Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Didalam tubuh manusia, terdapat salah satu organ penting yang berkaitan
erat dengan sindrom nefrotik, yaitu ginjal. Ginjal berfungsi mengatur
keseimbangan tubuh dan mengekskresikan zat-zat yang sudah tidak berguna
dan beracun jika terus berada didalam tubuh. Ginjal sangat penting bagi
tubuh kita, karena ginjal bertugas mempertahankan homeostatis bio
kimiawi normal didalam tubuh manusia, dengan cara mengeluarkan zat sisa
melalui proses filtrasi, absorbsi, dan augmentasi. Pada saat proses urinasi,
bladder berkontraksi dan urin dikeluarkan melalui uretra. Tetapi semua fungsi
organ tersebut tidak luput dari adanya abnormalitas fungsi, yang mana jika hal
itu terjadi dapat menyebabkan suatu masalah atau gangguan, salah satunya
yaitu sindrom nefrotik (Siburian, 2013; Astuti, 2014).
Sindrom nefrotik adalah penyakit glomerulus atau cacat pada
permeabilitas glomerulus yang ditandai dengan manefestasi klinis
berupa proteinuria masif, hipoalbumin berat, edema dan hiperkolesterol.
Sindrom nefrotik paling sering terjadi pada anak-anak (Leliana et al,2012).
Penyebab yang sering terjadi pada anak-anak adalah penyakit kelainan
minimal. Penyakit kelainan minimal, glomerulosklerosis fokus dan segmental
dan nefropati membranous adalah penyakit langka yang menyebabkan
morbiditas serius dan kematian yang tinggi sekitar 15% pada tahun 2010 di
Amerika Serikat (Gadegbeku et al, 2013). Angka kejadian sindrom nefrotik
pada anak dalan kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2 sampai 7
kasus baru per 100.000 anak pertahun, dengan prevelensi berkisar 12-16
kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang angka kejadiannya
lebih tinggi (Trihono et al, 2012).
B.Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan kasus nefrotic syndrom ?
C.Tujuan
Menjelaskan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus nefrotic syndrom.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi
Nefrotik sindrom adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminea, dan hiperkolesterolemia. Kadang kadang terdapat
hematuria, hipertensi, penurunan fungsi ginjal (Naratif dan Kususma, 2013).
Berdasarkan pengertian dapat disimpulkan bahwa sindrom nefrotik
pada anak merupakan kumpulan gejala yang terjadi pada anak dengan
karakteristik proteinuria, hipoalbuminea, dan hiperkolesterolemia yang disertai
edema.
B. Etiologi
Menurut Naratif dan Kususma (2013), umumnya etiologi di bagi menjadi 3
(tiga), yaitu :
a. Sindroma Nefrotik bawaan.
Diturunkan sebagai resesif autosom atau reksi maternofetal. Resisten
terhadap suatu pengobatan . Gejala edema pada masa neonatus.
Pernah dicoba pencangkokan ginjal pada neonatus tetapi tidak berhasil.
Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal pada bulan-bulan pertama
kehidupannya.
b. Sindroma Nefrotik Idiopatik atau sindrom nefrotik primer
Sekitar 90% nefrosis pada anak dan penyebabnya belum diketahui,
berdasarkan histopatologi yang tampak pada biopsi ginjal dengan
pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron. Churg dkk
membagi dalam 4 golongan yaitu kelainan minimal, nefropati membranosa,
glomerulonefritis proliferatif, glomerulosklerosis fokal segmental.
1. Malaria kuartana atau parasit lain nya.
2. Penyakit kolagen seperti SLE, [urpura anafilaktoid
3. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena
renalis.
4. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,
sengatan lebah, air raksa.

2
5. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membrano proliferatif, hipokomplementemik

