Anda di halaman 1dari 15

LOGBOOK

ANALISIS TINDAKAN 1 MINGGU KE 5

Jenis tindakan : Oral Hygiene


Diagnosis medis : Ca recti + DM type 2
Diagnosis keperawatan : Intoleransi aktivitas bd kelemahan umum, ketidakseimbangan
suplai oksigen dengan pemakaiannya
Inisial pasien : Ny. NH
Tanggal dilakukan : 2/10/2017
Ruang : Kamar 420 Lt. 4A RSCM

PENDAHULUAN
Ny. NH, usia 56 tahun, datang ke Poli RSCM dengan keluhan nyeri saat BAB, BAB berdarah
dan nyeri ulu hati. Pasien terlihat lemah, BB turun dari 52 kg hingga 30 kg. Pasien tidak
dapat berjalan. Dari hasil pemeriksaan didapatkan mulut pasien menimbulkan bau yang tidak
sedap, ADL dibantu oleh perawat dan kelaurga. Hasil laboratorium Hb 10,2 g/dL, GDS 154
g/dL. Pada saat pengkajian terlihat rongga mulut dan gigi pasien terlihat kotor, sehingga
diperlukan tindakan oral hygiene pada pasien. Oral hygiene dibantu oleh perawat karena
pasien tidak mampu untuk melakukannya secara mandiri.

ANALISIS TINDAKAN
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit yang sering kita jumpai di masyarakat. DM
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik karakteristik yang ditandai dengan
peningkatan kadar gula darah, yang terjadi karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin,
maupun kedua duanya. Ketidaksesuaian kerja insulin pada penyakit DM ini, mengakibatkan
glukosa dari pembuluh darah tidak mampu masuk ke jaringan. Keadaan ini menyebabkan
sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemi.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jaringan jangka panjang,
disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan
pembuluh darah. Salah satu komplikasi diabetes mellitus yang cukup serius di bidang
kedokteran gigi adalah oral diabetic, diantaranya resorbsi tulang alveolar, kalkulus, gingivitis,
periodontitis, xerostomia, burning mouth syndrome (BMS), kandidiasis, penyembuhan luka
yang lama dan abnormal, peningkatan infeksi, penurunan aliran saliva, pembesaran glandula
saliva, dan lain-lain. Dari sekian banyak komplikasi, periodontitis merupakan komplikasi
yang paling sering ditandai dengan migrasi epitel jungsional ke apikal dengan tanda klinis
peningkatan kedalaman probing, kehilangan perlekatan, dan biasanya tidak ada rasa sakit
lebih tinggi akan memperparah kerusakan jaringan periodontal yang rendah sehingga mudah
terkena infeksi. Dengan demikian, diketahui bahwa periodontitis dan diabetes mempunyai
hubungan timbal balik dan saling berhubungan (Gustaviani, 2006).
Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme dengan karakteristik hiperglikemik
yang terjadi karena gangguan sekresi insulin atau gangguan kerja dari insulin, atau keduanya
Pada diabetes melitus tipe-2 jumlah insulin normal, bahkan mungkin lebih banyak tetapi
jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel kurang. Keadaan ini menyebabkan
glukosa yang akan masuk sel sedikit, sehingga sel akan kekurangan glukosa yang
dipergunakan untuk bahan bakar. Hal ini akan meningkatkan jumlah glukosa dalam
pembuluh darah (Soegondo dkk, 2007).
Di dalam rongga mulut, gigi dilindungi oleh sistem imun, yang dihasilkan oleh kelenjar
ludah. Di dalam saliva terdapat imunoglobulin A sekretori dan komponene-komponen
alamiah non spesifik seperti protein kaya prolin (PRP), laktoferin, laktoperoksidase, lisozim
serta faktor-faktor agregasi dan aglutinasi bakteri yang berperan melindungi gigi dari karies
(Deliyanti, 2008). Pada penderita diabetes melitus tak terkontrol terjadi xerostomia, rasa
kering pada mukosa mulut, akibat penurunan sekresi air ludah karena diuresis. Akibatnya
fungsi saliva sebagai pengontrol pertumbuhan bakteri di mulut dan pembersih sisa makanan
yang menempel di gigi menjadi terganggu. Pada penderita DM tak terkontrol juga terjadi
peningkatan kadar glukosa pada cairan saliva dan darah (Carranza, 2006). Glukosa dalam
ludah ini akan dimetabolisme oleh bakteri mulut seperti Streptococcus mutans sehingga
menghasilkan asam dan menurunkan pH air ludah. Di dalam rongga mulut terjadi proses
demineralisasi dan remineralisasi. Remineralisasi merupakan fenomena biologis yang
merupakan proses terhentinya atau kebalikan dari lesi karies, yang disebabkan meningkatnya
ketahanan gigi dan menurunnya serangan karies. Apabila pH air ludah menjadi asam, maka
akan mempercepat proses demineralisasi dan akan menimbulkan karies (Schuurs, 2002).

REFERENSI
Carranza, F.A. 2006. Clinical Periodontology, an HBJ International Edition. Philadelphia:
WB Saunders Company, hal: 462-5.
Deliyanti, W. 2008. Sistem Imun Tubuh Terhadap Karies.
http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index
Gustaviani, Reno. 2006. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam: Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PAPDI), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, hal: 1857
Schuurs, A.H.B., 2002. Patologi Gigi-Geligi: Kelainan-Kelainan Jaringan Keras Gigi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hal: 30-164
Soegondo S, dr., dkk, editor. 2007. Petalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. cetakan 6.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
LOGBOOK
ANALISIS TINDAKAN 2 MINGGU KE 5

Jenis tindakan : Pemberian oksigenasi via NRM


Diagnosis medis : Ca. recti meta hepar dan paru, hipertensi
Diagnosis keperawatan : Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi, metastase paru
Inisial pasien : Ny. M
Tanggal dilakukan : 3/10/2017
Ruang : Kamar 419 Lt. 4A RSCM

PENDAHULUAN
Ny. M masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri ulu hati, BAB berwarna hitam bercampur
darah. Pasien didiagnosa Ca. recti metastase hepar dan paru, serta hipertensi. Pasien dengan
terlihat sesak, TD 134/98 mmHg, N 98 x/mnit, RR 30 x/mnit, suhu 37,8℃. Pasien terlihat
hiperventilasi. Belum ada hasil AGD. Oleh karena itu, perlu dilakukan terapi pemberian
oksigenasi via NRM kepada pasien.

