Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PERGAULAN BEBAS PADA KEHIDUPAN REMAJA SAAT INI

NAMA KELOMPOK:
1. M. FIKRI HAIKAL
2. M. ALFARUK ZANJABIL
3. M. IRVIN AZZAHIN
4. M. RIFKI ARDIANSYAH
5. RAMADHANI NURUL AKHLIS

MA MATHOLI’UL HUDA
TROSO PECANGAAN JEPARA
TP. 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
 
1.1  Latar belakang masalah
              Pergaulan bebas adalah salah satu bentuk salah satu bentuk perilku menyimpang
yang mana “Bebas” yang dimaksud adalah melewati batas batas norma ketimuran yang ada.
Mesalah pergaulan bebas ini sering kita dengar baik dilingkungan maupu  dari media masa.
Remaja adalah individu labil yang emosionalnya sangat rentan pengetahuan yang minim dan
ajakan teman  yang bergaul bebas membuat makin berkurangnya potensi generasi muda
dalam kemajuan zaman.
Pergaulan Bebas adalah salah satu kebutuhan hidup dari makluk sosial yang dalam
kesehariannya  membutuhkan orang lain dan hubungan antar manusia melalui suatu
pergaulan ( interpersonal relationship)
Pergaulan adalah HAM setiap individu dan itu harus dibebaskan, sehingga setiap manusia
tidak boleh bibatasi dalam pergaulan, apalagi melakukan diskriminasi, sebab hal itu
melanggar HAM. Jadi perhgaulan manusia hendaknya bebas, tetapi tetap mematui norma,
hukum,norma agama,Budaya,serta norma bermasyarakat, jadi klo secara medis kalau
pergaulan bebas namun tidak teratur terbatasi aturan aturan dan norma norma hidup
manusia tentunya tidak menimbulkan akses akses seperti saat ini.
                Remaja adalah generasi penerus yang akan membangun bangsa kea rah yang lebih
baik yang mempunyai pemikiran jauh ke depan dan kegiatannya yang dapat
menguntungkan diri sendiri,keluarga,dan lingkungan sekitar. Maka dari itu remaja tersebut
harus mendapatkan perhatian khusus,baik oleh dirinya sendiri,orang tua,dan masyarakat
sekitar.
           Banyak kita basa di media massa maupun kita lihat di media elektronik adanya remaja
yang berprestasi juga ada remaja yang melakukan tindakan atau perbuatan yang merugikan
dirinya sendiri,keluarga dan masyarakat sekitar.
           Pada makalah ini kami akan mencoba membahas cara mengatasi pergaulan bebas
terhadap remaja.

1.2 Pembatasan masalah


           Kesempatan ini kami hanya akan membatasi pengaruh media massa,media elektronik
terhadap pergaulan remaja. Media massa (cetak) perlunya remaja membaca hal-hal yang
positif.Dan media elekronik,tayangan-tayangan di televisi yang dapat merusak aqidah dan
moral remaja tidak layak untuk ditonton oleh para remaja missal tayangan yang berbau
misteri dan film-film yang berbau alam gaib.
1.3 Tujuan
           Makalah ini kami buat dengan bertujuan agar remaja-remaja masa kini terarah
pergaulanny yaitu dengan melakukan kegiatan yang positif yang berguna untuk dirinya
sendiri,keluarga,dan masyarakat sekitar.
Dan supaya agar remaja tidak terjebak di dalam pergaulan bebas.Maka dari itu perlu kiranya
remaja membentengi diri denan iman yang kuat.
 
BAB II
PEMBAHASAN
 
2.1  Pengertian pergaulan bebas
       Pergaulan bebas identik sekali dengan yang namanya “dugem” ( Dunia Gemerlap ), yang
sudah menjadi rahasia umum bahwa didalamnya marak sekali  pemakaian Narkoba, ini
identik dsekali dengan sek bebas yang akhirnya  berujung pada HIV /AIDS  dan pastinya
setelah terkena Virus ini kehidupan remaja akan menjadi  sangat timpang dari segala segi
Pergaulan remaja saat ini menjadi sorotan utama, karena pada masa sekarang pergaulan
remaja sangat mengawatirkan dikarenakan perkembangan arus remajanya pada saat ini
sangant mengkhawatirkan bangsa karena ditangan generasi mudalah bangsa ini akan
dibawa, baik buruknya bangsa ini sangat bergantung pada generasi muda.
