Anda di halaman 1dari 24

PERITONITIS

GENERALISATA
Abdul Mughni Rozy
Bagian Bedah – FK UNDIP
DEFINISI
 Peradangan didalam rongga peritoneum, yang dapat
disebabkan oleh agent tertentu misalnya bakteri, jamur, virus,
kimia, dan benda asing
 Saat ini dibagi dala 3 jenis:
1. Peritonitis primer disebabkan oleh infeksi cairan peritoneum tanpa
adanya perforasi viseral
2. Peritonitis skunder : infeksi peritoneal yang berasal dari intra
abdomen biasanya dari perforasi viseral,(appendiksitis perforasi,
perforasi ileum, perforasi ulkus peptikum, perforasi gaster,
perforasi vesika felea, pangkreatitis akuta, perforasi kolon atau
rektum, perforasi akibat obstruksi dan strangulasi, dari organ
ginekologi dan pasca pembedahan. merupakan jenis terbanyak (99
%)
3. peritonitis tersier : merupakan peritonitis generalisata yang
menetap biasanya sebagai lanjutan perawatan awal pada
peritonitis skunder. Keadaan ini akibat adanya kegagalan respon
tubuh dan superinfeksi.
ANATOMI DAN FISIOLOGI
 Peritoneum merupakan lapisan tunggal yang
terdiri dari sel mesotel diatas jar. Ikat longgar
yang berisi sel lemak, makrofag, serabut
kolagen dan elastis.
 Peritoneum parietalis  seluruh rongga
abdomen, diafragma dan pelvis
 Peritoneum viseralis  organ visera intra
abdomen dan penggantungnya
 Luas : 1,5 – 2 m2 ~ luas tubuh
 Cairan peritoneal + 100 cc  pelicin
PERSYARAFAN PERITONEUM
 Peritoneum parietal  saraf aferen somatik
dan viseral , Sangat sensitif t.u. bagian
ventral, pelvis kurang sensitif Melokalisir
stimulus  nyeri tekan, nyeri tekan lepas, dan
DM
 Peritoneum viseral  sistem autonom, relatif
tidak sensitif  tidak dapat melokalisir , hanya
merespon thd tekanan, tarikan, dan distensi
PATOFISIOLOGI
Akibat adanya peradangan peritonium:
1. Plasma akan mengalir kedaerah yang alami
peradangan
2. Air dan elektrolit akan mengalir ke lumen
usus oleh karena paralitik usus  cairan
intravaskuler ↓  hipovolemia
3. Dilatasi PD  CO meningkat  kerja jantung
>>
4. Toksemia
5. Distensi perut  gangguan kardiopulmonar
Endotoksin yang terlepas dari bakteri yang mati
berakibat :
1. Kerusakan/ lisis sel2 platelet, lekosit, PMN 
serotonin, histamin dan kinin  mempengaruhi
timbulnya syok
2. Merusak sel2 jaringan secara langsung
3. Membebaskan enzin lisosom dari lekosit
4. Mengaktivasi sistem komplemen
5. Gangguan metabolik ok anoksia jaringan
Kerusakan sel-sel jaringan berakibat :
1. Pembebasan bahan-bahan yang mengaktivasi
koagulasi darah
2. Meningkatkan aktivitas netrofil kemotaktik
3. Adherensi butir-utir darah dan pembebasan
aafilatoksin dan bahan vasoaktif
FASE – FASE REAKSI TUBUH
 Fase Hiperdinamik/hiperkinetik / warm /
early
 merupakan fase reaksi imunologis
 Sekitar 30 menit – 16 jam
 Fase hipodinamik/ hipokinetik /cold/late
 Hilangnya
plasma ke jaringan interstisial 
Keadaan yang mirip dengan syok hipovolemik
FASE HIPERDINAMIK
 Tanda-tanda khas :
 Gambaran resistensi vaskuler perifer ↓
 Cardiac Out put yang meningkat

