PENDAHULUAN
Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan abses hati
piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal
yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk Indonesia. AHP
dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess, bacterial abscess of the
liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini merupakan kasus yang relatif jarang,
pertama ditemukan oleh Hippocrates (400 SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh
Bright pada tahun 1936. (1)
Prevalensi yang tinggi sangat erat hubungannya dengan sanitasi yang jelek, status
ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus urbanisasi
menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan. Di negara yang
sedang berkembang abses hati amuba lebih sering didapatkan secara endemik
dibandingkan dengan abses hati piogenik. Dalam beberapa dekade terakhir ini telah
banyak perubahan mengenai aspek epidemiologis, etiologi, bakteriologi, cara
diagnostik maupun mengenai pengelolaan serta prognosisnya. (2)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1.500gr atau 2 %
berat badan orang dewasa normal. Letaknya sebagian besar di regio hipokondria
dekstra, epigastrika, dan sebagian kecil di hipokondria sinistra. Hati memiliki dua
lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan
posterior oleh fisura segmentalis kanan. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial
dan lateral oleh ligamentum falsiformis. Di bawah peritonium terdapat jaringan
ikat padat yang disebut kapsula Glisson yang meliputi seluruh permukaan hati. Setiap
lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus, yang
merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ yang terdiri atas lempeng-lempeng
sel hati dimana diantaranya terdapat sinusoid. Selain sel-sel hati, sinusoid vena
dilapisi oleh sel endotel khusus dan sel Kupffer yang merupakan makrofag yang
melapisi sinusoid dan mampu memfagositosis bakteri dan benda asing lain dalam
darah sinus hepatikus. Hati memiliki suplai darah dari saluran cerna dan limpa
melalui vena porta hepatika dan dari aorta melalui arteria hepatika. (2,3,4)
2
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Beberapa di antaranya
yaitu:
(3,4,5,6)
Dalam hal ini terjadi metabolisme pigmen dan garam empedu. Garam empedu
penting untuk pencernaan dan absopsi lemak serta vitamin larut-lemak di dalam
usus.
b. Metabolisme lemak : oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi
tubuh yang lain, sintesis kolesterol,fosfolipid,dan sebagian besar lipoprotein,
serta sintesis lemak dari protein dan karbohidrat
c. Metabolisme protein : deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk
mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma, serta
interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari asam amino.
2.3 Patogenesis
Abses Hepar Amebik
Cara penularan umumnya fecal-oral yaitu dengan menelan kista, baik melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi atau transmisi langsung pada orang
dengan higiene yang buruk. Kasus yang jarang terjadi adalah penularan melalui seks
oral ataupun anal. (11,12)
E hystolitica dalam 2 bentuk, baik bentuk trofozoit yang menyebabkan penyakit
invasif maupun kista bentuk infektif yang dapat ditemukan pada lumen usus. Bentuk
kista tahan terhadap asam lambung namun dindingnya akan diurai oleh tripsin dalam
usus halus. Kemudian kista pecah dan melepaskan trofozoit yang kemudian
menginvasi lapisan mukosa usus. Amuba ini dapat menjadi patogen dengan
mensekresi enzim cysteine protease, sehingga melisiskan jaringan maupun eritrosit
dan menyebar keseluruh organ secara hematogen dan perkontinuinatum. Amoeba
yang masuk ke submukosa memasuki kapiler darah, ikut dalam aliran darah melalui
vena porta ke hati. Di hati E.hystolitica mensekresi enzim proteolitik yang melisis
jaringan hati, dan membentuk abses. Di hati terjadi fokus akumulasi neutrofil
periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar,
bersatu, dan granuloma diganti dengan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi
kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Lokasi yang sering adalah di lobus kanan (70% -
90%) karena lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena
portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran
limfatik. Dinding abses bervariasi tebalnya,bergantung pada lamanya penyakit.
Secara klasik, cairan abses menyerupai ”achovy paste” dan berwarna coklat
kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta sel darah merah yang dicerna. (2,8,12,13)
b. Nyeri perut kanan atas, kadang nyeri epigastrium dan dapat menjalar hingga bahu
kanan dan daerah skapula
c. Anoreksia
d. Nausea
e. Vomitus
f. Keringat malam
h. Batuk
j. Ikterus
b. Temperatur naik
c. Malnutrisi
d. Hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan atau disertai komplikasi
f. Fluktuasi
Abses hati piogenik (1,2,8,15)
Gambaran klinis abses hati piogenik menunjukkan manifestasi sistemik yang lebih
berat dari abses hati amuba.
Keluhan :
a. Demam yang sifatnya dapat remitten, intermitten atau kontinyu yang disertai
menggigil
b. Nyeri spontan perut kanan atas ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dan
kedua tangan diletakkan di atasnya.
c. Mual dan muntah
d. Berkeringat malam
d. Kelainan paru dengan gejala batuk, sesak nafas serta nyeri pleura
3. Leukositosis
5. Aspirasi pus
6. Pada USG didapatkan rongga dalam hati
2. Riwayat disentri
3. Leukositosis
4. Kelainan radiologis
2. Kelainan hematologis
3. Kelainan radiologis
4. Pus amebic
Pada pasien abses hati piogenik, foto polos abdomen kadang-kadang didapatkan
kelainan yang tidak spesifik seperti peninggian diafragma kanan, efusi pleura,
atelektasis basal paru, empiema, atau abses paru. Pada foto thoraks PA, sudut
kardiofrenikus tertutup, pada posisi lateral sudut kostofrenikus anterior tertutup.
