ABSTRA
ABSTRACCT ABSTRAK
A child has the right in the same as like own adult people. There are Anak mempunyai hak asasi, sebagaimana yang dimiliki orang dewasa,
not many people that have thought to do certain things with Children’s perlindungan hak anak tidak banyak pihak yang turut memikirkan dan
right protection. So there are some efforts to protect children’s right melakukan langkah-langkah konkrit. Demikian juga upaya untuk
that have been broken by country, adult, their environment, or their melindungi hak-hak anak yang dilanggar yang dilakukan oleh Negara,
parents that did not give much attention to their future. Whereas, orang dewasa, lingkungan sendiri atau orang tuanya yang tidak begitu
child as the soul and the reflection of the future, family asset, religion, menaruh perhatian akan kepentingan masa depan anak. Padahal anak
and nation. Child get bad experience, like children exploitation, children merupakan belahan jiwa, gambaran dan cermin masa depan, aset
abusement, being sex toy, child labor, abandoned, become the street keluarga, agama, bangsa dan Negara. Indonesia sebagai Negara hukum
children, victims of drug trafficking. Universally, Indonesia in breaking berdasarkan Pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum
of the children’s right in real or nonreal become a normal and common terhadap warga masyarakatnya karena perlindungan hukum akan
image as mass media gives news about that. Indonesia as a law nation melahirkan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia dalam
based on Pancasila must give a law protection to society, because of wujudnya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam wadah
that the law protection will produce confession and human rights Negara kesatuan yang menjunjung tinggi semangat kekeluargaan demi
protection in his shape as individual creatures and social creatures in a tercapainya kesejahteraan masyarakat. Penegakan hukum terhadap anak
unitary state that uphold family spirit in order to attain public welfare. korban kejahatan seksual di Propinsi Sumatera Utara Secara
Law enforcement to child victims of sexual crime in North Sumatraas konsepsional terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai
conceptually has been located on the harmonizing relations of the yang terjabarkan dalam kaidah yang bagus pada sikap tindak sebagai
values which span the hierarchy activities in good rules and with attitude rangkaian penjabaran nilai, untuk menciptakan, memelihara dan
as series value hierarchy, to build, maintain, and defend the peacefulness mempertahankan kedamaian pergaulan hidup, konsepsi yang
social life, conception that has basic philosophy that makes more solid. mempunyai dasar filosofis sehingga akan tampak lebih konkret.
Construction law to protection children victims of sexual crime in Pembangunan hukum terhadap perlindungan anak korban kejahatan
progrsive law perspective is an ideology and dedication of the seksual dalam perspektif hukum progresif adalah berupa ideologi dan
perpetrators of law got the first place to do a dignification. dedikasi para pelaku hukum mendapat tempat yang utama untuk
Key Words: Law Protection, Crime Victims, Progressives Law melakukan pemulihan.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Anak Korban Kejahatan, Hukum
Progresif
38
JURNAL MEDIA HUKUM
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
I. PENDAHULUAN
PENDAHULUAN Bagaimana penegakan hukum terhadap anak
Setiap anak mempunyai hak asasi, korban kejahatan seksual di Sumatera Utara? (3)
sebagaimana hak yang dimiliki oleh orang Bagaimana pembangunan hukum terhadap
dewasa, tidak banyak pihak yang turut perlindungan anak korban kejahatan seksual
memikirkan dan mau melakukan langkah- dalam perspektif hukum progresif?
langkah konkret untuk melindungi hak anak.
