Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS AGREGAT LANSIA DENGAN

PENYAKIT HIPERTENSI

OLEH

KELOMPOK :

1. Ni Luh Ade Sukartini (18C10001)


2. Ni Wayan Iin Rahayu (18C10032)
3. Ni Wayan Linda Darmayanti (18C10039)
4. Ni Kadek Mila Damayanti (18C10044)
5. Ni Wayan Oktiani (18C10049)
6. Dewa Ayu Putu Sukariani (18C10060)
7. I Gede Surya Darma (18C10061)
8. VGA Damarra Yuandarini (18C10064)

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan asuhan keperawatan ini. Dalam makalah yang penulis buat ini,
penulis membahas mengenai “Asuhan Keperawatan Agregat Lansia Dengan
Penyakit Hipertensi”. Sehubungan dengan tersusunnya asuhan keperawatan ini,
penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu dan membimbing dalam penulisan makalah ini. Secara
khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak I Gede Putu Darma Suyasa,S.Kp.,M.Ng.,Ph.D Selaku Rektor ITEKES
BALI.
2. Bapak Ns. Kadek Nuryanto, S. Kep., MNS selaku Dekan Fakultas Kesehatan.
3. Ibu Anak Agung Ayu Yuliati Darmini, S.Kep. Ns., MNS selaku Ketua
Program Studi Sarjana Keperawatan.
4. Ibu Ns. Sarah Kartika Wulandari., S.Kep.,M.Kep. Selaku Dosen Keperawatan
Keperawatan Komunitas
5. Rekan – rekan yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Ada pun materi yang diambil dalam pengerjaan makalah ini dibuat dengan
melalui beberapa metode pengerjaanya itu dengan menggunakan sumber bacaan
secara langsung dalam bentuk buku-buku panduan dan melalui informasi
langsung dari internet. Tidak lupa penulis memohon maaf apabila dalam makalah
ini terdapat kesalahan dan kekeliruan dalam penyusunan.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah asuhan keperawatan ini


dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Denpasar, 9 Oktober 2021

Penulis
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Keperawatan Komunitas


1.1.1 Definisi

Menurut WHO, keperawatan komunitas adalah bidang perawatan


khusus yang merupakan gabungan ketrampilan ilmu keperawatan, ilmu
kesehatan masyarakat dan bantuan sosial, sebagai bagian dari program
kesehatan masyarakat secara keseluruhan guns meningkatkan
kesehatan, penyempumaan kondisi sosial, perbaikan lingkungan fisik,
rehabilitasi, pence-gahan penyakit dan bahaya yang lebih besar,
ditujukan kepada individu, keluarga, yang mempunyai masalah dimana
hal itu mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan.

Keperawatan Komunitas adalah pelayanan keperawatan


profesional yang ditujukan pada masyarakat dengan penekanan
kelompok risiko tinggi dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang
optimal melalui peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemeliharaan rehabilitasi dengan menjamin keterjangkauan pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagi mitra dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan keperawatan
(menurut CHN). Di Indonesia dikenal dengan sebutan perawatan
kesehatan masyarakat (PERKESMAS) yang dimulai sejak permulaan
konsep Puskesmas diperkenalkan sebagai institusi pelayanan kesehatan
profesional terdepan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat secara komprehensif.

1.1.2 Paradigma Keperawatan Komunitas

Paradigma keperawatan komunitas terdiri dari empat komponen


pokok, yaitu manusia, keperawatan, kesehatan dan lingkungan (Logan
& Dawkins, 1987). Sebagai sasaran praktik keperawatan klien dapat
dibedakan menjadi individu, keluarga dan masyarakat.

a. Individu Sebagai Klien

Individu adalah anggota keluarga yang unik sebagai


kesatuan utuh dari aspek biologi, psikologi, social dan spiritual.
Peran perawat pada individu sebagai klien, pada dasarnya
memenuhi kebutuhan dasarnya yang mencakup kebutuhan biologi,
sosial, psikologi dan spiritual karena adanya kelemahan fisik dan
mental, keterbatasan pengetahuan, kurangnya kemauan menuju
kemandirian pasien/klien.

b. Keluarga Sebagai Klien

Keluarga merupakan sekelompok individu yang


berhubungan erat secara terus menerus dan terjadi interaksi satu
sama lain baik secara perorangan maupun secara bersama-sama, di
dalam lingkungannya sendiri atau masyarakat secara keseluruhan.
Keluarga dalam fungsinya mempengaruhi dan lingkup kebutuhan
dasar manusia yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman dan nyaman,
dicintai dan mencintai, harga diri dan aktualisasi diri.

Beberapa alasan yang menyebabkan keluarga merupakan salah satu


fokus pelayanan keperawatan yaitu :

 Keluarga adalah unit utama dalam masyarakat dan merupakan


lembaga yang menyangkut kehidupan masyarakat.
 Keluarga sebagai suatu kelompok dapat menimbulkan,
mencegah, memperbaiki ataupun mengabaikan masalah
kesehatan didalam kelompoknya sendiri.
 Masalah kesehatan didalam keluarga saling berkaitan. Penyakit
yang diderita salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi
seluruh anggota keluarga tersebut.
c. Masyarakat Sebagai Klien

Masyarakat memiliki cirri-ciri adanya interaksi antar warga,


diatur oleh adat istiadat, norma, hukum dan peraturan yang khas
dan memiliki identitas yang kuat mengikat semua warga.

Kesehatan dalam keperawatan kesehatan komunitas


didefenisikan sebagai kemampuan melaksanakan peran dan fungsi
dengan efektif. Kesehatan adalah proses yang berlangsung mengarah
kepada kreatifitas, konstruktif dan produktif. Menurut Hendrik L.
Blum ada empat faktor yang mempengaruhi kesehatan, yaitu
lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan.
Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Lingkungan fisik yaitu lingkungan yang berkaitan dengan fisik
seperti air, udara, sampah, tanah, iklim, dan perumahan. Contoh di
suatu daerah mengalami wabah diare dan penyakit kulit akibat
kesulitan air bersih.

Keperawatan dalam keperawatan kesehatan komunitas dipandang


sebagai bentuk pelayanan esensial yang diberikan oleh perawat
kepada individu, keluarga, dan kelompok dan masyarakat yang
mempunyai masalah kesehatan meliputi promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitative dengan menggunakan proses keperawatan untuk
mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Keperawatan adalah suatu
bentuk pelayanan professional sebagai bagian integral pelayanan
kesehatan dalam bentuk pelayanan biologi, psikologi, sosial dan
spiritual secara komprehensif yang ditujukan kepada individu
keluarga dan masyarakat baik sehat maupun sakit mencakup siklus
hidup manusia.

Lingkungan dalam paradigm keperawatan berfokus pada


lingkungan masyarakat, dimana lingkungan dapat mempengaruhi
status kesehatan manusia. Lingkungan disini meliputi lingkungan
fisik, psikologis, sosial dan budaya dan lingkungan spiritual.

1.1.3 Sasaran Keperawatan Komunitas

Sasaran keperawatan komunitas adalah seluruh masyarakat


termasuk individu, keluarga, dan kelompok yang beresiko tinggi seperti
keluarga penduduk di daerah kumuh, daerah terisolasi dan daerah yang
tidak terjangkau termasuk kelompok bayi, balita dan ibu hamil.
Menurut Anderson (1988) sasaran keperawatan komunitas terdiri dari
tiga tingkat yaitu:

a. Tingkat Individu.

Perawat memberikan asuhan keperawatan kepada individu


yang mempunyai masalah kesehatan tertentu (misalnya TBC, ibu
hamil d1l) yang dijumpai di poliklinik, Puskesmas dengan sasaran
dan pusat perhatian pada masalah kesehatan dan pemecahan
masalah kesehatan individu

b. Tingkat Keluarga.

