Anda di halaman 1dari 6

Nama : Amelia Gloria B.R.

Kelas : A.70.S1 Reguler


NPM : 1907350414
Dosen : Moefti Aryo, SH., MH., CLA.
Mata Kuliah : Hukum Teknologi

1. Jawaban :
 melanggar ketentuan pidana dalam undan-undang nomor 8 tahun 1999
tindakan penjual yang tidak mengirim barang yang sudah dibayar oleh
pembeli dalam transaksi jual beli online juga dapat dikategorikan
sebagai dugaan tindak pidana penipuan. Perbuatan ini dapat
berujung pada sanksi pidana penjara dan/atau denda. Atas dugaan
tindak pidana penipuan tersebut, korban dapat membuat laporan polisi
di kantor kepolisian setempat dengan membawa bukti yang cukup.
 Jika si penjual tidak mengirimkan barang yang diperjanjikan, maka
pokok persoalan bukan pada "penggunaan tanda tangan digital", tapi
pada perjanjian pokok yang di lakukan. Artinya pihak penjual telah
wanprestasi, karena perjanjian tidak terlaksana dikarenakan barang
belum terkirimkan. Upaya hukum yang dapat di lakukan atas kasus ini
tidak sesulit yang di bayangkan. Karena layaknya perjanjian biasa, jika
ada salah satu pihak wanprestasi maka pihak yang dilakukan dapat
menuntut pelaksanaan prestasi. Jika korban mengetahui alamat
penyelenggara jasa perdagangan via internet tersebut, maka dapat
mengajukan peringatan atau pemberitahuan kepada penyelenggara
jasa tersebut baik melaui e-mail atau surat langsung yang menegaskan
bahwa perjanjian belum terlaksana dikarenakan barang belum
terkirimkan.
 Selain itu juga perlu diperhatikan dalam perjanjian pokoknya, siapakah
yang bertanggung jawab atas pengiriman barang atas transaksi yang
korban lakukan. Sistem pembayaran dengan menggunakan mekanisme
tanda tangan digital adalah sekedar mekanisme teknis mengenai
konfirmasi untuk setuju bertransaksi, ketentuan hukum mengenai
perjanjian dan pelaksanaannya tetap tidak berubah yaitu sesuai dengan
persyaratan dan ketentuan yang diatur di dalamnya. Jika perusahaan
yang digugat adalah perusahaan di Indonesia tentunya tidak ada
masalah, maka menggunakan hukum yang ada di Indonesia. Namun
jika transaksi dilakukan dengan perusahaan yang ada di luar negeri,
maka perlu dilihat kepada perjanjian pokoknya, bilamana terjadi
sengketa, maka hukum mana yang akan digunakan untuk
menyelesaikan sengketa (lihat ketentuan disclaimer-nya). Bisa saja
dalam perjanjian tersebut, "disepakati" untuk diselesaikan dengan
hukum di negara Indonesia.
 Dalam pasal 1886 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) dan
pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
pengadilan menganggap data elektronik sebagai alat bukti yang tidak
memiliki kekuatan pembuktian yang kuat. Karena data elektronik yang
tercetak hanya dianggap sebagai petunjuk. Namun, dalam konteks
perjanjian (perdata), dapat diperjanjikan atau disepakati oleh para pihak
untuk menerima data elektronik sebagai alat bukti. Karena
dimungkinkan oleh pasal 1338 KUHPer yang mengatur mengenai
kebebasan berkontrak. Meskipun tidak diatur secara tegas oleh
ketentuan hukum yang berlaku tapi bisa disepakati oleh kedua belah
pihak. Sesuai dengan ketentuan pasal 1338 KUHPer, perjanjian berlaku
sebagai undang-undang bagi para pihak di dalamnya.

2. Jawaban :
 Hukum Indonesia yang mengatur cybercrime adalah Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU
ITE), bagian mengatur yurisdiksi yang bagian ke-2 mencakup dasar
teritorial subjektif bagi setiap orang melakukan cybercrime dan
dikualifikasi berbahaya di Indonesia .
 Perbankan dan pemerintah selalu berupaya untuk menciptakan
teknologi dan peraturan hukum yang dapat membuat internet banking
menjadi aman, akan tetapi pihak perbankan dan pemerintah harus terus
mengupayakan agar penyelenggaraan internet banking lebih aman dan
terjamin bagi nasabah untuk mendapat perlindungan dan terhindar dari
cyber crime internet banking. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor
yang menyebabkan terjadinya kejahatan cyber crime dalam
penggunaan internet banking dan untuk mengetahui perlindungan
hukum nasabah bank dalam cyber crime terhadap Internet Banking.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan normatif. Data yang
digunakan adalah data sekunder primer, sekunder dan tertier. Sumber
bahan hukum yang digunakan studi pustaka dan bahan-bahan on line
(internet) kemudian dilakukan analisis secara kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Perlindungan hukum nasabah bank dalam internet
banking atas terjadinya cyber crime diatur dalam empat aturan hukum,
yaitu Pertama, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, aturan perlindungan hukum hanya
mengatur secara umum, yaitu Pasal 30 sampai dengan Pasal 33, karena
di dalam ketentuan pasal-pasal tersebut tidak menyebutkan mengenai
internet banking, namun klausula pasal tersebut mampu menjerat
perbuatan jahat yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan cyber crime.
Aturan Kedua, Undang-Undang Perlindungan Konsumen,yaitu Pasal 19
sampai dengan Pasal 22. Aturan Ketiga, Undang-Undang Perbankan,
yaitu Pasal 41 sampai dengan Pasal 47. Aturan keempat, Peraturan
Bank Indonesia Nomor : 9/15/PBI/2007 tentang Penerapan Manajemen
risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum,
Pedoman Penyelesaian Pengaduan Nasabah, yang diatur di dalam BAB
V yang mengatur tentang Electronic Banking Pasal 22 dan Pasal 23.
Pertanggungjawaban pidana terhadap kejahatan perbankan (cyber
crime perbankan), yang terjadi karena pembocoran rahasia bank
dengan sarana teknologi canggih, dengan cara hacking, crecking, atau
manipulasi terhadap data didding berkaitan dengan dokumen elektronik,
dapat diancam pidana sebagaimana diatur di dalam Pasal 42 ayat (1)
dan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, Pasal 22 dan Pasal 60 ayat (2) Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, Pasal 42 dan Pasal 47 Undang-Undang
Perbankan, Pasal 6 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.
27/164/KEP/DIR.
 Kasus Cabang BNI SYARIAH LHOUKSEMAWE