Anak merupakan individu yang belum matang II. METODE PENELITIAN
METODE
baik secara fisik, maupun mental apalagi A. Pendekatan dan Sifat Penelitian
sosialnya. Sehingga jika dibandingkan dengan Metode pendekatan Normatif, hukum di
orang dewasa, jelas anak akan lebih beresiko identifikasikan sebagai norma peraturan atau
terhadap kekerasan dan penelantaran. Secara Undang-Undang (UU). Sedangkan sifat
garis besar, dampak kekerasan terhadap anak penelitiannya deskriptif untuk melihat
antara lain: hukum dalam arti nyata, dan meneliti
a. Anak menjadi negatif dan agresif serta bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan
mudah frustasi. masyarakat (Ali, 2012: 72).
b. Menjadi sangat pasif dan apatis. B. Jenis dan Sumber Data Penelitian
c. Tidak mempunyai kepribadian sendiri, apa Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
yang dilakukan sepanjang hidupnya hanyalah kepustakaan. Dengan memakai bahan-bahan
memenuhi keinginan orangtuanya. hukum, sebagai upaya untuk menghasilkan
d. Rendah diri argumentasi, teori dan konsep baru sebagai
e. Sulit menjalin relasi dengan individu lain. preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang
Perbuatan kejahatan seksual selalu terkait dihadapi. Sumber data dalam penelitian
dengan perbuatan tubuh atau bagian tubuh dengan memakai bahan hukum Primer, dan
terutama pada bagian-bagian yang dapat bahan Hukum Sekunder. ini akan meneliti
merangsang nafsu seksual (Sugandhi, 1981: efektivitas suatu undang-undang.
309). Kehadiran hukum progresif bukanlah C. Pengolahan dan Analisis Data
sesuatu yang lahir tanpa penyebab, hukum Pengelolahan dan analisis data yang
progresif terlahir karena bagian dari proses digunakan dalam penelitian ini
pencarian keadilan dan kebenaran (searching for menggunakan metode kualitatif, dengan cara
the truth) yang tidak dapat, tidak pernah memadukan antara penelitian kepustakaan
berhenti. Hal ini dipertegas lagi dengan dan penelitian lapangan. Serta
pandangan Satjipto Rahardjo (Rahardjo, 2006: membandingkan peraturan-peraturan,
3), bahwa hukum progresif dapat dipandang ketentuan-ketentuan tentang penggunaan
sebagai konsep yang mencari jati diri, bertolak hukum progresif terhadap perlindungan
dengan realitas empirik tentang bekerjanya anak korban kejahatan seksual dalam hukum
hukum ditengah masyarakat berupa ketidak progresif.
puasan terhadap kineja dalam kualitas penegak
hukum. II. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
DAN
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, A. KAJIAN TENTANG KEJAHATAN
maka dalam penelitian ini dirumuskan masalah Di dalam diri manusia selalu ada kemauan
sebagai berikut: (1) Bagaimana konsep untuk hidup yang menjadi sumber bagi potensi-
perlindungan hukum terhadap anak korban potensi kreativitas. Namun seiring dengan hal
kejahatan seksual menurut hukum positif? (2) itu, pada diri manusia juga selalu ada kemauan
39
VOL. 23 NO.1 JUNI 2016
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
untuk berkuasa yang menjadi sumber berbagai sebuah kejahatan itu timbul dari dalam diri si
tindakan destruksi manusia. Dikatakan pelaku itu sendiri yang didasari oleh faktor
destruksi, karena kemauan untuk berkuasa tidak keturunan dan kejiwaan (penyakit jiwa). Faktor
pernah mengenal kata akhir, tidak pernah yang kedua adalah faktor yang berasal atau
mengenal batas, tidak pernah mengenal kata terdapat di luar diri pribadi si pelaku
cukup. Konflik-konflik manusia yang maksudnya adalah yang mempengaruhi
mengakibatkan banyaknya malapetaka adalah seseorang untuk melakukan suatu kejahatan itu
konflik-konflik antara kemauan untuk berkuasa timbul dari luar diri si pelaku itu sendiri yang di
dengan kemauan untuk berkuasa lainnya dasari oleh faktor rumah tangga, serta factor
(Simanjuntak, 1981: 44). Akibat yang tehnologi dan lingkungan (Hamzah, 1986: 64).
