Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“Hadist Tentang Ikhlas Sebagai Sumber Motivasi”

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Hadist Tarbawi 1

Dosen Pengampu : H.Ahmad Zarnuji, M.Pd.I

Kelompok 1

1.Ayas Hendra Hermawan (202210151)

2.Ayu Wulandari (202210028)

3.Hilma Risyatul Khasanah (202210070)

INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF NU METRO LAMPUNG

FAKULTAS TARBIYAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TA. 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamualikum Wr.Wb

Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
limpahan Rahmat,Taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah menunjukan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.

Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Hadist Tarbawi 1 dan juga untuk
khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta informasi yang semoga
bermanfaat.

Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal mungkin. Namun,
kami menyadiri bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan masih
banyak kesalahan serta kekurangan.Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini mohon
kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca makalah ini terutama Dosen Mata Kuliah
Hadist Tarbawi 1 yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.

Wa’alaikumsalam Wr.Wb

Metro, 16 Oktober 2021

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii

BAB I. PENDAHULUAN

Latar Belakang……………............................................................................................................ 4

Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 4

BAB II. PEMBAHASAN

A. Hadist Ikhlas Sebagai Sumber Motivator...................................................................................5

B. Sumber Riwayat .........................................................................................................................5

C. Mukharrijul Hadis.......................................................................................................................6

D. Takhrijul Hadis.................. …………….....................................................................................9

E. Asbab Al-Wurud ……………...............................................................................................10

F. Fiqhul Hadis……………..........................................................................................................11

BAB III. PENUTUP

Kesimpulan……………................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA……………................................................................................................18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuanhidupnya


sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Akan tetapi pendidikan Islam disinimencakup
pengajaran umum dan pengajaran agama, yang didasari dengan langkah-langkahmengajar yang
disebut dengan metode pengajaran. Dalam pendidikan Islam, pengajaranagama Islam mencakup
pembinaan keterampilan, kognitif, dan afektif yang menyangkut pembinaan rasa Iman, rasa
beragama pada umumnya. Adapun metode pendidikan Islam yaitucara yang paling tepat
dilakukan oleh pendidikan untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam kepada
anak didik.Dengan penggunaan metode yang tepat memungkinkansemakin mudah untuk
mencapai tujuan pendidikan sebagaimana dicontohkan oleh RasulullahSAW. Dalam beberapa
cuplikan hadis dalam makalah yang akan kami sampaikan ini.

2. Rumusan Masalah

A. Bagaimana Hadist Ikhlas Sebagai Sumber Motivator?

B. Apa Sumber Riwayat?

C. Apa Mukharrijul Hadis?

D. Apa Takhrijul Hadis?

E. Apa Asbab Al-Wurud?

F. Apa Fiqhul Hadis?

4
BAB II

PEMBAHASAN

‫عن‬ َ ‫طاب بن عُ َم َر‬َّ ‫ي ال َخ‬ َ ‫صلَّى للا َرسُو َل َقا َل‬


َ ‫عنه ُ للا ُ َرض‬ َ ُ ‫علَيه للا‬َ ‫سلَّ َم‬
َ ‫ىفَ َمن َمان ََو َوانَّ َماالمرئ بالنيَة االَع َما ُل انَّما يَقُو ُل َو‬
‫َماهَا الَى فَهج َرتُهُ يَت َزَ َّو ُج َها ام َراَة اَو د ُنيَايُصيبُ َها الَى هج َرتُهُ كَانَت َو َمن َو َرسُوله للا الَى فَهج َرتُهُ َو َرسُوله للا الَى هج َرتُهُ كَانَت‬
‫) البخاري رواه ( ا َليه َج َر‬

Diriwayatkan dari Umar ibn Khattab RA, ia berkata, saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Bahwasanya amal itu hanyalah berdasarkan pada niatnya. Sesungguhnya bagi tiap-tiap orang
(akan memperoleh) sesuai dengan apa yang ia niatkan. Barang siapa yang hijrah karena Allah
dan Rasulnya , maka ia akan memperoleh keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang
hijrahnya itu karena mencari dunia ia akan mendapatkannya atau karena seorang perempuan,
maka ia akan menikahinya. Maka (balasan) hijrah itu sesuai dengan apa yang diniatkan ketika
hijrah.” (Muttafaqun Alaih).