2.1 Pengertian Remaja
           Kehidupan yang kita alami,mungkin salah satu tahap yang paling tak terlupakan
adalah masa remaja,karma tampaknya tidak ada fase lain banyak dipenuhi dengan
pengalaman tentang patah hati,konflik batin,dan kesalahpahaman selain masa remaja. Kita
masih dapat mengingat antara rasa sakit dan kebahagiaan bercampur menjadi satu yang
kita alami saat remaja.Kita tetap menyimpan kenangan betapa kita disalahpahami, betapa
kita begitu sering dan cepat berubah-rubah,betapa kita begitu mengharapkan
penerimaan,dan betapa kita begitu merasakan kesepian dan kesendirian.
           Kadang kita juga merasa mengapa tidak ada orang yang mau mengerti tentang
kita.Kita merasa heran bagaimana semua ini dimulai dan darimana.Semua ini terjadi pada
masa remaja,saat yang penuh gejolak dan keinginan,tetapi tidak jarang mengakibatkan
begitu banyak persoalan jika tidak disikapi secara arif dan bijak.
           Remaja seing diidenntikan dengan usia belasan tahun sehingga dalam bahasa inggris
”remaja” juga disebut dengan istilah “Teenager”,selain kata adolescent.Akan tetapi remaja
tidak hanya dapat diidentifikasi berdasarkan usia,tetapi juga bisa ditelisik dari kehidupan
yang penuh dengan keceriaan,warna-warni,dan permulaan usia mengenal lawan jenis.
           Selain itu,di usia remaja kita juga biasanya mulai bertemu dengan nilai-nilai dan
norma-norma baru yang berbeda dengan nilai dan norma yang selama ini kita kenal.Pada
masa remaja juga kita pada umumnya mulai merasakan kegelisahan dalam hubungan kita
dengan orang tua dan teman-teman sebaya;kita ingin menunjukkan kemandirian kita di satu
sisi,teapi di sisi lain kita belum dapat melepaskan diri sepenuhnya dari pengawasan dan
ketergantungan kita dari orang tua.
2.2 Ciri-ciri Fisik dan Psikologis
           Bila merujuk pada psikologi perkembangan akan kita temukan pembagian tahap
perkembangan psikologis kita menjadi tiga tahap: sembilan tahun pertama, sembilan tahun
kedua dan sembilan tahun ketiga. Sembilan tahun pertama dalam kehidupan kita dapat
disebut sebagai masa kanak-kanak. Pada masa ini kita hamper sepenuhnya bergantung pada
perhatian dan bimbingan orang lain, utamanya orangtua kita. Dari persoalan mandi, makan,
apa yg kita pakai, pilihan sekolah, dan teman hamper semuanya di pengaruhi oleh
keputusan dan kebijakan orangtua kita. Masa kanak-kanak ditandai dengan perkembangan
dan pertumbuhan fisik yg sangat cepat: mulai dari belajar telungkup, merangkak, berjalan,
berbicara, dan berpikir. Usia remaja berada pada perkembangan psikologis kedua dan
sembilan tahun kedua setelah kita melewati masa kanak-kanak. Pada masa ini kita mulai
diajari tantang kemandirian dan bagaimana membuat keputusan untuk diri kita sendiri.
Selain itu, karakteristik umum dari pertumbuhan dan perkembangan fisik kita pada periode
usia ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
           Pertumbuhan tinggi badan dan berat badan pada umumnya lambat dan mantap;
pertumbuhan yang sangat cepat pada masa kanak-kanak telah selesai dan perubahan-
perubahan menginjak usia remaja mulai tampak. Pada usia ini kita cenderung mengalami
perubahan hormonal,berupa perubahan suara, mulai tumbuhnya bulu-bulu di bagian tubuh
tertentu, dan penonjolan-penonjolan pada bagian tubuh tertentu bagi perempuan.