ANALISIS TINDAKAN
Terapi oksigen tambahan secara umum dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu pemberian
oksigen dengan aliran cepat dan lambat. Beberapa metode pemberian oksigen dengan aliran
lambat yaitu kanula nasal, simple facemask, partial rebreating mask dan   nonrebreathing
mask. Kali ini akan kita bahas tentang nonrebreathing mask. 
Nonrebreathing mask menggunakan alat yang serupa dengan partial rebreathing mask, ada
kantong penampung, namun pada alat ini juga terpasang dua katup satu arah (one-way
valves). Katup pertama antara kantong penampung dan masker, katup kedua pada pintu
keluar di kedua sisi masker. Tujuan kedua katup tersebut adalah agar gas yang dihembuskan
tidak masuk ke kantong penampung saat ekspirasi, dan mencegah udara luar masuk ke
masker saat inspirasi.  
Saat inspirasi, katup di kedua sisi masker tertutup sedang katup antara kantong penampung
dengan masker terbuka, sehingga oksigen 100% (dari sumber dan kantong penampung) bisa
masuk ke masker dan selanjutnya terhirup. Sebaliknya saat ekspirasi, katup pada kedua sisi
masker terbuka sedang katup antara kantong penampung dengan masker tertutup, sehingga
udara napas yang dihembuskan akan keluar melalui lubang kanan kiri masker dan tidak bisa
masuk ke kantong penampung.
Kecepatan aliran udara diatur sedemikian rupa sehingga kantong penampung udara tidak
kolaps saat inspirasi. Jika kecepatan aliran oksigen diatur dengan benar dan masker terpasang
pas (tidak bocor), maka secara teoritis FiO2 yang dihasilkan 1,0. Namun kenyataannya, FiO2
yang didapat berkisar antara 0,8 - 0,9, karena biasanya ukuran masker jarang yang benar-
benar pas dengan muka pasien, sehingga udara ruangan bisa tercampur dengan udara dalam
masker.
Pada beberapa rumah sakit, salah satu katup di sisi masker dilepas dengan alasan keamanan,
misalnya bila aliran oksigen terhenti (dengan / tanpa sengaja) pasien masih bisa menghirup
udara kamar. Keputusan tersebut akan menurunkan FiO2 yang dihasilkan, karena dengan
dilepaskannya katup maka lebih banyak udara luar yang masuk ke dalam masker.
Kelebihan
 Didapatkan FiO2 > 80% oksigen untuk pasien hipoksemia berat, jika
tidak ada fasilitas atau kompetensi untuk pemasangan endotracheal tube atau sengaja
menunda intubasi.
Kekurangan 
 Terasa tidak nyaman bila masker terpasang ketat di muka, dengan kemungkinan
perasaan claustrophobia
 Keterbatasan akses ke mulut untuk makan, minum dan pengeluaran dahak
 Kemungkinan katup menempel, sehingga lubang tidak bisa terbuka
 Iritasi mata akibat aliran oksigen yang cepat dan pemasangan masker yang kurang
tepat. 

REFERENSI
Administration of oxygen, humidification, and aerosol therapy. In: Pierce LNB. Mechanical
ventilation and intensive respiratory care. WB saunders Co.1995. p. 92-121
Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Edisi
4. Jakarta: EGC
LOGBOOK
ANALISIS TINDAKAN 3 MINGGU KE 5

Jenis tindakan : Perawatan CVC


Diagnosis medis : Ca. Gaster, anemia gravis, DM type 2
Diagnosis keperawatan : gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
intake tidak adekuat dan resiko infeksi b.d prosedur invasive,
pemasangan cvc
Inisial pasien : Ny. WN
Tanggal dilakukan : 4/10/2017
Ruang : Kamar 420 Lt. 4A RSCM

PENDAHULUAN
Ny. WN, usia 51 tahun, datang ke Poli RSCM dengan keluhan nyeri ulu hati, dan ulkus pada
kaki kanan dan kiri. Pasien tidak dapat berjalan. Dari hasil pemeriksaan fisik terdapat massa
di ulu hati, pasien mengatakan sering mual dan muntah. Dari sebelum sakit hingga saat ini
terjadi penurunan BB sebesar 15 kg. pasien mengatakn nafsu makan berkurang. Hasil
pemeriksaan didapatkan Hb 10,2 g/dL, GDS 171 g/dL. Pasien terlihat lemas, makan bubur
saring 2 sendok makan. Untuk memenuhi nutrisi pasien, dibutuhkan pemasukan nutrisi
parenteral melalui vena sentral.