 Gejala yang tampak


 Tensi N/
 Nadi cepat
 Produksi urin ↓
 Perbedaan oksigen arterial – vena ↓
 Mental confusion
 Hiperventilasi
FASE HIPODINAMIK
 Tanda khas
 Hilangnya plasma ke jaringan interstisial  mirip syok
hipovolemik
 CO ↓ ok volume darah dan venous return ↓
 Gejala yang nampak
 Tensi ↓
 Nadi semakin cepat
 Produksi urin makin ↓
 Kulit dingin dan lembab
 Kesadaran gelisah dan menurun
 Hiperventilasi terus berlangsung
HIPERVENTILASI
 Terjadi sejak fase hiperdinamik/ early
 Akibat meningkatnya metabolisme sel
 Kebutuhan O2 meningkat
 Penumpukan hasil metabolisme t.u CO2
 CO2 dalam darah  pusat pernafasan

 hiperventilasi
HIPOVOLEMIK
Menyebabkan perubahan mikrosirkuler
1. Fase kompensasi
 Kontraksi klep prekapiler  tek filtrasi ↓ cairan
kembali masuk ke vaskuler
2. Fase distress sel
 klep perikapiler tetap menutup, AV shunt akan
membuka  darah langsung ke vena
 Sel-sel hipoksia  distress sel  histamin keluar
 klep poskapiler menutup  memperlambat
aliran darah kapiler
 Kapiler bad yang kosong  vasokonstriksi
4. Fase Dekompensasi
 Terjadi kematian sel
 Penumpukan bahan metabolit dan asidosis lokal 
klep prekapiler membuka
 Klep postkapiler tetap menutup
 Vasokonstriksi yang lama  kerusakan sel endotel 
permeabilitas kapiler
 Saat klep prekapiler membuka  cairan dan protein
akan lolos ke ruang interstitial,
 Kapiler berisi butir darah merah yang beraglutinasi,
lekosit dan trombosit tertimbun di venule  asidosis
>>
 Permeabilitas kapiler dan penyediaan energi ↓ 
gangguan sodium pump  Na, Cl, H2O  masuk ke
sel  sel bengkak
5. Fase pemulihan
 Bila volume darah pulih kembali pada saat fase
dekompensasi maka klep pre dan postkapiler
membuka kembali
GEJALA KLINIS PERITONITIS
 Nyeri abdomen :
 Karakteristik nyeri mengarahkan kepada penyebab
peritonitis
 Biasanya bermula pada lokal peritoneum yang
inflamasi kemudian menyebar ke sebagian besar
permukaan peritoneum
 Sifat nyeri biasanya, menetap, seperti terbakar,
bertambah berat bila bergerak
 Nausea , kadang dengan Muntah
 Anoreksia
 Haus dan oligouria
 Demam atau panas
PEMERIKSAAN FISIK
 Ku : tanda-tanda hipovolemik, septik syok,
dan syok.
 Tanda Vital
 Perhatikan pada pasien dengan penurunan
kesadaran,penggunaan obat-obat analgetik
atau kortikosteroid, toksik dan enchepalopati
metabolik, spinal injuri dan pasien post
operasi
STATUS LOKALIS REGIO
ABDOMEN
 Inspeksi:
 Cembung dapat disebabkan adanya distended usus
halus oleh karena ileus paralitik
 Palpasi :
 Nyeritekan (lokal atau difus),
 DM oleh karena adanya reflek otot spasme
 Auskultasi
 BUmenurun sampai hilang oleh karena adanya ileus
paralitik
 Perkusi:
 PH menghilang  penumpukan udara
RADIOLOGI
X -FPA 2 posisi
 Obliterasi peritoneal fat line dan psoas
shadow  peritoneum edema
 Air-filled loop pada usus , dengan gambaran
penebalan dan dinding yang opaque  usus
edema dan ileus paralitik
 Free intraperitoneal air  perforasi

USG, CT scan Abdomen, MRI tidak digunakan


secara rutin
PERFORASI GASTER
LABORATORIUM
 Darah rutin  lekositosis
 Urin rutin
 Elektrolit
 Ureum dan Creatinin
 BGA
RUJUKAN
1. Hiyama T.D, Bennion S.R, Peritonitis and intra peritoneal
abcess in Maingot’s Abdominal operation,New Jersey,
apleton-Lange: 1997
2. Anderson R. Peritonitis, Barkeley, A.D.A.M inc. 2001
3. Schecter PW, Peritoneum and acute abdomen in Surgery
Basic Science and Clinical Evidence, New York, Springer-
Verlag, 2001
4. Setyadi K, Perbandingan Antara Skor APACHE IIdengan dan
tanpa Pemeriksaan BGA sebagai nilai Prognostik Pada Kasus
Peritonitis Generalisata Skunder, Semarang, FK UNDIP, 1998
5. Adhi. M, APACHE II Tanpa Analisa Gas Darah sebagai prediksi
Mortalitas Kasus-Kasus Peritonitis Generalisata Yang
Mengalami Pembedahan di RS Dr. Kariadi Semarang,
Semarang, FK UNDIP, 1993
6. Fry. ED, Peritonitis, New York, Futura Pub. Com, 1993

Anda mungkin juga menyukai