Diriwayatkan oleh dua orang ahli hadits yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim
bin Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari (orang Bukhara) dan Abul Husain Muslim bin Al Hajjaj
bin Muslim Al Qusyairi An Naisaburi di dalam kedua kitabnya yang paling shahih di antara
semua kitab hadits Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907

A.Sumber Riwayat

Adapun yang menjadi sumber riwayat dari hadis di atas adalah Umar ibn Khattab yang
menerima dan terlibat langsung dalam penerimaan hadis dari Rasulullah SAW. Umar ibn
Khattab al-Faruq berasal dari etnis Bani Adi yang terkenal sebagai etnis yang terpandang mulia
dan berkedudukan tinggi. Ia lahir di kota Mekkah 4 tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad
SAW. Umar mempunyai postur tubuh yang tegap dan kuat, wataknya keras, berani dan sangat
disiplin. Pada masa remajanya, ia dikenal sebagai pegulat perkasa dan sering menampilkan dan
mendemonstrasikan kemampuan dan keperkasaannya dalam pesta tahunan pasar Ukaz di

5
Mekkah. Umar sebelum masuk Islam, adalah seorang tokoh Arab yang sangat terhormat,
berwibawa, dan mempunyai pengaruh sangat besar, ia sangat keras menentang seruan dan ajaran
yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Rasulullah berdoa kepada Allah agar Umar mauk Islam,
doanya yaitu : “Ya Allah kuatkanlah Islam ini dengan salah seorang dari dua Umar (yaitu Umar
ibn Khattab atau Amr ibn Hisyam, maksudnya Abu Jahal).

Doa Rasulullah SAW tersebut diperkenankan Allah dengan masuk Islamnya Umar ibn Khattab
pada tahun kelima dari kenabian Muahammad SAW. Masuknya Umar dalam Islam telah
membawa cahaya terang dengan permulaan perjuangan Islam. Dakwah Islam yang semulanya
sembunyi-sembunyi dan rahasia, kini disiarkan secara terang-terangan. Umar menjadi pembela
dan pelindung umat Islam dari segala gangguan.

Umar terkenal sebagai seorang yang jujur, ahli hadis, dan selalu mendapat inspirasi ilham.
Keberanian, ketegasan, dan kejujurannya nabi SAW memberinya gelar dengan nama al-Faruq,
maksudnya seorang pembeda antara yang hak dan yang batil. Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Seandainya setelah aku meninggal dunia ada lagi nabi, maka Umarlah orangnya.” Ibnu Ma’ud
berkata: “Islamnya Umar adalah suatu kemenangan, hijrahnya adalah suatu pertolongan, dan
pemerintahannya adalah suatu rahmat.” Dia yang menggagas pengumpulan dan penulisan ayat-
ayat al-Qur`an pada masa pemerintahan Abu Bakar. Umar Ibnu Kattab menggantikan Abu Bakar
sebagai khalifah yang kedua ari tahun 13 H–23 H / 634 M–644 M.

Ia menjadi khalifah selama 10 tahun 6 bulan. Selama pemerintahannya Islam semakin luas
dengan takluknya dua kekusaan besar, yaitu Persia dan Byzantium, termasuk juga Mesir. Dalam
masa hidupnya Umar sempat meriwayatkan sebanyak 537 hadis. Umar ibn Khattab mengakhiri
hidupnya di tangan seorang pembunuh yang bernama Abu Lu’lu’ah, seorang budak Nasrani dari
Persia yang ditawan oleh tentara Islam di Nahawand, kemudian diambil oleh Mughirah ibn
Syu’bah untuk dijadikan sebagi budaknya. Ketika Umar memasuki masjid hendak shalat subuh,
tiba-tiba diserang dan ditikam. Ia wafat dalam usia 63 tahun dan dimakamkan disamping
kuburan Rasulullah.

B. Mukharrijul Hadis

6
1. Imam Bukari

Periwayat yang menyampaikan hadis tersebut adalah Imam Bukhari. Dialah yang disebutkan
sebagai mukharrij, yaitu orang yang mengeluarkan, mengoleksi, dan menghimpun hadis ini ke
dalam kitab Shahihnya. Adapun nama Asli dan lengkap Imam Bukhari adalah Abu Abdullah
Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardizbah al’Ju’fiy al-Bukari. dilahirkan
setelah jumat pada tanggal 13 syawal 194 H atau bertepatan dengan tanggal 21 Juli 810 M di
Bukhara suatu kota di Uzbekistan yang dulu termasuk dalam wilayah kekuasaan Uni Sovyet
yang merupakan persimpangan jalan antara Rusia, Hindia, dan Tiongkok. oleh karena beliau
kelahiran Bukhara sehingga ia dikenal dengan panggilan Imam Bukhari.

Dalam usia 10 tahun beliau sudah memiliki perhatian yang menonjol dan dominan dalam bidang
ilmu-ilmu hadis, hal ini terbukti disaat itu sudah mempunyai hapalan hadis yang tidak sedikit
jumlahnya. Di masa kanak-kanak telah menghapal 70.000 hadis dan dalam perkembangan
selanjutnya beliau menghapal 100.000 hadis shahih dan 200.000 yang tidak shahih. Beliau
mengetahui seluruh rangkaian sanad-sanadnya, mengetahui hari lahir, hari wafat, dan tempat-
tempat para periwayat hadis itu serta nilai dan kualitas masing-masing periwayat itu.

