Lidah menyembul di renggangan kondisi yang terkatup.
Tidak ditemukan lesi traumatis lainnya yang
terdeteksi. Terakhir, analisis toksikologi menyajikan kaitan alkohol dengan kaitannya terhadap anak 1,42 g/L; tidak terselip faktor atau penawar lain yang terdeteksi. (Alberto Alongi at al 2020) 160020047625(gambar 1. Posisi elemen di tempat penemuan (artistik) dan keping siku di pembatas dasar pintu pintu, menunjukkan bahwa korban perhimpunan melakukan langkah sesak napas autoerotik sebelumnya (b)) (gambar 2. artistik-d keping pengikat pergelangan kaki diperlihatkan: kerangka dari logam, setelah disilangkan pada bagian anterior leher, melilit setiap pergelangan bagian tubuh dengan simpul (artistik dan b); menegakkan badan kanan menyusuri kepala (c), pengikatan pada pergelangan bagian tubuh bisa dengan mudah diselesaikan (d), sehingga memberikan dugaan bahwa pengikatan dilakukan oleh motif yang sama. e dan f memperlihatkan keping logam yang mencekik leher (e), dengan slipknot berpangkal pada tengkuk (f)). (Alberto Alongi at al 2020) (gambar 3. Detail bersumber latihan instruksi pengikat) Aspek BioetikPada literature review yang telah kami cermati bersumber dari aspek aspek bioetik pramuwisma memperuntukkan sistem hukum diskusi dengan pembedahan forensic Visum et repertum. Visum et repertum merupakan contoh salah satu dari Visa et Reperta. Stbl. Tahun 1937 No. 350 selengkapnya menyatakan, bahwa “Visa Reperta para dokter yang dibuat tunduk pada awal kepercayaan bahwa yang diucapkan pada saat menempuh pelajarannya di Indonesia, maupun sumber kepercayaan idiosinkratis sumber-sumber tertulis yang terdapat dalam Stbl. Tahun 1937 No. 350”. KUHAP tidak memperuntukkan perkataan visum et repertum untuk menuturkan keterangan konstituen, yang menemukan dampak dari uraian bagian pada kedokteran yustisi. Menurut Pasal 10 Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. M04.UM.01.06 gerigik 1983 menyatakan, bahwa pengaruh pembahasan bidang kedokteran peradilan disebut visum et repertum. Dengan demikian, merujuk pada SK Menteri Kehakiman No. M04. UM.01.06 Tahun 1983, pembahasan bidang kedokteran peradilan oleh dokter disebut visum et repertum. Keterangan dokter berdasarkan visum et repertum terdapat makna yang terkandung. (Triana et al 2014) Macam visum et repertum berdasarkan penggunaannya seperti perangkat realitas adalah seperti berikut: Untuk korban jiwa: Visum et repertum yang diberikan sekaligus, yaitu klasifikasi visum et repertum yang dilakukan apabila perkumpulan yang dimintakan visum et repertum tidak berkeinginan melindungi lebih lanjut dasar perihal luka-luka yang disebabkan semenjak tindak pidana. Pada umumnya visum et repertum sekaligus diberikan untuk korban kekerasan ringan yang tidak ingin perlindungan di rumah sakitVisum et repertum temporer, diperlukan apabila instansi yang dimintakan visum et repertum berkeinginan melindungi lebih lanjutVisum et repertum lanjutan, diberikan apabila institusi yang dimintakan Visum et Repertum hendak meninggalkan rumah sakit dikarenakan diperkirakan sembuh, diperbolehkan pulang, ganti rumah sakit atau wafat. Visum et repertum berawal jenazah, target pembuatannya untuk institusi yang wafat atau diduga kematiannya dikarenakan peristiwa kejahatan. Pemeriksaan awal jenazah haruslah dilakukan dengan hukum bedah jenazah atau otopsi forensik, yang dilakukan guna memahami alasan terjadinya kematian seseorangVisum et repertum penyelidikan jenazah, dilakukan dengan peraturan dan prosedur untuk jenazah yang di duga terpasang atau dikuburkan, yang kematiannya diduga karena peristiwa