ditimbulkan menjadi tolak ukur suatu
kejahatan, apakah modus kejahatan itu B. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
berkategori ringan ataukah pemberatan dan ANAK KORBAN KEJAHATAN SEKSUAL
mengakibatkan penderitaan luar biasa. Secara 1. Pengertian Korban
yuridis formal, kejahatan adalah semua Pengertian korban seperti yang tercantum
perbuatan manusia yang memenuhi perumusan dalam Pasal 1 angka(2) Undang-Undang Nomor
ketentuan hukum pidana secara definitif yang 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
dinyatakan sebagai perbuatan kejahatan Korban menyatakan bahwa korban adalah
(Utrecht, 1986: 253). Hal ini dipertegas lagi oleh seseorang yang mengalami penderitaan fisik,
Wirjono Prodjodikoro bahwa tindak pidana mental, atau kerugian ekonomi yang
berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat diakibatkan oleh suatu tindak pidana (Kurnia,
dikenai hukuman pidana (Wirjono 2005: 6-7). Korban suatu tindak pidana
Prodjodikoro, 2003: 59). Dilihat dari sudut (kejahatan) seringkali dibuat kecewa oleh
formil, kejahatan adalah suatu perbuatan yang praktik-praktik penyelenggaraan hukum yang
oleh masyarakat (dalam hal ini negara) diberi lebih condong memperhatikan dan bahkan
pidana. Hukum pidana semacam ini tidak melindungi hak-hak asasi tersangka, sedangkan
bertujuan melindungi masyarakat tetapi hak-hak asasi korban lebih banyak diabaikan
memperkuat alasan atau menentang perbuatan (Marzuki, 1995: 197).
sewenang-wenang dari penguasa. jauh lagi 2. Bentuk-Bentuk Perlindungan Anak
kejahatan merupakan sebagian dari perbuatan- Masalah anak memang bukan suatu masalah
perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan kecil, akan tetapi anak adalah sebagai generasi
(Bonger,1982:19-20). penerus bangsa dan negara. Faktor yang
Sementara, kejahatan kesusilaan atau moral mendukung pelayanan terhadap anak korban
offences dari pelecehan seksual atau sexual kejahatan, ini dipertegas lagi oleh Arif Gosita
harassment merupakan dua bentuk pelanggaran adalah sebagai berikut:
atas kesusilaan yang bukan saja merupakan a. Keinginan untuk mengembangkan perlakuan
masalah hukum nasional suatu negara, adil terhadap anak dan peningkatan
melainkan sudah merupakan masalah hukum kesejahteraan anak.
semua negara di dunia atau merupakan masalah b. Hukum kesejahteraan yang dapat
global (Atmasasmita, 1995: 103). Pertama mendukung pelaksanaan pelayanan terhadap
adalah faktor yang berasal atau terdapat dalam anak korban kejahatan.
diri si pelaku dengan maksud bahwa yang c. Sarana yang dapat dimanfaatkan untuk
mempengaruhi seseorang untuk melakukan melaksanakan pelayanan terhadap anak
40
JURNAL MEDIA HUKUM
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
sosial dan argumen solidaritas social (Muchsin, 2. Hak untuk tetap diam,
2007: 31). Guna mencapai tujuan tersebut, 3. Hak untuk memperoleh penasehat hukum,
maka pelaksanaan perlindungan tidak boleh 4. Hak untuk hadirnya orang tua/wali,
dipisahkan dari prinsip-prinsip dasar 5. Hak untuk menghadapkan saksi dan
perlindungan anak dalam konvensi hak anak pemeriksaan silang para saksi
dan kebudayaan. 6. Hak untuk banding ke tingkat yang lebih
tinggi.
