata
(0-48 jam) dinyatakan dalam table dibawah ini. Dari data ini hitunglah
: (a) bioavailabilitas relative tablet dibandingkan dengan larutan oral,
dan (b) bioavailabilitas absolut obat dari tablet.
Produk obat Dosis (mg) AUC (g jam/mL) Simpangan baku
Larutan IV 0,2 20
T Cp AUC0-t
0 0
0,5 54 13,5
1 62 29
2 42 52
3 23 32,5
4 10 16,5
6 6 16
AUC0-6 159,5
AUC AUC0-t
AUC0-1 62,5
AUC1-2 117,5
AUC2-3 103
AUC3-4 90,5
AUC4-6 151
AUC6-9 166,5
AUC9-12 114
AUC12-15 78,75
AUC0-15 883,75
Kurva laju ekskresi obat dalam urin vs waktu
BIOAFARMASETIKA DAN
FARMAKOKINETIKA
Dr. apt. Wira Noviana Suhery
BIOEKIVALENSI
c. Kriteria inklusi/eksklusi
d. Batasan/larangan
5. Prosedur klinik
a. Dosis dan pemakaian obat
b. Jadwal pengambilan sampel dan prosedur penanganan
c. Aktivitas subyek
6. Pertimbangan etik
a. Prinsip dasar
b. Dewan peninjau ulang institusional
c. Informed consent
d. Indikasi subyek terputus
e. Reaksi merugikan dan prosedur darurat
7. Fasilitas
8. Analisis data
a. Prosedur validasi analitik
b. Perlakukan statistic pada data
9. Pertanggungjawaban obat
10. Apendiks
Metode analitik
Produk uji (test = T) dan produk pembanding (reference = R) dikatakan bioekivalen jika :
a. Rasio nilai rata-rata geometrik (AUC)T/(AUC)R*=1.00
dengan 90% CI =80-125%
Untuk obat- obat dengan indeks terapi yang sempit, nilai 90% CI = 90-111%
b. Rasio nilai rata-rata geometrik (Cmax)T/(Cmax)R juga = 1.00
dengan 90% CI = 80-125%.
Oleh karena Cmax, lebih bervariasi dibanding AUC, maka interval yang lebih lebar misal
75-133% atau 70- 143% (untuk obat-obat dengan variabilitas tinggi)
c. Perbandingan tmax dilakukan hanya jika ada claim yang relevan secara klinik mengenai
pelepasan atau kerja yang cepat atau adanya tanda-tanda yang berhubungan dengan
efek samping obat
Data Tmaks biasanya dilakukan uji Wilcoxon berpasangan dari data asli dengan batas
kebermaknaan 5%.