Anda di halaman 1dari 13

\BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT)


1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif merupakan teknik-teknik kelas
praktis yang dapat digunakan oleh guru untuk membantu siswa belajar
setiap mata pelajaran, mulai dari keterampilan dasra sampai pemecahan
masalah yang kompleks (Nur,dkk. 2011). Suatu model pembelajaran
mengarahkan guru dalam mendesain pembelajaran untuk membantu
peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai
(Joyce, 2009). Arend (2008) menjelaskan bahwa model pembelajaran ini
didesain dengan maksud untuk melukiskan prosedur yang sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan para pengajar dalam
merencanakan aktivitas belajar mengajar. Hal ini sejalan dengan apa
yang dikemukakan oleh Eggen (2012) bahwa model pembelajaran
memberikan kerang dan arah bagi guru untuk mengajar.
Model – model pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan
tujuan pembelajarannya, salah satunya adalah model pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran
yang didesain untuk meningkatakan partisipasi siswa dalam kelas dan
meningkatkan interaksi sosial antar siswa. Model pembelajaran ini
memberikan kesempatan kepada siswa dengan latar belakang dan kondisi
yang beragam untuk bekerja secara independen pada tugas yang samadan
melalui penggunaan struktur reward kooperatif, belajar untuk saling
menghargai serta mengajarkan keterampilan kerjasama dan kolaborasi
kepada siswa (Arend, 2008).
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together
(NHT)
Salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif adalah tipe
Number Head Together (NHT). Teknik belajar NHT dikembangkan oleh
Kagan pada tahun 1992. Teknik ini memberikan kesempatan kepada
siswa untuk membagikan ide-ide dan memeprertimbangkan jawaban yang
paling tepat. NHT dapat digunakan untuk mengecek pemahaman siswa
terhadapa mata pelajaran dengan cara melibatkan lebih banyak siswa
menelaah materi yang tercakup sehingga dapat meningkatkan penguasaan
akademikdan kemampuan belajar.
Model pembelajaran kooperstif tipe NHT lebih mengutamakan
adanya kerja sama antar siswadalam kelompok dengan mengembangkan
didkusi lebih mendalam, sehingga siswa menemukan jawaban pertanyaan
sebagai pengetahuan yang utuh untuk mencapai tujuan pembelajaran
(Suprijono, 2009:92).
Para siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil dan diarahkan
untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar terlibat secara aktif
dalam proses berpikir dan kegiatan pembelajaran. Dakam hal ini sebagian
besar aktivitas pembelajaran berpusat kepada siswa, di antaranya
mempelajari materi pelajaran serta berdikusi untuk memecahkan masalah
(Ibrahim, 2000).
Ibrahim (2000) mengemukakan tiga tujuan yang diharapkan
tercapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu:
a. Hasil belajar akademik struktural, ini bertujuan untuk meningkatkan
kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
b. Pengakuan adanya keragaman, ini bertujuan agar siswa dapat
menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang
yang berbeda.
c. Pengembangan keterampilan sosial, ini bertujuan untuk
mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada
konsep Kagen dalam Ibrahim (2000:29), dengan tiga langkah yaitu:
a. Pembentukan kelompok.
b. Diskusi masalah.
c. Tukar jawaban antar kelompok.
3. Sintaks Model Pembelajran Kooperatif Tipe Number Head Together

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads

Together ini merujuk pada konsep Spencer Kagan untuk melibatkan lebih

banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran

dengan mengecek pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut.

Sebagai pengganti pertanyaan langsung kepada seluruh kelas, guru dapat

menggunakan empat langkah ini: 1). Penomoran, 2). Pengajuan

pertanyaan, 3) Berpikir bersama, 4) pemberian jawaban (Spencer Kagan,

1992).