Sasaran kegiatan adalah keluarga dimana anggota keluarga


yang mempunyai masalah kesehatan dirawat sebagai bagian dari
keluarga dengan mengukur sejauh mana terpenuhinya tugas
kesehatan keluarga yaitu mengenal masalah kesehatan, mengambil
keputusan untuk mengatasi masalah kesehatan, memberikan
perawatan kepada anggota keluarga, menciptakan lingkungan yang
sehat dan memanfaatkan sumber daya dalam masyarakat untuk
meningkatkan kesehatan keluarga. Prioritas pelayanan Perawatan
Kesehatan Masyarakat difokuskan pada keluarga rawan yaitu :

 Keluarga yang belum terjangkau pelayanan kesehatan, yaitu


keluarga dengan: ibu hamil yang belum ANC, ibu nifas yang
persalinannya ditolong oleh dukun dan neo¬natusnya, balita
tertentu, penyakit kronis menular yang tidak bisa diintervensi
oleh program, penyakit endemis, penyakit kronis tidak menular
atau keluarga dengan kecacatan tertentu (mental atau fisik).
 Keluarga dengan resiko tinggi, yaitu keluarga dengan ibu
hamil yang memiliki masalah gizi, seperti anemia gizi be-rat
(HB kurang dari 8 gr%) ataupun Kurang Energi Kronis (KEK),
keluarga dengan ibu hamil resiko tinggi seperti perdarahan,
infeksi, hipertensi, keluarga dengan balita dengan BGM,
keluarga dengan neonates BBLR, keluarga dengan usia lanjut
jompo atau keluarga dengan kasus percobaan bunuh diri.
 Keluarga dengan tindak lanjut perawatan
c. Tingkat Komunitas
Dilihat sebagai suatu kesatuan dalam komunitas sebagai klien.
 Pembinaan kelompok khusus
 Pembinaan desa atau masyarakat bermasalah.
1.1.4 Ruang Lingkup Keperawatan Komunitas

Keperawatan komunitas mencakup berbagai bentuk upaya


pelayanan kesehatan baik upaya promotif, preventif, kuratif,
rehabilitatif, maupun resosialitatif.

Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan


individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan melakukan
kegiatan penyuluhan kesehatan, peningkatan gizi, pemeliharaan
kesehatan perorangan, pemeliharaan kesehatan lingkungan, olahraga
teratur, rekreasi dan pendidikan seks.

Upaya preventif untuk mencegah terjadinya penyakit dan


gangguan kesehatan terhadap individu, keluarga kelompok dan
masyarakat melalui kegiatan imunisasi, pemeriksaan kesehatan berkala
melalui posyandu, puskesmas dan kunjungan rumah, pemberian
vitamin A, iodium, ataupun pemeriksaan dan peme¬liharaan kehamilan,
nifas dan menyusui.
Upaya kuratif bertujuan untuk mengobati anggota keluarga yang
sakit atau masalah kesehatan melalui kegiatan perawatan orang sakit
dirumah, perawatan orang sakit sebagai tindaklanjut dari Pukesmas atau
rumah sakit, perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis, perawatan
buah dada, ataupun perawatan tali pusat bayi baru lahir.

Upaya rehabilitatif atau pemulihan terhadap pasien yang dirawat


dirumah atau kelompok-kelompok yang menderita penyakit tertentu
seperti TBC, kusta dan cacat fisik lainnya melalui kegiatan latihan fisik
pada penderita kusta, patch tulang dan lain sebagai¬nya, kegiatan
fisioterapi pada penderita stroke, batuk efektif pada penderita TBC, dll.

Upaya resosialitatif adalah upaya untuk mengembalikan


pen¬derita ke masyarakat yang karena penyakitnya dikucilkan oleh
masyarakat seperti, penderita AIDS, kusta dan wanita tuna susila.

