Anda di halaman 1dari 198

240921

RANCANGAN
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ….. TAHUN …..
TENTANG
RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERBATASAN LAUT LEPAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa sesuai dengan Pasal 7A ayat (2) dan Pasal 43 Ayat 5
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan
Pasal 245 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang, Rencana Zonasi Kawasan
Strategis Nasional diintegrasikan ke dalam Rencana Tata Ruang
Kawasan Strategis Nasional.

Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
294, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5603);
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6573);
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008
Tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 177);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
-1-
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 77, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6042);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2019 tentang
Rencana Tata Ruang Laut (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2019 Nomor 89, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6345);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 31, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6633);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG


RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERBATASAN NEGARA
DENGAN LAUT LEPAS

BAB I
KETENTUAN UMUM DAN CAKUPAN KAWASAN

Bagian Kesatu
Ketentuan Umum

Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:


1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut,
dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai
satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain
hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
hidupnya.
-2-
2. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya
ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek
fungsional.
3. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
selanjutnya disebut Wilayah Negara, adalah salah satu
unsur negara yang merupakan satu kesatuan wilayah
daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan laut
teritorial dan beserta dasar laut dan tanah dibawahnya,
serta ruang udara diatasnya, termasuk seluruh sumber
kekayaan yang terkandung didalamnya.
4. Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem
darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan
laut.
5. Batas Wilayah Negara adalah Garis batas yg merupakan
pemisah kedaulatan suatu negara yang didasarkan atas
hukum internasional.
6. Garis Batas Klaim Maksimum adalah garis batas maksimum
laut yang belum disepakati yang berbatasan dengan laut
lepas (high seas) yang diklaim secara unilateral oleh
Indonesia dan telah digambarkan dalam peta Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
7. Pulau-Pulau Kecil Terluar yang selanjutnya disingkat PPKT
adalah pulau-pulau kecil yang memiliki titik-titik dasar
koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal laut
kepulauan sesuai dengan hukum internasional dan
nasional.
8. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
9. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan Tata Ruang.
10. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman,
susunan pusat pertumbuhan kelautan, dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi Masyarakat yang secara hierarkis
memiliki hubungan fungsional.
11. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu
wilayah perairan, daratan dan wilayah yurisdiksi yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
-3-
12. Laut Lepas adalah merupakan semua bagian dari laut yang
tidak termasuk dalam zona ekonomi eksklusif, dalam laut
teritorial atau dalam perairan pedalaman suatu negara, atau
dalam perairan kepulauan suatu negara kepulauan.
13. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah suatu area diluar
dan berdampingan dengan Laut Teritorial Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang
mengatur mengenai perairan Indonesia dengan batas
terluar 200 (dua ratus) mil laut dari garis pangkal dari
mana lebar laut teritorial diukur.
14. Laut Teritorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 (dua
belas) mil laut yang diukur dari garis pangkal Kepulauan
Indonesia.
15. Landas Kontinen Indonesia adalah meliputi dasar laut dan
tanah dibawahnya dari area di bawah permukaan laut yang
terletak di luar laut teritorial, sepanjang kelanjutan alamiah
wilayah daratan hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau
hingga suatu jarak 200 (dua ratus) mil laut dari garis
pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur, dalam hal
pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut,
hingga paling jauh 350 (tiga ratus lima puluh) mil laut
sampai dengan jarak 100 (seratus) mil laut dari garis
kedalaman 2.500 (dua ribu lima ratus) meter.
16. Alur Laut Kepulauan Indonesia yang selanjutnya disingkat
ALKI adalah alur laut yang ditetapkan sebagai alur untuk
pelaksanaan hak lintas alur laut kepulauan berdasarkan
konvensi hukum laut internasional.
17. Alur Pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman,
lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap
aman dan selamat untuk dilayari.
18. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
19. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung
atau budidaya.
20. Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh
sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara,
-4-
pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya,
dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah
ditetapkan sebagai warisan dunia.
21. Kawasan Perbatasan di Wilayah Negara yang Berbatasan
dengan Laut Lepas yang selanjutnya disebut Kawasan
Perbatasan Laut Lepas adalah bagian dari Wilayah Negara
yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah
Indonesia di samudera Hindia, dalam hal Batas Wilayah
Negara di darat, Kawasan Perbatasan berada di kecamatan-
kecamatan di Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera Utara,
Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Bengkulu, Provinsi
Lampung, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi
Jawa Tengah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi
Jawa Timur, Provinsi Bali, dan Provinsi Nusa Tenggara
Barat.
22. Kawasan Pendukung adalah kawasan perkotaan di sekitar
Kawasan Perbatasan Negara yang mendukung fungsi
Kawasan Perbatasan Negara atau sebagai satu kesatuan
sistem pengembangan wilayah dengan Kawasan Perbatasan
Negara.
23. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai
kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
24. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
25. Kawasan Budi Daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan
potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan
sumber daya buatan.
26. Kawasan Hutan adalah suatu wilayah tertentu yang ditunjuk
dan/atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan
keberadaannya sebagai hutan tetap
27. Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup
di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan
maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan
-5-
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan
yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
28. Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan
kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan
prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh
perusahaan Kawasan Industri.
29. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disingkat PKN
adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa
provinsi.
30. Pusat Kcgiatan Wilayah yang selanjutnya disingkat PKW
adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota
31. Cekungan Air Tanah yang selanjutnya disingkat CAT adalah
suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat
semua kejadian hidrogeologis, seperti proses pengimbuhan,
pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.
32. Wilayah Sungai yang selanjutnya disingkat WS adalah
kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu
atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil
yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2 (dua
ribu kilometer persegi).
33. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS
adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang
berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air
yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara
alamiah, yang batas di darat merupakan pemisah topografis
dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan.
34. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah
area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam, dengan mempertimbangkan aspek fungsi
ekologis, resapan air, ekonomi, sosial, budaya, dan estetika.
35. Sistem Penyediaan Air Minum yang selanjutnya disingkat
SPAM adalah satu kesatuan sarana prasarana air minum.
-6-
36. Instalasi Pengolahan Air Limbah yang selanjutnya disingkat
IPAL adalah sistem yang berfungsi untuk mengolah air
limbah yang dikumpulkan melalui sistem perpipaan.
37. Tempat Penampungan Sementara yang selanjutnya
disingkat TPS adalah tempat sebelum sampah diangkut
ketempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat
pengolahan sampah terpadu.
38. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu yang selanjutnya
disingkat TPST adalah tempat dilaksanakannya kegiatan
pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran
ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.
39. Tempat Pemrosesan Akhir yang selanjutnya disingkat TPA
adalah tempat untuk memproses dan mengembalikan
sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan
lingkungan.
40. Daerah Irigasi yang selanjutnya disingkat DI adalah
kesatuan wilayah atau hamparan tanah yang mendapatkan
air dari satu jaringan irigasi, terdiri dari areal (hamparan
tanah yang akan diberi air), bangunan utama jaringan irigasi
(saluran dan bangunannya).
41. Sumber Daya Kelautan adalah sumber daya laut, baik yang
dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui
yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif serta
dapat dipertahankan dalam jangka Panjang.
42. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau
perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat
kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang
dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, baik naik
turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa
terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan
fasilitas keselataman dan keamanan pelayaran dan kegiatan
penunjang Pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan
intra dan antarmoda transportasi.
43. Pelabuhan Perikanan adalah tempat yang terdiri atas
daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas
tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat
kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar
-7-
muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.
44. Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan
meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari
garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan
pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau,
dan laguna.
45. Garis Pantai adalah pertemuan antara daratan dengan
lautan yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
46. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan
didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan
oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah
Daerah.
47. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam
rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau
dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara
pengurugan, pengeringan lahan, atau drainase.
48. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang
merupakan kesatuan utuh, menyeluruh dan saling
mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan,
stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.
49. Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan
lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan
manusia dan makhluk hidup lain yang ada didalamnya.
50. Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah kemampuan
lingkungan hidup menyerap zat, energi, dan atau komponen
lain yang masuk atau dimasukkan kedalamnya.
51. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang adalah kesesuaian
antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan
rencana tata ruang.
52. Koefisien Wilayah Terbangun yang selanjutnya disingkat
KWT adalah angka persentase luas kawasan atau blok
peruntukan yang terbangun terhadap luas kawasan atau
luas kawasan blok peruntukan seluruhnya di dalam suatu
kawasan atau blok peruntukan yang direncanakan.
53. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB
adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh
lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah
-8-
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai
dengan rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan
lingkungan.
54. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB
adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh
lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah
perencanaan yang dikuasai sesuai dengan rencana tata
ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
55. Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya disingkat KDH
adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh
ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukan
bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai
dengan rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan
lingkungan.
56. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB
adalah garis yang tidak boleh dilampaui oleh denah
bangunan ke arah garis sempadan jalan.
57. Jaringan Jalan Arteri Primer adalah jaringan jalan yang
menghubungkan secara berdayaguna antarpusat kegiatan
nasional, antara pusat kegiatan nasional dan pusat kegiatan
wilayah, dan/atau pusat kegiatan nasional dan/atau pusat
kegiatan wilayah dengan bandar udara pusat penyebaran
skala pelayanan primer/sekunder/tersier dan pelabuhan
internasional/nasional.
58. Jaringan Jalan Kolektor Primer adalah jaringan jalan yang
menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan
wilayah dan antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat
kegiatan lokal.
59. Jalan Bebas Hambatan adalah jalan yang ditetapkan dalam
rangka memperlancar arus lalu lintas dengan cara
mengendalikan jalan masuk secara penuh dan tanpa adanya
persimpangan sebidang serta dilengkapi dengan pagar ruang
jalan.
60. Forum Penataan Ruang adalah wadah di tingkat pusat dan
daerah yang bertugas untuk membantu Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah dengan memberikan pertimbangan
dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang.
-9-
61. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang
termasuk Masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau
pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam
penyelenggaraan penataan ruang.
62. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik
Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
63. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.
64. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan dalam bidang penataan ruang.
65. Gubernur adalah Kepala Pemerintahan Provinsi.
66. Bupati atau Walikota adalah Kepala Pemerintahan
Kabupaten atau Kota.

Bagian Kedua
Cakupan Kawasan

(1) Kawasan Perbatasan Laut Lepas merupakan kawasan


perbatasan negara di laut.
(2) Kawasan Perbatasan Negara di laut sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi kecamatan yang memiliki garis pantai,
kecamatan yang merupakan satu kesatuan pengembangan
wilayah pulau/kepulauan, kecamatan yang merupakan satu
kesatuan administrasi wilayah kota, kecamatan yang
merupakan entry-exit point, kecamatan yang memiliki fungsi
pertahanan dan keamanan, dan wilayah laut dari garis pantai
hingga batas yuridiksi.
(3) Selain Kawasan Perbatasan Negara di laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur kawasan perkotaan di sekitar
Kawasan Perbatasan Negara yang mendukung fungsi
Kawasan Perbatasan Negara atau sebagai satu kesatuan
- 10 -
sistem pengembangan wilayah, yang selanjutnya disebut
Kawasan Pendukung.
(4) Kawasan Perbatasan Laut Lepas sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) meliputi:
a. Provinsi Aceh, terdiri atas:
1. 5 (lima) kecamatan yang meliputi Kecamatan Pulo
Aceh, Kecamatan Peukan Bada, Kecamatan
Lhoknga, Kecamatan Leupung, dan Kecamatan
Lhoong di Kabupaten Aceh Besar;
2. 8 (delapan) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Jaya, Kecamatan Indra Jaya, Kecamatan Sampoiniet,
Kecamatan Darul Hikmah, Kecamatan Setia Bhakti,
Kecamatan Krueng Sabee, Kecamatan Panga, dan
Kecamatan Teunom di Kabupaten Aceh Jaya;
3. 4 (empat) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Arongan Lambalek, Kecamatan Samatiga, Kecamatan
Johan Pahlawan, dan Kecamatan Meureubo di
Kabupaten Aceh Barat;
4. 4 (empat) kecamatan yang meliputi Kecamatan Kuala
Pesisir, Kecamatan Tadu Raya, Kecamatan Tripa
Makmur, dan Kecamatan Darul Makmur di
Kabupaten Nagan Raya;
5. 7 (tujuh) kecamatan yang meliputi Kecamatan Babah
Rot, Kecamatan Kuala Batee, Kecamatan Susoh,
Kecamatan Setia, Kecamatan Tangan-Tangan,
Kecamatan Manggeng, dan Kecamatan Lembah Sabil
di Kabupaten Aceh Barat Daya;
6. 13 (tiga belas) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Labuhan Haji Barat, Kecamatan Labuhan Haji,
Kecamatan Labuhan Haji Timur, Kecamatan
Meukek, Kecamatan Sawang, Kecamatan Samadua,
Kecamatan Tapaktuan, Kecamatan Pasi Raja,
Kecamatan Kluet Utara, Kecamatan Kluet Selatan,
Kecamatan Bakongan, Kecamatan Bakongan Timur,
dan Kecamatan Trumon di Kabupaten Aceh Selatan;
7. 10 (sepuluh) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Alapan, Kecamatan Simeulue Barat, Kecamatan
Salang, Kecamatan Simeulue Tengah, Kecamatan
- 11 -
Simeulue Cut, Kecamatan Teluk Dalam, Kecamatan
Teupah Barat, Kecamatan Simeulue Timur,
Kecamatan Teupah Tengah, dan Kecamatan Teupah
Selatan di Kabupaten Simeulue; dan
8. 6 (enam) kecamatan yang meliputi Kecamatan Pulau
Banyak, Kecamatan Pulau Banyak Barat, Kecamatan
Kuala Baru, Kecamatan Singkil, Kecamatan Singkil
Utara, dan Kecamatan Danau Paris di Kabupaten
Aceh Singkil.
b. Provinsi Sumatera Utara, terdiri atas:
1. 13 (tiga belas) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Manduamas, Kecamatan Andam Dewi, Kecamatan
Barus, Kecamatan Sosorgadong, Kecamatan Sorkam
Barat, Kecamatan Sorkam, Kecamatan Kolang,
Kecamatan Tapian Nauli, Kecamatan Sarudik,
Kecamatan Pandan, Kecamatan Badiri, Kecamatan
Pinangsori, dan Kecamatan Lumut di Kabupaten
Tapanuli Tengah;
2. 4 (empat) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Sibolga Utara, Kecamatan Sibolga Kota, Kecamatan
Sibolga Sambas, dan Kecamatan Sibolga Selatan di
Kota Sibolga;
3. 11 (sebelas) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Sawo, Kecamatan Lotu, Kecamatan Tuhemberua,
Kecamatan Lahewa, Kecamatan Lahewa Timur,
Kecamatan Sitolu Ori, Kecamatan Namohalu Esiwa,
Kecamatan Afulu, Kecamatan Alasa, Kecamatan
Alasa Talumuzoi, dan Kecamatan Tugala Oyo di
Kabupaten Nias Utara;
4. 6 (enam) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Gunungsitoli Utara, Kecamatan Gunungsitoli Alo’oa,
Kecamatan Gunungsitoli, Kecamatan Gunungsitoli
Barat, Kecamatan Gunungsitoli Selatan, dan
Kecamatan Gunungsitoli Idanoi di Kota Gunungsitoli;
5. 10 (sepuluh) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Hiliduho, Kecamatan Botomuzoi, Kecamatan Hili
Seerangkai, Kecamatan Gido, Kecamatan Sogae’adu,
Kecamatan Ma’u, Kecamatan Somolo-molo,
- 12 -
Kecamatan Idanogawo, Kecamatan Ulugawo, dan
Kecamatan Bawolato di Kabupaten Nias;
6. 8 (delapan) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Mandrehe Utara, Kecamatan Moro’o, Kecamatan
Mandrehe, Kecamatan Lolofitu Moi, Kecamatan
Mandrehe Barat, Kecamatan Ulu Moro’o, Kecamatan
Lahomi, dan Kecamatan Sirombu di Kabupaten Nias
Barat;
7. 35 (tiga puluh lima) kecamatan yang meliputi
Kecamatan Huruna, Kecamatan Hilisalawa’ahe,
Kecamatan Onohazumba, Kecamatan Lolomatua,
Kecamatan Lolowau, Kecamatan Ulunoyo,
Kecamatan Umbunasi, Kecamatan Ulu Idanotae,
Kecamatan Hilimegai, Kecamatan Gomo, Kecamatan
Boronadu, Kecamatan Idanotae, Kecamatan O’ou,
Kecamatan Ulususua, Kecamatan Somambawa,
Kecamatan Sidua’ori, Kecamatan Mazo, Kecamatan
Susua, Kecamatan Amandraya, Kecamatan Aramo,
Kecamatan Lahusa, Kecamatan Mazino, Kecamatan
Toma, Kecamatan Maniamolo, Kecamatan Fanayama,
Kecamatan Onolalu, Kecamatan Luahagundre
Maniamolo, Kecamatan Teluk Dalam, Kecamatan
Pulau-pulau Batu Timur, Kecamatan Pulau-Pulau
Batu Utara, Kecamatan Pulau-Pulau Batu,
Kecamatan Simuk, Kecamatan Pulau-pulau Batu
Barat, Kecamatan Tanah Masa, dan Kecamatan
Hibala di Kabupaten Nias Selatan;
8. 1 (satu) kecamatan yaitu Kecamatan Muara Batang
Toru di Kabupaten Tapanuli Selatan; dan
9. 3 (tiga) kecamatan yang meliputi Kecamatan Muara
Batang Gadis, Kecamatan Natal, dan Kecamatan
Batahan di Kabupaten Mandailing Natal.
c. Provinsi Sumatera Barat, terdiri atas:
1. 6 (enam) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Sungaiberemas, Kecamatan Koto Balingka,
Kecamatan Sungaiaur, Kecamatan Sasak Ranah
Pasisir, Kecamatan Kinali, dan Kecamatan Luhak
Nan Duo di Kabupaten Pasaman Barat;
- 13 -
2. 1 (satu) kecamatan yaitu Kecamatan Tanjung Mutiara
di Kabupaten Agam;
3. 6 (enam) kecamatan yang meliputi Kecamatan Batang
Gasan, Kecamatan Sungai Limau, Kecamatan V Koto
Kampung Dalam, Kecamatan Nan Sabaris,
Kecamatan Ulakan Tapakis, dan Kecamatan Batang
Anai di Kabupaten Padang Pariaman;
4. 10 (sepuluh) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Siberut Barat, Kecamatan Siberut Utara, Kecamatan
Siberut Tengah, Kecamatan Siberut Selatan,
Kecamatan Siberut Barat Daya, Kecamatan Sipora
Utara, Kecamatan Sipora Selatan, Kecamatan Pagai
Utara, Kecamatan Sikakap, dan Kecamatan Pagai
Selatan di Kabupaten Kepulauan Mentawai;
5. 11 (sebelas) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Koto XI Tarusan, Kecamatan Bayang, Kecamatan IV
Jurai, Kecamatan Batang Kapas, Kecamatan Sutera,
Kecamatan Lengayang, Kecamatan Ranah Pesisir,
Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Airpura,
Kecamatan Pancung Soal, dan Kecamatan Silaut di
Kabupaten Pesisir Selatan;
6. 3 (tiga) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Pariaman Utara, Kecamatan Pariaman Tengah, dan
Kecamatan Pariaman Selatan di Kota Pariaman;
7. 6 (enam) kecamatan yang meliputi Kecamatan Koto
Tangah, Kecamatan Padang Utara, Kecamatan
Padang Barat, Kecamatan Padang Selatan,
Kecamatan Lubuk Begalung, dan Kecamatan Bungus
Teluk Kabung di Kota Padang.
d. Provinsi Bengkulu, terdiri atas:
1. 7 (tujuh) kecamatan yang meliputi Kecamatan XIV
Koto, Kecamatan Kota Mukomuko, Kecamatan Air
Dikit, Kecamatan Teramang Jaya, Kecamatan Pondok
Suguh, Kecamatan Ipuh, dan Kecamatan Air Rami di
Kabupaten Mukomuko;
2. 7 (tujuh) kecamatan yang meliputi Kecamatan Putri
Hijau, Kecamatan Ketahun, Kecamatan Batik Nau,
Kecamatan Lais, Kecamatan Air Besi, Kecamatan Air
- 14 -
Napal, dan Kecamatan Enggano di Kabupaten
Bengkulu Utara;
3. 1 (satu) kecamatan yaitu Kecamatan Pondok Kelapa
di Kabupaten Bengkulu Tengah;
4. 6 (enam) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Sukaraja, Kecamatan Air Periukan, Kecamatan
Seluma Selatan, Kecamatan Ilir Talo, Kecamatan Talo
Kecil, dan Kecamatan Semidang Alas Maras di
Kabupaten Seluma;
5. 6 (enam) kecamatan yang meliputi Kecamatan Pino
Raya, Kecamatan Kota Manna, Kecamatan Pasar
Manna, Kecamatan Manna, Kecamatan Bunga Mas,
dan Kecamatan Kedurang Ilir di Kabupaten Bengkulu
Selatan;
6. 7 (tujuh) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Tanjung Kemuning, Kecamatan Semidang Gumay,
Kecamatan Kaur Tengah, Kecamatan Tetap,
Kecamatan Kaur Selatan, Kecamatan Maje, dan
Kecamatan Nasal di Kabupaten Kaur;
7. 6 (enam) kecamatan yang melilputi Kecamatan Muara
Bangka Hulu, Kecamatan Sungai Serut, Kecamatan
Teluk Segara, Kecamatan Ratu Samban, Kecamatan
Ratu Agung, dan Kecamatan Kampung Melayu di
Kota Bengkulu.
e. Provinsi Lampung, terdiri atas:
1. 11 (sebelas) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Lemong, Kecamatan Pesisir Utara, Kecamatan Karya
Penggawa, Kecamatan Pulaupisang, Kecamatan Way
Krui, Kecamatan Pesisir Tengah, Kecamatan Krui
Selatan, Kecamatan Pesisir Selatan, Kecamatan
Ngambur, Kecamatan Bengkunat, dan Kecamatan
Ngaras di Kabupaten Pesisir Barat;
2. 9 (sembilan) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Pematang Sawa, Kecamatan Semaka, Kecamatan
Wonosobo, Kecamatan Kota Agung Barat, Kecamatan
Kota Agung, Kecamatan Kota Agung Timur,
Kecamatan Limau, Kecamatan Cukuh Balak, dan
Kecamatan Klumbayan di Kabupaten Tanggamus;
- 15 -
3. 4 (empat) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Punduh Pidada, Kecamatan Marga Punduh,
Kecamatan Padang Cermin, dan Kecamatan Teluk
Pandan di Kabupaten Pesawaran;
4. 6 (enam) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Katibung, Kecamatan Sidomulyo, Kecamatan
Kalianda, Kecamatan Raja Basa, Kecamatan
Bakauheni, dan Kecamatan Penengahan di
Kabupaten Lampung Selatan;
5. 4 (empat) kecamatan yang meliputi Kecamatan Teluk
Betung Timur, Kecamatan Teluk Betung Selatan,
Kecamatan Bumi Waras, dan Kecamatan Panjang di
Kota Bandar Lampung.
f. Provinsi Banten, terdiri atas:
1. 2 (dua) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Cinangka dan Kecamatan Anyar di Kabupaten
Serang;
2. 10 (sepuluh) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Sumur, Kecamatan Cimanggu, Kecamatan Cibitung,
Kecamatan Cikeusik, Kecamatan Cigeulis,
Kecamatan Panimbang, Kecamatan Pagelaran,
Kecamatan Sukaresmi, Kecamatan Labuan dan
Kecamatan Carita di Kabupaten Pandeglang;
3. 6 (enam) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Wanasalam, Kecamatan Malingping, Kecamatan
Cihara, Kecamatan Panggarangan, Kecamatan Bayah
dan Kecamatan Cilograng di Kabupaten Lebak;
4. 4 (empat) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Pulomerak, Kecamatan Gerogol, Kecamatan
Ciwandan, dan Kecamatan Citangkil di Kota Cilegon.
g. Provinsi Jawa Barat, terdiri atas:
1. 9 (sembilan) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Cisolok, Kecamatan Cikakak, Kecamatan
Palabuhanratu, Kecamatan Simpenan, Kecamatan
Ciemas, Kecamatan Ciracap, Kecamatan Surade,
Kecamatan Cibitung, dan Kecamatan Tegalbuleud di
Kabupaten Sukabumi;
2. 3 (tiga) kecamatan yang meliputi Kecamatan
- 16 -
Agrabinta, Kecamatan Sindangbarang dan
Kecamatan Cidaun di Kabupaten Cianjur;
3. 7 (tujuh) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Caringin, Kecamatan Bungbulang, Kecamatan
Mekarmukti, Kecamatan Pakenjeng, Kecamatan
Cikelet, Kecamatan Pemeungpeuk dan Kecamatan
Cibalong di Kabupaten Garut;
4. 3 (tiga) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Cipatujah, Kecamatan Karangnunggal dan
Kecamatan Cikalong di Kabupaten Tasikmalaya;
5. 6 (enam) Kecamatan yang meliputi Kecamatan
Cimerak, Kecamatan Cijulang, Kecamatan Parigi,
Kecamatan Sidamulih, Kecamatan Pangandaran dan
Kecamatan Kalipucang di Kabupaten Pangandaran.
h. Provinsi Jawa Tengah, terdiri atas:
1. 6 (enam) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Cilacap Selatan, Kecamatan Cilacap Utara,
Kecamatan Kesugihan, Kecamatan Adipala,
Kecamatan Binangun, dan Kecamatan Nusawungu di
Kabupaten Cilacap;
2. 8 (delapan) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Ayah, Kecamatan Buayan, Kecamatan Puring,
Kecamatan Petanahan, Kecamatan Klirong,
Kecamatan Buluspesantren, Kecamatan Ambal dan
Kecamatan Mirit di Kabupaten Kebumen;
3. 3 (tiga) kecamatan yang meliputi Kecamatan Grabag,
Kecamatan Ngombol dan Kecamatan Purwodadi di
Kabupaten Purworejo;
4. 1 (satu) kecamatan yaitu Kecamatan Paranggupito di
Kabupaten Wonogiri.
i. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terdiri atas:
1. 4 (empat) kecamatan yang melliputi Kecamatan
Temon, Kecamatan Wates, Kecamatan Panjatan dan
Kecamatan Galur di Kabupaten Kulon Progo;
2. 3 (tiga) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Srandakan, Kecamatan Sanden dan Kecamatan
Kretek di Kabupaten Bantul;
3. 6 (enam) kecamatan yang meliputi Kecamatan
- 17 -
Purwosari, Kecamatan Panggang, Kecamatan
Saptosari, Kecamatan Tanjungsari, Kecamatan
Tepus, dan Kecamatan Girisubo di Kabupaten
Gunung Kidul.
j. Provinsi Jawa Timur, terdiri atas:
1. 7 (tujuh) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Donorojo, Kecamatan Pringkuku, Kecamatan Pacitan,
Kecamatan Kebonagung, Kecamatan Tulakan,
Kecamatan Ngadirojo dan Kecamatan Sudimoro di
Kabupaten Pacitan;
2. 3 (tiga) kecamatan yang meliputi Kecamatan Panggul,
Kecamatan Munjungan dan Kecamatan Watulimo di
Kabupaten Trenggalek;
3. 4 (empat) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Besuki, Kecamatan Tanggunggunung, Kecamatan
Kalidawir dan Kecamatan Pucanglaban di Kabupaten
Tulungagung;
4. 4 (empat) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Bakung, Kecamatan Wonotirto, Kecamatan
Panggungrejo dan Kecamatan Wates di Kabupaten
Blitar;
5. 6 (enam) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Donomulyo, Kecamatan Bantur, Kecamatan
Gedangan, Kecamatan Sumbermanjing Wetan,
Kecamatan Tirtoyudo dan Kecamatan Ampelgading di
Kabupaten Malang;
6. 6 (enam) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Tempursari, Kecamatan Candipuro, Kecamatan
Pasirian, Kecamatan Tempeh, Kecamatan Kunir dan
Kecamatan Yosowilangun di Kabupaten Lumajang;
7. 6 (enam) kecamatan yang meliputi Kecamatan Puger,
Kecamatan Wuluhan, Kecamatan Ambulu,
Kecamatan Tempurejo, Kecamatan Kencong dan
Kecamatan Gumukmas di Kabupaten Jember;
8. 10 (sepuluh) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Pesanggaran, Kecamatan Siliragung, Kecamatan
Bangorejo, Kecamatan Purwoharjo, Kecamatan
Tegaldlimo, Kecamatan Banyuwangi, Kecamatan
- 18 -
Blimbingsari, Kecamatan Kabat, Kecamatan
Kalipuro, dan Kecamatan Muncar di Kabupaten
Banyuwangi.
k. Provinsi Bali, terdiri atas:
1. 5 (lima) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Jembrana, Kecamatan Mendoyo, Kecamatan
Pekutatan, Kecamatan Melaya dan Kecamatan
Negara di Kabupaten Jembrana;
2. 6 (enam) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Salemadeg Barat, Kecamatan Selemadeg, Kecamatan
Salamadeg Timur, Kecamatan Kerambitan,
Kecamatan Tabanan dan Kecamatan Kediri di
Kabupaten Tabanan;
3. 4 (empat) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Mengwi, Kecamatan Kuta Utara, Kecamatan Kuta
Selatan, dan Kecamatan Kuta di Kabupaten Badung;
4. 3 (tiga) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Sukawati, Kecamatan Blahbatuh dan Kecamatan
Gianyar di Kabupaten Gianyar;
5. 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Manggis dan
Kecamatan Karangasem di Kabupaten Karangasem;
6. 4 (empat) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Banjarangkan, Kecamatan Klungkung, Kecamatan
Nusa Penida dan Kecamatan Dawan di Kabupaten
Klungkung;
7. 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Denpasar
Selatan dan Kecamatan Denpasar Timur di Kota
Denpasar.
l. Provinsi Nusa Tenggara Barat, terdiri atas:
1. 4 (empat) kecamatan yaitu Kecamatan Sekotong,
Kecamatan Lembar, Kecamatan Labuapi, dan
Kecamatan Gerung di Kabupaten Lombok Barat;
2. 4 (empat) kecamatan yang meliputi Kecamatan Praya
Barat Daya, Kecamatan Praya Barat, Kecamatan
Pujut, dan Kecamatan Praya Timur di Kabupaten
Lombok Tengah;
3. 1 (satu) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Jerowaru di Kabupaten Lombok Timur;
- 19 -
4. 5 (lima) kecamatan yang meliputi Kecamatan Poto
Tano, Kecamatan Taliwang, Kecamatan Maluk,
Kecamatan Sekongkang, dan Kecamatan Jereweh di
Kabupaten Sumbawa Barat.
5. 6 (enam) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Lunyuk, Kecamatan Ropang, Kecamatan Plampang,
Kecamatan Labangka, Kecamatan Empang, dan
Kecamatan Tarano di Kabupaten Sumbawa;
6. 4 (empat) kecamatan yang mellputi Kecamatan Woja,
Kecamatan Hu’u, Kecamatan Pajo, dan Kecamatan
Dompu di Kabupaten Dompu;
7. 4 (empat) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Parado, Kecamatan Monta, Kecamatan Langgudu dan
Kecamatan Lambu di Kabupaten Bima;
8. 2 (dua) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Ampenan, dan Kecamatan Sekarbela di Kota
Mataram.
(5) Pulau-Pulau Kecil Terluar di Kawasan Perbatasan Laut Lepas
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf f, meliputi:
a. PPKT di pulau Sumatera, terdiri atas :
1. Pulau Bateeleblah (Pulau Benggala) di Kecamatan
Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh;
2. Pulau Raya di Kecamatan Sampoiniet, Kabupaten
Aceh Jaya, Provinsi Aceh;
3. Pulau Salaut Besar di Kecamatan Alafan, Kabupaten
Simeulue, Provinsi Aceh
4. Pulau Simeulue Cut (Pulau Simeulucut) di
Kecamatan Simeulue Tengah, Kabupaten Simeuleu,
Provinsi Aceh;
5. Pulau Simuk di Kecamatan Pulau-pulau Batu,
Kabupaten Nias Selatan, Provinsi Sumatera Utara;
6. Pulau Wunga di Kecamatan Afulu, Kabupaten Nias
Utara, Provinsi Sumatera Utara;
7. Pulau Niau (Pulau Sinyau-nyau) di Kecamatan
Siberut Barat Daya, Kabupaten Kepulauan
Mentawai, Provinsi Sumatera Barat;
8. Pulau Pagai Utara di Kecamatan Pagai Utara,
Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera
- 20 -
Barat;
9. Pulau Sibaru-baru di Kecamatan Pagai Selatan,
Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera
Barat;
10. Pulau Enggano di Kecamatan Enggano Kabupaten
Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu;
11. Pulau Mega di Kecamatan Putri Hijau; Kabupaten
Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu dan
12. Pulau Bertuah (Pulau Batu Kecil) di Kecamatan
Bengkunat, Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi
Lampung.
b. PPKT di pulau Jawa, terdiri atas :
1. Pulau Deli di Kecamatan Cikeusik, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten;
2. Pulau Karangpabayan (Pulau Karang Pabayan) di
Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Provinsi
Banten;
3. Pulau Guhakolak di Kecamatan Sumur, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten;
4. Pulau Batukolotok di Kecamatan Cikalong,
Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat;
5. Pulau Nusamanuk (Pulau Manuk) di Kecamatan
Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa
Barat;
6. Pulau Nusakambangan di Kecamatan Cilacap
Selatan, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah;
7. Pulau Ngekel (Pulau Sekel) di Kecamatan Watulimo,
Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur;
8. Pulau Nusabarong di Kecamatan Puger di
Kecamatan Puger, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa
Timur; dan
9. Pulau Panihan (Pulau Panikan) di Kecamatan
Munjungan, Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa
Timur.
c. PPKT di pulau Bali, meliputi Pulau Nusapenida di
Kecamatan Nusapenida, Kabupaten Klungkung, Provinsi
Bali.
- 21 -
d. PPKT di pulau Nusa Tenggara Barat, meliputi Pulau Gili
Sepatang (Pulau Sophialouisa) di Kecamatan Sekotong,
Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
(6) Kawasan Laut di Kawasan Perbatasan Laut Lepas
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf f, meliputi
perairan Selat Sunda, Selat Bali, Selat Lombok, dan perairan
selatan Pulau Jawa dan perairan barat Pulau Sumatera serta
perairan Landas Kontinen Indonesia dan/atau Zona Eksklusif
Indonesia.
(7) Kawasan Pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
meliputi:
a. 5 (lima) kecamatan yang meliputi Kecamatan Kuranji,
Kecamatan Lubuk Kilangan, Kecamatan Nanggalo,
Kecamatan Padang Timur, dan Kecamatan Pauh di Kota
Padang.
b. 1 (satu) kecamatan yang meliputi Kecamatan Pariaman
Timur di Kota Pariaman.
c. 3 (tiga) kecamatan yang meliputi Kecamatan Gading
Cempaka, Kecamatan Selebar, dan Kecamatan Singaran
Pati di Kota Bengkulu.
d. 16 (enam belas) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Enggal, Kecamatan Kedamaian, Kecamatan Kedaton,
Kecamatan Kemiling, Kecamatan Labuhan Ratu,
Kecamatan Langkapura, Kecamatan Rajabasa,
Kecamatan Sukabumi, Kecamatan Sukarame,
Kecamatan Tanjung Senang, Kecamatan Tanjungkarang
Barat, Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Kecamatan
Tanjungkarang Timur, Kecamatan Telukbetung Barat,
Kecamatan Telukbetung Utara, dan Kecamatan Way
Halim di Kota Bandar Lampung.
e. 4 (empat) kecamatan yang meliputi Kecamatan Cibeber,
Kecamatan Cilegon, Kecamatan Jombang, dan
Kecamatan Purwakarta di Kota Cilegon.
f. 2 (dua) kecamatan yang meliputi Kecamatan Denpasar
Barat dan Kecamatan Denpasar Utara di Kota Denpasar.
g. 4 (empat) kecamatan yang meliputi Kecamatan
Cakranegara, Kecamatan Mataram, Kecamatan
Sandubaya, dan Kecamatan Selaprang di Kota Mataram.
- 22 -

BAB II
PERAN DAN FUNGSI RENCANA TATA RUANG KAWASAN
PERBATASAN LAUT LEPAS

Bagian Kesatu
Peran dan Fungsi Rencana Tata Ruang

Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Laut Lepas berperan


sebagai:
a. alat operasionalisasi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
dan Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah; dan
b. alat koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan program
pembangunan di Kawasan Perbatasan Laut Lepas.

Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Laut Lepas


berfungsi sebagai pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan di Kawasan
Perbatasan Laut Lepas;
b. perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang di Kawasan
Perbatasan Laut Lepas;
c. perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan
perkembangan antar wilayah kabupaten/kota, serta
keserasian antar sektor di Kawasan Perbatasan Laut
Lepas;
d. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi,
kegiatan yang bernilai penting dan strategis nasional di
Kawasan Perbatasan Laut Lepas;
e. penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota di
Kawasan Perbatasan Laut Lepas;
f. pengelolaan Kawasan Perbatasan Laut Lepas;
g. perwujudan keterpaduan rencana pengembangan
Kawasan Perbatasan Laut Lepas dengan kawasan
sekitarnya; dan
h. pemberian arahan rencana pola ruang untuk rencana tata
ruang wilayah provinsi di Kawasan Perbatasan Laut Lepas
- 23 -
terkait ruang laut.

BAB III
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
KAWASAN PERBATASAN LAUT LEPAS

Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang

Penataan Ruang Kawasan Perbatasan Laut Lepas bertujuan


untuk mewujudkan:
a. kawasan pertahanan dan keamanan negara yang menjamin
keutuhan, kedaulatan, dan ketertiban wilayah negara yang
berbatasan dengan laut lepas;
b. kawasan budidaya yang mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat; dan
c. kawasan berfungsi lindung yang lestari.

Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang

(1) Kebijakan untuk mewujudkan Kawasan Perbatasan Laut


Lepas sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a,
berupa:
a. penegasan dan penetapan batas yuridiksi laut dan
pengamanan batas negara;
b. pengembangan wilayah pertahanan yang terintegrasi
dengan kegiatan di lingkungan sekitarnya; dan
c. penetapan dan pengembangan pusat pelayanan sebagai
pusat pertahanan dan keamanan negara di Kawasan
Perbatasan Laut Lepas.
(2) Kebijakan untuk mewujudkan Kawasan Perbatasan Laut
Lepas sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b berupa:
a. pengembangan kawasan industri yang mendorong
pertumbuhan ekonomi wilayah;
- 24 -
b. pengembangan kawasan pariwisata yang berbasis wisata
bahari dan budaya lokal;
c. pengembangan kawasan ekonomi kelautan yang berbasis
potensi kelautan dan pesisir;
d. pengembangan sistem jaringan transportasi untuk
meningkatkan aksesibilitas antarpusat pelayanan
Kawasan Perbatasan Negara dengan Laut Lepas dan
mendukung fungsi ekonomi wilayah,serta pertahanan
dan keamanan negara;
e. pengembangan prasarana energi, telekomunikasi,
sumber daya air yang handal untuk mendukung pusat
pelayanan dan kawasan budi daya; dan
f. pengembangan prasarana dan sarana dasar
permukiman.
(3) Kebijakan untuk mewujudkan Kawasan Perbatasan Laut
Lepas sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf c berupa:
a. pemertahanan kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya;
b. pemertahanan kawasan perlindungan setempat;
c. pemertahanan kawasan konservasi;
d. pemertahanan kawasan lindung geologi;
e. pemertahanan kawasan lindung lainnya; dan
f. pengendalian perkembangan Kawasan Budi Daya
terbangun di kawasan rawan bencana

Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang

(1) Strategi dari kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


6 ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. menegaskan titik dasar;
b. menetapkan batas zona ekonomi eksklusif di
Samudera Hindia (laut barat Sumatera dan laut
selatan Jawa); dan
c. menetapkan batas landas kontinen di Samudera
Hindia (laut barat Sumatera dan laut selatan Jawa).
(2) Strategi dari kebijakan sebagaimana dimaksud dalam pasal
- 25 -
6 ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. mengembangkan pangkalan Tentara Nasional
Indonesia serta sarana dan prasarana pendukungnya;
b. mengembangkan pos pengamanan perbatasan serta
sarana dan prasarana pendukungnya; dan
c. mengembangkan pangkalan Badan Keamanan Laut
serta sarana dan prasarana pendukungnya
(3) Strategi dari kebijakan sebagaimana dimaksud dalam pasal
6 ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. menetapkan dan mengembangkan pusat pelayanan
utama yaitu pelayanan kepabeanan, imigrasi,
karantina dan keamanan, perdagangan
antarnegara/antarpulau, pariwisata, industri
pengolahan, ekonomi kelautan, serta simpul
transportasi; dan
b. menetapkan dan mengembangkan pusat pelayanan
penyangga yang memiliki fungsi utama yaitu simpul
transportasi regional dan perdagangan regional

(1) Strategi dari kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


6 ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. mengembangkan kawasan industri terpadu yang
dilengkapi dengan fasilitas pengolahan limbah
industri; dan
b. mengembangkan pusat pelayanan Kawasan
Perbatasan Negara dengan Laut Lepas sebagai pusat
pelayanan industri.
(2) Strategi dari kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. mengembangkan kawasan pariwisata yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana;
b. meningkatkan konektivitas antara kawasan pariwisata
dengan pusat pelayanan Kawasan Perbatasan Negara
dengan Laut Lepas; dan
c. mengembangkan pusat pelayanan Kawasan
Perbatasan Negara dengan Laut Lepas sebagai pusat
pelayanan pariwisata
- 26 -
(3) Strategi dari kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (2) huruf c terdiri atas:
a. mengembangkan kawasan perikanan tangkap dan
budi daya yang didukung dengan prasarana dan
sarana;
b. mengembangkan kawasan industri pengolahan dan
industri jasa perikanan yang bernilai tambah dan
ramah lingkungan; dan
c. mengembangkan pusat pelayanan Kawasan
Perbatasan Laut Lepas sebagai pusat pelayanan
ekonomi kelautan.
(4) Strategi dari kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (2) huruf d terdiri atas:
a. mengembangkan jaringan jalan yang terpadu dengan
pelabuhan/dermaga dan/atau bandar udara;
b. mengembangkan jaringan jalur kereta api untuk
meningkatkan aksesibilitas pusat pelayanan Kawasan
Perbatasan Negara dengan Laut Lepas;
c. mengembangkan jaringan transportasi penyeberangan
yang dapat meningkatkan keterkaitan antarwilayah
serta membuka keterisolasian wilayah termasuk PPKT
berpenghuni; dan
d. mengembangkan pelabuhan dan bandar udara untuk
melayani Kawasan Perbatasan Laut Lepas, khususnya
untuk meningkatkan perdagangan ekspor dan/atau
antarpulau.
(5) Strategi dari kebijakan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 6
ayat (2) huruf e terdiri atas:
a. mengembangkan prasarana energi di Kawasan
Perbatasan Laut Lepas, termasuk PPKT berpenghuni;
b. mengembangkan prasarana telekomunikasi di
Kawasan Perbatasan Laut Lepas, termasuk PPKT
berpenghuni; dan
c. mengembangkan prasarana sumber daya air di
Kawasan Perbatasan Laut Lepas, termasuk PPKT
berpenghuni.
(6) Strategi dari kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (2) huruf f dilakukan dengan:
- 27 -
a. mengembangkan prasarana dan sarana dasar
permukiman perkotaan; dan
b. mengembangkan prasarana dan sarana dasar
permukiman pedesaan.

(1) Strategi dari kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


6 ayat (3) huruf a terdiri atas:
a. merehabilitasi dan mempertahankan kawasan hutan
lindung;
b. mempertahankan kawasan lindung gambut; dan
c. mempertahankan kawasan resapan air.
(2) Strategi dari kebijakan sebagaimana dimaksud dalam pasal
6 ayat (3) huruf b terdiri atas:
a. merehabilitasi sempadan pantai termasuk di PPKT
yang mengalami degradasi;
b. mengendalikan kegiatan budi daya yang berpotensi
merusak sempadan pantai dan mundurnya garis
pangkal;
c. mengembangkan prasarana pemecah gelombang
pada kawasan rawan abrasi;
d. mempertahankan dan mengembangkan vegetasi
pesisir untuk mencegah abrasi di wilayah pesisir
termasuk PPKT;
e. mempertahankan dan mengembangkan pantai
berhutan bakau di wilayah pesisir termasuk PPKT;
f. mempertahankan sempadan sungai; dan
g. mempertahankan kawasan sekitar danau/waduk
(3) Strategi dari kebijakan sebagaimana dimaksud dalam pasal
6 ayat (3) huruf c terdiri atas:
a. mempertahankan kawasan suaka alam;
b. mempertahankan kawasan pelestarian alam;
c. mempertahankan kawasan taman buru; dan
d. mempertahankan kawasan konservasi di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil.
(4) Strategi dari kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (3) huruf d dilakukan dengan:
a. mempertahankan kawasan cagar alam geologi; dan
- 28 -
b. mempertahankan kawasan yang memberikan
perlindungan terhadap air tanah.
(5) Strategi dari kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (3) huruf e dilakukan dengan:
a. mempertahankan kawasan cagar biosfer;
b. mempertahankan kawasan perlindungan plasma
nuftah;
c. mempertahankan kawasan pengungsian satwa;
d. mempertahankan kawasan terumbu karang; dan
e. mempertahankan kawasan koridor bagi jenis satwa
atau biota yang dilindungi.
(6) Strategi dari kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (3) huruf f dilakukan dengan:
a. mengendalikan pemanfaatan ruang pada Kawasan
Budi Daya terbangun pada kawasan rawan bencana;
b. mengembangkan prasarana dan sarana yang adaptif
terhadap dampak bencana alam;
c. mengembangkan sistem peringatan dini pada
kawasan permukiman perkotaan dan permukiman
perdesaan di kawasan rawan bencana; dan
d. mengembangkan dan merehabilitasi tempat dan jalur
evakuasi bencana pada kawasan permukiman
perkotaan dan permukiman perdesaan di kawasan
rawan bencana

BAB IV
RENCANA STRUKTUR RUANG
KAWASAN PERBATASAN LAUT LEPAS

Bagian Kesatu
Umum

(1) Rencana Struktur Ruang ditetapkan dengan tujuan untuk


meningkatkan fungsi pusat-pusat pelayanan, kualitas dan
jangkauan pelayanan jaringan prasarana dalam rangka
menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
- 29 -
(2) Rencana Struktur Ruang berfungsi sebagai penunjang dan
penggerak kegiatan sosial ekonomi Masyarakat yang secara
hierarki memiliki hubungan fungsional.
(3) Rencana Struktur Ruang sebagaimana dimaksud ayat (1)
terdiri atas:
a. rencana sistem pusat pelayanan perbatasan laut lepas;
dan
b. rencana sistem jaringan prasarana dan sarana.

Bagian Kedua
Rencana Sistem Pusat Pelayanan

Rencana sistem pusat pelayanan di kawasan perbatasan laut


lepas sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (3) huruf a
terdiri atas:
a. pusat pelayanan utama; dan
b. pusat pelayanan penyangga.

Paragraf 1
Pusat Pelayanan Utama

(1) Pusat pelayanan utama sebagaimana dimaksud pada pasal


11 huruf a merupakan kawasan perkotaan sebagai pusat
kegiatan utama yang berfungsi untuk meningkatkan
pelayanan pertahanan dan keamanan negara serta
mendorong pengembangan ekonomi Kawasan Perbatasan
Laut Lepas, ditetapkan dengan kriteria:
a. pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos
pemeriksaan lintas batas dan berfungsi sebagai pintu
gerbang internasional;
b. pusat perkotaan yang pangkalan pertahanan dan
keamanan;
c. pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan
ekonomi yang dapat mendorong perkembangan
kawasan di sekitarnya;
d. pusat perkotaan yang merupakan simpul utama
transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya
- 30 -
(2) Pusat Pelayanan Utama sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan di:
a. PKW Meulaboh;
b. PKW Gunung Sitoli;
c. PKW Sibolga;
d. PKN Palapa;
e. PKW Tuapejat;
f. PKN Bengkulu;
g. PKN Bandarlampung;
h. PKN Cilegon;
i. PKN Cilacap;
j. PKW Wates;
k. PKW Banyuwangi;
l. PKN Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar,
Tabanan (Sarbagita);
m. PKN Mataram.
(3) PKW Meulaboh sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a memiliki fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara;
b. pusat pelayanan pendidikan dan industri;
c. pusat kegiatan perdagangan dan jasa;
d. pusat kegiatan pariwisata;
e. pusat pelayanan transportasi laut dan penyeberangan
nasional;
f. pusat pelayanan sistem angkutan umum penumpang
regional.
(4) PKW Gunung Sitoli sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b memiliki fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan perdagangan dan jasa;
b. pusat kegiatan pendidikan;
c. pusat pelayanan transportasi laut dan penyeberangan
nasional;
d. pusat kegiatan perikanan;
e. pusat ]elayanan transportasi udara nasional;
f. pusat kegiatan pariwisata.
(5) PKW Sibolga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
c memiliki fungsi sekurang-kurangnya :
a. pusat transportasi laut dan penyeberangan nasional;
- 31 -
b. pusat pertumbuhan ekonomi terpadu;
c. pusat pelayanan sistem angkutan umum penumpang
regional.
(6) PKN Palapa sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf d
memiliki fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan perdagangan dan jasa;
b. pusat pelayanan kepabeanan, imigrasi, karantina, dan
keamanan;
c. pusat transportasi laut dan penyeberangan
internasional dan nasional;
d. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara;
e. pusat pelayanan sistem angkutan umum penumpang
regional; dan
f. pusat kegiatan industry.
(7) PKW Tuapejat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
e memiliki fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan perdagangan dan jasa;
b. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara;
c. pusat kegiatan pertanian;
d. pusat kegiatan perikanan;
e. pusat pelayanan transportasi laut dan penyeberangan
nasional.
(8) PKN Bengkulu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf f memiliki fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat pelayanan kepabeanan, imigrasi, karantina, dan
keamanan;
b. pusat kegiatan perdagangan dan jasa;
c. pusat transportasi laut dan penyeberangan
internasional dan nasional;
d. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara;
e. pusat pelayanan sistem angkutan umum penumpang
regional.
(9) PKN Bandar Lampung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf g memiliki fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara;
b. pusat kegiatan perdagangan dan jasa;
c. pusat pelayanan transportasi laut dan penyeberangan
nasional;
- 32 -
d. pusat kegiatan pariwisata; dan
e. pusat kegiatan industri.
(10) PKN Cilegon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
h memiliki fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan;
b. pusat kegiatan perdagangan dan jasa;
c. pusat pelayanan kepabeanan, karantina dan imigrasi;
d. pusat pelayanan pemerintah provinsi;
e. pusat pelayanan transportasi laut internasional dan
nasional;
f. pusat pelayanan sistem angkutan umum penumpang
regional; dan
g. pusat kegiatan industri.
(11) PKN Cilacap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
i memiliki fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan;
b. pusat kegiatan perdagangan dan jasa;
c. pusat pelayanan kepabeanan, karantina dan imigrasi;
d. pusat pelayanan pemerintah provinsi;
e. pusat pelayanan transportasi laut internasional dan
nasional.
(12) PKW Wates sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
j memiliki fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat pelayananan pertahanan dan keamanan;
b. pusat kegiatan perdagangan dan jasa;
c. pusat pelayanan pemerintahan kabupaten;
d. pusat pelayanan sistem angkutan umum penumpang
regional.
(13) PKW Banyuwangi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf k memiliki fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan;
b. pusat kegiatan perdagangan dan jasa;
c. pusat pelayanan pemerintahan kabupaten;
d. pusat pelayanan transportasi laut nasional;
e. pusat pelayanan transportasi udara nasional.
(14) PKN Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar,
Tabanan (Sarbagita) sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf l memiliki fungsi sekurang-kurangnya:
- 33 -
a. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara;
b. pusat kegiatan perdagangan dan jasa;
c. pusat pelayanan kepabeanan, karantina, dan imigrasi;
d. pusat pelayanan pemerintahan provinsi;
e. pusat pelayanan transportasi laut internasional dan
nasional;
f. pusat kegiatan pariwisata.
(15) PKN Mataram sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf m memiliki fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara;
b. pusat kegiatan perdagangan dan jasa;
c. pusat pelayanan pemerintahan provinsi;
d. pusat pelayanan sistem angkutan umum penumpang
regional.
Paragraf 2
Pusat Pelayanan Penyangga

(1) Pusat pelayanan penyangga sebagaimana dimaksud pada


Pasal 11 huruf b merupakan kawasan perkotaan yang
berfungsi sebagai pendukung pusat pelayanan utama.
Pusat Pelayanan Penyangga sebagaimana dimaksud di
pasal ayat, ditetapkan dengan kriteria:
a. pusat perkotaan yang pangkalan pertahanan dan
keamanan;
b. pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan
ekonomi yang dapat mendorong perkembangan
kawasan di sekitarnya; dan
c. pusat perkotaan yang merupakan simpul utama
transportasi yang menghubungkan wilayah
sekitarnya.
(2) Pusat Pelayanan Penyangga sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan di:
a. PKL Sinabang, Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh;
b. PKL Singkil, Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh;
c. PKL Natal, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi
Sumatera Utara;
d. PKL Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan, Provinsi
- 34 -
Sumatera Utara;
e. PKW Muara Siberut, Kabupaten Kepulauan Mentawai,
Provinsi Sumatera Barat;
f. PKL Sikakap, Kabupaten Kepulauan Mentawai,
Provinsi Sumatera Barat;
g. PKW Muko Muko, Kabupaten Muko-muko, Provinsi
Bengkulu;
h. PKW Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi
Bengkulu;
i. PKL Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi
Bengkulu;
j. PKW Kota Agung, Kabupaten Tanggamus, Provinsi
Lampung;
k. PKL Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi
Banten;
l. PKW Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi
Jawa Barat;
m. PKW Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Provinsi
Jawa Barat;
n. PKW Pacitan, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur;
o. PPL Puger, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur;
p. PKW Negara, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali;
q. PKL Karangasem, Kabupaten Karangasem, Provinsi
Bali;
r. PPL Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa
Tenggara Barat; dan
s. PKL Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi
Nusa Tenggara Barat.
(3) PKL Sinabang dimaksud pada ayat (2) huruf a memiliki
fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara;
b. pusat pelayanan transportasi laut dan penyeberangan
regional;
c. pusat kegiatan perdagangan dan jasa; dan
d. pusat kegiatan perikanan.
(4) PKL Singkil dimaksud pada ayat (2) huruf b memiliki fungsi
sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara;
- 35 -
b. pusat pelayanan transportasi laut dan penyeberangan
regional; dan
c. pusat transportasi udara nasional.
(5) PKL Natal dimaksud pada ayat (2) huruf c memiliki fungsi
sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara; dan
b. pusat pelayanan transportasi laut dan penyeberangan
regional.
(6) PKL Teluk Dalam dimaksud pada ayat (2) huruf d memiliki
fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara;
b. pusat pelayanan transportasi laut dan penyeberangan
regional; dan
c. pusat transportasi udara nasional.
(7) PKW Muara Siberut dimaksud pada ayat (2) huruf e
memiliki fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara;
b. pusat kegiatan perdagangan dan jasa;
c. pusat pelayanan transportasi laut dan penyeberangan
regional;
d. pusat transportasi udara nasional;
e. pusat kegiatan perikanan; dan
f. pusat kegiatan pariwisata.
(8) PKL Sikakap dimaksud pada ayat (2) huruf f memiliki
fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara;
(9) PKW Muko Muko dimaksud pada ayat (2) huruf g memiliki
fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat pelayanan pertahanan dan keamanan;
b. pusat kegiatan perdagangan dan jasa;
c. pusat pemerintahan;
d. pusat industri perkebunan;
e. pusat pelayanan pariwisata;
f. pusat pelayanan kegiatan perikanan tangkap dan
budidaya;
g. pusat pelayanan perdagangan dan jasa regional dan
lokal
h. pusat pelayanan simpul transportasi dan komunikasi
- 36 -
(10) PKW Manna dimaksud pada ayat (2) huruf h memiliki
fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara; dan
b. pusat kegiatan perdagangan dan jasa.
(11) PKL Enggano dimaksud pada ayat (2) huruf i memiliki
fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara;
b. pusat pelayanan transportasi laut dan penyeberangan
regional;
c. pusat transportasi udara nasional; dan
d. pusat kegiatan pariwisata.
(12) PKW Kota Agung dimaksud pada ayat (2) huruf j memiliki
fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara;
b. pusat kegiatan perdagangan dan jasa;
c. pusat pelayanan transportasi laut dan penyeberangan
regional;
d. pusat kegiatan pariwisata; dan
e. pusat kegiatan industri.
(13) PKL Panimbang dimaksud pada ayat (2) huruf k memiliki
fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan;
b. pusat pelayanan pemerintah kabupaten;
c. pusat pelayanan transportasi udara nasional;
d. pusat kegiatan ekonomi;
e. pusat kegiatan pariwisata.
(14) PKL Pelabuhanratu dimaksud pada ayat (2) huruf l
memiliki fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan;
b. pusat pelayanan pemerintah kabupaten;
c. pusat pelayanan transportasi laut nasional.
(15) PKW Pangandaran dimaksud pada ayat (2) huruf m
memiliki fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan;
b. pusat kegiatan perdagangan dan jasa;
c. pusat pelayanan pemerintah kabupaten;
d. pusat pelayanan transportasi laut nasional; dan
e. pusat kegiatan pariwisata.
- 37 -
(16) PKW Pacitan dimaksud pada ayat (2) huruf n memiliki
fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan;
b. pusat kegiatan perdagangan dan jasa;
c. pusat pelayanan pemerintahan kabupaten;
d. pusat pelayanan sistem angkutan umum penumpang
regional; dan
e. pusat kegiatan pariwisata.
(17) PPL Puger dimaksud pada ayat (2) huruf o memiliki
fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan; dan
b. pusat pemerintahan.
(18) PKW Negara dimaksud pada ayat (2) huruf p memiliki
fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan;
b. pusat kegiatan perdagangan dan jasa; dan
c. pusat pemerintahan.
(19) PKL Karangasem dimaksud pada ayat (2) huruf q
memiliki fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan;
b. pusat pelayanan pemerintahan kabupaten; dan
c. pusat pelayanan pariwisata.
(20) PPL Pujut dimaksud pada ayat (2) huruf r memiliki fungsi
sekurang-kurangnya:
a. pusat pelayananan pertahanan dan keamanan;
b. pusat pelayanan kepabeanan, karantina, dan imigrasi;
c. pusat pelayanan transportasi udara internasional dan
nasional;
d. pusat pelayanan pariwisata; dan
e. pusat kegiatan ekonomi.
(21) PKL Taliwang dimaksud pada ayat (2) huruf s memiliki
fungsi sekurang-kurangnya:
a. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan; dan
b. pusat kegiatan industri.

Bagian Ketiga
Rencana Sistem Jaringan Prasarana
- 38 -

Rencana sistem jaringan prasarana sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 16 ayat (3) huruf b meliputi:
a. sistem jaringan transportasi;
b. sistem jaringan energi;
c. sistem jaringan telekomunikasi;
d. sistem jaringan sumber daya air; dan
e. sistem jaringan prasarana perkotaan.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi

(1) Sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 14 huruf a ditetapkan dalam rangka meningkatkan
kualitas dan jangkauan pelayanan pergerakan orang dan
barang/jasa serta berfungsi sebagai pendorong
pertumbuhan ekonomi.
(2) Penyediaan sistem jaringan transportasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penyediaan
sarana transportasi massal antarwilayah.
(3) Sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas:
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan perkeretaapian;
c. sistem jaringan transportasi laut; dan
d. sistem jaringan transportasi udara.
(4) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a terdiri atas:
a. sistem jaringan jalan; dan
b. sistem jaringan transportasi angkutan sungai dan
penyeberangan.
(5) Sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf a terdiri atas:
a. jaringan jalan; dan
b. lalu lintas dan angkutan jalan.
(6) Sistem jaringan transportasi sungai dan penyeberangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b terdiri atas:
- 39 -
a. jaringan transportasi sungai; dan
b. jaringan transportasi penyeberangan.
(7) Sistem jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf b terdiri atas:
a. jaringan jalur kereta api;
b. stasiun kereta api; dan
c. fasilitas operasi kereta api.
(8) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf c terdiri atas:
a. tatanan kepelabuhanan nasional;
b. tatanan kepelabuhanan perikanan;
c. pelabuhan lainnya; dan
d. alur pelayaran di Laut.
(9) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf d terdiri atas:
a. tatanan kebandarudaraan; dan
b. ruang udara untuk penerbangan.

Sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15


ayat (4) huruf a terdiri atas:
a. Jaringan Jalan Arteri Primer;
b. Jaringan Jalan Kolektor Primer; dan
c. Jaringan Jalan Bebas Hambatan.

Jaringan Jalan Arteri Primer sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 16 huruf a meliputi:
a. Simpang Rima - Bts. Kota Banda Aceh/Aceh Besar;
b. Bts. Kab. Tapanuli Utara – Bts. Kota Sibolga;
c. Jln. D.I. Panjaitan (Sibolga);
d. Jln. Ke Tarutung (Sibolga);
e. Lubuk Alung - Simp. Duku;
f. Jln. Adinegoro (Padang);
g. Bandara International Minangkabau (BIM) - Simp.
Duku;
h. Padang Bypass II (Baru);
i. Jln. Prof. Dr. Hamka (Padang);
- 40 -
j. Bts. Kota Padang - Jln. Simp. Haru;
k. Padang Bypass I;
l. Bukit Putus - Teluk Bayur (Padang);
m. Nakau - Air Sebakul (Bengkulu);
n. Jln. Akses Pelabuhan (Bengkulu) (Pg.Dewa-P.Baai);
o. Nakau - Bts. Kota Kepahiang;
p. Sp. Tj. Karang - Sp. Tiga Teluk Ambon (Jln. Soekarno
Hatta (B.Lampung);
q. Sp. Tiga Teluk Ambon - Km.10 (Panjang) (B.
Lampung);
r. Km.10 (Panjang) - Bts. Kota (Sukamaju) (B. Lampung);
s. Jln. Malahayati (B. Lampung);
t. Jln. Tengiri (B. Lampung);
u. Sp. Teluk Betung - Sp. Pelabuhan Panjang (B.
Lampung);
v. Sp. Pelabuhan Panjang - Km. 10;
w. Sukamaju - Sp. Kalianda;
x. Sp. Kalianda – Bakauheni;
y. Merak - Bts. Kota Cilegon;
z. Jln. Akses Tol Merak;
aa. Sp. 3 Jeruk Legi - Bts. Kota Cilacap;;
bb. Jln. Tentara Pelajar (Cilacap);
cc. Jln. Nusantara (Cilacap);
dd. Jln. Mt. Haryono (Cilacap);
ee. Jln. Panjaitan (Cilacap);
ff. Jln. Sudirman Barat (Cilacap);
gg. Jln. Yos Sudarso (Cilacap);
hh. Jln. Niaga (Cilacap);
ii. Jln. Lingkar (Cilacap);
jj. Jln. Soekarno-Hatta (Cilacap);
kk. Jln. Urip Sumoharjo (Cilacap);
ll. Slarang – Kesugihan;
mm. Kesugihan - Maos – Sampang;
nn. Jln. Penyu (Cilacap);
oo. Bts. Kota Cilacap – Slarang;
pp. Bts. Banyumas Tengah – Kebumen;
qq. Jln. Lingkar Selatan Kebumen;
rr. Kebumen – Prembun;
- 41 -
ss. Jln. Lingkar Selatan Purworejo - Karangnongko (Bts.
Prov. DIY);
tt. Karang Nongko (Bts. Prov. Jateng) – Toyan;
uu. Toyan - Bts. Kota Wates;
vv. Jln. Chudori (Wates);
ww. Bts. Kota Wates – Milir;
xx. Jln. Kol. Sugiyono (Wates);
yy. Bajulmati (Bts.Kab. Situbondo) – Ketapang;
zz. Jln. Basuki Rakhmat (Banyuwangi);
aaa. Jln. Yos Sudarso (Banyuwangi);
bbb. Jln. Gatot Subroto (Banyuwangi);
ccc. Gilimanuk – Cekik;
ddd. Cekik - Bts. Kota Negara;
eee. Jln. A. Yani - Jln. Udayana (Negara);
fff. Bts. Kota Negara – Pekutatan;
ggg. Jln. Sudirman, Gajahmada (Negara);
hhh. Pekutatan – Antosari;
iii. Antosari - Bts. Kota Tabanan;
jjj. Simp. Kediri - Pesiapan (Tabanan);
kkk. Jln. A. Yani (Tabanan);
lll. Bts. Kota Tabanan – Mengwitani;
mmm. Mengwitani - Bts. Kota Denpasar;
nnn. Simp. Kuta - Tugu Ngurah Rai;
ooo. Sp. Lap. Terbang (Dps) - Tugu Ngurah Rai;
ppp. Denpasar – Tuban;
qqq. Simpang Kuta - Simp. Pesanggaran;
rrr. Simp.Pesanggaran - Gerbang Benoa;
sss. Siimpang Pesanggaran -- Siimpang Sanur;
ttt. Simpang Sanur - Simpang Tohpati;
uuu. Sp.Cokroaminoto – Sp.Tohpati (Jln. G. Subroto
Timur);
vvv. Sp. Pantai Siut – Kosamba;
www. Sp. Tohpati – Sp. Pantai Siut;
xxx. Kosamba (Bts. Kab. Karangasem) – Angentelu;
yyy. Angentelu – Padangbai;
zzz. Jln. Adi Sucipto / Ampenan – Selaparang;
aaaa. Jln. Teguh Faisal (Mataram);
bbbb. Jln. Tgh. Saleh Hambali (Dasan Cermin – Bengkel);
- 42 -
cccc. Dasan Cermin – Rumak;
dddd. Mataram – Gerung;
eeee. Rumak – Bts. Kota Gerung;
ffff. Jln. Gatot Subroto 1 (Gerung);
gggg. Jln. A. Yani 2 (Gerung);
hhhh. Lingkar Kota Gerung / Jln. Imam Bonjol;
iiii. Gerung – Kuripan;
jjjj. Pl. Pototano – Simpang Negara;
kkkk. PAL IV (Km 4.00) – Km 70.00;
llll. Km. 70.00 – Bts. Kab. Dompu (Km.130. Sbw);
mmmm. Bts. Kab. Dompu (Km.130.Sbw) – Banggo;
nnnn. Banggo – Bts. Kota Dompu;
oooo. Bts. Kota Dompu – Sila;
pppp. Raba – Sape (Labuhan Bajo);
qqqq. Sp. Penunjak – Tanah Awu (Bandara Internasional
Lombok); dan
rrrr. Sulin – Sp. Penunjak.

Jaringan Jalan Kolektor Primer sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 16 huruf b meliputi:
a. Jln. Iskandar Muda (Meulaboh)
b. Jln. Manek Roe (Meulaboh)
c. Bts. Kota Meulaboh - Bts. Aceh Barat/Nagan
Raya
d. Jln. Nasional (Meulaboh)
e. Jln. Gajah Mada (Meulaboh)
f. Bts. Aceh Jaya/Aceh Barat - Kota Meulaboh
g. Jln. Singgah Mata (Akses Terminal) (Meulaboh)
h. Jln. Arah Ke Tapaktuan (Meulaboh)
i. Bts. Nagan Raya/Abdya - Blang Pidie
j. Blang Pidie - Bts. Abdya/Aceh Selatan
k. Bts. Kota Banda Aceh - Bts Aceh Jaya
l. Bts. Aceh Besar - Calang
m. Calang - Bts. Aceh Jaya/Aceh Barat
n. Jln. Jend. Sudirman (Tapaktuan)
o. Bts. Abdya/Aceh Selatan - Tapaktuan
p. Tapaktuan - Bakongan
- 43 -
q. Jln. Tb. Mahmud (Tapaktuan)
r. Jln. Raya Angkasa (Tapaktuan)
s. Bakongan (Km 510) - Bts. Aceh
Selatan/Subulussalam
t. Lipat Kajang - Bts. Prov. Sumut
u. Sinabang - Lasikin - Inor - Nasreuhe
v. Jln. Yos Sudarso (Gunung Sitoli)
w. Jl. Diponegoro (G. Sitoli)
x. Jln. Gomo (Gunung Sitoli)
y. Kuala Tuha - Simpang Peut
z. Simpang Peut - Bts. Nagan Raya/Abdya
aa. Bts. Aceh Barat/Nagan Raya - Kuala Tuha
bb. Bts. Kota Gunung Sitoli - Tetehosi
cc. Tetehosi - Lahusa
dd. Lahusa - Teluk Dalam
ee. Teluk Dalam - Lolowau
ff. Sp. Aek Rambe - Singkuang
gg. Natal - Simp. Gambir
hh. Singkuang - Natal
ii. Jln. Ade Irma Suryani (Sibolga)
jj. Jln. Sutoyo (Sibolga)
kk. Jln. Oswald Siahaan (Sibolga)
ll. Jln. F.L. Tobing (Sibolga)
mm. Jln. Sisingamangaraja (Sibolga)
nn. Jln. Horas (Sibolga)
oo. Rampa - Poriaha / Mungkur
pp. Bts. Prov. Aceh - Saragih - Manduamas - Barus
qq. Barus - Bts. Kota Sibolga
rr. Bts. Kota Sibolga - Bts. Kab. Tapteng/Tapsel
ss. Jln. Bukit Putus - Bts. Kota Padang (Padang)
tt. Jln. Siti Manggopoh (Pariaman)
uu. By Pass Pariaman (Kota Pariaman)
vv. Jln. Zaini (Pariaman)
ww. Jln. Ahmad Dahlan (Pariaman)
xx. Jln. Soekarno - Hatta (Pariaman)
yy. Manggapoh - Bts. Kota Pariaman
zz. Kuraitaji - Lubuk Alung
aaa. Rokot - Sioban
- 44 -
bbb. Toapejat - Rokot
ccc. Sioban - Katiet
ddd. Tanjung Kemuning - Linau
eee. Linau - Batas Prov. Lampung
fff. Sp. Tiga Jbt. Manula (Km 253.400) - Bts. Prov.
Lampung
ggg. Betungan - Tais
hhh. Betungan - Padang Serai (Bengkulu)
iii. Jln. W.R. Supratman (Bengkulu)
jjj. Jln. Budi Utomo (Bengkulu)
kkk. Sp. Kurawan - K. Bupati (Manna)
lll. Sp. Tiga Kayu Kunyit (Manna) - Tanjung
Kemuning
mmm. Maras - Sp. Kurawan (Manna)
nnn. K. Bupati - Jln. Samsul Bahrun (Manna)
ooo. Jln. Iskandar Baksir (Manna)
ppp. Manna - Bts. Prov. Sumsel
qqq. Jln. A. Yani (Manna)
rrr. Pasar Pedati - Sp. Dprd (Tugu Hiu)
sss. Sp. Dprd (Tugu Hiu) - Sp. Nakau
ttt. Kerkap - Ps. Pedati (S. Hitam)
uuu. Bintunan - Lais
vvv. Lais - Kerkap
www. Seblat - Ketahun
xxx. Ketahun - Ds. Air Limas - Bintunan
yyy. Ipuh - Seblat
zzz. Bantal - Ipuh
aaaa. Batas Prov. Sumbar - Mukomuko
bbbb. Simp. Air Balam - Simp. Empat
cccc. Silaping - Simp. Air Balam
dddd. Simp. Empat - Padang Sawah
eeee. Sp. Gunung Kemala - Krui
ffff. Biha - Bengkunat
gggg. Bengkunat - Sanggi
hhhh. Kota Liwa - Sp. Gunung Kemala
iiii. Bts. Prov. Bengkulu - Pugung Tampak
jjjj. Pugung Tampak - Sp. Gunung Kemala
kkkk. Krui - Biha
- 45 -
llll. Indrapura - Tapan
mmmm. Tapan - Bts. Prov. Bengkulu
nnnn. Bts. Kota Padang - Bts. Kota Painan
oooo. Jln. Ilyas Yakub (Painan)
pppp. Bts. Kota Painan - Kambang
qqqq. Jln. Sutan Syahrir (Painan)
rrrr. Kambang - Indrapura
ssss. Sanggi - Wonosobo
tttt. Jln. Ir. Juanda (Kota Agung)
uuuu. Wonosobo - Kota Agung
vvvv. Batang Toru - Rianiate - Sp. Aek Rambe
wwww. Way Skp. Bunut (Bts.Kab.Lamsel/
Kab.Lamtim) - Sp. Bakauheni
xxxx. Jln. Monginsidi (B. Lampung)
yyyy. Jln. Prof. Dr. Ir. Sutami (B. Lampung)
zzzz. Jln. Teluk Ambon (Bandar Lampung)
aaaaa. Jln. Raya Anyer (Cilegon)
bbbbb. Bts. Kota Cilegon - Pasauran
ccccc. Cibaliung - Cikeusik - Muara Binuangen
ddddd. Pasauran - Labuhan
eeeee. Jl. A. Yani (Labuhan)
fffff. Labuhan - Sp. Labuhan
ggggg. Sp. Labuan - Cibaliung
hhhhh. Cibalung - Sumur
iiiii. Simp. Labuhan - Saketi
jjjjj. Citereup - Tanjung Lesung
kkkkk. Muara Binuangeun - Simpang
lllll. Simpang - Bayah
mmmmm. Bayah - Cibarenok - Bts. Prov. Jabar
nnnnn. Cilaki - Rancabuaya - Cijayana
ooooo. Cijayana - Sp. Cilauteuren
ppppp. Sp. Cileuteuren - Pameungpeuk
qqqqq. Pameungpeuk - Cikaengan
rrrrr. Tegalbuleud (Cibuni) - Argabinta -
Sindangbarang
sssss. Sindangbarang - Cidaun
ttttt. Cidaun - Cisela - Cilaki
uuuuu. Bts. Bandung/Cianjur - Naringgul - Cidaun
- 46 -
vvvvv. Kalapagenep - Cimerak
wwwww. Cimerak - Bts. Kota Pangandaran
xxxxx. Kali Pucang - Bts. Prov. Jateng
yyyyy. Bts. Kota Banjar - Kali Pucang
zzzzz. Jln. Raya Pangandaran (Pangandaran)
aaaaaa. Jln. Merdeka (Pangandaran)
bbbbbb. Pangandaran - Kali Pucang
cccccc. Bagbagan - Jampangkulon
dddddd. Cikembang - Bagbagan
eeeeee. Bts. Prov. Banten (Cibareno) - Cisolok
ffffff. Jln. Raya Cisolok (Sp. Kr. Hawu - Pelabuhan
Ratu)
gggggg. Jln. Raya Citepus (Sp. Kr. Hawu - Pelabuhan
Ratu)
hhhhhh. Jln. Kidang Kencana (Sp. Kr. Hawu -
Pelabuhan Ratu)
iiiiii. Jln. Siliwangi (Sp. Kr. Hawu - Pelabuhan Ratu)
jjjjjj. Jln. Raya Pel. Ratu (Pelabuhan Ratu -
Bagbagan)
kkkkkk. Jampangkulon - Surade
llllll. Surade - Tegalbuleud (Cibuni)
mmmmmm. Cisolok - Sp. Kr. Hawu
nnnnnn. Cipatujah - Kalapagenep
oooooo. Cikaengan - Cipatujah
pppppp. Kretek - Parangtritis
qqqqqq. Bakulan - Kretek
rrrrrr. Jln. W.R. Supratman (Pacitan)
ssssss. Jln. Manggribi (Pacitan)
tttttt. Glonggong - Bts. Kota Pacitan
uuuuuu. Jln. Gatot Subroto (Pacitan)
vvvvvv. Bts. Kota Pacitan - Bts. Kab. Trenggalek
wwwwww. Jln. Jend. Sudirman (Pacitan)
xxxxxx. Ploso - Pacitan - Hadiwarno
yyyyyy. Bts. Kab. Malang - Bts. Kota Lumajang
zzzzzz. Talok - Druju - Sendang Biru
aaaaaaa. Turen - Bts. Kab. Lumajang
bbbbbbb. Bts. Kab. Pacitan - Jarakan (Trenggalek)
ccccccc. Durenan - Pligi
- 47 -
ddddddd. Srono - Muncar
eeeeeee. Jln. Adi Sucipto (Banyuwangi)
fffffff. Jln. A. Yani (Banyuwangi)
ggggggg. Jln. Pb. Sudirman (Banyuwangi)
hhhhhhh. Rogojampi - Bts. Kota Banyuwangi
iiiiiii. Jln. S. Parman (Banyuwangi)
jjjjjjj. Sp.Cokroaminoto - Sp.Kerobokan
kkkkkkk. Kuta - Banjar Taman
lllllll. Tugu Ngurah Rai - Nusa Dua
mmmmmmm. Sp. 3 Mengwi - Beringkit
nnnnnnn. Jimbaran - Uluwatu
ooooooo. Klungkung - Penelokan - Ulundanu
ppppppp. Bts. Kota Singaraja - Mengwitani
qqqqqqq. Cekik - Seririt
rrrrrrr. Blahbatu - Semebaung
sssssss. Jln. Ngurah Rai (Gianyar)
ttttttt. Sp. Tohpati - Sakah
uuuuuuu. Sakah - Blahbatu
vvvvvvv. Jln. Ciung Wanara (Gianyar)
wwwwwww. Bts. Kota Gianyar - Sidan
xxxxxxx. Sakah - Teges - Ubud
yyyyyyy. Teges - Bedahulu - Tampak Siring - Istana
Presiden
zzzzzzz. Semebaung - Bts. Kota Gianyar
aaaaaaaa. Jln. Astina Utara (Gianyar)
bbbbbbbb. Jln. Astina Timur (Gianyar)
cccccccc. Bts. Kota Amlapura - Angentelu
dddddddd. Km 124 Dps (Bon Dalem/Ds. Tembok) - Bts.
Kota Amlapura
eeeeeeee. Jln. Untung Surapati (Amlapura)
ffffffff. Jln. Sudirman - A. Yani (Amlapura)
gggggggg. Jln.Untung Suropati, Flamboyan (Semarapura)
hhhhhhhh. Bts. Kota Klungkung - Kosamba (Bts. Kab.
Karangasem)
iiiiiiii. Sidan - Bts. Kota Klungkung
jjjjjjjj. Jln. Diponegoro (Semarapura)
kkkkkkkk. Jln. Saleh Sungkar 1 (Mataram)
llllllll. Jln. Raya Banjar Getas (Mataram)
- 48 -
mmmmmmmm. Jln. Tm Rais (Mataram)
nnnnnnnn. Jln. Energi (Mataram)
oooooooo. Jln. Dr. Sujono (Mataram)
pppppppp. Jln. Saleh Sungkar 2 (Mataram)
qqqqqqqq. Jln. Hasanudin (Dompu)
rrrrrrrr. Jln. Imam Bonjol (Dompu)
ssssssss. Jln. Sudirman (Dompu)
tttttttt. Jln. Soekarno Hatta (Dompu)
uuuuuuuu. Jln. Achmad Yani (Dompu)
vvvvvvvv. Jln. Syeh Muhamad (Dompu)
wwwwwwww. Jln. Diponegoro/Bts. Kota (Dompu)
xxxxxxxx. Jln. Teuku Umar (Dompu)
yyyyyyyy. Dompu - Hu'u
zzzzzzzz. Jln. Balibunga - Madaprama (Dompu)
aaaaaaaaa. Jln. A. Yani 1 (Gerung)
bbbbbbbbb. Jln. Gatot Subroto 2 (Gerung)
ccccccccc. Sengkol - Kuta
ddddddddd. Praya - Sp. Penunjak
eeeeeeeee. Tanah Awu - Sengkol
fffffffff. Simpang Negara - Taliwang
ggggggggg. Taliwang - Jereweh
hhhhhhhhh. Jereweh - Benete (Pelabuhan)

Jaringan jalan bebas hambatan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 16 huruf c meliputi:
a. Bakauheni - Terbanggi Besar
b. Tangerang - Merak
c. Bali - Manara
d. Banda Aceh - Singkil
e. Bandara Ngurah Rai (Benoa) - Mengwi via Singapadu
f. Gilimanuk - Pekutatan
g. Pekutatan - Soka
h. Soka - Mengwi
i. Gilimanuk - Sumber Klampok
j. Soka - Celukan Bawang
k. Panimbang - Ujung Kulon
l. Rangkasbitung - Merak
- 49 -
m. Serang - Anyer
n. Cileles - Panimbang
o. Bengkulu - Batas Prop.Lampung
p. Padang - Bengkulu
q. Cibadak - Pelabuhanratu
r. Soreang - Ciwidey - Cidaun
s. Jember - Banyuwangi
t. Bajulmati - Ketapang
u. Pelabuhan Panjang - Lematang
v. Bandar Lampung (SS Natar) - Kota Agung
w. Bengkunat - Batas Provinsi Lampung/Bengkulu
x. Kota Agung - Bengkunat
y. Pelabuhan Panjang - Padang Cermin - Sp. Kota Agung
z. Pelabuhan Lembar - Pelabuhan Kayangan
aa. Padang - Sicincin - Bukittingi - Payakumbuh - Bangkinang
- Pekanbaru
bb. Pinangsori - Sicincin
cc. Parapat - Tarutung - Sibolga
dd. Sibolga - Pinangsori
ee. Singkil - Sibolga
ff. Cilacap - Yogyakarta
gg. Kartasura – Kulonprogo
hh. Yogyakarta - Pacitan - Trenggalek - Lumajang

(1) Lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 15 ayat (5) huruf b ditetapkan dalam rangka
mewujudkan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang
aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda
angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional
dan kesejahteraan Masyarakat.
(2) Lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. terminal; dan
b. fasilitas pendukung lalu lintas dan angkutan jalan.