Pembelajaran dengan menggunakan model Numbered Heads

Together diawali dengan numbering. Guru membagi kelas menjadi

kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok sebaiknya

mempertimbangkan jumlah materi yang akan dipelajari. Jika jumlah siswa


dalam satu kelas 40 orang dan terbagi menjadi 5 kelompok berdasarkan

jumlah materi yang dipelajari, maka setiap kelompok terdiri dari 8 orang.

Tiap-tiap kelompok diberi nomor 1-8. Setelah terbentuk kelompok, guru

mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap kelompok.

Berikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk menemukan jawaban.

Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok menyatukan kepala “Heads

Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru.

Langkah selanjutnya adalah guru memanggil siswa yang memiliki

nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok. Mereka diberi kesempatan

memberi jawaban atas pertanyaan yang telah diterimanya dari guru. Hal

itu dilakukan terus hingga semua siswa dengan nomor yang sama dari

masing-masing kelompok mendapat giliran memaparkan jawaban atas

pertanyaan guru. Berdasarkan jawaban itu guru dapat mengembangkan

diskusi lebih mendalam, sehingga siswa dapat menemukan jawaban

pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh. (Agus Suprijono,

2010:92).

Langkah-langkah tersebut diatas kemudian dapat dikembangkan

menjadi enam langkah sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan penelitian

ini. Keenam langkah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok dan masing-masing siswa

dalam setiap kelompoknya mendapatkan nomor urut.

2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakan

permasalahan.

3. Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan

memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban nya.


4. Guru memanggil salah satu nomor dan siswa yang bernomor tersebut

melaporkan hasil kerja kelompok.

5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor

lain.

6. Membuat kesimpulan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa meodel

pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together merupakan

strategi yang menempatkan siswa belajar dalam kelompok dengan

tingkat kemampuan atau jenis kelamin atau latar belakang yang berbeda.

Pembelajaran harus menekankan kerjasama dalam kelompok untuk

mencapai tujuan yang sama. Oleh sebab itu penanaman kompetensi

kerjasama sangat perlu dilakukan, antara lain menghargai pendapat orang

lain, mendorong berpartisipasi, berani bertanya, mendorong teman untuk

bertanya, mengambil giliran dan berbagi tugas.

Model pembelajaran NHT ini masih belum dapat dilakukan secara

optimal, ada beberapa kekhawatiran belajar dengan model ini yaitu akan

terjadi kekacauan di kelas dan siswa tidak belajar jika mereka

ditempatkan dalam kelompok, selain itu adanya perasaan negatif dan

tidak adil. Siswa yang mampu/tekun merasa harus bekerja melebihi siswa

yang lain dalam kelompok mereka dan merasa dirugikan oleh nilai

rekannya yang rendah, sedangkan siswa yang lemah mungkin bisa

merasa bersalah karena sumbangan nilainya paling rendah. Beberapa

guru yang hanya memberikan tugas untuk diselesaikan, akhirnya siswa

merasa diacuhkan. Mereka bingung dan tidak tahu bagaimana harus

bekerja sama menyelesaikan tugas tersebut. Akibatnya kelas menjadi


gaduh. Untuk menghindari hal tersebut, seorang guru harus mengetahui

dan memahami prosedur pelaksanaan atau sintak pembelajaran

kooperatif tipe NHT. Sintak tersebut dapat digambarkan pada tabel

berikut ini dibawah ini:

Tabel 1. Sintak Pembelajaran Kooperatif tipe NHT

FASE AKTIVITAS GURU AKTIVITAS


SISWA
Fase 1 : Guru menyampaikan Siswa menyimak
Menyampaika semua tujuan dan mendengarkan
n tujuan pembelajaran yang ingin tujuan pembelajaran
pembelajaran dicapai pada yang disampaikan
pembelajaran tersebut guru
Guru memberikan Siswa
Fase 2: penjelasan mengenai memperhatikan dan
menyajikan materi yang akan mendengarkan
informasi diajarkan dalam materi yang
pembelajran. disampaikan oleh
guru.
Fase 3 : Guru menginformasikan Siswa berpindah
Mengorganisas pengelompokan siswa. tempat dan
ikan siswa bergabung dengan
dalam kelompoknya
kelompok masing-masing.
belajar
Guru membagikan LKS Siswa mendapatkan
Fase 4 : kepada setiap siswa LKS dan
membimbing sebagai bahan yang akan mengerjakan LKS
kelompok dipelajari. Dalam kerja secara berkelompok
bekerja dan kelompok setiap siswa atau berdiskusi antar
belajar berpikir bersam untuk teman sehingga tiap
menggambarkan dan anggita kelompok
meyakinkan bahwa tiap mengetahui jawaban
orang mengetahui dari LKS.
jawaban dari pertanyaan
yang telah ada dalam
LKS atau pertanyaan
yang telah diberikan oleh
guru.
FASE AKTIVITAS GURU AKTIVITAS
SISWA
Fase 5 : Guru melakukakan Siswa mengangkat
Melakukan kegiatan diskusi masalah tangan bila merasa
evaluasi dan memberi disebutkan nomor
kesimpulan. Guru dan yang dipasangkan di
siswa mendiskusikan kepalanya dan
masalah yang terdapat menyiapkan
dalam LKS yang berisis jawaban akhir dari
pertanyaan yang semua pertanyaan
bervariasi . diskusi yang berhubungan
masalah dalam NHT ini dengan materi yang
dengan menyebut satu disajikan. Kemudian
nomor dan para siswa menyimpulkan
dari tiap kelompok kegaitan
dengan nomor yang sama pembelajaran yang
mengangkat tangan dan telah dilalui.
menyiapkan jawaban
akhir dari semua
pertanyaan yang
berhubungan dengan
materi yang disajikan.
Fase 6 : Guru memberikan Kelompok yang
Memberi penghargaan kepada mengumpulkan skor
penghargaan kelompok yang meraih tertinggi mendapat
skor tertinggi. penghargaan dari
guru.

Dari tabel diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

sintak ini diharapkan dapat menjadi panduan guru sehingga proses

belajar mengajar di kelas dapat berjalan lancar tanpa adanya

kegaduhan ataupun ketidakpahaman.