1.2 Laporan Pendahuluan Hipertensi


1.2.1 Definisi
Menurut JNC hipertensi terjadi apabila tekanan darah lebih
dari 140/90 mmHg (Tagor, 2003). Hipertensi adalah suatu keadaan
dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara abnormal dan terus
menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang
disebabkan satu atau beberapa faktor risiko yang tidak berjalan
sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara
normal.
Hipertensi berkaitan denan kenaikan tekanan darah sistolik
atau tekanan diastolik atau tekanan keduanya. Hipertensi dapat
didefinisikan sebagai tekanan darah tinggi persisten dimana tekanan
sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.
Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Brunner &
Suddarth, 2005).
1.2.2 Etiologi
Corwin (2000) menjelaskan bahwa hipertensi tergantung pada
kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral
Resistance (TPR). Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi
akibat rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus SA.
Peningkatan kecepatan denyut jantung yang berlangsung kronik sering
menyertai keadan hipertiroidisme. Namun, peningkatan kecepatan
denyut jantung biasanya dikompensasi oleh penurunan volume
sekuncup sehingga tidak menimbulkan hipertensi.
Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi
apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan,
akibat gangguan penangan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi
gram yang berlebihan. Peningkatan pelepasan rennin atau aldosteron
maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan
air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan
menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi
peningkatan volum sekuncup dan tekanan darah. Peningkatan preload
biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik.
Peningkatan TPR yang berlangsung lama dapat terjadi pada
penigkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau
responsitivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan
normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan
pembuluh darah. Pada peningkatan TPR, jantung harus memompa
secara lebih kuat dan dengan demikian menghsilkan tekanan yang
lebih besar, untuk mendorong darah melintasi pembuluh darah yang
menyempit. Hal ini disebabkan peningkatan dalam afterload jantung
dan biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Apabila
peningkatan afterload berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin
mulai mengalami hipertrofi ( membesar ). Dengan hipertrofi,
kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat sehingga
ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Pada hipertrofi, sarat – sarat otot
jantung juga mulai tegang melebihi panjang normalnya yang pada
akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume
sekuncup.
1.2.3 Klasifikasi

Klasifikasi Berdasarkan Etiologi

a. Hipertensi Essensial (Primer)


Merupakan 90 % dari kasus penderita hipertensi. Dimana
sampai saat ini belum diketahui penyebabnya secara pasti.
Beberapa factor yang berpengaruh dalam terjadinya hipertensi
essensial, seperti : Faktor genetic, stress dan psikologis, serta
factor lingkungan dan diet (peningkatan penggunaan garam dan
berkurangnya asupan kalium dan kalsium). Peningkatan tekanan
darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda hipertensi
primer. Umumnya gejala baru terlihat setelah terjadi komplikasi
pada organ target seperti ginjal, mata, otak dan jantung.
b. Hipertensi Sekunder
Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologi dapat
diketahui dengan jelas sehingga lebih mudah untuk dikendalikan
dengan obat-obatan. Penyebab hipertensi sekunder diantaranya
berupa kelainan ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan adrenal,
kelainan aorta, kelainan endokrin lainnya seperti obesitas,
resistensi insulin, hipertiroidisme, dan pemakaian obat-obatan
seperti kontrasepsi oral dan kortikosteroid.

Klasifikasi Berdasarkan Derajat Hipertensi

a. Berdasarkan JNC VII :

Derajat Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik


(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre-hipertensi 120 – 139 atau 80 - 89
Hipertensi 140 – 159 atau 90 - 99
derajat I
Hipertensi ≥ 160 atau ≥ 100
derajat II

b. Menurut European Society of Cardiology :

Kategori Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik


(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal 120 – 129 dan/atau 80 - 84
Normal tinggi 130 – 139 dan/atau 85 – 89
Hipertensi derajat I 140 – 159 dan/atau 90 – 99
Hipertensi derajat II 160 – 179 dan/atau 100 - 109
Hipertensi derajat III ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi Sistolik ≥ 190 < 90
Terisolasi

1.2.4 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konnstriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari
pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke
bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang
akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa
hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana system saraf
simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang
emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi.
Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intra vaskuler. Semua factor ini cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi.Untuk pertimbangan gerontology.
Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh
perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi
pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan
arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume
darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan
penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Brunner
& Suddarth, 2002).