Ketika berumur 16 tahun beliau sudah hafal kitab-kitab para imam, seperti kitab imam Ibnu
Mubarak, kitab imam Waki’ dan lain-lain. Beliau melawat ke berbagai kota untuk mencari dan
menemui ulama-ulama hadis, seperti ke negeri Syiria, Mesir, Baghdad, Basrah, Hijaz, sampai
bermukim di Madinah selama 6 tahun. Ia belajar kepada banyak sekali guru hingga mencapai
1.080 orang guru. Sedangkan murid-muridnya yang mendengar langsung dan meriwayatkan
hadis dari kitab Shahih Bukhari mencapai 90.000 orang. Imam Bukhari mewariskan sekitar 20
karya besar dalam bidang hadis, ilmu rijal dan dalam berbagai ilmu keislaman lainnya. Diantara
karyanya yaitu Jami’ ash-shahih yang lebih populer dengan nama Shahih al-Bukhari.

Shahih al-Bukhari adalah kitab yang mula-mula mengumpulkan dan membukukan hadis-hadis
shahih saja yang telah dipersiapkan selama 16 tahun sebagai hasil jelajahannya dari berbagai
kota. Menurut hasil perhitungan al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, bahwa jumlah hadis yang
terdapat dalam kitab Shahih al-Bukhari adalah sebanyak 7.397 hadis. Hitungan ini termasuk
hadis yang diulang-ulang dan di luar hitugan hadis mu’allaq dan mutabiat. Dan hadis yang tidak
beukang-ulang sebanyak 2.602 hadis.. Sedang jumlah yang mu’allaq ada 1.341 dan yang

7
mutabiat ada 344 hadis. Jadi jumlah seluruhnya adalah 9.082 hadis. Namun yang jelas dilihat
dari nomor hadisnya khususnya yang ada dalam Fath al-Bari suatu kitab berisi komentar dan
penjelasan tentang hadis-hadis dalam Shahih Bukhari adalah sampai hadis 7.563.

Imam Bukhari wafat pada malam sabtu setelah shalat isya tepat pada malam idul fitri 1 Syawal
256 H atau 31 Agustus 870 M di Khartand suatu kampung tidak jauh dari kota Samarkand yang
terletak di wilayah bekas kekuasaan Unisovyet.

2. Imam Muslim

Selain Bukhari, ada seorang mukharrij yang tidak kalah pentingnya dalam meriwayatkan hadis
yaitu Imam Muslim. Nama lengkapnya adalah Abu al-Husain Muslim ibn Hajjaj ibn Muslim ibn
Khusyad al-Qusyairi an Naisaburi. Lahir pada tahun 206 H/820 M di an-Naisaburi sebuah kota
di khurasan wilayah bekas Uni Sovyet.

Adapun karya dari Imam Muslim yaitu Shahih Muslim, Al-Musnad Al-Kabir, Al-Asma’ wal
kuna, al-‘lal, al-Aqran, Sualatihi Ahmad Ibnu Hambal, al-Muhadharamin, Man Laisa Lahu Illa
rawin Wahid, Aulad ash-Shahabah, Auham al-Muhadditsin.

Dalam menghimpun hadis Imam Muslim mengadakan lawatan keberbagai negara seperti Hijaz,
Irak, Syiria, Mesir dan negara-negara lainnya untuk belajar hadis.

Ia belajar hadis ketika usianya masih 12 tahun. Salah satu gurunya adalah Imam Bukhari.
Muslim merupakan rujukan hadis yang utama terpercaya dan tershahihnya kedua setelah Imam
Bukahri.. Para Ulama sepakat bahwa kitab hadis tershahih adalah dua kitab yaitu Shahih Al-
Bukhari dan Shahih Muslim

Kitab Shahih Muslim berisi 12.000 hadis, namun ada yang mengatakan 4000 hadis. Tapi itu
tidak saling bertentangan. Karena yang mengatakan 12.000 hadis itu menghitung secara
keseluruhan, sedangkan yang mengatakan 4.000 hadis menghitung hadis yang tidak diulang.

