Anda di halaman 1dari 12

DEFINISI RONDE KEPERAWATAN

DISUSUN DALAM RANGKA MEMENUHI TUGAS


MANAJEMEN KEPERAWATAN

DOSEN PEMBIMBING :
Muh. Afif Hilmi M, S.Kep, Ns

DISUSUN OLEH :
Firdaus Iqbal Hidayat
P27820419029
Kelas 2A

PRODI D-III KEPERAWATAN SIDOARJO


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
SURABAYA
2020 / 2021

BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Manajemen adalah proses bekerja melalui staf keperawatan untuk memberikan
asuhan keperawatan secara professional. Disini dituntut tugas manajer keperawatan untuk
merencanakan, mengorganisir, memimpin dan mengevaluasi sarana dan prasarana yang
tersedia untuk memberikan asuhan keperawatan seefektif dan seefisien mungkin bagi
individu, keluarga, dan masyarakat (Gillies, 1996).
Salah satu strategi untuk mengoptimalkan peran dan fungsi perawat dalam pelayanan
keperatan adalah pembenahan manajemen keperawatan karena dengan adanya factor kelola
yang optimal diharapkan mampu menjadi wahana peningkatan keefektifan pembagian
pelayanan keperawatan sekaligus lebih menjamin kepuasan klien terhadap pelayanan
keperawatan.
Dalam pelaksanaan manajemen terdapat model praktik keperawatan professional
(MPKP) yang di dalamnya terdapat kegiatan ronde keperawatan. Ronde keperawatan adalah
suatu bagian kegiatan asuhan keperawatan dengan membahas kasus tertentu dengan harapan
adanya transfer pengetahuan dan aplikasi pengetahuan secara teoritis kedalam praktek
keperawatan secara langsung yang dilakukan oleh perawat konselor, kepala ruangan, MA,
kabid keperawatan dengan melibatkan seluruh tim keperawatan. Karakteristik dari ronde
keperawatan meliputi: pasien dilibatkan secara langsung, pasien merupakan fokus kegiatan,
perawat yang terlibat melakukan diskusi, konselor memfasilitasi kreatifitas dan membantu
mengembangkan kemampuan perawat dalam meningkatkan kemampuan mengatasi masalah.
Rumah sakit adalah salah satu bentuk sarana kesehatan yang berfungsi untuk
melakukan upaya kesehatan dasar atau kesehatan rujukan serta upaya kesehatan penunjang.
Pada masa kini perjalanan peran rumah sakit sebagai organisasi pelayanan kesehatan sedang
memasuki lingkungan global yang kompetitif dan terus berubah. Perubahan lingkungan
tersebut menurut Trisnantoro (2004), akan mendorong rumah sakit menjadi organisasi yang
berciri multiproduk, sehingga membutuhkan pengelolaan yang tepat. Perkembangan terkini
semakin mengarah ke kondisi rumah sakit sebagai lembaga usaha dengan berbagai konsep
bisnis. Transisi ini yang mengakibatkan rumah sakit menjadi lembaga yang berkarakter sosial
sekaligus ekonomi. Pelayanan prima di rumah sakit sangat bergantung pada kualitas sdm
tenaga kesehatan yang ada didalamnya salah satunya adalah perawat. Menurut RSU Swadana
Daerah Tarutung, pelaksanaan ronde keperawatan yang tidak optimal menimbulkan ronde
perawat yang shift pagi tidak melaporkan secara rinci perkembangan kesehatan pasien
termasuk seringnya perawat rawat inap operan hanya dilakukan di nursing station secara
administrasi saja berdasarkan pengamatan penulis, hal ini menimbulkan perbedaan persepsi
tentang kebutuhan pelayanan keperawatan dan pada akhirnya berdampak meningkatnya lama
perawatan pasien.