1.2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis yang ditimbulkan hipertensi bersifat tidak
spesifik. Sakit kepala merupakan gejala umum yang sering dialami
pada pasien hipertensi. Namun, sakit kepala juga disebabkan oleh
beberapa hal sepeti camas, stres, sulit tidur malam, atau infeksi virus
minor sehingga sakit kepala bukan merupakan manifestasi klinis khas
hipertensi. Sesak nafas juga terjadi pada pasien hipertensi. Sesak nafas
pada seseorang yang menderita hipertensi biasanya terjadi karena
kegemukan. Perdarahan di beberapa bagian tubuh juga merupakan
efek hipertensi. Risiko perdarahan dari arteri ke otak atau retina mata
meningkat karena adanya hipertensi pada pasien dengan usia di atas
50 tahun. Menstruasi yang berat dan munculnya gejala menopause
sering dialami wanita dengan hipertensi. Manifestasi hipertensi yang
lebih serius adalah perdarahan ke otak yang dapat membunuh
seseorang dalam waktu yang singkat atau menyebabkan kelumpuhan
(Jain, 2011). Hipertensi akan menjadi masalah kesehatan yang serius
jika tidak terkendali karena akan megakibatkan komplikasi yang
berbahaya dan berakibat fatal seperti stroke, penyakit jantung koroner,
dan gagal ginjal (Anies, 2006)
1.2.6 Pathway

1.2.7 Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi
menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi
Setianto (Depkes ,2007) adalah diantaraya : penyakit pembuluh darah
otak seperti stroke, pendarahan otak, transient ischemic attack (TIA).
Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark
miokard acute (IMA) . penyakit ginjal sepertigagal ginjal. Penyakit
mata seperti pendarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.
1.2.8 Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas
dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan
dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90
mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi:
1. Terapi tanpa obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk
hipertensi ringan dan sebagai tindakan suprtif pada hipertensi
sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
 Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5
gr/hr
 Diet rendah kolesterol dan rendah asalm lemak jenuh
 Penurunan berat badan
 Penurunanan asupan etanol
 Menghentikan merokok
 Diet tinggi kalium
b. Latihan fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah
yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga
yang mempunyai empat prinsip yaitu:
 Macam olah raga yaitu isotosin dan dinamis seperti lari,
jogging,bersepeda, berenang dan lain-lain.
 Intensitas olah raga yang baik antara 60-80% dari
kapasitas aerobic atau 72-87% dari denyut nadi maksimal
yang disebut zona latihan. Denyut nadi maksimal dapat
ditentukan dengan rumus 220- umur.
 Lamanya latihan berkisar antara 20-25 menit berada daam
zona latihan.
 Frekuensi latihan sebaiknya 3x perminggu dan paling baik
5x perminggu.
c. Edukasi psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi
meliputi :
a) Tenik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tenik yang dipakai untuk
menunjukan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan
tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak
normal. Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk
mengatasi gangguan somatic seperti nyeri kepala dan
migraine, juga untuk gangguan psikologis seperti
kecemasan dan keteganggan.
b) Tenik Relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tenik yang
bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan,
dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar
membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks.
c) Pendidikan kesehatan (penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk
meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit
hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat
mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi
lebih lanjut.
2. Terapi dengan obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan
tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah
komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah
kuat. Pengobatan hipertesi umumnya perlu dilakukan seumur
hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh
Komite Dokter Ahli Hipertensi (Joint National committee on
detection, evaluating and treatment of high blood pressure,
USA, 1998) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat
beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat
digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan
memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada
pada penderita.
Pengobatan meliputi :
a. Step 1 : Obat pilihan pertama :diuretika, beta
blocker, Ca antagonis ,ACE inhibitor
b. Step 2 : Alternatif yang bisa diberikan
 Dosis obat pertama dinaikan
 Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
 Ditambah obat ke-2 jenis lain, dapat berupa
diuretika,beta blocker, Ca antagonis ,Alpa blocker,
clonidin, reserphin, vasodilator
c. Step 3 : Alternatif yang bisa ditempuh
 Obat ke-2 diganti
 Ditambah obat ke-3 jenis lain
d. Step 4 : Alternatif pemberian oabtnya
 Ditambah obat ke-3 dan ke-4
 Re-evaluasi dan konsultasi

3. Follow up untuk mempertahankan terapi


Untuk memperthankan terapi jangka panjang
memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik antara
pasien dan petugas kesehatan (perawat, dokter) dengan cara
pemberian pendidikan kesehatan . Hal-hal yang harus
diperhatikan dlam interaksi pasien dengan petugas kesehatan
adalah sebagai berikut :
 Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil
pengukuran tekanan darah
 Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai
mengenai tekanan darah
 Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak
dapat sembuh, namun bisa dikendalikan untuk dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas
 Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat
mengatakan tngginya tekanan darah atas dasar apa yang
dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahu dengan
mengukur memakai alat tensimeter
 Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa
didiskusikan lebih dulu
 Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara
hidup penderita
 Ikut sertakan keluarga penderita dalam proses terapi
 Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan
penderita atau keluarga dapat mengukur tekanan
darahnya di rumah
 Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti
hipertensi missal 1x sehari atau 2x sehari
 Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti
hipertensi, efek samping dan masalah –masalah yang
mungkin terjadi
 Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi
dosis atau mengganti obat untuk mencapai efek samping
minimal dan efektivitas maksimal
 Usahakan biaya terapi seminimal mungkin
 Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan
lebih sering
 Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu
yang ditentukan
Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam
pengobatan maka sangat diperlukan seklai pengetahuan dan
sikap pasien tentang pemahaman dan pelaksanaan
pengobatan hipertensi.
1.3 Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian

a. Data inti komunitas (core inti)


1. Demografi: jumlah kelompok penderita hipertensi, golongan
umur, pengalaman sebelumnya. Etnis terdiri dari suku bangsa
dan ras.
2. Tipe keluarga: keluarga/ bukan keluarga, kelompok.
3. Status perkawinan: kawin, janda/duda, single.
4. Statistik vital: kelahiran, kematian kelompok usia dewasa dan
penyebab kematian.
5. Nilai-nilai keyakinan dan agama: nilai agama dan keyakinan
yang dianut oleh kelompok dewasa berkaitan dengan nilai dan
norma yang dianut.
b. Data Subsistem Komunitas
Delapan data subsistem yang perlu dikumpulkan dalam
pengkajian komunitas meliputi:

1. Lingkungan fisik
Dilihat di lingkungan kelompok penderita hipertensi,
kebersihan lingkungan kualitas air, pembuangan limbah,
kualitas udara, kualitas makanan, akses dan aktifitas
kelompok dewasa dalam pemenuhan kebutuhan. Data dapat
dikumpulkan dengan winshield survey dan observasi.
2. Pelayanan kesehatan dan social
Ketersediaan pelayanan kesehatan khusus kelompok
hipertensi melalui puskesmas, pengobatan tradisional atau
fasilitas pelayanan kesehatan.

3. Ekonomi
Dilihat dari jumlah pendapatan keluarga, jenis pekerjaan
penanggungjawab, jumlah penghasilan dan pengeluarannya.

4. Transportasi dan keamanan


Dilihat dari jenis transportasi yang digunakan kelompok
hipertensi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan
adanya rasa aman dan dukungan dari anggota keluarga untuk
kelompok hipertensi.

5. Politik dan pemerintahan


Pemerintahan: kelompok pelayanan masyarakat seperti PKK,
tahlil, kumpulan bapak-bapak, dll. Terdapat kebijakan yang
mendukung optimalnya peran ibu dalam memberikan ASI.
Politik: kegiatan politik yang ada diwilayah tersebut dan
peran peserta partai politik dalam pelayanan kesehatan.

6. Komunikasi
a. Komunikasi formal: media komunikasi yang digunakan
oleh kelompok hipertensi untuk memperoleh informasi
pengetahuan tentang kesehatan melalui buku dan
sosialisasi dari tenaga kesehatan.
b. Komunikasi informal
Komunikasi/ diskusi yang dilakukan kelompok hipertensi
dengan tenaga kesehatan, orang yang berpengalaman dan
lingkungan dalam masyarakat dalam menyelesaikan
masalah kelompok hipertensi.