ANALISIS TINDAKAN
Central parenteral nutrisi diberikan pada keadaan-keadaan berikut ini:
a. Jika pasien membutuhkan nutrisi parenteral dalam jangka waktu yang lama yaitu
lebih dari 7-14 hari selama rawat inap.
b. Jalur vena perifer yang tidak adekuat
c. Membutuhkan nutrisi spesifik tertentu
d. Akses vena sentral telah tersedia. Misalnya pada pasien sakit berat yang dirawat di
ICU dengan monitoring tekanan vena sentral.
e. Jalur vena perifer diperkirakan sulit untuk diakses dan dipertahankan
f. Membutuhkan volume nutrisi yang besar. Misalnya pada penderita fistula
enterokutaneus dengan output tinggi
g. Gagal melakukan akses vena perifer
Hal-hal apakah yang harus diperhatikan dalam pemberian nutrisi parenteral agar berhasil
adalah:
a. Pemasangan kateter vena harus dilakukan secara aseptic
b. Perawatan kateter secara teratur
c. Penyiapan dan pemberian cairan nutrisi dan additivesnya dilakukan secara teliti dan tepat
d. Pemantauan pasien secara tepat
e. Pemberian nutrisi parenteral umumnya dimulai pada hari ke III pasca-bedah/trauma. Jika
keadaan membutuhkan koreksi nutrisi cepat, maka pemberian paling cepat 24 jam pasca-
trauma/bedah. Jika keadaan ragu-ragu dapat dilakukan pemeriksaan kadar gula. Jika
kadar gula darah < 200 mg/dl. pada penderita non diabetik, nutrisi parenteral dapat
dimulai.
f. Nutrisi parenteral tidak diberikan pada keadaan sebagai berikut 24 jam pasca-
bedah/trauma, gagal napas, shock, demam tinggi, brain death (alasan cost-benefit)
g. Vena perifer yang dipilih sebaiknya pada lengan, oleh karena pemberian melalui vena
tungkai bawah resiko flebitis dan trombosis vena dalam lebih besar.
h. Karbohidrat diperlukan sebagai sumber kalori. Dalam pemenuhan kalori adalah suatu
keharusan dan multak ada dekstrosa, sehingga mengurangi proses glukoneogenesis.
Sebagai sumber kalori lain adalah emulsi lemak. Jika akan diberikan emulsi lemak
sebaiknya terbagi sama banyak dalam hal jumlah kalori (Ziegler & Thomas, 2009).

Pasien yang lama menggunakan nutrisi parenteral perlu tambahan zat besi dan selenium.
Pemberian nutrisi parenteral sentral hanya efektif untuk pengobatan gangguan nutrisi
bukan untuk penyebab penyakitnya. Status nutrisi basal dan berat ringannya penyakit
memegang peranan penting dalam menentukan kapan dimulainya pemberian nutrisi
parenteral. Sebagai contoh pada orang-orang dengan malnutrisi yang nyata lebih
membutuhkan penanganan dini dibandingkan dengan orang-orang yang menderita kelaparan
tanpa komplikasi.
Pasien-pasien dengan kehilangan zat nutrisi yang jelas seperti pada luka seperti Ny. WN
juga sangat rentan terhadap defisit zat nutrisi sehingga membutuhkan nutrisi parenteral lebih
awal dibandingkan dengan pasien-pasien yang kebutuhan nutrisinya normal. Secara umum,
pasien-pasien dewasa yang stabil harus mendapatkan dukungan nutrisi 7 sampai dengan 14
hari setelah tidak mendapatkan nutrisi yang adekuat sedangkan pada pasien-pasien kritis,
pemberian dukungan nutrisi harus dilakukan dalam kurun waktu 5 sampai dengan 10 hari
(ASPEN, 2007).
REFERENSI
Ziegler, Thomas R. 2009. Parenteral Nutrition in the Critically Ill Patient. The new england
journal of medicine 361;11 nejm.org september 10, 2009.. http://search.proquest.com
American Society for Parenteral and Enteral Nutrition (A.S.P.E.N.)
2007.www.nutritioncare.org.
Price,Sylvia and Wilson,lorainne.2005. Patofisiologi. Jakarta: EGC
LOGBOOK
ANALISIS TINDAKAN 4 MINGGU KE 5

Jenis tindakan : Pemeriksaan EKG


Diagnosis medis : Ca. recti, hipertensi dengan kardiomegali
Diagnosis keperawatan : resiko penurunan curah jantung b.d iskemia miokard
Inisial pasien : Ny. A
Tanggal dilakukan : 5/10/2017
Ruang : Kamar 419 Lt. 4A RSCM

PENDAHULUAN
Ny. A, usia 67 tahun, datang ke Poli RSCM dengan keluhan BAB berdarah dan nyeri saat
BAB. Pasien memiliki riwayat hipertensi. Dari hasil pemeriksaan didapatkan TD 163/98
mmHg, N 101x/mnt, Suhu 36,8℃, RR 20x/mnt, dari hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan kalium 6,4 mEq/L. Dari hasil rontgen thorax terlihat adanya kardiomegali dengan
CTR > 50%. Untuk pemeriksaan lanjutan diperlukan pemeriksaan EKG untuk mengetahui
kondisi kelistrikan jantung pasien.

ANALISIS TINDAKAN
Pemeriksaan ektrokardiogram (EKG) adalah pemeriksaan kesehatan terhadap aktivitas
elektrik (listrik) jantung. Elektrokardiogram adalah rekaman aktivitas elektrik jantung sebagai
grafik jejak garis pada kertas grafik. Bentuk jejak garis yang naik dan turun tersebut
dinamakan gelombang (wave). Proses perekaman aktivitas listrik jantung dalam bentuk
grafik disebut elektrokardiografi.
Jantung adalah pompa otot yang terdiri dari empat ruang. Dua ruang sebelah atas disebut
serambi (atrium), dan dua ruang sebelah bawah disebut Bilik (ventrikel). Sistem elektrik
alami menyebabkan otot jantung berkontraksi dan memompa darah ke seluruh tubuh.
Pemeriksaan EKG bertujuan untuk menilai kerja jantung, apakah normal atau tidak normal.
Beberapa hal yang dapat ditunjukkan oleh pemeriksaan EKG adalah:
1. Laju (kecepatan) denyut jantung
2. Ritme denyut jantung
3. Kekuatan dan “timing” sinyal listrik saat melewati masing-masing bagian jantung.
Tes EKG dilakukan untuk beberapa keperluan antara lain.
1. Memeriksa aktivitas elektrik jantung
2. Menemukan penyebab nyeri dada, yang dapat disebabkan serangan jantung, inflamasi
kantung sekitar jantung (perikarditis), atau angina.
3. Menemukan penyebab gejala penyakit jantung, seperti sesak napas, pusing, pingsan,
atau detak jantung lebih cepat atau tidak beraturan (palpitasi).
4. Mengetahui apakah dinding ruang-ruang jantung terlalu tebal (hypertrophied)
5. Memeriksa seberapa baik kerja suatu obat dan apakah obat tersebut memiliki efek
samping terhadap jantung.
6. Memeriksa apakah suatu alat mekanis yang dicangkok  dalam jantung, misalnya
pacemaker, bekerja dengan baik untuk mengendalikan denyut jantung.
7. Memeriksa kesehatan jantung pada penderita penyakit atau kondisi tertentu, seperti
hipertensi, kolesterol tinggi, diabetes, atau  penyakit lainnya.
Prosedur pemeriksaan EKG adalah sebagai berikut.
1. Perawat mencuci tangan
2. Memasang Arde
3. Menghidupkan monitor EKG
4. Membuka dan melonggarkan pakaian bagian atas pasien serta melepas jam tangan,
gelang dan logam lain.
5. Membersihkan kotoran dan lemak menggunakan kapas alcohol pada daerah dada,
kedua pergelangan tangan dan kedua tungkai di lokasi pemasangan manset electrode
6. Mengoleskan Jelly EKG pada permukaan electrode. Bila tidak ada jelly, gunakan
kapas basah
7. Menyambungkan Kabel EKG pada kedua pergelangan tangan dan kedua tungkai
pasien, untuk merekam ekstremitas lead ( Lead I, II, III, aVR, aVF, AVL) dengan
cara sbb :
a. Warna Merah pada Tangan Kanan
b. Warna Hijau pada Kaki Kiri
c. Warna Hitam pada Kaki Kanan
d. Warna Kuning pada Tangan Kiri
8. Memasang Elektrode dada untuk rekaman Precordial Lead sbb :
a. V1 : Spatium Interkostal (SIC) ke IV pinggir kanan sternum
b. V2 : SIC ke IV sebelah pinggir kiri sternum
c. V3 : ditengah diantara V2 dan V4
d. V4 : SIC ke V garis mid klavikula kiria
e. V5 : Sejajar V4 garis aksilaris kiri
f. V6 : Sejajar V6 garis mid aksilaris
g. V7 : Sejajar V6 pada garis post aksilaris (jarang dipakai)
h. V8 : Sejajar V7 garis ventrikel ujung scapula (jarang dipakai)
i. V9 : Sejajar V8 pada kiri ventrikel (jarang dipakai)