a. Teori-teori yang mendasari


1. Teori Belajar konstruktivis
Menurut Nur (2008) Teori konstruktivis adalah teori – teori
yang menyatakan bahwa siswa itu sendiri yang harus secara pribadi
menemukan dan menerapkan informasi kompleks, mengecek
informasi baru dibandingkan dengan aturan lama dan memperbaiki
aturan lama apabila tidak sesuai lagi. Salah satu prinsip psikologi
pendidikan adalah bahwa guru tidak begitu saja memberikan
pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa yang harus aktif membangun
pengetahuan dalam pikiran mereka.
Dukungan teori konstruktivisme sosial Vygotsky telah meletakkan
arti penting model pembelajaran kooperatif. Kontruktivisme sosisal
Vygotsky menekankan bahwa lingkungan sosial sangat penting bagi
pembelajaran dan berfikir bahwa interaksi–interaksi sosial
mengubah atau menstransformasikan pengalaman–pengalaman
belajar (Schunk ,2012).
Teori Vygotsky beranggapan bahwa pembelajaran terjadi apabila
anak–anak bekerja atau belajar menangani tugas – tugas itu masih
berada dalam jangkauan kemampuannya (zone of proximal
development), yaitu perkembangan kemampuan siswa sudah diatas
kemampuan yang dimilikinya.
Menurut Vygotsky pelajar memiliki dua tingkat perkembangan
yang berbeda yang terjadi pada dua tahap pertama terjadi pada
tingkat perkembangan aktual, yaitu menentukan fungsi intelektual
individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri hal –
hal tertentu dan tahap berikutnya adalah tingkat perkembangan
potensial, yang oleh Vygotsky didefinisikan sebagai tingkat yang
dapat difungsikan atau dicapai oleh individu dengan bantuan orang
lain, misalnya guru atau teman sebaya yang lebih maju.
2. Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Dalam kajian psikologi, bahasan mengenai perkembangan
kognitif seringkali diidentikkan dengan teori yang dikemukakan
John Piaget. Analisis Piaget mengenai perkembangan kognitif dapat
membantu pengajar untuk menyesuaikan kurikulum dengan
kemampuan peserta didik yang sesuangguhnya (Nursalim, 2005).
Piaget menyeatakan bahwa perkembangan kognitif bukan hanya
hasil kematangan organisme, bukan pula pengaruh lingkungan
semata, melainkan hasil interaksi diantara keduanya.
Piaget menekankan bahwa anak–anak secara aktif membangun
dunia kognitif mereka sendiri, informasi dari lingkungan tidak begitu
saja dituangkan kedalam pikiran mereka.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat
aspek, yaitu :
1. Pahami perkembangan kognitifnya.
2. Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara organisme
dengan dunianya.
3. Interaksi sosial, yaitu pengaruh – pengaruh yang diperoleh
dalam hubungannya dengan lingkungan sosialnya.
4. Ekullibrasi, yaitu adanya kemampuan atau sistem mengatur
dalam diri organisme agar dia selalu mampu mempertahankan
keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
Teori perkembangan Piaget mewakili konstriktivisme, yang
memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana
anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas
melalui pengalaman – pengalaman dan interaksi – interaksi mereka.
(Nur, 2008).
3. Metode John Dewey
Menurut Dewey (1916), kelas seharusnya mencerminkan
masyarakat yang jauh lebih luas dan menjadi laboratorium bagi
pembelajaran kehidupan nyata. Dewey menyimpulkan siswa akan
belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan yang
diketahui. Guru memberikan kegiatan yang bervariasi dan membuat
siswa aktif, mengolah kemampuan baru dan menimbulkan jalinan
kegiatan belajar di sekolah. Kelas hendaknya difungsikan sebagai
laboratorium atau miniatur demokrasi yang bertujuan mempelajari
dan menyelidiki berbagai masalah sosial dan interpersonal.

4. Ikatan Kimia
1. Ikatan Ion
Tiap unsur memiliki kecenderungan untuk melepaskan elektron
dan membentuk ion positif (kation). Selain itu, unsur juga memiliki
kecenderungan untuk menyerap elektron dan membentuk ion negatif
(anion). Agar lebih mudah memahami maksud uraian diatas,
perhatikan ikatan yang terjadi antara unsur logam dan non-logam.
Sifat elektropositif pada unsur logam dan sifat elektronegatif
pada unsur non-logam menimbulkan perbedaan keelektronegatifan
antara keduanya. Perbedaan keelektronegatifan inilah yang
menyebabkan terjadinya serah terima elektron. Unsur non-logam
dengan sifatnya yang elektronegatif mampu menarik elektron dari
unsur logam. Antar ion yang berlawanan tersebut terjadi gaya tarik-
menarik (gaya elektrostatik) dan membentuk ikatan yang disebut
ikatan ion. Kecenderungan unsur menerima atau melepaskan
elektron valensinya bergantung pada besarnya energi yang
dilepaskan atau diperlukan. Unsur yang memiliki energi ionisasi
kecil akan melepaskan elektron, sedangkan unsur yang memiliki
energi ionisasi besar akan menerima elektron.

Berdasarkan harga energi ionisasi dari kiri ke kanan pada sistem


periodik, maka unsur yang memiliki energi ionisasi kecil adalah
bagian kiri dan bawah. Akibatnya, unsur unsur golongan IA dan IIA
cenderung melepaskan elektron, sedangkan golongan VIA dan VIIA
cenderung menerima elektron untuk mencapai kestabilan unsur gas
mulia. Sementara itu, unsur golongan IIIA, IVA, dan VA sebagian
bersifat melepas dan sebagian menerima elektron.