kejahatan. Visum et Repertum masalah Umur, tujuan pembuatannya untuk mengetahui penetapan umur seseorang, kesetiaan sebagai korban maupun pelaku tindak pidana. Kepentingan sebagai dari patokan penetapan umur seseorang berhubungan dengan korban tindak pidana biasanya berhubungan dengan norma kesopanan atau tindak pidana lain yang korbannya pembantu-pembantu sebagaimana ditentukan di dalam peraturan UU Perlindungan Anak 2014 maupun KUHP. Visum et Repertum Psikiatrik, diperlukan berhubungan dengan pelaku tindak pidana yang diduga jiwanya jalur pada bagian dalam bertambah kembangnya atau hilang logika karena penyakit. Visum et Repertum untuk korban persetubuhan illegal atau tindak pidana di bidang kesusilaan, mewujudkan visum et repertum yang diberikan untuk tindak pidana di bidang kesusilaan, kesetiaan yang. Pemeriksaan terhadap korban tindak pidana di bidang kesopanan, khusus pada tindak pidana yang mengandung faktor persetubuhan pembuktiannya secara medis lebih mudah daripada tindak pidana kesusilaan yang tidak memaksa adanya unsur persetubuhan (misalnya, pelecehan seksual, percabulan, dan sebagainya) (Triana et al 2014). Macam – macam Tindakan KriminalPeristiwa kejahatan yang berkeinginan visum et repertum berhubungan dengan perangkat kebenaran berdasarkan bagian manusia, kesetiaan bagian dalam suasana jiwa maupun wafat. Peristiwa kejahatan yang berkaitan dengan visum et repertum, adalah seperti berikut: Berhubungan dengan hukum Pasal 44 KUHP, yaitu pelaku tindak pidana yang diduga menjalani hambatan panggilan atau jiwanya terhadap putaran bagian dalam tumbuh kembangnyaPenentuan umur korban/pelaku tindak pidana: berhubungan dengan korban tindak pidana terhadap pembantu, khususnya di bidang kesopanan misalnya,sebagaimana ditentukan pada bagian dalam KUHP Pasal 287, 288, 290 sampai dengan 295, 300 dan 301. Ketentuan KUHP yang berhubungan dengan pembantu seperti korban tindak pidana di bidang kesopanan dinyatakan masih hidup sepanjang tidak berlawanan keyakinan dengan berlakunya UU No. 35 Tahun 2014 sesuai Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun2002tentang PerlindunganAnak (selanjutnya disebut UU Perlindungan Anak 2014) berhubungan dengan pelaku tindak pidana pembantu yang ditentukan pada bagian dalam UU No. 11 Tahun 2012 sesuai Sistem Peradilan Pidana Anak; Kejahatan kesusilaan diatur pada bagian dalam KUHP Pasal 284 sampai dengan 290, dan Pasal 292 sampai dengan 294; Kejahatan terhadap nyawa, yaitu KUHP Pasal 338 sampai dengan 348; Penganiayaan, bersangkutan dengan KUHP Pasal 351 sampai dengan 355; Perbuatanalpayang menyebabkan kematian atau terlukanya instansi lain, yaitu KUHP Pasal 359 dan 360; termasuk bencana silam tempo hari sebagaimana ditentukan di pada bagian dalam UU No. 22 Th 2009 bagian Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. (Triana et al 2014) Aspek Etika Dokter berperan penting pada bagian dalam menerapkan kebenaran jasmaniah sebagaimana dituju di pada bagian dalam uraian dasar kejahatan. KUHAP Pasal 133, 134, 135 dan 179 berdasarkan bantuan dokter pada bagian dalam uraian dasar kejahatan yaitu tercantum dalam: Pasal 133: Dalam pasal penyidik dalam arti peradilan menangani seorang korban yang menderita infeksi, keracunan ataupun wafat yang diduga karena kejadian yang berhubungan dengan tindak pidana, ia berkuasa mempropagandakan seruan keterangan dalam menyelidiki bagian kedokteran peradilan atau dokter dan atau bagian lainnya; Permintaan keterangan bagian s ebagaimana dimaksud pada bagian dalam ayatdilakukan secara terkandung, yang pada bagian dalam keterangan itu