PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dalam melaksanakan proses
asuhan keperawatan pada klien dengan Ulkus Peptikus.
2. Tujuan khusus
a. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui definisi dari Luka Bakar.
b. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi Luka Bakar.
c. diharapkan mahasiswa dapat mengetahui etiologi Luka Bakar.
d. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi Luka Bakar.
e. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinik dari Luka
Bakar.
f. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang Luka Bakar.
g. diharapkan mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan Luka Bakar.
h. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui komplikasi dari Luka Bakar.
i. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan Luka
Bakar.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Luka Bakar atau combustio merupakan luka yang unik diantara bentuk
luka lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati ( eksar)
yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka yang lama. Dengan cepat luka
bakar akan didiami oleh bakteri pathogen : mengalami edukasi dengan
perembesan sejumlah besar air, protein serta elektrolit, dan kerap kali
memerlukan pencakokan kulit dari tubuh yang lain untuk menghasilkan
penutypan luka yang permanen ( Brunner & Suddarth, 2002).
2.2 Etiologi
Menurut Rahayuningsih (2012), etiologi luka bakar antara lain :
1. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn)
Luka bakar thermal disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan
api, cairan panas dan bahan padat (solid).
2. Luka bakar bahan kimia (Chemical burn)
Luka bakar kimia disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan
asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan
banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat
kimia ini. luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan
zat-zat pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga
dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian
dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat
menyebabkan luka bakar kimia.
3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical burn)
Lewatnya tenaga listrik bervoltase tinggi melalui jaringan menyebabkan
perubahannya menjadi tenaga panas, ia menimbulkan luka bakar yang
tidak hanya mengenai kulit dan jaringan sub kutis, tetapi juga semua
3
jaringan pada jalur alur listrik tersebut. Luka bakar listrik biasanya
disebabkan oleh kontak dengan sumber tenaga bervoltase tinggi.
Anggota gerak merupakan kontak yang terlazim, dengan tangan dan
lengan yang lebih sering cedera daripada tungkai dan kaki. Kontak
sering menyebabkan gangguan jantung dan atau pernafasan, dan
resusitasi kardiopulmonal sering diperlukan pada saat kecelakaan
tersebut terjadi. Luka pada daerah masuknya arus listrik biasanya
gosong dan tampak cekung.
4. Luka bakar radiasi (Radiasi injury)
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif.
Tipe injury ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion
pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada
dunia kedokteran. Terpapar oleh sinar matahari akibat terpapar yang
terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.
2.3 klafikasi
1. Berdasarkan penyebab:
a. Luka bakar karena api
b. Luka bakar karena air panas
c. Luka bakar karena bahan kimia
d. Luka bakar karena listrik
e. Luka bakar karena radiasi
f. Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
2. Berdasarkan kedalaman luka bakar:
a. Luka bakar derajat I (super ficial partial-thickness)
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di
dalam proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka
bakar derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna
kemerahan, terdapat gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah
4
putih, epidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi
oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis.
Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan
biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka
tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas
setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa bekas.
b. Luka bakar derajat II (Deep Partial-Thickness)
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis,
berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka
berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit
normal, nyeri karena ujungujung saraf teriritasi.
Luka bakar derajat II ada dua:
1) Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian
superficial dari dermis, apendises kulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh. Luka sembuh
dalam waktu 10-14 hari.
2) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih
utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit
yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih
dari satu bulan.
c. Luka bakar derajat III ( Full Thickness)
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan
lapisan yang lebih dalam, apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu
atau coklat, kering, letaknya lebih rendah
5
dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada lapisan
epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama karena
tidak ada proses epitelisasi spontan.
