Anda di halaman 1dari 6

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DI BIDANG

PERTAMBANGAN
``HUKUM SUMBER DAYA ALAM´´

Di susun Oleh :
Nama: Anjas Martha Sagita
NIM : D1A017034
Kelas : A2

Fakultas Hukum
Universitas Mataram
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah,
hal ini dapat di lihat dari potensi sumber daya alam yang tersebar dari Sabang sampai
Merauke. Salah satu sumberdaya alam yang dimiliki adalah pertambangan mineral dan
batubara yang termasuk dalam golongan sumberdaya non renewable (tidak dapat
diperbaharui). Pertambangan Batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat
di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal.

Sektor pertambangan merupakan salah satu komoditas yang di diunggulkan untuk


mendapatkan devisa dalam rangka kelangsungan pembangunan negara. Sektor ini juga
merupakan sektor yang strategis, selain itu bagi daerah yang kaya sumberdaya alamnya,
pertambangan merupakan tulang punggung bagi pendapatan daerah tersebut
(Djajadiningrat, 2007). Pertambangan sebagai sumberdaya alam yang memiliki potensi
ekonomi dalam hai ini batubara perlu dilakukan pengelolaan agar benar-benar dapat
memberikan manfaat secara maksimal dan berguna dalam meningkatkan taraf hidup
masyarakat.

Kebijakan pemerintah (juga Pemerintah Daerah) di bidang penambangan dilandasi


oleh peraturan perundang-undangan. Undang-undang (UU) yang melandasi adalah UU
No.11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok penambangan yang telah diganti
dengan UU No.4 Tahun 2009 tentang Penambangan Mineral dan Batubara , beserta semua
peraturan pelaksanaannya baik tingkat nasional maupun daerah. Demikian dari sisi legal
atau yuridis formal pertambangan adalah kegiatan yang sah secara hukum.

Penambangan dilakukan dengan tujuan ekonomi, khususnya untuk kesejahtreraan


masyarakat, terutama masyarakat di daerah penambangan dilakukan. Penambangan
dianggap cukup “memakmurkan” masyarakat, maka penambangan adalah pilihan kebijakan
pemerintah daerah untuk dilakukan demi tercapainya tujuan itu. Dalam kenyataannya,
kemakmuran yang dimaksud hanya dinikmati segelintir orang (pengusaha dan pejabat),
sementara sebagian besar rakyat tetap hidup dalam kemiskinan. Dengan kata lain, kebijakan
itu hanya berpihak kepada pemodal atau investor tidak secara riil atau konkrit kepada
masyarakat.

2
Ijin penambangan yang diberikan oleh daerah sebagai kewenangan daerah dimungkinkan
sejak reformasi, khususnya mulai tahun 1999. Dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah waktu itu, daerah-daerah diberi kewenangan untuk mengurusi
urusan Penambangan (khusus untuk bahan tambang golongan. Pelaksanakan urusan
penambangan oleh daerah adalah konsekuensi dari diberikannya otonomi daaerah
berdasarkan asas desentralisasi (Abrar Saleng, 2004: 126-127). Sekarang urusan
pertambangan juga tetap menjadi urusan daerah berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah.
Dasar kebijakan penambangan yang dimiliki pemerintah daerah adalah hak
menguasai oleh Negara berdasarkan pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan :
“bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besamya kemakmuran rakyat”. Dari sini salah satu ha1
yang dapat dipahami dari sisi hukum ialah pemerintah daerah berwenang mengatur atau
mengurusi bidang penambangan dan hubungan hukumnya dengan masyarakat dan
barang-barang. Berdasarkan UU No 4 Tahun 2009, khususnya pada pasal 6-8
pemerintah daerah memiliki 12 (dua belas) kewenangan dibidang pertambangan (lihat
sendiri UU tsb!). ini berarti bahwa secara yuridis normative desentralisasi bidang
pertambangan memang ada dan dilaksanakan di daerah .

2. Rumusan Masalah
1) Bagaimana kebijakan pemerintah daerah di bidang pertambangan?
2) Bagaimana persyaratan yang harus dilengkapi oleh perusahaan untuk
memperoleh Surat Izin Usaha Pertambangan dari pemerintah daerah?

