Anda di halaman 1dari 15

MATA KULIAH EKONOMI ISLAM

TEORI EKONOMI DALAM ISLAM

DOSEN PENGAMPU :

Kumara Adji Kusuma. S.Fil.I., CIFP, Dr.

NAMA :

FOUNDA FEBRIANTO ROMADHONI ROKHIM PUTRA


(182010200383)

MUHAMMAD IBRAHIM (182010200437)

MOCHAMAD BURHANUDIN HAMSYAH (182010200424)

JURUSAN/PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS BISNIS, HUKUM DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2021
PENDAHULUAN
Dalam teori ekonomi dikatakan bahwa manusia adalah makhluk ekonomi yang
selalu berusaha memaksimalkan kepuasannya dan selalu bertindak rasional. Para konsumen
akan berusaha memaksimalkan kepuasannya selama kemampuan finansialnya
memungkinkan. Mereka memiliki pengetahuan tentang alternatif produk yang dapat
memuaskan kebutuhan mereka. Kepuasan menjadi hal yang teramat penting dan seakan
menjadi hal utama untuk dipenuhi.
Untuk memahami konsumen dan mengembangkan strategi pemasaran yang tepat,
kita harus memahami apa yang mereka pikirkan (kognisi), mereka rasakan (pengaruh), apa
yang mereka lakukan (perilaku), serta di mana(kejadian di sekitar) yang mempengaruhi.
Oleh karena itu studi tentang hal ini haruslah terus menerus dilakukan karena erat kaitannya
dengan permasalahan manusia yang bersifat dinamis. Dibidang studi pemasaran, konsep
perilaku konsumen secara terus menerus dikembangkan dengan berbagai pendekatan. Dengan
demikian perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan konsumen yang langsung melekat
dalam proses mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk
proses proses yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.
Menurut Kotler dalam The American Marketing Assosiation, sebagaimana dikutip
Nugroho J. Setiadi, perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi dan
kognisi, perilaku dan lingkungannya, dimanamanusia melakukan kegiatan pertukaran dalam
hidup mereka. Dari hal tersebut terdapat tiga ide penting yang dapat disimpulkan yaitu:
1) perilaku konsumen adalah dinamis
2) hal tersebut melibatkan interaksi antaraafeksi dan kognisi, perilaku dan
kejadian di sekitar
3) juga melibatkan pertukaran.
Perilaku konsumen sangat erat kaitannya dengan masalah keputusan yang diambil
seseorang dalam persaingandan penentuan untuk mendapatkan dan mempergunakan barang
dan jasa. Konsumen mengambil banyak macam pertimbangan untuk mengambil keputusan
dalam pembelian. Kebanyakan perusahaan besar meneliti keputusan membeli konsumen
secara amat rinci untuk menjawab pertanyaan mengenai, apa yang dibeli konsumen, dimana
mereka membeli, bagaimana dan berapa banyak mereka membeli, serta mengapa mereka
membeli.
Disamping perusahaan para pemasar juga dapat mempelajari dan mencari jawaban
atas pertanyaan mengenai apa yang mereka beli, dimana dan berapa banyak yang mereka
beli, tetapi mempelajari mengenai alasan tingkah laku konsumen bukan hal yang mudah,
jawabannya seringkali tersembunyi jauh dalam benak konsumen. Sehingga perilaku
konsumen dapat diartikan sebagai studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses
pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuangan, barang, jasa, pengalaman
serta ide-ide.
Sedangkan menurut Swastha dan Handoko perilaku konsumen (consumer behavior)
dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam
mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa, termasuk didalamnya
proses pengambilan keputusan pada persiapan dan menentukan kegiatan-kegiatan tertentu.
Menurut Engelet adalah tindakan langsung yang terlibat untuk mendapatkan,
mengkonsumsi, dan menghabiskan produk jasa, termasuk proses keputusan yang mengikuti
dan mendahului tindakan ini. Sedangkan menurut Loudan dan Bitta lebih menekankan
perilaku konsumen sebagai suatu proses pengambilan keputusan. Mereka mengatakan
bahwa perilaku konsumen adalah pengambilan keputusan yang mensyaratkan aktifitas
individu untuk mengevaluasi, memperoleh, menggunakan, atau mengatur barang dan jasa.
Dari pengertian diatas, maka perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan dan
hubungan sosial yang dilakukan oleh konsumen perorangan, kelompok maupun organisasi
untuk menilai, memperoleh dan menggunakan barang-barang serta jasa melalui proses
pertukaran atau pembelian yang diawali dengan proses pengambilan keputusan yang
menentukan tindakan-tindakan tersebut.