9. Melakukan Kalibrasi 10mm dengan keadaan 25 mm/volt/ detik


10. Membuat rekaman EKG secara berurutan sesuai dengan pilihan Lead yang terdapat
pada mesin EKG
11. Melakukan Kalibrasi kembali setelah perekaman selesai
12. Memberi  identitas pasien  hasil rekaman  : nama, umur, tanggal dan jam rekaman
serta nomor Lead dan nama pembuat rekaman EKG
Hal yang perlu diperhatikan selama pemeriksaan yaitu:
1. Menjaga Privasi pasien
2. Memperhatikan respons pasien selama pemeriksaan
3. Memperlihatkan sikap keramah-tamahan
4. Menujukkan sikap yang sopan
Pada Ny. A terjadi hyperkalemia. Hiperkalemia adalah suatu keadaan dimana jumlah kalium
yang terdapat di dalam darah berada pada kadar yang lebih tinggi dari 5 mEq/L darah.
Dengan kata lain, hiperkalemia merupakan kondisi kelebihan kalium pada tubuh. Gejala
hiperkalemia adalah mual, muntah, kelelahan, lemah, sesak napas, denyut nadi lambat dan
detak jantung tidak teratur. Selain itu, tubuh menyerap terlalu banyak kalium juga dapat
mengakibatkan kelumpuhan. Namun, beberapa orang menderita hiperkalemia tidak
menunjukkan gejala apapun. Oleh karena itu, penyakit ini perlu diwaspadai karena dapat
memberikan dampak serius pada kesehatan.
Dari hasil pemeriksaan EKG Ny. A, sinus rhythm, lebar komplek QRS 0,8 dtik, lebar gel. P
0,6 detik, terlihat adanya tall T, dimana gel. T tinggi, runcing, dan dasarnya sempit. Oleh
karena itu, perlu pemeriksaan khusus lanjutan, berupa ecokardiogram untuk mengetahui
fungsi jantung lebih lanjut dan terapi lanjutan untuk mengatasi hyperkalemia pada pasien.

REFERENSI
Emmy Soekresno S. Pd.(2007). Mengenali kardio faskuler. Sumber : Komisi Perlindungan
Anak Indonesia.
Rampengan, S. H. (2014). Buku Praktis Kardiologi. Jakarta: Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia
Marilynn & Lee. (2011). Seri Panduan Praktis Keperawatan Klinis. Jakarta: Erlangga
Surya Darma. (2010). Sistematika Intrepetasi Ekg. Jakarta: EGC
LOGBOOK
ANALISIS TINDAKAN 5 MINGGU KE 3

Jenis tindakan : Pengambilan darah vena


Diagnosis medis : Fraktur femur sinistra
Diagnosis keperawatan : Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, ketidakseimbangan antara
suplai O2 dan pemakaian
Inisial pasien : Ny. MK
Tanggal dilakukan : 6/10/2017
Ruang : Kamar 421 Lt. 4A RSCM

PENDAHULUAN
Ny. MK, usia 23 tahun, datang ke IGD RSCM dengan keluhan patah tulang femur kiri akibat
terjatuh dari sepeda motor. Dari hasil laboratorium darah tanggal 18/9/2017, didapatkan Hb
9,8 g/dL. Pasien rencana mendapat transfuse darah PRC. Oleh karena itu, diperlukan
pemeriksaan darah lengkap terbaru dari pasien sebelum menerima transfuse darah.