 Pada tingkat usia ini system peredarn darah, pencernaan dan pernapasan sudah berfungsi
secara lengkap meskipun pertumbuhan masih terus berlanjut. Parui-paru kita sudah hampir
berkembang secara lengkap dan tingkat respirasi orang dewasa. Tekanan darah meningkat
menjadi sedikit lebih rendah dari pada tekanan orang dewasa. Otak dan urat syaraf tulang
belakang ( spinal cord ) menjadi orang dewasa pada usia 10 tahun, tetapi perkembangan
sel-sel yg berkaitan dengan perkembangan mental belum sempurna dan terus berlanjut
selama beberapa tahun kemudian. Pada usia 10 thun, mata kita telah mencapai ukuran
dewasa dan fungsinya sudah berkembang secara maksimal.
           Masa remaja adalah saat ketika kita tidak lagi menjadi kanak-kanak, tetapi belum
memasuki usia dewasa. Meskipun begitu, ada juga di antara kita, remaja, yg kekanak-
kanakan atau remaja yg sudah mampu berpikir layaknya orang dewasa. Saat masih kanak-
kanak hamper sepenuhnya kita bergantung pada orang lain, terutama orangtua atau wali
kita. Masa kanak-kanak adalah masa “ketergantungan aktif” ketika kita sepenuhnya
mengharapkan kasih-sayang dan perhatian orang lain. Tetapi pada masa kanak-kanak kita
juga sadar tantang ketergantungan kita dan berjuang untuk membebaskan diri meskipun
kita tidak sepenuhnya menyadari: bebas dari apa atau kebebasan untuk apa ? Secara tidak
langsung kita menjadi sadar bahwa, meminjam ungkapan Norton, selam ini kita telah
“salah-diidentifikasi,” bahwa kita selama ini bukan “budak”, bahwa kita adalah pribadi-
pribadi yang sama dengan “orang lain” dalam kehidupan kita-bukan sekedar “derivasi-
derivasi”. Kita menjadi tergugah untuk menemukan diri  kita. Ketergugahan dan
keingintahuan itulah yg merupakan titik yg akan menjembatani antara masa kanak-kanak
dan masa remaja. Tetapi bahkan masa kanak-kanak kita yg diaktualisasikan secara lengkap
pun belum dpat mempersiapkan diri kita secara baik untuk menghadapi masa remaja. Tahap
krhidupan baru Ini memiliki nilai-nilai yg sama sekali unik, demikian juga dengan kewajiban-
kewajiban dan kebajikan-kebajikannya. Masa remaja menuntut sebuah kehidupan baru yg
lebih agresif dimana apa yg telah kita pelajari pada masa kanak-kanak hanya memeliki
sedikit peran dan pengaruh.
           Masa remaja juga biasanya dikaitkan dengan masa “puber” atau pubertas. Istilah
“puber” kependekan dari “pubertas”, berasal dri bahasa Latin. Pubertas berarti kelaki-lakian
dan menunjukan kedewasaan yg dilandasi oleh sifat-sifat kelaki-lakian dan ditandai oleh
kematangan fisik. Istilah “puber” sendiri berasal dari akar kata ”pubes”, yg berarti rambut-
rambut kemaluan, yg menandakan kematangan fisik. Dengan demikian, masa pubertas
meliputi masa peralihan dari masa anak sampai tercapainya kematangan fisik, yakni dari
umur 12 tahun sampai 15 tahun. Pada masa ini terutama terlihat perubahan-perubahan
jasmaniah berkaitan dengan proses kematangn jenis kelamin. Terlihat pula adanya
perkembangan psikososial berhubungan dengan ber fungsinya kita dalam lingkungan social,
yakni dengan melepaskan diri dari ketergantungan penuh kepada orangtua, pembentukan
rencana hidup dan system nilai-nilai yg baru.            
Dalam literature Barat, remaja juga disebu sebagai adolescent dan masa remaja
disebut sebagai adolescentia atau adolesensia. Beberapa tokoh psikologi menekankan
pembahasan tentang adolesensia atau masa remaja pada perubahan-perubahan penting yg
terjadi di dalamnya. Jean Piaget, misalnya, lebih menitik beratkan pada perubahan-
perubahan yg dianggap penting dengan memandang “adolesensia” sebagai suatu fase
kehidupan, dengan terjadinya perubahan-perubahan penting pada fungsi inteligensia, yr
tercakup dalam aspek kognitif seseorang. Tokoh lain, Ana Freud, menggambarkan masa
adolesensia sebagai suatu proses perkembangan yg meliputi perubahan-perubahan
berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, perubahan dalam hubungan kita dengan
orangtua dan cita-cita. F. Neidhart juga melihat masa adolesensia sebagai masa peralihan
ditintau dari kedudukan ketergantungannya dalam keluarga menuju ke kehidupan dengan
kedudukan “mandiri”.