Teori Perilaku Konsumen

Untuk mengenal keseluruhan perilaku konsumen terlebih dahulu akan dikemukakan


beberapa teori tentang perilaku. Perilaku manusia tidak akan terlepas dari keadaan individu
itu sendiri dan lingkungan tempat individu itu berada. Menurut Ismail Nawawi,terdapat
beberapa teori yang menjelaskan tentang perilaku, yaitu:
1) teori insting: ini dikemukakan oleh Mc. Dougallsebagai pelopor psikologi sosial.
Menurut Mc.Dougall perilaku disebabkan oleh insting. Insting merupakan perilaku yang
innate atau perilaku bawaan dan akan mengalami perubahan karena pengalaman;
2) teori dorongan (drive theory). Teori ini yang sering disebut dengan teori Hull
dalam (Crider, 1983; Hergenhagen, (1976) yang juga disebut dengan reduction theory
bertolak dari pandangan bahwa organisme itu mempunyai dorongan atau drive tertentu.
Dorongan itu ,kebutuhan yang mendorong organisme untuk berperilaku;
3) teori insentif ( intensive theory);berpendapat bahwa perilaku organisme
disebabkan karena adanya insentif.Intensif disebut sebagai reinforcement. Reinforcement
terdiri dari reinforcementpositif yang berkaitan dengan hadiah dan reinforcementnegatif
yang berkaitan dengan hukuman;
4) teori atribusi. teoriini bertolak dari sebab-sebab perilaku seseorang. Apakah
perilaku ini disebabkan disposisi internal (motif, sikap, dsb) atau eksternal;
5) teori Kognitif. Teori ini berdasarkan alternatif pemilihan perilaku yang akan
membawa manfaat yang besar baginya. Dengan kemampuan memilih ini tersebut berarti
faktor berpikir berperan dalam menentukan pilihannya;
6) teori kepribadian. Teori ini berdasarkan kombinasi yang komplek dari sifat fisik
dan material, nilai, sikap dan kepercayaan, selera, ambisi, minat dan kebiasaan dan ciri-ciri
lain yang membentuk suatu sosok yang unik.
Dari enam teori perilaku itu dapat dipakai untuk memahami perilaku konsumen.
Sehingga antar teori yang satu dengan teori yang lain masih dapat dipergunakan sesuai
dengan perilaku konsumen yang berbeda antara konsumen satu dengan konsumen yang lain.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud maslahah dan qona’ah dalam teori ekonomi dalam islam ?
2. Dapat memahami Rasionalitas Konsumen Islam ?
3. Pilihan-pilihan dan preferensi konsumen islam ?

TUJUAN :
1. Untuk mengetahui pengertian maslahah dan qonaah dalam teori perilaku konsumen
2. Dapat memahami rasionalitas konsumen islam
3. Untuk memahami pilihan dan preferensi konsumen
BAB 2
PEMBAHASAN
1. Pengertian Maslahah dan Qana’ah
Maslahah menurut istilah terdiri dari dua kata yaitu maslahah dan mursalah. Kata
maslahah menurut bahasa berarti "manfaat", dan kata mursalah berarti "lepas". Gabungan
dari dua kata tersebut yaitu maslahah-mursalah menurut istilah berarti sesuatu yang dianggap
maslahat namun tidak ada ketegasan hukum untuk merealisasikannya dan tidak pula ada dalil
tertentu, baik yang mendukung maupun yang menolaknya, sehingga ia disebut maslahah-
mursalah (maslahah yang lepas dari dalil secara khusus.