(1) Terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2)


- 50 -
huruf b ditetapkan dalam rangka menunjang kelancaran
pergerakan orang dan/atau barang serta keterpaduan
intramoda dan antarmoda.
(2) Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
terminal penumpang dan terminal barang.
(3) Terminal penumpang berfungsi melayani keterpaduan
terminal dengan pusat kegiatan dan moda transportasi
lainnya.
(4) Terminal penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terdiri terminal penumpang tipe A yang berfungsi melayani
kendaraan umum untuk angkutan antarkota antarprovinsi,
angkutan antarkota dalam provinsi, angkutan kota, dan
angkutan perdesaan meliputi:
a. Terminal Meulaboh di Kecamatan Meureubo pada
Kabupaten Aceh Barat;
b. Terminal Anak Air di Kecamatan Koto Tangah pada
Kota Padang;
c. Terminal Jati Pariaman di Kecamatan Pariaman
Tengah pada Kota Pariaman;
d. Terminal Sibolga di Kecamatan Sibolga Kota pada Kota
Sibolga;
e. Terminal Bakauheni di Kecamatan Bakauheni pada
Kabupaten Lampung Selatan;
f. Terminal Merak di Kecamatan Pulomerak pada Kota
Cilegon;
g. Terminal Labuan di Kecamatan Labuan pada
Kabupaten Pandeglang;
h. Terminal Wates di Kecamatan Wates pada Kabupaten
Kulon Progo;
i. Terminal Pacitan di Kecamatan Pacitan pada
Kabupaten Pacitan;
j. Terminal Sri Tanjung di Kecamatan Kalipuro pada
Kabupaten Banyuwangi;
k. Terminal Mengwi di Kecamatan Mengwi pada
Kabupaten Badung;
l. Terminal Gerung di Kecamatan Gerung pada
Kabupaten Lombok Barat;
(5) Terminal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
- 51 -
terdiri atas.
a. Terminal Barang Meulaboh di Kecamatan Meureubo
pada Kabupaten Aceh Barat;
b. Terminal Barang Krueng Sabee di Kecamatan Krueng
Sabee pada Kabupaten Aceh Jaya;
c. Terminal Barang Labuhanhaji di Kecamatan Labuhan
Hajipada Kabupaten Aceh Selatan;
d. Terminal Barang Tapaktuan di Kecamatan
Tapaktuanpada Kabupaten Aceh Selatan;
e. Terminal Barang Suka Jaya di Kecamatan Simeulue
Timur pada Kabupaten Simeulue;
f. Terminal Barang Simeulue Barat di Kecamatan
Simeulue Barat pada Kabupaten Simeulue;
g. Terminal Barang Tapian Nauli di Kecamatan Tapian
Nauli pada Kabupaten Tapanuli Tengah;
h. Terminal Barang Idanogawo di Kecamatan Idanogawo
pada Kabupaten Nias Selatan;
i. Terminal Barang Teluk Dalam di Kecamatan Teluk
Dalam pada Kabupaten Nias Selatan;
j. Terminal Barang Sibolga Utara di Kecamatan Sibolga
Utara pada Kota Sibolga;
k. Terminal Barang Sisarahili Gamo di Kecamatan pada
Kabupaten;
l. Terminal Barang di Kecamatan Gunungsitoli pada
Kota Gunungsitoli;
m. Terminal Barang Bungus/Bukit Putus (Gaung) di
Kecamatan Padang Selatan pada Kota Padang;
n. Terminal Barang Anak Air/Lubuk Buaya di
Kecamatan Koto Tangah pada Kota Padang;
o. Terminal Barang Kinali di Kecamatan Kinali pada
Kabupaten Pasaman Barat;
p. Terminal Barang Sungaiberemas di Kecamatan
Sungaiberemas pada Kabupaten Pasaman Barat;
q. Terminal Barang Padang Cermin di Kecamatan
Padang Cermin pada Kabupaten Pasawaran;
r. Terminal Barang Katibung di Kecamatan Panjang
pada Kota Bandar Lampung;
s. Terminal Barang Cidaun di Kecamatan Cidaun pada
- 52 -
Kabupaten Cianjur;
t. Terminal Barang Cilacap Selatan di Kecamatan
Cilacap Selatan pada Kabupaten Cilacap;
u. Terminal Barang Cilacap Utara di Kecamatan Cilacap
Utara pada Kabupaten Cilacap;
v. Terminal Barang Girisubo di Kecamatan Girisubo
pada Kabupaten Gunungkidul;
w. Terminal Barang Sri Tanjung di Kecamatan Kalipuro
pada Kabupaten Banyuwangi;
x. Terminal Barang Negara di Kecamatan Jembrana
pada Kabupaten Jembrana;
y. Terminal Barang Mengwi di Kecamatan Mengwi pada
Kabupaten Badung;
z. Terminal Barang Dawan di Kecamatan Manggis pada
Kabupaten Karangasem;
(6) Terminal barang selain sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Fasilitas pendukung lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf b ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(1) Jaringan transportasi sungai sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 15 ayat (6) huruf a ditetapkan dalam rangka
mendukung pusat pelayanan Kawasan Perbatasan Laut
Lepas.
(2) Jaringan transportasi sungai sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas:
a. pelabuhan sungai; dan
b. alur pelayaran untuk kegiatan angkutan sungai.
(3) Pelabuhan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Alur pelayaran untuk kegiatan angkutan sungai
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
- 53 -

(1) Jaringan transportasi penyeberangan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 15 ayat (6) huruf b dikembangkan untuk
melayani pergerakan keluar masuk arus penumpang dan
kendaraan antara Kawasan Perbatasan Negara Laut Lepas
dengan pusat permukiman di pulau/ kepulauan lainnya dan
pusat kegiatan pariwisata bahari di pulau-pulau kecil lainnya.
(2) Jaringan transportasi penyeberangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. pelabuhan penyeberangan; dan
b. lintas angkutan penyeberangan.
(3) Pelabuhan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. pelabuhan kelas I;
b. pelabuhan kelas II; dan
c. pelabuhan kelas III.
(4) Pelabuhan kelas I sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a terdiri atas:
a. Pelabuhan Lamteng di Kecamatan Pulo Aceh pada
Kabupaten Aceh Besar;
b. Pelabuhan Meulaboh di Kecamatan Samatiga pada
Kabupaten Aceh Barat
c. Pelabuhan Labuhan Haji di Kecamatan Labuhan Haji
pada Kabupaten Aceh Selatan;
d. Pelabuhan Singkil di Kecamatan Singkil pada
Kabupaten Aceh Singkil;
e. Pelabuhan Sibolga di Kecamatan Sibolga Sambas pada
Kabupaten Sibolga;
f. Pelabuhan Gunungsitoli di Kecamatan Gunungsitoli
pada Kabupaten Nias Pelabuhan Teluk Dalam;
g. Pelabuhan Teluk Dalam di Kecamatan Teluk Dalam
pada Kabupaten Nias Selatan;
h. Pelabuhan Teluk Bungus di Kecamatan Bungus Teluk
Kabung pada Kota Padan;
i. Pelabuhan Pulau Baai di Kampung Melayu pada Kota
Bengkulu;
j. Pelabuhan Mukomuko di Kecamatan Teramang Jaya
- 54 -
pada Kabupaten Mukomuko;
k. Pelabuhan Ketapang di Kecamatan Punduh Pidada
pada Kabupaten Pesawaran;
l. Pelabuhan Bakauheni di Kecamatan Bakauheni pada
Kabupaten Lampung Selatan;
m. Pelabuhan Merak di Kecamatan Pulomerak pada Kota
Cilegon;
n. Pelabuhan Ketapang di Kecamatan Kalipuro pada
Kabupaten Banyuwangi;
o. Pelabuhan Gilimanuk di Kecamatan Melaya pada
Kabupaten Jembrana;
p. Pelabuhan Padang Bai di Kecamatan Manggis pada
Kabupaten Karangasem;
q. Pelabuhan Gunaksa di Kecamatan Dawan pada
Kabupaten Klungkung;
r. Pelabuhan Lembar di Kecamatan Lembar pada
Kabupaten Lombok Barat; dan
s. Pelabuhan Sape di Kecamatan Lambu pada Kota Bima.
(5) Pelabuhan kelas II sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b terdiri atas:
a. Pelabuhan Sinabang di Kecamatan Simeulue Timur
pada Kabupaten Simeuleu;
b. Pelabuhan Pulau Banyak di Kecamatan Pulau Banyak
pada Kabupaten Aceh Singkil;
c. Pelabuhan Natal/Sikara-kara di Kecamatan Natal pada
Kabupaten Mandailing Natal;
d. Pelabuhan Sikakap di Kecamatan Pagai Selatan pada
Kabupaten Kepulauan Mentawai;
e. Pelabuhan Teluk Betung di Kecamatan Telukbetung
Barat pada Kota Bandar Lampung;
f. Pelabuhan Majingklak di Kecamatan Kalipucang pada
Kabupaten Pangandaran;
g. Pelabuhan Labuhan Poh-Sekotong di Kecamatan
Gerung pada Kabupaten Lombok Barat;
h. Pelabuhan Tawun di Kecamatan Gerung pada
Kabupaten Lombok Barat;
i. Pelabuhan Benete di Kecamatan Maluk pada
Kabupaten Sumbawa Barat;
- 55 -
j. Pelabuhan Waworoda di Kecamatan Langgudu pada
Kabupaten Bima;
k. Pelabuhan Telong Elong di Kecamatan Jerowaru pada
Kabupaten Lombok Timur;
l. Pelabuhan Teluk Santong di Kecamatan Plampang
pada Kabupaten Sumbawa;
m. Pelabuhan Empang di Kecamatan Empang pada
Kabupaten Sumbawa;
n. Pelabuhan Cempi di Kecamatan Hu'u pada Kabupaten
Dompu; dan
o. Pelabuhan Potatono/Pototano di Kecamatan Poto Tano
pada Kabupaten Sumbawa Barat.
(6) Pelabuhan kelas III sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf c terdiri atas:
a. Pelabuhan Sibigo di Kecamatan Simeulue Barat pada
Kabupaten Simeuleu;
b. Pelabuhan Muara Siberut/Simailepet/Siberut di
Kecamatan Siberut Barat pada Kabupaten Kepulauan
Mentawai;
c. Pelabuhan Pagai Selatan di Kecamatan Pagai Selatan
pada Kabupaten Kepulauan Mentawai;
d. Pelabuhan Sinakak/Carocok di Kecamatan Pagai
Selatan pada Kabupaten Kepulauan Mentawai;
e. Pelabuhan Sikabaluan di Kecamatan Siberut Utara
pada Kabupaten Kepulauan Mentawai;
f. Pelabuhan Sagitci di Kecamatan Sipora Selatan pada
Kabupaten Kepulauan Mentawai;
g. Pelabuhan Tua Pejat di Kecamatan Sipora Utara pada
Kabupaten Kepulauan Mentawai;
h. pelabuhan Tanah Balla di Kecamatan Hibalapada
Kabupaten Nias Selatan;
i. Pelabuhan Pulau Telo di Kecamatan Pulau-Pulau Batu
pada Kabupaten Nias Selatan;
j. Pelabuhan Pulau Pini di Kecamatan Pulau-Pulau Batu
Timurpada Kabupaten Nias Selatan;
k. Pelabuhan Pulau Tanah Masa di Kecamatan Tanah
Masa pada Kabupaten Nias Selatan;
l. Pelabuhan Bado di Kecamatan Pondok Kelapa pada
- 56 -
Kabupaten Bengkulu Tengah;
m. Pelabuhan Kahyapu di Kecamatan Enggano pada
Kabupaten Bengkulu Utara;
n. Pelabuhan Ketahun di Kecamatan Ketahun pada
Kabupaten Bengkulu Utara;
o. Pelabuhan Linau di Kecamatan Maje pada Kabupaten
Kaur;
p. Pelabuhan Pulau Sebesi di Kecamatan Raja Basa pada
Kabupaten Lampung Selatan;
q. Pelabuhan Canti di Kecamatan Raja Basa pada
Kabupaten Lampung Selatan;
r. Pelabuhan Tabuan di Kecamatan Cukuh Balak pada
Kabupaten Tanggamus;
s. Pelabuhan Madang di Kecamatan Kota Agung pada
Kabupaten Tanggamus; dan
t. Pelabuhan Nusa Penida/Toyapekeh di Kecamatan
Nusa Penida pada Kabupaten Klungkung;
(7) Lintas angkutan penyeberangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b terdiri atas :
a. Lintas penyeberangan antarprovinsi;
b. Lintas penyeberangan antarkabupaten.
(8) Lintas penyeberangan antarprovinsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) huruf a meliputi lintas penyeberangan yang
menghubungkan :
a. Singkil - Gunung Sitoli;
b. Bakauheni – Ciwandan;
c. Ketapang – Gilimanuk;
d. Ketapang – Lembar; dan
e. Padang Baai – Lembar
(9) Lintas penyeberangan antarkabupaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) huruf b meliputi lintas
penyeberangan yang menghubungkan:
a. Singkil- Pulau Banyak;
b. Ulee Lheu – Lamteng;
c. Calang – Sinabang;
d. Meulaboh- Sinabang;
e. Teluk Dalam-Pulau Tello;
f. Padang – Siberut;
- 57 -
g. Tuapejat – Sioban;
h. Padang – Sikabaluan; dan
i. Bengkulu – Enggano.

(1) Jaringan jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 15 ayat (7) huruf a ditetapkan dalam rangka
meningkatkan konektivitas antarpusat pelayanan
perbatasan negara serta menghubungkan pusat pelayanan
dengan pelabuhan.
(2) Jaringan jalur kereta api umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. jaringan jalur kereta api antarkota; dan
b. jaringan jalur kereta api perkotaan.
(3) Jaringan jalur kereta api antarkota sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. jalur kereta api Kota Padang - Pulau Baai;
b. jalur kereta api Lubukalung - Pariaman - Naras;
c. jalur kereta api Padang - Pulo Aer;
d. jalur kereta api Shortcut Solok - Padang;
e. jalur kereta api Panjang - Pidada;
f. jalur kereta api Kotabumi - Tarahan;
g. jalur kereta api Tarahan - Bakauheni;
h. jalur kereta api Labuan - Tj. Lesung;
i. jalur kereta api Banjar - Cijulang;
j. jalur kereta api Sukabumi - Cianjur - Padalarang;
k. jalur kereta api Rangkasbitung - Merak;
l. jalur kereta api Rangkasbitung - Labuan;
m. jalur kereta api Seketi - Bayah;
n. jalur kereta api Banjar - Kroyah;
o. jalur kereta api Kroyah - Kutoarjo;
p. jalur kereta api Kutoarjo - Yogyakarta;
q. jalur kereta api Gumilir - Karangtalun;
r. jalur kereta api Klakah - Lumajang - Pasirian;
s. jalur kereta api Lumajang - Balung - Rambipuji;
t. jalur kereta api Gilimanuk - Denpasar - Padangbai -
Singaraja;
u. jalur kereta api Double track Surabaya - Jember -
- 58 -
Banyuwangi;
v. jalur kereta api Double track Bangil - Malang - Blitar -
Kertasono; dan
w. jalur kereta api Gilimanuk - Denpasar - Padangbai -
Singaraja.
(4) Jaringan jalur kereta api perkotaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. jalur kereta api akses ke Bandara Minangkabau;
b. jalur kereta api akses ke Bandara Kulonprogo;
c. jalur kereta api akses ke Bandara Ngurah Rai;
d. jalur kereta api akses ke Bandara Panimbang;
e. jalur kereta api Indarung - Bukit Putus;
f. jalur kereta api Teluk Bayur - Padang - Kayu Tanam;
g. jalur kereta api Krenceng - Cigading;
h. jalur kereta api Krenceng - Krakatau Steel;
i. jalur kereta api Maos - Cilacap; dan
j. jalur kereta api Kalisat - Banyuwangi Baru.
(5) Jaringan jalur kereta api perkotaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) dapat dikembangkan di Kawasan Perbatasan
Laut Lepas untuk mewujudkan konektivitas antarpusat
kegiatan di dalam Pusat Pelayanan Utama, serta antara
Pusat Pelayanan Penyangga diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(6) Jaringan jalur kereta api khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) meliputi jalur kereta api barang.
(7) Jalur kereta api barang sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) terdiri atas:
a. jalur kereta api akses ke Pelabuhan Teluk Bayur;
b. jalur kereta api akses ke Pelabuhan Bakauheni;
c. jalur kereta api akses ke Pelabuhan Panjang;
d. jalur kereta api akses ke Pelabuhan Tarahan;
e. jalur kereta api akses ke Pelabuhan Tj. Lesung;
f. jalur kereta api akses ke Pelabuhan Cilacap; dan
g. jalur kereta api akses ke Pelabuhan Bojonegara.
(8) Jaringan jalur kereta api khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) secara lebih lanjut diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
- 59 -

(1) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15


ayat (7) huruf b ditetapkan dalam rangka memberikan
pelayanan kepada setiap pengguna transportasi kereta api
melalui konektivitas pelayanan dengan moda transportasi
lain.
(2) Stasiun kereta api berfungsi melayani keterpaduan stasiun
dengan pusat kegiatan, pusat permukiman, dan moda
transportasi lainnya.
(3) Stasiun kereta api antarkota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas:
a. Stasiun Sungai Limau, Stasiun Pauh Kumbar, Stasiun
Pasar Usang dan Stasiun Duku yang berada pada
Kabupaten Padang Pariaman;
b. Stasiun Naras, Stasiun Pariaman, dan Stasiun Kurai
Tadji yang berada pada Kota Pariaman;
c. Stasiun Tabing, Stasiun Pulau Air, dan Stasiun Teluk
Bayur yang berada pada Kota Padang;
d. Stasiun Panjang dan Stasiun Pidada yang berada pada
Kota Bandar Lampung;
e. Stasiun Merak, Stasiun Krencengdan dan Stasiun
Cigading yang berada pada Kota Bandar Lampung;
f. Stasiun Anyerkidul yang berada pada Kabupaten Serang;
g. Stasiun Labuhan yang berada pada Kabupaten
Pandeglang;
h. Stasiun Bayah yang berada pada Kabupaten Labak;
i. Stasiun Cijulang, Stasiun Pangandaran, dan Stasiun
Kalipucang yang berada pada Kabupaten Pangandaran;
j. Stasiun Cilacap, Stasiun Gumilir, Stasiun Karang
Kandri, Stasiun Lebeng, dan Stasiun Kasugihan yang
berada pada Kabupaten Cilacap;
k. Stasiun Jenar yang berada pada Kabupaten Purworejo;
l. Stasiun Wates dan Stasiun Sewagalur yang berada pada
Kecamatan Wates dan Kecamatan Galur pada
Kabupaten Kulon Progo;
m. Stasiun Srandakan yang berada pada Kabupaten Bantul;
n. Stasiun Pasirian yang berada pada Kabupaten
Lumajang;
- 60 -
o. Stasiun Kasianlor, Stasiun Puger, dan Stasiun Ambulu
yang berada pada Kabupaten Jember; dan
p. Stasiun Kabat Lama, Stasiun Kabat Baru, Stasiun
Banyuwangi, Stasiun Argopuro dan Stasiun Banyuwangi
Baru yang berada pada Kabupaten Banyuwangi.
(4) Fasilitas kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Fasilitas operasi kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal


21 ayat (7) huruf c dapat dikembangkan dan diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(1) Tatanan kepelabuhanan nasional sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 15 ayat (8) huruf a adalah suatu sistem
kepelabuhanan yang memuat peran, fungsi, jenis, hierarki
pelabuhan, Rencana Pelabuhan Induk Nasional, dan lokasi
pelabuhan serta keterpaduan intra dan antarmoda serta
keterpaduan dengan sektor lainnya.
(2) Tatanan kepelabuhanan nasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa Pelabuhan laut yang merupakan:
a. Pelabuhan utama;
b. Pelabuhan pengumpul;
c. Pelabuhan pengumpan regional; dan
d. Pelabuhan pengumpan lokal.
(3) Pelabuhan utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a meliputi:
a. Pelabuhan Teluk Bayur terdapat di Kecamatan Padang
Selatan pada Kota Padang;
b. Pelabuhan Pulau Baai terdapat di Kecamatan Kampung
Melayu pada Kota Bengkulu;
c. Pelabuhan Panjang terdapat di Kecamatan Panjang
pada Kota Bandar Lampung;
d. Pelabuhan Banten terdapat di Kecamatan Ciwandan
pada Kota Cilegon; dan
e. Pelabuhan Benoa terdapat di Kecamatan Denpasar
- 61 -
Selatan pada Kota Denpasar.
(4) Pelabuhan pengumpul sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b meliputi:
a. Pelabuhan Meulaboh terdapat di Kecamatan Johan
Pahlawan pada Kabupaten Aceh Barat;
b. Pelabuhan Calang terdapat di Kecamatan Keruang Sabee
pada Kabupaten Aceh Jaya;
c. Pelabuhan Singkil terdapat di Kecamatan Singkil pada
Kabupaten Aceh Singkil;
d. Pelabuhan Gunungsitoli terdapat di Kecamatan
Gunungsitoli pada Kota Gunungsitoli;
e. Pelabuhan Sibolga terdapat di Kecamatan Sibolga
Sambas pada Kota Sibolga;
f. Pelabuhan Parlimbungan Ketek di Kecamatan Natal pada
Kabupaten Mandailing Natal;
g. Pelabuhan Pulau Tello terdapat di Kecamatan Pulau-
Pulau Batu pada Kabupaten Nias Selatan;
h. Pelabuhan Sikakap terdapat di Kecamatan Sikakap pada
Kabupaten Kepulauan Mentawai;
i. Pelabuhan Teluk Tapang di Kecamatan Sungaiberemas
pada Kabupaten Pasaman Barat;
j. Pelabuhan Carocok Painan di Kecamatan IV Jurai pada
Kabupaten Pesisir Selatan;
k. Pelabuhan Bintuhan/Linau di Kecamatan Maje pada
Kabupaten Kaur;
l. Pelabuhan Sebalang di Kecamatan Katibung pada
Kabupaten Lampung Selatan;
m. Pelabuhan Kota Agung/Batu Balai di Kecamatan Kota
Agung pada Kabupaten Tanggamus;
n. Pelabuhan Tanjung Intan di Kecamatan Cilacap Selatan
pada Kabupaten Cilacap;
o. Pelabuhan Pacitan di Kecamatan Pacitan pada
Kabupaten Pacitan;
p. Pelabuhan Tanjung Wangi di Kecamatan Kalipuro pada
Kabupaten Banyuwangi;
q. Pelabuhan Labuan Amuk/Tanahampo di Kecamatan
Manggis pada Kabupaten Karangasem;
- 62 -
r. Pelabuhan Lembar di Kecamatan Lembar pada
Kabupaten Lombok Barat; dan
s. Pelabuhan Benete di Kecamatan Maluk pada Kabupaten
Sumbawa Barat.
(5) Pelabuhan pengumpan regional sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c meliputi:
a. Pelabuhan Teluk Surin di Kecamatan Kuala Batee pada
Kabupaten Aceh Barat Daya;
b. Pelabuhan Susoh di Kecamatan Susoh pada Kabupaten
Aceh Barat Daya;
c. Pelabuhan Tapaktuan terdapat di Kecamatan Tapaktuan
pada Kabupaten Aceh Selatan;
d. Pelabuhan Sinabang terdapat di Kecamatan Simeulue
Timur pada Kabupaten Simeulue;
e. Pelabuhan Sirombu di Kecamatan Sirombu pada
Kabupaten Nias Barat;
f. Pelabuhan Teluk Dalam di Kecamatan Teluk Dalam pada
Kabupaten Nias Selatan;
g. Pelabuhan Lahewa di Kecamatan Lahewa pada
Kabupaten Nias Utara;
h. Pelabuhan Oswald Siahaan/Labuhan Angin di
Kecamatan Tapian Nauli pada Kabupaten Tapanuli
Tengah;
i. Pelabuhan Labuhan Bajau di Kecamatan Siberut Barat
pada Kabupaten Kepulauan Mentawai;
j. Pelabuhan Muara Siberut/Simailepet di Kecamatan
Siberut Selatan pada Kabupaten Kepulauan Mentawai;
k. Pelabuhan Siuban di Kecamatan Sipora Selatan pada
Kabupaten Kepulauan Mentawai;
l. Pelabuhan Tuapejat di Kecamatan Sipora Utara pada
Kabupaten Kepulauan Mentawai;
m. Pelabuhan Muara Padang di Kecamatan Padang Barat
pada Kota Padang;
n. Pelabuhan Tiram di Kecamatan Ulakan Tapakih pada
Kabupaten Padang Pariaman;
o. Pelabuhan Natal/Sikara-kara di Kecamatan Natal pada
Kabupaten Mandailing Natal;
- 63 -
p. Pelabuhan Malakoni/Pulau Enggano di Kecamatan
Enggano pada Kabupaten Bengkulu Utara;
q. Pelabuhan Muko Muko di Kecamatan Kota Mukomuko di
Kabupaten Muko Muko;
r. Pelabuhan Teluk Betung di Kecamatan Telukbetung
Timur pada Kota Bandar Lampung;
s. Pelabuhan Labuhan di Kecamatan Labuan pada
Kabupaten Pandeglang;
t. Pelabuhan Anyer Lor di Kecamatan Anyar pada
Kabupaten Serang;
u. Pelabuhan Pangandaran/Bojongsalawe di Kecamatan
Parigi pada Kabupaten Pangandaran;
v. Pelabuhan Palabuhanratu di Kecamatan Palabuahanratu
di Kabupaten Sukabumi;
w. Pelabuhan Banyuwangi/Boom di Kecamatan
Banyuwangi pada Kabupaten Banyuwangi;
x. Pelabuhan Ketapang di Kecamatan Kalipuro pada
Kabupaten Banyuwangi;
y. Pelabuhan Prigi di Kecamatan Watulimo di Kabupaten
Trenggalek;
z. Pelabuhan Gilimanuk di Kecamatan Melaya pada
Kabupaten Jembrana;
aa. Pelabuhan Nusa Peninda (Toyapakeh) di Kecamatan
Nusa Peninda pada Kabupaten Klungkung; dan
bb. Pelabuhan Waworada di Kecamatan Langgudu pada
Kabupaten Bima.
(6) Pelabuhan pengumpan lokal sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf d meliputi:
a. Pelabuhan Johan Pahlawan di Kecamatan Johan
Pahlawan pada Kabupaten Aceh Barat;
b. Pelabuhan Meureubo di Kecamatan Meureubo pada
Kabupaten Aceh Barat;
c. Pelabuhan Kuala Bubon di Kecamatan Samatiga pada
Kabupaten Aceh Barat;
d. Pelabuhan Lamteng dan Pelabuhan Meulingge di
Kecamatan Pulo Aceh pada Kabupaten Aceh Besar;
e. Pelabuhan Lhok Kruet di Kecamatan Sampoiniet pada
Kabupaten Aceh Jaya;
- 64 -
f. Pelabuhan Sibadeh di Kecamatan Bakongan pada
Kabupaten Aceh Selatan;
g. Pelabuhan Labuhan Haji di Kecamatan Labuhan Haji
pada Kabupaten Aceh Selatan;
h. Pelabuhan Meukek di Kecamatan Meukek pada
Kabupaten Aceh Selatan;
i. Pelabuhan Pulau Banyak di Kecamatan Pulau Banyak
pada Kabupaten Aceh Singkil;
j. Pelabuhan Pulau Sarok di Kecamatan Singkil pada
Kabupaten Aceh Singkil;
k. Pelabuhan Gosong Telaga di Kecamatan Singkil Utara
pada Kabupaten Aceh Singkil;
l. Pelabuhan Kuala Pesisir di Kecamatan Kuala Pesisir
pada Kabupaten Nagan Raya;
m. Pelabuhan Sibigo di Kecamatan Simeulue Barat pada
Kabupaten Simeulue;
n. Pelabuhan Kolok di Kecamatan Simeulue Timur pada
Kabupaten Simeulue;
o. Pelabuhan Ujung Sarang di Kecamatan Teluk Dalam
pada Kabupaten Simeulue;
p. Pelabuhan Pulau Tanah Bala dan Pelabuhan Sigolo -
golo di Kecamatan Hibala pada Kabupaten Nias
Selatan;
q. Pelabuhan Lahusa di Kecamatan Lahusa pada
Kabupaten Nias Selatan;
r. Pelabuhan Moale di Kecamatan O’O’U pada Kabupaten
Nias Selatan;
s. Pelabuhan Pulau Simuk di Kecamatan Pulau-Pulau
Batu pada Kabupaten Nias Selatan;
t. Pelabuhan Labuhan Hiu di Kecamatan Pulau-Pulau
Batu Timur pada Kabupaten Nias Selatan;
u. Pelabuhan Pulau Tanah Masa di Kecamatan Tanah
Masa pada Kabupaten Nias Selatan;
v. Pelabuhan Lagundri di Kecamatan Teluk Dalam pada
Kabupaten Nias Selatan;
w. Pelabuhan Tiku di Kecamatan Tanjung Mutiara pada
Kabupaten Agam;
- 65 -
x. Pelabuhan Pagai Selatan dan Pelabuhan Tanopo di
Kecamatan Pagai Selatan pada Kabupaten Kepulauan
Mentawai;
y. Pelabuhan Pasapuat di Kecamatan Pagai Utara pada
Kabupaten Kepulauan Mentawai;
z. Pelabuhan Mabukkuk di Kecamatan Siberut Barat
Daya pada Kabupaten Kepulauan Mentawai;
aa. Pelabuhan Subelen di Kecamatan Siberut Tengah pada
Kabupaten Kepulauan Mentawai;
bb. Pelabuhan Sikabaluan/Pokai di Kecamatan Siberut
Utara pada Kabupaten Kepulauan Mentawai;
cc. Pelabuhan Sagitci di Kecamatan Sipora Selatan pada
Kabupaten Kepulauan Mentawai;
dd. Pelabuhan Simabuk di Kecamatan Sipora Utara pada
Kabupaten Kepulauan Mentawai;
ee. Pelabuhan Muara di Kecamatan Padang Selatan pada
Kota Padang;
ff. Pelabuhan Pariaman di Kecamatan Pariaman Selatan
pada Kota Pariaman;
gg. Pelabuhan Sasak di Kecamatan Sasak Tanah Pesisir
pada Kabupaten Pasaman Barat;
hh. Pelabuhan Air Bangis di Kecamatan Sungaiberemas
pada Kabupaten Pasaman Barat;
ii. Pelabuhan Carocok Tarusan di Kecamatan Koto XI
Tarusan pada Kabupaten Pesisir Selatan;
jj. Pelabuhan Air Haji di Kecamatan Linggo Sari Baganti
pada Kabupaten Pesisir Selatan;
kk. Pelabuhan Surantih di Kecamatan Sutera pada
Kabupaten Pesisir Selatan;
ll. Pelabuhan Barus di Kecamatan Barus pada
Kabupaten Tapanuli Tengah;
mm. Pelabuhan Manduamas dan Pelabuhan Muara Tapus
di Kecamatan Manduamas pada Kabupaten Tapanuli
Tengah;
nn. Pelabuhan Sorkam di Kecamatan Sorkam Barat pada
Kabupaten Tapanuli Tengah;
oo. Pelabuhan Ketahun di Kecamatan Ketahun pada
Kabupaten Bengkulu Utara;
- 66 -
pp. Pelabuhan Pulau Tikus di Kecamatan Teluk Segara
pada Kota Bengkulu;
qq. Pelabuhan Kalianda di Kecamatan Kalianda pada
Kabupaten Lampung Selatan;
rr. Pelabuhan Ranggai di Kecamatan Katibung pada
Kabupaten Lampung Selatan;
ss. Pelabuhan Pulau Sebesi dan Pelabuhan Canti di
Kecamatan Rajabasa pada Kabupaten Lampung
Selatan;
tt. Pelabuhan Bengkunat di Kecamatan Bangkunat pada
Kabupaten Pesisir Barat;
uu. Pelabuhan Krui di Kecamatan Pesisir Tengah pada
Kabupaten Pesisir Barat;
vv. Pelabuhan Pulau Tabuan di Kecamatan Cukuh Balak
pada Kabupaten Tanggamus;
ww. Pelabuhan Klumbayan dan Pelabuhan Kiluan di
Kecamatan Klumbayan pada Kabupaten Tanggamus;
xx. Pelabuhan Bayah di Kecamatan Bayah pada
Kabupaten Lebak;
yy. Pelabuhan Binuaengun di Kecamatan Wanasalam
pada Kabupaten Lebak;
zz. Pelabuhan Panimbang dan Pelabuhan Tanjung Lesung
di Kecamatan Panimbang pada Kabupaten
Pandeglang;
aaa. Pelabuhan Pasauran di Kecamatan Cinangka pada
Kabupaten Serang;
bbb. Pelabuhan Sindangbarang di Kecamatan
Sindangbarang pada Kabupaten Cianjur;
ccc. Pelabuhan Caringin di Kecamatan Caringin pada
Kabupaten Garut;
ddd. Pelabuhan Pakenjeng di Kecamatan Pakenjeng pada
Kabupaten Garut;
eee. Pelabuhan Pameungpeuk di Kecamatan Pameungpeuk
pada Kabupaten Garut;
fff. Pelabuhan Batu Karas di Kecamatan Cijulang pada
Kabupaten Pangandaran;
ggg. Pelabuhan Majingklak di Kecamatan Kalipucang pada
Kabupaten Pangandaran;
- 67 -
hhh. Pelabuhan Pangandaran/Bojongslawe dan Pelabuhan
Parigi di Kecamatan Parigi pada Kabupaten
Pangandaran;
iii. Pelabuhan Ciwaru di Kecamatan Ciemas pada
Kabupaten Sukabumi;
jjj. Pelabuhan Ujung Genteng di Kecamatan Ciracap pada
Kabupaten Sukabumi;
kkk. Pelabuhan Cisolok di Kecamatan Cisolok pada
Kabupaten Sukabumi;
lll. Pelabuhan Cipatujah di Kecamatan Cipatujah pada
Kabupaten Tasikmalaya;
mmm. Pelabuhan Bunton di Kecamatan Adipala pada
Kabupaten Cilacap;
nnn. Pelabuhan Tegalkamulyan di Kecamatan Cilacap
Selatan pada Kabupaten Cilacap;
ooo. Pelabuhan Muncar di Kecamatan Muncar pada
Kabupaten Banyuwangi;
ppp. Pelabuhan Pancer di Kecamatan Pesanggaran pada
Kabupaten Banyuwangi;
qqq. Pelabuhan Granjangan di Kecamatan Purwoharjo pada
Kabupaten Banyuwangi;
rrr. Pelabuhan Kedonganan di Kecamatan Kuta pada
Kabupaten Badung;
sss. Pelabuhan Padang Bai dan Pelabuhan Manggis di
Kecamatan Manggis pada Kabupaten Karangasem;
ttt. Pelabuhan Tanjung Benoa, Pelabuhan Serangan, dan
Pelabuhan Sanur di Kecamatan Denpasar Selatan
pada Kota Denpasar;
uuu. Pelabuhan Teluk Cempi di Kecamatan Hu’u pada
Kabupaten Dompu;
vvv. Pelabuhan Ampenan di Kecamatan Ampenan pada
Kota Mataram;
www. Pelabuhan Labuhan Poh, Pelabuhan Tawun,
Pelabuhan Teluk Sepi di Kecamatan Sekotong pada
Kabupaten Lombok Barat;
xxx. Pelabuhan Teluk Awang di Kecamatan Pujut pada
Kabupaten Lombok Tengah;
- 68 -
yyy. Pelabuhan Telong Elong di Kecamatan Kecamatan
Jerowaru pada Kabupaten Lombok Timur;
zzz. Pelabuhan Labangka di Kecamatan Labangka pada
Kabupaten Sumbawa;
aaaa. Pelabuhan Teluk Santong di Kecamatan Plampang
pada Kabupaten Sumbawa;
bbbb. Pelabuhan Labuhan Jambu di Kecamatan Tarano pada
Kabupaten Sumbawa; dan
cccc. Pelabuhan Poto Tano di Kecamatan Poto Tano pada
Kabupaten Sumbawa Barat.

(1) Tatanan kepelabuhanan perikanan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 15 Ayat (8) huruf b merupakan sistem
kepelabuhanan perikanan secara nasional yang
mencerminkan perencanaan kepelabuhanan perikanan
berdasarkan kawasan ekonomi, geografis, dan keunggulan
komparatif wilayah, serta kondisi alam;
(2) Tatanan kepelabuhanan Perikanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan arah
pengembangan dalam Rencana Induk Pelabuhan Perikanan
Nasional.
(3) Arah pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terdiri atas:
a. Pelabuhan Perikanan untuk penyediaan layanan dasar;
dan
b. Pelabuhan Perikanan untuk penumbuhan ekonomi
jejaring.
(4) Pelabuhan Perikanan untuk penyediaan layanan dasar
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan
Pelabuhan Perikanan yang berfungsi sebagai penyedia produk
primer.
(5) Pelabuhan Perikanan untuk penyediaan layanan dasar
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilaksanakan
berdasarkan rencana tata ruang wilayah provinsi.
(6) Pelabuhan Perikanan untuk penumbuhan ekonomi jejaring
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan
Pelabuhan Perikanan yang berfungsi sebagai fasilitasi
pemasaran secara regional.
- 69 -
(7) Pelabuhan Perikanan untuk penumbuhan ekonomi jejaring
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b ditetapkan di:
a. Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) yang meliputi:
1. PPS Sibolga di Kecamatan Sarudik pada Kabupaten
Tapanuli Tengah;
2. PPS Bungus di Kecamatan Bungus Teluk Kabung
pada Kota Padang;
3. PPS Pelabuhan Ratu di Kecamatan Palabuhanratu
pada Kabupaten Sukabumi; dan
4. PPS Cilacap di Kecamatan Cilacap Selatan pada
Kabupaten Cilacap;
b. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) yang meliputi:
1. PPN Carocok di Kecamatan Koto XI Tarusan pada
Kabupaten Pesisir Selatan;
2. PPN Lempasing di Kecamatan Telukbetung Timur
pada Kota Bandar Lampung;
3. PPN Prigi di Kecamatan Watulimo pada Kabupaten
Trenggalek;
4. PPN Pengambengan di Kecamatan Negara pada
Kabupaten Jembrana; dan
5. PPN Teluk Awang di Kecamatan Pujut pada
Kabupaten Lombok Tengah.
c. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) yang meliputi:
1. PPP Pulo Tello di Kecamatan Pulau-Pulau Batu pada
Kabupaten Nias Selatan;
2. PPP Sikakap di Kecamatan Sikakap pada
Kabupaten Kepulauan Mentawai;
3. PPP Kota Agung di Kecamatan Kota Agung pada
Kabupaten Tanggamus;
4. PPP Labuan di Kecamatan Labuan pada Kabupaten
Pandeglang;
5. PPP Sadeng di Kecamatan Girisubo pada Kabupaten
Gunung Kidul;
6. PPP Tawang di Kecamatan Ngadirojo di Kabupaten
Pacitan;
7. PPP Tamperan di Kecamatan Pacitan di Kabupaten
Pacitan
8. PPP Puger di Kecamatan Puger pada Kabupaten
- 70 -
Jember;
9. PPP Pondok Dadap di Kecamatan Sumbermanjing
Wetan pada Kabupaten Malang; dan
10. PPP Muncar di Kecamatan Muncar pada Kabupaten
Banyuwangi.