     Sedangkan E. H. Erikson mengemukakan timbulnya perasaan baru tentang identitas
dalam diri kita pada masa adolesensia. Terbentuknya gaya hidup tertentu sehubungan
dengan penempatan diri kita, yg tetap dapat dikenal oleh lingkungan walaupun telah
mengalami perubahan baik pada diri kita maupun kehidipan sehari-hari.
           Dalam pembahasan kemudian, istilah “adolesensia” diartikan sebagai “masa remaja”
dengan pengertian yg luas, meliputi seluruh perubahan yg terjadi di dalamnya. Remaja
merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yakni antara usia
12 sampai 21 tahun. Mengingat pengertian remaja tersebut meninjukan pada masa
peralihan sampai tercapainya masa dewasa, maka sulit menentukan batasan umurnya.
Tetapi setidaknya dapat dikatakan bahwa masa remaja dimulai pada saat timbulnya
perubahan-perubahan berkaitan dengan tanda-tanda kedewasaan fisik yakni pada usia 11
tahun atau mungkin 12 tahun pada anak permpuan sedangkan pada anak laki-
lakinumumnya terjadi di atas 12 tahun. 2.3 Mengenali Kebutuhan-kebutuhan [ Psikologis ]
Remaja
           Konsepsi “ kebutuhan pada hakikatnya lrbih berkaitan dengan implikasi-implikasi
social dari pada sekedar sebuah penggambaran tentang perilaku manusia berkaitan dengan
insting-insting yg dimilikinya. Insting, berdasarkan definisinya, merupakan sebuah atribut
bagi seseorang individu. Kebutuhan mengisyaratkan kerjasama ( cooperation ) kelompok
untuk dapat memenuhinya. Ia mengarahkan perhatian dari individu kepada masyarakatnya
dengan cara-cara yg, jika diperlukan, mungkun digunakan oleh suatu kelompok untuk
memodifikasi metodo-metodenya dengan harapan mendapatkan pelbagai perubahan yg
dihasilkan dalam reaksi seorang individu.
Pelbagai jenis kebutuhan kita sebagai remaja selama ini telah di kompilasikan dari
kebutuhan-kebutuhan psikologis mendasar. Salah satu penjelasan paling awal mengenai
kebutuhan-kebutuhan remaja adalah bahwa pada mas remaja pada umumnya kita
merindukan pengalaman baru, rasa aman, resons, dan pengakuan. Di usia ini kita seringkali
merasa bahwa rumah tempat kita tinggal telah memberi kita monotomi [bukan otonomi],
rasa tidak aman dan penolakan. Penyimpangan yg kita lakukan kadang-kadang dapat
digambarkan sebagai upaya yg salah arah untuk menenukan kepuasan atau pemenuhan
atas keinginan-keinginan kita yg paling fundamental. Salah satu kebutuhan psikologis kita yg
paling penting dan juga kebutuhan seluruh manusi adalah peneromaan oleh kelompoksosial
di sekitarnya. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan akan kasih saying dalam lingkungan dekat
dalam rumah, penghormatan di antara teman-teman kita sebaya dan apresiasi dari
orangtua atau guru-guru yg mengajar kita. Kebutuhan ini mengambil bentuk-bentuk yg
berbeda pada tahap-tahap usia yg berbeda dan dalam hubunganya dengan orang-orang
berbeda.
Tetapi kebutuhan ini tampaknya muncul dari watak esensial manusia sebagai
makhluk social sebagai anggota kelompok sosisal tertentu. Pengalaman akan penerimaan ini
pada masa balita dan kanak-kanak mengarahkan pada rasa aman yg kemudian membentuk
salah satu bahan penting untuk kesehatan mental semangat juang dari warga sipil atau
tentara yg karena diperkuat oleh perasaan ini, mampu menghadapi pelbagai kesulitan dan
kekecewaan tanpa kecemasan yg berlebihan. Hilanhnya perasaan ini pada umumnya akn
diikuti oleh rsa tertekan yg kemudian dapat memeunculkan penyimpangan dan disharmoni
mental. Anak-anak yg ditolak atau tidak diinginkan pada masa balitanya lebih besar
kemungkinanya untuk menjadi nak-anak yg sulit diatur dan akan menyulitkan para gurunya
pda usia sekolah. 