Imam Muslim wafat pada hari Ahad sore dan dimakamkan pada hari Senin 25 Rajab 261 H atau
875 M dalam usia 55 tahun di Kampung Nashr Abad salah satu daerah di luar daerah Naisaburi

Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim ini disebut dengan hadis
muttafaqun alaih, artinya hadis yang disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Musli

8
C. Takhrijul Hadis

Pengertian Takhrij hadis menurut bahasa memiliki beberapa makna. Yang paling mendekati
disini adalah adalah berasal dari kata kharaja ‫ خرج‬yang artinya nampak dari tempatnya atau
keadaaannya, dan terpisah,dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj ‫ الخرج‬yang artinya
menampakkan dan memperlihatkannya. Dan kata al-makhraj ‫ المخرج‬yang artinya tempat keluar
dan akhraj al-hadistwa kharajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadist kepada
orang dengan menjelaska ntempat keluarnya.Sedangkan menurut istilah muhaditsin, takhrij
diartikan dalam beberapa pengertian :

1. Sinonim dan ikhraj, yakni seorang rawi mengutarakan suatu hadist dengan menyebutkan
sumber keluarnya (pemberita) hadist tersebut.

2. Mengeluarkan hadist-hadist dari kitab-kitab, kemudian sanad-sanadnya disebutkan.

3. Menukil hadist dari kitab-kitab sumber (diwan hadist) dengan menyebut mudawinnya sertadi
jelaskan martabat hadistnya.

Takhrij ialah penunjukan terhadap tempat hadist dalam sumber aslinya yang dijelaskan sanadnya
dan martabatnya sesuai dengan keperluan”.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa takhrij meliputi kegiatan

a. Periwayatan (penerimaan, perawatan, pentadwinan, dan penyampaian) hadist.

b. Penukilan hadist dari kitab-kitab asal untuk dihimpun dalam suatu kitab tertentu.

c. Mengutip hadist-hadist dari kitab-kitab fan (tafsir, tauhid, fiqh, tasawuf, dan akhlak)
denganmenerangkan sanad-sanadnya.

d. Membahas hadist-hadist sampai diketahui martabat kualitas (maqbul-mardudnya)

Adapun orang yang mengeluarkan hadis tersebut adalah Imam Bukhari. Bukhari meriwayatkan
hadis tersebut di atas yang sepertinya enam kali dalam kitab shahihnya, yaitu pada hadis no.1,
54, 2529, 3898, 6689, dan 6953. Muslim dalam kitab shahihnya pada hadis no.1907. Tirmidzi
dalam sunannya pada hadis no.1647. Abu Daud dalam sunannya pada hadis no.2202. Nasai
dalam sunannya pada hadis no.75, 3437, dan 3794. Ibnu Majah dalam sunannya pada hadis no.

9
4227. Ahmad dalam musnadnya pada hadis no. 169. Hanya ada sedikit susunan redaksinya agak
berbeda dengan di atas. Riwayat Bukhari yang sampai 6 kali, ada yang tidak menggunakan kata
“ innama” tapi langsung pada kata pertamanya adalah “A’malu Binniyat”. Dan susunan redaksi
yang paling banyak menggunakan kata niat dalam bentuk Mufrad (tunggal). Tidak seperti hadis
tersebut di atas yang menggunakan kata niat dalam bentuk jamak (plural) “Binniyat” adanya
susunan redaksi hadis yang beragam seperti ini disebabkan, boleh jadi karena hadis tersebut
proses periwayatannya menggunakan metode maknawi.

Menurut al-Iraqi (806 H/1404 M), hadis tersebut di atas diriwayatkan oleh 33 sahabat Nabi Saw,
bahkan bisa lebih dari itu, sehingga banyak ulama memposisikan hadis tersebut sebagai hadis
mutawatir. Dan dalam sejarahnya memang disebutkan bahwa Nabi Saw. Menyampaikan hadis
tersebut di atas mimbar di depan orang banyak. Oleh karena itu, al-katani(1927) memasukkannya
dalam daftar hadis mutawatir pada urutan pertama dalam buku koleksi hadis-hadis mutawatir
yang berjudul Nazhm al-mutanaatsir Min al-hadits al-mutawatir. Ada juga menilainya sebagai
mutawatir maknawi, maksudnya hadis-hadis yang memuat masalah niat dan ikhlas seperti ini
sangat banyak walaupun susunan redaksinya berbeda, namun maksudnya sama.

Namun demikian, ada juga ulama tetap menilainya bukan hadis mutawatir , tapi hadis ahad.
Termasuk imam Ibnu ash-Shalah(643 H/1245 M),An –Nawawi(676 H/1277 M), dan ulama di
era kotemporer ini adalah DR. Nuruddin ‘Itr. Alasannya. Pada pertengahan sanadnya mencapai
jumlah mutawatir. Sementara di awal sanadnya hanya sampai pada tingkatan ahad. Kriteria hadis
mutawatir adalah jumlah periwayat pada setiap thabaqah dari awal sanad harus sama atau
seimbang sampai pada akhir sanad. Oleh karena itu, hadis tersebut adalah hadis ahad, yang
kualitasnya shahih.