3. Berdasarkan tingkat keseriusan luka
a. Luka bakar ringan/ minor
1) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
2) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
3) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai
muka, tangan, kaki, dan perineum.
b. Luka bakar sedang (moderate burn)
1) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar
derajat III kurang dari 10 %
2) Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau
dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
3) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa
yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
c. Luka bakar berat (major burn)
1) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di
atas usia 50 tahun
2) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada
butir pertama
3) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
4) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa
memperhitungkan luas luka bakar
5) Luka bakar listrik tegangan tinggi
6) Disertai trauma lainnya
7) Pasien-pasien dengan resiko tinggi.
4. Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh yang Terbakar
Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa
metode yaitu :
6
a. Rule of Nine
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
i. Total : 100%
b. Diagram
Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan
diagram Lund dan Browder sebagai berikut :
2.4 Patofisiologis
7
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energy dari suatu sumber
panas kepada tubuh.panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi
elektromagnetik.luka bakar dapat dikelompokan menjadi luka bakar
termal,radiasi atau kimia.destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi,denaturasi
protein atau ionisasi isi sel.kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi
destruksi jaringan.jaringan yang dalam,termasuk organ visera,dapat mengalami
kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan agens
penyebab (burning agent). Nekrosis dan kegagalan organ dapat terjadi.
Dalamnya luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar
dan lamanya kontak dengan agen tersebut.sebagai contoh,pada kasus luka benar
tersiram air panas pada orang dewasa,kontak selama 1 detik dengan air yang
panas dari shower dengan suhu 68,9℃ dapat menimbulkan luka bakar yang
merusak epidermis serta dermis sehingga terjadi cedera derajat-tiga (full-thicness
injury).pajanan selama 15 menit dengan air panas yang suhunya sebesar 56,1 C
mengakibatkan cedera full-thickness yang serupa.suhu yang kurang dari 44 C
dapat ditoleransi dalam priode waktu yang lama tanpa menyebabkan luka bakar.
2.5 Pathway
8
1.
4. Bahan 3. Termis 1. Radiasi 2. Listrik/pe
Kimia tir
Masalah Keperawatan:
Biologis LUKA BAKAR Psikologis
Gangguan Citra Tubuh
Defisiensi pengetahuan
Anxietas
Cairan intravaskuler
menurun
Masalah Keperawatan:
Hipovolemia dan Kekurangan volume cairan
hemokonsentrasi
Gangguan sirkulasi
makro
9
MULTI SISTEM ORGAN FAILURE
b.Derajat II dalam(deep)
10
Organ-organ kulit seperti folikel rambut,kelenjar
keringat,kelenjar sebasea mengalami kerusakan
Tidak dijumpat bulae
Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat.karena kering
letaknya lebih renda disbanding kulit sekitar.
Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang
dikenal sebagian eskar
Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilangnya sensasi,oleh karena
ujung-ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian.
Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses
epitelisasi sepontan dari dasar luka
2. Berdasarkan tingkat keseriusan luka
Amarican burn association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori:
a. Luka bakar mayor
Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan
lebih dari 20% pada anak-anak
Luka bakar fullthickness lebih dari 10%
Terdapat luka bakar pada tangan ,muka, mata, telinga ,kaki,dan
perineum
Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa
memperhitungkan dserjat dan luasnya luka
Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi
b. Luka bakar moderat
Luka bakar dengan luas 15-25%pada orang dewasa dan 10-20%
pada anak-anak
Luka bakar fullthickness kurang dari 2%
Tidak terdapat luka bakar di daerah wajan,tangan,dan kaki,dan
prerineum
c. Luka bakar minor
Luka bakar minor seperti yang difefinisikan oleh trofino (1991)
DAN Griglak (1992) adalah:
Luka bakar dengan luas kurang dari 15& pada orang dewasa dan
kurang dari 10% pada anak-anak
Luka bakar fullthickness kurang dari 2%
Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah,tangan,dan kaki
Luka tidak sirkumfer
Tidak terdapat trauma inhalasi,elektrik,fraktur.