1.2              Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas disimpulkan yang menjadi
masalah pada makalah ini adalah bagaimana pengaruh kompetensi perawat (kompetensi
teknis, kompetensi perilaku) dan kerja tim (kerjasama, kepercayaan, kekompakan), terhadap
pasien yang ditangani dan Apakah kualitas ronde keperawatan akan berdampak pada pasien
secara langsung?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1    Tujuan Umum
            Penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Management Keperawatan.
1.3.2    Tujuan Khusus
Adapun tujuan yang dicapai setelah penyampaian materi tentang ronde keperawatan
diharapkan mahasiswa mampu:
1. Mengetahui dan memahami pengertian ronde keperawatan
2. Mengetahui dan memahami karakteristik ronde keperawatan
3. Mengetahui tujuan ronde keperawatan
4. Mengetahui dan memahami manfaat ronde keperawatan
5. Mengetahui dan memahami tipe – tipe ronde keperawatan
6. Mengetahui dan memahami tahapan ronde keperawatan
7. Mengetahui hal – hal yang harus dipersiapkan dalam ronde keperawatan
8. Mengetahui komponen yang terlibat dalam ronde keperawatan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.            Pengertian Ronde Keperawatan (Nursing Rounds)


Ronde keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah
keperawatan pasien yang dilakukan oleh perawat disamping melibatkan pasien untuk
membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan. Pada kasus tertentu harus dilakukan oleh
perawat primer dan atau konselor, kepala ruangan, perawat associate yang perlu juga seluruh
anggota tim kesehatan (Nursalam, 2009).
Ronde keperawatan merupakan proses interaksi antara pengajar dan perawat atau
siswa perawat dimana terjadi proses pembelajaran. Ronde keperawatan dilakukan oleh
pengajar atau siswa perawat dengan anggota sifatnya atau siswa untuk pemahaman yang jelas
tentang penyakit dan efek perawatan untuk setiap pasien (Clement, 2011).

2.2.            Karakteristik Ronde Keperawatan


a) Pasien dilibatkan secara langsung.
b) Pasien merupakan fokus kegiatan.
c) Perawat associate, perawat primer, dan konselor melakukan diskusi bersama.
d) Konselor menfasilitasi kereativitas.
e) Konselor membantu mengembangkan kemampuan PA dan PP dalam meningkatkan
kemampuan dalam mengatasi masalah.

2.3.            Tujuan Ronde Keperawatan


Tujuan dari pelaksanaan ronde keperawatan bisa dibagi menjadi 2 yaitu : tujuan bagi
perawat dan bagi pasien.
Tujuan bagi keperawatan menurut Amola et al, (2010) adalah :
1.  Melihat kemampuan staf dalam manajemen pasien.
2. Mendukungan pengembangan profesional dan peluang pertumbuhan
3. Meningkatkan pengetahuan perawat dengan menyajikan dalam format stud kasus
4. Menyediakan kesempatan pada staf perawat untuk belajar meningkatkan penilaian
keterampilan klinis.
5. Membangun kerjasama dan rasa hormat, serta (6) meningkatkan retensi perawat
berpengalaman dan mempromosikan kebanggaan dalam profesi keperawatan.
Sedangkan tujuan bagi pasien menurut Clement (2011) adalah :
1.  Untuk mengamati kondisi fisik dan mental pasien dan kemajuan hari ke hari
2. Untuk mengamati pekerjaan staf
3. Untuk membuat pengamatan khusus pasien dan memberikan laporan ke dokter,
misalnya : luka, drainase, perdarahan, dsb
4. Untuk memperkenalkan pasien ke petugas dan sebaliknya.
5. Untuk melaksanakan rencana yang dibuat untuk perawatan pasien
6. Untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan kepuasaan pasien
7. Untuk memastikan bahwa langkah-langkah keamanan yang diberikan pada pasien
8. Untuk memeriksa kondisi pasien sehingga dapat dicegah seperti ulcus decubitus, foot
drop, dsb.
9. Untuk membandingkan manifestasi klinis penyakit pada apsien sehingga perawat
memperoleh wawasan yang lebih baik
10. Untuk memodifikasi tindakan keperawatan yang diberikan.

Sedangkan menurut Nursalam (2009) tujuan ronde keperawatan dibagi menjadi :


a. Tujuan Umum
Menyelesaikan masalah pasien melalui pendekatan berfikir kritis.
b. Tujuan Khusus
1.      Menumbuhkan cara berfikir kritis (Problem-Based Learning PBL)
2.      Menumbuhkan pemikiran bahwa tindakan keperawatan berasal dari
masalah klien.
3.      Meningkatkan pola pikir sistematis
4.      Meningkatkan validitas data klien
5.      Menilai kemampuan menentukan diagnosis keperawatan
6.      Meningkatkan kemampuan membuat justifikasi, menilai hasil kerja, dan
memodifikasi rencana asuhan keperawatan (renpra)

2.4.            Kriteria Pasien
Menurut Nursalam (2009) pasien yang dipilih untuk dilakukan ronde keprawatan
adalah pasien yang memiliki kriteria sebagai berikut:
1.      Mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah dilakuakn
tindakan keperawatan
2.      Pasien dengan kasus baru atau langka.