3
BAB II
PEMBAHASAN

1. Kebijakan pemerintah daerah di bidang pertambangan


Kebijakan adalah prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk mengarahkan
pengambilan keputusan. Prinsip atau cara bertindak yang dipilih sebuah negara ditentukan
oleh pengambilan kebijakan, dalam suatu negara pengambilan kebijakan adalah orang-
orang yang memiliki kedudukan dalam suatu yang disebut dengan pemerintah.
Pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam hal pemberian Izin Usaha Pertambangan
hal seperti yang sudah di atur dalam UU No. 4 Tahun 2009. Hal ini seperti yang dikatakan
oleh Pak Deny selaku Inspektur Tambang Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral. Landasan
dan acuan Dinas pertama ada di UU No 4 Tahun 2009, dalam UU ini kewenangan
pertambangan, seperti salah satunya pengeluaran Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Perusahaan harus terlebih dahulu menyiapkan kelengkapan berkas administrasi untuk
bisa memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP), selain itu juga perusahaan terlebih dahulu
melakukan presentasi atau pemaparan mengenai kondisi perusahaan mereka, sehigga dalam
pemberian IUP kami tidak asal mengeluarkan saja. Berdasarkan hasil wawancara
menjelaskan bahwa perusahaan tidak bisa secara mudah untuk mendapatkan Izin Usaha
Pertambangan (IUP) untuk melakukan usaha pertambangan. Oleh karena itu dengan adanya
kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah diharapkan dapat meminimalisir usaha-
usaha penambangan illegal.
Proses perizinan pertambangan yang menjadi domain dari pemerintahan daerah harus
menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah. Ada hubungan antara pusat dengan daerah dalam hal pengawasan, pengendalian dan
pemberian izin usaha kegiatan pertambangan yang perlu dipertegas. Di dalam UU No. 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pemerintah daerah kabupaten atau
kota yang berwenang mengeluarkan izin usaha. Contohnya adalah Izin Pertambangan Rakyat
(IPR), selanjutnya pemerintah kota/ kabupaten berkewajiban untuk melakukan pembinaan
dan pengawasan. Namun, di dalam UU No. 23 Tahun 2014, terjadi pergeseran kewenangan

4
dari pemerintah kabupaten/kota kepada gubernur yang dikatakan sebagai wakil pemerintah
pusat.

2. Persyaratan Surat Izin Usaha Pertambangan

Adapun persyaratan yang harus dilengkapi oleh perusahaan untuk memperoleh Surat Izin Usaha
Pertambangan adalah :

a. Persyaratan administrastif: Surat permohonan ,Susunan direksi dan daftar pemegang


saham ,dan Surat keterangan domisili

b. Persyaratan teknis:  Daftar riwayat hidup dan surat peryataan tenaga ahli pertambangan
dan/atau geologi yang berpengalaman paling tidak 3 (tiga) tahun dan Peta WIUP yang
dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan
system informasi geografi yang berlaku secara nasional.

c.Persyaratan lingkungan:Pernyataan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-


undangan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

d. Persyaratan finansial : Bukti penempatan jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan


eksplorasi dan bukti pembayaran harga nilai kompensasi data informasi hasil lelang
WIUP mineal logam atau batubara sesuai dengan nilai penawaran lelang atau bukti
pembayaran biaya pencadangan wilayah dan pembayaran pencetakan peta WIUP mineral
bukan logam atau batuan atas permohonan wilayah.

3. Kesimpulan

Pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam hal pemberian Izin Usaha


Pertambangan hal seperti yang sudah di atur dalam UU No. 4 Tahun 2009. Hal ini seperti
yang dikatakan oleh Pak Deny selaku Inspektur Tambang Dinas Energi dan Sumber Daya
Mineral. Landasan dan acuan Dinas pertama ada di UU No 4 Tahun 2009, dalam UU ini
kewenangan pertambangan, seperti salah satunya pengeluaran Izin Usaha Pertambangan
(IUP). Adapun persyaratan yang harus dilengkapi oleh perusahaan untuk memperoleh Surat

5
Izin Usaha Pertambangan adalah persyaratan administrastif, persyaratan teknis, persyaratan
lingkungan, dan persyaratan finansial.

DAFTAR PUSTAKA

Salim, H. S. (2010). Hukum Pertambangan Di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Salim, H. S. (2012). Hukum Pertambangan Mineral & Batu Bara. Jakarta: Sinar Grafika.

Ndraha, T. (2002). Kybernology 1 & 2 (Ilmu Pemerintahan Baru). Jakarta: Bineka Cipta.

Soemarwoto, O. (2003). Analisis Mengenai dampak lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Sudrajat. (2010). Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum. Yogyakarta:
Pustaka Yustisia.

Suharto, E. (2008). Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung: CV Alfabeta. Syani,
A. (2012). Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Winarno, B.
(2008). Kebijakan Publik –Teori dan Proses. Jakarta: PT. Buku Kita.

Anda mungkin juga menyukai