ANALISIS TINDAKAN
Packed Red Cells (PRC) adalah modalitas terapi yang umum digunakan untuk mengobati
pasien anemia yang hanya membutuhkan komponen sel darah merah saja, contohnya
anemia pada pasien gagal ginjal kronik, keganasan atau thalasemia. Memang tidak semua
faskes memiliki akses untuk memberikan terapi PRC, namun mengetahui indikasi
pemberian PRC penting bagi dokter di puskesmas dan klinik pratama. Rumus transfusi
packed red cell penting dipahami oleh dokter IGD dalam upaya transfusi PRC pada pasien.
Dalam satu kantung PRC standar diperkirakan volume PRC sekitar 150-300 mL, dengan
massa sel darah merah mendekati 100-200 mL.
PRC diberikan kepada pasien yang mengalami anemia dengan defisiensi hanya pada sel
darah merah saja, contohnya pada pasien dengan anemia pada gagal ginjal. Dosis
pemberian PRC ditentukan dari klinis pasien, bukan dari nilai Hb atau hematokrit semata.
PRC memiliki fungsi sebagai pembawa oksigen (seperti eritrosit), sehingga pada pasien
gagal ginjal yang mengalami anemia dapat ditingkatkan oksigenasi jaringan tanpa harus
membebani tubuh dengan beban volume yang berlebih. Adapun rumus transfuse PRC
adalah (Hb target - Hb saat ini) x BB x 3 (Chapman. et.al, 1998).
Dalam kegiatan pengumpulan sampel darah dikenal istilah phlebotomy yang berarti proses
mengeluarkan darah. Suatu cara pengambilan darah vena yang diambil dari vena dalam fossa
cubiti, vena saphena magna / vena supervisial lain yang cukup besar untuk mendapatkan
sampel darah yang baik dan representative dengan menggunakan spuit.
Dalam praktek laboratorium klinik, ada 3 macam cara memperoleh darah, yaitu : melalui
tusukan vena (venipuncture), tusukan kulit (skinpuncture) dan tusukan arteri atau nadi.
Venipuncture adalah cara yang paling umum dilakukan, oleh karena itu istilah phlebotomy
sering dikaitkan dengan venipuncture.
Yang perlu diperhatikan adalah:
1. Pemasangan turniket (tali pembendung)
pemasangan dalam waktu lama dan terlalu keras dapat menyebabkan
hemokonsentrasi (peningkatan nilai hematokrit/PCV dan elemen sel), peningkatan
kadar substrat (protein total, AST, besi, kolesterol, lipid total)
2. Melepas turniket sesudah jarum dilepas dapat menyebabkan hematoma
Jarum dilepaskan sebelum tabung vakum terisi penuh sehingga mengakibatkan
masukknya udara ke dalam tabung dan merusak sel darah merah.
3. Penusukan
penusukan yang tidak sekali kena menyebabkan masuknya cairan jaringan sehingga
dapat mengaktifkan pembekuan. Di samping itu, penusukan yang berkali-kali juga
berpotensi menyebabkan hematoma.
tutupkan jarum yang tidak tepat benar masuk ke dalam vena menyebabkan darah
bocor dengan akibat hematoma.
5. Kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol menyebabkan hemolisis sampel akibat
kontaminasi oleh alcohol, rasa terbakar dan rasa nyeri yang berlebihan pada pasien
ketika dilakukan penusukan

REFERENSI
Chapman JF, Forman K, Kelsey P, Wood JK. Guidelines on the clinical use of leucocyte-
depleted blood components. Transfus Med 1998; 8:59-71.
Guidelines for the blood transfusion services in the United Kingdom. Joint United Kingdom
(UK) Blood Transfusion and Tissue Transplantation Services Professional Advisory
Committee. London; 2013.

Anda mungkin juga menyukai