2.5.             Manfaat Ronde Keperawatan


Ronde keperawatan akan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan pada perawat.
Clement, (2011) menyebutkan manfaat ronde keperawatan adalah membantu
mengembangkan keterampilan keperawatan, selain itu juga menurut Wolak (2008) dengan
adanya ronde keperawatan akan menguji pengetahuan perawat. Peningkatan ini bukan hanya
keterampilandan pengetahuan keperawatan saja, tetapi juga peningkatan secara menyeluruh.
Hal ini dijelaskan oleh Wolek et al (2008) peningkatan kemampuan perawat bukan hanya
keterampilan keperawatan tetapi juga memberikan kesempatan pada perawat untuk tumbuh
dan berkembang secara profesional.
Melalui ronde keperawatan, perawat dapat mengevaluasi kegiatan yang telah
diberikan pada pasien berhasil atau tidak. Clement (2011) melalui ronde keperawatan,
evaluasi kegiatan, rintangan yang dihadapi oleh perawat atau keberhasilan dalam asuhan
keperawatan dapat dinilai. Hal itu juga dtegaskan oleh O’Connor (2006) pasien sebagai alat
untuk menggambarkan parameter penilaian atau teknik intervensi.
Ronde keperawatan merupakan sarana belajar bagi perawat dan siswa perawat. Ronde
keperawatan merupakan studi percontohan yang menyediakan sarana untuk menilai
pelaksanaan keperawatan yang dilakukan oleh perawat (Wolak et al, 2008). Sedangkan bagi
siswa perawat dengan ronde keperawatan akan mendapatkan pengalaman secara nyata
dilapangan (Clement, 2011).
Manfaat ronde keperawatan yang lain adalah membantu mengorientasikan perawat
baru pada pasien. Banyak perawat yang baru masuk tidak tahu mengenai pasien yang di
rawat  di ruangan. Dengan ronde keperawatan hal ini bisa dicegah, ronde keperawatan
membantu mengorientasikan perawat baru pada pasien (Clement, 2011).
Ronde keperawatan juga meningkatkan kepuasan pasien. Penelitian Febriana (2009)
ronde keperawatan meningkatkan kepuasan pasien lima kali dibanding tidak dilakukan ronde
keperawatan. Chaboyer et al (2009) dengan tindakan ronde keperawatan menurunkan anga
insiden pada pasien yang dirawat.
2.6.            Tipe - Tipe Ronde Keperawatan  
Berbagai macam tipe ronde keperawatan dikenal dalam studi kepustakaan.
Diantaranya adalah menurut Close & Castledine (2005) ada empat tipe ronde
yaitu matrons’rounds, nurse management rounds, patient comfort rounds dan teaching
rounds.
1. Matron rounds menurut Close & Castlide (2005) seorang perawat berkeliling ke
ruangan-ruangan, menanyakan kondisi pasien sesuai jadwal rondenya. Yang dilakukan
perawat ronde ini adalah memeriksa standar pelayanan, kebersihan dan kerapian, dan menilai
penampilan dan kemajuan perawat dalam memberikan pelayanan pada pasien.
2. Nurse management rounds menurut Close & Castlide (2005) ronde ini adalah ronde
manajerial yang melihat pada rencana pengobatan dan implementasi pada sekelompok pasien
dan keluarga pada proses interaksi. Pada ronde ini tidak terjadi proses pembelajaran antara
perawat dengan head nurse.
3. Patient comfort rounds menurut Close & Castledine (2005) ronde di sini berfokus
pada kebutuhan utama yang diperlukan pasien di rumah sakit. Fungsi perawat dalam ronde
ini adalah memenuhi semua kebutuhan pasien. Misalnya ketika ronde dilakukan malam hari,
perawat menyiapkan tempat tidur untuk pasien tidur.
4. Teaching rounds menurut Close & Castledine (2005) dilakukan antara teacher
nurse dengan perawat atau siswa perawat, dimana terjad proses pembelajaran. Teknik ronde
ini biasa dilakukan untuk perawat atau siswa perawat. Dengan pembelajaran langsung
perawat atau siswa dapat langsung mengaplikasikan ilmu yang didapat langsung pada pasien.
Menurut Daniels (2004) walking round  terdiri dari nursing round, physician-nurse
rounds atau interdisciplinary rounds. Nursing round adalah ronde yang dilakukan antara
perawat dengan perawat. Physician nurse rounds adalah ronde pada pasien yang dilakukan
dokter dengan perawat, sedang interdisciplinary rounds adalah ronde pada pasien yang
dilakukan oleh berbagai macam tenaga kesehatan meliputi dokter, perawat, ahli gizi serta
fisioterapi dsb. Sedangkan menurut Clement (2011) menyebutkan berbagai jenis word
round yang dilakukan oleh perawat meliputi rounds with the doctors, rounds to discuss
psychological problem of patients, social service rounds, medical rounds for nurses, rounds
with the physical therapits, dan nursing rounds.