11
2.7 Efek patofisiologi luka bakar
1. Pada kulit
2. Sistem kardiovaskuler
12
sekitar jaringan. Injuri panas yang secara langsung mengenai pembuluh
akan lebih meningkatkan permeabilitas kapiler. Injuri yang langsung
mengenai membran sel menyebabkan sodium masuk dan potasium keluar
dari sel. Secara keseluruhan akan menimbulkan tingginya tekanan osmotik
yang menyebabkan meningkatnya cairan intracelluler dan interstitial dan
yang dalam keadaan lebih lanjut menyebabkan kekurangan volume cairan
intravaskuler. Luka bakar yang luas menyebabkan edema tubuh general
baik pada area yang mengalami luka maupun jaringan yang tidak
mengalami luka bakar dan terjadi penurunan sirkulasi volume darah
intravaskuler. Denyut jantung meningkat sebagai respon terhadap
pelepasan catecholamin dan terjadinya hipovolemia relatif, yang
mengawali turunya cardiac output. Kadar hematocrit menigkat yang
menunjukkan hemokonsentrasi dari pengeluaran cairan intravaskuler.
Disamping itu pengeluaran cairan secara evaporasi melalui luka terjadi 4-
20 kali lebih besar dari normal. Sedangkan pengeluaran cairan normal pada
orang dewasa dengan sehu tubuh normal perhari adalah 350 ml.
13
3. Sistem renal dan gastrointestinal
4. Sistem imun
5. Sistem respirasi
14
2) Keracunan carbon momoxide
Menurut Musliha (2010), fase luka bakar terbagi menjadi tiga fase :
a. Fase akut
Disebut fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing
(mekanisme bernafas), circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak
hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun
masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi
15
dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab
kematian utama penderita pada fase akut.Pada fase akut sering terjadi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal
yang berdampak sistemik.
c. Fase lanjut
Menurut Moenadjat (2009), Jackson membedakan tiga area pada luka bakar,
yaitu:
16
2. Zona statis
3. Zona hiperemia
Daerah di luar zona statis.Di daerah ini terjadi reaksi berupa vasodilatasi
tanpa banyak melibatkan reaksi sel. Tergantung keadaan umum dan terapi
yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan; atau
berubah menjadi zona kedua bahkan zona pertama (perubahan derajat
luka yang menunjukkan perburukan disebut degradasi luka).
1. Fase Inflasi
Adalah fase terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca luka bakar.
Dalam fase ini terjadi perubahan vascular dan proliferesi seluler.
Daerah luka mengalami agregasi trombosit dan mengeluarkan serotoni.
Mulai timbul epitelisasi.
2. Fasefibi oblastik
Adalah fase yang dimulai pada hari ke 4-20 pasca luka bakar. Pada fase
ini timbul abrobast yang membentuk kolegen yang dampak secara
klinin sebagai jaringan gramulasi yang bewarna kemerahan.
3. Fase maturasi
Pada fase ini terjadi proses pematangan kologen dan terjadi penurunan
ktifitas seluler dan vaskuler. Fase ini berlangsung hingga 8 bulan
17
sampai lebih dari 1 tahun dan berakhir jika suda tidak ada tanda-tanda
inflamasi bentuk akhir dari fase ini berupa jaringan parut yang
berwarna pucat,tipis,lemas tanpa rasa nyeri atau gagal.
Faktor-Faktor yang mendukung penyembuhan luka.
1. Kesehatan menyeluruh yang baik
2. Penatalaksanaan luka yg tepat.
3. Sikap mental yang positif
4. Keseimbangan istirahat dan latihan
5. Pengetahuan perawat dan pasien
6. Usia (muda)
7. Kontrol nyeri
8. Nutrisi yang adekuat
9. Tidak ada inkotinensin
10. Kontrol infeksi
11. Balutan yang sesuai
12. Higiene yang baik (sumber: storch & rice,2005)
18
Pertolongan pertama saat kejadian menurut Sjamsuhidayat (2010)
Baju yang terkena zat kimia harus segera dilepas. Sikap yang
sering mengakibatkan keadaan lebih buruk adalah menganggap ringan
luka karena dari luar tampak sebagai kerusakan kulit yang hanya
kecoklatan, padahal daya rusak masih terus menembus kulit, kadang
sampai 72 jam.