Bersamaan dengan kebutuhan ini, manusia pada umumnya juga memiliki kebutuhan
untuk “memberi dan menerima” untuk menunjukan rasa kasih saying, merasakan
penghormatan, mengekspresikan penghargaan Pelbagai studi kasus yg dilakukakn C.M.
Fleming, misalnya, menunjukan efek-efek yg merugikan akibat dihalanginya komplemen
atas penerimaan oleh kelompok sosial ini. Hilangnya rasa ini larangan atas kasih saying
dalam bentuk ekstrem mengarah pada penekana yg berlebihan atas nilai kepuasaan-
kepuasaan pengganti semisal hasrat yg besar akan kekuasaa ataau atas kesenangan.
Kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan untuk mempelajari hal-hal baru kebutuhan
untuk mengalami “petualangan-petualangan segar”.Kebutuhan ini terkait erat dengan
impuls organisme manusia terhadap pertumbuhan dan perkembangan; tetapi tidak terbatas
hanya pada pertumbuhan fisikal semata. Kebutuhan ini tampaknya dirasakan secara terus-
menerus sebagai atribut umat manusia dari kelahiran hingga kematiannya. Pada masa
kanak-kanak, kebutuhan ini ditunjukan sebagai eksplorasi atas ruangan, rumah, atau jalan.
Pada tahap selanjutnya, kebutuhan ini kemudian meluas hingga mencakup pengalaman-
pengalaman baru di sekolah dan lingkungan; dan, pada masa remaja atau dewasa,
kebutuhan ini secara potensial meluas sampai pada batas-batas pengetahuan mengenai
suku, bangsa atau ras. Penaklukannya dari satu langkah menuju langkah lainnya ditandai
dengan pengalaman akan hasilan pengakuan yg diberikan olah kelompok, atau individu itu
sendiri, pada fakta bahwa sebuah kemenangan baru telah diraih.
Yang sepadan dengan kebutuhan ini adalah kebutuhan akan pemahaman pencarian
jawaban atas pelbagai pertanyaan berkaitan dengan apa yg sedang terjadi, dan, (dalam
peradabanyg kita kenal dengan baik), dari usia empat atau lima tahun dan seterusnya,
pertanyaan berkaitan dengan mengapa hal-hal itu terjadi seperti sekarang ini. Pertanyaan-
pertanyaan metafisikal seseorang anak kecil secara langsung sejalan dengan pemikiran
keagamaan atau filosofis dari seorang remaja atau dewasa. Pertanyaan-pertanyaan tersebut
tampaknya diasosiasikan dengan kebutuhan yg selalu hadir dengan mendapatkan wawasan
berkaitan dengan pengalaman yg terus berubah dan kesalingterkaitan yg juga terus
bergeser daru umat manusia sebagai makhluk sosial dalam pelbagai kelompok sosial dimana
anak itu merupakan salah seorang anggotanya. 
Kebutuhan lain yg melengkapi kebutuhan akan petualangan dan pemahaman ini
adalah kebutuhan untuk melaksanakan tanggung jawab dalam jenis tertentu untuk
memberi sumbangan secara progresif melalui tindakan tertentu bagi kesejahteraan
kelompok. Seorang anak kecil yg berbahagia dalam kehidupan keluarganya pada umumnya
dapat dilibatkan untuk melakukan kerjasama aktif dalam kehidupan keluarga. Seorang anak
kecil sebaiknya diizinkan untuk berbagi “tugas-tugas ringan” dengan ibu atau ayahnya,
maupun dengan saudara-saudaranya. Hal ini dimaksudkan untuk memupuk rasa percaya diri
dan tanggung jawab pada si anak agar si anak merasa aman dan nyaman di rumahnya
sendiri. Kebutuhan-kebutuhan yg kita miliki sebagai remaja mempunyai keterkaitan satu
sama lain yg tidak dapat dipisahkan.