2.7.           Langkah-langkah Ronde Keperawatan


Ramani (2003) menjelaskan rahapan ronde keperawatan adalah :
(1) Pre-rounds:
Preparation (persiapan), planning (perencanaan), orientasion (orientasi)
(2) Rounds: Introduction (pendahuluan), interaction (interaksi), observation (pengam
atan), instruction (pengajaran), summarizing (kesimpulan)
(3) Post-Rounds : debriefing  (Tanya
jawab), feedback (saran), reflection (refleksi), preparation (persiapan).
Bimbauner (2004) mengatakan bagaimana menyiapkan ronde keperawatan yaitu :
a. Before rounds meliputi : (1) persiapan, terdiri dari membuat tujuan kegiatan ronde
keperawatan dan membaca status pasien dengan jelas sebelum melakukan ronde keperawatan
(2) orientasi perawat, terdiri dari membuat menyadari tujuan : demonstrasi temuan klinis,
komunikasi dengan pasien, pemodelan perilaku professional (3) orientasi pasien.
b. During rounds meliputi : (1) menetapkan lingkungan: membuat lingkungan yang
nyaman serta dorong untuk mengajukan pertanyaan (2) menghormati: perawat: hormati
mereka sebagai pemberi layanan pada pasien dan pasien : perlakukan sebagai manusia, bukan
hanya obyek dari latihan mengajar, peka terhadap bagaimana penyakit mempengaruhi
kehidupan pasien (3) libatkan semua perawat, bertujuan untuk mengajar semua tingkat
peserta didik dan mendorong semua untuk berpartisipasi (4) libatkan pasien: dorong pasien
untuk berkontribusi mengenai masalah penyakitnya, dorong pasien untuk mengajukan
pertanyaan tentang masalahnya, gunakan kata-kata yang dapat dimengerti pasien, dsb.
c. After rounds : waktu untuk pertanyaan dan memberikan umpan balik.

Menurut Nursalam (2009) langkah – langkah ronde keperawatan dibagi menjadi :


a.      Pra Ronde
-       Menentukan kasus dan topik (masalah yang tidak teratasi dan masalah
yang langka)
-       Menentukan tim ronde
-       Mencari sumber atau literatur
-       Membuat proposal
-       Mempersiapkan pasien: informed consent dan pengkajian
-       Diskusi: Apa diagnosis keperawatan? Data apa yang mendukung?
Bagaimana intervensi yang sudah dilakukan? Dan hambatan apa yang ditemukan
selama perawatan?

b.      Pelaksanaan Ronde
-       Penjelasan tentang pasien oleh perawat primer yang difokuskan pada
masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan dan atau telah
dilaksanakan serta memilih prioritas yang perlu didiskusikan
-       Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut
-       Pemberian justifikasi oleh perawat primer atau konselor atau kepala
ruangan tentang masalah pasien serta rencana tindakan yang akan dilakukan.
c.       Pasca Ronde
-       Evaluasi, revisi, dan perbaikan
-       Kesimpulan dan rekomendasi penegakan diagnosis, intervensi
keperawatan selanjutnya.