Maslahah yang diperoleh konsumen ketika membeli barang dapat berbentuk satu diantara hal
berikut ini,

Manfaat materiil, yaitu berupa diperolehnya tambahan harta/kekayaan bagi konsumen


sebagai akibat pembelian suatu barang /jasa. Misalkan murahnya harga, biaya transportasi,
dan semacamnya.

1. Manfaat fisik dan psikis, yaitu berupa terpenuhinya kebutuhan fisik atau psikis
manusia seperti ras alapar, haus, kedinginan, keamanan, kenyamanan, dan harga diri.

2. Manfaat intelektual, yaitu berupa terpenuhunya kebutuhan akal manusia ketika ia


membeli suatu barang/jasa.

3. Manfaat terhadap lingkungan, yaitu berupa adanya eksternalitas positif dari pembelian
suatu barang/jasa atau manfaat yang bisa dirasakan oleh selain pembeli pada generasi
yang sama.

4. Manfaat jangka panjang, yaitu terpenuhinya kebutuhan duniawi jangka panjang atau
terjaganya generasi masa mendatang terhadap kerugian akibat dari tidak memeli suatu
barang/jasa.
Menurut bahasa qana‟ah artinya menerima apa adanya atau tidak serakah.

ْ ، ‫ ع ِ َ ن‬yang ْ‫ال‬
ُ ْ ‫والقا‬
Qana‟ah dalam kamus Al Munawwir berasal dari kata, ُ ‫ و ُ ع ِ َقن‬، َ ْ‫ع ُو َقن ال‬
artinya merasa puas dengan apa yang diterima, yang puas, rela atas bagianya.

Sedangkan secara istilah ialah satu akhlak mulia yaitu menerima rezeki apa adanya dan
menganggapnya sebagai kekayaan yang membuat mereka terjaga statusnya dari meminta-
minta kepada orang.

Sedangkan terdapat pengertian lain dalam sebuah riwayat hadis yaitu sebagai berikut : َ ‫ةَ َ ْر ي‬
َ ‫ع ِ ة‬ZZ‫ك َ ِض و َ ر َ ْال‬
ِ ‫ ن ى اهل ُل ِ ْالغ َ ْس لَي َ ن ل‬: ‫ق َ ل م َ َس و ِ ه ْ لَي َ َى ع ا َل‬
َ ‫ُر ه ْ ِى َ ب ا ْ َن َص ع ل ِّي ِ ِن الّنب َ ع‬
‫ مسلم‬24 ‫ بخر ى و‬: ٥ ‫ ) ر وا َ نى ِ َى غ ن ِ ْالغ‬. ‫( ْر َكث ْ َن ع الن ْف ِس‬. Artinya : Kekayaan itu bukanlah
banyaknya harta, tetapi kekayaan itu adalah kaya hati. (H.R. Bukhari Muslim).