C.Penatalaksanaan Keperawatan
1.Pencegahan Infeksi
Perawat serta seluruh keluarga yang menemani klien harus
memperhatikan standard precaution seperti cuci tangan, hindari interaksi
dengan klien lain yang mempunyai atau sedang terinfeksi penyakit menular,
pantau kadar leukosit/ sel darah putih, dan pantau TTV juga perhatikan
bila terjadi tanda-tanda infeksi pada kulit yang mengalami edema
2.Mencegah Kerusakan Kulit
Kaji keadaan kulit klien secara rutin, putar posis anak secara berkala
supaya tidak mengalami penekanan pada area edema, atau juga untuk
mencegah dekubitus akibat penekanan yang lama pada area kulit yang
menonjol karena tulang seperti area tumit atau scapula. pastikan area kulit
selalu bersih serta kering untuk menghindari tempat untuk tumbuhnya
kuman/ mikroorganisme terutama di area edema yang biasanya lembab
akibat penguapan air dan keringat dari dalam kulit. anjurkan klien untuk
meenggunakan pakaian yang menyerap keringat misalnya yang berbahan
katun dan tipis.
3. Nutrisi dan kebutuhan cairan
Anak dengan nefrotik syndrome bisa jadi mengalami anorexia yang
disebabkan oleh penekanan edema area abdomen (ascites) ke area lambung
sehungga menimbulkan perasaan kenyang, oleh karena itu perawat harus
mampu melakukan modifikasi bagi klien anak yang mengalami kesulitan
makan salah satunya dengan cara membuattampilan makanan semenarik
mungkin untuk meningkatkan nafsu makan anak. Selain itum anak juga
dianjurkan makan sedikit tapi sering. Untuk masalah cairan berikan retriksi
cairan sesuai dengan derajat edema yang dialami oleh klien karena bila
klien mendapatkan asupan cairan berlebih dikhawatirkan akan
membuat cairan semakin menumpuk didalam tubuh. Selain itu pertahankan
diet rendah natrium/ sodium, tidak hanya mengurangi makanan yang asin
namun juga orang tua mampu memilah makanan yang mengandung MSG

3
atau pengawet yang mengandung banyak sodium. Diet tinggi
protein juga mampu diberikan pada klien dengan kondisi ketika klien
sudah mengalami perbaikan fungsi ginjal dilihat dari keseimbangan intake
dan output. Untuk pasien sindrom nefrotik dilakukan pembatasan konsumsi
garam (mengrangi bengkak), protein secukupnya sebanyak 0,8 – 1
gram/kg/BB/hari. Nutrisi protein didapat dengan mengkonsumsiputih
telur (meningkatkan albumin dan kolesterol rendah), selain itu konsumsi
daging ayam dan ikan.
4.Anjurkan klien untuk istirahat
Klien dengan nefrotik syndrome biasanya adalah anak-anak usia 3
hingga 7 tahun yang sedang dalam fase senang bermain, namun klien
dengan nefrotik syndrome harus mengurangi aktifitasnya guna
mengefektifkan treatmen yang telah dilaksanakan. Klien dianjurkan
bedrest untuk mengurangi edema dengan lebih cepat serta mencegah adanya
peningkatan tekanan darah. Perawat harus mampu mengkaji adanya tanda
fatigue, kelemahan, atau iritable pada klien.
5.Tingkatkan support emosional
Kecemasan mungkin timbul pada orang tua dengan anak yang
mengalami nefrotik syndrome apalagi melihat kondisi anak yang anasarka/
edema di sekujur tubuh, oleh karena itu perawat harus mampu
memberikan pengetahuan kepada orang tua mengenai penyakit serta
mengkaji mekanisme koping keluarga adaptif atau tidak dengan adanya
anak dengan nefrotik syndrome ini.
6.Discharge Planning
Sebelum pulang klien harus diberi tahu beberapa hal mengenai penyakit
ini seperti tanda tanda relaps atau kekambuhan, tanda tanda
eksaserbasi atau penyakit bertambah parah, cara melakukan perawatan
kulit klien terutana area yang edema, mengenai medikasi obat-obatan serta
efek samping dan cara penanggulangannya, serta tanda kegawatan yang
mengaharuskan keluarga untuk segera mencari pertolongan tim medis.