2.8.            Mekanisme Ronde Keperawatan


1. Perawat membaca laporan mengenai pasien melalui status pasien sebelum melakukan
ronde keperawatan. Hal ini dilanjutkan Clament (2011) bahwa perawat sebaiknya melihat
laporan penilaian fisik dan psikososial pasien 2-3 menit. Selain itu juga perawat menetapkan
tujuan yang ingin dicapai ketika pelaksanaan ronde keperawatan. Sebelum menemui asien,
sebaiknya perawat membahas tujuan yang ingin dicapai (Clament, 2011).
2. Perawat menentukan pasien yang akan dilakukan ronde keperawatan. Hal itu disebut
Sitorus (2006) sebelum dilakukan ronde perawat primer (PP) menentukan 2-3 klien yang
akan di ronde dan ditentukan pasien yang akan di ronde. Sebaliknya dipilih klien yang
membutuhkan perawatan khusus dengan masalah yang relative lebih kompleks (Sitorus,
2006).
3. Ronde keperawatan dilakukan pada pasien. Perawat melaporkan kondisi, tindakan
yang sudah dilakukan dan akan dilakukan, pengobatan, serta rencana yang lain. Clement
(2011) saat ronde keperawatan melaporkan tentang kondisi pasien, asuhan keperawatan,
perawat medis dan prognosis. Selain itu juga menurut Annual review of nursing
education dalam ronde keperawatan perawat mendiskusikan diagnosis keperawatan yang
terkait, intervensi keperawatan, dan hasil. Mengenai masalah yang sensitive hendaknya tidak
boleh dibicarakan dihadapan pasien. Masalah yang sensitive sebaiknya tidak didiskusikan
dihadapan klien (Sitorus, 2006).
4. Waktu pelaksanaan ronde bermacam-macam tergantung kondisi dan situasi ruangan.
Sitorus (2006) menyebutkan waktu yang dilakukan untuk melakukan keseluruhan ronde
adalah setiap hari dengan waktu kurang lebih 1 jam ketika intensitas kegiatan di ruang rawat
sudah relative tenang. Sedangkan menurut Atiken et al. (2010) pelaksanaan ronde
keperawatan diadakan dua hari setiap minggu dan berlangsung satu jam.

2.9.            Masalah Etik dengan Pasien


Beberapa strategi untuk mendorong kenyamanan pasien selama ronde keperawatan
berlangsung menurut Weinholt & Edward (1992) dalam Clament (2009) meliputi : (1)
memberikan pemberitahuan sebelum kunjungan (2) membatasi waktu ronde keperawatan
agar pasien bias istirahat (3) menjelaskan semua pemeriksaan dan prosedur kepada pasien (4)
semua diskusi dan komunikasi harus dijelaskan dan dipahami oleh pasien.

2.10.          Strategi Ronde Keperawatan yang Efektif


Ramani (2003) dalam Clament (2009) menyebutkan ada beberapa strategi agar ronde
keperawatan berjalan efektif yaitu :
1. Melakukan persiapan dengan seksama terkait dengan pelaksanaan ronde keperawatan
baik waktu pelaksanaan, pasien masalah yang terkait, dsb.
2. Membuat perencanaan apa yang akan dilakukan meliputi : sistem apa yang akan
diajarkan, aspek-aspek apa yang harus ditekankan: pemeriksaan fisik, melakukan tindakan
dsb. Rencanakan agar semua aktif terlibat dalam kegiatan, pilih pasien yang akan dilakukan
proses pembelajaran, serta tentukan berapa banyak waktu yang harus dihabiskan dengan
pasien tertentu.
3. Orientasikan pada perawat tujuan yang ingin dicapai. Kegiatan berikut ini dapat
dilakukan selama fase orientasi: (1) orientasikan perawat untuk tuuan latihan dan kegiatan
yang direncanakan (2) memberikan peran kepada setiap anggota tim (3) buat aturan mengenai
ronde (4) setiap diskusi sensitive perlu ditunda dan seluruh tim harus menyadari hal ini.
4. Perkenalkan diri anda dan tim pada pasien meliputi: (1) memperkenalkan diri kepada
pasien (2) pasien perlu diberitahu bahwa pertemuan itu terutama dimaksudkan untuk
berdiskusi mengenai pemberian perawatan pada pasien (3) keluarga tidak perlu diminta untuk
perg jika pasien ingin untuk ditemani.
5. Meninggalkan waktu untuk pertanyaan, klarifikasi, menempatkan pembacaan lebih
lanjut. Fase ini terjadi diluar ruangan, keluar dari pasien jarak pendengaran. Ini adalah
kesembatan untuk mendiskusikan aspek sensitive dari riwayat pasien.
6. Evaluasi pelaksanaan yang telah dilakukan. Mulai persiapan untuk pertemuan
berikutnya dengan merefleksikan pada diri mengenai hasil ronde yang telah dilakukan.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1.            Contoh Kasus Ronde Keperawatan


