Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH STUDI KASUS

GERD

Disusun oleh:

Febyola Sascia A.K 191148201082


Fredy Rinaldi 191148201083
Katharina Kening Weking 191148201080
Jenly Adinata 191148201090
Armiel Jerri Manggribeth 191148201068
Imanuel Rinaldy Sido 191148201088

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKES DIRGAHAYU SAMARINDA
2020/2021
KASUS 2
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A No Rek Medik :
Umur : 30 tahun Dokter yg merawat :
Alamat :- BB/TB : 73/157
Ras :-
Pekerjaan :-
Sosial :-
Riwayat masuk RS : -

Riwayat Penyakit Terdahulu : Sesak nafas disertai nyeri dada, perut perih, batuk, tenggorokan terasa
asam dan pahit

Riwayat Sosial :
Kegiatan
Pola makan/diet Tidak
Merokok Tidak
Meminum Alkohol Tidak
Meminum Obat herbal Tidak
kebiasaan pola makan yang tidak teratur,
kebiasaan terlalu memikirkan masalah
sampai stress.

Riwayat Alergi : -
Diagnosis : GERD
Keluhan / Tanda Umum

KELUHAN TANDA UMUM/PEMERIKSAAN


 Sesak nafas  TD : 110/70 mmHg
 perut perih  BB : 73 kg
 batuk  HR : 80 x/menit
 tenggorokan terasa asam  RR : 16 x/menit
dan pahit  IMT 29,6.
 suhu 36,6oC

Riwayat Penyakit Dan Pengobatan :


NAMA PENYAKIT NAMA OBAT
Sesak nafas  Salbutamol
 Teofilin
Perut perih  Antasida doen

Obat yang digunakan saat ini:

NO NAMA OBAT DOSIS

1 Salbutamol 3-4x 4 mg/hari

2 Teofilin 3x 1

3 antasida doen 1-2 tablet

Max. 3-4 kali/sehari

A. Pendahuluan
a. Definisi
Definisi GERD menurut Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks.
Gastroesofageal di Indonesia tahun 2013 adalah suatu gangguan berupa isi lambung
mengalami refluks berulang ke dalam. Esofagus, menyebabkan gejala dan/atau.
Komplikasi yang mengganggu. GERD adalah suatu keadaan patologis akibat refluks
kandungan lambung ke dalam esofagus dengan berbagai gejala akibat keterlibatan
esofagus, faring, laring dan saluran napas. Sedangkan menurut American College of
Gastroenterology, GERD adalah suatu kondisi fisik di mana asam dari lambung mengalir
mundur ke atas ke esofagus. Jadi, GERD adalah suatu keadaan patologis di mana cairan
asam lambung mengalami refluks sehingga masuk ke dalam esofagus dan menyebabkan
gejala.
b. Patogenesis
GERD adalah penyakit multifaktorial, di mana esofagitis terjadi akibat refluks dari
lambung ke esofagus jika:
1. Terjadi kontak dalam waktu yang lama antara bahan refluksat dengan mukosa
esofagus.
2. Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus, walaupun kontak antara
bahan refluksat dengan esofagus tidak cukup lama.
3. Terjadi gangguan sensitivitas terhadap rangsangan isi lambung yang disebabkan
adanya modulasi persepsi neural esofageal baik sentral maupun perifer.
Beberapa faktor lain yang berpengaruh terhadap patogenesis GERD adalah adanya
infeksi H. pylori, gaya hidup, peranan motilitas, dan hipersensitivitas viseral.
(Tjokroprawiro et al., 2015).
c. Tujuan Terapi
1. Mengurangi atau menghilangkan gejala, 
2. Mengurangi frekuensi dan durasi refluks gastroesofageal, 
3. Mempercepat penyembuhan luka pada mukosa, dan 
4. Mencegah terjadinya komplikasi.
(DiPiro et al., 2015).
d. Outcome Terapi
Mengembalikan pasien seperti keadaan awal, mengurangi keasaman refluks, mengurangi
volume lambung yang tersedia untuk direfluks, memperbaiki pengosongan lambung,
meningkatkan tekanan LES, meningkatkan pembersihan asam esofagus, dan melindungi
mukosa esofagus (DiPiro et al., 2015).

e. Algoritma Terapi
Diagnosis GERD

Pengobatan awal untuk GERD


Strategi perawatan jangka panjang untuk GERD dan strategi terapeutik untuk GERD
tahan proton pump inhibitor (PPI) (Iwakiri et all., 2016).

f. Strategi Terapi
Terapi Farmakologi :
1. Antasida
Antasida dapat meredakan gejala segera untuk GERD ringan dan sering
digunakan bersamaan dengan terapi penekanan asam. Pasien yang sering
menggunakan antasida untuk gejala kronis harus menerima terapi supresi asam
kekuatan resep sebagai gantinya.    Antasida memiliki durasi pendek, yang
mengharuskan pemberian yang sering sepanjang hari untuk memberikan
netralisasi asam kontinue. Kombinasi produk mungkin lebih unggul daripada
antasid saja dalam menghilangkan gejala GERD, tetapi data efikasi yang
menunjukkan penyembuhan endoskopi masih kurang ( DiPiro et al., 2015).

2. PPI
PPI (dexlansoprazole, esomeprazole, lansoprazole, omeprazole, pantoprazole, dan
rabeprazole) memblokir sekresi asam lambung dengan menghambat hidrogen
kalium adenosin trifosfatase dalam sel parietal lambung, menghasilkan efek
antisekresi yang mendalam dan tahan lama. PPI lebih unggul dari H2RA pada
pasien dengan GERD sedang hingga berat dan harus diberikan secara empiris
kepada pasien dengan gejala yang menyusahkan. Efek samping termasuk sakit
kepala, pusing, mengantuk, diare, konstipasi, dan mual. Efek samping jangka
panjang yang potensial termasuk infeksi enterik, defisiensi vitamin B12,
hipomagnesemia, dan patah tulang. PPI dapat mengurangi penyerapan obat-
obatan seperti ketoconazole dan itraconazole yang membutuhkan lingkungan
asam untuk penyerapan.Pasien harus minum PPI oral di pagi hari 15 hingga 30
menit sebelum sarapan atau makanan terbesar mereka hari untuk memaksimalkan
kemanjuran, karena agen ini menghambat hanya secara aktif mensekresi pompa
proton ( DiPiro et al., 2015).
3. H2R
Antagonis reseptor histamin 2 (H2RAs) simetidin, ranitidin, famotidin, dan
nizatidine dalam dosis terbagi efektif untuk mengobati GERD ringan hingga
sedang. H2RA non-resep dosis rendah atau dosis standar yang diberikan dua kali
sehari mungkin bermanfaat untuk menghilangkan gejala GERD ringan.
Kemanjuran H2RAs untuk pengobatan GERD sangat bervariasi dan seringkali
lebih rendah dari yang diinginkan. Kursus berkepanjangan sering dibutuhkan.Efek
samping yang paling umum termasuk sakit kepala, mengantuk, kelelahan, pusing,
dan sembelit atau diare.Karena semua H2RA sama-sama berkhasiat, pemilihan
agen spesifik harus didasarkan pada perbedaan dalam farmakokinetik, profil
keamanan, dan biaya.
                                                                                                ( DiPiro et al., 2015).
Terapi Non-Farmakologi
Dapat dilakukan dengan modifikasi gaya hidup, yang merupakan pengaturan pola
hidup yang dapat dilakukan dengan :
1) Menurunkan berat badan bila penderita obesitas atau menjaga berat badan sesuai
dengan IMT ideal.
2) Meninggikan kepala ± 15-20 cm/ menjaga kepala agar tetap elevasi saat posisi
berbaring.
3) Makan malam paling lambat 2 – 3 jam sebelum tidur.
4) Menghindari makanan yang dapat merangsang GERD seperti cokelat, minuman
mengandung kafein, alkohol, dan makanan berlemak – asam – pedas.
5) Hindari makanan yang mengurangi tekanan LES. 
6) Sertakan makanan kaya protein untuk menambah tekanan LES. 
7) Hindari makanan dengan efek iritasi pada mukosa esofagus. 
8) Makanlah dalam porsi kecil dan hindari makan segera sebelum tidur (dalam 3 jam
jika memungkinkan). 
9) Berhenti merokok. 
10) Hindari alkohol. 
11) Hindari pakaian ketat (DiPiro et al., 2015).
12) Meninggikan posisi kepala 6 inchi (15-20 cm) saat tidur
13) Jangan makan terlalu kenyang
14) Makan malam paling lambat 3 jam sebelum tidur
(Tjokroprawiro.,et al., 2015).

B. Analisis SOAP
1. Anamnesis (Subjective)
1. Seorang Ny A usia 30 tahun dengan BB/TB : 73/157 di diagnosis GERD
2. Memiliki kebiasaan pola makan yang tidak teratur, kebiasaan terlalu memikirkan
masalah sampai stress, tidak diet, tidak merokok, tidak konsumsi alkohol, tidak
mengkonsumsi obat herbal.
3. Riwayat terapi harian : Salbutamol 3-4x 4 mg/hari, Teofilin 3x 1, antasida doen 1-2
tablet Max. 3-4 kali/sehari
4. Pasien mengeluh sesak nafas, perut perih, batuk, tenggorokan terasa asam dan pahit.
5. Riwayat penyakit sebelumnya: Sesak nafas disertai nyeri dada, perut perih, batuk,
tenggorokan terasa asam dan pahit

2. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang (Objective)


Keluhan / Tanda Umum
KELUHAN TANDA UMUM/PEMERIKSAAN
 Sesak nafas  TD : 110/70 mmHg
 perut perih  BB : 73 kg
 batuk  HR : 80 x/menit
 tenggorokan terasa asam  RR : 16 x/menit
dan pahit  IMT 29,6.
 suhu 36,6oC
3. Penegakan Diagnostik (Assessment)

4. Penatalaksanaan Terapi (Plan)


a. Tujuan Terapi
1. Mengurangi atau menghilangkan gejala,
2. Mengurangi frekuensi dan durasi refluks gastroesofageal,
3. Mempercepat penyembuhan luka pada mukosa, dan
4. Mencegah terjadinya komplikasi.
(DiPiro et al., 2015).
b. Pilihan dan Regimen Terapi
 Terapi farmakologi :

 Terapi non-farmakologi :
✓ Hindari makanan yang mengurangi tekanan LES.
✓ Sertakan makanan kaya protein untuk menambah tekanan LES.
✓ Hindari makanan dengan efek iritasi pada mukosa esofagus.
✓ Makanlah dalam porsi kecil dan hindari makan segera sebelum tidur (dalam 3
jam jika memungkinkan).
✓ Berhenti merokok.
✓ Hindari alkohol.
✓ Hindari pakaian ketat (DiPiro et al., 2015).
✓ Meninggikan posisi kepala 6 inchi (15-20 cm) saat tidur
✓ Jangan makan terlalu kenyang
✓ Makan malam paling lambat 3 jam sebelum tidur
(Tjokroprawiro.,et al., 2015).

c. Outcome terapi
Mengembalikan pasien seperti keadaan awal, mengurangi keasaman refluks,
mengurangi volume lambung yang tersedia untuk direfluks, memperbaiki
pengosongan lambung, meningkatkan tekanan LES, meningkatkan pembersihan asam
esofagus, dan melindungi mukosa esofagus (DiPiro et al., 2015).
d. Monitoring Terapi
● Memantau frekuensi dan tingkat keparahan gejala GERD dan edukasi pasien
tentang gejala yang menunjukkan adanya komplikasi sehingga membutuhkan
perhatian medis segera, seperti disfagia atau odynophagia.
● Mengevaluasi pasien dengan gejala persisten adanya penyempitan atau komplikasi
lainnya.
● Memantau pasien untuk efek obat yang merugikan dan adanya gejala atipikal
seperti radang tenggorokan, asma, atau nyeri dada. Gejala-gejala ini memerlukan
diagnostik lebih lanjut.
(DiPiro et al., 2015).

Penatalaksanaan terapi
Pada terapi ini digunakan salbutamol dikarenakan pasien merasakan sesak pada
dada, dan salbutamol pun aman jika dikombinasikan dengan obat GERD, pemberiaan
salbutamol dengan dosis 3 x 1 dengan dosis 4 mg guna meringankan atau melegahkan
rasa sesak pada dada pasien, dosis salbutamol yang diberikan 4 mg dikarenakan sudah
terjadi resistensi pada pasien.
Teofilin digunakan agar bekerja dengan cara mengendurkan otot di saluran
pernapasan sehingga udara dapat mengalir dengan lebioh lancar dan proses bernapas
juga bisa lebih mudah pada pasien diberikan dengan dosis 3 x sehari.
Antasida doen bekerja dengan cara menetralisir asam lambung. Obat ini hanya
bekerja saat kadar asam lambung meningkat, dipergunakan karena pola makan pasien
yang sebelumnya tidak teratur mengahkibatkan kadar asam dalam lambungnya
meningkat yang menyebababkan nyeri pada perut, digunakan dengan dosis 3x sehari
1 tablet pada terapi awal
DAFTAR PUSTAKA
DiPiro, J. T., et al., 2015. Pharmacotherapy Handbook. 9th Edition. USA : McGraw-Hill
Medical. P. 207, 209-210, 212.
Tjokroprawiro, A., et al., 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya : Airlangga
University Press. Hal. 212, 213.

Anda mungkin juga menyukai