7. Pendidikan
Tingkat pendidikan yang mempengaruhi pengetahuan dan
sikap dalam meningkatkan derajat kesehatan.

8. Rekreasi
Tempat rekreasi yang digunakan oleh kelompok hipertensi.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Penurunan curah jantung b.d Peningkatan afterload,Vasokontriksi
dan iskemia miokard
2. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskulerserebral
3. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi
hasil
1 Resiko Penurunan curah NOC NIC
jantung b.d Peningkatan Setelah dilakukan asuhan 1. Evaluasi adanya
afterload,Vasokontriksi dan keperawatan diharapkan (intensitas, lokasi, dura
iskemia miokard Kriteria hasil : 2. Catat adanya distrimia
1. tanda vital dalam Jantung.
Rentang normal 3. Catat adanya tanda dan
(tekanan darah, gejala penurunan cardia
nadi, respirasi) output
2. Dapat 4. Monitor status
mentoleransi kardiovaskuler
aktivitas,tidak 5. Monitor status
ada asites pernapasan yang
3. Tidak ada edema menandakan gagal
paru perifer,dan jantung
tidak ada 6. Monitor abdomen
kelelahan. sebagai indikator
4. Tidak ada penurunan perfusi
penurunan 7. Monitor balance cairan
kesadaran 8. Monitor adanya
perubahan tekanan dara
9. Monitor respon pasien
terhadap efek obat
antiritmia
10. Atur periode latihan da
istirahat untuk
menghindari kelelahan
11. Monitor toleransi
aktivitaspasien
12. Monitor adanya dyspne
fatique, takipnea, dan
ortopnea
13. Anjurkan untuk
menurunkan stress
dengan cara sholat dan
beribadah
14. Pemantauan tanda vital
15. Monitor tekanan darah,
nadi, suhu, dan
pernapasan
16. Catat adanya fluktasi
tekanan darah
17. Monitor vs saat pasien
berbaring duduk atau
berdiri

18. Auskultasi tekanan dar


pada kedua lengan dan
bandingkan
19. Monitor tekanan darah,
nadi pernapasan, selam
dan setelah aktivitas
20. Monitor kualitas dari
nadi
21. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
22. Monitor pola pernapasa
abnormal
23. Monitor suhu,warna, da
kelembapan kulit
24. Monitor adanya cushin
Triad (tekanan nadi yan
melebar bradikardi,
peningkatan sistolik)
25. identifikasi penyebab d
perubahan vital sign
2 Nyeri akut berhubungan NOC NIC
dengan peningkatan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji nyeri secara
tekanan vaskulerserebral keperawatan diharapkan Komprehensif, termasu
Kriteria hasil : lokasi karakteristik,
1. Klien mampu durasi, frekuensi, kuali
mengontrol nyeri, dan faktor presipitasi
mampu 2. Kontrol lingkungan yan
menggunakan dapat mempengaruhi
teknik non nyeri seperti suhu
farmakologi ruangan, pencahayaan
untuk dan kebisingan
mengurangi 3. Ajarkan tentang teknik
nyeri, mencari non Farmakologi seper
bantuan) kompres hangat dan
2. Melaporkan relaksasi nafas dalam
bahwa nyeri 4. Berikan analgetik untuk
berkurang mengurangi nyeri
dengan 5. Tingkatkan istirahat ya
menggunakan cukup
manajemen nyeri 6. Monitor vital sign
3. Mampu sebelum dan sesudah
mengenali pemberian analgetik
nyeri (skala, pertama kali
intensitas
frekuensi dan
tanda nyeri)
4. Mengatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang

3 Intoleransi aktivitas NOC NIC


b/d kelemahan Setelah dilakukan asuhan 1. Kolaborasi dengan tena
keperawatan diharapkan rehabilitasi medik dalam
Kriteria hasil : merencanakan program
1. Mampu terapi yang tepat
melakukan 2. Bantu klien untuk
kegiatan sehari- mengidentifikasi aktivi
hari yang mampu dilakukan
2. Tanda-tanda vital 3. Bantu untuk
dalam batas mengidentifikasi dan
normal mendapat sumber yang
diperlukan untuk
aktivitas yang diingink
4. Bantu untuk
mengidentifikasi aktivi
yang disukai
5. Bantu untuk
mendapatkan alat bantu
6. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri

4. Implementasi

Menurut Nursalam (2013) adapun sebagai berikut: Implementasi adalah


pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang pesifik. Tahap
Implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan
padanursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh
karena itu rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi
faktor -faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.
Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan. pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping perencanaan asuhan keperawatan
akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk
berpartisipasi dalam implementasi keperawatan. Selama tahap implementasi,
perawat melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan keperawatan yang
paling sesuai dengan kebutuhan klien.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan


yangmenandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi,dan
implementasi. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat respon klien terhadap
asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil keputusan

(Nursalam, 2013).

Anda mungkin juga menyukai