Rumah Sakit Umum Tarutung adalah milik Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli
Utara, Sumatera Utara dan satu- satunya rumah sakit yang ada di Tapanuli Utara dengan
status kelas ”B” non pendidikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia No.1809/MENKESKESSOS /SK/XII/2000, dengan
jumlah tempat tidur 110 unit. Pada tahun 2003 sesuai Perda nomor 7 tahun 2003, Rumah
Sakit Umum Tarutung berubah status menjadi RSU Swadana Daerah Tarutung. Status
”Swadana” sangat berpotensi menggeser rumah sakit pemerintah yang pada masa lalu hanya
berorientasi pada fungsi sosial ke arah unit sosial ekonomi
RSU Swadana Daerah Tarutung berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medik
bahwa pada tahun 2007 pencapaian BOR 90,80%, tahun 2008 berkurang menjadi 73,00%,
namun masih dalam kategori ideal sesuai dengan standart Depkes RI.
Kondisi RSU Swadana Daerah Tarutung pada tahun 2008 mengalami penurunan
sesuai perhitungan BOR rumah sakit sebesar 18,72% dari tahun 2007 ini diakibatkan adanya
penurunan kinerja rumah sakit. Penurunan indikator kinerja RSU Swadana Daerah Tarutung
sangat terpengaruh dengan kinerja pelayanan perawat, oleh karena selama 24 jam pasien
rawai inap dibawah pengawasan perawat pelaksana di rumah sakit.
Penurunan kinerja RSU Swadana Daerah Tarutung menimbulkan berbagai fenomena.
Fenomena yang terjadi pada RSU Swadana Daerah Tarutung didapat dari komite
keperawatan bahwa masih adanya keluhan pasien, keluarga pasien tentang ketidakpuasan
layanan yang diperoleh dari perawat pelaksana rawat inap seperti ketepatan pemberian obat-
obatan, pemberian suntikan, kehadiran petugas tidak tepat waktu dan juga perawat pelaksana
rawat inap kurang senyum dan kurang perhatian kepada pasien. Kondisi seperti ini dapat
menurunkan kualitas pelayanan terhadap pasien di RSU Swadana Daerah Tarutung.
Menurut berita terbitan media cetak seperti: Aspirasi (20 Maret 2007), Metro
Tapanuli (31 Mei 2008), Skala Indonesia (27 Agustus 2008) , Bonapasogit (Januari 2009)
menerbitkan bahwa pelayanan RSU Swadana Daerah Tarutung pada tahun 2008 adanya
penurunan, kondisi ini juga berdampak dari semakin menurunya pelayanan yang diberikan
perawat pelaksana rawat inap RSU Swadana Daerah Tarutung. Pada sisi yang lain kualitas
tenaga keperawatan tersebut berbanding lurus dengan tingkat pendidikan perawat yang ada,
dimana pendidikan perawat pelaksana rawat inap RSU Swadana Daerah Tarutung yang
berjumlah 60 orang belum ada yang berlatar pendidikan sarjana masih memiliki tingkat
pendidikan diploma III, sehingga pelayanan yang profesional tidak dapat dicapai sesuai
dengan kebutuhan dan kepuasan oleh customer.
Praktek keperawatan yang ditetapkan di RSU Swadana Daerah Tarutung adalah
sistem penugasan dengan metode tim, namun dalam pelaksanaanya adalah sesuai dengan
kebutuhan tatanan rawat inap. Berdasarkan kebutuhan tersebut maka sitem penugasan
pelayanan perawatan dengan metode tim dalam praktek pelayanan dilakukan sesuai dengan
penugasan berdasarkan shift kerja yang telah ditetapkan oleh RSU Swadana Daerah
Tarutung, pelaksanaan ronde keperawatan yang tidak optimal menimbulkan ronde perawat
yang shift  pagi tidak melaporkan secara rinci perkembangan kesehatan pasien termasuk
seringnya perawat rawat inap operan hanya dilakukan di nursing station secara administrasi
saja berdasarkan hal ini menimbulkan perbedaan persepsi tentang kebutuhan pelayanan
keperawatan dan pada akhirnya berdampak meningkatnya lama perawatan pasien (lengt of
stay).