D. Asbab Al-Wurud

Dalam tradisi ilmu hadis, untuk menentukan kualitas sebuah hadis diperlukan serangkaian
penelitian, baik menggunakan metode atau kaidah yang digunakan untuk menentukan kualitas
sanad maupun metode untuk menentukan kualitas matan. Hal ini dilakukan karena kualitas
keduanya tidak selalu sejalan, ada kalanya sanad-nya shahih akan tetapi matannya mardud. Dari
langkah-langkah tersebut minimal akan diketahui proses penentuan kualitas hadis secara

10
keseluruhan baik dilihat dari sanad dan matan meskipun hal itu tergolong ijtihad (relative). Tidak
berhenti disitu, jika dilihat secara seksama akan terlihat bahwa ungkapan, perilaku dan ketetapan
Nabi saw, selain bersifat lokal dan temporal juga bersifat universal. Pemahaman terhadap
berbagai peristiwa disekeliling beliau tersebut jika dihubungkan dengan latar belakang terjadinya
maka ada yang harus diterapkan secara tekstual dan ada yang harus ditetapkan secara kontekstual
pada masa sekarang.

Dalam pada itu, adalah sebuah keniscayaan bahwa memahami sebuah hadis tidak cukup hanya
melihat teks hadis namun juga perlu memperhatikan konteksnya karena tidak jarang ada hadis
yang secara tekstual nampak bertentangan (mukhtalif) atau sulit dipahami (gharib). Nah ketika
hadis itu memiliki asbab wurud, setidaknya dapat diraba kepada siapa hadis itu disampaikan dan
dalam kondisi sosio-kultural yang bagaimana Nabi menyampaikannya. Hal itu perlu dikaji untuk
menangkap pesan moral di dalamnya. Tanpa memperhatikan konteks historisitas tersebut,
terkadang akan ditemui kesulitan dalam menangkap dan memahami makna suatu hadis, bahkan
dapat membawa ke dalam pemahaman yang barangkali kurang sesuai. Persoalannya tidak semua
hadis memiliki asbab wurud secara integral atau built in dalam sebuah riwayat. Tulisan ini
sekilas berupaya melakukan eksplorasi berkenaan dengan upaya alternatif memahami hadis yang
tidak memiliki asbab wurud dalam konteks yang seolah-olah hampa kultural tersebut berikut
aplikasi sederhana.

1.Asbab al-Wurud, Konteks Mikro dan Makro

Secara etimologis, asbab wurud merupakan susunan idafah dari kata asbab dan wurud. Kata
asbab adalah bentuk jamak dari kata sabab, yang berarti tali atau penghubung, yaitu segala
sesuatu yang dapat menghubungkan kepada sesuatu yang lain, atau penyebab terjadinya sesuatu.
Sedangkan kata wurud merupakan bentuk isim masdar dari kata warada-yaridu-wurudan yang
berarti datang atau sampai kepada sesuatu.

Adapun latar belakang yang menyebabkan lahirnya hadis tersebut di atas adalah sebagaimana
diriwayatkan az-Zubair ibn Bakkar bahwa hadis tersebut disabdakan Nabi Saw. Ketika bersama
umat islam dan para sahabat yang berhijrah baru saja tiba di Madinah mereka langsung diserang
perasaan lelah dan letih yang luar biasa. Dan tiba-tiba datang pula seseorang dalam rombongan

11
itu yang ikut hijrah hanya dengan harapan ingin mendapatkan dan melamar seorang perempuan
yang juga ikut berhijrah. Nabi Saw. Mengetahui hal ini, lalu beliau naik di atas mimbar dan
bersabda : “wahai sekalian manusia, sesungguhnya amal itu didasarkan atas niatnya (sabda ini
diulangi sampai tiga kali). Barangsiapa hijrahnya karena untuk Allah dan Rasul-Nya, maka
hijrahnya itu untuk Allah dan RasulNya juga (maksudnya akan memperoleh ridha-Nya).
Barangsiapa yang hijrahnya untuk mencari keduniaan atau untuk menikahi seorang perempuan,
maka ia akan memperolehnya. Sesungguhnya seseorang itu mendapatkan dari hijrahnya untuk
mencari keduniaan atau untuk menikahi seorang perempuan, maka ia akan memperolehnya.
Sesungguhnya seseorang itu mendapatkan dari hijrahnya itu berdasar pada niat hijrahnya. Lalu
beliau mengangkat tangannya sambil berdoa “Ya allah, hindarkanlah bencana ini dari sisi kami”
doa ini beliau ulang-ulangi sampai tiga kali. Ketika tiba waktu pagi, beliau bersabda: “ Tadi
malam aku bermimpi dipertemukan dengan seorang yang sakit, maka tiba-tibadibawa masuk
seorang nenek-nenek tua hitam yang mengelayut diantara kedua tangan orang yang
mengantarkannya masuk. Lalu orang itu bertanya: “nenek ini sakit, bagaimana pendapat tuan?
Maka aku pun menjawab: ”tempatkan dia di khim”.