2.4 Pergaulan Bebas 
Akibat persepsi dan pemaknaan yg keliru tentang cinta, tidak jarang kita terlibat
dalam pergaulan yg terlalu bebas dan permisif. Apapun boleh dilakukan, asal dilakukan atas
dasar suka sama suka. Tidak ada lagi pertimbangan tentang sebab dan akibat. Tidak ada lagi
pertimbangan berdasarkan hati nurani dan akal sehat. Dengan dalih cinta, apa pun akan
dilakukan. Biasanya kita baru merasa sadar ketika efek atau akibat dari pergaulan bebas
tersebut membawa dampak yg negative semisal kehamilan di luar nikah, perasaan minder
akibat kita merasa tidak seperti remaja-remaja lain yg masih “bersih”.
Meskipun angka kehamilan remaja yg belum menikah sulit untuk diketahui dengan
pasti akibat belum adanya statistik mengenai kehamilan remaja belum menikah, akan
tetapi, dari pelbagai berita di media massa, baik cetak maupun elektronik, dan hasil-hasil
penelitian mengenai kehamilan di luar nikah, terlepas dari keabsahan penelitian tersebut,
menunjukan kecenderungan bahwa kehamilan remaja di luar nikah cenderung selalu
meningkat dari tahu ke tahun.
Yayah Khisbiyah (1994), misalnya, mengutip pelbagai hasil penelitian yg
menunjukkan intensitas angka kehamilan remaja di luar nikah. Lembaga konseling remaja,
Sahabat Remaja, menemukan dari pelbagai kasus yg mereka tangani pada tahun 1990
dijumpai ada 80 remaja usia 14-24 tahun yg hamil sebelum nikah. Penalitian di Manado yg
dilaporkan oleh Warouw mengambil 663 sampel secara acak dari 3.106 orang meminta
induksi haid ditemukan sebanyak 472 responden yg belum menikah (71,3%) mengalami
kehamilan yg tidak dikehendaki (unwanted pregnancy). Dari jumlah tersebut, 291
responden (28,8%) berusia 14-19 tahun, 345 responden (52%) berusia 20-24 tahun.
Penelitian lain yg dikutip Khisbiyah adalah penelitian yg dilakukan Widyantoro pada
tahun 1989 di Jakarta dan Bali. Widyantoro menemukan 405 kasus kehamilan tak
dikehendaki yg terkumpul di klinik WKBT di dua kota tersebut selama satu tahun. Dari data
yg terkumpul terungkap bahwa 95 persen kehamialn adalah kehamilan pada remaja berusia
15-25 tahun. Dari segi pendidikan, 47 persen remaja tersebut duduk di tingkat SLTP dan
SLTA. Selanjutnya Khisbiyah melaporkan bahwa data dari klinik dan praktik dokter di sekitar
kabupaten Magelang diduga ada sekitar 1456 kasus kehamilan remaja dalam setahun. Tentu
saja kasus yg terjadi sebenarnya berbeda dari laporan penelitian tersebut. Boleh jadi
angkanya jauh lebih besar mengingat ada sebagian kasus yg luput dari penelitian atau tidak
terdektesi oleh klinik atau dokter setempat karena mereka dating ke “tempat lain” untuk
melakukan “pengobatan”.
Jika sinyalemen ini bener, maka selayaknya kita merasa prihatin dan mencari
penangan atas masalah tersebut secara lebih serius dan komprehensif. Kehamilan remaja di
luar nikah tidak hanya membawa dampak negatif bagi si calon ibu, tetapi juag bagi anak yg
di kandungnya. Selain itu, keluarga dari remaja yg hamil di luar nikah itu pun akan
mengalami tekanan batin tertentu mumgkin akan diterima oleh si remaja maupun
keluarganya. Rasa malu pada tetangga dan teman-teman merupakan penderitaan batin
tersendiri yg harus ditanggung si remaja dan keluarganya. Meskipun ada sebagian orang yg
tidak malu dengan kehamilannya di luar nikah.
Dalam islam, jelas sekali Al-Qur’an melarang perzinahan karena dampak buruk yg
diakibatkannya. Ayat-ayat yg melarang zina antara lain adalah,
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah Suatu perbuatan yang
keji dan jalan yang sangat buru (Al-Isra’:32).
Dan terhadap wanita-wanita yg mengerjakan perbuatan keji (zina), Hendaklah ada
empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksi-Kannya). Kemudian apabila mereka telah
memberikan persaksian, Maka kurunglah wanita-wanita itu dalam rumah sampai
menemui Ajalnya, atau sampai Allah memberikan jalan yg lain kepada mereka (An-Nisa’:15).
Meskipun persoalan tafsir dan pemahaman atas ayat tersebut masih dapat diperdebatkan,
tetapi yg jelas zina zina memberikan dampak buruk dan perbuatan yg tidak layak dilakukan.
Berikut ini adalah beberapa dampak negatif yg dapat ditimbulkan dari kehamilan di usia
remaja, utamanya yg menyakut perkenbangan bayi yg akan dilahirkan sebagai manusia.
 
# Perkembangan Kognitif 
Aspek kognitif yg menonjol dalam kehidupan kita adalah kecerdasan. Kecerdasan kita terdiri
atas beberapa aspek yg salah satunya adalah kemampuan berbahasa dan menalar.
Perkembangan kognitif kita dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, anara lain perawatan
kesehatan, keadaan gizi, dan stimulasi mental yg diberikan oleh lingkungan, terutama kedua
orangtua. Selain itu, kondisi sosial dan eoknomi serta kematangan psikologis kedua
orangtua kita pun ikut berperan besar dalam mempengaruhi perkembangan kognitif kita.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian di Amerika, misalnya, anak yg dilahirkan oleh ibu-
ibu remaja rata-rata memiliki tingkat kecerdasan yg lebuh rendah dibandingkan dengan
anak yg dilahirkan oleh ibu-ibu yg usianya lebuh dewasa (lihat Baldwin & Cain, 1978).
Perkembangan bahasa dan penalaran anak-anak yg lahir dari ibu-ibu remajaumumnya jauh
lebuh terbelakang dibandingkan dengan anak-anak yg lahir dari ibu-ibu yg usianya lebih
dewasa. 
Menurut sebagian pakar psikologi, sebagaimana dikutip Ancok dan Suroso (1995),
rendahnya tingkat kecerdasan anak-anak tersebut disebabkan oleh si ibu yg belum mampu
memberikan stimulasi mental yg baik pada anak-anak mereka. Hal ini, antara lain
disebabkan ibu-ibu yg masih remaja ini belum memiliki kesiapan untuk menjadi seorang ibu.
Perkembangan bahasa seorang anak sangat banyak dipengaruhi oleh bagaimana cara kedua
orngtuanya berbicara kepada si anak. Aspek-aspek kecerdasan lainnya akan berkembang
jika kedua orangtua dan lingkungannya dapat memberikan permainan atau stimulasi mental
dengan baik. Orangtua yg masih remaja pada umumnya kurang mampu memberikan
stimulasi mental semacam ini.
Mengingat kecerdasan memiliki peran yg sangat penting dalam keberhasilan di
bidang akademik maupun karier, maka rendahnya tingkat kecerdasan anak-anak yg lahir
dari ibu-ibu remaja di luar nikah ini boleh jadi akan mengakibatkan kesulitan hidup bagi si
anak itu kelak.
# Perkembangan Sosial dan Emosinal 
Meskipun penelitian mengenai dampak kehamilan ibu remaja diluar nikah terhadap
perkembangan sosial dan emosinal anaknya belum menunjukan hasil-hasil yg konsisten;
tetapi cukup banyak penelitian yang menemukan dampak negatif dari kehamilan semacam
ini. Baldwin dan Cain (1981), misalnya, menemukan bahwa anak-anak yg lahir dari ibu
remaja lebih banyak memiliki sifat hiperaktif, rasa bermusuhan yg besar , kurang mampu
mengontrol emosi dan lebih impulsive jika dibandingkan dengan anak-anak yg lahir dari ibu
dewasa.
Sifat-sifat negatif seperti di atas sedikit banyak akan mempengaruhi proses
penyesuaian diri kita terhadap lingkungannya, baik di sekolah maupun dalam kehidupan
sehari-hari di masyarakat.
Selain itu, prestasi kita di sekolah sangat dipengaruhi oleh kemempuan kognitif kita
(kecerdasan kita) dan kemampuan menyesuaikan diri dengan sekolah. Anak yg tingkat
kecerdasannya rendah biasanya memiliki prestasi kurang (atau bahkan tidak) baik di
sekolah. Selain itu, kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan di sekolah
memiliki pengaruh yg cukup besar terhadap prestasi belajar anak. Anak yg agresif, suka
menyerang, suka diatur biasanya memiliki prestasi yg kurang baik. Para guru biasanya tidak
menyukai anak-anak hiperaktif, nakal, dan suka mengganggu teman-temannya.
 
Eric Taylor (1988), misalnya, pernah menceritakan seorang anak yg bernama Ari,
anak berusia sembilan tahun, yg memiliki masalah yg berkaitan dengan sikap agresif Ari dan
ketelengasannya kepada anak lain. Dalam sebuah perkelahian Ari pernak mendorong
lawannya keluar dari jendeladan pernah menikam lawannya yg lain dengan gunting. Dua
sekolahnya yg dahulu telah menyatakan bahwa Aria tidak dapat dikendalikan dank arena itu
dikeluarkan. Setiap orang yg mengenalnya sependapat bahwa di luar biasa over aktif, tidak
pernah mengasyiki suatui kegiatan apa pun, dikucilkan oleh teman-teman sebayanya, dan
mudah mengamuk bila merasa frustasi. Pola perilaku seperti ini sudah tampak sejak Ari
masih berusia satu tahun, tetapi bersamaan dengan tambahnya usia, nyata sekali dia
menjadi semakin menjadoi pemurung. Sifat lekas marah dan kecurigaannya yg berlebihan
sebagian besar agaknya terkait dengan suasana rumahnya yg penyh “badai”, dimana
perbantahan menyangkut kebiasaan buruk ayahnya seringkali tidak terkendalikan dan
meningkat menjadi percekcokansecara fisik.
Dalam kasus Ari, jelas sekali perangi atau watak yg ditunjukan orangtua memiliki
pengaru yg besar terhadap perkembangan psikologis seorang anak. Ada sebuah ungkapan
bijak yg menyatakan,”Jika seorang anak dan pujian, dia akan belajar untuk menghormati
orang lain. Jika seorang anak dibesarkan dengan caci maki dan hinaan, dia akan belajar
untuk membenci orang lain”.
# Perkembangan Seksual 
Mungkin ada pertanyaan yg pernah terbersit dalam benak sebagian kita: Apakah
anak perempuan yg dilahirkan oleh ibu remaja di luar nikah pada saat anak itu menginjak
remaja nanti lebuh memiliki kemungkinan untuk hamil di luar nikah jika dibandingkan
dengan anak-anak yg dilahirkan oleh ibu-ibu dewasa dalam pernikahan yg sah? Pertanyaan
ini cukup menarik untuk dikaji lebih lanjut untuk mengetahui ada tidaknya efek estafet dari
kehamilan remaja di luar nikah terhadap generasi penerusnya.
Baldwin dan Cain (1981) melaporkan bahwa tanda-tanda terjadinya efek estafet itu
memang ada. Anak-anak yg lahir dari ibu remaja memiliki kemungkinan lebih besar untuk
hamil di luar nikah pada usia remaja jika dibandingkan dengan anak-anak yg lahir dari ibu
dewasa dan dalam pernikahan yg sah. Ini memang logis mengingat remaja pada umumnya
belum siap untu menerima kehadiran seorang anak sebagai bagian darikehidupannya.
Ketidaksiapan ini kemudian yg, antara lain, menyebabkan kurangnya kemampuan orangtua
untuk mendidik dan mengasuh anaknya dengan baik dan benar sehingga risiko untuk
terjerumus kedalam hal-hal yg negatif akan lebih besar.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kami kira remaja harus pintar dalam memilih teman agar tidak terjerumus dalam pergaulan
bebas yang telah merusak aqidah dan moral sebagian remaja di negeri ini
Oleh karena itu remaja itu perlu mengikuti kegiatan-kegiatan seperti pengajian
remaja,karang taruna,dan kegiatan lainnya
 
3.2 Saran dan Kritik
A. Saran
Perlu kiranya remaja melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan yang positif baik di sekolah
maupun di lingkungannya yang tentunya harus mendapatkan dorongan dan restu dari orang
tua 
B. Kritik
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih kurang baik oleh karena itu kami
sangat membutuhkan kritikan yang membangun dari para pembaca
DAFTAR PUSTAKA

 Husniaty, E.Noor. 2006. Menjadi Remaja Kreatif Dan Mandiri.Yogyakarta: Dozz


publisher.

Anda mungkin juga menyukai