Pada umumnya penanganan dilakukan dengan mengencerkan zat
kimia secara masif yaitu dengan mengguyur penderita dengan air
mengalir dan kalau perlu diusahakan membersihkan pelan-pelan secara
mekanis. Netralisasi dengan zat kimia lain merugikan karena
membuang waktu untuk mencarinya, dan panas yang timbul dari reaksi
kimianya dapat menambah kerusakan jaringan.
19
Sebagai tindak lanjut, kalau perlu dilakukan res usitasi,
perbaikan keadaan umum, serta pemberian cairan dan elektrolit.
Pada kecelakaan akibat asam fluorida, pemberian calsium
glukonat 10% dibawah jaringan yang terkena, bermanfaat mencegah
ion fluor menembus jaringan dan menyebabkan dekalsifikasi tulang.
Ion fluor akan terikat menjadi kalsium fluorida yang tidak larut. Jika
ada luka dalam, mungkin diperlukan debridemen yang disusul skin
grafting dan rekonstruksi.
Pajanan zat kimia pada mata memerlukan tindakan darurat
segera berupa irigasi dengan air atau sebaiknya larutan garam 0,9%
secara terus menerus sampai penderita ditangani di rumah sakit.
(3) Luka bakar arus listrik
Terlebih dahulu arus listrik harus diputus karena penderita
mengandung muatan listrik selama masih terhubung dengan sumber
arus. Kemudian kalau perlu, dilakukan resusitasi jantung paru. Cairan
parenteral harus diberikan dan umumnya diperlukan cairan yang lebih
banyak dari yang diperkirakan karena kerusakan sering jauh lebih luas.
Kadang luka bakar di kulit luar tampak ringan, tetapi kerusakan
jaringan ternyata lebih dalam. Kalau banyak terjadi kerusakan otot,
urin akan berwarna gelap karena mengandung banyak mioglobin dan
resusitasi pasien ini mengharuskan pengeluaran urin 75-100ml per
jam. Selain itu, urin harus dirubah menjadi basa dengan natrium
bikarbonat intravena, yang menghalangi pengendapan mioglobulin.
Bila urin tidak segera bening atau pengeluaran urin tetap rendah,
walaupun sudah diberikan sejumlah besar cairan, maka harus diberikan
diuretik yang kuat bersama manitol. Pada penderita cedera otot yang
masif, dosis manitol (12,5 gram per dosis) mungkin diperlukan selama
12-24 jam. Pasien yang gagal berespon terhadap dosis diatas mungkin
membutuhkan amputasi anggota gerak gawat darurat atau pembersihan
jaringan nonviabel.
20
Otot jantung, juga rentan trauma arus listrik.
Elektrokardiogram (EKG) harus dilakukan untuk mengetahui adanya
kerusakan jantung dan pemantauan jantung yang terus menerus
dilakukan untuk mendiagnosis dan merawat aritmia. Kerusakan
neurologi juga sering terjadi, terutama pada medulla spinalis, tetapi
sulit dilihat, kecuali bila dilakukan tes elektrofisiologi. Pengamatan
cermat atas abdomen perlu dilakukan pada tahap segera setelah cedera
karena arus yang melewati kavitas peritonealis dapat menyebabkan
kerusakan saluran pencernaan.
(4) Luka bakar radiasi
Pada kontaminasi lingkungan, penolong dapat terkena radiasi
dari kontaminan sehingga harus menggunakan pelindung. Prinsip
penolong penderita atau korban radiasi adalah memakai sarung tangan,
masker, baju pelindung, dan detektor sinar ionisasi. Sumber
kontaminasi harus dicari dan dihentikan, dan benda yang
terkontaminasi dibersihkan dengan air sabun, deterjen atau secara
mekanis disimpan dan dibuang di tempat aman.
Keseimbangan cairan dan elektrolit penderita perlu
dipertahankan. Selain itu, perlu dipikirkan kemungkinan adanya
anemia, leukopenia, trombositopenia, dan kerentanan terhadap infeksi.