4
D.Terapi
1. Terapi Corticosteroid
Terapi kortikosteroid dinilai palinga efektif dalam penanganan nefrotik
syndrome. Kortikosteroid langsung diberikan ketika pertama kali
diagnose ditegakkan. Kortikosteroid biasanya jenis prednisone diberikan
per oral dengan dosis 60 mg/m2/ hari selama 6 minggu di term pertama lalu
dosis 40 mg/m2/hari untuk 6 minggu kedua. Pada tahun 2013 pengobatan
inisial dapat dipilih dengan pemberian kortikosteroid 12 minggu atau tetap 8
minggu dan dilanjutkan dengan penurunan dosis selama 2-3 bulan
(tapering-off) , namun ada ususlan lagi pada tahu 2015 telah dilakukan
perbandingan prednison 4-4 minggu selama 6 bulan (tapering-off) yang
membuktikan bahwa pemberian prednison 4- 4 minggu tidak lebih dari
inferior dan pemberian 6 bulan tidak mengurangi relaps (Sari Pediatri,2015).
Penilitian menganjurkan treatmen kortikosteroid minimal
dilakukan selama 3 bulan. Pada kebanyakan pasien dalam 7 hingga 21 hari
akan berkurang beberapa gejala seperti penurunan proteinuria, tidak adanya
immunoglobulin G di urin, penurunan hipertensi, hematuria, biasanya
akan lebih baik setelah penggunaan prednisone. Pada anak dengan
MCNS beberapa akan mengalami relaps atau kekambuhan sehingga
membutuhkan treatmen steroid dengan dosis yang lebih banyak. Dosis atau
penggunaan steroid yang berlebih akan mampu menimbulkan beberapa
komplikasi seperti cushingoid dan retardasi pertumbuhan. Dalam
penggunaan kortikosteroid perlu disertai dengan penggunaan diuretic karena
efek samping korikosteroid diantaranya adalah mampu meretensi cairan.
Berikut adalah klasifikasi dari nefrotik syndrome sesuai dengan respon
terhadap steroid:
a.Steroid sensitive : respon terhadap steroid sangat baik, relaps mungkin
terajadi bergantung pada perjalanan penyakit
b.Frequent relaps :2 kali atau lebih relaps dalam 6 bulan, atau 4 kali atau
lebih relaps dalam 12 bulan
c.Steroid dependent : 2 kali relaps berurutan ketika penggunaan steroid atau
2 minggu saat penggunaan steroid mulai dikurangi

5
d. Steroid resistant : tidak menunjukkan perbaik setelah 4 minggu
terapi prednisone
2. Terapi Immunosupresant
Jenis obat immunosupresant yang sering dipakai adalah
cyclophosphamide (Cytoxan). Immunosupresant dapat membuat
berkurangnya frekuensi relaps dan mampu meningkatkan immunitas klien
yang rentan terkena infeksi. Efek samping dari terapi immunosupresant
diantaranya adalah leukopenia, azotemia, atau bahkanNkemandulan yang
lebih sering terjadi pada klien laki-laki
3.Terapi Diuretik
Jenis obat diuretik yang sering digunakan adalah furosemide dengan
kombinasi metolazone. Obat obat tersebut berguna untuk mengurangi
beberapa gejala yang biasanya ada pada klien nefrotik syndrome diantaranta
adalah gangguan napas, hipertensi, hiponatrium, serta kerusakan kulit.
E.Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosis sindrom nefrotik tidak ditentukan dengan hanya
penampilan klinis. Diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan melalui beberapa
pemeriksaan penunjang berikut yaitu urinalisis, pemeriksaan sedimen urin,
pengukuran protein urin, albumin serum, pemeriksaan serologis untuk infeksi
dan kelainan immunologis, USG renal, biopsi ginjal, dan darah, dimana :
1.Urinalisis
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri ) yang terjadi
dalam 24-48 jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, Monoglobin, Porfirin. Berat jenis kurang
dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Protein urin meningkat (nilai
normal negatif). Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindrom nefrotik.
Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui tes
semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat, 3+ menandakan kandungan
protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih
yang masuk dalam nephrotic range.

6
2.Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel
sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit,
leukosit, torak hialin dan torak eritrosit.
3.Pengukuran protein urin
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau
single spot collection. Timed collection dilakukan melalui pengumpulan
urin 24 jam, mulai dari jam 7 pagi hingga waktu yang sama keesokan
harinya. Pada individu sehat, total protein urin ≤ 150 mg. Adanya
proteinuria masif merupakan kriteria diagnosis. Single spot collection lebih
mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin > 2g/g, ini
mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak ≥ 3g.
4. Albumin serum
kualitatif : ++ sampai ++++
kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari
5.Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
6.USG renal: Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.
7.Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset usia >
8 tahun, resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta
terdapat manifestasi nefritik signifikan. Pada SN dewasa yang tidak
diketahui asalnya, biopsy mungkin diperlukan untuk diagnosis. Penegakan
diagnosis patologi penting dilakukan karena masing-masing tipe memiliki
pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan
minimal-change disease pada dewasa dengan glomerulosklerosisfokal,
karena minimal-change disease memiliki respon yang lebih baik terhadap
steroid.
8. Darah
Hb menurun adanya anemia, Ht menurun pada gagal ginjal, natrium
meningkat tapi biasanya bervariasi, kalium meningkat sehubungan
dengan retensi dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran
jaringan (hemolisis sel darah nerah). Penurunan pada kadar serum dapat