(1) Pelabuhan Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15


ayat (8) huruf c meliputi:
a. Pangkalan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut;
b. terminal khusus; dan
c. terminal untuk kepentingan sendiri.
(2) Pangkalan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah
a. Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) yang
meliputi Mako Lantamal II Padang di Kecamatan Padang
Selatan pada Kota Padang;
b. Pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal) yang meliputi :
1. Lanal Simeulue di Kecamatan Simeulue Timur pada
Kabupaten Simeulue;
2. Lanal Mentawai di Kecamatan Sipora Utara pada
Kepulauan Mentawai;
3. Lanal Sibolga di Kecamatan Sibolga Kota pada Kota
Sibolga;
4. Lanal Nias di Kecamatan Teluk Dalam pada Kabupaten
Nias;
5. Lanal Bengkulu di Kecamatan Kampung Melayu pada
Kota Bengkulu;
6. Lanal Lampung di Kecamatan Panjang pada Kota
Bandar Lampung;
7. Lanal Banten di Kecamatan Pulomerak pada Kota
Cilegon;
8. Lanal Cilacap di Kecamatan Cilacap Selatan pada
Kabupaten Cilacap;
9. Lanal Banyuwangi di Kecamatan Kalipuro pada
Kabupaten Banyuwangi;
10. Lanal Denpasar di Kecamatan Denpasar Selatan pada
Kota Denpasar;
- 71 -
11. Lanal Mataram di Kecamatan Ampenan pada Kota
Mataram.
c. Pos TNI Angkatan Laut (Posal), Pos Pengamatan TNI
Angkatan Laut (Posmat), dan Pos Kamla yang meliputi :
1. Posal Meulaboh di Kecamatan Johan Pahlawan pada
Kabupaten Aceh Barat;
2. Posal Susoh di Kecamatan Susoh pada Kabupaten Aceh
Barat Daya;
3. Posal Lhoknga di Kecamatan Lhoknga pada Kabupaten
Aceh Besar;
4. Posal Pulau Banyak di Kecamatan Pulau Banyak dan
Posal Singkil di Kecamatan Singkil pada Kabupaten
Aceh Singkil;
5. Posal Kampung Aie di Kecamatan Simeulue Tengah dan
Posal Labuan Bajau di Kecamatan Teupah Selatan pada
Kabupaten Simeulue;
6. Pos Kamla Tanjung Mutiara di Kecamatan Tanjung
Mutiara pada Kabupaten Agam;
7. Posal Siberut di Kecamatan Siberut Selatan dan Posal
Sikakap di Kecamatan Sikakap pada Kabupaten
Kepulauan Mentawai;
8. Pos Kamla Bungus Teluk Kabung di Kecamatan Bungus
Teluk Kabung pada Kota Padang;
9. Pos Kamla Pariaman di Kecamatan Pariaman Tengah
pada Kota Pariaman;
10. Posal Air Bangis di Kecamatan Sungaiberemas pada
Kabupaten Pasaman Barat;
11. Posal Gunungsitoli di Kecamatan Gunungsitoli pada
Kota Gunungsitoli;
12. Posal Natal di Kecamatan Natal pada Kabupaten
Mandailing Natal;
13. Posal Pulau Tello di Kecamatan Pulau-Pulau Batu pada
Kabupaten Nias Selatan;
14. Posmat Pulau Pini di Kecamatan Pulau-Pulau Batu
Timur pada Kabupaten Nias Selatan;
15. Posmat Lahewa di Kecamatan Lahewa pada Kabuapaten
Nias Utara;
- 72 -
16. Posmat Barus di Kecamatan Barus, Posmat Hajoran di
Kecamatan Pandan, dan Posmat Sorkam di Kecamatan
Sorkam pada Kabupaten Tapanuli Tengah;
17. Posmat Manna di Kecamatan Pasar Manna pada
Kabupaten Bengkulu Selatan;
18. Posal Enggano, di Kecamatan Enggano pada Kabupaten
Bengkulu Utara;
19. Posmat Enggano, di Kecamatan Enggano pada
Kabupaten Bengkulu Utara;
20. Posal Linau di Kecamatan Maje pada Kabupaten Kaur;
21. Posmat Sekunyit di Kecamatan Kaur Selatan pada
Kabupaten Kaur;
22. Posal Mukomuko di Kecamatan Kota Mukomuko pada
Kabupaten Muko Muko;
23. Posmat Mukomuko di Kecamatan Pondok Suguh pada
Kabupaten Mukomuko;
24. Posmat Seluma di Kecamatan Seluma Selatan pada
Kabupaten Seluma;
25. Posal Kota Agung di Kecamatan Kota Agung dan Posal
Bengkunat di Kecamatan Pematang Sawa pada
Kabupaten Tanggamus;
26. Posmat Cukuh Balak di Kecamatan Cukuh Balak dan
Posmat Klumbayan di Kecamatan Klumbayan pada
Kabupaten Tanggamus;
27. Posal Binuangeun di Kecamatan Wanasalam pada
Kabupaten Lebak;
28. Posal Sumur di Kecamatan Sumur pada Kabupaten
Pandeglang;
29. Posmat Labuan di Kecamatan Labuan pada Kabupaten
Pandenglang;
30. Posal Pulau Sangiang di Kecamatan Anyar pada
Kabupaten Serang;
31. Posmat Anyer di Kecamatan Anyar pada Kabupaten
Serang;
32. Posal Pangandaran di Kecamatan Pangandaran pada
Kabupaten Pangandaran;
33. Posal Palabuhanratu di Kecamatan Palabuhanratu pada
Kabupaten Sukabumi;
- 73 -
34. Posal Logending di Kecamatan Ayah pada Kabupaten
Kebumen;
35. Posal Purworejo di Kecamatan Ngombol pada Kabupaten
Purworejo;
36. Posal Samas di Kecamatan Sanden di Kabupaten
Bantul;
37. Posal Sadeng di Kecamatan Girisubo pada Kabupaten
Gunung Kidul;
38. Posal Congot di Kecamatan Temon dan Posal Karang
Wuni di Kecamatan Wates pada Kabupaten Kulon
Progo;
39. Posal Blimbingsari di Kecamatan Blimbingsari, Posal
Muncar di Kecamatan Muncar, Posal Pancer di
Kecamatan Pesanggaran, dan Posal Grajakan di
Kecamatan Purwoharjo pada Kabupaten Banyuwangi;
40. Pos Kamladu Blitar di Kecamatan Wonotirto pada
Kabupaten Blitar;
41. Posal Puger di Kecamatan Puger pada Kabupaten
Jember;
42. Posal Sendangbiru di Kecamatan Sumbermanjing
Wetan pada Kabupaten Malang;
43. Pos Kamladu Pacitan di Kecamatan Pacitan pada
Kabupaten Pacitan.
44. Posmat Trenggalek di Kecamatan Watulimo pada
Kabupaten Trenggalek;
45. Posmat Tulungagung di Kecamatan Besuki pada
Kabupaten Tulungagung;
46. Posal Badung di Kecamatan Kuta pada Kabupaten
Badung;
47. Posal Gilimanuk di Kecamatan Melaya dan Posal
Pengambengan di Kecamatan Negara pada Kabupaten
Jembrana;
48. Posal Candidasa di Kecamatan Karangasem pada
Kabupaten Karangasem;
49. Posal Nusa Peninda di Kecamatan Nusa Peninda pada
Kabupaten Klungkung;
50. Posal Benoa dan Posal Serangan di Kecamatan
Denpasar Selatan pada Kota Denpasar;
- 74 -
51. Posal Yeh Gangga di Kecamatan Tabanan pada
Kabupaten Tabanan;
52. Posal Teluk Awang di Kecamatan Pujut pada Kabupaten
Lombok Tengah.
(3) Terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
adalah terminal yang terletak di luar Daerah Lingkungan Kerja
dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan yang
merupakan bagian dari Pelabuhan untuk melayani
kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya.
(4) Pelabuhan Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

(1) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat


(8) huruf d terdiri atas:
a. alur pelayaran umum dan perlintasan; dan
b. alur pelayaran masuk pelabuhan.
(2) Alur pelayaran umum dan perlintasan dan alur pelayaran
masuk pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

(1) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 15 ayat (9) huruf a ditetapkan dalam rangka
melaksanakan fungsi bandar udara untuk:
a. menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban arus
lalu lintas pesawat udara penumpang, kargo dan/atau
pos keselamatan penerbangan,
b. tempat perpindahan intra dan/atau antarmoda; dan
c. mendorong perekonomian di Kawasan Perbatasan
Negara
(2) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas:
a. bandar udara umum; dan
b. bandar udara khusus.
(3) Bandar udara umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a terdiri atas:
- 75 -
a. bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan
primer;
b. bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan
tersier; dan
c. bandar udara pengumpan.
(4) Bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan primer
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:
a. bandar udara Minangkabau di Kecamatan Batang Anai
Kabupaten Padang Pariaman;
b. bandar udara Yogyakarta/Kulon Progo di Kecamatan
Temon Kabupaten Kulon Progo;
c. bandar udara I Gusti Ngurah Rai di Kecamatan Kuta
Kabupaten Badung; dan
d. bandar udara Zainuddin Abdul Madjid di Kecamatan
Pujut Kabupaten Lombok Tengah.
(5) Bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan tersier
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b meliputi
bandar udara Binaka di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi
Kota Gunungsitoli.
(6) Bandar udara pengumpan dengan skala pelayanan tersier
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c meliputi:
a. bandar udara Kuala Batu di Kecamatan Susoh pada
Kabupaten Aceh Barat Daya;
b. bandar udara Teuku Cut Ali di Kecamatan Pasie Raja di
Kabupaten Aceh Selatan;
c. bandar udara Syekh Hamzah Fanshuri di kecamatan
Singkil Utara di Kabupaten Singkil;
d. bandar udara Cut Nyak Dhien di kecamatan Kuala
Pesisir di Kabupaten Nagan Raya;
e. bandar udara Lasikin di Kecamatan Sinabang di
Kabupaten Simeulue;
f. bandar udara Rokot di Kecamatan Sipora Selatan di
Kabupaten Kepulauan Mentawai;
g. bandar udara Pasaman Barat di Kecamatan Luhak Nan
Duo pada Kabupaten Pasaman Barat;
h. bandar udara Lasondre di Kecamatan Pulau-Pulau
Batu pada Kabupaten Nias Selatan;
i. bandar udara Teluk Dalam di Kabupaten Nias Selatan;
- 76 -
j. bandar udara Dr. Ferdinand L Tobing di Kecamatan
Pinangsori pada Kabupaten Tapanuli Tengah;
k. bandar udara Enggano di Kecamatan Enggano pada
Kabupaten Bengkulu Utara;
l. bandar udara Muhammad Taufiq Kiemas di Kecamatan
Pesisir Tengah pada Kabupaten Pesisir Barat;
m. bandar udara Pandeglang di Kecamatan Panimbang
pada Kabupaten Pandeglang;
n. bandar udara Nusawiru di Kecamatan Cijulang pada
Kabupaten Pengandaran; dan
o. bandar udara Banyuwangi di Kecamatan Blimbingsari
di Kabupaten Banyuwangi.
(7) Bandar udara khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b merupakan bandar udara untuk kepentingan
pertahanan dan keamanan meliputi
a. Bandar udara Sutan Sjahrir di Kota Padang;
b. Bandar udara I Gusti Ngurah Rai di Kabupaten
Badung; dan
c. Bandar udara Zainuddin Abdul Majid di Kota Mataram.
(8) Bandar udara khusus lainnya diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

(1) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 15 ayat (9) huruf b digunakan untuk kegiatan
operasi penerbangan dalam rangka menjamin
keselamatan penerbangan di Kawasan Perbatasan Negara
dan Kawasan Pendukung.
(2) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas:
a. ruang udara di atas bandar udara yang dipergunakan
langsung untuk kegiatan bandar udara;
b. ruang udara di sekitar bandar udara yang
dipergunakan untuk operasi penerbangan; dan
c. ruang udara yang ditetapkan sebagai jalur
penerbangan.
(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dimanfaatkan bersama untuk kepentingan
- 77 -
pertahanan dan keamanan negara.
(4) Ruang udara untuk penerbangan diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Energi

(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal


14 huruf b ditetapkan dalam rangka memenuhi kebutuhan
energi dalam jumlah cukup dan menyediakan akses
berbagai jenis energi bagi Masyarakat untuk kebutuhan
sekarang dan masa datang di Kawasan Perbatasan Negara
dan Kawasan Pendukung.
(2) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. jaringan pipa transmisi dan distribusi minyak dan gas
bumi;
b. pembangkitan tenaga listrik; dan
c. jaringan transmisi tenaga listrik.
(3) Jaringan pipa transmisi gas bumi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a meliputi:
a. jaringan yang menyalurkan minyak dan gas bumi dari
fasilitasi produksi – kilang pengolahan yang meliputi :
1. jalur Bitung-Cilegon; dan
2. jalur Cilegon-Ciwandan.
b. jaringan yang menyalurkan minyak dan gas bumi dari
fasilitas produksi – tempat penyimpanan yang meliputi:
1. jaringan pipa transmisi minyak dan gas bumi
Lomanis-Rewulu Ruas 1;
2. jaringan pipa transmisi gas bumi Lomanis – Rewulu
Ruas 2
3. jaringan pipa transmisi gas bumi Lomanis – Tasik
Ruas 1;
4. jaringan pipa transmisi gas bumi Lomanis – Tasik
Ruas 2;
c. jaringan yang menyalurkan gas bumi dari kilang
pengolahan – konsumen yang meliputi :
- 78 -
1. Palembang;
2. Cilegon;
3. Banten Barat;
4. Jl Asia Raya – Citangkil, Banten Barat;
5. Sumatera Selatan Jawa Barat, Banten Barat;
6. Jl. Raya Gerem, Banten Barat;
7. St Bojonegara – Katakatau Steel; dan
8. Benoa – Pesanggaran;
(4) Jaringan pipa transmisi gas bumi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a ditetapkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(5) Pembangkitan tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b meliputi:
a. Pembangkitan Listrik Tenaga Air (PLTA) yang meliputi:
1. PLTA Ampel Gading pada Kabupaten Malang;
2. PLTA Tulung Agung pada Kabupaten Tulungagung;
b. Pembangkitan Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang
meliputi:
1. PLTD Teluk Betung dan PLTD Tarahan pada Kota
Bandar Lampung;
2. PLTD Kutampi pada Kabupaten Klungkung;
3. PLTD Taman dan PLTD Ampenan pada Kota
Mataram;
4. PLTD Taliwang pada Kabupaten Sumbawa Barat;
c. Pembangkitan Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang meliputi:
1. PLTU Bengkulu pada Kota Bengkulu;
2. PLTU Nagan Raya Kabupaten Nagan Raya;
3. PLTU Teluk Sirih pada Kota Padang;
4. PLTU Lampung pada Kabupaten Lampung
Selatan;
5. PLTU Labuhan Angin pada Kabupaten Tapanuli
Tengah;
6. PLTU Labuan pada Kabupaten Pandeglang;
7. PLTU Suralaya, PLTU Jawa 9 & 10 dan PLTU IPP
pada Kota Cilegon;
8. PLTU Adipala dan PLTU IPP Cilacap pada
Kabupaten Cilacap;
9. PLTU Pelabuhan Ratu pada Kabupaten Sukabumi;
- 79 -
10. PLTU Pacitan pada Kabupaten Pacitan;
11. PLTU Lombok dan PLTU MPP Lombok pada
Kabupaten Lombok Barat;
12. PLTU Sumbawa Barat pada Kabupaten Sumbawa
Barat;
d. Pembangkitan Listrik Tenaga Gas (PLTG) yang meliputi:
1. PLTG Gilimanuk pada Kabupaten Jembrana;
2. PLTG Pesanggaran pada Kota Denpasar;
3. PLTG MPP Lampung pada Kota Bandar Lampung
4. PLTG Tarahan pada Kota Bandar Lampung;
e. Pembangkitan Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) yang
meliputi:
1. PLTMG Nias 2 pada Kabupaten Nias Selatan;
2. PLTMG Nias pada Kota Gunung Sitoli;
f. Pembangkitan Listrik Tenaga Mesin Gas Uap (PLTMGU)
yang meliputi PLTMGU Lombok Peaker pada Kota
Mataram;
g. Mobile Power Plant (MPP) di PKW Meulaboh, PKW
Gunung Sitoli, PKW Sibolga, PKN Kawasan Perkotaan
Padang - Lubuk Agung - Pariaman (Palapa), PKW
Tuapejat, PKN Bengkulu, PKN Bandar Lampung, PKN
Cilegon, PKN Cilacap, PKW Wates, PKW Banyuwangi,
PKN Kawasan Perkotaan Denpasar – Badung – Gianyar
- Tabanan (Sarbagita), dan PKN Mataram.
h. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit
Listrik Tenaga Angin (PLTB), Pembangkit Listrik Tenaga
Mini Hidro (PLTM), Pembangkit Listrik Tenaga Biogas
(PLTBg), Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm),
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) skala kecil,
dan/ atau pembangkit listrik tenaga hybrid yang
melayani:
1. seluruh PPKT berpenghuni sebagaimana dimaksud
pada Ayat (3);
2. pos pengamanan perbatasan yang terletak di
a. Kecamatan Johan Pahlawan pada Kabupaten
Aceh Barat;
b. Kecamatan Susoh pada Kabupaten Aceh Barat
Daya;
- 80 -
c. Kecamatan Lhoknga pada Kabupaten Aceh
Besar;
d. Kecamatan Pulau Banyak dan Kecamatan
Singkil pada Kabupaten Aceh Singkil;
e. Kecamatan Simeulue Timur , Kecamatan
Simeulue Tengah dan Kecamatan Teupah
Selatan pada Kabupaten Simeulue;
f. Kecamatan Tanjung Mutiara pada Kabupaten
Agam;
g. Kecamatan Sipora Utara, Kecamatan Siberut
Selatan dan Kecamatan Sikakap pada
Kabupaten Kepulauan Mentawai;
h. Kecamatan Bungus Teluk Kabung pada Kota
Padang;
i. Kecamatan Pariaman Tengah pada Kota
Pariaman;
j. Kecamatan Sungaiberemas pada Kabupaten
Pasaman Barat;
k. Kecamatan Gunungsitoli pada Kota
Gunungsitoli;
l. Kecamatan Sibolga Kota pada Kota Sibolga;
m. Kecamatan Natal pada Kabupaten Mandailing
Natal;
n. Kecamatan Teluk Dalam pada Kabupaten Nias;
o. Kecamatan Pulau-Pulau Batu dan Kecamatan
Pulau-Pulau Batu Timur pada Kabupaten Nias
Selatan;
p. Kecamatan Lahewa pada Kabuapaten Nias
Utara;
q. Kecamatan Barus, Kecamatan Pandan, dan
Kecamatan Sorkam pada Kabupaten Tapanuli
Tengah;
r. Kecamatan Pasar Manna pada Kabupaten
Bengkulu Selatan;
s. Kecamatan Enggano pada Kabupaten
Bengkulu Utara;
t. Kecamatan Kampung Melayu pada Kota
Bengkulu;
- 81 -
u. Kecamatan Maje dan Kecamatan Kaur Selatan
pada Kabupaten Kaur ;
v. Kecamatan Kota Mukomuko dan Kecamatan
Pondok Suguh pada Kabupaten Muko Muko;
w. Kecamatan Seluma Selatan pada Kabupaten
Seluma;
x. Kecamatan Panjang pada Kota Bandar
Lampung;
y. Kecamatan Kota Agung, Kecamatan Pematang
Sawa, Kecamatan Cukuh Balak dan
Kecamatan Klumbayan pada Kabupaten
Tanggamus;
z. Kecamatan Pulomerak pada Kota Cilegon;
aa. Kecamatan Wanasalam pada Kabupaten
Lebak;
bb. Kecamatan Sumur dan Kecamatan Labuan
pada Kabupaten Pandeglang;
cc. Kecamatan Anyar pada Kabupaten Serang;
dd. Kecamatan Pangandaran pada Kabupaten
Pangandaran;
ee. Kecamatan Palabuhanratu pada Kabupaten
Sukabumi;
ff. Kecamatan Cilacap Selatan pada Kabupaten
Cilacap;
gg. Kecamatan Ayah pada Kabupaten Kebumen;
hh. Kecamatan Ngombol pada Kabupaten
Purworejo;
ii. Kecamatan Sanden di Kabupaten Bantul;
jj. Kecamatan Girisubo pada Kabupaten Gunung
Kidul;
kk. Kecamatan Temon dan Kecamatan Wates pada
Kabupaten Kulon Progo;
ll. Kecamatan Kalipuro, Kecamatan Blimbingsari,
Kecamatan Muncar, Kecamatan Pesanggaran,
dan Kecamatan Purwoharjo pada Kabupaten
Banyuwangi;
mm. Kecamatan Wonotirto pada Kabupaten Blitar;
nn. Kecamatan Puger pada Kabupaten Jember;
- 82 -
oo. Kecamatan Sumbermanjing Wetan pada
Kabupaten Malang;
pp. Kecamatan Pacitan pada Kabupaten Pacitan;
qq. Kecamatan Watulimo pada Kabupaten
Trenggalek;
rr. Kecamatan Besuki pada Kabupaten
Tulungagung;
ss. Kecamatan Kuta pada Kabupaten Badung;
tt. Kecamatan Melaya dan Kecamatan Negara
pada Kabupaten Jembrana;
uu. Kecamatan Karangasem pada Kabupaten
Karangasem;
vv. Kecamatan Nusa Peninda pada Kabupaten
Klungkung;
ww. Kecamatan Denpasar Selatan pada Kota
Denpasar;
xx. Kecamatan Tabanan pada Kabupaten
Tabanan;
yy. Kecamatan Ampenan pada Kota Mataram;
zz. Kecamatan Pujut pada Kabupaten Lombok
Tengah;
3. seluruh wilayah pulau kecil dan/atau kawasan
terisolasi sesuai potensi dan karakteristik yang
diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan.
(6) Jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c terdiri atas:
a. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi;
b. Saluran Udara Tegangan Tinggi;
c. Jaringan sistem isolated; dan
d. Sebaran Gardu Induk.
(7) Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) huruf a pada 500 kV, terdiri dari:
a. jaringan transmisi Cilegon Baru – Cibinong;
b. jaringan transmisi LBE - Bojonegara;
c. jaringan transmisi LBE - Suralaya Baru;
d. jaringan transmisi Suralaya – Balaraja;
e. jaringan transmisi Suralaya - Cilegon Baru;
- 83 -
f. jaringan transmisi Suralaya Baru – Suralaya;
g. jaringan transmisi Cilacap – Adipala;
h. jaringan transmisi Kesugihan – Adipala;
i. jaringan transmisi Kesugihan – Tasikmalaya; dan
j. jaringan transmisi Pedan – Kesugihan.
(8) Saluran Udara Tegangan Tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) huruf b ditetapkan pada :
a. Saluran Udara Tegangan Tinggi pada 275 kV terdiri dari
jaringan transmisi Bayung Incomer Aurduri; dan
b. Saluran Udara Tegangan Tinggi pada 150 kV terdiri
dari:
- 84 -
1. jaringan transmisi Metro - Incomer
2. jaringan transmisi Muaro Bungo - Aurduri
3. jaringan transmisi Bukit Kemuning - Baturaja
4. jaringan transmisi Incomer - GI Tanjung Api-Api
5. jaringan transmisi Incomer - Teluk Sirih
6. jaringan transmisi Kuala Tanjung - Kisaran
7. jaringan transmisi Lubuk Alung - Pauh Limo
8. jaringan transmisi Maninjau - Lubuk Alung
9. jaringan transmisi Talang Kelapa - Borang
10. jaringan transmisi Incomer - Renun
11. jaringan transmisi Sibolga - Labuhan Angin
12. jaringan transmisi Singkarak - Padang Panjang
13. jaringan transmisi Salak - Solok
14. jaringan transmisi Balai Pungut - Duri
15. jaringan transmisi Teluk Betung - Natar
16. jaringan transmisi Pagelaran - Kota Agung
17. jaringan transmisi Sei Rotan - Tebing Tinggi
18. jaringan transmisi Nagan Raya - Sigli
19. jaringan transmisi New Tarahan - Kalianda
20. jaringan transmisi Natar - Tengineneng
21. jaringan transmisi Asahimas - Cilegon Baru
22. jaringan transmisi Asahimas - Polyprima
23. jaringan transmisi Asahimas 2 - Asahimas
24. jaringan transmisi Asahimas 2 - Chandra Asri
25. jaringan transmisi Chandra Asri - Asahimas
26. jaringan transmisi Cilegon Baru - Alindo
27. jaringan transmisi Cilegon Baru - Indoferro
28. jaringan transmisi Cilegon Baru - Krakatau Posco
29. jaringan transmisi Cilegon Baru - Polyprima
30. jaringan transmisi Cilegon Baru - Serang
31. jaringan transmisi Cilegon Lama - Cilegon Baru
32. jaringan transmisi Cilegon Lama - MCCI
33. jaringan transmisi Cilegon Lama - Mitsui
34. jaringan transmisi MCCI (Mitsubishi) - Suralaya
35. jaringan transmisi Mitsui - Peni
36. jaringan transmisi PLTGU Cilegon - Cilegon Baru
37. jaringan transmisi Salira Indah - Suralaya
38. jaringan transmisi Suralaya - Peni
- 85 -
39. jaringan transmisi Suralaya - Primaethycolindo
40. jaringan transmisi Suralaya Baru - Suralaya
41. jaringan transmisi Menes Baru - Asahimas 2
42. jaringan transmisi Labuan - Menes
43. jaringan transmisi Labuan - Saketi
44. jaringan transmisi PLTU Pelabuhan Ratu - Cibadak
Baru 1
45. jaringan transmisi PLTU Pelabuhan Ratu - Cibadak
Baru 2
46. jaringan transmisi PLTU Pelabuhan Ratu -
Lembursitu
47. jaringan transmisi PLTU Pelabuhan Ratu - Semen
Jawa
48. jaringan transmisi Tasikmalaya Baru -
Karangnunggal
49. jaringan transmisi Kalibakal - PLTU Cilacap
50. jaringan transmisi Kesugihan - Lomanis
51. jaringan transmisi Kesugihan - Semen Nusantara
52. jaringan transmisi Lomanis - Semen Nusantara
53. jaringan transmisi Rawalo - Kesugihan
54. jaringan transmisi Rawalo - PLTU Cilacap
55. jaringan transmisi Rawalo - Semen Nusantara
56. jaringan transmisi Semen Nusantara - PLTU Cilacap
57. jaringan transmisi Gombong - Kesugihan
58. jaringan transmisi Gombong - Rawalo
59. jaringan transmisi Kebumen - Gombong
60. jaringan transmisi Kebumen - Purworejo
61. jaringan transmisi Purworejo - Gombong
62. jaringan transmisi Bantul - Wates
63. jaringan transmisi Bantul - Purworejo
64. jaringan transmisi Wates - Purworejo
65. jaringan transmisi Banyuwangi - Gilimanuk
66. jaringan transmisi Jember - Banyuwangi - Genteng
67. jaringan transmisi Situbondo - Banyuwangi
68. jaringan transmisi New Pacitan - Ponorogo
69. jaringan transmisi PLTU Pacitan - Pacitan
70. jaringan transmisi PLTU Pacitan - Pacitan -NGD
71. jaringan transmisi PLTU Pacitan - Pacitan -NGDI
- 86 -
72. jaringan transmisi BNGRI - Nusa Dua
73. jaringan transmisi Kapal - Baturiti - Payangan
74. jaringan transmisi Pesanggaran - Nusa Dua
75. jaringan transmisi Kapal - Padang Sambian -
Pemecutan Kelod
76. jaringan transmisi Kapal - Pemecutan Kelod
77. jaringan transmisi Kapal - Gianyar
78. jaringan transmisi Gianyar - Amplapura
79. jaringan transmisi Sanur - Gianyar
80. jaringan transmisi CH Gilimanuk - Gilimanuk
81. jaringan transmisi Gilimanuk - Pemaron
82. jaringan transmisi Negara - Gilimanuk
83. jaringan transmisi Antosari - Negara
84. jaringan transmisi Padang Sambian - Pemecutan
Kelod - Pesanggaran
85. jaringan transmisi Pesanggaran - Sanur
86. jaringan transmisi Pemecutan Kelod-BNGRI
87. jaringan transmisi Pesanggaran - Nusa Dua
88. jaringan transmisi Kapal - Antosari
89. jaringan transmisi CLBWG - Kapal
90. jaringan transmisi Jeranjang - Ampenan
91. jaringan transmisi Jeranjang - Sengkol
92. jaringan transmisi Sengkol - Paokmotong/Selong
93. jaringan transmisi Sengkol - Kuta
c. Saluran Udara Tegangan Tinggi pada 70 kV terdiri dari:
1. jaringan transmisi Bukit Suguntang - Talang Ratu
2. jaringan transmisi Sumadra - Pamengpeuk
3. jaringan transmisi Banjar - Pangandaran
4. jaringan transmisi Ujungberung - Pelabuhan Ratu 4
5. jaringan transmisi INC Tulungagung - Trenggalek -
PLTA Tulungagung
(9) Jaringan sistem isolated yang melayani di:
a. pusat pelayanan yang meliputi PKW Meulaboh, PKW
Gunung Sitoli, PKW Sibolga, PKN Kawasan Perkotaan
Padang - Lubuk Agung - Pariaman (Palapa), PKW
Tuapejat, PKN Bengkulu, PKN Bandar Lampung, PKN
Cilegon, PKN Cilacap, PKW Wates, PKW Banyuwangi,
PKN Kawasan Perkotaan Denpasar – Badung – Gianyar
- 87 -
- Tabanan (Sarbagita), dan PKN Mataram;
b. seluruh PPKT berpenghuni yaitu pada Pulau
Nusapenida, Pulau Enggano, Pulau Pagai Utara, Pulau
Niau, Pulau Simuk, dan Pulau Nusakambangan; dan
c. seluruh wilayah pulau kecil dan/atau kawasan
terisolasi sesuai potensi dan karakteristik yang diatur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(10) Sebaran Gardu Induk sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
huruf c meliputi:
a. GI Meulaboh pada Kabupaten Aceh Barat;
b. GI Nagan Raya pada Kabupaten Nagan Raya;
c. GI Labuhan Angin, GI Sibolga, GI Sipan 1, dan GI Sipan
2 pada Kabupaten Tapanuli Tengah;
d. GI Teluk Sirih dan GI Bungus pada Kota Padang;
e. GI Pip di Kabupaten Padang Pariaman;
f. GI Kambang pada Kabupaten Pesisir Selatan;
g. GI Sukamerindu pada Kota Bengkulu;
h. GI Tarahan dan GI Teluk Betung pada Kota Bandar
Lampung;
i. GI New Tarahan, GI Kalianda dan GI Sebalang pada
Kabupaten Lampung Selatan;
j. GI Kota Agung pada Kabupaten Tanggamus;
k. GISTET Suralaya (hybrid), GISTET Suralayabaru,
GITET Cilegonbaru, GI Polyprima, GI Alindo, GI
Asahimas, GI Chandraasri, GI Cilegon Baru, GI
Indoferro, GI Mitsui, GI Peni, GI Suralaya; GI Suralaya
Baru, GIS MCCI (Mitsubisi) pada Kota Cilegon.
l. GI Bayah pada Kabupaten Lebak;
m. GI Menes Baru dan GIS PLTU Labuan pada Kabupaten
Pandeglang;
n. GI Asahimas 2 pada Kabupaten Serang;
o. GI Pameungpeuk pada Kabupaten Garut;
p. GI Pangandaran pada Kabupaten Pangandaran;
q. GIS PLTU Pelabuhan Ratu dan GI Pelabuhan Ratu pada
Kabupaten Sukabumi;
r. GI Karangnunggal pada Kabupaten Tasikmalaya;
s. GITET Kesugihan, GITET Cilacap, GISTET Adipala, GI
- 88 -
PLTU Cilacap, GI Semen Nusantara, dan GI Kesugihan
pada Kabupaten Cilacap;
t. GI Kebumen pada Kabupaten Kebumen;
u. GI Wates pada Kabupaten Kulon Progo;
v. GI New Pacitan, GIS PLTU Pacitan, dan GI Pacitan pada
Kabupaten Pacitan;
w. GI PLTA Tulungagung pada Kabupaten Tulungagung;
x. GI Kapal dan GI Nusadua pada Kabupaten Badung;
y. GI Gianyar pada Kabupaten Gianyar;
z. GI Gilimanuk dan GI Negara pada Kabupaten
Jembrana;
aa. GIS Pesanggaran, GI Pesanggaran, dan GI Sanur pada
Kota Denpasar;
bb. GI Antosari pada Kabupaten Tabanan;
cc. GI Dompu pada Kabupaten Dompu;
dd. GI Ampenan pada Kota Mataram;
ee. GI Jeranjang pada Kabupaten Lombok Barat;
ff. GI Sengkol dan GI Kuta pada Kabupaten Lombok
Tengah.
(11) Pembangkitan tenaga listrik dan jalur transmisi tenaga
listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan
huruf c dapat dikembangkan di kawasan perbatasan negara
dengan laut lepas dan diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(12) Sistem jaringan energi lainnya diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Telekomunikasi

(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 14 huruf c ditetapkan dalam rangka
meningkatkan aksesibilitas Masyarakat dan dunia usaha
terhadap layanan telekomunikasi.
(2) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas:
a. jaringan tetap; dan
- 89 -
b. jaringan bergerak.
(3) Jaringan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
meliputi:
a. Sentral Telepon Otomat (STO); dan
b. Kabel Telekomunikasi Bawah Laut.
(4) Jaringan bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b terdiri atas:
a. jaringan teresterial;
b. jaringan satelit; dan
c. jaringan selular.
(5) Jaringan bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dapat dilayani oleh menara Base Transceiver Station
telekomunikasi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(6) Sistem Jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat dikembangkan di Kawasan Perbatasan
Laut Lepas dan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(7) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat menggunakan ruang udara.
(8) Ruang udara untuk sistem jaringan telekomunikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 4
Sistem Jaringan Sumber Daya Air