Agar lebih jelas, perhatikan gambar dan keterangan berikut :

Gambar 1.1.f. Unsur golongan IA cenderung melepaskan 1 elektron


menjadi ion positif, kecuali H yang cenderung menerima 1 elektron ,
Sedangkan unsur Mg melepaskan 2 elektron terluarnya dan
membentuk Mg2+.

Sementara itu, unsur golongan VIIA cenderung menerima 1


elektron, golongan VIA menerima 2 elektron, dan dolongan VA
menerima 3 elektron untuk mencapai kestabilan. Pahamilah gambar
berikut :

Gambar 2.1.f. Kecenderungan unsur F,O, dan N adalah menerima


1,2,dan 3 elektron.

Sebagai suatu contoh terbentuknya ikatan ion, perhatikan ikatan


ion pada senyawa NaCl berikut :
Gambar 3.1.f Pembentukan ikatan ion pada senyawa NaCl

2. Ikatan Kovalen
Kalian telah mengetahui bahwa unsur yang cenderung
menerima elektron disebut unsur elektronegatif. Kecenderungan
menerima elektron disebabkan oleh adanya dorongan untuk
mencapai kestabilan, agar elektron valensinya seperti gas mulia.
Lalu, bagaimana cara unsur elektronegatif memperoleh elektron
kalau tidak ada yang memberi.

Dari penyelidikan diketahui bahwa dua unsur dapat memakai


elektron secara bersama dengan bergabungnya orbital terluar. Orbital
gabungan dan elektron yang ada di dalamnya menjadi milik kedua
unsur, sehingga unsur yang satu terikat dengan yang lain.
Penggabungan orbital berarti menambah jumlah elektron valensi
tiap-tiap unsur, sehingga keduanya stabil. Misalnya, ikatan antara
unsur H dengan H, F dengan F, dan H dengan Cl.

Ikatan antar unsur H merupakan ikatan antar unsur non-logam.


Antar unsur H yang berikatan tidak terdapat perbedaan
keelektronegatifan, sehingga tidak mungkin terjadi serah terima
elektron. Perhatikan terbentuknya ikatan pada senyawa H2 berikut :
Gambar 1.2.f. Pembentukan ikatan pada senyawa H2.

Atom H yang memiliki 1 elektron berikatan dengan atom H lain


untuk melengkapi konfigurasi elektros gas mulia (rumus oktet).
Ikatan ini terjadi karena penggunaan bersama pasangan elektron
pada kulit terluar oleh dua unsur yang berikatan. Kekuatan ikatan
pada kedua unsur tersebut merupakan hasil tarik-menarik antara
elektron yang bersekutu dengan inti positif dari unsur yang
membentuk ikatan.
Elektron dari unsur H yang satu tertarik ke inti positif unsur H
lain, begitu juga sebaliknya. Jarak ikatan tertentu diperlukan
sehingga gaya tolak antar inti positif menjadi minimum dan ikatan
antar unsur non-logam dapat terjadi. Dengan demikian, antar unsur
H saling menyempurnakan jumlah elektron valensinya dengan cara
mendapatkan elektron dari unsur yang lain, lalu membentuk
pasangan elektron. Ikatan yang terjadi disebut ikatan kovalen.
Selain pada senyawa H2, ikatan kovalen juga terjadi pada
senyawa F2 dan HCl. Pembentukan ikatan pada senyawa tersebut
yaitu :