Ath-Thabrani(360 H) meriwayatkan dalam al-mu’jam al-kabir dengan sanad yang dapat


dipercaya bersumber dari Ibnu Mas’ud, beliau menerangkan bahwa di antara para sahabat ada
seorang laki-laki yang ikut berhijrah ke Madinah dengan harapan untuk meminang seorang
ummu Qais. Perempuan tersebut tidak mau menerima pinangannya, kecuali jika laki-laki yang
meminangnya itu mau ikut juga berhijrah ke Madinah dan akhirnya mereka kawin. Berkenaan
dengan peristiwa inilah, Nabi Saw. Menyabdakan hadis tersebut di atas.

E. Fiqhul Hadis

Kata fiqh (‫)فقه‬, yang secara bahasa berarti “mengetahui sesuatu dan memahaminya”.

Secara istilah Fiqh al-Hadits adalah dasar-dasar atau aturan-aturan yang digunakan untuk
memahami teks-teks dan implikasi riwayat-riwayat dan juga penafsiran dan penjelasan yang
diajukan atas hadits-hadits berdasarkan pada dasar dan aturan ini.

12
Pada mulanya ulama, terutama dalam disiplin ilmu fikih, hadis tersebut dijadikan dasar hukum
penetapan wajibnya niat dalam melakukan suatu ibadah. Menurut mereka tidak sah ibadah tanpa
disertai dengan niat. Jalaludin as_suyuthi (911 H/1505 M) dalam bukunya Asbab Wurud al-
Hadits yang memuat hadis-hadis ibadah dan hukum menempatkan hadis tersebut di atas pada
hadis pertama dalam bab Thaharah. Ini sustu indikasi bahwa beliau dan yang sependapat
dengannya berpendapat bahwa thaharah tidak sah tanpa niat. Dan pandangan seperti ini
mayoritas dipegang oleh para ulama dengan berdasarkan pada teks hadis tersebut di atas.

Namun demikian, setelah memperhatikan konteks dan latar belakang historis munculnya hadis
tersebut di atas dapat dipahami bahwa muatan dan pesan utama dari hadis tersebut adalah
persoalan ikhlas dalam melakukan hijrah, karena ucapan ketika Nabi Saw hijrah dari Mekah
dan baru saja tiba di Madinah menyikapi adanya seseorang yang ikut hijrah bukan karena
didorong oleh perjuangan menegakkan agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw, tetapi
dimotivasi oleh keinginan-keinginan lain. Dalam hadis tersebut digambarkan oleh beliau adanya
tiga macam motivasi dan orientasi yang mendorong seseorang untuk ikut hijrah ke Madinah :

1. Karena didorong oleh motivasi ekonomi dengan harapan setibanya di Madinah mereka akan
berbisnis, masyarakat arab memang diakui naluri dan bakat bisnisnya sampai-sampai pergi
melakukan ibadah bisnisnya sampai-sampai pergi melaksanakan ibadah haji pun mereka juga
tetap berbisnis hingga turun ayat mengenai masalah bisnis ketika tengah dalam melaksanakan
ibadah haji.

2. Karena didorong oleh motivasi cinta kepada seorang perempuan. Perempuan yang ikut hijrah
itu namanya Ummu Qais, dia dilamar oleh seseorang, tapi ditolak, kecuali mau ikut hijrah ke
Madinah. Akhirnya laki-laki itu ikut hijrah bergabung dengan rombongan Rasulullah Saw. dan
para sahabat dengah harapan di Madinah bisa melamar dan manikah Ummu Qais. Dan ini
terbukti setelah di Madinah ia pun nikah dengan perempuan tersebut yang belakangan disebut
Ummu Muhajir.

3. Karena motivasi murni semata-mata ingin berjuang bersama Allah dan Rasul_Nya dalam
menegakkan kebenaran Islam untuk memperoleh kerinduan Allah.