(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 14 huruf d ditetapkan untuk menjamin tetap
berlangsungnya penyediaan air tanah, konservasi air dan
tanah, serta penanggulangan banjir dan rob.
(2) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas:
a. sumber air; dan
b. prasarana sumber daya air
(3) Sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas
air :
- 90 -
a. sumber air permukaan; dan
b. sumber air tanah dalam CAT.
(4) Sumber air permukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a terdiri atas :
a. sumber air permukaan pada sungai; dan
b. sumber air permukaan pada danau atau waduk.
(5) Sumber air permukaan pada sungai sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf a terdiri atas:
a. Sungai pada WS strategis nasional, meliputi:
1. WS Aceh - Meureudu meliputi DAS Lamih, DAS
Geupe, DAS Pincung, DAS Same, DAS Teunom, DAS
Reundrah, DAS Sotoy di Provinsi Aceh;
2. WS Woyla - Bateue meliputi DAS Woyla, DAS
Layung, DAS Meureubo, DAS Seunagan, DAS Trang,
DAS Tadu, DAS Tripa, DAS Seuneuam, DAS
Seumayam, DAS Rubee, DAS Suak ketapang, DAS
Bateue, DAS Susoh di Provinsi Aceh;
3. WS Seputih-Sekampung meliputi DAS Sekampung,
DAS Kepayang, DAS Rimau Balak, DAS Panjurit,
DAS Kandang Balak, DAS Kelam, DAS Semanak,
DAS Balak, DAS Belerang, DAS Rajabasa, DAS
Betung, DAS Tengkuyuh, DAS Maja, DAS Kesugihan,
DAS Lubuk, DAS Teluk Nipoh, DAS Suak, DAS
Buatan, DAS Sebalam, DAS Tarahan, DAS Galih,
DAS Pidada, DAS Kuripan, DAS Sukamaju, DAS
Lempasing, DAS Telukpandan, DAS Gebang, DAS
Batumenyan, DAS Sabu di Provinsi Lampung;
4. WS Serayu - Bogowonto meliputi DAS Bogowonto,
DAS Cokroyasan, DAS Wawar, DAS Lukulo, DAS
Telomoyo, DAS Mangli, DAS Jintung, DAS Watu
Gumulung, DAS Jemenar, DAS Majingklak, DAS
Suwuk, DAS Ijo, DAS Tipar, DAS Serayu, DAS Donan
di Provinsi Jawa Tengah;
5. WS Brantas meliputi DAS Cuang Wetan, DAS Cuang
Lor, DAS Kliwing, DAS Cuang, DAS Tengger Wetan,
DAS Tengger, DAS Bakung Wetan, DAS Pandanan
Wetan, DAS Pandanan Muara, DAS Banteng Wetan,
DAS Banteng Ngisor, DAS Banteng Muara, DAS
- 91 -
Banteng Tengah, DAS Banteng Lor, DAS Tundo, DAS
Sipelot Lor, DAS Sipelot Deket, DAS Sipelot Tengah,
DAS Dadapan Lor, DAS Ujung Sipelot, DAS Dadap
Wetan, DAS Dadap Senter, DAS Dadap Tengah, DAS
Dadap, DAS Dadap Kidul, DAS Klakah, DAS Klakah
Muara, DAS Ngasem, DAS Kunir Wetan, DAS Kunir,
DAS Jerong, DAS Dampar Laut, DAS Dampar Timur,
DAS Dampar Utara, DAS Dampar, DAS Wediawu,
DAS Wediawu Lor, DAS Purwo, DAS Lenggok, DAS
Lenggoksono, DAS Banyu Anjlog, DAS Bolulu, DAS
Bolulu Kidul, DAS Kemudinan, DAS Jogromo, DAS
Prambonan, DAS Pringapus, DAS Bang Wetan, DAS
Clungup, DAS Sempu, DAS Penguluran, DAS
Sumberduren, DAS Bengkung, DAS Sumberpelus,
DAS Sat, DAS Barek, DAS Trubus, DAS Pang, DAS
Kondang Merak, DAS Kondang Merak Tengah, DAS
Sumber Manjing Wetan, DAS Sumber Manjing, DAS
Sumber Manjing Kulon, DAS Kondang Iwak Wetan,
DAS Kondang Iwak, DAS Kondang Iwak Tengah, DAS
Kondang Kulon, DAS Sumber Manis Wetan, DAS
Sumber Manis, DAS Sondro, DAS Lele, DAS
Kondang, DAS Rowo, DAS Ngliyep, DAS Kedung
Wetan, DAS Kedung Tengah, DAS Kedung Kulon,
DAS Arjosari, DAS Donowari, DAS Pakem Wetan,
DAS Pakem, DAS Pakem Kulon, DAS Bandung
Muara, DAS Bandung Kulon, DAS Mulyo Wetan, DAS
Mulyo Tengah, DAS Mulyo Kulon, DAS Jurang
Wetan, DAS Jurangmadangan, DAS Karanganyar,
DAS Tugurejo, DAS Wonosari, DAS Ringinrejo, DAS
Gufitmas, DAS Tulungrejo Wetan, DAS Rulungrejo
Kulon, DAS Gayam, DAS Bendo, DAS Rawa
Banyubiru, DAS Buhpenceng, DAS Sumber Asih,
DAS Pehpulo, DAS Serang Kulon, DAS Sumbersih,
DAS Lewenglembak, DAS Lembak Muara, DAS
Lembak Ujung, DAS Serang, DAS Serang Kulon, DAS
Klatak, DAS Ngadipuro Wetan, DAS Ngadipuro, DAS
Ngadipuro Kulon, DAS Kenongo, DAS Banteng Mati,
DAS Gondo Mayit, DAS Setro, DAS Benjol, DAS
- 92 -
Centong, DAS Muara Centong, DAS Tambakrejo Lor,
DAS Tambakrejo Tengah, DAS Tambakrejo Wetan,
DAS Logundi, DAS Logundi Tengah, DAS Logundi
Kulon, DAS Pasiraman, DAS Gayasan, DAS Tumpak
Kepuh, DAS Sanggungbendo, DAS Ulamati, DAS Ulo
Wetan, DAS Putuk, DAS Bawang Wetan, DAS
Bawang, DAS Pacer, DAS Ringinbandul, DAS Lentok,
DAS Ngadeyan, DAS Tumpak, DAS Mulang, DAS
Pacar, DAS Panggung Pucung, DAS Tumpak Miri,
DAS Blader, DAS Orang, DAS Dlodo, DAS Krecek
Wetan, DAS Krecek, DAS Ngelo, DAS Setran, DAS
Watu Lawang, DAS Watu Kulon, DAS Tumpak
Cathak, DAS Sanggar, DAS Watugebang, DAS
Goagladak, DAS Encret, DAS Darungan, DAS Pasir,
DAS Pasir Tengah, DAS Pasir Hitam, DAS Pasir
Putih, DAS Grangan, DAS Brumbon, DAS Jambean,
DAS Besole, DAS Gerbo, DAS Sidem, DAS Besuki,
DAS Tangkilan, DAS Keboireng, DAS Gemah, DAS
Samar, DAS Manding, DAS Tasikmadu, DAS Kuteng,
DAS Gesingan, DAS Bengkorok, DAS Wancir, DAS
Ngemplak, DAS Cengkrok, DAS Gilang, DAS Ngepoh,
DAS Ciuh, DAS Wonojoyo, DAS Watuputih, DAS
Tarangan, DAS Karanggandu, DAS Pucung, DAS
Bojowolo, DAS Banjar, DAS Bondoroto, DAS
Ngampal, DAS Perahuemak, DAS Perahumerak, DAS
Timpaknongko, DAS Jabung, DAS Kidungan, DAS
Craken, DAS Penden, DAS Ngulung Kulon, DAS
Salam, DAS Weru, DAS Ngulung, DAS Ngulung
Wetan, DAS Glebeng, DAS Jekotro, DAS Konang,
DAS Panggul, DAS Panggul Tengah, DAS Panggul
Wetan, DAS Panggul Kulon, DAS Sukorejo di Provinsi
Jawa Timur;
6. WS Bali - Penida meliputi DAS Buaya, DAS Lumpur,
DAS Ngejung, DAS Batukeseni, DAS Kusambil, DAS
Batumanak, DAS Tiis, DAS Biyo, DAS Buah, DAS
Item, DAS Belong, DAS Tubudalam, DAS Bunutan,
DAS Bangas, DAS Pitpitan, DAS Tenggang, DAS
Seraya, DAS Yeh Bung, DAS Yeh Elokan, DAS
- 93 -
Mantri, DAS Nyuling, DAS Sampe, DAS Ringuang,
DAS Pedih, DAS Sungga, DAS Bulu, DAS Samuh
Kelod, DAS Buwatan, DAS Karangan, DAS
Mengereng, DAS Tanahampo, DAS Alas, DAS Cicing,
DAS Labuan, DAS Betel, DAS Pikat, DAS Bugbugan,
DAS Pesurungan, DAS Unda, DAS Lombok, DAS
Pegatepan, DAS Hae, DAS Cau, DAS Jinah, DAS
Kulkul, DAS Bubuh, DAS Melangit, DAS Gelung,
DAS Sangsang, DAS Pakerisan, DAS Sangku, DAS
Kutul, DAS Petanu, DAS Bengbengan, DAS Oos, DAS
Jerem, DAS Singapadu, DAS Ayung, DAS Abianbasa,
DAS Loloan, DAS Ngenjung, DAS Buaji, DAS
Serangan, DAS Badung, DAS Bualu, DAS Gagar,
DAS Samuh, DAS Sawangan, DAS Gunungpayung,
DAS Mejan, DAS Babi, DAS Cangimanis, DAS
Cerombang, DAS Batukakeb, DAS Klimpid, DAS
Kubangbungkal, DAS Pangpang, DAS Belongkepo,
DAS Pulukpuluk, DAS Sema, DAS Labuansait, DAS
Bangin, DAS Sangklung, DAS Cengiling, DAS
Guapeteng, DAS Batu Mejan, DAS Sama, DAS
Tuban, DAS Mati, DAS Lebaon, DAS Yeh Poh, DAS
Canggu, DAS Pangi, DAS Baosan, DAS Pangkung
Tebin, DAS Surungan, DAS Jelining Belan, DAS
Jelinjing Alaslelagi, DAS Penet, DAS Tantangan, DAS
Payung, DAS Kutikan, DAS Kedungu, DAS Pangkung
Keputungan, DAS Yeh Empas, DAS Celukapuh, DAS
Yeh Abe, DAS Pangkung Labah, DAS Yeh Lating, DAS
Pangkung Lipah, DAS Pangkung Peninjauan, DAS
Yeh Ho, DAS Timus, DAS Pangkung Nyukeh, DAS
Yeh Matan, DAS Celagi, DAS Otan, DAS Meluang,
DAS Payan, DAS Batulumbang, DAS Putek, DAS
Ibus, DAS Bonian, DAS Tireman, DAS Pedungan,
DAS Balian, DAS Petengahan, DAS Mekayu, DAS
Bakung, DAS Meceti, DAS Bukbasang, DAS Selabih,
DAS Pangkung Kuning, DAS Pangkung Jeka, DAS
Yeh Leh, DAS Cengkelung, DAS Gumbrih, DAS
Pangyangan, DAS Yeh Lebah, DAS Pangkung
Surung, DAS Pulukan, DAS Medewi, DAS Yeh
- 94 -
Satang, DAS Yeh Sumbul, DAS Pangkung Dadap,
DAS Yeh Embang, DAS Pangkung Gede, DAS Biluk
Poh, DAS Sowan Perancak, DAS Cupel, DAS
Banyubiru, DAS Aya Barat, DAS Sangianggede, DAS
Melaya, DAS Pangkung Melayapantai, DAS
Sumbersari, DAS Pangkung Awen, DAS Pangkung
Klatakan, DAS Bajra, DAS Jembrana, DAS
Blimbingsari, DAS Klatakan, DAS Gili Manuk, DAS
Nusa Lembongan, DAS Pangkung, DAS Lebaah, DAS
Besarteben, DAS Pengaud, DAS Angkal, DAS
Bajrarangkal, DAS Celagilandan, DAS Jurangbatu,
DAS Bok, DAS Tanjungkiri, DAS Kentongan, DAS
Batu Kuning, DAS Dibus, DAS Belana, DAS
Lengkupadan, DAS Semaya, DAS Teguh Sebun, DAS
Sebeleh, DAS Cemlagi, DAS Tuduh, DAS
Tunjukpusuh, DAS Suwehan, DAS Sengguhungan,
DAS Gintungan, DAS Katekate, DAS Pangkok, DAS
Belu, DAS Merenggeng, DAS Pelikan, DAS Batulatah,
DAS Antapan, DAS Sekunyil, DAS Gedu, DAS
Temiling, DAS Seganing, DAS Kircung, DAS
Sentulan, DAS Wasu, DAS Kaming, DAS Oyah, DAS
Gunung Cemong, DAS Sompang, DAS Pandan, DAS
Penida di Provinsi Bali;
7. WS Lombok meliputi DAS Rere Penemben, DAS
Pemokong, DAS Kenyaru, DAS Aruina, DAS
Ujunggol, DAS Lendang Lombok, DAS Temodo, DAS
Kuang Bulu, DAS Peak, DAS Pare Ganti, DAS Supak,
DAS Renggung Perempung, DAS Bumbang, DAS
Asin, DAS Bangketlamin, DAS Balak, DAS Ngolang,
DAS Tebelo, DAS Uluan, DAS Mawun, DAS Tampah,
DAS Luncing, DAS Trawas, DAS Rowok, DAS
Selongblanak, DAS Rujakpraya, DAS Terake, DAS
Tomangomang, DAS Selain, DAS Tongker, DAS
Serangan, DAS Torokaikbelik, DAS Pengantap, DAS
Meang, DAS Bengkak, DAS Jerengkang, DAS Sepi,
DAS Kombang, DAS Teba, DAS Blongas, DAS
Selodong, DAS Sauh, DAS Teluk Mekaki, DAS
Puramalikan, DAS Peretan, DAS Batubuton, DAS
- 95 -
Belangkapu, DAS Labuankuwe, DAS
Pemalikanagung, DAS Bangkobangko, DAS
Orongudang, DAS Labuanpoh, DAS Ketapang, DAS
Siung, DAS Selinggahan, DAS Pewaringan, DAS
Selindungan, DAS Tembowong, DAS Gawahpadak,
DAS Temeran, DAS Labuanbetung, DAS Leong, DAS
Padanan, DAS Kelapa, DAS Labu, DAS Batuleong,
DAS Tawun, DAS Jerenjeng, DAS Kumbu, DAS
Medang, DAS Lendangre, DAS Kelep, DAS Jelateng,
DAS Tibu, DAS Tibuli, DAS Dodakan, DAS Babak,
DAS Kelongkong, DAS Berenyok, DAS Ancar, DAS
Jangkok, DAS Midang, DAS Meninting, DAS
Batulayar di Provinsi Nusa Tenggara Barat;
8. WS Sumbawa meliputi DAS Rea, DAS Penusak, DAS
Selupi, DAS Remo, DAS Tuananga, DAS Aiboro, DAS
Mantar, DAS Kuangbusir, DAS Sagena, DAS
Senayan, DAS Tubaka, DAS Cabang, DAS
Donggomasa, DAS Nanganae, DAS Waitia, DAS
Tonggopena, DAS Denga, DAS Rade, DAS Lato, DAS
Sumi, DAS Kejuara, DAS Gadu, DAS Wakolembo,
DAS Manggelangko, DAS Botu, DAS Lajung, DAS
Peto, DAS Sepi, DAS Rata, DAS Nggelu, DAS Ndata,
DAS Pana, DAS Pataha, DAS Oiamba, DAS Naebaku,
DAS Mala, DAS Dorotoi, DAS Maci, DAS Konca, DAS
Nggira, DAS Seli, DAS Rupe, DAS Ncaisape, DAS
Rore, DAS Nggarorato, DAS Rabakala, DAS
Ompurama, DAS Rimba, DAS Waworada, DAS Rapu,
DAS Mali, DAS Ntada, DAS Lido, DAS Soncompori,
DAS Nangaperia, DAS Bimbi, DAS Soroapu, DAS
Karawo, DAS Ati, DAS Libi, DAS Wangga, DAS
Soroatu, DAS Waduruka, DAS Tawoa, DAS
Oimumbu, DAS Mada, DAS Doronaru, DAS Karampi,
DAS Ompubiba, DAS Paranggajara, DAS Sarume,
DAS Tenggani, DAS Kelewoto, DAS Sido, DAS Oikafo,
DAS Kalongka, DAS Miro, DAS Sambe, DAS Talbono,
DAS Rada, DAS Donggotoa, DAS Ranggakabe, DAS
Nipa, DAS Oikonca, DAS Pusu, DAS Poonae, DAS
Pootoi, DAS Mancabusi, DAS Namu, DAS
- 96 -
Soncopalawu, DAS Oikatebe, DAS Kasa, DAS
Sumpuwadu, DAS Mone, DAS Nggupadapa, DAS
Sampasori, DAS Piriplawu, DAS Lere, DAS Tenawu,
DAS Tolokuta, DAS Sama, DAS Oepana, DAS Trolu,
DAS Coooi, DAS Siwi, DAS Doro, DAS Nangadoro,
DAS Ncangga, DAS Lakey, DAS Ngampa, DAS Huu,
DAS Sura, DAS Madawa, DAS Daha, DAS Sawe, DAS
Sanggalari, DAS Depa, DAS Labalaju, DAS Tarei,
DAS Woja, DAS Riwo, DAS Nanganggati, DAS Ria,
DAS Tekabinga, DAS Panda, DAS Nganco, DAS
Wadulingga, DAS Oimao, DAS Sawo, DAS Seli, DAS
Donggodede, DAS Kentumangge, DAS Sororada, DAS
Suruwa, DAS Panca, DAS Danakaba, DAS Kempaja,
DAS Tiram, DAS Sumpat, DAS Teluk Tiro, DAS
Peniris, DAS Rora, DAS Unter Sekedung, DAS Tero,
DAS Kajah, DAS Ipil, DAS Liwang, DAS Ruku, DAS
Tereng, DAS Beranten, DAS Batuanar, DAS Baru,
DAS Aipanan, DAS Aimumil, DAS Bantingal, DAS
Borang, DAS Udang, DAS Lepu, DAS Laju, DAS
Mekar, DAS Asmara, DAS Labangka, DAS Srilangka,
DAS Nangaterong, DAS Teko, DAS Jemplung, DAS
Nangapola, DAS Sibekil, DAS Rinti, DAS Meas, DAS
Rumpihi, DAS Pangulir, DAS Tetap, DAS Lamusu,
DAS Noakang, DAS Mantu, DAS Selampan, DAS
Usuagung, DAS Sangane, DAS Panas, DAS
Liangsong, DAS Bandua, DAS Sedu, DAS Mentajo,
DAS Presa, DAS Senari, DAS Pandan, DAS Petamin,
DAS Daramata, DAS Lampit, DAS Babar, DAS Beh,
DAS Petani, DAS Tellang, DAS Lamar, DAS Krikir,
DAS Trengbelang, DAS Momil, DAS Bagi, DAS Sawi,
DAS Panjang, DAS Geranta, DAS Bontong, DAS
Jerati, DAS Tengar, DAS Sepang, DAS Telonang, DAS
Bontong, DAS Lomarlempuh, DAS Lebih, DAS Tatar,
DAS Nangaene, DAS Tongoloka, DAS Batulanteh,
DAS Ganirang, DAS Tebisu, DAS Puna, DAS
Liangseri, DAS Tabiung, DAS Labuan, DAS
Aikangkung, DAS Sejorong, DAS Senyur, DAS
Pembantu, DAS Sekongkang, DAS Balas, DAS
- 97 -
Sauaruar, DAS Benete, DAS Nusu, DAS Batu Keriti,
DAS Jereweh, DAS Kepala, DAS Belang di Provinsi
Nusa Tenggara Barat
b. WS strategis lintas provinsi meliputi
1. WS Alas - Singkil meliputi DAS Kuala Hitam, DAS
Hitam, DAS Anun, DAS Singkil, DAS Simardokar,
DAS Banyak, DAS Tuangku, DAS Bangkaru di
Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara;
2. WS Batang Natal - Batang Batahan meliputi DAS
Teluk, DAS Kunkun, DAS Binluas, DAS Talu, DAS
Natal, DAS Simunukan, DAS Banjar Aur, DAS
Batahan, DAS Sukerejo, DAS Tamak, DAS
Sibunian, DAS Labuhan Bajau, DAS Labuhan Hiu,
DAS Lambak, DAS Labuhan Rima, DAS Bai, DAS
Masa, DAS Bale Bale, DAS Teluk Limo, DAS Wawa,
DAS Mahang, DAS Lebara, DAS Batuta, DAS Saeru
Melayu, DAS Hilioro Duo Tebalo, DAS Hilianom
Basela, DAS Eho, DAS Hilioro Mao, DAS Boio, DAS
Makole, DAS Hibala, DAS Sipika, DAS Antiang, DAS
Pana, DAS Sabaranun, DAS Telo, DAS Rahayu, DAS
Sibaranuk, DAS Sigata, DAS Lorang, DAS Sumuk di
Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Sumatera
Barat;
3. WS Indragiri - Akuaman meliputi DAS Antrokan,
DAS Andaman, DAS Tiku, DAS Gasang Gadang,
DAS Paingan, DAS Kamumuan, DAS Limau, DAS
Sirah, DAS Naras, DAS Manggung, DAS Pariaman,
DAS Mangau, DAS Ulakan, DAS Tapakis, DAS Anai,
DAS Air Dingin, DAS Kuranji, DAS Arau, DAS
Bungus di Provinsi Sumatera Barat;
4. WS Teramang - Muar meliputi DAS Manjunto, DAS
Slagan, DAS Lagan, DAS Dikit, DAS Pelatun
Gedang, DAS Bakal kecil, DAS Bantal, DAS Bakal
Gedang, DAS Pinang, DAS Seblat, DAS Teramang,
DAS Retak, DAS Muar, DAS Buluh, DAS Rami di
Provinsi Bengkulu;
5. WS Nasal-Padang Guci meliputi DAS Selali, DAS
Pino, DAS Manna, DAS Bengkenang, DAS
- 98 -
Kedurang, DAS Mertam, DAS Sulau, DAS Padang
Guci, DAS Kelam, DAS Kinal, DAS Luas, DAS Tetap,
DAS Sambat, DAS Numan, DAS Hawang, DAS
Nasal, DAS Kolek, DAS Manula, DAS Anak Selanak
di Provinsi Bengkulu dan Provinsi Lampung;
6. WS Musi-Sugihan – Banyuasin-Lemau meliputi DAS
Lemau di Kabupaten Tengah di Provinsi Bengkulu;
7. WS Cidanau – Ciujung – Cidurian meliputi DAS
Cidanau, DAS Cilakalahi, DAS Runteun Girang,
DAS Cilegog, DAS Setu Lor, DAS Kopomasjid, DAS
Kali Malang, DAS Cigobang, DAS Cicendo, DAS
Cigeblak, DAS Cikebeletes, DAS Cibatu, DAS
Cinangsih, DAS Cilasak, DAS Cipetey di Provinsi
Banten dan Provinsi Jawa Barat;
8. WS Citanduy meliputi DAS Citanduy, DAS
Cibeureum, DAS Citotok, DAS Cimeneg, DAS
Cikonde, DAS Sapuregel, DAS Gatel, DAS
Branalang, DAS Kipah, DAS Panembung, DAS
Karanganyar, DAS Tambakreja, DAS Nirbaya, DAS
Solokjari, DAS Permisan, DAS Lembongpucung,
DAS Solok Permisan, DAS Solokpring, DAS Pandan,
DAS Solokdewata, DAS Ciparayangan, DAS
Cijolang, DAS Cipambokongan, DAS Cipanerekean
di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah;
9. WS Progo - Opak - Serang meliputi DAS Progo, DAS
Opak, DAS Serang di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah;
10. WS Bengawan Solo meliputi DAS Bengawan Solo,
DAS Bawur, DAS Sekoro, DAS Pager, DAS
Kalidawur, DAS Lorog, DAS Sidomulyo, DAS
Kemplong, DAS Belang, DAS Tumpakladan, DAS
Padi, DAS Albasiah, DAS Corah, DAS Klepu, DAS
Kakap, DAS Ngujil, DAS Kendal Lor, DAS Kendal
Kidul, DAS Tampakbulupayung, DAS Tlogo, DAS
Klesem, DAS Kaliuluh, DAS Kalisat, DAS Pulosari
Wetan, DAS Pulosari Kulon, DAS Keboagung, DAS
Boyong, DAS Sanggrahan, DAS Kalipelus Kidul,
DAS Kalipelus, DAS Karangnongko, DAS
- 99 -
Banyuripan, DAS Plumbungan Wetan, DAS
Tenggar, DAS Plumbungan, DAS Nyemono, DAS
Kembang, DAS Grindulu, DAS Pacitan, DAS Palem,
DAS Palem Kulon, DAS Gesing, DAS Worawari, DAS
Glagah, DAS Ngandan, DAS Poko, DAS Kaliwungu,
DAS Dadaplor, DAS Dadap Kidul, DAS Candi, DAS
Dawung, DAS Srau, DAS Wolemah, DAS Sambi,
DAS Gayam, DAS Kaliaren, DAS Ngobyogan, DAS
Kalak Kidul, DAS Kalak, DAS Sendang, DAS
Tumpakwatu di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi
Jawa Timur
c. WS strategis lintas kabupaten/kota meliputi
1. WS Teunom-Lambeuso meliputi DAS Geuteut, DAS
Bentaroe, DAS Tunong, DAS Lambeuso, DAS Unga,
DAS Babah Awe, DAS No, DAS Cramong, DAS
Masen, DAS Le Item, DAS Ringgih, DAS Sabee, DAS
Panga, DAS Teunom di Kabupaten Aceh Jaya
Provinsi Aceh;
2. WS Baru-Kluet meliputi DAS Suak, DAS Manggang,
DAS Baru, DAS Labuhan Haji, DAS Peulumat, DAS
Meukek, DAS Sikulat, DAS Dingin, DAS Serurulah,
DAS Panjur Pian, DAS Rasian, DAS Butea, DAS
Kluet, DAS Suak Panjang, DAS Lembang, DAS Laut
Bangko, DAS Bakongan, DAS Ujong Pulocut, DAS
Seulukat, DAS Trumon, DAS Lamedame di
Kabupaten Aceh Barat Daya dan Kabupaten Aceh
Selatan di Provinsi Aceh;
3. WS Nias meliputi DAS Hili, DAS Lafau, DAS
Siheneasi, DAS Rokan, DAS Sawo, DAS Ladara, DAS
Sowu, DAS Gamo, DAS Simpang Kanan, DAS
Moawo, DAS Nou, DAS Tumori, DAS Siak Besar,
DAS Binaka, DAS Siak Besar, DAS Hudo, DAS Mua,
DAS Biouti, DAS Kampar, DAS Id Anogawu, DAS
Mola, DAS Alawa, DAS Hilihoru, DAS Shokhili, DAS
Hoya, DAS Susua, DAS Masto, DAS Le Ho, DAS Hili
Amaetaluo, DAS Zaua, DAS Hili Zibono, DAS
Sialikhe, DAS Medsyauwa, DAS Susuwa, DAS Ooli,
DAS Mola, DAS How, DAS Lahome, DAS Mordo, DAS
- 100 -
Oyo, DAS Bitaya, DAS Kep Hinako, DAS Wunga di
Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat,
Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias, Kota
Gunung Sitoli di Provinsi Sumatera Utara;
4. WS Sibundong-Batang Toru meliputi DAS Tapus,
DAS Swah Lamo, DAS Barus, DAS Sosor Gadong,
DAS Maduma, DAS Sibundong, DAS Kolang, DAS
Woyla, DAS Tungka, DAS Hajoran, DAS
Pinagngsori, DAS Jago Jago, DAS Sihaporas, DAS
Batang Toru, DAS Matang Maraupu, DAS Mursala
di Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga dan
Kabupaten Tapanuli Selatan di Provinsi Sumatera
Utara;
5. WS Batang Angkola-Batang Gadis meliputi DAS
Toru, DAS Nagor, DAS Singkuang, DAS Gadis, dan
DAS Tabuyung di Kabupaten Tapanuli Selatan dan
Kabupaten Mandailing Natal di Provinsi Sumatera
Utara;
6. WS Masang-Pasaman meliputi DAS Bangis, DAS
Sikilang, DAS Maligi, DAS Pasaman, DAS Ampu,
DAS Simpang, DAS Palembayan, DAS Masang di
Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten Agam
Provinsi Sumatera Barat;
7. WS Silaut-Tarusan meliputi DAS Tarusan, DAS
Pasar Baru, DAS Tanah Kareh, DAS Sirantih, DAS
Bungo Pasang, DAS Bukitgadang, DAS Bukik
Tambuh Tulan, DAS Teluk Tengngulang, DAS
Pantai Gamin, DAS Kambang, DAS Langir, DAS
Kayusabatang, DAS Passa Punggasan, DAS Air Haji,
DAS Indrapura, DAS Nilau, DAS Silaut di
Kabupaten Pesisir Selatan di Provinsi Sumatera
Barat;
8. WS Sebelat-Ketahun-Lais meliputi DAS Tik, DAS
Sabai, DAS Macang, DAS Senaba, DAS Sebelat, DAS
Muring, DAS Kerkap, DAS Layang, DAS Karang
Pulau, DAS Ketahun, DAS Urai, DAS Serangai, DAS
Bintuhan, DAS Padang, DAS Lais, DAS Napal, DAS
Palik, DAS Pinang, DAS Mumpo di Kabupaten
- 101 -
Bengkulu Utara di Provinsi Bengkulu;
9. WS Bengkulu-Alas-Talo meliputi DAS Bengkulu,
DAS Jenggalu, DAS Nelas, DAS Kungkai, DAS
Seluma, DAS Penago, DAS Talo, DAS Alas, DAS
Maras di Kabupaten Seluma dan Kota Bengkulu di
Provinsi Bengkulu;
10. WS Semangka meliputi DAS Selayan, DAS
Mengkudu, DAS Hamali, DAS Simpang Balak, DAS
Amalsano, DAS Atau, DAS Walur, DAS
Tanjungwalur, DAS Bayuk, DAS Balam, DAS
Ruapampang, DAS Batulawang, DAS Narta, DAS
Gedau, DAS Baturaja, DAS Kabuduk, DAS
Kabuduktunggal, DAS Medaya, DAS Karwi, DAS
Nukak, DAS Hanuan, DAS Laay, DAS Wr. Krui, DAS
Tuolunik, DAS Mahnai, DAS Pagar Alam, DAS
Tenumbang, DAS Pius, DAS Tanjung Jati, DAS
Biha, DAS Marang, DAS Ngamburbunak, DAS
Temuli, DAS Sumberagung, DAS Ngaras, DAS
Ngambur, DAS Sarubalak, DAS Titan Kanan, DAS
Titan, DAS Ceringin, DAS Bambang, DAS Heni, DAS
Pemerihan, DAS Cangup, DAS Babuta, DAS
Napaliut, DAS Menangkiri, DAS Hutan, DAS Paya,
DAS Panago, DAS Panagonhilir, DAS Kawat Kiri,
DAS Kawat Kecil, DAS Kawat, DAS Haru, DAS
Belimbing, DAS Sleman, DAS Belambang, DAS
Tampang, DAS Muaratando, DAS Tubuan, DAS
Kaurgading, DAS Cangi, DAS Asahan, DAS
Tirompedada, DAS Kejadian, DAS Balak, DAS
Nipah, DAS Telukberak, DAS Nipah Kanan, DAS
Nipah Besar, DAS Nipah Kiri, DAS Betung, DAS
Semangka, DAS Tanjung Agung, DAS Maja, DAS
Jelai, DAS Isom, DAS Lalaankanan, DAS Lalan, DAS
Manggala, DAS Tamiang, DAS Suka Banjar, DAS
Batubalai, DAS Tebing Rejuh, DAS Curup, DAS
Ketapang, DAS Serat, DAS Seka, DAS Bagiik, DAS
Bagiik Kiri, DAS Kuripan, DAS Badak Kanan, DAS
Badak, DAS Putih, DAS Putih Kecil, DAS Doh, DAS
Sukapandang, DAS Umbar, DAS Paku, DAS Napal,
- 102 -
DAS Pekonsusuk, DAS Rusaba, DAS Bawang, DAS
Tanjung Tikus, DAS Pedada, DAS Punduh, DAS
Panorama, DAS Ratai, DAS Durian, DAS Pahawang,
DAS Legundi, DAS Umang, DAS Sebuku, DAS
Sebesi, DAS Krakatau di Kabupaten Lampung
Barat, Kabupaten Tanggamus, dan Kabupaten
Pesawaran di Provinsi Lampung;
11. WS Cibaliung-Cisawarna meliputi : DAS Kali
Bereum, DAS Karang Bolong, DAS Sinini, DAS
Siduku, DAS Karangbodas, DAS Kalideres, DAS
Sawarna, DAS Ciasem Gede, DAS Beruk, DAS
Cipamuhulan, DAS Harjasari, DAS Sidanglaut, DAS
Cibogo, DAS Ciwaru, DAS Cikumpay, DAS Cilisih,
DAS Cikadau, DAS Cikaray, DAS Panyaungan
Barat, DAS Cidahu, DAS Cipanyaungan, DAS
Cigintung, DAS Cikail, DAS Cimenga, DAS Cijambu,
DAS Ciseluruh, DAS Citengah, DAS Teluk Timur,
DAS Cicadas, DAS Cipitak, DAS Cihandoyan, DAS
Kelapa, DAS Cierjeruk, DAS Cisurian, DAS Cijegog,
DAS Ciguhu, DAS Cimokja, DAS Cikalajaten, DAS
Cimanggu, DAS Citadahan, DAS Herang, DAS
Muara Cibunar, DAS Seureuhen, DAS
Ciseureuheun, DAS Karangbayang, DAS Cipayung,
DAS Pangkuwang, DAS Cicangkuwang, DAS
Pinagkecing, DAS Cikancana, DAS Cikaret, DAS
Cikabuyutan, DAS Kelapabeureum, DAS Ciramea,
DAS Cidaon, DAS Cipenyu, DAS Cijagabesar, DAS
Cisaat, DAS Cibuluruk, DAS Cigorondong, DAS
Cipining, DAS Cipunaga, DAS Cipongkehaur, DAS
Cihonje, DAS Cihoe, DAS Ciawi, DAS Cihangsa, DAS
Ciaweapeh, DAS Cinibung, DAS Cisumur, DAS
Cibarat, DAS Cikadu, DAS Ciharashas, DAS Deli,
DAS Tinjil di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten
Lebak, dan Kabupaten Serang di Provinsi Banten;
12. WS Ciliman-Cibungur meliputi : DAS Cimanggih,
DAS Cijapah, DAS Kanlius, DAS Cilangkap, DAS
Cibasayran, DAS Cilurah, DAS Citajur, DAS
Cigaragak, DAS Cileuweung, DAS Cilangir, DAS
- 103 -
Citembol, DAS Cikabuduluh, DAS Cikawulungan,
DAS Cibima, DAS Cilemer, DAS Ciliman, DAS
Cikodok, DAS Cilatak, DAS Ciseukeut, DAS Ciheru,
DAS Citereup, DAS Cikarang Gede, DAS
Cihandulem, DAS Cipakis, DAS Kalicaah, DAS
Cikujang, DAS Cibeber di Kabupaten Pandeglang,
Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Serang di
Provinsi Banten;
13. WS Cisadea-Cibareno meliputi : DAS Cibungur, DAS
Citihuk, DAS Cimaragang, DAS Citoe, DAS Ciwidig,
DAS Cipandak, DAS Cisepat, DAS Ciburial, DAS
Cikamurang, DAS Cibiuk, DAS Ciujung, DAS
Ciwaduk, DAS Cicadas, DAS Cisadea, DAS
Cipamungguan, DAS Ciselang, DAS Cidahu, DAS
Cidaholeutik, DAS Cikakap, DAS Cijampe, DAS
Cisokan, DAS Cibodas, DAS Cimapag, DAS Cibuni,
DAS Ciwaru, DAS Cipanandoan, DAS Ciparanje,
DAS Cicurug, DAS Cikaso, DAS Ciparigi, DAS
Cipanas, DAS Cikalap, DAS Ciboreang, DAS
Cikarang, DAS Cikodehel, DAS Ciburial, DAS
Citirem, DAS Cibuaya, DAS Cibulakan, DAS
Citanaya, DAS Cibenda, DAS Cigotar, DAS Cikadai,
DAS Cileuteuh, DAS Cimarinjung, DAS Cihurang,
DAS Cibakung, DAS Cilegonkemis, DAS Cipucung,
DAS Cigirimukti, DAS Ciemas, DAS Cisaar, DAS
Cijegang, DAS Cijalulur, DAS Citamiang, DAS
Cihaur Tengah, DAS Cisagun, DAS Cisangguh, DAS
Cihaur, DAS Cibuluh, DAS Ciporeat, DAS Cibuntu,
DAS Citarik, DAS Cipatuburan, DAS Cipelabuhan,
DAS Citepus, DAS Cikoneng, DAS Cimaja, DAS
Cipamenang, DAS Cikondang Hilir, DAS Cikadul,
DAS Cipunaga, DAS Cibangbang, DAS Cibareno di
Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur di
Provinsi Jawa Barat;
14. WS Ciwulan-Cilaki meliputi : DAS Cipasung, DAS
Cipiung, DAS Cikambulan, DAS Cipari, DAS
Cikelewung, DAS Pasirlimus, DAS Cialit, DAS
Cijulang, DAS Batubeulah, DAS Ciingkil, DAS
- 104 -
Cidadap, DAS Cibeureum, DAS Cireuma, DAS
Cimargatah, DAS Cidahon, DAS Cimanuk, DAS
Cipadabumi, DAS Cimedang, DAS Cijulang Ngadeg,
DAS Ciwulan, DAS Cilangla, DAS Cipatujah, DAS
Cipenyerang, DAS Cipangukusan, DAS Cikaeangan,
DAS Pasirgebang, DAS Cipadarum, DAS Cicukang
Jambe, DAS Cibako, DAS Cijeruk, DAS Cibaluk,
DAS Cicarulang, DAS Cisanggiri, DAS Cibaregbeg,
DAS Palebuh, DAS Cicurug, DAS Cibalanak, DAS
Cipalebuh, DAS Cilauteunteun, DAS Cikoer, DAS
Cikarang, DAS Cipasarangan, DAS Ciseudeuhan,
DAS Cimangke, DAS Ciraya, DAS Cikalapa, DAS
Cicadas, DAS Citeureup, DAS Cimari, DAS
Cicalengka, DAS Karangsari, DAS Cidahon, DAS
Kandang, DAS Cibuhung, DAS Cisuereuh, DAS
Citanggaeuleuk, DAS Cigentong, DAS Ciguha, DAS
Ciparat, DAS Cicadas Ngampar, DAS Cianda, DAS
Cikaso, DAS Cipancong, DAS Cihideung, DAS Layu,
DAS Cikawung, DAS Ciangsana, DAS Ciawi, DAS
Laki, DAS Gebang, DAS Cipeurang, DAS Cisela di
Kabupaten Cianjur, Kabupaten Garut, Kabupaten
Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis di Provinsi
Jawa Barat;
15. WS Bondoyudo-Bedaung meliputi : DAS Jember,
DAS Curah Sari, DAS Sumbing, DAS Kumbu, DAS
Klabang, DAS Curah Grembyak, DAS Kebonpantai,
DAS Curah Sumbi, DAS Curah Jati, DAS Curah
Kekeh, DAS Curah Nongko Hilir, DAS Curah Nongko
Hulu, DAS Rowocangak, DAS Mayang, DAS
Gemunting, DAS Sumber Rejo, DAS Sumber
Badeng, DAS Curah Lo, DAS Lodong, DAS Curah
Badeng, DAS Badeng Loje Hulu, DAS Curah Loje,
DAS Kuning, DAS Sogol, DAS Lojejer Hilir, DAS
Lojejer Tengah, DAS Lojejer, DAS Banteng Jejer,
DAS Bedadung, DAS Jatiroto, DAS Besini, DAS
Tanggul, DAS Bondoyudo, DAS Wotgalih, DAS
Mujur, DAS Rejali, DAS Dampar, DAS Gede, DAS
Welang, DAS Tempurejo Hulu, DAS Tempurejo Hilir,
- 105 -
DAS Bulurejo Hulu, DAS Bulurejo Tengah, DAS
Bulurejo Hilir, DAS Rawaan, DAS Gladak, DAS Nusa
Barong di Kabupaten Malang, Kabupaten
Lumajang, Kabupaten Banyuwangi, dan Kabupaten
Jember di Provinsi Jawa Timur; dan
16. Wilayah Baru-Bajulmati meliputi : DAS Bajulmati,
DAS Bokpotong, DAS Curahkrem, DAS Curah Tals,
DAS Sumber Tem, DAS Kajar, DAS Curah Jarak,
DAS Curah Loo, DAS Bangsring, DAS Bongaring,
DAS Ketapang, DAS Dadakwatu, DAS Ganggangan,
DAS Watidodol, DAS Sugo, DAS Padakan, DAS
Selogiri, DAS Sabeni, DAS Sumbernanas, DAS
Paleran, DAS Butusan, DAS Klatak, DAS Sukowidi,
DAS Banyuwangi, DAS Bendo, DAS Pakis, DAS
Krajan, DAS Tambong, DAS Sekawan, DAS
Banyualit, DAS Glondong, DAS Mangir, DAS Bomo,
DAS Komo, DAS Blambangan, DAS Sangkar, DAS
Setail, DAS Bangeran Lor, DAS Pait, DAS
Wringinan, DAS Klosod, DAS Keben, DAS Sukorejo,
DAS Kapal Pecah, DAS Slaka, DAS Karang Mente,
DAS Bantenan, DAS Tegaldlimo, DAS Purwo, DAS
Grajagan, DAS Kendalrejo, DAS Segoro Anakan,
DAS Curah Gedong, DAS Putih, DAS Pergul, DAS
Baru, DAS Gonggo, DAS Karang Tambak, DAS
Sukomade di Kabupaten Banyuwangi di Provinsi
Jawa Timur
(6) sumber air berupa air permukaan pada danau, atau waduk
terdiri atas:
1. Danau Slais dan Danau Laut Panggal di
Kecamatan Muara Batang Gadis di Kabupaten
Mandailing Natal;
2. Danau Dendam Tak Sudah di Kecamatan Sukaraja
di Kabupaten Seluma;
3. Danau Batujai di Kecamatan Praya Barat dan
Kecamatan Pujut di Kabupaten Lombok Tengah;
4. Waduk Krakatau Steal di Kecamatan Citangkil di
Kota Cilegon;
5. Waduk Palasari di Kecamatan Melaya di
- 106 -
Kabupaten Jembrana; dan
6. Waduk Pelaparado di Kecamatan Monta dan
Kecamatan Parado di Kabupaten Bima.
(7) Sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
berupa air tanah pada CAT, terdiri atas:
a. CAT lintas provinsi meliputi:
1. CAT Sibulus Salam di Kabupaten Aceh Selatan,
Kabupaten Aceh Singkil Prov Aceh dan Kabupaten
Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara ;
2. CAT Natal-Ujunggading di Kabupaten Mandailing
Natal Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten
Pasaman Barat Provinsi Sumatera Barat;
3. CAT Painan-Lubukpinangi di Kabupaten Pesisir
Selatan, dan Kota Padang Provinsi Sumatera Barat
dan Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten
Mukomuko Provinsi Bengkulu;
4. CAT Muaraduo – Curup di Kabupaten Bengkulu
Selatan Provinsi Bengkulu;
5. CAT Gedongmenengo di Kabupaten Kaur Provinsi
Bengkulu;
6. CAT Serang-Tangerang di Kabupaten Serang, Kota
Cilegon, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten;
7. CAT Sidareja di Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa
Tengah; dan
8. CAT Wonosari di Kabupaten Bantul, Kabupaten
Kulon Progo Provinsi DIY, Kabupaten Wonogiri
Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Pacitan Provinsi
Jawa Timur.
b. CAT dalam provinsi meliputi:
1. CAT Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat,
Kabupaten Aceh Jaya, dan Kabupaten Aceh Barat
Daya Provinsi Aceh;
2. CAT Kotafajar yang berada di Kabupaten Aceh
Selatan Provinsi Aceh;
3. CAT Lahewa di Kabupaten Nias Provinsi
Sumatera Utara;
4. CAT Sirombu di Kabupaten Nias Provinsi
- 107 -
Sumatera Utara;
5. CAT Gunung Sitoli di Kabupaten Nias dan
Kabupaten Nias Selatan Provinsi Sumatera Utara;
6. CAT Batangtoru di Kabupaten Tapanuli Tengah
dan Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi
Sumatera Utara;
7. CAT Banjarampa di Kabupaten Tapanuli Selatan
dan Kabupaten Mandailing Natal Provinsi
Sumatera Utara;
8. CAT Padang Pariman di Kabupaten Pasaman
Barat, Kabupaten Padang Pariaman, dan
Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat;
9. CAT Solok di Kota Padang Provinsi Sumatera
Barat;
10. CAT Bengkulu di Kota Bengkulu, Kabupaten
Bengkulu Utara, dan Kabupaten Seluma Provinsi
Bengkulu;
11. CAT Kota Agung di Kabupaten Tanggamus
Provinsi Lampung;
12. CAT Bandar Lampung di Kota Bandar Lampung,
Kabupaten Lampung Selatan, dan Kabupaten
Tanggamus Provinsi Lampung;
13. CAT Kalianda di Kabupaten Lampung Selatan
Provinsi Lampung;
14. CAT Rawadanau di Kabupaten Serang dan
Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten;
15. CAT Labuan dan CAT Malimping di Kabupaten
Pandeglang dan Kabupaten Lebak Provinsi
Banten;
16. CAT Jampangkulon di Kabupaten Sukabumi
Provinsi Jawa Barat;
17. CAT Cibuni di Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa
Barat;
18. CAT Banjarsari dan CAT Garut di Kabupaten
Garut Provinsi Jawa Barat;
19. CAT Tasikmalaya di Kabupaten Tasikmalaya dan
Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat;
20. CAT Majenang, CAT Cilacap, dan CAT
- 108 -
Nusakambangan di Kabupaten Cilacap Provinsi
Jawa Tengah;
21. CAT Kroya di Kabupaten Cilacap dan Kabupaten
Kebumen Provinsi Jawa Tengah;
22. CAT Banyumudal di Kabupaten Kebumen
Provinsi Jawa Tengah;
23. CAT Kebumen-Purworejo di Kabupaten Kebumen
dan Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah;
24. CAT Wates di Kabupaten Kulon Progo Provinsi
DIY;
25. CAT Yogyakarta-Sleman di Kabupaten Bantul
dan Kabupaten Kulon Progo Provinsi DIY;
26. CAT Bulukawang di Kabupaten Tulungagung dan
Kabupaten Blitar Provinsi Jawa Timur;
27. CAT Sumberbening di Kabupaten Lumajang dan
Kabupaten Jember;
28. CAT Brantas di Kabupaten Trenggalek,
Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar,
Kabupaten Malang, dan Kabupaten Lumajang;
29. CAT Sumberbening di Kabupaten Lumajang dan
Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur;
30. CAT Banyuwangi, CAT Wonorejo dan CAT
Blambangan di Kabupaten Banyuwangi Provinsi
Jawa Timur;
31. CAT Negara di Kabupaten Jembrana Provinsi
Bali;
32. CAT Nusa Penida di Kabupaten Klungkung
Provinsi Bali;
33. CAT Nusadua di Kabupaten Badung Provinsi Bali;
34. CAT Amlapura di Kabupaten Karangasem
Provinsi Bali;
35. CAT Denpasar-Tabanan di Kabupaten Badung,
Kabupaten Karangasem, Kabupaten Gianyar,
Kabupaten Tabanan, Kota Denpasar, dan
Kabupaten Klungkung Provinsi Bali;
36. CAT Mataram-Selong di Kabupaten Lombok
Barat, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten
Lombok Tengah, dan Kota Mataram Provinsi Nusa
- 109 -
Tenggara Barat;
37. CAT Sumbawa Besar di Kabupaten Sumbawa
Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat;
38. CAT Empang di Kabupaten Dompu dan
Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara
Barat;
39. CAT Dompu di Kabupaten Bima dan Kabupaten
Dompu Provinsi Nusa Tenggara Barat;
40. CAT Bima di Kabupaten Bima Provinsi Nusa
Tenggara Barat; dan
41. CAT Tawali-Sape di Kabupaten Bima Provinsi
Nusa Tenggara Barat.
(8) Prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) terdiri atas sistem pengendalian banjir dan rob,
sistem jaringan irigasi, dan sistem pengamanan pantai.
(9) Sistem pengendalian banjir dan rob sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) terdiri atas:
a. sistem pengendalian banjir yang dikembangkan dengan
memanfaatkan danau, embung, waduk, atau bendung.
b. sistem pengendalian banjir berupa normalisasi aliran
sungai di seluruh Kawasan Perbatasan Laut Lepas;
c. sistem pengendalian banjir dan rob berupa kanal;
d. sistem pengendalian banjir dan rob berupa
pengembangan kolam retensi dan long storage;
e. sistem pengendalian banjir dan rob berupa
pengembangan tanggul pantai dan pengaman pantai di
sepanjang pesisir utara Kawasan Perbatasan Laut
Lepas; dan
f. sistem pengendalian banjir dan rob berupa peningkatan
kualitas jaringan drainase di seluruh Perbatasan Laut
Lepas.
(10) Sistem pengamanan pantai sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) ditetapkan dalam rangka melindungi pusat
pelayanan Kawasan Perbatasan Negara dan pesisir yang
memiliki pilar titik referensi sebagai acuan Titik Dasar dari
dampak abrasi dan gelombang pasang.
(11) Sistem pengamanan pantai sebagaimana dimaksud pada
ayat (9) ditetapkan di:
- 110 -
a. pusat pelayanan yang meliputi:
1. PKW Meulaboh;
2. PKW Gunung Sitoli;
3. PKW Sibolga;
4. PKN Palapa;
5. PKW Tuapejat;
6. PKN Bengkulu;
7. PKN Bandarlampung;
8. PKN Cilegon;
9. PKN Cilacap;
10. PKW Wates;
11. PKW Banyuwangi;
12. PKN Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung,
Gianyar, Tabanan (Sarbagita);
13. PKN Mataram
b. pesisir yang memiliki Titik Dasar, yaitu:
1. P. Sumatra;
2. P. Benggala di Kecamatan Pulo Aceh pada
Kabupaten Aceh Besar;
3. P. Rusa di Kecamatan Lhoong pada Kabupaten
Aceh Besar;
4. P. Raya di Kecamatan Sampoiniet pada Kabupaten
Aceh Jaya;
5. P. Salaut Besar di Kecamatan Alafan pada
Kabupaten Simeulue;
6. P. Simeulucut di Kecamatan Simeulue Tengah
pada Kabupaten Nias;
7. P. Wunga di Kecamatan Afulu pada Kabupaten
Nias;
8. P. Nias;
9. P. Simuk di Kecamatan Pulau-pulau Batu pada
Kabupaten Nias Selatan;
10. P. Siberut;
11. P. Sinyaunyau di Kecamatan Siberut Barat Daya
pada Kabupaten Kepulauan Mentawai;
12. P. Pagi Utara di Kecamatan Pagai Utara pada
Kabupaen Kepulauan Mentawai;
13. P. Sibarubaru di Kecamatan Pagai Selatan pada
- 111 -
Kabupaten Kepulauan Mentawai;
14. P. Enggano di Kecamatan Enggano pada
Kabupaten Bengkulu Utara;
15. P. Mega di Kecamatan Putri Hijau pada Kabupaten
Bengkulu Utara;
16. P. Batukecil di Kecamatan Bengkunat pada
Kabupaten Pesisir Barat;
17. P. Jawa;
18. P. Deli di Kecamatan Cikeusik pada Kabupaten
Pandeglang;
19. Kr. Pabayang di Kecamatan pada Kabupaten
Pandeglang;
20. P. Manuk di Kecamatan Cikalong pada Kabupaten
Tasikmalaya;
21. P. Nusakambangan di Kecamatan Cilacap Selatan
pada Kabupaten Cilacap;
22. P. Sekel di Kecamatan Watulimo pada Kabupaten
Trenggalek;
23. P. Panehan di Kecamatan Munjungan pada
Kabupaten Trenggalek;
24. P. Barung di Kecamatan Puger pada Kabupaten
Jember;
25. P. Bali;
26. P. Nusa Penida di Kecamatan Nusa Penida pada
Kabupaten Klungkung;
27. P. Sumbawa;
28. P. Sophialouisa di Kecamatan Sekotong pada
Kabupaten Lombok Barat.
c. PPKT yang meliputi Pulau Bateeleblah (Pulau Benggala),
Pulau Raya, Pulau Salaut Besar, Pulau Simeulue Cut
(Pulau Simeulucut), Pulau Simuk, Pulau Wunga, Pulau
Niau (Pulau Sinyau-nyau), Pulau Pagai Utara, Pulau
Sibaru-baru, Pulau Enggano, Pulau Mega, Pulau
Bertuah, Pulau Deli, Pulau Karangpabayan (Pulau
Karang Pabayan), Pulau Guhakolak, Pulau Batukolotok,
Pulau Nusamanuk, Pulau Nusakambangan, Pulau
Ngekel (Pulau Sekel), Pulau Nusabarong, Pulau
Panihan, Pulau Nusapenida, dan Pulau Gili Sepatang
- 112 -
(Pulau Sophialouisa).