2. Asumsi Rasional dari berbagai sudut

Pemahaman tentang rasionalitas ekonomi sesungguhnya tidak bisa dipisahkan dari sistem
ekonomi yang mendasarinya. Sistem dapat didefinisikan sebagi suatu organisasi yang terdiri
dari berbagai unsur yang saling berhubungan satu sama lain, saling mempengaruhi dan
bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya, dapat dikatakan bahwa sistem
ekonomi adalah organisasi yang terdiri dari bagian-bagian yang saling terkait dan bekerja
sama untuk mencapai tujuan ekonomi.
Kedua ideologi besar – kapitalisme dan sosialisme – memandang agama bukan sebagai
faktor penting dalam pembangunan dan kehidupan manusia. Inilah yang kemudian disebut
dengan Sekularisasi– suatu pandangan hidup yang memisahkan antara kehidupan dunia dan
kehidupan akhirat – yang profan dan sakral. Pandangan ini bertolak belakang dengan
pandangan Islam tentang kehidupan dunia. Sekularisasi sangat dipengaruhi oleh fisika
newtonian yang memandang bahwa alam semesta ini berjalan secara otomastis. Konsep
mekanik  tentang alam semesta ini pada akhirnya membentuk pula penjelasan mekanik
tentang penciptaanya. Manusia sebagaimana juga jagat raya, dipandang sebagai sebuah
produk yang kebetulan dari sebuah alam yang tidak bertujuan, yang terjadi melalui variasi
kebetulan dalam suatu evolusi yang direkayasa dan dipompa oleh dirinya sendiri.
Menurut sistem ekonomi kapitalistik, ilmu ekonomi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari perilaku manusia sebagai hubungan antara tujuan dan sarana langka yang
memiliki kegunaan-kegunaan alternatif. Dalam banyak literatur modern, istilah ilmu ekonomi
secara umum dipahami sebagai suatu studi ilmiah yang mengkaji bagaimana orang-perorang
atau kelompok-kelompok masyarakat menentukan pilihan.
Pilihan harus dilakukan manusia pada saat akan memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-
hari karena setiap manusia mempunyai keterbatasan (kelangkaan) dalam sumberdaya yang
dimilikinya. Pilihan yang dimaksud menyangkut pilihan dalam kegiatan produksi, konsumsi,
investasi, serta kegiatan distribusi barang dan jasa di tengah masyarakat. Intinya, pembahasan
ilmu ekonomi ditujukan untuk memahami bagaimana masyarakat mengalokasikan
keterbatasan (kelangkaan) sumberdaya yang dimilikinya.
Para ahli ekonomi neo-klasik seperti Lionel Robin mengatakan bahwa inti dari kegiatan
ekonomi adalah:
“aspek pilihan dalam menggunakan sember daya”. Oleh karena itu manusia menemui
kelangkaan (scarcity). Dengan demikian sasaran atau   tujuan  dari ilmu ekonomi adalah
bagaimana mengatasi kelangkaan  tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut, ilmu ekonomi
adalah “sebuah     kajian tentang prilaku manusia yang kebutuhannya tidak terbatas      
terhadap            sumber daya yang sifatnya terbatas”.

Jika kita memahami teori yang dipaparkan di atas, maka ini sangat bertentangan dalam
ajaran Islam, seperti yang difirmankan oleh Allah SWT.

‫ين‬
ٍ ِ‫ب ُمب‬ ِ ْ‫َو َما ِم ْن دَابَّ ٍة فِي اأْل َر‬
ٍ ‫ض إِاَّل َعلَى هَّللا ِ ِر ْزقُهَا َويَ ْعلَ ُم ُم ْستَقَ َّرهَا َو ُم ْستَوْ َد َعهَا ۚ ُك ٌّل فِي ِكتَا‬
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezekinya, dan  Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya.
Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).  (Hud:6).

Ayat di atas memberi kejelasan bahwa setiap makluk hidup yang diciptakan oleh Allah
SWT telah dijamin rizkinya. Kemudian dikuatkan lagi dengan Firman-Nya yang lain.

‫ق ُك َّل َش ْي ٍء فَقَ َّد َرهُ تَ ْق ِديرًا‬ ِ ‫ك فِي ْال ُم ْل‬


َ َ‫ك َو َخل‬ ٌ ‫ض َولَ ْم يَتَّ ِخ ْذ َولَدًا َولَ ْم يَ ُك ْن لَهُ َش ِري‬
ِ ْ‫ت َواأْل َر‬ ُ ‫الَّ ِذي لَهُ ُم ْل‬
ِ ‫ك ال َّس َما َوا‬
Kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak
ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan (Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan
Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. (Al Furqan:2)