Sedapat mungkin tidak digunakan obat-obatan yang menekan fungsi
sumsum tulang.
Penatalaksanaan pencegahan infeksi
Menurut Hudak & Gallo (2000), ketika kestabilan hemodinamik dan
pulmonal telah tercapai, perhatian ditujukan pada perawatan awal luka
bakar.
Menurut Moenadjat (2009), Infeksi luka yang berkembang menjadi
sepsis menjadi topik yang banyak dibahas dan merupakan penyebab
kematian pada luka bakar. Konsekuensinya penggunaan antibiotika dalam
penatalaksanaan luka bakar menjadi sesuatu kebutuhan yang mutlak.
21
Tindakan yang dilakukan untuk mencegah dan mengatasi infeksi terdiri
dari beberapa rangkaian, yaitu:
(1).Tindakan aseptic
Yang dimaksud dengan tindakan aseptik adalah serangkaian
perlakuan yang diterapkan dan mencerminkan upaya mencegah
infeksi, dengan cara:
a. Mengupayakan ruang perawatan dalam kondisi aseptik. Hal ini
diupayakan melalui beberapa cara termasuk desain ruangan yang
memungkinkan ventilasi laminar berlangsung layaknya sebuah
ruang operasi, penerapan sistem positive air preasure air filter,
termasuk perawatan yang bertalian dengan proses desinfeksi
ruangan, dll.
b. Linen dan bahan lain yang steril
c. Penggunaan perangkat khusus seperti baju (piyama), skort, topi,
masker, alas-kaki, pencucian tangan, penggunaan sarung tangan,
dll. Hal ini mencerminkan perilaku petugas sebagai digariskan
dalamgeneral precaution upaya mencegah infeksi .
(2). Pencucian luka
a. Pencucian luka dikerjakan saat penderita masuk ke unit luka bakar
(dalam delapan jam pertama) dan dilakukan satu sampai dua kali
dalam sehari sebelum dilakukan nekrotomi dan debridement.
b. Tindakan nekrotomi dan debridement dilakukan bertujuan
membuang eskar atau jaringan nekrosis maupun debris yang
memicu respon inflamasi dan menghalangi proses penyembuhan
luka karena berpotensi besar untuk berkembang menjadi fokus
infeksi. Tindakan ini dilakukan seawal mungkin, dan dapat
dilakukan tindakan ulangan sesuai kebutuhan. Yang dimaksud
tindakan awal adalah dalam 3-4 hari pertama pasca trauma, saat
konsistensi eskar masih padat dan belum mengalami lisis, eskar
yang mengalami lisis memicu respon inflamasi sangat kuat dan sulit
22
dilakukan. Pada prosedur ini, luka dicuci menggunakan larutan
steril.
c. Perawatan pasca nekrotomi dan debridement, luka dicuci setiap kali
penggantian balutan.
(3). Eskarotomi,
Meskipun peninggian ekstrimitas dapat menurunkan edema,
namun eskarotomi sering diperlukan. Eskarotomi adalah insisi pada
jaringan parut yang menebal sehingga memungkinkan jaringan
edematosa yang hidup di bawahnya melebar, dengan demikian
memulihkan perfusi jaringan yang adekuat. Eskarotomi dibuat pada
garis midlateral atau midmedial ekstrimitas yang terkait. Prosedur
dilakukan di tempat tidur, dan tidak memerlukan anestesi lokal.
Tempat eskarotomi ditutupi dengan agen topikal karena karena
jaringan hidup terpajan, dan dipasang balutan tipis. Biasanya
prosedur ini diperlukan hanya pada cedera yang terjadi lingkungan
arus listrik bertegangan tinggi atau cedera hancur (Hudak, 1996).
23
4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling. Berkurangnya peristaltic usus dan bising
usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi
lambung dan nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang
terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam
lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi
muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus
curling.
5. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan
hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat.
Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status
respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah
janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
6. Gagal ginjal akut. Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan
resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin
terdektis dalam urine.
24
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN LUKA BAKAR
(COMBUSTIO)
3.1 Pengkajian
1. Data biografi
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamt, tnggal
MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian klita perlu informasi
selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka
bakar akan tetapi anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatsa 80 tahun
memiliki penilaian tinggi terhadap jumlah kematian (Lukman F dan Sorensen
K.C). data pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi
terhadap luka bakar agama dan pendidikan menentukan intervensi ynag tepat
dalam pendekatan
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah
nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf.
Dalam melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time,
quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah klien
mengalami luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah
sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru
berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru.
3. Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya
kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama
menjalan perawatan ketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi
beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola bak),
fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif
(menjelang klien pulang)
25
4. Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien
sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien
mempunyai riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau
penyalagunaan obat dan alkohol
5. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga,
kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai
masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan
6. Riwayat psiko sosial
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image
yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan
perubahan. Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang
laam sehingga mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal ini
menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.
a. Bernafas
Pada klien yang terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama
(kemungkinan cedera inhalasi). Yang dikaji adalah serak; batuk mengii;
partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan
sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas
pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii
(obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi
nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan
nafas dalam (ronkhi).
b. Makan dan Minum
Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila
terjadi perubahan pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada
pemenuhan kebutuhan nutrisi kemungkinan didapatkan anoreksia, mual,
dan muntah.
26
c. Eliminasi:
haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin
hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot
dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam
sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar
kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan
motilitas/peristaltik gastrik.
27
hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada
faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
2) Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit
mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus;
lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum
ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan
dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
3) Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di
bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka
aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada
proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan
pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda
motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
i. Rasa Nyaman
Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif
untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar
ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka
bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka
bakar derajat tiga tidak nyeri.
j. Sosial
masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Sehingga
klien mengalami ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal,
menarik diri, marah.
k. Rekreasi
Mengetahui cara klien untuk mengatasi stress yang dialami
l. Prestasi
Mempengaruhi pemahaman klien terhadap sakitnya
m. Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki oleh klien akan mempengaruhi respon klien
terhadap penyakitnya
28
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit
dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka
bakar mencapai derajat cukup berat
b. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah
sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam
pertama
c. Pemeriksaan kepala dan leher
1) Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut
setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan
luas luka bakar
2) Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi
adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta
bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar
3) Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu
hidung yang rontok.
4) Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena
intake cairan kurang
5) Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan
dan serumen
6) Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan
sebagai kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan
29
d. Pemeriksaan thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak
maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke
paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi
e. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri
pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
f. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi
merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga
potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
g. Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada
muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri
h. Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa
menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri
yang hebat (syok neurogenik)
i. Pemeriksaan kulit
30
Kedalaman luka bakar dapat dikelompokan menjadi 4 macam, yaitu
luka bakar derajat I, derajat II, derajat III dan IV, dengan ciri-ciri
seperti telah diuraikan dimuka.
3) Lokasi/area luka
Luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu memerlukan
perhatian khusus, oleh karena akibatnya yang dapat menimbulkan
berbagai masalah. Seperti, jika luka bakar mengenai derah wajah,
leher dan dada dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada yang
diantaranya disebabkan karena edema pada laring . Sedangkan jika
mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan penurunan sirkulasi
ke daerah ekstremitas karena terbentuknya edema dan jaringan scar.
Oleh karena itu pengkajian terhadap jalan nafas (airway) dan
pernafasan (breathing) serta sirkulasi (circulation) sangat diperlukan.
Luka bakar yang mengenai mata dapat menyebabkan terjadinya
laserasi kornea, kerusakan retina dan menurunnya tajam penglihatan.