Paragraf 5
Sistem Jaringan Prasarana Perkotaan

(1) Sistem jaringan prasarana perkotaan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 14 huruf e ditetapkan dalam rangka
meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan perkotaan
yang dikembangkan secara terintegrasi dan disesuaikan
dengan kebutuhan untuk mendukung pertumbuhan
ekonomi Kawasan Perbatasan Laut Lepas.
(2) Sistem jaringan prasarana perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. SPAM;
b. sistem jaringan drainase;
c. sistem jaringan air limbah; dan
d. sistem pengelolaan persampahan.

(1) SPAM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf


a ditetapkan dalam rangka menjamin kuantitas, kualitas,
dan kontinuitas penyediaan air minum bagi penduduk dan
kegiatan ekonomi serta meningkatkan efisiensi dan cakupan
pelayanan.
(2) SPAM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan.
(3) SPAM jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit
pelayanan, dan unit pengelolaan dengan kapasitas produksi
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan Kawasan
Perbatasan Laut Lepas.
(4) SPAM bukan jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) meliputi sumur dangkal, sumur pompa
tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil
tangki air, instalasi air kemasan, dan/atau bangunan
pelindungan mata air diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
- 113 -
(5) SPAM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di Kawasan
Perbatasan Laut Lepas dipadukan dengan sistem jaringan
sumber daya air untuk menjamin ketersediaan air baku.
(6) SPAM jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) terdiri atas:
a. Seluruh pusat pelayanan utama;
b. Seluruh pusat pelayanan penyangga;
c. permukiman yang melayani pusat pelayanan di
Perbatasan Laut Lepas.
(7) Sistem Penyediaan Air Minum bukan jaringan perpipaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. PPKT yang meliputi Pulau Bateeleblah (Pulau
Benggala), Pulau Raya, Pulau Salaut Besar, Pulau
Simeulue Cut (Pulau Simeulucut), Pulau Simuk, Pulau
Wunga, Pulau Niau (Pulau Sinyau-nyau), Pulau Pagai
Utara, Pulau Sibaru-baru, Pulau Enggano, Pulau
Mega, Pulau Bertuah, Pulau Deli, Pulau
Karangpabayan (Pulau Karang Pabayan), Pulau
Guhakolak, Pulau Batukolotok, Pulau Nusamanuk,
Pulau Nusakambangan, Pulau Ngekel (Pulau Sekel),
Pulau Nusabarong, Pulau Panihan, Pulau Nusapenida,
dan Pulau Gili Sepatang (Pulau Sophialouisa);
b. Penyediaan air minum untuk ibukota kecamatan dan
perdesaan yang melayani pusat pelayanan kawasan
Perbatasan Laut Lepas, termasuk PPKT yang tidak
terdapat sumber air baku atau rnerupakan lokasi
dengan sumber air baku sulit dapat diupayakan
melalui rekayasa pengolahan air baku.
(8) Pengelolaan SPAM sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

(1) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 37 ayat (2) huruf b yaitu saluran drainase primer
ditetapkan dalam rangka mengurangi genangan air dan
mendukung pengendalian banjir, terutama di kawasan
permukiman, kawasan industri, kawasan perdagangan dan
- 114 -
jasa, kawasan perkantoran, kawasan pertanian, dan
kawasan pariwisata.
(2) Saluran drainase primer sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikembangkan melalui saluran pembuangan utama.
(3) Saluran drainase primer sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilaksanakan secara terpadu dengan sistem
pengendalian banjir.

(1) Sistem jaringan air limbah sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 37 ayat (2) huruf c ditetapkan dalam rangka
pengurangan, pemanfaatan kembali, dan pengolahan air
limbah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Sistem jaringan air limbah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. sistem pembuangan air limbah domestik; dan
b. sistem pengelolaan air limbah industri.
(3) Sistem pengelolaan air limbah domestik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. sistem pengolahan air limbah terpusat skala perkotaan;
b. sistem pengolahan air limbah terpusat skala
permukiman;
c. sistem pengolahan air limbah terpusat skala kawasan
tertentu; dan
d. sistem pengolahan air limbah setempat.
(4) Sistem pengelolaan air limbah terpusat skala perkotaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi
layanan untuk lingkup kota atau regional.
(5) Sistem pengelolaan air limbah terpusat skala permukiman
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b meliputi
layanan untuk lingkup permukiman.
(6) Sistem pengelolaan air limbah terpusat skala kawasan
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c
meliputi layanan untuk lingkup kawasan komersial
dan/atau bangunan tertentu seperti rumah susun, hotel,
pertokoan, dan pusat perbelanjaan.
(7) Sistem pengelolaan air limbah setempat sebagaimana
- 115 -
dimaksud pada ayat (3) huruf d dilakukan secara individual
melalui pengolahan dan pembuangan air limbah setempat
serta dikembangkan pada kawasan yang belum memiliki
sistem pembuangan air limbah terpusat.
(8) Sistem pengelolaan air limbah domestik sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(9) Sistem pengelolaan air limbah industri sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan secara kolektif
melalui jaringan pengumpulan air limbah, pengolahan,
serta pembuangan air limbah secara terpusat, terutama
pada kawasan permukiman padat dan kawasan industri.
(10) Sistem pengelolaan air limbah industri sebagaimana
dimaksud pada ayat (9) mencakup IPAL beserta jaringan
pengumpul air limbah.
(11) Sistem pengelolaan air limbah industri sebagaimana
dimaksud pada ayat (9) dilaksanakan dengan
memperhatikan aspek teknis, lingkungan, dan sosial
budaya masyarakat setempat, serta dilengkapi dengan zona
penyangga.
(12) Sistem pengelolaan air limbah industri sebagaimana
dimaksud pada ayat (9) dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

(1) Sistem pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 37 ayat (2) huruf d ditetapkan dalam rangka
mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang
sampah guna meningkatkan kesehatan Masyarakat dan
kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai
sumber daya.
(2) Sistem pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas TPS, Tempat Penampungan
Sementara Sampah Spesifik (TPSSS-B3), fasilitas
pengelolaan sampah spesifik, TPA, TPA regional, dan TPST.
(3) Lokasi TPS, TPSSS-B3 dan fasilitas pengelolaan sampah
spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di Kawasan
Perbatasan Laut Lepas direncanakan pada unit lingkungan
- 116 -
permukiman dan pusat-pusat kegiatan yang ditetapkan
dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
(4) Pengelolaan persampahan di Kawasan Perbatasan Laut
Lepas dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Rencana struktur ruang Kawasan Perbatasan Laut Lepas


sebagaimana dimaksud dalam Bab IV digambarkan dalam Peta
Rencana Struktur Ruang Kawasan Perbatasan Laut Lepas
dengan tingkat ketelitian skala 1:50.000 sebagaimana tercantum
dalam Lampiran … merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Presiden ini.

BAB V
RENCANA POLA RUANG
KAWASAN PERBATASAN LAUT LEPAS

Bagian Kesatu
Umum

(1) Rencana Pola Ruang Kawasan Perbatasan Laut Lepas


ditetapkan dengan tujuan mengoptimalkan pemanfaatan
ruang sesuai dengan peruntukannya sebagai Kawasan
Lindung dan Kawasan Budi Daya berdasarkan daya
dukung dan daya tampung lingkungan.
(2) Rencana Pola Ruang Kawasan Perbatasan Laut Lepas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Kawasan Lindung; dan
b. Kawasan Budi Daya.
(3) Rencana Pola Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memperhatikan mitigasi bencana sebagai upaya
pencegahan terhadap bencana alam dengan tujuan untuk
memberikan pelindungan semaksimal mungkin atas
kemungkinan bencana terhadap fungsi lingkungan hidup
dan kegiatan lainnya.
- 117 -

Bagian Kedua
Kawasan Lindung

Kawasan Lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat


(2) huruf a, yang terdiri atas:
a. Zona L1 yang merupakan kawasan yang memberikan
pelindungan terhadap kawasan bawahannya;
b. Zona L2 yang merupakan kawasan pelindungan
setempat;
c. Zona L3 yang merupakan kawasan konservasi;
d. Zona L4 yang merupakan kawasan lindung geologi; dan
e. Zona L5 yang merupakan kawasan lindung lainnya;

(1) Zona L1 yang merupakan kawasan yang memberikan


pelindungan terhadap kawasan bawahannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf a ditetapkan
dengan tujuan:
a. mencegah terjadinya erosi dan sedimentasi;
b. menjaga fungsi hidrologis tanah untuk menjamin
ketersediaan unsur hara tanah, air tanah, dan air
permukaan; dan
c. memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air
hujan pada daerah tertentu untuk keperluan
penyediaan kebutuhan air tanah dan
penanggulangan banjir, baik untuk kawasan
bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan.
(2) Zona L1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
Zona L1 yang merupakan kawasan hutan lindung.

(1) Zona L1 yang merupakan kawasan hutan lindung


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) ditetapkan
dengan kriteria:
a. Kawasan Hutan dengan faktor kemiringan lereng,
- 118 -
jenis tanah, dan intensitas hujan yang jumlah hasil
perkalian bobotnya sama dengan 175 (seratus tujuh
puluh lima) atau lebih;
b. Kawasan Hutan yang mempunyai kemiringan lereng
paling sedikit 40% (empat puluh persen);
c. Kawasan Hutan yang mempunyai ketinggian paling
sedikit 2.000 (dua ribu) meter di atas permukaan laut;
atau
d. Kawasan Hutan yang mempunyai tanah sangat peka
terhadap erosi dengan kelerengan diatas lebih dari
15% (lima belas persen).
(2) Zona L1 yang merupakan kawasan hutan lindung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di
sebagian wilayah:
a. Kecamatan Gerogol, Kecamatan Pulomerak di Kota
Cilegon
b. Kecamatan Cilograng, Kecamatan Malingping,
Kecamatan Wanasalam di Kabupaten Lebak
c. Kecamatan Cibitung, Kecamatan Cikeusik dan
Kecamatan Cimanggu di Kabupaten Pandeglang
d. Kecamatan Cidaun di Kabupaten Cianjur
e. Kecamatan Bungbulang, Kecamatan Caringin,
Kecamatan Cikelet dan Kecamatan Pakenjeng di
Kabupaten Garut
f. Kecamatan Ciemas, Kecamatan Cikakak, Kecamatan
Cisolok, Kecamatan Simpenan di Kabupaten
Sukabumi
g. Kecamatan Ayah, Kecamatan Buayan di Kabupaten
Kebumen
h. Kecamatan Panggang di Kabupaten Gunungkidul
i. Kecamatan Bangorejo, Kecamatan Kabat, Kecamatan
Kalipuro, Kecamatan Pesanggaran, Kecamatan
Purwoharjo, dan Kecamatan Siliragung di Kabupaten
Banyuwangi
j. Kecamatan Bakung, Kecamatan Panggungrejo,
Kecamatan Wates, dan Kecamatan Wonotirto di
Kabupaten Blitar
k. Kecamatan Ambulu, Kecamatan Tempurejo,
- 119 -
Kecamatan Wuluhan di Kabupaten Jember
l. Kecamatan Candipuro, Kecamatan Pasirian, dan
Kecamatan Tempursari di Kabupaten Lumajang
m. Kecamatan Ampelgading, Kecamatan Bantur,
Kecamatan Donomulyo, Kecamatan Gedangan,
Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kecamatan
Tirtoyudo di Kabupaten Malang
n. Kecamatan Kebonagung, Kecamatan Pacitan, dan
Kecamatan Pringkuku di Kabupaten Pacitan
o. Kecamatan Munjungan, Kecamatan Panggul, dan
Kecamatan Watulimo di Kabupaten Trenggalek
p. Kecamatan Besuki, Kecamatan Kalidawir ,
Kecamatan Pucanglaban, dan Kecamatan
Tanggunggunung di Kabupaten Tulungagung
q. Kecamatan Jembrana, Kecamatan Melaya,
Kecamatan Mendoyo, Kecamatan Negara dan
Kecamatan Pekutatan di Kabupaten Jembrana
r. Kecamatan Karangasem di Kabupaten Karangasem
s. Kecamatan Nusa Penida di Kabupaten Klungkung
t. Kecamatan Salemadeg Barat dan Kecamatan
Selemadeg di Kabupaten Tabanan
u. Kecamatan Lambu, Kecamatan Langgudu,
Kecamatan Monta, dan Kecamatan Parado di
Kabupaten Bima
v. Kecamatan Dompu, Kecamatan Hu'u, Kecamatan
Pajo, dan Kecamatan Woja di Kabupaten Dompu
w. Kecamatan Gerung, Kecamatan Lembar, dan
Kecamatan Sekotong di Kabupaten Lombok Barat
x. Kecamatan Praya Barat, Kecamatan Praya Barat
Daya, dan Kecamatan Pujut di Kabupaten Lombok
Tengah
y. Kecamatan Jerowaru di Kabupaten Lombok Timur
z. Kecamatan Empang, Kecamatan Labangka,
Kecamatan Lunyuk, Kecamatan Plampang,
Kecamatan Ropang, dan Kecamatan Tarano di
Kabupaten Sumbawa
aa. Kecamatan Jereweh, Kecamatan Maluk, Kecamatan
Poto Tano, Kecamatan Sekongkang, dan Kecamatan
- 120 -
Taliwang di Kabupaten Sumbawa Barat.
(3) Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan lindung
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

(1) Zona L2 yang merupakan kawasan pelindungan


setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf b
ditetapkan dengan tujuan melindungi pantai, sungai,
waduk, dan RTH kota dari kegiatan budi daya yang dapat
mengganggu kelestarian fungsinya.
(2) Zona L2 yang merupakan kawasan pelindungan setempat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Zona L2 yang merupakan sempadan pantai;
b. Zona L2 yang merupakan sempadan sungai; dan
c. Zona L2 yang merupakan kawasan sekitar danau,
embung, atau waduk.

(1) Zona L2 yang merupakan sempadan pantai sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) huruf a ditetapkan
dengan kriteria:
a. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit
100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke
arah darat; atau
b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi
fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak
proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai.
(2) Zona L2 yang merupakan sempadan pantai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di sebagian wilayah:
a. Kecamatan Citangkil, Kecamatan Ciwandan,
Kecamatan Gerogol, dan Kecamatan Pulomerak di Kota
Cilegon
b. Kecamatan Bayah, Kecamatan Cihara, Kecamatan
Cilograng, Kecamatan Malingping, Kecamatan
Panggarangan, dan Kecamatan Wanasalam di
Kabupaten Lebak
c. Kecamatan Sumur, Kecamatan Cimanggu, Kecamatan
- 121 -
Cibitung, Kecamatan Cikeusik, Kecamatan Cigeulis,
Kecamatan Panimbang, Kecamatan Pagelaran,
Kecamatan Sukaresmi, Kecamatan Labuan dan
Kecamatan Carita di Kabupaten Pandeglang
d. Kecamatan Cinangka dan Kecamatan Anyar di
Kabupaten Serang
e. Kecamatan Cisolok, Kecamatan Cikakak, Kecamatan
Palabuhanratu, Kecamatan Simpenan, Kecamatan
Ciemas, Kecamatan Ciracap, Kecamatan Surade,
Kecamatan Cibitung, dan Kecamatan Tegalbuleud di
Kabupaten Sukabumi
f. Kecamatan Agrabinta, Kecamatan Sindangbarang dan
Kecamatan Cidaun di Kabupaten Cianjur
g. Kecamatan Caringin, Kecamatan Bungbulang,
Kecamatan Mekarmukti, Kecamatan Pakenjeng,
Kecamatan Cikelet, Kecamatan Pemeungpeuk dan
Kecamatan Cibalong di Kabupaten Garut
h. Kecamatan Cipatujah, Kecamatan Karangnunggal dan
Kecamatan Cikalong di Kabupaten Tasikmalaya
i. Kecamatan Cimerak, Kecamatan Cijulang, Kecamatan
Parigi, Kecamatan Sidamulih, Kecamatan
Pangandaran dan Kecamatan Kalipucang di Kabupaten
Pangandaran
j. Kecamatan Cilacap Selatan, Kecamatan Cilacap Utara,
Kecamatan Kesugihan, Kecamatan Adipala,
Kecamatan Binangun, dan Kecamatan Nusawungu di
Kabupaten Cilacap
k. Kecamatan Ayah, Kecamatan Buayan, Kecamatan
Puring, Kecamatan Petanahan, Kecamatan Klirong,
Kecamatan Buluspesantren, Kecamatan Ambal dan
Kecamatan Mirit di Kabupaten Kebumen
l. Kecamatan Grabag, Kecamatan Ngombol dan
Kecamatan Purwodadi di Kabupaten Purworejo
m. Kecamatan Paranggupito di Kabupaten Wonogiri.
n. Kecamatan Temon, Kecamatan Wates, Kecamatan
Panjatan dan Kecamatan Galur di Kabupaten Kulon
Progo.
o. Kecamatan Srandakan, Kecamatan Sanden dan
- 122 -
Kecamatan Kretek di Kabupaten Bantul
p. Kecamatan Purwosari, Kecamatan Panggang,
Kecamatan Saptosari, Kecamatan Tanjungsari,
Kecamatan Tepus, dan Kecamatan Girisubo di
Kabupaten Gunung Kidul
q. Kecamatan Donorojo, Kecamatan Pringkuku,
Kecamatan Pacitan, Kecamatan Kebonagung,
Kecamatan Tulakan, Kecamatan Ngadirojo dan
Kecamatan Sudimoro di Kabupaten Pacitan
r. Kecamatan Panggul, Kecamatan Munjungan dan
Kecamatan Watulimo di Kabupaten Trenggalek
s. Kecamatan Besuki, Kecamatan Tanggunggunung,
Kecamatan Kalidawir dan Kecamatan Pucanglaban di
Kabupaten Tulungagung
t. Kecamatan Bakung, Kecamatan Wonotirto, Kecamatan
Panggungrejo dan Kecamatan Wates di Kabupaten
Blitar
u. Kecamatan Donomulyo, Kecamatan Bantur,
Kecamatan Gedangan, Kecamatan Sumbermanjing
Wetan, Kecamatan Tirtoyudo dan Kecamatan
Ampelgading di Kabupaten Malang
v. Kecamatan Tempursari, Kecamatan Pasirian,
Kecamatan Tempeh, Kecamatan Kunir dan Kecamatan
Yosowilangun di Kabupaten Lumajang
w. Kecamatan Puger, Kecamatan Wuluhan, Kecamatan
Ambulu, Kecamatan Tempurejo, Kecamatan Kencong
dan Kecamatan Gumukmas di Kabupaten Jember
x. Kecamatan Pesanggaran, Kecamatan Siliragung,
Kecamatan Bangorejo, Kecamatan Purwoharjo,
Kecamatan Tegaldlimo, Kecamatan Banyuwangi,
Kecamatan Blimbingsari, Kecamatan Kabat,
Kecamatan Kalipuro, dan Kecamatan Muncar di
Kabupaten Banyuwangi
y. Kecamatan Jembrana, Kecamatan Mendoyo,
Kecamatan Pekutatan, Kecamatan Melaya dan
Kecamatan Negara di Kabupaten Jembrana
z. Kecamatan Salemadeg Barat, Kecamatan Selemadeg,
Kecamatan Salamadeg Timur, Kecamatan Kerambitan,
- 123 -
Kecamatan Tabanan dan Kecamatan Kediri di
Kabupaten Tabanan
aa. Kecamatan Mengwi, Kecamatan Kuta Utara,
Kecamatan Kuta Selatan, dan Kecamatan Kuta di
Kabupaten Badung
bb. Kecamatan Sukawati, Kecamatan Blahbatuh dan
Kecamatan Gianyar di Kabupaten Gianyar
cc. Kecamatan Manggis dan Kecamatan Karangasem di
Kabupaten Karangasem
dd. Kecamatan Banjarangkan, Kecamatan Klungkung,
Kecamatan Nusa Penida dan Kecamatan Dawan di
Kabupaten Klungkung
ee. Kecamatan Denpasar Selatan dan Kecamatan
Denpasar Timur di Kota Denpasar
ff. Kecamatan Sekotong, Kecamatan Lembar, Kecamatan
Labuapi, dan Kecamatan Gerung di Kabupaten
Lombok Barat
gg. Kecamatan Praya Barat Daya, Kecamatan Praya Barat,
Kecamatan Pujut, dan Kecamatan Praya Timur di
Kabupaten Lombok Tengah
hh. Kecamatan Jerowaru di Kabupaten Lombok Timur
ii. Kecamatan Poto Tano, Kecamatan Taliwang,
Kecamatan Maluk, Kecamatan Sekongkang, dan
Kecamatan Jereweh di Kabupaten Sumbawa Barat
jj. Kecamatan Lunyuk, Kecamatan Ropang, Kecamatan
Plampang, Kecamatan Labangka, Kecamatan Empang,
dan Kecamatan Tarano di Kabupaten Sumbawa
kk. Kecamatan Woja, Kecamatan Hu'u, Kecamatan Pajo,
dan Kecamatan Dompu di Kabupaten Dompu
ll. Kecamatan Parado, Kecamatan Monta, Kecamatan
Langgudu dan Kecamatan Lambu di Kabupaten Bima
mm. Kecamatan Ampenan dan Kecamatan Sekarbela di
Kota Mataram
(3) Batas Zona L2 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
- 124 -

(1) Zona L2 yang merupakan sempadan sungai sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) huruf b ditetapkan pada:
a. Sungai tidak bertanggul di dalam Kawasan Perkotaan;
b. Sungai tidak bertanggul di luar Kawasan Perkotaan;
c. Sungai bertanggul di dalam Kawasan Perkotaan; dan
d. Sungai bertanggul di luar Kawasan Perkotaan.
(2) Zona L2 yang merupakan sempadan sungai tidak
bertanggul di dalam Kawasan Perkotaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a ditetapkan dengan
kriteria:
a. paling sedikit berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri
dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam
hal kedalaman kurang dari atau sama dengan 3 (tiga)
meter;
b. paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri
dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam
hal kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan
20 (dua puluh) meter; dan
c. paling sedikit berjarak 30 (tiga puluh) meter dari tepi kiri
dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam
hal kedalaman lebih dari 20 (dua puluh) meter.
(3) Zona L2 yang merupakan sempadan sungai tidak
bertanggul di luar Kawasan Perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan dengan kriteria:
a. paling sedikit berjarak 100 (seratus) meter dari tepi kiri
dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai pada
sungai besar dengan luas DAS lebih besar dari 500 (lima
ratus) kilometer persegi; dan
b. paling sedikit berjarak 50 (lima puluh) meter dari tepi
kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai
pada sungai kecil dengan luas DAS kurang dari atau
sama dengan 500 (lima ratus) kilometer persegi.
(4) Zona L2 yang merupakan sempadan sungai bertanggul di
dalam Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c ditentukan paling sedikit berjarak 3 (tiga)
meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.
- 125 -
(5) Zona L2 yang merupakan sempadan sungai bertanggul di
luar Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf d ditentukan paling sedikit berjarak 5 (lima)
meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.
(6) Zona L2 yang merupakan sempadan sungai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di:
a.

(1) Zona L2 yang merupakan kawasan sekitar danau,


embung, atau waduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal
47 ayat (2) huruf c ditetapkan dengan kriteria:
a. daratan dengan jarak 50 (lima puluh) meter sampai
dengan 100 (seratus) meter dari titik pasang air
danau, embung, atau waduk; atau
b. daratan sepanjang tepian danau, embung, atau
waduk yang lebarnya proporsional terhadap bentuk
dan kondisi fisik danau, embung, atau waduk.
(2) Zona L2 yang merupakan kawasan sekitar danau,
embung, waduk atau bendung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan di:
(3) Tata cara penetapan garis sempadan, danau, embung,
atau waduk dan pemanfaatan daerah sempadan, danau,
embung, atau waduk termasuk sabuk hijau, danau,
embung, atau waduk dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

(1) Zona L3 yang merupakan kawasan konservasi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 44 huruf c ditetapkan untuk
melindungi keanekaragaman tumbuhan dan satwa guna
mencegah kepunahan spesies, melindungi sistem
penyangga kehidupan, dan/atau pemanfaatan
keanekaragaman hayati secara lestari.
(2) Zona L3 yang merupakan kawasan konservasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Zona L3 yang merupakan Kawasan suaka alam berupa
cagar alam
- 126 -
b. Zona L3 yang merupakan Kawasan pelestarian alam
berupa taman nasional
c. Zona L3 yang merupakan Kawasan Konservasi di
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

(1) Zona L3 yang merupakan Kawasan suaka alam


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf a
ditetapkan dengan kriteria:
a. memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa, dan
tipe ekosistemnya;
b. memiliki formasi biota tertentu dan/ atau unit-unit
penyusunnya;
c. memiliki kondisi alam, baik biota maupun fisiknya
yang masih asli atau belum diganggu manusia;
d. memiliki luas dan bentuk tertentu; dan/atau
e. memiliki ciri khas yang merupakan satu-satunya
contoh di suatu daerah serta keberadaannya
memerlukan konservasi.
(2) Zona L3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di:
a.

(1) Zona L3 yang merupakan Kawasan pelestarian alam


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf b
ditetapkan dengan kriteria:
a. berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki
tumbuhan dan/atau satwa yang beragam;
b. memiliki luas yang cukup untuk menjamin
kelangsungan proses ekologi secara alami;
c. memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik
berupa jenis tumbuhan maupun jenis satwa dan
ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh;
d. memiliki paling sedikit 1 (satu) ekosistem yang terdapat
di dalamnya yang secara materi atau fisik tidak boleh
diubah baik oleh eksploitasi maupun pendudukan
manusia; dan/atau
e. memiliki keadaan alam yang asli untuk dikembangkan
- 127 -
sebagai pariwisata alam.
(2) Zona L3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
pada …..

(1) Zona L3 yang merupakan Kawasan Konservasi di Wilayah


Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 ayat (2) huruf c ditetapkan dengan kriteria:
a. perairan laut nasional dan perairan kawasan strategis
nasional yang mempunyai daya tarik sumberdaya alam
hayati, formasi geologi, dan/atau gejala alam yang
dapat dikembangkan untuk kepentingan pemanfaatan
pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian,
pendidikan, dan peningkatan kesadaran konservasi
sumberdaya alam hayati berhutan atau bervegetasi
tetap yang memiliki tumbuhan dan/atau satwa yang
beragam;
b. perairan laut nasional dan perairan kawasan strategis
nasional yang mempunyai luas yang cukup untuk
menjamin kelestarian potensi dan daya tarik serta
pengelolaan sumberdaya hayati yang berkelanjutan;
c. perairan laut daerah yang mempunyai daya tarik
sumberdaya alam hayati, formasi geologi, dan/atau
gejala alam yang dapat dikembangkan untuk
kepentingan pemanfaatan pengembangan ilmu
pengetahuan, penelitian, pendidikan, dan peningkatan
kesadaran konservasi sumberdaya alam hayati;
dan/atau
d. perairan laut daerah yang mempunyai luas yang cukup
untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik
serta pengelolaan sumberdaya hayati yang
berkelanjutan.
(2) Zona L3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
pada …..

(1) Zona L4 yang merupakan kawasan lindung geologi


- 128 -
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf d ditetapkan
untuk memberikan:
a. pelindungan atas kemungkinan bencana alam geologi; dan
b. pelindungan terhadap air tanah.
(2) Zona L4 yang merupakan kawasan lindung geologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
a. kawasan cagar alam geologi; dan
b. kawasan yang memberikan pelindungan terhadap air
tanah.
(3) Zona L4 yang merupakan cagar alam geologi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan bagian dari
Kawasan bentang alam karst Sukolilo yang ditetapkan di
Kecamatan Brati, Kecamatan Grobogan, dan Kecamatan
Klambu pada Kabupaten Grobogan.
(4) Zona L4 yang merupakan kawasan yang memberikan
pelindungan terhadap air tanah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b meliputi:
a. kawasan imbuhan air tanah; dan
b. sempadan mata air.
(5) Zona L4 yang merupakan kawasan imbuhan air tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a ditetapkan di
kawasan imbuhan air tanah Semarang–Demak.
(6) Zona L4 yang merupakan sempadan mata air sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf b meliputi:
a. daratan di sekeliling mata air yang mempunyai
manfaat untuk mempertahankan fungsi mata air; dan
b. wilayah dengan jarak paling sedikit 200 (dua ratus)
meter dari mata air.
(7) Zona L4 yang merupakan sempadan mata air sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) ditetapkan di mata air yang berada
di:
a. Kecamatan Boja, Kecamatan Limbangan, Kecamatan
Plantungan dan Kecamatan Pageruyung Singorojo di
Kabupaten Kendal;
b. Kecamatan Mranggen, Kecamatan Karangawen, dan
Kecamatan Karanganyar di Kabupaten Demak;
c. Kecamatan Ungaran, Kecamatan Jambu, Kecamatan
Ambarawa, Kecamatan Bandungan, Kecamatan
- 129 -
Banyubiru, Kecamatan Tuntang, Kecamatan
Tengaran, kecamatan Getasan di Kabupaten
Semarang;
d. Kecamatan Sidomukti, Kecamatan Argomulyo,
Kecamatan Tingkir dan Kecamatan Sidorejo pada Kota
Salatiga;
e. Kecamatan Tembalang, Kecamatan Gunungpati,
Kecamatan Banyumanik, Kecamatan Ngaliyan, dan
Kecamatan Mijen di Kota Semarang; dan
f. Kecamatan Tanggungharjo, Kecamatan Gubug,
Kecamatan Kedungjati, Kecamatan Karangrayung,
Kecamatan Brati, Kecamatan Klambu, Kecamatan
Grobogan dan kecamatan Toroh pada Kabupaten
Grobogan.

(1) Zona L5 yang merupakan kawasan lindung lainnya


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf e yang
ditetapkan untuk melindungi keanekaragaman biota dan
tipe ekosistem bagi kepentingan pelindungan plasma
nutfah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada
umumnya.
(2) Zona L5 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
a. cagar budaya dan ilmu pengetahuan; dan
b. kawasan ekosistem mangrove.

(1) Zona L5 yang merupakan kawasan cagar budaya dan ilmu


pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat
(2) huruf a yang ditetapkan dengan kriteria sebagai hasil
budaya manusia yang bernilai tinggi yang dimanfaatkan
untuk pengembangan ilmu pengetahuan berupa benda,
bangunan, struktur, dan situs.
(2) Zona L5 yang merupakan kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan di:
(3) Zona L5 yang merupakan kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
- 130 -
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

(1) Zona L5 yang merupakan kawasan ekosistem mangrove


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf b
meliputi koridor di sepanjang pantai dengan lebar paling
sedikit 130 (seratus tiga puluh) kali nilai rata-rata
perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan,
diukur dari garis air surut terendah ke arah darat.
(2) Zona L5 yang merupakan kawasan ekosistem mangrove
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di
sebagian wilayah:
(3) Zona L5 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Kawasan Budi Daya

Kawasan Budi Daya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat


(2) huruf b terdiri atas Zona B1, Zona B2, Zona B3, dan Zona B4.