Langit dan bumi adalah milik Allah SWT, Dia Maha Kuasa atas segala sesuatunya dan
tidak memiliki tandingan. Alam semesta diciptakan dengan ukuran-ukuran yang tepat dan
seimbang, tidak kurang dan tidak lebih. Alam semesta secara alami dapat memenuhi
kebutuhan makhluk hidup di dalamnya jika dijaga dan dipelihara dengan baik.
Baqir as-Sadr mengatakan bahwa sumber daya atau kekayaan alam pada hakikatnya
melimpah sehingga akan mampu memenuhi kebutuhan makhlik hidup di dalamnya,
khususnya manusia. Pendapat ini diambil berdasarkan pada Al-Furqan ayat 2, yang telah
dijelaskan di atas. Beliau juga menyangkal jika keinginan manusia itu tidak terbatas. Baqir
as-Sadr berpendapat bahwa pada titik tertentu keinginan manusia pada konsumsi barang dan
jasa akan mengalami penurunan bahkan pada titik nol. Namun yang juga menjadi perhatian
beliau adalah ketidakmerataan distribusi sumber daya di antara manusia. Untuk itu, perlu ada
mekanisme lain untuk mengatasi masalah distribusi. Adanya perintah untuk menunaikan
zakat dan atau sedekah merupakan mekanisme solusi untuk memeratakan distribusi.

Konsep Prespektif Islam Tentang Rasional


Jika dalam ekonomi konvensional, manusia disebut rasional secara ekonomi jika selalu
memaksimumkan utility untuk konsumen dan keuntungan untuk produsen, maka dalam
ekonomi islam, seorang pelaku ekonomi, baik produsen maupun konsumen, akan selalu
berusaha memaksimalkan mashlahah. Konsep rasionalitas dalam ekonomi islam lebih luas
dimensinya daripada ekonomi konvensional. Rasionalitas ekonomi dalam islam diarahkan
sebagai dasar perilaku kaum muslimin yang mempertimbangkan kepentingan diri, social, dan
pengabdian kepada Allah.
Beberapa pakar ekonom muslim membuat batasan terhadap rasionalitas dalam ekonomi
islam. Rasionalitas dalam ekonomi islam tidak hanya didasarkan kepada pemuasan nilai guna
(material) didunia, tetapi mempertimbangkan pula aspek-aspek sebagai berikut:
1.      Respek terhadap pilihan-pilihan logis ekonomi dan faktor-faktor eksternal, seperti tindakan
altruis dan harmoni social
2.      Memasukkan dimensi waktu yang melampaui horizon duniawi sehingga segala kegiatan
ekonomi berorientasi dunia dan akhirat
3.      Memenuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh syari’at islam
4.      Usaha-usaha untuk mencapai falah, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat
Monzer kahf dalam buku Ekonomi Mikro Islam oleh Anita Rahmawaty menguraikan
beberapa prinsip dasar dalam rasionalitas ekonomi islam adalah sebagai berikut:
1.      The concepts of success
2.      Time scale of consumer behavior
3.      Concept of wealth
4.      Concepts of goods
5.      Ethics of comsumption
Pertama, konsep sukses dalam islam diukur dengan nilai moral islam, bukan dengan
jumlah kekayaan yang dimiliki. Kedua, seseorang muslim harus percaya adanya hari kiamat
dan kehidupan akhirat. Keyakinan ini membawa dampak mendasar pada perilaku konsumsi,
yaitu:
1.      Pilihan jenis konsumsi akan diorientasikan untuk kepentingan dunia dan akhirat.
2.      Probabilitas kuantitas jenis pilihan konsumsi cenderung lebih variatif dan lebih banyak
karena juga mencakup jenis konsumsi untuk kepentingan akhirat.
Ketiga, harta merupakan anugerah Allah dan bukan merupakan sesuatu yang dengan
sendirinya bersifat buruk sehingga harus dijauhi secara berlebihan. Harta merupakan alat
untuk mencapai tujuan hidup jika diusahakan dan dimanfaatkan secara benar. Keempat,harta
benda/barang (goods) merupakan karunia yang diberikan Allah kepada manusia. Islam telah
menganjurkan untuk mengkonsumsi barang-barang yang termasuk dalam kategori dhalal dan
at-tayyibat (barang-barang yang baik dan suci). Sebaliknya, barang-barang yang haram,
seperti minuman keras, babi, bangkai, dan lain-lain dilarang dalam islam. Kelima, islam
memiliki seperangkat etika dan nilai yang harus dipedomani manusia dalam berkonsumsi,
seperti keadilan, kesederhanaan, kebersihan,tidak melakukan kemubadziran dan tidak
berlebih-lebihan (israf).
Sementara itu, dalam konteks rasionalitas dalam konsumsi yang lebih spesifik, fahim
khan  membedakan antara mashlahah dan keputusan (utility). Mashlahah didefinisikan
sebagai “the property or power of a good or service that prompts the basic elements and
objectivies of the life of human beings in this world”, sedangkan utility adalah “the property
of a goods or service to satisfy a human want”. Maslahah dikoneksikan dengan kebutuhan
(need), sedangkan kepuasan (utilirty) dikoneksikan dengan keinginan (want). Ia
menderivasikan pandangan pada konsep maqasid syari’ah dengan mashlahah yang berujung
pada masalih al ibad (untuk kemashlahatan hamba atau manusia).[5]
Aksioma-aksioma tersebut berlaku secara umum dan universal, beberapa di antaranya
adalah:
1)     Setiap pelaku ekonomi bertujuan mendapatkan maslahah
Sebagai contoh, dalam Islam terdapat dua cara dalam mendistribusikan harta atau
pendapatan yakni melalui zakat dan infaq. Menurut teori transitivitas seseorang dikatakan
konsisten apabila konsisten dalam menentukan pilihan-pilihannya. Dalam kasus zakat dan
infaq tindakan ini tidak memenuhi persyaratan transitivitas. Karena tindakan ini tidak
rasional. Dalam Islam persyaratan tansitivitas tidak harus dijabarkan  berdasarkan self interest
rationality, melainkan karena keputusan tersebut adalah tepat secara syariah, mengandung
manfaat dan kebaikan baik bagi dirinya maupun orang lain.
Dalam rangka mencapai maslahah, seseorang akan selalu mencari:
a)     Maslahah yang lebih besar selalu lebih disukai dari pada maslahah yang lebih kecil; artinya
bahwa kebahagiaan yang lebih besar selalu lebih disukai dari pada kebahagiaan yang lebih
kecil.
b)      Maslahah diupayakan terus meningkat sepanjang waktu
Konsep ini disebut juga dengan quasi concavity, yaitu situasi yang maslahah yang
menunjukkan pola non-decreasing. Sebagai contoh, jika seorang sakit dia akan berusaha
mengobati sakitnya. Sebab sakit tidaklah menyenangkan dan menurunkan maslahah
hidupnya. Selanjutnya dia akan melakukan olah raga, vaksinasi, dan lain-lain agar tidak jatuh
sakit lagi dan lebih sehat dimasa depan agar maslahah hidupnya semakin meningkat dan
setidaknya tetap.
Waktu dalam pandangan Islam tidak terkait dengan masa kini dan masa yang akan
datang. Waktu menjadi sangat penting dan bernilai tergantung bagaiman seseorang
memanfaatkannya. Semakin produktif seseorang memanfaatkan waktunya semakin banyak
nilai yang diperolehnya. Ide ini adalah kebalikan dari konsep nilai waktu berdasarkan uang
”time value of money”. Dalam Islam waktulah yang bernilai, sementara uang tidak memiliki
nilai waktu.
2)     Setiap pelaku ekonomi selalu berusaha untuk tidak melakukan kemubadziran(non-wasting)
Aksioma ini menjelaskan bahwa untuk mencapai suatu tujuan diperlukan suatu
pengorbanan. Tetapi apabila pengorbanan tersebut lebih besar dari hasil yang diharapkan,
maka dianggap kesia-siaan (pemubadziran) atas suatu sumber daya. Oleh karenanya perilaku
ini harus dicegah agar tidak terjadi pengurangan dari sumber daya yang dimiliki tanpa
kompaensasi berupa hasil yang sebanding.