E. KEDUDUKAN KORBAN TINDAK PIDANA
SEKSUAL DALAM SISTEM PERADILAN F. PENERAPAN DIVERSI DALAM
PIDANA INDONESIA PERSIDANGAN ANAK
Peradilan pidana (the juvenile justice system) Dalam Pasal 5 ayat(1) menyatakan bahwa
merupakan salah satu bentuk perlindungan sistem peradilan pidana anak wajib
yang diberikan hukum kepada anak yang telah mengutamakan pendekatan keadilan restoratif,
melakukan tindak pidana. Orientasi dari keadilan restoratif yang dimaksud dalam Pasal 5
keseluruhan proses peradilan pidana anak ini tersebut adalah kewajiban melaksanakan diversi.
harus ditujukan pada kesejahteraan anak itu Diversi diartikan sebagai pengalihan. Hal ini
sendiri, dengan dilandasi prinsip kepentingan dipertegas lagi oleh Romli Artasasmita bahwa
terbaik bagi anak (the best interest for children) diversi yaitu kemungkinan hakim menghentikan
bahwa adanya dua sasaran dibentuknya atau mengalihkan/tidak meneruskan
peradilan anak, yaitu: pemeriksaan perkara dan pemeriksaan terhadap
1. Memajukan kesejahteraan anak (the promo- anak selama proses pemeriksaan dimuka siding
tion of the well being of the juvenile), berarti (Wahyudi, 2011: 14).
prinsip kesejahteraan anak ini harus
dipandang sebagi fokus utama dalam sistem
peradilan anak. Prinsip ini dapat dijadikan G. KENDALA PENERAPAN UNDANG-
dasar untuk tidak menerapkan penggunaan UNDANG PERLINDUNGAN ANAK
sanksi yang semata-mata bersifat pidana, atau Banyaknya kekurangan didalam peraturan
yang bersifat menghukum. Perundang– undangan yang secara terpisah
2. Mengedepankan prinsip proporsionalitas (the mengatur tentang perlindungan saksi dan
principle of proporsionality), merupakan Korban yang seharusnya secara hukum banyak
sarana untuk mengekang penggunaan sanksi pihak yang dijadikan saksi engan untuk menjadi
yang bersifat menghukum dalam arti saksi. Hal ini karena merasa terancam jiwa dan
membalas. Hal ini dipertegas Paul H. Hann keluarganya terhadap apa yang disampaikan,
mengemukakan pendapatnya bahwa baik ditingkat penyidikan sampai di Pengadilan.
pengadilan anak janganlah semata-mata Bahkan yang semulanya menjadi saksi akan
sebagai suatu peradilan pidana bagi anak dan tetapi akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.
tidak pula harus berfungsi semata-mata Oleh karena itu, baik saksi korban dan
sebagai suatu lembaga social (Muladi, 1992: pelapor dalam perkara anak mesti mendapatkan
114). perlindungan dan bantuan hukum.
Jaminan umum yang dimaksud tersebut Implementasi Undang Undang Perlindungan
adalah jaminan-jaminan yang bersifat prosedural Anak (UUPA) di Indonesia dirasa masih sangat
yang paling mendasar, antara lain: sulit diberlakukan secara sungguh-sungguh dan
1. Hak untuk diberitahukannya tuduhan, masih menjadi kendala. Penyebabnya tidak lain
43
VOL. 23 NO.1 JUNI 2016
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
dari banyaknya yang turut menjadi konsumen dan memanusiakan manusia yang sesuai dengan
atau pengguna jasa pekerja seks anak. tujuan hukum progresif.
Selanjutnya Satjipto Raharjo
mendeskripsikan bahwa lemahnya penegakan H. UNSUR-UNSUR DALAM PENEGAKAN
hukum pada hakikatnya merupakan penegakan HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN
ide-ide atau konsep-konsep tentang keadilan, KEJAHATAN SEKSUAL
kebenaran, kemanfaatan sosial. Penegakan 1. Pengadilan
hukum merupakan usaha untuk mewujudkan Pengaturan mengenai badan pengadilan
ide dari konsep-konsep yang menjadi kenyataan. dalam sistem hukum dimasukkan ke dalam
Penegakan hukum dan penggunaan hukum kategori kekuasaan kehakiman.Kekuasaan
adalah dua hal yang berbeda. Seseorang dapat kehakiman adalah kekuasaan negara yang
menegakkan hukum untuk memberikan merdeka untuk menyelenggarakan peradilan,
keadilan, tetapi seseorang juga dapat guna menegakkan hukum dan keadilan
menegakkan hukum untuk digunakan bagi berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya
pencapaian tujuan atau kepentingan lain, negara hukum. Lebih lanjut dalam
menegakkan hukum tidak persis sama dengan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman
menggunakan hukum. diserahkan kepada badan peradilan dengan
Menurut Black’s Law Dictionary, penegakan tugas pokok untuk menerima, memeriksa,
hukum merupakan usaha untuk menegakkan mengadili, serta menyelesaikan setiap perkara
norma-norma dari kaidah-kaidah hukum yang diajukan (Rahardjo, 2009: 12).
sekaligus nilai-nilai yang ada di belakangnya. Tugas menyelenggarakan peradilan yang
aparat penegak hukum hendaknya memahami diperinci ke dalam kegiatan- kegiatan menerima,
benar-benar jiwa hukum (legal spirit) yang memeriksa, dan mengadili perkara. Pengadilan
mendasari peraturan hukum yang harus di dalam melakukan penegakan hukum, dengan
ditegakkan, terkait dengan berbagai dinamika cara mengadili seperti yang dikehendaki oleh
yang terjadi dalam proses pembuatan sistim hukum yang termasuk ke dalam kategori
perundang-undangan (law making process). ajudikatif, yaitu menentukan apa yang
Mengingat kasus kekerasan pada anak sesungguhnya merupakan isi suatu peraturan,
biasanya lebih banyak terjadi pada anak dari kemudian menentukan apakah peraturan itu
kalangan bawah, sebagai contoh, pihak telah dilanggar (khususnya dalam perkara
kepolisian umumnya akan malas menanganinya. pidana) (Rahardjo, 2009: 12).
Karenanya, kasus-kasus anak itu tidak bisa 2. Polisi
dijadikan lahan memperoleh uang. Sebaliknya, Di antara pekerjaan-pekerjaan penegakan
kalau pelaku kekerasan berasal dari golongan hukum, pekerjaan kepolisian adalah yang paling
kaya, yang mampu membayar polisi, jaksa dan menarik. Hal tersebut menjadi menarik, karena
hakim, pelaku akan dibebaskan dengan mudah, di dalamnya banyak dijumpai keterlibatan
dan layak (Hanafi, 1986: 255). Dalam konteks manusia sebagai pengambil keputusan. Polisi
Negara Indonesia, keadilan yang hendak pada hakekatnya dapat dilihat sebagai hukum
diwujudkan sesuai dengan yang tertuang dalam yang hidup, karena di tangan polisi tersebut
sila ke 3 Pancasila. Keadilan sosial bagi seluruh hukum mengalami perwujudannya, setidak-
rakyat Indonesia. Dengan demikian, sistem tidaknya di bidang hukum pidana.
tidak hanya untuk memidana pelaku tetapi
mewujudkan keadilan bagi korban kejahatan I. FAKTOR-FAKTOR YANG
44
JURNAL MEDIA HUKUM
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
1. Perda No. 5 Tahun 2004 tentang Bentuk- 1. Menetapkan tahun 2014 sebagai tahun
Bentuk Pekerjaan Terbaik Bagi Anak Darurat Nasional Perlindungan Anak dari
2. Perda No. 6 Tahun 2004 tentang Pencegahan Kejahatan Seksual. Status darurat nasional
Perdagangan Orang (Tafiking) ini diwujudkan dalam bentuk memberikan
3. Perda No. 8 Tahun 2008 tentang perhatian secara nasional di seluruh kawasan
Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) negara Republik Indonesia agar seluruh level
4. Perda No. 3 Tahun 2014 Tentang pemerintah memberikan perhatian serius
Penyelenggaraan Perlindungan Anak. dalam penanganan kekerasan terhadap anak,
Setiap tahun kekerasan terhadap anak selalu khususnya kekerasan seksual.
meningkat. Data Komisi Nasional Perlindungan 2. Mewajibkan lembaga-lembaga perlindungan
Anak (KNPA) dalam tiga tahun terakhir dan penegakan hukum untuk
menunjukkan data yang terus meningkat, yaitu memprioritaskan kasus-kasus kekerasan
tahun 2012 terdapat 1.383 kasus, tahun 2013 terhadap anak, menjamin perlindungan
tercatat 2.792 kasus dan per-April 2014 jumlah dalam penanganannya, dan memastikan
pengaduan telah mencapai jumlah 3.023 kasus. penanganan dampak yang dialami korban
Dari jumlah tersebut, menurut jenisnya, dan keluarga korban dilakukan secara tepat
kekerasan seksual merupakan salah satu jenis dan maksimal hingga hasil yang terbaik.
kekerasan yang mendominasi terjadi pada anak- 3. Menetapkan kekerasan seksual pada anak
anak. sebagai pelanggaran HAM berat dan merevisi
Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia batas maksimal hukuman pidana bagi pelaku
(KPAI) mencatat kekerasan seksual terhadap kekerasan seksual pada anak menjadi
anak dari 2012 sampai 2013 meningkat sebesar hukuman seumur hidup.
30 persen dan selama tiga tahun terakhir, rata- 4. Memastikan penegakan hukum (law enforce-
rata lebih dari 45 anak mengalami kekerasan ment) yang memenuhi rasa keadilan korban,
seksual setiap bulannya. Jenis kekerasan seksual keluarga korban, dan masyarakat, serta
yang dialami anak yang paling banyak terjadi menjatuhkan hukuman yang maksimal
dalam bentuk sodomi, pemerkosaan, terhadap pelaku kekerasaan seksual terhadap
pencabulan, serta inses. Kasus terbaru terjadi di anak.
Jakarta Selatan (DKI Jakarta), Depok dan Hukum progresif bertumpu pada manusia
Sukabumi (Jawa Barat), Tangerang (Banten), membawa konsekuensi pentingnya kreativitas.
Pelalawan (Pekanbaru), Aceh Tenggara, Nagan Kreativitas dalam konteks penegakan hukum
Raya Aceh, dan Banda Aceh (DI Aceh), Padang selain untuk mengatasi ketertinggalan hukum,
(Sumatera Barat), Medan (Sumatera Utara), dan mengatasi ketimpangan hukum, juga
Kutai Kartanegara (Kalimantan Timur). dimaksudkan untuk membuat terobosan-
Pemberitaan ini diyakini hanyalah segelintir terobosan hukum. Terobosan-terobosan hukum
dari kekerasan seksual terhadap anak yang inilah yang dapat diharapkan dapat
merupakan fenomena gunung es. Para korban mewujudkan tujuan kemanusiaan melalui
kekerasan seksual anak tidak hanya mengalami bekerjanya hukum, untuk membuat kebahagian
kelukaan fisik, kerusakan organ tubuh dan manusia. Secara teoritik hukum dibagi menjadi
seksualitasnya, serta terjangkiti penyakit infeksi dua, hukum bermakna obyektif dan hukum
menular seksual. Perhatian itu harus bermakna subyektif. Hukum obyektif ialah
diwujudkan melalui kebijakan kongkrit dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan
strategis, antara lain: antara sesama bermasyarakat, sedangkan hukum
46
JURNAL MEDIA HUKUM
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
subyektif ialah kewenangan atau hak yang institusi yang lepas dari kepentingan pengabdian
diperoleh seseorang berdasarkan hukum untuk mensejahterakan manusia. Para pelaku
obyektif. Sedangkan progresif bermakna maju, hukum dituntut untuk mengedepankan
berhasrat maju dan selalu maju. Dari dua term kejujuran dan ketulusan dalam penegakan
tersebut dapat dikatakan bahwa hukum hukum. Mereka harus memiliki empati dan
progresif ialah peraturan-peraturan yang kepudian pada penderitaan yang dialami oleh
mengatur hubungan antara sesama masyarakat rakyat dan bangsanya. Kepentingan rakyat baik
yang dibuat oleh seseorang atau kelompok yang kesejahteran dan kebahagiannya harus menjadi
mempunyai kewenangan membuat hukum titik orientasi dan tujuan akhir dari
dengan landasan keinginan untuk terus maju. penyelenggaraan hukum. Dalam konteks ini,
Satjipto Rahardjo memaknai hukum term hukum progresif nyata menganut ideologi
progresif dengan kalimat, pertama, hukum hukum yang pro keadilan dan hukum yang pro
adalah untuk manusia dan bukan sebaliknya. rakyat.
Hukum tidak ada untuk dirinya melainkan Sebagai suatu sistem, budaya berkenaan atau
untuk sesuatu yang luas, yaitu untuk harga diri bersangkutan dengan kompleksitas hayatan,
manusia, kebahagiaan, kesejahteraan dan renungan, gagasan, pikiran, pandangan dan
kemuliaan manusia. Kedua, hukum bukan nilai yang pada hakikatnya merupakan ekspresi
merupakan institusi yang mutlak serta final, dan eksternalisasi kegiatan budi manusia dalam
karena hukum selalu berada dalam proses untuk menjalani, mempertahankan serta
terus menjadi (law as a procces, law in making). mengembangkan hidup dan kehidupan manusia
Hukum adalah untuk rakyat bukan (Kleden, 1987: 155). Pemerintah Kabupaten
sebaliknya. Bila rakyat adalah untuk hukum, Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara
apapun yang dipikirkan dan dirasakan rakyat dengan kebiasaan Dalihan na tolunya yang
akan ditepis karena yang dibaca adalah kata-kata mempunyai pengaruh adat yang sangat besar
Undang-Undang. Seorang hakim bukan hanya sebab belum mempercayai dengan secara penuh
teknisi Undang-Undang tetapi juga makhluk tentang adanya hukum yang berlaku di negara
sosial. Pekerjaan hakim sungguh mulia, karena ini.
ia bukan hanya memeras otak tapi juga
nuraninya. Sehingga eksistensi hukum progresif III. PENUTUP
bertolak dari dua komponen basis dalam A. SIMPULAN
hukum, yaitu peraturan dan prilaku (rules and 1. Konsep perlindungan hukum terhadap anak
behavior). Hukum ditempatkan sebagai aspek korban kejahatan seksual menurut hukum
prilaku namun juga sekaligus sebagai peraturan. positif adalah harus berdasarkan Pancasila
Peraturan akan membangun suatu sistem dalam memberikan perlindungan hukum
hukum positif, sedangkan prilaku atau manusia terhadap warga masyarakatnya. Karena itu,
akan menggerakkan peraturan dan sistem yang perlindungan hukum tersebut akan
telah (akan) terbangun. melahirkan pengakuan dan perlindungan
Hukum progresif sebagaimana telah hak asasi manusia dalam wujudnya sebagai
diungkap di atas, menghendaki kembalinya makhluk individu dan makhluk sosial, dalam
pemikiran hukum pada falsafah dasarnya yaitu wadah negara kesatuan yang menjunjung
hukum untuk manusia. Manusia menjadi tinggi semangat kekeluargaan demi
penentu dan titik orientasi dari keberadaan tercapainya kesejahteraan masyarakat
hukum. Karena itu, hukum tidak boleh menjadi 2. Penegakan hukum terhadap anak korban
47
VOL. 23 NO.1 JUNI 2016
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
kejahatan seksual di Sumatera Utara secara Prasetyo, Teguh, 2013, Filsafat, Teori dan Ilmu Hukum, Pemikiran
Menuju Masyarakat Yang Berkeadilan dan Bermartabat, PT.
konsepsional belum menyerasikan hubungan Raja Grafindo Persada, Jakarta
nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah- Marlina, 2010, Pengantar Konsep Diversi dan Restorative Justice
Dalam Hukum Pidana, USU Press, Medan
kaidah yang bagus dan mengejawantah sikap Satjipto Rahardjo, 2006, Membedah Hukum Progresif, Kompas,
tindak sehingga masih ada sifat yang tidak Jakarta.