3. Jawaban :
 Keabsahan tanda tangan eletronik dalam transaksi elektronik sama
dengan tanda tangan biasa karena tidak terdapat metode yang standar
untuk menandatangani sesuatu dengan menggunakan tinta dan
keabsahan suatu tanda tangan pada dasarnya adalah berhubungan
dengan otentisitas, keaslian suatu akte, dokumen atau surat. Untuk
menentukan keaslian atau keabsahaan suatu bukti elektronik adalah
tanda tangan elektronik. Tanda tangan elektronik harus dapat diakui
secara hukum karena penggunaan tanda tangan elekronik lebih cocok
untuk suatu elektronik. Tanda tangan digital sebenarnya dapat
memberikan jaminan yang lebih terhadap keamanan dokumen
dibandingkan dengan tanda tangan biasa.Penerimaan pesan yang
dibubuhi tanda tangan digital dapat memeriksa apakah pesan tersebut
benar- benar datang dari pengirim yang benar dan apakah pesan itu
telah diubah setelah ditandatangani, baik secara sengaja atau tidak
sengaja. Tanda tangan digital merupakan alat untuk menjaga keaslian
suatu dokumen yang dikirimkan dengan internet.

4. Jawaban :
 Kitab Undang-
undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur hubungan-
hubungan hukum tentang kejahatan yang berkaitan dengan komputer (
computer crime ) yang kemudian berkembang menjadi cyber
crime. Setidaknya ada dua pendapat yang berkembang sejalan dalam
menangani kasus kehahatan yang berhubungan dengan komputer yang
secara langsung berkaitan dengan masalah cyber crime.
 KUHP mampu untuk menangani kejahatan di bidang komputer (compu
ter crime) Madhono Reksodiputri, pakar kriminolog dari Universitas
Indonesia menyatakan bahwa kejahatan komputer sebenernya
bukanlah kejahatan baru dan masing terjangkau oleh KUHP untuk
menanganinya. Pengaturan untuk menangani kejahatan komputer
sebaiknya diintegrasikan ke dalam KUHP dan bukan ke dalam Undang-
Undang tersendiri.

5. Jawaban :
 Kejahatan kerah putih secara umum mengacu pada kejahatan yang
dimotivasi secara finansial dan biasanya dilakukan oleh para profesional
dalam bidang bisnis dan aparat pemerintah. ... Kejahatan kerah putih
(White Collar Crime) juga sangat sulit tersentuh oleh hukum karena
terjadi dalam suatu lingkungan yang tertutup.
 Kejahatan kerah putih secara umum mengacu pada kejahatan yang
dimotivasi secara finansial dan biasanya dilakukan oleh para profesional
dalam bidang bisnis dan aparat pemerintah. Kasus-kasus kejahatan
kerah putih sulit dilacak karena biasanya dilakukan pejabat yang
mempunyai kekuasaan, memiliki kuasa untuk memproduksi hukum dan
berperan dalam membuat berbagai keputusan vital. Kejahatan kerah
putih (White Collar Crime) juga sangat sulit tersentuh oleh hukum karena
terjadi dalam suatu lingkungan yang tertutup.
 Pencucian uang merupakan suatu bentuk kejahatan kerah putih hal ini
disebabkan dalam kebanyakan kasus-kasus pencucian uang yang
menjadi aktor utama di dalamnya merupakan orang-orang yang memiliki
profil kelas atas, memiliki kedudukan tinggi di pemerintahan ataupun di
perusahaan, memiliki sumber daya dan kekuasaan dalam jabatan dan
posisinya, memiliki peran yang besar di masyarakat, dan status sosio-
ekonomi yang tinggi.
 Dalam kasus-kasus pencucian uang yang terjadi di Indonesia, dapat
dilihat dengan jelas profil dan karakter yang dimiliki oleh para pelaku
kejahatan pencucian uang. Kasus-kasus seperti kasus Inong Melinda
Dee, Gayus Tambunan, Wa Ode Nurhayati, Tubagus Chaeri Wardana,
Akil Mochtar, merupakan sebagian kasus pencucian uang yang dapat
menjadi contoh dikarenakan adanya kesamaan yang menjadi benang
merah dalam kasus-kasus pencucian lainnya. Seluruh pelaku dalam
kasus-kasus tersebut memiliki latar belakang yang beragam, mulai dari
artis, pegawai negeri di bidang perpajakan, anggota partai politik, bagian
dari dinasti penguasa dalam suatu daerah, sampai ke bagian dari
institusi hukum sendiri. Kesamaan profil yang dapat ditarik dari
keseluruhan pelaku utama dan aktor penting dalam kasus yang
menyangkut mereka masing-masing adalah: para pelaku memiliki
kedudukan yang tinggi dalam bidangnya masing-masing, para pelaku
memiliki kekuasaan dan alat untuk menggunakan kekuasaan yang
mereka miliki, dan secara keseluruhan mereka berada di kelas sosio-
ekonomi yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai