Role play (bermain peran) adalah sebuah teknik yang digunakan oleh konselor
dari beragam orientasi teoritis untuk klien-klien yang perlu mengembangkan
pemahaman yang lebih mendalam tentang, atau melakukan perubahan dalam dirinya
sendiri (James & Gilliand, 2003). Dalam sebuah role play, klien dapat melakukan
perilaku yang tlah diputuskan di lingkungan yang aman dan bebas resiko. Role play
adalah campuran antara “terapi conditioned reflex (refleks terkondisi) dari Salter,
teknik psikodrama dari Moreno, dan fixed role theraphy (terapi peran tetap) dari
Kelly” (Hackney & Cormier, 2012, hlm.211). Proses psikodrama dari Moreno
melibatkan tiga faset: (1) warm up (pemanasan), enactment (memainkan peran), dan
(3) reenactment. Hackney dan Cormier mendeskripsikan empat aspek yang lazim
ditemukan pada role plays. Pada kebanyakan role play, seseorang memainkan
perannya sendiri, peran orang lain, sejumlah keadaan diseputar sebuah situasi, atau
reaksi-reaksinya sendiri. Orang itu kemudian menerima umpan balik dari konselor
profesional atau dari para anggota kelompok jika role play dilakukan dalam konteks-
kerja kelompok. Role play terjadi di saat ini, bukan di masa lalu atau masa
mendatang; teknik ini lazim dimulai dengan adegan-adegan yang lebih mudah untuk
diperankan dan secara progresif ditingkatkan ke adegan-adegan yang lebih kompleks.
Behavioral rehearsal adalah salah satu variasi paling lazim dari role playing.
Ketika klien melakukan perilaku target, ia diberi penguatan (reinforcement) dan
reward, pertama oleh konselor profesional dan kedua oleh pujian klien kepada dirinya
sendiri (M. E. Young, 2013).
Untuk meningkatkan efikasi teknik ini, penting bagi klien untuk merasa
nyaman memperlihatkan kelemahan mereka di depan konselor profesional dan
konselor profesional bisa jujur terhadap kliennya. Konselor profesional perlu
mengingatkan dirinya dan kliennya bahwa teknik ini membutuhkan waktu untuk
bekerja (Wubbolding & Brickell, 2004). Beberapa teoritisi menganggap bermain
peran efektif jika dipasangkan dengan cognitive restructuring (Corey, 2015).
Meskipun bermain peran dianggap sebagai teknik yang efektif, ada beberapa
masalah. Klien kadang-kadang mengalami demam panggung dan tidak mau
memainkan skenarionya. Konselor profesional perlu memastikan bahwa mereka
memungkinkan klien untuk mengendalikan arah bermain perannya. Kadang-kadang,
emosi yang diekspresikan begitu kuatnya sehingga membuat klien merasa tidak
nyaman (M. E. Young, 2013). Ivey dan Ivey (2007) menegaskan bahwa bermain
peran seharusnya tidak digunakan pada klien sampai masalah klien dipahamidengan
jelas. Disamping itu, kinerja klien setelah implementasi bermain peran seharusnya
diperiksa untuk mendorong efikasi klien.