_____, 2006, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Cetakan Kedua,
sesuai dengan norma-norma hukum. Buku Kompas, Jakarta
3. Pembangunan hukum terhadap Black Henry Campbell, 1999, Black’s Law Dictoopnry, Edisi VI, St.
Paul Minesota West Publshing
perlindungan anak korban kejahatan seksual Muladi, 2002, Hak Asasi Manusia: Politik dan Sistem Peradilan
dalam perspektif hukum progresif bahwa Pidana, Cetakan Kedua, Semarang, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro
Para pelaku hukum dituntut Arif Gosita, 1996, Masalah Perlindungan Anak, Akademika
mengedepankan kejujuran dan ketulusan Pressindo, Jakarta
Rena Yulia, 2010.Viktimologi Perlindungan Hukum Terhadap
dalam penegakan hukum. Mereka harus Korban Kejahatan, Graha Ilmu Bandung
memiliki empati dan kepedulian pada Lawrance M.Friedman, 1984, American Law London, W.W. Norton
& Company
penderitaan yang dialami rakyat dari bangsa Mochtar Kusumaatmadja, 1986, Fungsi dan Perkembangan Hukum
ini. Kepentingan rakyat (kesejahteraan dan Dalam Pembangunan Nasional, Bina Cipta Bandung
Lili Rasjidi, 2003 Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung, Mandar
kebahagiaannya) harus menjadi titik orientasi Maju Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
dan tujuan akhir penyelenggaraan hukum. B. Simanjuntak, 1981, Dasar-Dasar Psychologi Kriminal, Tarsito
Bandung.
Utrecht, 1986, Hukum Pidana I, Pustaka Tinta Mas, Surabaya
B. SARAN Wirjono Prodjodikoro, 2003, Asas-asas Hukum Pidana di
Indonesia, Refika Aditama, Bandung
1. Perlu memperhatikan konvensi Hak-hak W.A.Bonger, 1982, Pengantar Tentang Kriminologi, PT.
Anak (KHA) dan aturan hukum lainnya Pembangunan
Romli Atmasasmita, 1995, Kapita Selekta Hukum Pidana dan
sebagai dasar kebijakan pembangunan Kriminologi, Mandar Maju, Bandung
Indonesia, dengan tujuan memperkuat peran Andi Hamzah, 1986, Hukum Pidana dan Acara Pidana, Jakarta:
Ghalia Indonesia
dan tanggung jawab negara terhadap kualitas Titon Slamet Kurnia, 2005, Reparasi Terhadap Korban Pelanggaran
hidup anak. HAM di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti,
Suparman Marzuki, 1995, Pelecehan Seksual, Fakultas Hukum UII,
2. Penegakan hukum negara melalui Yogyakarta
pemerintah propinsi Sumatera Utara Marwan Mas, 2004, Pengantar Ilmu Hukum, Ghalia Indonesia,
Jakarta
diharuskan menyiapkan wadah dan fasilitas
dengan mengakui dan megefektifkan
kearipan lokal melalui Dalihan na Tolu
dalam memberikan perlindungan terhadap
anak korban kejahatan seksual.
3. Dalam pembangunan hukum progresif telah
dinyatakan bahwa setiap instansi yang tugas
dan fungsinya untuk pelayanan terhadap
masyarakat, khususnya yang dengan kualitas
pelayanan tersebut berdampak pada
kesejahteraan anak, harus melaksanakan
tugas dan fungsinya secara optimal.
DAFTAR PUST
AFTAR AKA
PUSTAKA
Buku
Ali, Ahmad, 2012, Menjelajai Kajian Empiris Terhadap hukum,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta
Sugandhi 1981, KUHP dan Penjelasan, Usaha Nasional, Surabaya