Dengan demikian, dengan kontekstual dapat dipahami peran utama dari hadis tersebut masalah
ikhlas sebagai sumber motivasi dan orientasi dalam melakukan aktivitas keagamaan terutama

13
dalam memperjuangkan menegakkan ajarab agama Allah al-Islam. Sebagaimana yang
dopraktekkan oleh Nabi Saw beserta para sahabatnya ketika hijrah dari Mekah ke Madinah. Oleh
karena itu, imam Bukhari dalam kitab Shahihnya, hadis yang nomor satu ditulis adalah hadis
tersebut di atas. Hal ini bisa menjadi, bahwa dalam memulai sesuatu harus dengan ikhlas dan
dengan tujuan yang baik dan benar. Perjuangan yang dilakukan hanya sebatas motivasi dan
orientasi kepentingan pribadi, ekonomi, politik, kekuasaan dan lain-lain itu hanya bersifat
sementara tidak bertahan lama dan tidak kuat, karena landasannya sangat rapuh. Kedua, bisa juga
dipahami, upaya memperjuangkan kebenaran ajaran agama Allah itu selalu saja ada dan pasti
ada tipe-tipe manusia yang berkarakter seperti disebutkan dalam hadis di atas. Keikhlasan
merupakan basis kekuatan utama dalam memperjuangkan segala cita-cita mulia termasuk dalam
hijrah yang dipraktekkan oleh Rasulullah Saw. hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah Saw.
berserta para sahabat bukanlah lari dan takut serta menghindari orang-orang kafir Quraisy, akan
tetapi lebih merupakan salah satu bagian dari strategi politik dalam perjuangan. Hijrahnya
Rasulullah Saw. itu merupakan tonggak awal kebangkitan islam. Oleh karena itulah, penetapan
awal tahun baru dalam kalender Islam diambil dari berdasarkan awal hijrahnya Rasulullah Saw.
ke Madinah ini, dan bukan berdasarkan hari kelahiran, hari pelantikkannya menjadi Nabi dan
Rasul atau waktu di isra’mi’rajkannya.

Keikhlasan berasal dari dorongan niat. Olah karena itu, pada awal pembuka hadis Nabi Saw.
menekankan dalam berbagai aktivitas seseorang. Sesungguhnya niat mengandung tiga unsur
pokok, yaitu sebagai berikut :

1. Ikrar kesungguhan melakukan suatu dengan sepenuhnya (tekad bulat) didasari oleh keinginan
mencapai ridha Allah.

2. Bermakna permohonan bantuan Allah dalam rangka meraih keberhasilan terhadap apa yang
dilakukan.

3. Tersirat rasa oenyerahan diri secara total kepada Allah.

Oleh karena itulah, antara niat dan ikhlas, keduanya tidak dapat dipisahkan.

Ada hadis Nabi Saw yang menerangkan tentang peran dan kedudukan ikhlas dalam beramal.

َ ‫ي خَالصا لَهُ َما َكانَ ا َّال ال َع َمل منَ َاليُق َب ُل‬


‫للا ا َّن‬ َ ‫َوج ُههُ به َوابتُغ‬

14
Artinya :

"sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal kecuali yang mengerjakannya secara ikhlas, dan
mencari hanya ridhanya" (HR. An-Nasai dari Abu Umamah al-bahili).

Hadis ini diucapkan Nabi Saw sebagai jawaban terhadap adanya seseorang yang bertanya kepada
beliau tentang seseorang yang ikut berperang dengan tujuan ingin mendapatkan pahala,
popularitas, sekaligus harta kekayaan (motivasi politik dan ekonomi. Zainuddin al-hambali
ketika memberi komentas terhadap hadis tersebut di atas mengatakan bahwa mereka yang
termotivasi dan orientasi pertama dan kedua di atas ini, tidak layak disebut muhajir.

Tapi, yang layak disebut sebagai muhajir ialah yang berhijrah benar-benar dengan ikhlas semata
karna Allah dan Rasul_Nya untuk mendapatkan ridha_Nya. Namun, ada juga ulama menilai
bahwa orang yang melakukan kegiatan keagamaan, misalnya hijrah atau yang lain dengan
motivasi lillahita’ala sambil mencari keuntungan ekonomi, politik, sosial dan lain-lain maka bisa
saja tetap mendapatkan pahala, hanya niali dan kualitasnya tidak samadengan yang benar-benar
ikhlas murni tanpa campuran. Hal ini didasarkan pada ketika abu thalhah masuk islam karena
ingin kawin dengan Ummu Sulaim (Ibunya Annas ibn Malik) dan didasari keikhlasan karena
Allah juga. Hal ini juga ketika seseoran berpuasa karna Allah sembil ada niat untuk kesehatan
dan lain-lain. Menurut al-Ghazali (505H/1111M), kalau motivasi duniawinya lebih dominan
maka Ia tidak mendapatkan pahala sama sekali. Dan kalau niat Ibadah dan motivasi ikhlasnya
masih lebih dominan dan niat lainnya hanya mengikuti, maka Ia tetap mendapatkan nilai pahala..