(1) Zona B1 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59


merupakan zona dengan karakteristik:
a. sebagai kawasan yang memiliki kualitas daya dukung
lingkungan sangat tinggi dan tinggi;
b. tingkat pelayanan prasarana dan sarana tinggi; dan
c. berpotensi dikembangkan bangunan gedung dengan
intensitas tinggi, baik vertikal maupun horizontal
(2) Zona B1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. permukiman intensitas tinggi;
b. pertahanan dan keamanan;
c. kepabeanan, imigrasi, karantina dan keamanan;
- 131 -
d. pemerintahan;
e. perdagangan dan jasa;
f. pendidikan;
g. kesehatan;
h. sosial budaya;
i. promosi pariwisata dan komoditas unggulan;
j. industri pengolahan dan jasa;
k. transportasi darat;
l. transportasi laut; dan/atau
m. transportasi udara.
(3) Zona B1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di
sebagian wilayah:
a.

(1) Zona B2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59


merupakan zona dengan karakteristik:
a. sebagai kawasan yang mempunyai kualitas daya dukung
lingkungan sedang; dan
b. tingkat pelayanan prasarana dan sarana sedang hinga
tinggi
(2) Zona B2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. permukiman intensitas sedang;
b. pertahanan dan keamanan;
c. kepabeanan, imigrasi, karantina dan keamanan
d. pemerintahan;
e. perdagangan dan jasa;
f. pendidikan;
g. kesehatan;
h. sosial budaya;
i. promosi pariwisata dan komoditas unggulan;
j. industri pengolahan dan jasa;
k. transportasi darat;
l. transportasi laut; dan/atau
m. transportasi udara.
(3) Zona B2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di
sebagian wilayah:
a.
- 132 -

(1) Zona B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59


merupakan zona dengan karakteristik:
a. sebagai kawasan yang mempunyai kualitas daya dukung
lingkungan rendah; dan
b. tingkat pelayanan prasarana dan sarana sedang hingga
rendah
(2) Zona B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. permukiman intensitas rendah;
b. pertahanan dan keamanan;
c. pemerintahan;
d. perdagangan dan jasa;
e. pendidikan;
f. kesehatan;
g. perkebunan;
h. perikanan;
i. sosial budaya;
j. transportasi darat;
k. transportasi laut; dan/atau
l. transportasi udara.
(3) Zona B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di
sebagian wilayah:
a.

(1) Zona B4 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59


merupakan zona dengan karakteristik: zona dengan
karakteristik karakteristik kawasan pertanian yang
ditetapkan ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan
berkelanjutan (LP2B), lahan baku sawah (LBS) dan atau
daerah irigasi teknis
(2) Zona B4 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputikawasan peruntukan pertanian tanaman pangan
(3) Zona B4 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di
sebagian wilayah:
a. Kecamatan Cibeber, Kecamatan Cilegon, Kecamatan
Citangkil, Kecamatan Ciwandan, Kecamatan Gerogol,
dan Kecamatan Pulomerak, Kecamatan Jombang,
- 133 -
Kecamatan Purwakarta di Kota Cilegon
b. Kecamatan Bayah, Kecamatan Cihara, Kecamatan
Cilograng, Kecamatan Malingping, Kecamatan
Panggarangan, dan Kecamatan Wanasalam di
Kabupaten Lebak
c. Kecamatan Sumur, Kecamatan Cimanggu,
Kecamatan Cibitung, Kecamatan Cikeusik,
Kecamatan Cigeulis, Kecamatan Panimbang,
Kecamatan Pagelaran, Kecamatan Sukaresmi,
Kecamatan Labuan dan Kecamatan Carita di
Kabupaten Pandeglang
d. Kecamatan Cinangka dan Kecamatan Anyar di
Kabupaten Serang
e. Kecamatan Cisolok, Kecamatan Cikakak, Kecamatan
Palabuhanratu, Kecamatan Simpenan, Kecamatan
Ciemas, Kecamatan Ciracap, Kecamatan Surade,
Kecamatan Cibitung, dan Kecamatan Tegalbuleud di
Kabupaten Sukabumi
f. Kecamatan Agrabinta, Kecamatan Sindangbarang
dan Kecamatan Cidaun di Kabupaten Cianjur
g. Kecamatan Caringin, Kecamatan Bungbulang,
Kecamatan Mekarmukti, Kecamatan Pakenjeng,
Kecamatan Cikelet, Kecamatan Pemeungpeuk dan
Kecamatan Cibalong di Kabupaten Garut
h. Kecamatan Cipatujah, Kecamatan Karangnunggal
dan Kecamatan Cikalong di Kabupaten Tasikmalaya
i. Kecamatan Cimerak, Kecamatan Cijulang,
Kecamatan Parigi, Kecamatan Sidamulih, Kecamatan
Pangandaran dan Kecamatan Kalipucang di
Kabupaten Pangandaran
j. Kecamatan Cilacap Selatan, Kecamatan Cilacap
Utara, Kecamatan Kesugihan, Kecamatan Adipala,
Kecamatan Binangun, dan Kecamatan Nusawungu di
Kabupaten Cilacap
k. Kecamatan Ayah, Kecamatan Buayan, Kecamatan
Puring, Kecamatan Petanahan, Kecamatan Klirong,
Kecamatan Buluspesantren, Kecamatan Ambal dan
Kecamatan Mirit di Kabupaten Kebumen
- 134 -
l. Kecamatan Grabag, Kecamatan Ngombol dan
Kecamatan Purwodadi di Kabupaten Purworejo
m. Kecamatan Paranggupito di Kabupaten Wonogiri.
n. Kecamatan Temon, Kecamatan Wates, Kecamatan
Panjatan dan Kecamatan Galur di Kabupaten Kulon
Progo
o. Kecamatan Srandakan, Kecamatan Sanden dan
Kecamatan Kretek di Kabupaten Bantul
p. Kecamatan Purwosari, Kecamatan Panggang,
Kecamatan Saptosari, Kecamatan Tanjungsari,
Kecamatan Tepus, dan Kecamatan Girisubo di
Kabupaten Gunung Kidul
q. Kecamatan Donorojo, Kecamatan Pringkuku,
Kecamatan Pacitan, Kecamatan Kebonagung,
Kecamatan Tulakan, Kecamatan Ngadirojo dan
Kecamatan Sudimoro di Kabupaten Pacitan
r. Kecamatan Panggul, Kecamatan Munjungan dan
Kecamatan Watulimo di Kabupaten Trenggalek
s. Kecamatan Besuki, Kecamatan Tanggunggunung,
Kecamatan Kalidawir dan Kecamatan Pucanglaban di
Kabupaten Tulungagung
t. Kecamatan Bakung, Kecamatan Wonotirto,
Kecamatan Panggungrejo dan Kecamatan Wates di
Kabupaten Blitar
u. Kecamatan Donomulyo, Kecamatan Bantur,
Kecamatan Gedangan, Kecamatan Sumbermanjing
Wetan, Kecamatan Tirtoyudo dan Kecamatan
Ampelgading di Kabupaten Malang
v. Kecamatan Candipuro, Kecamatan Tempursari,
Kecamatan Pasirian, Kecamatan Tempeh, Kecamatan
Kunir dan Kecamatan Yosowilangun di Kabupaten
Lumajang
w. Kecamatan Puger, Kecamatan Wuluhan, Kecamatan
Ambulu, Kecamatan Tempurejo, Kecamatan Kencong
dan Kecamatan Gumukmas di Kabupaten Jember
x. Kecamatan Pesanggaran, Kecamatan Siliragung,
Kecamatan Bangorejo, Kecamatan Purwoharjo,
Kecamatan Tegaldlimo, Kecamatan Banyuwangi,
- 135 -
Kecamatan Blimbingsari, Kecamatan Kabat,
Kecamatan Kalipuro, dan Kecamatan Muncar di
Kabupaten Banyuwangi
y. Kecamatan Jembrana, Kecamatan Mendoyo,
Kecamatan Pekutatan, Kecamatan Melaya dan
Kecamatan Negara di Kabupaten Jembrana
z. Kecamatan Salemadeg Barat, Kecamatan Selemadeg,
Kecamatan Salamadeg Timur, Kecamatan
Kerambitan, Kecamatan Tabanan dan Kecamatan
Kediri di Kabupaten Tabanan
aa. Kecamatan Mengwi, Kecamatan Kuta Utara dan
Kecamatan Kuta di Kabupaten Badung
bb. Kecamatan Sukawati, Kecamatan Blahbatuh dan
Kecamatan Gianyar di Kabupaten Gianyar
cc. Kecamatan Manggis dan Kecamatan Karangasem di
Kabupaten Karangasem
dd. Kecamatan Banjarangkan, Kecamatan Klungkung
dan Kecamatan Dawan di Kabupaten Klungkung
ee. Kecamatan Denpasar Selatan, Kecamatan Denpasar
Barat Kecamatan Denpasar Utara dan Kecamatan
Denpasar Timur di Kota Denpasar
ff. Kecamatan Sekotong, Kecamatan Lembar, Kecamatan
Labuapi, dan Kecamatan Gerung di Kabupaten
Lombok Barat
gg. Kecamatan Praya Barat Daya, Kecamatan Praya
Barat, Kecamatan Pujut, dan Kecamatan Praya Timur
di Kabupaten Lombok Tengah
hh. Kecamatan Jerowaru di Kabupaten Lombok Timur
ii. Kecamatan Poto Tano, Kecamatan Taliwang,
Kecamatan Maluk, Kecamatan Sekongkang, dan
Kecamatan Jereweh di Kabupaten Sumbawa Barat
jj. Kecamatan Lunyuk, Kecamatan Ropang, Kecamatan
Plampang, Kecamatan Labangka, Kecamatan
Empang, dan Kecamatan Tarano di Kabupaten
Sumbawa
kk. Kecamatan Woja, Kecamatan Hu'u, Kecamatan Pajo,
dan Kecamatan Dompu di Kabupaten Dompu
ll. Kecamatan Parado, Kecamatan Monta, Kecamatan
- 136 -
Langgudu dan Kecamatan Lambu di Kabupaten Bima
mm. Kecamatan Ampenan, Kecamatan Sekarbela,
Kecamatan Cakranegara, Kecamatan Mataram,
Kecamatan Sandubaya, dan Kecamatan Selaprang di
Kota Mataram.

Rencana Pola Ruang Kawasan Perbatasan Laut Lepas


sebagaimana dimaksud dalam Bab V digambarkan dalam Peta
Rencana Pola Ruang Kawasan Perbatasan Laut Lepas dengan
tingkat ketelitian skala 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran … yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Presiden ini.

Bagian Keempat
Mitigasi Bencana Pada Kawasan Lindung dan Kawasan Budi
Daya

(1) Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43


ayat (3) dilakukan pada:
a. Zona L2, Zona L5, Zona B1, Zona B2, Zona B4, pada
daerah yang berpotensi dan/atau pernah mengalami
bencana alam banjir;
b. Zona L2, Zona L5, Zona B1, Zona B2, Zona B4 yang
berada pada kawasan sekitar pantai yang berpotensi
dan/atau pernah mengalami bencana gelombang
pasang dan abrasi, serta rob dan amblesan tanah (land
subsidence);
c. Zona L1, Zona L4, Zona B2, Zona B4, Zona B5 dan Zona
B6 yang berada pada kawasan sekitar lokasi yang
terbentuk dari batuan kapur atau karst yang berpotensi
dan/atau pernah mengalami bencana alam amblesan
tanah;
d. Zona L1, Zona L3, Zona L4, Zona B1, Zona B2, Zona B3,
Zona B4 pada kawasan yang berpotensi dan/atau
pernah mengalami bencana alam gerakan tanah;
e. Zona B1, Zona B2, Zona B3 pada kawasan yang
- 137 -
berpotensi dan/atau pernah mengalami bencana alam
gempa bumi dan bahaya ikutannya; dan
f. Zona L2, Zona L5, Zona B1, Zona B2, Zona B4 berada
pada kawasan pesisir pantai yang berpotensi
mengalami likuefaksi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai mitigasi bencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
KAWASAN PERBATASAN LAUT LEPAS

Bagian Kesatu
Umum

(1) Arahan pemanfaatan ruang Kawasan Perbatasan Laut


Lepas merupakan acuan dalam mewujudkan struktur
ruang dan pola ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Kawasan Perbatasan Laut Lepas.
(2) Arahan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas:
a. arahan pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan
ruang; dan
b. indikasi program utama.

Bagian Kedua
Arahan Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang

(1) Arahan pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan


ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2)
huruf a terdiri atas:
- 138 -
a. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
berusaha
b. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
nonberusaha; dan
c. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
yang bersifat strategis nasional
(2) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Menteri.
(3) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) di Perairan Pesisir, wilayah
perairan, dan wilayah yurisdiksi, diterbitkan oleh menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kelautan dan perikanan.
(4) Pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Indikasi Program Utama

(1) Indikasi program utama sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 66 ayat (2) huruf b meliputi:
a. indikasi program utama perwujudan struktur ruang;
dan
b. indikasi program utama perwujudan pola ruang.
(2) Indikasi program utama sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas:
a. usulan program utama dan lokasi;
b. sumber pendanaan;
c. pelaksana; dan
d. waktu pelaksanaan.
(3) Usulan program utama dan lokasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a ditujukan untuk mewujudkan:
a. rencana struktur ruang yang ditetapkan melalui
penjabaran dan keterkaitan kebijakan dan strategi
pengelolaan Kawasan Perbatasan Laut Lepas; dan
b. rencana pola ruang yang ditetapkan melalui penjabaran
- 139 -
dan keterkaitan kebijakan dan strategi pengelolaan
Kawasan Perbatasan Laut Lepas.
(4) Sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD), dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
terdiri atas Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota, dan/atau Masyarakat.
(6) Waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d terdiri atas 5 (lima) tahapan, sebagai dasar
pelaksana baik pusat maupun daerah, dalam menetapkan
prioritas pembangunan pada Kawasan Perbatasan Laut
Lepas, yang meliputi:
a. tahap pertama pada periode tahun 2021-2024;
b. tahap kedua pada periode tahun 2025-2029;
c. tahap ketiga pada periode tahun 2030-2034;
d. tahap keempat pada periode tahun 2035-2039; dan
e. tahap kelima pada periode tahun 2040.
(7) Rincian indikasi program utama sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran IV yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Presiden ini.

Paragraf 1
Indikasi Program Utama Perwujudan Struktur Ruang Kawasan
Perbatasan Laut Lepas

Indikasi program utama perwujudan Struktur Ruang Kawasan


Perbatasan Laut Lepas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68
ayat (1) huruf a,terdiri atas:
a. pengembangan, peningkatan, dan/atau pemantapan fungsi
Pusat Pelayanan Utama sebagai pusat pemerintahan
provinsi, pusat pemerintahan kota, pusat perdagangan dan
jasa skala internasional, nasional, dan regional, pusat
pelayanan pendidikan tinggi, pusat pelayanan olahraga
- 140 -
skala internasional, nasional, dan regional, pusat pelayanan
kesehatan skala internasional, nasional, dan regional, pusat
pelayanan sistem angkutan umum penumpang dan
angkutan barang regional, pusat pelayanan transportasi
laut nasional, pusat pelayanan transportasi udara
internasional dan nasional, pusat kegiatan pertahanan dan
keamanan negara, pusat kegiatan pariwisata, pusat
pertumbuhan kelautan dan perikanan, pusat kegiatan
industri serta pusat kegiatan pertemuan, pameran, dan
sosial budaya, serta penyusunan dan penetapan Rencana
Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota;
b. pengembangan, peningkatan, dan/atau pemantapan fungsi
Kawasan Perkotaan di Sekitarnya sebagai pusat
perdagangan dan jasa, pusat pelayanan pendidikan tinggi,
pusat pelayanan kesehatan, pusat kegiatan industri, pusat
pertumbuhan kelautan dan perikanan, pusat kegiatan
pertanian, pusat kegiatan pertahanan dan keamanan
negara, pusat kegiatan pariwisata, pusat pelayanan sistem
angkutan umum penumpang regional, pusat kegiatan
perikanan serta penyusunan dan penetapan Rencana Detail
Tata Ruang Kabupaten/Kota;
c. pengembangan, peningkatan, dan/atau pemantapan
kualitas sistem jaringan transportasi yang meliputi sistem
jaringan jalan, sistem jaringan transportasi sungai dan
penyeberangan, sistem jaringan perkeretaapian, sistem
jaringan transportasi laut, dan sistem jaringan transportasi
udara;
d. pengembangan, peningkatan, dan/atau pemantapan sistem
jaringan energi yang meliputi jaringan pipa minyak dan gas
bumi, jaringan gas kota, pembangkitan tenaga listrik, dan
jaringan transmisi tenaga listrik;
e. pengembangan, peningkatan, dan/atau pemantapan sistem
jaringan telekomunikasi yang meliputi jaringan tetap dan
jaringan bergerak;
f. pengembangan, peningkatan, dan/atau pemantapan sistem
jaringan sumber daya air yang meliputi sungai, waduk, CAT,
sistem pengendalian banjir dan rob, sistem jaringan irigasi,
dan sistem pengamanan pantai;
- 141 -
g. pengembangan, peningkatan, dan/atau pemantapan sistem
jaringan prasarana perkotaan yang meliputi SPAM, sistem
jaringan drainase, sistem jaringan air limbah, sistem
pengelolaan persampahan; dan
h. pembangunan, peningkatan, dan/atau pemantapan jalur
evakuasi untuk kawasan rawan bencana.

Paragraf 2
Indikasi Program Utama Perwujudan Pola Ruang Kawasan
Perbatasan Laut Lepas

(1) Indikasi program utama perwujudan Pola Ruang Kawasan


Perbatasan Laut Lepas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 68 ayat (1) huruf b pada Zona Lindung diprioritaskan
untuk pengembangan, rehabilitasi, revitalisasi, dan
peningkatan fungsi lindung pada kawasan yang
memberikan pelindungan terhadap kawasan bawahannya,
kawasan pelindungan setempat, kawasan konservasi,
kawasan lindung geologi, dan kawasan lindung lainnya.
(2) Indikasi program utama perwujudan Pola Ruang Kawasan
Perbatasan Laut Lepas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 68 ayat (1) huruf b pada Zona Budi Daya
diprioritaskan untuk:
a. pengembangan, rehabilitasi, revitalisasi, dan
peningkatan fungsi kawasan peruntukan permukiman
teratur dengan kepadatan tinggi, kepadatan sedang,
dan kepadatan rendah;
b. pengembangan, rehabilitasi, revitalisasi, dan
peningkatan fungsi kawasan peruntukan
pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, kota,
dan/atau kecamatan;
c. pengembangan, rehabilitasi, revitalisasi, dan
peningkatan fungsi kawasan peruntukan perdagangan
dan jasa skala internasional, nasional, dan regional;
d. pengembangan, rehabilitasi, revitalisasi, dan
peningkatan fungsi kawasan peruntukan pelayanan
pendidikan tinggi;
- 142 -
e. pengembangan, rehabilitasi, revitalisasi, dan
peningkatan fungsi kawasan peruntukan pelayanan
olahraga skala internasional, nasional, regional, dan
lokal;
f. pengembangan, rehabilitasi, revitalisasi, dan
peningkatan fungsi kawasan peruntukan pelayanan
kesehatan skala internasional, nasional, regional, dan
lokal;
g. pengembangan, rehabilitasi, revitalisasi, dan
peningkatan fungsi kawasan peruntukan pelayanan
sistem angkutan umum penumpang dan angkutan
barang regional;
h. pengembangan, rehabilitasi, revitalisasi, dan
peningkatan fungsi kawasan peruntukan pelayanan
transportasi laut internasional, nasional, dan regional;
i. pengembangan, rehabilitasi, revitalisasi, dan
peningkatan fungsi kawasan peruntukan pelayanan
transportasi udara internasional, nasional, dan
regional;
j. pengembangan, rehabilitasi, revitalisasi, dan
peningkatan fungsi kawasan peruntukan kegiatan
pertahanan dan keamanan negara;
k. pengembangan, rehabilitasi, revitalisasi, dan
peningkatan fungsi kawasan peruntukan kegiatan
pariwisata;
l. pengembangan, rehabilitasi, revitalisasi, dan
peningkatan fungsi kawasan peruntukan kegiatan
pertanian, perkebunan, dan peternakan;
m. pengembangan, rehabilitasi, revitalisasi, dan
peningkatan fungsi kawasan peruntukan perikanan;
n. pengembangan, rehabilitasi, revitalisasi, dan
peningkatan fungsi kawasan peruntukan industri
skala nasional baik berupa kawasan industri maupun
pusat kegiatan industri;
o. pengembangan, rehabilitasi, revitalisasi, dan
peningkatan fungsi kawasan peruntukan kegiatan
hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap;
dan
- 143 -
p. pengembangan, rehabilitasi, revitalisasi, dan
peningkatan fungsi kawasan peruntukan kegiatan
pertemuan, pameran, dan sosial budaya.

BAB VII
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN
PERBATASAN NEGARA LAUT LEPAS

Bagian Kesatu
Umum

(1) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan


Perbatasan Laut Lepas digunakan sebagai acuan dalam
pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan
Perbatasan Laut Lepas.
(2) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan
Perbatasan Laut Lepas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas:
a. indikasi arahan zonasi sistem nasional;
b. arahan pemberian insentif dan disinsentif;
c. arahan pengenaan sanksi; dan
d. arahan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang.

Bagian Kedua
Indikasi Arahan Zonasi Sistem Nasional

(1) Indikasi arahan zonasi sistem nasional Kawasan


Perbatasan Laut Lepas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71 ayat (2) huruf a berfungsi sebagai:
a. pedoman bagi pemerintah provinsi/kabupaten/kota
dalam menyusun ketentuan umum zonasi dan
peraturan zonasi; dan
b. arahan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut.
(2) Indikasi arahan zonasi sistem nasional Kawasan
Perbatasan Laut Lepas sebagaimana dimaksud pada ayat
- 144 -
(1) terdiri atas:
a. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Struktur
Ruang; dan
b. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Pola
Ruang.
(3) Muatan indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk
Struktur Ruang dan Pola Ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dapat meliputi:
a. jenis kegiatan yang diperbolehkan, kegiatan yang
diperbolehkan dengan syarat, dan kegiatan yang tidak
diperbolehkan;
b. intensitas pemanfaatan ruang;
c. prasarana dan sarana minimum; dan/atau
d. ketentuan lain yang dibutuhkan berupa ketentuan
khusus.

Paragraf 1
Indikasi Arahan Zonasi Sistem Nasional Untuk Struktur
Ruang

Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Struktur Ruang


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) huruf a terdiri
atas:
a. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sistem pusat
permukiman;
b. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sistem jaringan
transportasi;
c. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sistem jaringan
energi;
d. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sistem jaringan
telekomunikasi;
e. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sistem jaringan
sumber daya air; dan
f. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sistem jaringan
prasarana perkotaan.
- 145 -

Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sistem pusat


permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf a
terdiri atas:
a. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Pusat
Pelayanan Utama; dan
b. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Pusat
Pelayanan Penyangga.

Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Pusat Pelayanan


Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf a terdiri
atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pusat
pemerintahan provinsi, kegiatan pusat pemerintahan kota,
kegiatan perdagangan dan jasa skala internasional,
nasional, dan regional, kegiatan pelayanan pendidikan
tinggi, kegiatan pelayanan olahraga skala internasional,
nasional, dan regional, kegiatan pelayanan kesehatan
skala internasional, nasional, dan regional, kegiatan
pelayanan sistem angkutan umum penumpang dan
angkutan barang regional, kegiatan pelayanan
transportasi laut nasional, kegiatan pelayanan
transportasi udara internasional dan nasional, kegiatan
pertahanan dan keamanan negara, kegiatan pariwisata
pusat pertumbuhan kelautan, pusat kegiatan industri,
serta kegiatan pertemuan, pameran, dan sosial budaya;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a
yang memenuhi persyaratan teknis dan tidak mengganggu
fungsi Pusat Pelayanan Utama;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
pertambangan dan kegiatan selain yang dimaksud dalam
huruf a dan huruf b yang mengganggu fungsi Pusat
Pelayanan Utama;
d. pemanfaatan ruang untuk bangunan gedung dengan
intensitas tinggi, baik ke arah horizontal maupun vertikal
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan
- 146 -
terkait keselamatan penerbangan;
e. pengembangan Pusat Pelayanan Utama diarahkan sebagai
kawasan yang memiliki kualitas daya dukung lingkungan
sangat tinggi, tinggi, dan sedang serta kualitas pelayanan
prasarana dan sarana tinggi; dan
f. penyediaan RTH kota paling sedikit 30% (tiga puluh
persen) dari luas kawasan perkotaan.

Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Pusat Pelayanan


Penyangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf b
meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pusat
pemerintahan daerah kabupaten, kota, dan/atau
kecamatan, kegiatan perdagangan dan jasa skala
internasional, nasional, regional, dan lokal, pusat
pertumbuhan kelautan dan perikanan, kegiatan pelayanan
pendidikan tinggi, kegiatan pelayanan kesehatan skala
nasional, regional, dan lokal, kegiatan pertanian, kegiatan
perikanan, kegiatan pelayanan sistem angkutan umum
penumpang dan angkutan barang regional, kegiatan
pertahanan dan keamanan negara, serta kegiatan
pariwisata;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan industri dan kegiatan selain sebagaimana
dimaksud dalam huruf a yang memenuhi persyaratan teknis
dan tidak mengganggu fungsi Pusat Pelayanan Penyangga;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain
yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang
mengganggu fungsi Pusat Pelayanan Penyangga;
d. pengembangan Pusat Pelayanan Penyangga diarahkan
sebagai kawasan yang memiliki kualitas daya dukung
lingkungan sangat tinggi, tinggi, sedang, dan rendah serta
kualitas pelayanan prasarana dan sarana tinggi, sedang,
dan rendah; dan
e. penyediaan RTH paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari
luas kawasan perkotaan.
- 147 -

(1) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sistem


jaringan transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
73 huruf b terdiri atas:
a. indikasi arahan zonasi sistem nasional jaringan jalan
yang terdiri atas indikasi arahan zonasi sistem
nasional untuk kawasan di sepanjang sisi jalan arteri
primer, jalan kolektor primer, dan jalan bebas
hambatan;
b. indikasi arahan zonasi sistem nasional lalu lintas dan
angkutan jalan yang terdiri atas indikasi arahan zonasi
sistem nasional untuk lajur, jalur, atau jalan khusus
angkutan massal dan kawasan peruntukan terminal
penumpang tipe A, terminal penumpang tipe B, dan
terminal barang;
c. indikasi arahan zonasi sistem nasional sistem jaringan
transportasi sungai dan penyeberangan yang terdiri
atas jaringan transportasi sungai dan jaringan
transportasi penyeberangan;
d. indikasi arahan zonasi sistem nasional sistem jaringan
transportasi perkeretaapian yang terdiri indikasi
arahan zonasi sistem nasional untuk kawasan di
sepanjang sisi jalur kereta api dan untuk kawasan
peruntukan stasiun kereta api;
e. indikasi arahan zonasi sistem nasional sistem jaringan
transportasi laut yang terdiri atas indikasi arahan
zonasi sistem nasional untuk kawasan peruntukan
pelabuhan utama dan untuk alur pelayaran; dan
f. indikasi arahan zonasi sistem nasional sistem jaringan
transportasi udara yang terdiri atas indikasi arahan
zonasi sistem nasional untuk kawasan peruntukan
bandar udara umum dan ruang udara untuk
penerbangan.
(2) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk kawasan di
sepanjang sisi jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan mengikuti ketentuan
ruang milik jalan, ruang manfaat jalan, dan ruang
- 148 -
pengawasan jalan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
pembangunan utilitas kota termasuk kelengkapan jalan
(street furniture), penanaman pohon, dan pembangunan
fasilitas pendukung jalan lainnya yang tidak
mengganggu kelancaran lalu lintas dan keselamatan
pengguna jalan;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi
pemanfaatan ruang milik jalan, ruang manfaat jalan,
dan ruang pengawasan jalan yang mengakibatkan
terganggunya kelancaran lalu lintas dan keselamatan
pengguna jalan;
d. pemanfaatan ruang pengawasan jalan dengan KDH
paling rendah 30% (tiga puluh persen); dan
e. pemanfaatan ruang sisi jalan bebas hambatan untuk
ruang terbuka harus bebas pandang bagi pengemudi
dan memiliki pengamanan fungsi jalan.
(3) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk lajur, jalur,
atau jalan khusus angkutan massal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
operasional, penunjang operasional, dan pengembangan
angkutan massal sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a
yang tidak mengganggu keamanan dan keselamatan
lalu lintas dan angkutan jalan angkutan massal; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang mengganggu keamanan dan keselamatan lalu
lintas dan angkutan jalan angkutan massal.
(4) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk kawasan
peruntukan terminal penumpang tipe A dan terminal
penumpang tipe B sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
operasional, penunjang operasional, dan
- 149 -
pengembangan terminal penumpang tipe A dan
terminal penumpang tipe B;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a
yang tidak mengganggu keamanan dan keselamatan
lalu lintas dan angkutan jalan serta fungsi terminal
penumpang tipe A dan terminal penumpang tipe B;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang mengganggu keamanan dan keselamatan lalu
lintas dan angkutan jalan serta fungsi terminal
penumpang tipe A dan terminal penumpang tipe B;
d. terminal penumpang tipe A dan terminal penumpang
tipe B dilengkapi dengan RTH yang penyediaannya
diserasikan dengan luasan terminal; dan
e. penyediaan prasarana dan sarana minimum untuk
terminal tipe A dan terminal tipe B meliputi:
1) fasilitas utama meliputi jalur pemberangkatan
kendaraan umum, jalur kedatangan kendaraan
umum, tempat parkir kendaraan umum,
bangunan kantor terminal, tempat tunggu
penumpang dan/atau pengantar, menara
pengawas, loket penjualan karcis, rambu- rambu
dan papan informasi, dan pelataran parkir
kendaraan pengantar dan/atau taksi; dan
2) fasilitas penunjang meliputi fasilitas penyandang
cacat, kamar kecil/toilet, musala, kios/kantin,
ruang pengobatan, ruang informasi dan
pengaduan, telepon umum, tempat penitipan
barang, alat pemadaman kebakaran, dan taman.
(5) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk kawasan
peruntukan terminal barang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
operasional, penunjang operasional, dan pengembangan
terminal barang;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a
yang tidak mengganggu keamanan dan keselamatan
- 150 -
lalu lintas dan angkutan jalan serta fungsi terminal
barang;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang mengganggu keamanan dan keselamatan lalu
lintas dan angkutan jalan serta fungsi terminal barang;
d. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang terminal
barang meliputi perlunya melengkapi dengan RTH yang
penyediaannya diserasikan dengan luasan terminal;
dan
e. prasarana dan sarana minimum meliputi:
1. fasilitas utama berupa jalur pemberangkatan
kendaraan angkutan barang, jalur kedatangan
kendaraan angkutan barang, tempat parkir
kendaraan angkutan barang, bangunan kantor
terminal, Menara pengawas, rambu-rambu, serta
papan informasi; dan
2. fasilitas penunjang berupa kamar kecil/ toilet,
musala, kios/ kantin, ruang pengobatan, ruang
informasi dan pengaduan, telepon umum, alat
pemadaman kebakaran, dan taman.
(6) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk jaringan
transportasi sungai dan jaringan transportasi
penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(7) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk kawasan di
sepanjang sisi jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan mengikuti ketentuan
ruang manfaat jalur kereta api, ruang milik jalur kereta
api, dan ruang pengawasan jalur kereta api sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a
yang tidak mengganggu konstruksi jalan rel dan fasilitas
operasi kereta api, serta keselamatan pengguna kereta
api;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi
- 151 -
pemanfaatan ruang jalur kereta api, ruang milik jalur
kereta api, dan ruang pengawasan jalur kereta api yang
mengakibatkan terganggunya kelancaran operasi kereta
api dan keselamatan pengguna kereta api;
d. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang meliputi
pengawasan jalur kereta api dengan KDH paling rendah
30% (tiga puluh persen); dan
e. ketentuan lain meliputi:
1. pemanfaatan ruang pengawasan jalur kereta api
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
2. pemanfaatan ruang sisi jalur kereta api untuk ruang
terbuka harus memenuhi aspek keamanan dan
keselamatan bagi pengguna kereta api.
(8) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk kawasan
peruntukan stasiun kereta api sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
operasional stasiun kereta api, kegiatan penunjang
operasional stasiun kereta api, dan kegiatan
pengembangan stasiun kereta api, berupa kegiatan naik
turun penumpang dan kegiatan bongkar muat barang;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a
yang tidak mengganggu keamanan dan keselamatan
operasi kereta api,serta fungsi stasiun kereta api;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang mengganggu keamanan dan keselamatan operasi
kereta api, serta fungsi stasiun kereta api; dan
d. kawasan di sekitar stasiun kereta api dilengkapi dengan
RTH yang penyediaannya diserasikan dengan luasan
stasiun kereta api.
(9) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk kawasan
peruntukan pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf e meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
operasional pelabuhan utama, kegiatan penunjang
operasional pelabuhan utama, kegiatan pengembangan
- 152 -
kawasan peruntukan pelabuhan utama, dan kegiatan
pertahanan dan keamanan negara secara terbatas;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a
yang berada di dalam Daerah Lingkungan Kerja
Pelabuhan dan Daerah Lingkungan Kepentingan
Pelabuhan, dan jalur transportasi laut dengan
mendapat izin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang mengganggu kegiatan di Daerah Lingkungan Kerja
Pelabuhan, Daerah Lingkungan Kepentingan
Pelabuhan, jalur transportasi laut, dan kegiatan lain
yang mengganggu fungsi kawasan peruntukan
pelabuhan utama.
(10) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk alur
pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
penyelenggaraan alur pelayaran, penyediaan fasilitas
alur pelayaran, penelitian dan/atau pendidikan, lalu
lintas kapal dari dan/atau menuju Pelabuhan utama,
pengerukan Alur Pelayaran, penempatan sarana bantu
navigasi pelayaran, penetapan rute kapal tertentu (ship
routering system), penangkapan ikan menggunakan alat
penangkapan ikan yang diperbolehkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan,
pemanfaatan Alur Pelayaran oleh Masyarakat, dan
pelaksanaan hak lintas damai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan pemasangan pipa dan/atau kabel bawah laut,
pembinaan dan pengawasan, dan kegiatan lainnya yang
tidak mengurangi nilai dan/atau fungsi Alur-Pelayaran;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang mengganggu fungsi alur pelayaran, pertambangan,
pembangunan bangunan dan instalasi di laut selain
untuk fungsi navigasi, perikanan budidaya,
- 153 -
pembuangan sampah dan limbah, penangkapan ikan
dengan alat penangkapan ikan dan alat bantu
penangkapan ikan yang bersifat statis, kegiatan lainnya
yang mengurangi nilai dan/atau fungsi Alur-Pelayaran;
d. prasarana dan sarana minimum meliputi prasarana dan
sarana penanda alur pelayaran di laut pada wilayah
perairan yang merupakan kawasan terumbu karang dan
kawasan koridor bagi jenis biota laut yang dilindungi;
dan
e. ketentuan lain meliputi penyusunan peraturan zonasi
untuk alur pelayaran di laut dilakukan dengan
memperhatikan jaringan energi dan telekomunikasi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(11) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk kawasan
peruntukan bandar udara umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf f meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
operasional kebandarudaraan, kegiatan penunjang
pelayanan jasa kebandarudaraan, kegiatan penunjang
pelayanan keselamatan operasi penerbangan, dan
kegiatan pertahanan dan keamanan negara secara
terbatas;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
pemanfaatan tanah dan/atau perairan serta ruang
udara di sekitar bandar udara umum serta kegiatan lain
yang tidak mengganggu keselamatan operasi
penerbangan dan fungsi bandar udara umum; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang membahayakan keamanan dan keselamatan
operasional penerbangan, membuat halangan,
dan/atau kegiatan lain yang mengganggu fungsi bandar
udara umum.
(12) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk ruang udara
untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi pemanfaatan
bersama ruang udara untuk penerbangan guna
- 154 -
kepentingan pertahanan dan keamanan negara;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan budi daya terbatas di sekitar bandar udara
yang tidak mengganggu fungsi ruang udara untuk
penerbangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang mengganggu fungsi ruang udara untuk
penerbangan; dan
d. ketentuan lain meliputi penyusunan zonasi sistem
nasional untuk ruang udara untuk penerbangan
dilakukan dengan memperhatikan pembatasan
pemanfaatan ruang udara yang digunakan untuk
penerbangan agar tidak mengganggu sistem operasional
penerbangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

(1) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sistem


jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73
huruf c terdiri atas:
a. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk jaringan
pipa transmisi gas bumi;
b. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk
pembangkitan tenaga listrik;
c. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk jaringan
transmisi tenaga listrik.
(2) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk jaringan pipa
transmisi gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
operasional, kegiatan pemeliharaan, dan kegiatan
penunjang jaringan pipa transmisi gas bumi, kegiatan
penelitian, kegiatan pendidikan, kegiatan penangkapan
ikan pelagis dengan alat penangkapan ikan dan alat
bantu penangkapan ikan yang bersifat aktif, dan
penempatan sarana bantu navigasi pelayaran;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
- 155 -
kegiatan Wisata Bahari, pembudidayaan ikan,
pendirian dan/atau penempatan bangunan dan
instalasi di laut di sekitar kabel atau pipa bawah laut,
dan/atau perbaikan dan perawatan kabel atau pipa
bawah laut;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
pertambangan mineral, kegiatan penangkapan ikan
demersal dengan alat penangkapan ikan bergerak atau
ditarik, labuh jangkar, pemasangan alat bantu
penangkapan ikan statis, dan/atau kegiatan yang
membahayakan instalasi serta mengganggu fungsi
jaringan pipa transmisi gas bumi;
d. prasarana dan sarana minimum meliputi jalan khusus
untuk akses pemeliharaan dan pengawasan jaringan
pipa transmisi dan distribusi minyak dan gas bumi,
peralatan pencegah pencemaran lingkungan, marka,
dan papan informasi keterangan teknis pipa yang
dilindungi dengan pagar pengaman; dan
e. ketentuan lain meliputi penyusunan zonasi sistem
nasional dengan memperhatikan pemanfaatan ruang di
sekitar jaringan pipa transmisi dan distribusi minyak
dan gas bumi yang memperhitungkan aspek keamanan
dan keselamatan kawasan sekitarnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk pembangkitan
tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
operasional dan kegiatan penunjang pembangkitan
tenaga listrik;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a
yang aman bagi instalasi pembangkitan tenaga listrik
serta tidak mengganggu fungsi pembangkitan tenaga
listrik;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang membahayakan instalasi pembangkitan tenaga
listrik serta mengganggu fungsi pembangkitan tenaga
- 156 -
listrik; dan
d. prasarana dan sarana minimum meliputi jalan khusus
untuk akses pemeliharaan dan pengawasan
pembangkitan tenaga listrik dan papan informasi
keterangan teknis jaringan listrik yang dilindungi
dengan pagar pengaman.
(4) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk jaringan
transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
pembangunan prasarana jaringan transmisi tenaga
listrik dan kegiatan pembangunan prasarana
penunjang jaringan transmisi tenaga listrik;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan penghijauan, pemakaman, pertanian,
perparkiran, dan kegiatan yang tidak menimbulkan
bahaya kebakaran, serta kegiatan lain yang bersifat
sementara dan tidak mengganggu fungsi jaringan
transmisi tenaga listrik;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang menimbulkan bahaya kebakaran dan
mengganggu fungsi jaringan transmisi tenaga listrik;
dan
d. prasarana dan sarana minimum meliputi papan
informasi keterangan teknis jaringan transmisi tenaga
listrik.