disebutkan dengan ucapan untuk pembahasan infeksi atau uraian jenazah dan atau uraian bedah jenazah; Mayat yang dikirim diselidiki bagian kedokteran peradilan atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara terhormat dengan penuh pengagungan terhadap jenazah termasuk dan diberi perintah yang mengambil tanda jenazah, dilak dan dengan diberi tanda pengenal korban yang dilekatkan pada pangkal jari kaki atau bagian lain tubuh jenazah; Pasal 134 Dalam pasal sangat diperlukan di mana untuk korban pembuktian bedah jenazah tidak bisa lagi dihindari, penyelidik kerabat memahami terlebih dahulu sumber dari kerabat target; Dalam pasal kerabat keberatan, penyelidik kerabat menggambarkan dengan sejelas-jelasnya masalah rencana dan sasaran yang perlu dilakukannya pembedahan nya; Apabila pada bagian dalam periode dua perian tidak tersedia estimasi apapun mulai sejak kerabat atau pihak yang perlu diberitahu tidak diketemukan, penyelidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada bagian dalam Pasal 133 ayat (3) undangundang ini. Pasal 135: Dalam pasal penyelidik memiliki hak peradilan yang perlu mengerjakan studi jenazah, dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud pada bagian dalam Pasal 133 ayat (2) dan Pasal 134 ayat (1) hela- hela ini. Pasal 179: Setiap instansi yang diminta pendapatnya sesuai dengan bagian kedokteran peradilan atau dokter atau bagian lainnya kerabat menyerahkan keterangan komponen demi keadilan; Semua ketentuan terhitung di awal untuk tipu daya jiwa juga taksiran bertenggang yang merelakan keterangan konstituen, dengan ketentuan bahwa bertenggang mengemukakan keyakinan atau kematian yang akan menyerahkan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya meyakini kebijaksanaan pada bagian dalam bidang keahliannya. (Triana et al 2014) Aspek Sumpah DokterDari peristiwa susila kejahatan yang pembantu tinggikan bersumber dari jurnal case report diatas, kita sebagai dokter harus mengamalkan keyakinan dokter yang terkait, yaitu : Pasal 16 Kode Etik Kedokteran Indonesia (“KODEKI”), disebutkan bahwa: Setiap dokter kerabat menutupi segala sesuatu yang diketahuinya perkara seorang kerabat yang sakit, bahkan juga setelah kerabat sakit itu sampai menutup usia. Menurut Penjelasan Pasal 16 KODEKI, jangkauan perintah ini adalah: Seorang dokter kerabat memendam apa yang dia ketahui mengenai kerabat yang sakit yang ia bisa rahasiakan semenjak kerabat sakit terhitung mulai sejak suatu hubungan dokter-kerabat sakit sesuai ketentuan perundang-undangan. Seorang dokter tidak boleh memberikan pernyataaan perihal estimasi dan/atau penyembuhan yang terkait prakiraan kerabat sakit menjelang pihak ketiga atau menyelidiki khalayak umum tanpa perikatan kerabat sakit. Seorang dokter tidak boleh memperuntukkan muslihat pasiennya untuk menyusahkan orang lain, kerabat atau saudara dekatnya dengan membukanya penyelidikan pihak ketiga atau yang tidak berhubungan. Dalam pasal tersedia kemunduran kesusilaan atau etis akan dibuka atau dipertahankannya trik kerabat sakit, setiap dokter kerabat berkonsultasi dengan sejawat bestari dan/atau persatuan profesinya terhadap seleksi hukum etis yang akan diambilnya. (Ikatan Dokter 2012) Aspek Islam Dalil-kaidah pada bagian dalam suatu masalah Tindakan maksiat yang akan menghilangkan raga ini sangatlah jelas, yaitu kaidah-kaidah yang menghalangi pembinasaan. Baik pembinasaan imbauan majelis lain, maupun imbauan jasad kerabat. Misalnya firman Allah SWT : ....... ( ....و ﻻ ﺗﻘﺘﻠﻮا اﻟﻨﻔﺲ اﻟﺘﻲ ﺣﺮم ﷲ إﻻ ﺑﺎﻟﺤﻖ اﻵﯾﺔ.)