Sebetulnya, pada tingkatan yang lebih jauh dan tegas, bahwa ikhlas itu artinya murni tidak
dicampuri apa-apa, sehingga dengan demikian ia sama dengan tauhid (dari kata wahhada –
yuwahhidu-tauhidun, artinya benar-benar mengesakan Tuhan). Pada tataran inilah ikhlas
diperlawankan dengan syirik. Begitu ia tidak ikhlas, maka dalam waktu yang bersamaan ia akan
musyrik. Itulah sebabnya ketika seseorang beribadah tapi hanya karena riya’ bukan ikhlas Lillahi

Ta’ala, maka ia telah berbuat syirik, minimal syirik asghar (kecil). Inilah yang dimaksud dalam
firman Allah.

“Dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".(Q.S. al-


Kahfi ayat 110)

15
“Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas (taa kepada-Nya
secara murni).” (Q.S. al-Bayyinah ayat 5).

Al-Faqih meriwayatkan dengan sanadnya dari Amr Maula Mutallib dari Ashim dan Muhammad
Labied, Nabi SAW bersabda yang artinya “Syirik kecil adalah suatu penyakit yang sangat
berbahaya bagi kalian, lalu para sahabat bertanya; apakah syirik kecil itu, ya Rasul? Jawab
beliau; Riyak. Besok di hari kiamat, Allah menyuruh mereka mencari pahala amalnya, kepada
siapa tujuan amal mereka itu, Firmannya: carilah manusia yang waktu hidup di dunia, kamu
beramal tujuannya hanya untuk dipuji/disanjung oleh mereka, mintalah pahala kepada mereka.

Dalam hadis tersebut mengandung pengertian bahwa amal baik apapun yang dilakukan tanpa
ikhlas, tidak akan diterima dan tiada balasannya kecuali neraka dasarnya firman Allah Q.S. al-
Isra’ ayat 18

“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), Maka Kami segerakan baginya di


dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya
neraka Jahannam;ia akan memasukinya dalam Keadaan tercela dan terusir.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Adapun yang menjadi sumber riwayat dari hadis di atas adalah Umar ibn Khattab yang
menerima dan terlibat langsung dalam penerimaan hadis dari Rasulullah SAW. Umar ibn
Khattab al-Faruq berasal dari etnis Bani Adi yang terkenal sebagai etnis yang terpandang
mulia dan berkedudukan tinggi. Ia lahir di kota Mekkah 4 tahun sebelum kelahiran Nabi
Muhammad SAW.
2. Pengertian Takhrij hadis menurut bahasa memiliki beberapa makna. Yang paling
mendekati disini adalah adalah berasal dari kata kharaja ‫ خرج‬yang artinya nampak dari
tempatnya atau keadaaannya, dan terpisah,dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj
‫ الخرج‬yang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan kata al-makhraj ‫المخرج‬
yang artinya tempat keluar dan akhraj al-hadistwa kharajahu artinya menampakkan dan
memperlihatkan hadist kepada orang dengan menjelaska ntempat keluarnya.
3. Secara etimologis, asbab wurud merupakan susunan idafah dari kata asbab dan wurud.
Kata asbab adalah bentuk jamak dari kata sabab, yang berarti tali atau penghubung, yaitu
segala sesuatu yang dapat menghubungkan kepada sesuatu yang lain, atau penyebab
terjadinya sesuatu. Sedangkan kata wurud merupakan bentuk isim masdar dari kata
warada-yaridu-wurudan yang berarti datang atau sampai kepada sesuatu.
4. Kata fiqh (‫)فقه‬, yang secara bahasa berarti “mengetahui sesuatu dan memahaminya”.
Secara istilah Fiqh al-Hadits adalah dasar-dasar atau aturan-aturan yang digunakan untuk
memahami teks-teks dan implikasi riwayat-riwayat dan juga penafsiran dan penjelasan
yang diajukan atas hadits-hadits berdasarkan pada dasar dan aturan ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

-Wajadi Sayadi. 2008. Hadis Tarbawi (Pesan pesan Nabi tentang

Pendidikan). Jakarta : PUSTAKA FIRDAUS

-Sohari. 2006. Hadis Tematik. Jakarta : diADIT MEDIA

-Muhammad Fa’ud Abdul Baqi. 2005. Mutiara Hadis Shahih Bukhari

Muslim. Surabaya : Bina Ilmu

-Al-Faqih Abu Laits Samarqandi.1986.Tanhibul Ghafilin (Pembangun Jiwa

dan Moral Umat).Surabaya : Mutiara Ilmu

-http://www.ask.com/web?q=&o=102842&l=dis&qsrc=2871

18

Anda mungkin juga menyukai