7
menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui urin, perpindahan
cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan
asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun :
kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl). Pada pemeriksaan kimia darah
dijumpai Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml), Albumin menurun
(N:4-5,8 gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), α2
globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N: 0,5-0,9
gm/100ml), γ globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml), rasio
albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen C3 normal/rendah (N: 80-120
mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal.
F.Pengkajian
a.Identitas Klien
1)Umur: Lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6
th). Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh dan
kelainan genetik sejak lahir.
2) Jenis kelamin: Anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak
perempuan dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6
tahun terjadi perkembangan psikoseksual : dimana anak berada pada
fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan
dari beberapa daerah genitalnya.Kebiasaan ini dapat mempengaruhi
kebersihan diri terutama daerah genital. Karena anak-anak pada masa ini
juga sering bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini
nantinya juga dapat memicu terjadinya infeksi.
3) Agama
4) Suku/bangsa
5) Status
6) Pendidikan
7) Pekerjaan
b. Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan
hubungannya dengan klien.

8
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama: Kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut
membesar (adanya acites)
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu
menanyakan hal berikut:
3) Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
4) Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan
adanya keluhan pusing dan cepat lelah
5) Kaji adanya anoreksia pada klien
6) Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perawat perlu mengkaji:
1) Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
2) Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya?
3) Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan
adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
e.Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu
timbulnya manifestasi klinis sindrom nefrotik
f. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
1) Pola nutrisi dan metabolisme: Anoreksia, mual, muntah.
2) Pola eliminasi: Diare, oliguria.
3) Pola aktivitas dan latihan: Mudah lelah, malaise
4) Pola istirahat tidur: Susah tidur
5) Pola mekanisme koping : Cemas, maladaptif
6) Pola persepsi diri dan konsep diri : Putus asa, rendah diri
g. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
2) Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
3) Kesadaran: biasanya compos mentis

9
4) TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
5) Pemeriksaan sistem tubuh
a) B1 ( Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan
nafas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada
fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola
nafas dan jalan nafas yangmerupakan respons terhadap edema
pulmoner dan efusi pleura.
b) B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari
peningkatan beban volume.
c) B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status
neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya
azotemia pada sistem saraf pusat.
d) B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites
pada abdomen.
f) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder
dari edema tungkai dari keletihan fisik secara umum
h. Pemeriksaan Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria,
terutama albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya
permeabilitas membran glomerulus. (Astuti, 2014; Munandar, 2014)

10
G.Diagnosa Keperawatan (SDKI, SLKI, SIKI)
1.SDKI : Bersihan jalan napas tidak efektif
Batasan karakteristik :
a. Batuk tidak efektif
b. Sputum berlebih
c. Mengi, wheezing dan ronkhi kering
SLKI: Bersihan jalan napas
Defenisi : Kemampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas
untuk memepertahankan jalan nafas.
Kriteria hasil :
1. Batuk efektif menurun (1)
2. Produksi sputum sedang (3)
3. Mengi sedang (3)
4. Wheezing sedang (3)
5. Dispnea cukup membaik (4)
6. Ortopnea cukup membaik (4)
7. Frekuensi napas cukup membaik (4)
8. Pola napas sedang (3)
SIKI : Latihan Batuk Efektif
Defenisi : melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara
efektif untuk membersihkan laring, trakea dan bronkiolus dari sekret dan
benda asing di jalan nafas.
Tindakan :
1. Identifikasi kemampuan batuk
2. Monitor adanya sputum
3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
4. Monitor output dan input cairan
5. Atur posisi semi fowler atau fowler
6. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
7. Anjurkan tarik napas dalam hidung selama 4 detik, ditahan selama 2
detik keluarkan dari mulut dengan bibir mecucu selama 8 detik
8. Anjurkan mengualngi tarik napas dalam hingga 3 kali

11
9. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran.
2. SDKI : Hipervolemia
Batasan karakterisitik :
a. Oliguria
b. Intake lebih banyak dari output
c. Terdengar suara napas tambahan
SLKI : Keseimbangan cairan
Defenisi : Ekuilibrrium antara volume cairan di ruang
intraseluler dan ekstraseluler tubuh.
Kriteria hasil :
1. Asupan cairan cukup menurun (2)
2. Keluaran urin cukup menurun (2)
3. Edema sedang (3)
4. Asupan makanan sedang (3)
5.Tekanan darah sedang (3)
SIKI : Manajemen Hipervolemia
Defenisi : mengidentifikasi dan mengelola volume cairan intravaskuler
dan ekstraseluler serta mencegah terjadinya komplikasi.
Tindakan :
1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis. Ortopnea, dispnea, edema,
JVP/CVP meningkat,suara napas tambahan)
2. Identifikikasi penyebab hipervolemia
3. Monitor status hemodinamik (mis. Frekuensi jantung, tekanna darah)
4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor tanda peningkatana tekanan onkotik plasma (mis. Kadar
protein dan albumin meningkat)
6. Batasi asupan cairan dan garam
7. Anjurkan cara mengukur dan mencata asupan dan haluaran cairan
8. Kolaborasi pemberian diuretik.
3.SDKI : Defisit nutrisi
Batasan karakteristik :
a. Cepat kenyang setalah makan