Secara angiografik abses merupakan daerah avaskuler. Kadang-kadang didapatkan
gas atau cairan pada subdiafragma kanan. Pemeriksaan USG, radionuclide scanning,
CT scan dan MRI mempunyai nilai diagnosis yang tinggi. CT scan dan MRI dapat
menetapkan lokasi abses lebih akurat terutama untuk drainase perkutan atau tindakan
bedah. Gambaran CT scan : apabila mikroabses berupa lesi hipodens kecil-kecil < 5
mm sukar dibedakan dari mikroabses jamur, rim enhancement pada mikroabses
sukar dinilai karena lesi terlalu kecil. Apabila mikroabses > 10 mm atau membentuk
kluster sehingga tampak massa agak besar maka prakontras kluster piogenik abses
tampak sebagai masa low density berbatas suram. Pasca kontras fase arterial tampak
gambaran khas berupa masa dengan rim enhancement dimana hanya kapsul abses
yang tebal yang menyengat. Bagian tengah abses terlihat hipodens dengan banyak
septa-septa halus yang juga menyengat, sehingga membentuk gambaran menyerupai
jala. Fase porta penyengatan dinding kapsul abses akan semakin menonjol dan
sekitar dinding abses tampak area yang hipodens sebagai reaksi edema di sekitar
abses. Sebagian kecil piogenik bersifat monokuler, tidak bersepta, dan menyerupai
abses amoebiasis. Pembentukan gas di dalam abses biasanya pada infeksi oleh
kuman Klebsiella. (1,2,)
Gambaran CT Scan dengan multifokal abses hati piogenik pada
segmen IV. Abses lainnya terdapat pada segmen VII dan VIII.(8)
Karateristik abses pada pemeriksaan MRI adalah lesi dengan penyengatan kontras
yang berbentuk cincin dan bagian sentral yang tidak tampak penyengatan. Cincin
penyengatan tetap terlihat pada fase tunda.(2) Sangat sukar dibedakan gambaran USG
antara abses piogenik dan amebik. Biasanya sangat besar, kadang-kadang
multilokular. Struktur eko rendah sampai cairan ( anekoik ) dengan adanya bercak-
bercak hiperekoik (debris) di dalamnya. Tepinya tegas, ireguler yang makin lama
makin bertambah tebal. (16)
2.7 Penatalaksanaan
Abses hati amebik (2,12,14,17)
1. Medikamentosa
Abses hati amoeba tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan penyembuhan yang
besar bila diterapi hanya dengan antiamoeba. Pengobatan yang dianjurkan adalah:
a. Metronidazole
b. Dehydroemetine (DHE)
c. Chloroquin
2. Aspirasi
2. Terapi definitif
Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang adekuat dan
menghilangkan penyakit dasar seperti sepsis yang berasal dari saluran cerna.
Pemberian antibiotika secara intravena sampai 3 gr/hari selama 3 minggu diikuti
pemberian oral selama 1- 2 bulan. Antibiotik ini yang diberikan terdiri dari:
a. Penisilin atau sefalosporin untuk coccus gram positif dan beberapa jenis
bakteri gram negatif yang sensitif. Misalnya sefalosporin generasi ketiga
seperti cefoperazone 1-2 gr/12jam/IV
b. Metronidazole, klindamisin atau kloramfenikol untuk bakteri anaerob
terutama B. fragilis. Dosis metronidazole 500 mg/6 jam/IV
c. Aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang resisten.
Pada kasus AHA, sejak digunakan obat seperti dehidroemetin atau emetin,
metronidazole dan kloroquin, mortalitas menurun tajam. Mortalitas di rumah sakit
dengan fasilitas menurun tajam. Mortalitas di rumah sakit dengan fasilitas memadai
sekitar 2% dan pada fasilitas yang kurang memadai mortalitasnya 10%. Pada kasus
yang membutuhkan tindakan operasi mortalitas sekitar 12%. Jika ada peritonitis
amuba, mortalitas dapat mencapai 40-50%. Kematian yang tinggi ini disebabkan
keadaan umum yang jelek, malnutrisi, ikterus, dan renjatan. Sebab kematian
biasanya sepsis atau sindrom hepatorenal. Selain itu, prognosis penyakit ini juga
dipengaruhi oleh virulensi penyakit, status imunitas, usia lanjut, letak serta jumlah
abses dan terdapatnya komplikasi. Kematian terjadi pada sekitar 5% pasien dengan
infeksi ektraintestinal, serta infeksi peritonial dan perikardium. (2,13)
Prognosis abses piogenik sangat ditentukan diagnosis dini, lokasi yang akurat
dengan ultrasonografi, perbaikan dalam mikrobiologi seperti kultur anaerob,
pemberian antibiotik perioperatif dan aspirasi perkutan atau drainase secara bedah.
Faktor utama yang menentukan mortalitas antara lain umur, jumlah abses, adanya
komplikasi serta bakterimia polimikrobial dan gangguan fungsi hati seperti ikterus
atau hipoalbuminemia. Komplikasi yang berakhir mortalitas terjadi pada keadaan
sepsis abses subfrenik atau subhepatik, ruptur abses ke rongga peritonium, ke pleura
atau ke paru, kegagalan hati, hemobilia, dan perdarahan dalam abses hati. Penyakit
penyerta yang menyebabkan mortalitas tinggi adalah DM, penyakit polikistik dan
sirosis hati. Mortalitas abses hati piogenik yang diobati dengan antibiotika yang
sesuai bakterial penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16 %. Prognosis buruk
apabila: terjadi umur di atas 70 tahun, abses multipel, infeksi polimikroba, adanya
hubungan dengan keganasan atau penyakit immunosupresif, terjadinya sepsis,
keterlambatan diagnosis dan pengobatan, tidak dilakukan drainase terhadap abses,
adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit (1,2)
lain.
BAB III
LAPORAN KASUS
Umur :
Suku/Bangsa : WNI
Agama : Katolik
Pendidikan : SMA
No. RM : 277585
3.2 Anamnesis