Gambar 2.2.f. Pembentukan ikatan pada senyawa F2. dan HCl

Walaupun semua ikatan kovalen mematuhi aturan oktet,


ternyata masih ada beberapa senyawa yang menyimpang dari aturan
oktet, misalnya senyawa PCl5, BH3, NO2, BCl3, dan SF6. Hal ini
disebut penyimpangan atau pengecualian aturan oktet, yaitu :

a. Oktet yang tidak sempurna. Maksudnya, senyawa yang mempunyai


unsur dengan elektron valensi kurang dari 8. Misalnya, Be dalam
BeCl2 dan B dalam BCl3
b. Oktet yang diperluas. Maksudnya, senyawa yang mempunyai unsur
dengan elektron valensi lebih dari 8. Misalnya, P dalam PCl 5 dan S
dalam SF6.

c. Elektron tidak berpasangan. Maksudnya, senyawa yang mempunyai


unsur dengan elektron valensi ganjil (tidak berpasangan). Misalnya
NO2.

5. Hasil penelitian yang Relevan


Penelitian yang relevan untuk implementasi dari model
pembelajaran kooperatif jenis TPS yaitu sebagai berikut :
1. Penelitian Wijayanti, Kusumawati, dan Kuashandayani (2008) yang
berjudul “Penggunaan Model Pembelajaran Numbered Head
Together Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kimia” menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh hasil belajar siswa setelah diterapkan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Hasil siswa lebih baik
daripada kelas yang tidak menggunakn model pembelajaran
kooperatif tipe NHT.
2. Hasil penelitian Putra (Skripsi, 2014)yang berjudul “Keterampilan
Komunikasi siwa Kelas XI SMAN 17 Surabaya Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournaments (TGT)
PADA Materi Laju Reaksi” menunjukkan bahwa keterampilan
komunikasi siswa meliputi aspek bertanya dan mengungkapkan
pendapat mengalami peningkatankuantitas bertanya di setiap
pertemuannya.

a. Kerangka Konseptual

Fakta : Harapan :

1. Diketahui bahwa guru masih 1. Siswa berperan aktif dalam


menggunakan metode kegiatan belajar mengajar sesuai
konvensional sehingga siswa dengan Permendikbud No.70
kurang berperan aktif dalam tahun 2103 yaitu pola
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.

s.
t.Masalah :
Model pembelajaran apa yang dapat digunakan untuk melatihkan keterampilan
komunikasi ?

Teori – teori yang mendasari : Penelitian yang relevan :


u.
1. Penelitian Wijayanti, Kusumawati, dan
v.1. Teori Vygotsky yang menyatakan
Kuashandayani (2008) yang berjudul
bahwa disamping guru, teman sebaya
w. juga berpengaruh penting pada
“Penggunaan Model Pembelajaran Numbered
Head Together Untuk Meningkatkan Hasil
x. perkembangan kognitif anak, kerja Belajar Kimia” menunjukkan bahwa terdapat
y. kelompok secara kooperatif. pengaruh hasil belajar siswa setelah
z.2. Teori pembelajaran Piaget menyatakan diterapkan model pembelajaran kooperatif
bahwa lingkungan sosial merupakan tipe NHT. Hasil siswa lebih baik daripada
sumber utama bagi perkembangan kelas yang tidak menggunakn model
pembelajaran kooperatif tipe NHT.
kognitif. 2. Hasil penelitian Putra (Skripsi, 2014)yang
3. Menurut Dewey (1916), Kelas berjudul “Keterampilan Komunikasi siwa
hendaknya difungsikan sebagai Kelas XI SMAN 17 Surabaya Melalui Model
aa. laboratorium atau miniatur demokrasi Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games
bb. yang bertujuan mempelajari dan Tournaments (TGT) Pada Materi Laju
cc. menyelidiki berbagai masalah sosial Reaksi” menunjukkan bahwa keterampilan
dan interpersonal. komunikasi siswa meliputi aspek bertanya
dan mengungkapkan pendapat mengalami
peningkatankuantitas bertanya di setiap
pertemuannya.

Solusi : Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Untuk
Melatih Keterampilan Metakognitif Siswa pada Materi Ikatan Kimia

Anda mungkin juga menyukai