3.2.            ANALISA KASUS
Berdasarkan kasus tersebut pihak manajemen diharapkan segera mengambil langkah
cepat untuk merespon kondisi tersebut, hal ini mungkin diakibatkan kelemahan petugas
perawat pelaksana rawat inap dalam pemberian asuhan keperawatan, pengetahuan
tentang Standard Operating Procedur (SOP) serta perencanaan dan pengembangan sumber
daya manusia yang belum sesuai terhadap kebutuhan rumah sakit seperti
sistem reward dan punishment.
Praktek keperawatan tidak mungkin akan meningkat kecuali masalah dapat
diidentifikasi dan dipecahkan. Karyawan sesungguhnya mempunyai pengetahuan yang cukup
dan memiliki ide-ide yang kreatif untuk memecahkan masalah-masalah dalam pekerjaannya.
Untuk dapat memecahkan masalah tersebut karyawan membutuhkan cukup informasi,
tanggung jawab dan wewenang serta kepercayaan dari manajer atau pimpinannya. Pada
akhirnya karyawan akan merasakan kepuasan kerja dan lebih produktif bila mereka dibantu
dengan menciptakan lingkungan kerja yang baik dengan mengurangi hambatan dalam
pekerjaannya. Informasi-informasi yang up to date belum dapat diakses untuk memenuhi
kebutuhan karyawan khususnya perawat pelaksana rawat inap di RSU Swadana Daerah
Tarutung.
Menurut Gillies (2006), dalam rangka meningkatkan mutu manajemen keperawatan,
maka rumah sakit seharusnya memiliki konsepsi dasar praktek manajemen keperawatan
sebagai dasar praktek keperawatan yang dijabarkan dalam metode penugasan ruang rawat
inap. Pelayanan keperawatan rumah sakit secara umum menggunakan sitim penugasan yang
terdiri dari metode fungsional, metode tim, metode primer, metode modular dan metode
alokasi. RSU Swadana Daerah Tarutung telah menetapkan systim penugasan dengan
menggunakan metode primer dimana metode primer berfungsi untuk merawat satu pasien di
tangani oleh satu orang perawat mulai dirawat sampai pasien pulang, namun praktek
keperawatan tidak menerapkan sistem penugasan dengan praktek keperawatan yang baku.
Praktek keperawatan yang berlangsung di RSU Swadana Daerah Tarutung adalah sesuai
dengan kondisi di tatanan rawat inap, dimana terkadang menggunakan metode fungsional
dan pada satu kesempatan yang lain menggunakan metode tim dan metode modular, sehingga
sistim penugasan keperawatan yang kurang konsisten ini dapat menurunkan mutu pelayanan
keperawatan.
Pelayanan keperawatan di rumah sakit sebaiknya melakukan sistim penugasan dengan
metode Primer karena metode ini dapat mengevaluasi perkembangan asuhan keperawatan
pasien secara berkesinambungan dan konsisten sehingga perawat pelaksana rawat inap
bekerja secara profesional, namun metode ini dapat dilaksanakan jika perawat tersebut
minimal memiliki pendidikan sarjana ataupun spesialisasi.
Penugasan perawat di RSU Swadana Daerah Tarutung belum memenuhi sitem
penugasan dengan metode primer disebabkan karena jumlah SDM kurang memadai.
Gambaran masalah tersebut tersirat kinerja pelayanan perawat pelaksana di rawat inap
Rumah Sakit Umum Swadana Daerah Tarutung belum berjalan secara profesional. Hal ini
dapat dilihat dari pelaksanaan kompetensi keperawatan yang menjadi bagian dari kinerja
perawat di rumah sakit. Pembentukan kompetensi seseorang diyakini dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu :
1.      Faktor internal, yang merupakan faktor bawaan bersifat genetik
2.      Faktor eksternal yaitu faktor yang mempengaruhi perkembangan kompetensi seseorang
secara akumulatif sejak kecil seperti pendidikan dan pengalaman yang diperoleh orang
tersebut selama hidupnya. Atas dasar ini dapat disimpulkan bahwa setiap orang memiliki
kecenderungan untuk menggunakan intelegensi dan emosi pada titik keseimbangan tertentu,
sehingga pengaruh antara kompetensi dan kemampuan seseorang dalam mengendalikan
emosi sangat bermanfaat untuk pengembangan kompetensi seseorang.
Apabila seseorang ingin merubah kompetensinya, dia harus mampu merubah cara
berpikirnya terutama dalam menggunakan kemampuan intelegensi serta mengendalikan
emosinya. Kompetensi sesuai dengan wilayah kecerdasan emosi dibagi menjadi 2 golongan
besar yaitu :
1.               Kompetensi personal (Personal Competence).
2.               Kompetensi Sosial (Social Competence).
Kedua kompetensi inilah yang mengendalikan kecerdasan intelegensi sehingga dapat
memanajemen diri sendiri dan memanajemen relasi. Para perawat pelaksana rawat inap di
Rumah Sakit Umum Swadana Daerah Tarutung sebagai kinerja utama di bidang pelayanan
pasien yang berperanan penting dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan
kesehatan di rumah sakit perlu diteliti, sebab kompetensi para perawat pelaksana merupakan
interaksi manusia dengan lingkungan kerja yang akan mengefektifkan penggunaan
pengetahuan dan keterampilan untuk pencapaian target kerja. Kondisi ini perlu ditangani
secepat mungkin oleh komite keperawatan yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam
melaksanakan tugas yaitu membantu direktur menyusun standar keperawatan, pembinaan
asuhan keperawatan, melaksanakan pembinaan etika profesi keperawatan dalam upaya
mengantisipasi semakin banyaknya pasien mengeluh tentang pelayanan yang diberikan
perawat pelaksana rawat inap dan semakin rendahnya jumlah kunjungan pasien memilih
pelayanan pengobatan dan perawatan di Rumah Sakit Umum Swadana Daerah Tarutung.
DAFTAR PUSTAKA

Aitken, L., Burmeister E., Clayton S., Dalais C., & Gardner G (2010). The impact of nursing rounds
on the practice environment & nurse satisfaction in intensive care: pre-test post-test
comparative study. International Journal of Nursing Studies. 48 (2011) 918-925.
Bimbaurner,. D., M. (2004) Bedside teaching. http://archieve.cordem.
Org/facdev/2004meeting/birnl.doc.
Clement, I. (2011). Management nursing services and education. Edition 1. India: Elsevier.
Close, A., & Castledine, G. (2005). Clinical nursing rounds part 1: Matrons rounds. Britsh Journal
of Nursing. Vol 14, No 15.
Close, A., & Castledine, G. (2005). Clinical nursing rounds part 2: Nurse management
rounds. Britsh Journal of Nursing. Vol 14, No 16.
Close, A., & Castledine, G. (2005). Clinical nursing rounds part : Teaching rounds for
nurses. Britsh Journal of Nursing. Vol 14, No 18.
Febriana, N. (2009). Pengaruh nursing round terhadap kepuasan pasien pada pelayanan
keperawatan di Rumah Sakit MMC Jakarta. Tesis kekhususan kepemimpinan dan
manajemen keperawatan program pascasarjana FIK UI. Tidak dipublikasikan.
Kozier, B., Erb & Berman, A. (2004) Fundamental of Nursing: Concept, process, &
practice. Seven third ed. New Jersey: Pearson prentice hall.
Nursalam, Efendi, F. 2008. Pendidikan dalam Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta.
Nursalam. 2009 Manajeman keperawatan: Aplikasi dalam praktik keperawatan professional.
Salamba Medika: Jakarta. 
O’Connor, A. B. (2006). Clinical instruction and evaluation: Teaching resource. Second edition.
Canada: Jones & Bartlett publishers

Anda mungkin juga menyukai