31
Bagian tubuh 1 th 2 th Dewasa
Ekstrimitas atas
18% 18% 18 %
(kanan dan kiri)
Ektrimitas bawah
27% 31% 30%
(kanan dan kiri)
Genetalia 1% 1% 1%
32
Nutritional Status: jika diperlukan
Food and Fluid Intake Pertahankan catatan intake
Kriteria Hasil : dan output yang akurat
Mempertahankan urine Monitor status hidrasi
output sesuai dengan usia (kelembaban membran
dan BB, BJ urine normal, mukosa, nadi adekuat,
HT normal tekanan darah ortostatik), jika
Tekanan darah, nadi, suhu diperlukan
tubuh dalam batas normal Monitor vital sign
Tidak ada tanda-tanda Monitor masukan
dehidrasi, elastisitas turgor makanan/cairan dan hitung
kulit baik, membran intake kalori harian
mukosa lembab, tidak ada Kolaborasikan pemberian
rasa haus yang berlebihan cairan IV
Monitor status nutrisi
Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
Dorong masukan oral
Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
Tawarkan snack (jus buah,
buah segar)
Kolaborasi dengan dokter
Atur kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk tranfusi
Hypovolemia Management
33
Monitor status cairan
termasuk intake dan output
cairan
Pelihara IV line
Monitor tingkat Hb dan
hematokrit
Monitor tanda vital
Monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan
Monitor berat badan
Dorong pasien untuk
menambah intake oral
Pemberian cairan IV monitor
adanya tanda dan gejala
kelebihan volume cairan
Monitor adanya tanda gagal
ginjal
34
penularan penyakit, faktor berkunjung meninggalkan
yang mempengaruhi pasien
penularan serta Gunakan sabun antimikrobia
penatalaksanaannya untuk cuci tangan
Menunjukkan kemampuan Cuci tangan setiap sebelum
untuk mencegah timbulnya dan sesudah tindakan
infeksi keperawatan
Jumlah leukosit dalam Gunakan baju, sarung tangan
batas normal sebagai alat pelindung
Menunjukkan perilaku Pertahankan lingkungan
hidup sehat aseptik selama pemasangan
alat
Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum
Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
Tingkatkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik bila
perlu infection protection
(proteksi terhadap infeksi)
Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
Monitor hitung granulosit,
WBC
Monitor kerentanan terhadap
infeksi
35
Pertahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kulit pada
area epidema
Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
Inspeksi kondisi luka/insisi
bedah
Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
Dorong masukkan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara menghindar
infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif
36
jaringan Setelah dilakukan tinfakan lokasi, karakteristik, durasi,
keperawatan selama …. Pasien frekuensi, kualitas dan faktor
tidak mengalami nyeri, dengan presipitasi.
kriteria hasil: 2. Observasi reaksi nonverbal dari
1. Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamanan.
(tahu penyebab nyeri, 3. Bantu pasien dan keluarga
mampu menggunakan untuk mencari dan menemukan
tehnik nonfarmakologi dukungan.
untuk mengurangi nyeri, 4. Kontrol lingkungan yang dapat
mencari bantuan). mempengaruhi nyeri seperti
2. Melaporkan bahwa nyeri suhu ruangan, pencahayaan dan
berkurang dengan kebisingan.
menggunakan manajemen 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
nyeri. 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
3. Mampu mengenali nyeri untuk menentukan intervensi.
(skala, intensitas, 7. Ajarkan tentang teknik non
frekuensi dan tanda farmakologi: napas dala,
nyeri). relaksasi, distraksi, kompres
4. Menyatakan rasa nyaman hangat/ dingin.
setelah nyeri berkurang. 8. Berikan analgetik untuk
5. Tanda vital dalam rentang mengurangi nyeri: ……...
normal. 9. Tingkatkan istirahat.
6. Tidak mengalami 10. Berikan informasi tentang
gangguan tidur nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur.
11. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
37
Kerusakan
NOC : NIC :
integritas kulit
Tissue Integrity : Skin and Pressure Management
berhubungan
Mucous Membranes 1. Anjurkan pasien untuk
dengan lesi pada
Setelah dilakukan tindakan menggunakan pakaian yang
kulit
keperawatan selama….. longgar.
kerusakan integritas kulit 2. Hindari kerutan pada
pasien teratasi dengan kriteria tempat tidur.
hasil: 3. Jaga kebersihan kulit agar
1. Integritas kulit yang tetap bersih dan kering.
baik bisa dipertahankan 4. Mobilisasi pasien (ubah
(sensasi, elastisitas, posisi pasien) setiap dua
temperatur, hidrasi, jam sekali.
pigmentasi) 5. Monitor kulit akan adanya
2. Tidak ada luka/lesi kemerahan .
pada kulit. 6. Oleskan lotion atau
3. Perfusi jaringan baik. minyak/baby oil pada derah
4. Menunjukkan yang tertekan .
pemahaman dalam 7. Monitor aktivitas dan
proses perbaikan kulit mobilisasi pasien.
dan mencegah 8. Monitor status nutrisi
terjadinya sedera pasien.
berulang. 9. Memandikan pasien dengan
5. Mampu melindungi sabun dan air hangat.
kulit dan 10. Kaji lingkungan dan
mempertahankan peralatan yang
kelembaban kulit dan menyebabkan tekanan.
perawatan alami
38
Ketidakefektifan NOC : NIC :
pola nafas Respiratory status : Airway Management
berhubungan Ventilation 1. Buka jalan nafas, gunakan
dengan Respiratory status : teknik chin lift atau jaw thrust
deformitas Airway patency bila perlu
dinding dada, Vital sign Status 2. Posisikan pasien untuk
keletihan otot- Setelah dilakukan tindakan memaksimalkan ventilasi
otot pernafasan, keperawatan 3. Identifikasi pasien perlunya
hiperventilasi selama….ketidakefektifan pola pemasangan alat jalan nafas
nafas pasien teratasi dengan buatan
kriteria hasil : 4. Pasang mayo bila perlu
1. Mendemonstrasikan 5. Lakukan fisioterapi dada jika
batuk efektif dan suara perlu
nafas yang bersih, tidak 6. Keluarkan sekret dengan batuk
ada sianosis dan atau suction
dyspneu ( mampu 7. Auskultasi suara nafas, catat
mengeluarkan sputum, adanya suara tambahan
mampu bernafas 8. Lakukan suction pada mayo
dengan mudah, tidak 9. Berikan bronkodilator bila perlu
ada pursed lips ) 10. Berikan pelembab udara kassa
2. Menunjukkan jalan basah NACl Lembab
nafas yang paten ( klien 11. Atur intake untuk cairan
tidak merasa tercekik, mengoptimalkan keseimbangan
irama nafas, frekuensi 12. Monitor respirasi dan status O2
pernafasan dalam Oxygen Therapy
rentang normal , tidak 1. Bersihkan mulut, hidung dan
da suara nafas sekret trakea
abnormal )
3. Tanda Tanda vital 2. Pertahankan jalan nafas yang
39
dalam rentang normal paten
( tekanan darah, nadi, 3. Atur peralatan oksigenasi
pernafasan ) 4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
2. Catat adanya fuktuasi tekanan
darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernafasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
40
( tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik
)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
41
komplek antara lain fakto penderita, faktor penangan petugas, faktor fasilitas dan
faktor cederanya.
Untuk penangan luka bakar perlu diketahui fase luka bakar, karena
penyebab luka bakar, derajat kedalaman luka bakar, luas luka bakar. Pada
penangan luka bakar seperti peneangan trauma yang lain haraus ditangani secara
teliti dan sistematik. Penatalkasaan sejak awal harus sebaik-baiknya karena
pertolongan perama kali sangat menemtukan perjalanan penyakit ini selanjutnya.
Telah diuraikan dalam makalah ini maka cara penatalaksanaan yang bisa
dipakai sebagai panduan/ pedoman dalam penangan penderita luka bakar fase
akut.
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
42
Krisanti, P. Dkk. 2009. Asuhan keperawatan gawat darurat. Jakarta : CV. Trans Info
Media.
43