12
b.Kram / nyeri abdomen
c.Berat badan menurun
SLKI : Status Nutrisi
Defenisi : Keadekuatan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
Kriteria hasil :
1.Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat meningkat (5)
2.Pengetahuan tentang makanan yang sehat meningkat (5)
3. Berat badan sedang (3)
4. Nafsu makan sedang (3)
SIKI : Manajemen Nutrisi
Defenisi : mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang.
Tindakan :
1. Identifikasi alergi dan status makanan
2. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
3. Monitor berat badan
4. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan.
4. SDKI : Intoleransi aktivitas
Batasan karakteristik :
a. Dispnea saat/setelah aktivitas
b. Merasa tidak nyaman setelah aktivitas
c. Merasa lemah
SLKI : Toleransi Aktivitas
Defenisi : respon biologis terhadap aktivitas yang membutuhkan tenaga.
Kriteria Hasil :
1. Frekuensi nadi cukup menurun (2)
2. Keluhan lelah cukup meningkat (4)
3. Dispnea saat beraktivitas sedang (3)
4. Dispnea setelah beraktivitas cukup meningkat (4)
5. Perasaan lemah sedang (3)
SIKI : Terapi aktivitas

13
Defenisi : mengguankan aktivitas fisik kognitif, sosial dan spiritual
tertentu untuk memulihkan keterlibatan frekuensi atau durasi aktivitas
individu atau kelompok.
Tindakan :
1. Identifikasi defisi tingkat aktivitas
2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
3. Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
4. Fasilitasi aktivitas rutin (mis. Ambulasi, mobilisasi, dan perawatan
diri) sesuai kebutuhan
5. Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
6. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
7. Kolaborasikan dengan terapis okupasi dalam merencanakan
dan memonitor program aktivitas
5. SDKI : Penurunan curah jantung
Batasan karakteristik :
a. Perubahan preload
b. Perubahan anterload
c. Perubahan kontraktilitas
SLKI : Curah Jantung
Defenisi : keadekuaatan jantung memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Kriteria Hasil :
1. Palpitasi sedang (3)
2. Edema sedang (3)
3. Dispnea sedang (3)
4. Hepatomegali sedang (3)
5. Pulmonary vascular resistance sedang (3)
SIKI : Perawatan jantung
Defenisi : mengidentifikasi, merawat dan membatasi komplikasi
akibat ketidakseimbangan antara suplai dan konsumsi oksigen miokard.
Tindakan :

14
1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
(meliputi dispnea, kelelahan, edema, ortopnea, peningkatan CVP)
2. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi
peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena jugularis,
palpitasi, ronkhi basah, batuk)
3. Monitor intake dan output cairan
4. Monitor keluhan nyeri dada
5. Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan kaki ke bawah atau
posisi nyaman
6. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres.
H. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
1. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana
keperawatan oleh perawat dan pasien (Riyadi, 2010). Implementasi
keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi,
2012).
2. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah
dilakukan intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan
keperawatan yang telah diberikan (Deswani, 2009). Evaluasi
keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan
untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan
bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana
atau menghentikan rencana keperawatan (Manurung, 2011).

15
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Nephrotic Syndrom adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya
injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik : proteinuria,
hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia, dan edema.(Suriadi,2006).
Syndrom nefrotik secara etiologi dibagi menjadi 3 yaitu
1.Sindrom nefrotik bawaan
2.Sindrom nefrotik idiopatik
3.Sindrom nefrotic sekunder
B.Saran
1.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, terutama mahasiswa
keperawatan.
2.Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa
keperawatan.
3.Semoga makalah ini dapat menjadi pokok bahasan dalam berbagai diskusi
dan forum terbuka

16
DAFTAR PUSTAKA
Siburian, Apriliani. 2013. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Anak Kesehatan
Masyarakat Pada Pasien Sindrom Nefrotik Di Lantai 3 Selatan Rsup
Fatmawati
http://www.google.com/lib.ui.ac.id(Diunduh pada tanggal 15 September 2017)
Syaifullah Noer, Mohammad, dkk . 2011. Kompendium Nefrologi
Anak. Surakarta : diinventariskan di perpustakaan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1 .2018
Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1.2018
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1.2018

17

Anda mungkin juga menyukai