3)     Setiap pelaku ekonomi selalu berusaha meminimumkan risiko (risk aversion)


Risiko adalah sesuatu yang tidak menyenangkan karenanya harus dihindari. Namu tidak
semua risiko dapat dihindari atau diminimalisir. Hanya risiko yang dapat diantisipasi saja
yang dapat diminimalkan. Ada juga risiko-risiko yang setiap orang bersedia menanggungnya,
karena pertimbangan maslahah yang lebih besar. Ada 2 risiko berkaitan dengan pembahasan
aksioma ini, antara lain:
a)      Resil yang bernilai (worthed risk)
Kemunculan fenomena risiko yang  bernilai tidak menyimpang dari aksioma-aksioma
yang dikemukakan di atas. Dalam konteks  ini risiko dianggap sebagai pengorbanan bagi
seseorang yang memikulnya, sedangkan hasil dianggap bagian dari maslahah sebagai
kompensasi dari kesediannya memikul risiko. Jika maslahah yang diterima lebih besar dari
risiko yaitu pengorbanan maka pengorbanan tersebut tidak dianggap sia-sia dan karenanya
tidak bertentangan dengan aksioma non-wasting.
b)      Risiko yang tidak bernilai
Meskipun fenomena worthed risk telah menjadi fenomena dibanyak kegiatan ekonomi
saat ini, namun terdapat pula risiko-risiko yang unworthed, yaitu ketika nilai hasil yang
diharapkan lebih kecil dari risiko yang ditanggung ataupun ketika risiko dan hasil tersebut
tidak dapat diantisipasi dan dikalkulasi.
4)    Setiap pelaku ekonomi dihadapkan pada situasi ketidakpastian
Ketidakpastian dapat menurunkan maslahah yang diterima. Kemunculan risiko dalam
banyak hal dapat diantisipasi melalui gejala yang ada. Gejala yang dimaksud di sini adalah
adanya ketidakpastian (uncertainly). Secar spesifik, situasi ketidakpastian akan dapt
menimbulkan risiko. Dengan begitu suatu ketidakpastian banyak diidentikkan dengan risiko
itu sendiri, atau ketidakpastian dianggap sebagai dual dari risiko.oleh karena itu, situasi
ketidakpastian juga dianggap sebagi situasi yang dapat menurunkan nilai maslahah.
5)    Setiap pelaku berusaha melengkapi informasi dalam upaya meminimumkan risiko.
Dalam kondisi ketidakpastian, setiap pelaku berusaha untuk mencari dan melengkapi
informasi serta kemampuannya. Hal ini kemudian digunakan untuk mengkalkulasi ataupun
suatu risiko masuk ke dalam worthed atau unworthed sehingga dapat ditentukan keputusan
apakah akan menghadapi risiko tersebut atau menghindarinya. Informasi ini dapat digali
melalui fenomena kejadian masa lalu ataupun petunjuk informasi yang diberikan pihak
tertentu.
3. Preferensi konsumen dalam islam

Dalam ilmu ekonomi konvensional bahwa preferensi konsumsi yang mengasumsikan bahwa
barang atau jasa yang dikonsumsi memberikan tingkat yang sama dalam memberikan
kepuasan, sehingga barang atau jasa tersebut banyak dipilih oleh seseorang. Karena dasar
konsumsi dalam konvensional adalah rasionalitas artinya secara rasio wajar seseorang
mengkonsumsi barang karena cukup anggaran dan barang yang dikonsumsi memberikan
kepuasan (Karim. 2007:51). Ilmu ekonomi konvensional seseorang memilih barang yang
memuaskan karena memiliki nilai yang sama bagi konsumen tidak ada yang lebih berharga
atau lebih penting dan tidak ada yang dilarang atau dianjurkan sepanjang memberikan tingkat
kepuasan yang sama bagi konsumen.

dalam preferensi konsumsi lebih berorientasi pada kepuasan yang setinggi-tingginya,


sehingga kelompok kualitas dan kuantitas barang atau jasa akan dikonsumsi jika dapat
memberikan kepuasan yang tinggi bagi konsumen.