اﻷﻧﻌﺎم:151 “Dan janganlah kamu melibas dorongan yang diharamkan Allah (kepada membunuhnya) memilah pakai sesuatu (argumentasi) yang benar.” (QS Al-An’aam : 151) و ﻣﺎ ﻛﺎن ﻟﻤﺆﻣﻦ )اﻟﻨﺴﺎء: 92( . اﻵﯾﺔ....“ أن ﯾﻘﺘﻞ ﻣﺆﻣﻨﺎ إﻻ ﺧﻄﺄDan tidak layak jumlah seorang mu`min melibas seorang mu`min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)…” (QS An-Nisaa` : 92) ....... و ﻻ ﺗﻘﺘﻠﻮا أﻧﻔﺴﻜﻢ إن ﷲ ﻛﺎن ﺑﻜﻢ )اﻟﻨﺴﺎء: 29( . اﻵﯾﺔ....“ رﺣﯿﻤﺎDan janganlah engkau melibas dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisaa` : 29).[6] Dari kaidah-kaidah di awal, jelaslah bahwa saum hukumnya perhitungan dokter mengerjakan euthanasia aktif. Sebab budi pekerti itu termasuk ke pada bagian dalam keluarga pembinasaan sengaja (al-qatlu al-‘amad) yang mengadakan tindak pidana (jarimah) dan kekeliruan besar. Dokter yang mengerjakan euthanasia aktif, misalnya dengan memberikan suntikan mematikan, meyakini peraturan kedzaliman Islam akan dijatuhi qishash (ajaran wafat karena mendera), oleh kalangan Islam (Khilafah), sesuai firman Allah : ﯾﺎ اﯾﮭﺎ اﻟﺬﯾﻦ آﻣﻨﻮا ﻛﺘﺐ اﻵﯾﺔ.)اﻟﺒﻘﺮة: 178( ....“ ﻋﻠﯿﻜﻢ اﻟﻘﺼﺎص ﻓﻲ اﻟﻘﺘﻠﻰTelah diwajibkan permulaan engkau qishash bersambungan dengan kelompok-kelompok yang dibunuh.” (QS Al-Baqarah : 178) Namun jika kerabat terbunuh (waliyyul maqtuul) membatalkan qishash (dengan memaafkan), qishash tidak dilaksanakan. Selanjutnya bertenggang memegang dua preferensi lagi, menyeru diyat (tebusan), atau memaafkan/menyedekahkan. Firman Allah SWT : ....... ﻓﻤﻦ ﻋﻔﻲ ﻟﮫ ﻣﻦ أﺧﯿﮫ ﺷﻲء ﻓﺎﺗﺒﺎع ﺑﺎﻟﻤﻌﺮوف و أداء إﻟﯿﮫ ﺑﺈﺣﺴﺎن 178( :اﻟﺒﻘﺮة.)“ اﻵﯾﺔMaka barangsiapa yang mendapatkan suatu absolusi mulai sejak saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) memandangi dengan lembaga yang setia, dan hendaklah (yang diberi pembebasan) membayar (diyat) menjelang yang mencantumkan pembebasan dengan lembaga yang setia (pula).” (QS Al-Baqarah : 178) (Al-Qur’an) SIMPULAN Kesimpulan Tindakankriminal menjadikan suatu tindak kekejaman yang menyusahkan dan mengganggu banyak kelompok, bahkan pada bagian dalam Tindakan criminal terhitung bisa merencana target dan pelaku pada bagian dalam moral terhitung harus dijatuhi ajaran yang sepadan. Salah satu Tindakan criminal yang sering tidak diinginkan kelahirannya di khalayak dalah kasus pembinasaan,, kasus bencana, atau bahkan kasus bunuh diri. Oleh karena itu pada studi literature review yang di lakukan ini pramuwisma mengambil kasus masalah tindak criminal yang berhubungan dengan ketiga pasal diatas, dimana mulai sejak kasus telaahan dan pembahasan pada bagian dalam kasus terhitung korban kemungkinan bunuh diri disebabkan oleh tekanan harapan mulai sejak sekitar selingkungan dan juga terdapat bahwa korban memiliki ketersimpangan pada bagian dalam hal seksualnya sehingga berkedudukan dalih juga pada bagian dalam Tindakan bunuh dirinya. Untuk Tindakan hukum tidak ditegakkan karena korban mengerjakan Tindakan criminal atas dasar keinginan kerabat yaitu bunuh diri dan tidak siap pelaku pada bagian dalam kasus ini. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa kasus yang dibahas pada literature review ini menemukan kasus bunuh diri / gntung diri dengan ditemukannya bukti semenjak dampak abolisi yaitu lesi traumatis, menyorongkan pemindahan kranial dan anterior tulang hyoid mulai dari laring. tulang rawan. Otopsi menunjukkan tanda pengikat kemerahan di leher dengan posisi miring mulai dari depan ke belakang dan mulai dari sisi ujung ke awal, lebih pada bagian dalam di negara anterior, lebih dangkal di sekitar urat lateral dan posterior, dan agak tidak terselip di tengkuk (di mana slipknot ditempatkan), pembesaran hemoragik yang sesuai melibatkan jaringan lunak di bawahnya. Kejadian kasus tindak criminal menghilangkan jiwa ini bisa dilatarbelakangi korban yang baru saja mendapatkan tekanan baik mulai dari sekitar selingkungan dan pada ketersimpangan potongan bagian dalam pasal seksualnya, tempo hari untuk pelaku pada bagian dalam kasus ini tidak bisa ditentukan karena korban berakhir menutup usia dengan mengikat dirinya dengan objek tertentu dan tanpa diketahui oleh sipapaun. Termasuk pelanggaran pada bagian dalam arahan KUHAP Pasal 133, 134, 135 dan 179. Dan pada bagian dalam aspek islam Tindakan bunuh diri yaitu Tindakan yang dilarang sesuai dengan dalil pada QS Al-An’aam : 151, QS An- Nisaa` : 29 & 92 Saran Oleh karena perkiraan kasus ambang studi ini usai banyak kelahirannya di khalayak diharapkan dapat memuat contoh gagasan yang mewakili kasus tindak kejahatan yang merugikan orang lain. Diharapkan dampak studi ini dapat memuat nilai kaidah etik untuk bisa diterapkan dan mendapati budi pekerti mengenai maksiat dengan hukum absolusi yang didedikasikan pada bencana dulu tempo hari, kasus pembunuhan, bunuh diri atau gantung diri, pelecehan sosial dan perilaku sosial dan moral yang maksiat dan yang lainnya lagi. Perlu dipikirkan agar terciptanya estimasi bersama masalah pentingnya autopsi forensik pada kasus – kasus terbatas untuk memperjelas mulai sejak muncul kelahirannya suatu Tindakan kriminal terhitung agar lebih mudah untuk ditegakkan perundang-undangan dan Tindakan tersebut termasuk pelanggaran yang mencoret ajaran terhadap pelaku. DAFTAR PUSTAKA Alongi, A., Stassi, C., Mondello, C., Baldino, G., Argo, A., & Ventura Spagnolo, E. (2020). Hanging disguised pivot bondage: accidental or suicidal death?. Forensic Science, Medicine and Pathology, 16, 724-727. Faiz, Muhammad Nur (2018). Studi Komparasi Investigasi Digital Forensik pada Tindak Kriminal. Journal of Informatics, Information System, Software Engineering and Applications (INISTA), 1(1). Horie, K., Ihama, Yudianto., Aso, S., Kuninaka, H., Mochizuki, H., Yamashiro, T.& Utsunomiya, D. (2021). Identification of aortic injury site using postmortem non– contrast computed tomography in road traffic accident. Radiology case reports, 16(1), hh. 5-8. Sandwinata, Muh. Fajar. (2018). Analisis DNA pada bagian dalam Kasus Forensik. TEKNOSAINS: MEDIA INFORMASI SAINS DAN TEKNOLOGI, 12(1). Wardhana, Mohd Hadyan, and Syarifah Hidayah Fatriah. (2018) "Degree of Injury on Visum et Repertum." Lupine Pubisher 1.1: 1-2. Subrahmanyam, B. V., & Phanindra, S. V. (2018). FORENSIC MEDICINE, TOXICOLOGY AND MEDICAL JURISPRUDENCE, 2/E. CBS Publishers & Distributors Private Limited. Tiffon, B. N. (2021). Atlas of Forensic and Criminal Psychology. Indonesia, Pengurus Besar Ikatan Dokter. "Kode Etik Dokter." (2012). Rockett, Ian RH, et al. "Method overtness, forensic autopsy, and the evidentiary suicide note: artistik multilevel National Violent Death Reporting System analysis." PLoS one 13.5 (2018): e0197805. Gentile, Guendalina, et al. "Forensic Pathological Considerations of artistik Unique Case of “Complicated Suicide”." Journal of forensic sciences 65.6 (2020): 2184-2187. Steele, Ian H., et al. "Understanding suicide across the lifespan: artistik United States perspective of suicide risk factors, assessment & management." Journal of forensic sciences 63.1 (2018): 162-171. Ferracuti, Stefano, et al. "Evaluation of official procedures for suicide prevention in hospital from artistik forensic psychiatric and artistik risk management perspective." International journal of psychiatry in clinical practice 24.3 (2020): 245-249.