 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Preferensi Konsumsi


1. Keimanan
2. Latar belakang pendidikan
3. Keluarga,

Faktor eksternal adalah faktor yang mempengarungi preferensi konsumsi yang berasal dari
luar diri seseorang. Adapun faktor eksternal yakni lingkungan, yang mana lingkungan
masyarakat dan lingkungan sejawat dan media sosial. Faktor ligkungan masyarakat sanga
besar pengaruhnya terhadap preferensi konsumsi, karena seseorang akan melihat gaya hidup
tetangganya akan mempengaruhi pemilihan barang ekonomi yang akan dikonsumsi.
Kesimpulan

Pengertian perilaku konsumen adalah pengambilan keputusan yang


mensyaratkan aktifitas individu untuk mengevaluasi, memperoleh, menggunakan,
atau mengatur barang dan jasa. Perubahan teori tingkah laku dapat dipelajari dalam
teori perilaku yaituteori insting, teori dorongan, teori insentif, teori atributif, teori
kognitif, dan teori kepribadian.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah oleh faktor kebudayaan,


sosial, pribadi dan psikologi dari pembeli.Selain hal hal tadi ada faktor lain yang sangat
penting dalam pengambilan keputusan konsumen yaitu motivasi.Motivasi itu
sendiri sebagai pemberi dan penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar
mereka mau bekerjasama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala upaya untuk
mencapai kepuasan.

Dalam Islam ada pembedaan yang jelas antara yang halal dan haram. Dengan kata
lain,dalam sebuah kegiatan ekonomi dilarang mencampur adukkan antara yang halal dan
haram. Hal tersebut merupakan bagian dari batasan konsumsi dalam perilaku
konsumen muslim.

Rasionalitas dalam ekonomi bahwa manusia berprilaku secara rasional (masuk akal), dan
tidak akan secara sengaja membuat keputusan yang menjadikan mereka menjadi lebih buruk.
Rasionalitas memiliki dua tipe yaitu, Self interest rationality dan Present-aim rationality.

Terdapat perbedaan mendasar antara rasionalitas ekonomi konvensional dan ekonomi Islam.
Perbedaan mendasar adalah sember pengembalian dasar sebagai filosfinya dan rentang waktu
yang melingkupinya, Islam lebih menekankan pada konsep need daripada want dalam
menuju maslahah, need lebih bisa diukur daripada want. Menurut Islam, manusia mesti
mengendalikan dan mengarahkan want dan need sehingga dapat membawa
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Karim, Adiwarman A.Ekonomi Mikro Islam.Jakarta : PT. Raja Grafindo Perkasa, 2010
.--------.Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta: Darul Haq, 2004
.Muflih, Muhammad. Perilaku Konsumen Dalam Perspektif Ekonomi Islam. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada, 2006
Nasution, MustafaEdwin, Nurul Huda, dkk. Pengenalan Ekslusif Ilmu Ekonomi Islam.
Jakarta : Kencana Prenada Group, 2006.
Nawawi, Ismail. Perilaku Administrasi (Paradigma, Konsep, Teori dan Pengantar
Praktek).Surabaya: ITS Press, 2007.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam
Indonesia. Ekonomi Islam.Yogyakarta : Grafindo, 2008.
Simamora, Bilson.Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2008.
Setiadi, Nugroho.J. Perilaku Konsumen.Jakarta: KencanaPrenadaMedia Group, 2010.
Sukirno, Sadono. Pengantar Teori MikroEkonomi. Jakarta : PT. Grafindo Persada : 2003.
Yuliadi,Imadudin. Ekonomi Islam Sebuah Pengantar, Yogyakarta : Lembaga Pengkajian
dan Pengamalan Islam (LPPI), 2001
https://kumpulanmateridalamkuliah.blogspot.com/2018/03/asumsi-rasional-dalam-ekonomi-
islam.html

Anda mungkin juga menyukai