(1) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sistem


jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 73 huruf d meliputi:
a. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk jaringan
tetap; dan
b. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk jaringan
bergerak.
(2) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk jaringan tetap
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
- 157 -
operasional, kegiatan pemeliharaan, dan kegiatan
penunjang jaringan Sentral Telepon Otomat (STO) dan
Kabel Telekomunikasi Bawah Laut, kegiatan penelitian,
kegiatan pendidikan, kegiatan penangkapan ikan
pelagis dengan alat penangkapan ikan dan alat bantu
penangkapan ikan yang bersifat aktif, dan penempatan
sarana bantu navigasi pelayaran;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan Wisata Bahari, pembudidayaan ikan,
pendirian dan/atau penempatan bangunan dan
instalasi di laut di sekitar kabel bawah laut, dan/atau
perbaikan dan perawatan kabel bawah laut;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
pertambangan mineral, kegiatan penangkapan ikan
demersal dengan alat penangkapan ikan bergerak atau
ditarik, labuh jangkar, pemasangan alat bantu
penangkapan ikan statis, dan/atau kegiatan yang
membahayakan instalasi serta mengganggu fungsi
jaringan kabel bawah laut; dan
d. ketentuan lain meliputi pembangunan, jarak antar
menara, tinggi menara, ketentuan lokasi, dan menara
bersama telekomunikasi diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk jaringan
bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
operasional dan kegiatan penunjang jaringan bergerak;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a
yang aman bagi jaringan bergerak dan tidak
mengganggu fungsi jaringan bergerak;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang membahayakan jaringan satelit dan mengganggu
fungsi jaringan bergerak; dan
d. ketentuan lain meliputi pembangunan, jarak
antarmenara, tinggi menara, ketentuan lokasi, dan
menara bersama telekomunikasi diatur sesuai dengan
- 158 -
ketentuan peraturan perundang-undangan.

(1) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sistem


jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 73 huruf e meliputi:
a. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sumber
air; dan
b. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk
prasarana sumber daa air.
(2) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sumber air
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi
ketentuan:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi:
1. kegiatan pendayagunaan sumber air pada mata air,
sungai, danau, embung, atau waduk guna
mendukung pemenuhan kebutuhan pokok sehari-
hari, pertanian dan perikanan; dan
2. kegiatan pengelolaan imbuhan air tanah pada CAT di
Kawasan Perbatasan Laut Lepas guna mendukung
ketersediaan air di Kawasan Perbatasan Laut Lepas.
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a
yang tidak mengganggu fungsi konservasi sumber air,
pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya
rusak air, dan fungsi jaringan sumber air;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
mengganggu fungsi sumber air permukaan dan sumber
air tanah; dan
d. prasarana dan sarana minimum meliputi jalan inspeksi
pengairan dan pos pemantau ketinggian permukaan air.
(3) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk prasarana
sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sistem
pengendalian banjir dan rob;
b. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sistem
jaringan irigasi; dan
- 159 -
c. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sistem
pengamanan pantai.
(4) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sistem
pengendalian banjir dan rob sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf a meliputi ketentuan:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
pengembangan sarana dan prasarana sistem
pengendalian banjir, termasuk penangkap sedimen
(sediment trap) pada badan sungai, serta reboisasi di
sepanjang sempadan sungai dan kawasan sekitar situ,
danau, embung, dan waduk;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a
yang tidak mengganggu sistem pengendalian banjir;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang mengganggu fungsi lokasi dan jalur evakuasi serta
bangunan untuk kepentingan pemantauan ancaman
bencana; dan
d. prasarana dan sarana minimum meliputi struktur alami
dan/atau struktur buatan yang dapat mengurangi
dampak bencana banjir.
(5) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sistem irigasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b meliputi
ketentuan:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
pembangunan dan pemeliharaan jaringan irigasi;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a
yang tidak mengganggu fungsi jaringan irigasi;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
pengambilan air tanah dan kegiatan yang mengganggu
keberlanjutan fungsi jaringan irigasi, mengakibatkan
pencemaran air dari air limbah dan sampah, serta
mengakibatkan kerusakan jaringan irigasi.
(6) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sistem
pengamanan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf c meliputi ketentuan:
- 160 -
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
pengembangan sistem pengamanan pantai;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a
yang tidak mengganggu sistem pengamanan pantai;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang mengganggu fungsi lokasi dan jalur evakuasi serta
bangunan untuk kepentingan pemantauan ancaman
bencana; dan
d. prasarana dan sarana minimum meliputi struktur
alami dan/atau struktur buatan yang dapat
mengurangi dampak gelombang pasang.

(1) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sistem


jaringan prasarana perkotaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 73 huruf f terdiri atas:
a. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk SPAM;
b. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sistem
jaringan drainase;
c. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sistem
jaringan air limbah; dan
d. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sistem
pengelolaan persampahan.
(2) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk SPAM
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
pembangunan prasarana SPAM dan kegiatan
pembangunan prasarana penunjang SPAM;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a
yang tidak mengganggu fungsi SPAM;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang mengganggu keberlanjutan fungsi penyediaan air
minum, mengakibatkan pencemaran air baku dari air
limbah dan sampah serta mengakibatkan kerusakan
prasarana dan sarana penyediaan air minum; dan
d. prasarana dan sarana minimum meliputi:
- 161 -
1. unit air baku meliputi bangunan penampungan air,
bangunan pengambilan/penyadapan, alat
pengukuran dan peralatan pemantauan, sistem
pemompaan, dan/atau bangunan sarana penyediaan
air minum; dan
2. unit produksi meliputi bangunan pengolahan dan
perlengkapannya, perangkat operasional, alat
pengukuran dan peralatan pemantauan, serta
bangunan penampungan air minum.
(3) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sistem
jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
pembangunan prasarana sistem jaringan drainase
dalam rangka mengurangi genangan air, mendukung
pengendalian banjir, dan pembangunan prasarana
penunjangnya;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a
yang tidak mengganggu fungsi sistem jaringan
drainase;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
pembuangan sampah, pembuangan limbah, dan
kegiatan lain yang mengganggu fungsi sistem jaringan
drainase;
d. prasarana dan sarana minimum untuk sistem jaringan
drainase meliputi jalan khusus untuk akses
pemeliharaan, serta alat penjaring sampah; dan
e. ketentuan lain meliputi pemeliharaan dan
pengembangan jaringan drainase dilakukan selaras
dengan pemeliharaan dan pengembangan ruang milik
jalan.
(4) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sistem
jaringan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
pembangunan prasarana dan sarana air limbah dalam
rangka mengurangi, memanfaatkan kembali, dan
- 162 -
mengolah air limbah serta pembangunan prasarana
penunjangnya;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a
yang tidak mengganggu fungsi sistem jaringan air
limbah;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
pembuangan sampah, pembuangan Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3), pembuangan limbah B3, dan
kegiatan lain yang mengganggu fungsi sistem jaringan
air limbah;
d. prasarana dan sarana minimum meliputi peralatan
kontrol baku mutu air buangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
e. ketentuan lain meliputi jarak aman sistem jaringan air
limbah dengan kawasan peruntukan permukiman.
(5) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sistem
pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d berupa indikasi arahan zonasi sistem
nasional untuk kawasan peruntukan TPA sampah terdiri
atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
pengoperasian TPA sampah berupa pemilahan,
pengumpulan, pengolahan, dan pemrosesan akhir
sampah, pengurugan berlapis bersih (sanitary landfill)
dan sistem incenerator, pemeliharaan TPA sampah,
dan industri terkait pengolahan sampah, serta kegiatan
penunjang operasional TPA sampah, serta kegiatan
penghijauan;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan pertanian non pangan, kegiatan permukiman
dalam jarak yang aman dari dampak pengelolaan
persampahan, dan kegiatan lain yang tidak
mengganggu fungsi kawasan TPA sampah;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
sosial ekonomi yang mengganggu fungsi kawasan TPA
sampah;
d. prasarana dan sarana minimum meliputi fasilitas
- 163 -
dasar, fasilitas pelindungan lingkungan, fasilitas
operasi, dan fasilitas penunjang; dan
e. ketentuan lain meliputi jarak aman TPA dengan
kawasan peruntukan permukiman, sumber air baku,
dan kawasan di sekitar bandar udara yang
dipergunakan untuk operasi penerbangan diatur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Paragraf 1
Indikasi arahan zonasi sistem nasional Untuk Pola Ruang

(1) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Pola Ruang


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) huruf b
terdiri atas:
a. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Kawasan
Lindung; dan
b. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Kawasan
Budi Daya.
(2) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Kawasan
Lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
atas:
a. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Zona L1;
b. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Zona L2;
c. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Zona L3;
d. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Zona L4;
dan
e. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Zona L5.
(3) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Kawasan
Budi Daya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdiri atas:
a. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Zona B1;
b. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Zona B2;
c. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Zona B3;
dan
d. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Zona B4.
- 164 -

(1) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Zona L1


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) huruf a
terdiri atas:
a. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk
kawasan hutan lindung; dan
b. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk
kawasan resapan air.
(2) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk kawasan
hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk kawasan
resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
pemeliharaan, pelestarian, dan pelindungan kawasan
resapan air;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan budi daya terbangun secara terbatas yang
memiliki kemampuan tinggi dalam menahan
limpasan air hujan dan kegiatan selain sebagaimana
dimaksud dalam huruf a yang tidak mengganggu
fungsi resapan air sebagai Kawasan Lindung;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang mengurangi daya serap tanah terhadap air dan
kegiatan yang mengganggu fungsi resapan air sebagai
Kawasan Lindung;
d. penyediaan prasarana dan sarana minimum berupa
penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada
lahan terbangun yang sudah ada; dan
e. ketentuan lain berupa penerapan prinsip zero delta Q
terhadap setiap kegiatan budi daya terbangun yang
diajukan izinnya.
- 165 -

(1) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk zona L2


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) huruf b terdiri
atas:
a. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk
sempadan pantai;
b. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk
sempadan sungai;
c. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk kawasan
sekitar danau, embung, atau waduk; dan
d. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk RTH
Kota.
(2) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sempadan
pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan rekreasi
pantai, pengamanan pesisir, kegiatan nelayan, kegiatan
pelabuhan, landingpoint kabel dan/atau pipa bawah
laut, kegiatan pengendalian kualitas perairan,
konservasi lingkungan pesisir, pengembangan struktur
alami dan struktur buatan pencegah abrasi pada
sempadan pantai, pengamanan sempadan pantai
sebagai ruang publik, kegiatan pengamatan cuaca dan
iklim, kepentingan pertahanan dan keamanan negara,
kegiatan penentuan lokasi dan jalur evakuasi bencana,
serta pendirian bangunan untuk kepentingan
pemantauan ancaman bencana banjir dan bencana rob;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a
yang tidak mengganggu fungsi sempadan pantai sebagai
kawasan pelindungan setempat;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang menghalangi dan/atau menutup ruang dan jalur
evakuasi bencana dan kegiatan yang mengganggu
fungsi sempadan pantai sebagai kawasan pelindungan
setempat; dan
d. prasarana dan sarana minimum meliputi:
1. pelindungan dan pembuatan struktur alami serta
pembuatan struktur buatan untuk mencegah
- 166 -
abrasi dan rob; dan
2. penyediaan jalur evakuasi bencana.
(3) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk sempadan
sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
pemanfaatan sempadan sungai untuk RTH, kegiatan
penangkapan ikan yang menggunakan peralatan yang
ramah lingkungan, pemasangan bentangan jaringan
transmisi tenaga listrik, kabel telepon, pipa air
minum, pembangunan prasarana lalu lintas air,
bangunan pengambilan dan pembuangan air,
bangunan penunjang sistem prasarana kota, kegiatan
penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana, serta
pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan
ancaman bencana;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan budi daya pertanian dengan jenis tanaman
yang tidak mengurangi kekuatan struktur tanah,
semua jenis kegiatan budidaya yang sesuai dengan
baku mutu perairan dan sedimen untuk menjamin
keamanan pangan bagi semua produk hasil perikanan
budidaya yang tidak mengganggu kegiatan
penangkapan ikan dan kegiatan selain sebagaimana
dimaksud dalam huruf a yang tidak mengganggu
fungsi sempadan sungai sebagai kawasan
pelindungan setempat antara lain kegiatan
pemasangan reklame dan papan pengumuman,
pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk
bangunan penunjang kegiatan transportasi sungai,
kegiatan rekreasi air, serta jalan inspeksi dan
bangunan pengawas ketinggian air sungai;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang mengubah bentang alam, kegiatan yang
mengurangi nilai dan/atau fungsi pada zona
perikanan tangkap, kegiatan yang mengganggu
kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologi dan
hidraulis, kelestarian flora dan fauna, kelestarian
- 167 -
fungsi lingkungan hidup, kegiatan pemanfaatan hasil
tegakan, kegiatan yang menghalangi dan/atau
menutup ruang dan jalur evakuasi bencana, kegiatan
pembuangan sampah, dan kegiatan lain yang
mengganggu fungsi sempadan sungai sebagai
kawasan pelindungan setempat; dan
d. prasarana dan sarana minimum berupa jalan inspeksi
dan bangunan pengawas ketinggian air sungai.
(4) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk kawasan sekitar
danau, embung, atau waduk sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf c meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan air,
taman rekreasi beserta kegiatan penunjangnya, RTH,
dan kegiatan sosial budaya;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a
yang tidak mengganggu fungsi kawasan sekitar danau,
embung, atau waduk sebagai kawasan pelindungan
setempat antara lain kegiatan pendirian bangunan yang
dibatasi hanya untuk bangunan penunjang kegiatan
rekreasi air, jalan inspeksi, bangunan pengawas
ketinggian air waduk, dan bangunan pengolahan air
baku;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang mengubah bentang alam, mengganggu kesuburan
dan keawetan tanah, fungsi hidrologi, kelestarian flora
dan fauna, kelestarian fungsi lingkungan hidup, dan
kegiatan pemanfaatan hasil tegakan, serta kegiatan
yang mengganggu dan/atau merusak kelestarian fungsi
kawasan sekitar danau, embung, atau waduk sebagai
kawasan pelindungan setempat; dan
d. prasarana dan sarana minimum berupa jalan inspeksi
dan akses publik.
(5) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk RTH kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
pemanfaatan ruang untuk fungsi resapan air,
- 168 -
pemakaman, olahraga di ruang terbuka, dan evakuasi
bencana;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan rekreasi, pembibitan tanaman, pendirian
bangunan fasilitas umum, dan selain kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang tidak
mengganggu fungsi RTH kota sebagai kawasan
pelindungan setempat;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
pendirian stasiun pengisian bahan bakar umum dan
kegiatan sosial dan ekonomi lainnya yang mengganggu
fungsi RTH kota sebagai kawasan pelindungan
setempat; dan
d. prasarana dan sarana minimum meliputi:
1. tempat sampah dan toilet umum; dan
2. sarana perawatan dan pemeliharaan RTH kota.

(1) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Zona L3


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) huruf c
meliputi:
a. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk cagar
alam; dan
b. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk taman
nasional.
(2) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk cagar alam
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan,
pendidikan dan peningkatan kesadartahuan
konservasi alam, penyerapandan/atau penyimpanan
karbon, serta pemanfaatan sumber plasma nutfah
untuk penunjang budi daya;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan pariwisata alam dan pendirian bangunan
yang dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang tidak
mengganggu fungsi kawasan cagar alam;
- 169 -
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
penanaman tumbuhan dan pelepasan satwa yang
bukan merupakan tumbuhan dan satwa endemik
kawasan, perburuan terhadap satwa yang berada di
dalam kawasan, dan kegiatan lain yang mengganggu
fungsi kawasan cagar alam; dan
d. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk cagar
alam diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk taman
nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan,
pendidikan dan peningkatan kesadartahuan
konservasi alam, penyimpanan dan/atau penyerapan
karbon, pemanfaatan air, energi air, angin, panas
matahari, panas bumi, wisata alam, pemanfaatan
tumbuhan dan satwa liar, serta pemanfaatan sumber
plasma nutfah untuk penunjang budi daya;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan tradisional oleh Masyarakat setempat yang
dapat berupa kegiatan pemungutan hasil hutan
bukan kayu, budi daya tradisional, dan perburuan
tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang mengubah dan/atau merusak ekosistem asli
kawasan taman nasional; dan
d. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk taman
nasional diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang– undangan.

(1) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Zona L4


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) huruf d
meliputi:
a. indikasi arahan zonasi sistem nasional cagar alam
geologi;
- 170 -
b. indikasi arahan zonasi sistem nasional kawasan yang
memberikan pelindungan air tanah terdiri atas:
1) indikasi arahan zonasi sistem nasional kawasan
imbuhan air tanah; dan
2) indikasi arahan zonasi sistem nasional kawasan
sempadan mata air.
(2) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk cagar alam
geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi pemanfaatan
untuk pariwisata tanpa mengubah bentang alam;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan penggalian dibatasi hanya untuk penelitian
arkeologi dan geologi, dan kegiatan pertambangan
sesuai dengan daya dukung eskosistem karst;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang dapat mengganggu fungsi ilmiah, fungsi
keindahan dan fungsi hidrologis kawasan karst; dan
d. prasarana dan sarana minimum yaitu sarana
pelindungan kawasan keunikan bentang alam.
(3) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk kawasan
imbuhan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b angka 1 terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
pemeliharaan, pelestarian, dan pelindungan kawasan
imbuhan air tanah;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan budi daya terbangun secara terbatas yang
memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan
air hujan dan kegiatan selain sebagaimana dimaksud
dalam huruf a yang tidak mengganggu fungsi imbuhan
air tanah sebagai Kawasan Lindung;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang mengurangi daya serap tanah terhadap air dan
kegiatan yang mengganggu fungsi imbuhan air tanah
sebagai Kawasan Lindung; dan
d. prasarana dan sarana minimum meliputi:
1) penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada
- 171 -
lahan terbangun yang sudah ada; dan
2) penerapan prinsip zero delta Q terhadap setiap
kegiatan budi daya terbangun yang diajukan
izinnya.
(4) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk kawasan
sempadan mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b angka 2 terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
pemanfaatan kawasan sekitar mata air untuk RTH dan
kegiatan mempertahankan fungsi kawasan mata air;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan pariwisata, pertanian dengan jenis tanaman
yang tidak mengurangi kekuatan struktur tanah, dan
kegiatan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a
yang tidak mengganggu fungsi kawasan mata air;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang menimbulkan pencemaran mata air serta kegiatan
yang dapat mengganggu dan/atau merusak kelestarian
fungsi kawasan mata air; dan
d. prasarana dan sarana minimum berupa sarana
pelindungan dan pelestarian air tanah.

(1) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Zona L5


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) huruf e
meliputi:
a. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk
kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan; dan
b. indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk
kawasan ekosistem mangrove.
(2) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk kawasan cagar
budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
pelestarian, penyelamatan, pengamanan, serta
penelitian cagar budaya dan ilmu pengetahuan;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan pariwisata, sosial budaya, keagamaan, dan
- 172 -
kegiatan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a
yang tidak mengganggu fungsi kawasan cagar budaya
dan ilmu pengetahuan;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
pendirian bangunan yang tidak sesuai dengan fungsi
kawasan, kegiatan yang merusak kekayaan budaya
bangsa yang berupa benda, bangunan, struktur, dan
situs peninggalan sejarah, wilayah dengan bentukan
geologi tertentu, serta kegiatan yang mengganggu
upaya pelestarian budaya Masyarakat setempat; dan
d. prasarana dan sarana minimum meliputi sarana
pelindungan benda, bangunan, struktur, dan situs
peninggalan sejarah untuk pengembangan ilmu
pengetahuan.
(3) Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk kawasan
ekosistem mangrove. sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
penelitian, kegiatan pengembangan ilmu
pengetahuan, kegiatan pendidikan, kegiatan
konservasi, pengamanan abrasi pantai, pariwisata
alam, penyimpanan dan/atau penyerapan karbon,
budidaya perikanan ramah lingkungan serta
pemanfaatan air, energi air, panas, dan angin;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a
yang tidak mengganggu fungsi kawasan ekosistem
mangrove sebagai pelindung pantai dari pengikisan air
laut;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang dapat mengubah atau mengurangi luas dan/atau
mencemari ekosistem hutan bakau, perusakan
ekosistem mangrove, dan kegiatan lain yang
mengganggu fungsi kawasan ekosistem mangrove; dan
d. prasarana dan sarana minimum meliputi sarana
pembibitan dan perawatan untuk pelindungan dan
pelestarian ekosistem mangrove.
- 173 -

Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Zona B1


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (3) huruf a terdiri
atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
permukiman teratur dengan kepadatan tinggi dan/atau
permukiman dengan kepadatan yang dikendalikan,
kegiatan pemerintahan skala regional kepadatan tinggi,
kegiatan pemerintahan skala regional, kegiatan
pemerintahan kota dan/atau kecamatan, kegiatan
perdagangan dan jasa skala internasional, nasional, dan
regional, kegiatan pelayanan energi skala internasional,
nasional dan regional, kegiatan peruntukan pelayanan
telekomunikasi skala internasional, nasional dan regional,
kegiatan pelayanan sumber daya air skala internasional,
nasional dan regional, kegiatan pelayanan prasarana
perkotaan skala nasional dan regional, kegiatan industri
skala nasional, kegiatan pariwisata dan penunjang kegiatan
pariwisata skala nasional serta kegiatan budi daya
perikanan;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan pemanfaatan ruang untuk fasilitas penunjang
sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
menghalangi dan/atau menutup lokasi dan jalur evakuasi
bencana, serta kegiatan yang mengganggu fungsi kawasan
pada Zona B1;
d. penerapan intensitas pemanfaatan ruang meliputi:
1. penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan
yang meliputi ketentuan KDB, KLB, KDH, KTB, serta
ketinggian bangunan dan GSB terhadap jalan;
2. penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan
yang berbasis mitigasi bencana;
3. penerapan rekayasa teknik dengan KWT paling tinggi
70% (tujuh puluh persen); dan
4. intensitas pemanfaatan ruang pada kawasan
keselamatan operasi penerbangan diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
- 174 -
e. penyediaan RTH kota paling sedikit 30% (tiga puluh persen)
dari luas Kawasan Perkotaan; dan
f. prasarana dan sarana minimum meliputi:
1. fasilitas dan infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi
bertaraf internasional;
2. prasarana dan sarana pejalan kaki, angkutan umum,
dan kegiatan sektor informal;
3. penyediaan sumur resapan air hujan;
4. tempat parkir untuk pengembangan zona dengan fungsi
perdagangan dan jasa, pariwisata, kesehatan,
pendidikan, serta perkantoran pemerintah dan swasta;
5. penyediaan sistem drainase yang antisipatif terhadap
kemungkinan bahaya banjir;
6. penanggulangan banjir melalui penyediaan sistem
penanganan banjir baik struktural maupun non
struktural; dan
7. penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana, serta
pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan
ancaman bencana.
g. Ketentuan lain berupa:
1. kegiatan industri diarahkan pada kawasan industri
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. bangunan penunjang kegiatan yang menjorok ke laut
terlebih dahulu melakukan kajian terhadap dampak
akresi dan abrasi pada kawasan pesisir; dan
3. penerapan prinsip zero delta Q terhadap setiap kegiatan
budi daya terbangun;
4. fasilitas dan infrastruktur pengelolaan limbah B3
secara mandiri untuk kawasan industri, kegiatan
industri dan/atau permukiman skala besar dalam
rangka mendukung kegiatan pelayanan kesehatan dan
kegiatan industri;
5. konstruksi bangunan mempertimbangkan dan
memenuhi standar keselamatan bangunan gedung dari
ancaman bencana gempa bumi, gerakan tanah, dan
aspek kebencanaan lainnya; dan
6. fasilitas dan infrastruktur pengelolaan sampah secara
mandiri untuk kawasan industri, kegiatan industri
- 175 -
dan/atau permukiman skala besar dengan penentuan
lokasi yang mempertimbangkan aspek kegeologian.
h. Ketentuan lain untuk kawasan industri, kegiatan industri
dan/atau permukiman skala besar di kawasan pesisir
antara lain:
1. Penyediaan air baku melalui sistem jaringan perpipaan
terutama dengan memanfaatkan potensi air permukaan
dan air laut, pemanfaatan air tanah dapat dilakukan
berdasarkan kajian rinci mengenai potensi dan
konservasi air tanah;
2. konstruksi bangunan yang berada di kawasan pesisir
dibangun dengan mempertimbangkan penerapan
rekayasa tanah dan/ atau teknologi bangunan untuk
memitigasi dampak penurunan tanah dan aspek
kebencanaan lainnya pada kawasan pesisir;
3. penyediaan sabuk hijau (green belt) berupa hutan
bakau (mangrove) di sempadan pantai untuk
melestarikan hutan bakau sebagai pembentuk
ekosistem hutan bakau dan tempat
berkembangbiaknya berbagai biota laut, serta sebagai
pelindung pantai dari pengikisan air laut dan pelindung
usaha budidaya di belakangnya dengan kriteria teknis
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
4. penyediaan sabuk hijau (green belt) berupa hutan
bakau (mangrove) di sempadan sungai yang
terpengaruh pasang air laut dari tepi kiri dan kanan
palung sungai sepanjang alur sungai yang terpengaruh
pasang air laut untuk melestarikan hutan bakau
sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau dan tempat
berkembangbiaknya berbagai biota, serta pelindung
usaha budidaya di belakangnya dari daya rusak air
sungai dengan kriteria teknis sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Zona B2


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (3) huruf b terdiri
- 176 -
atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan permukiman
teratur dengan kepadatan sedang sampai tinggi, kegiatan
pusat pemerintahan kabupaten/kota dan/atau kecamatan,
kegiatan pertahanan dan keamanan negara, kegiatan
perdagangan dan jasa regional, kegiatan pendidikan tinggi,
kegiatan industri, kegiatan pariwisata dan pendukung
kegiatan agropolitan;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan pemanfaatan ruang untuk fasilitas penunjang
sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
menghalangi dan/atau menutup lokasi dan jalur evakuasi
bencana serta kegiatan yang mengganggu fungsi kawasan
pada Zona B2;
d. penerapan intensitas pemanfaatan ruang meliputi:
1) penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan
yang meliputi ketentuan KDB, KLB, KDH, KTB,
ketinggian bangunan, dan GSB terhadap jalan;
2) penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan
yang berbasis mitigasi bencana; dan
3) penerapan rekayasa teknik dengan KWT paling
tinggi 60% (enam puluh persen).
e. penyediaan RTH perkotaan paling sedikit 30% (tiga puluh
persen) dari luas Kawasan Perkotaan; dan
f. prasarana dan sarana minimum meliputi:
1) fasilitas dan linfrastruktur pendukung kegiatan
ekonomi;
2) prasarana dan sarana pejalan kaki, angkutan umum,
dan kegiatan sektor informal;
3) penyediaan sumur resapan air hujan;
4) penyediaan sistem drainase yang antisipatif terhadap
kemungkinan bahaya banjir;
5) penanggulangan banjir melalui penyediaan sistem
penanganan banjir baik struktural maupun non
struktural;
6) tempat parkir untuk pengembangan zona dengan
fungsi perdagangan dan jasa, pariwisata, kesehatan,
- 177 -
pendidikan, serta perkantoran pemerintah dan swasta;
dan
7) penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana, serta
pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan
ancaman bencana.
g. Ketentuan lain berupa:
1) kegiatan industri diarahkan pada kawasan industri
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) bangunan penunjang kegiatan yang menjorok ke laut
terlebih dahulu melakukan kajian terhadap dampak
akresi dan abrasi pada kawasan pesisir; dan
3) penerapan prinsip zero delta Q terhadap setiap kegiatan
budi daya terbangun;
4) fasilitas dan infrastruktur pengelolaan limbah B3
secara mandiri untuk kawasan industri, kegiatan
industri dan/ atau permukiman skala besar dalam
rangka mendukung kegiatan pelayanan kesehatan dan
kegiatan industri.
5) konstruksi bangunan mempertimbangkan dan
memenuhi standar keselamatan bangunan gedung dari
ancaman bencana gempa bumi, gerakan tanah, dan
aspek kebencanaan lainnya;
6) fasilitas dan infrastruktur pengelolaan sampah secara
mandiri untuk kawasan industri, kegiatan industri
dan/atau permukiman skala besar dengan penentuan
lokasi yang mempertimbangkan aspek kegeologian.
i. Ketentuan lain untuk kawasan industri, kegiatan industri
dan/ atau permukiman skala besar di kawasan pesisir
antara lain:
1. Penyediaan air baku melalui sistem jaringan perpipaan
terutama dengan memanfaatkan potensi air permukaan
dan air laut, pemanfaatan air tanah dapat dilakukan
berdasarkan kajian rinci mengenai potensi dan
konservasi air tanah;
2. konstruksi bangunan yang berada di kawasan pesisir
dibangun dengan mempertimbangkan penerapan
rekayasa tanah dan/ atau teknologi bangunan untuk
memitigasi dampak penurunan tanah dan aspek
- 178 -
kebencanaan lainnya pada kawasan pesisir;
3. penyediaan sabuk hijau (green belt) berupa hutan
bakau (mangrove) di sempadan pantai untuk
melestarikan hutan bakau sebagai pembentuk
ekosistem hutan bakau dan tempat
berkembangbiaknya berbagai biota laut, serta sebagai
pelindung pantai dari pengikisan air laut dan pelindung
usaha budidaya di belakangnya dengan kriteria teknis
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
4. penyediaan sabuk hijau (green belt) berupa hutan
bakau (mangrove) di sempadan sungai yang
terpengaruh pasang air laut dari tepi kiri dan kanan
palung sungai sepanjang alur sungai yang terpengaruh
pasang air laut untuk melestarikan hutan bakau
sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau dan tempat
berkembangbiaknya berbagai biota, serta pelindung
usaha budidaya di belakangnya dari daya rusak air
sungai dengan kriteria teknis sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Zona B3


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (3) huruf c terdiri
atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan permukiman
teratur dengan kepadatan sedang sampai rendah, kegiatan
perdagangan dan jasa regional, kegiatan pendidikan tinggi,
dan kegiatan pariwisata;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan pertanian yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan
kegiatan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang
tidak mengganggu fungsi kawasan pada Zona B3;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi:
1) pengambilan air tanah untuk kegiatan industri yang
mengakibatkan intrusi air laut bawah tanah; dan
2) kegiatan yang menghalangi dan/atau menutup lokasi
dan jalur evakuasi bencana serta kegiatan yang
- 179 -
mengganggu fungsi kawasan pada Zona B3.
d. penerapan intensitas pemanfaatan ruang meliputi:
1) penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan
yang meliputi ketentuan KDB, KLB, KDH, KTB,
ketinggian bangunan, dan GSB terhadap jalan;
2) penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan
yang berbasis mitigasi bencana; dan
3) penerapan rekayasa teknik dengan KWT paling tinggi
50% (lima puluh persen).
e. penyediaan RTH paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari
luas Kawasan Perkotaan; dan
f. prasarana dan sarana minimum meliputi:
1) prasarana dan sarana pejalan kaki, angkutan umum,
kegiatan sektor informal, serta ruang dan jalur
evakuasi bencana;
2) jalan akses yang baik dari dan ke semua kawasan yang
dikembangkan terutama akses ke zona perdagangan
dan jasa serta pelabuhan;
3) penyediaan sumur resapan air hujan;
4) tempat parkir untuk pengembangan zona dengan
fungsi perdagangan dan jasa, pariwisata, kesehatan,
pendidikan, serta perkantoran pemerintah dan swasta;
dan
5) kegiatan penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana,
serta pendirian bangunan untuk kepentingan
pemantauan ancaman bencana.
g. Ketentuan lain berupa:
1) penyediaan air baku melalui sistem jaringan perpipaan
dengan memanfaatkan potensi air permukaan, dan
tidak menggunakan air tanah sebagai sumber air; dan
2) penerapan prinsip zero delta Q terhadap setiap kegiatan
budi daya terbangun.

Indikasi arahan zonasi sistem nasional untuk Zona B4


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (3) huruf d terdiri
atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
- 180 -
permukiman teratur dengan kepadatan rendah, kegiatan
pariwisata, kegiatan pertanian tanaman pangan, kegiatan
hortikultura, kegiatan perkebunan, peternakan, kegiatan
perikanan dan kegiatan pertahanan dan keamanan;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a
yang tidak mengubah fungsi lahan pertanian dan tidak
mengganggu fungsi kawasan pada Zona B4;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
mengganggu fungsi kawasan pada Zona B4;
d. penerapan intensitas pemanfaatan ruang meliputi:
1) penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan
yang meliputi ketentuan KDB, KLB, KDH, KTB,
ketinggian bangunan, dan GSB terhadap jalan; dan
2) penerapan rekayasa teknik dengan KWT paling tinggi
40% (empat puluh persen).
e. penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi:
1) fasilitas dan infrastruktur pendukung kegiatan
pertanian;
2) prasarana dan sarana pelayanan umum;
3) penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana, serta
pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan
ancaman bencana; dan
4) fasilitas parkir bagi setiap bangunan untuk kegiatan
usaha.

(1) Apabila terdapat kebijakan yang bersifat strategis nasional


yang diatur dengan peraturan perundang-undangan dan
menuntut penambahan kegiatan dalam Zona Lindung dan
Zona Budi Daya, penambahan kegiatan tersebut dilakukan
dengan kriteria:
a. bersifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan
pemerataan pembangunan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
pembangunan Nasional;
b. bersifat mendesak dan tidak dapat ditunda
pelaksanaannya;
- 181 -
c. pelaksanaannya tidak dapat dilaksanakan ke lokasi
lain;
d. mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung;
e. mendukung pencapaian tujuan Rencana Tata Ruang;
dan
f. melalui rekayasa dan/atau pemanfaatan teknologi
untuk tetap menjaga fungsi utama kawasan di
sekitarnya apabila kegiatan yang bersifat strategis
tersebut tidak mengubah seluruh fungsi zona.
(2) Dalam hal kebijakan yang bersifat strategis nasional yang
ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menyebabkan perubahan peruntukan ruang,
perubahan rencana tata ruang dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

(1) Indikasi arahan zonasi sistem nasional dalam upaya mitigasi


bencana pada Kawasan Lindung dan Kawasan Budi Daya
meliputi:
a. indikasi arahan zonasi sistem nasional dalam rangka
mitigasi bencana di kawasan rawan bencana alam banjir;
b. indikasi arahan zonasi sistem nasional dalam rangka
mitigasi bencana di sekitar pantai yang berpotensi
dan/atau pernah mengalami bencana gelombang pasang
dan abrasi;
c. indikasi arahan zonasi sistem nasional dalam rangka
mitigasi bencana di sekitar pantai yang berpotensi
dan/atau pernah mengalami bencana rob dan amblesan
tanah (land subsidence);
d. indikasi arahan zonasi sistem nasional dalam rangka
mitigasi bencana di kawasan yang terbentuk dari batuan
kapur atau karst yang berpotensi dan/atau pernah
mengalami bencana alam amblesan tanah;
e. indikasi arahan zonasi sistem nasional dalam rangka
mitigasi bencana di kawasan yang berpotensi dan/atau
pernah mengalami bencana alam gerakan tanah;
f. indikasi arahan zonasi sistem nasional dalam rangka
mitigasi bencana di kawasan yang berpotensi dan/atau
- 182 -
pernah mengalami bencana alam gempa bumi dan
bahaya ikutannya;
g. indikasi arahan zonasi sistem nasional dalam rangka
mitigasi bencana di kawasan yang berpotensi mengalami
likuefaksi.
(2) Indikasi arahan zonasi sistem nasional dalam rangka
mitigasi bencana di kawasan rawan bencana alam banjir
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
penghijauan, reboisasi, pendirian bangunan tanggul,
drainase, pintu air, sumur resapan dan lubang biopori,
serta penentuan lokasi dan jalur evakuasi bencana;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a
yang tidak berpotensi menyebabkan terjadinya bencana
banjir;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
mengubah aliran sungai antara lain memindahkan,
mempersempit, dan menutup aliran sungai, kegiatan
menghalangi dan/atau menutup lokasi dan jalur
evakuasi bencana serta kegiatan yang berpotensi
menyebabkan terjadinya bencana alam; dan
d. penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi:
1) penyediaan saluran drainase yang memperhatikan
kemiringan dasar saluran dan sistem/sub sistem
daerah pengaliran;
2) penanganan sedimentasi di muara saluran/sungai
yang bermuara di laut melalui proses pengerukan;
dan
3) penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana
banjir.
(3) Indikasi arahan zonasi sistem nasional dalam rangka
mitigasi bencana di sekitar pantai yang berpotensi dan/atau
pernah mengalami bencana gelombang pasang, abrasi, rob
dan amblesan tanah (land subsidence) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
penanaman bakau mangrove, transplantasi karang
- 183 -
dan/atau penenggelaman terumbu karang buatan,
pembuatan pemecah gelombang dan pelindung pantai,
pembuatan tanggul pelindung atau sistem polder yang
dilengkapi dengan pintu dan pompa sesuai dengan
elevasi lahan terhadap pasang surut, dan kegiatan
pendirian bangunan dalam rangka mitigasi dan
adaptasi terhadap ancaman gelombang pasang, dan
abrasi, rob, dan amblesan tanah (land subsidence);
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan pariwisata, olahraga, dan kegiatan selain
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan potensi
kerugian kecil akibat bencana gelombang pasang, dan
abrasi, rob, dan amblesan tanah (land subsidence);
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
pengambilan terumbu karang, pengrusakan mangrove,
dan kegiatan yang dapat mengubah pola arus laut serta
pengambilan air tanah dalam secara massif tanpa
memperhatikan potensi dan konservasi air tanah; dan
d. penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi
penyediaan jalur evakuasi bencana gelombang pasang,
abrasi, rob, dan amblesan tanah (land subsidence) serta
pemasangan sistem peringatan dini.
(4) Indikasi arahan zonasi sistem nasional dalam rangka
mitigasi bencana di sekitar pantai yang berpotensi dan/atau
pernah mengalami bencana rob dan amblesan tanah (land
subsidence) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
penanaman bakau mangrove, transplantasi karang
dan/atau penenggelaman terumbu karang buatan,
pembuatan pemecah gelombang dan pelindung pantai,
pembuatan tanggul pelindung atau sistem polder yang
dilengkapi dengan pintu dan pompa sesuai dengan
elevasi lahan terhadap pasang surut, dan kegiatan
pendirian bangunan dalam rangka mitigasi dan
adaptasi terhadap ancaman bencana rob dan amblesan
tanah;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
- 184 -
kegiatan pariwisata, olahraga, dan kegiatan selain
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan potensi
kerugian kecil akibat bencana rob dan amblesan tanah;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
pengambilan terumbu karang, pengrusakan mangrove,
dan kegiatan yang dapat mengubah pola arus laut serta
pengambilan air tanah dalam secara massif tanpa
memperhatikan potensi dan konservasi air tanah; dan
d. penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi
penyediaan jalur evakuasi bencana gelombang pasang
serta pemasangan sistem peringatan dini.
(5) Indikasi arahan zonasi sistem nasional dalam rangka
mitigasi bencana kawasan sekitar lokasi batuan kapur atau
karst yang berpotensi dan/atau pernah mengalami bencana
alam sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf d
terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
pertanian, perkebunan dan pariwisata, penentuan
lokasi dan jalur evakuasi bencana, kegiatan pendirian
bangunan untuk kepentingan pemantauan ancaman
bencana alam dan kegiatan yang mendukung obyek
penelitian dan penyelidikan bagi pengembangan ilmu
pengetahuan;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
pendirian bangunan yang tidak mengganggu fungsi
strategis karst dan didasarkan kajian bawah
permukaan tanah mengenai ada atau tidak adanya
potensi amblesan tanah;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi :
1) Kegiatan yang tidak mengganggu fungsi ilmiah,
fungsi keindahan dan fungsi hidrologis karst; dan
2) Kegiatan yang dapat memicu terjadinya bencana
amblesan tanah.
d. penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi
penentuan dan penyediaan lokasi dan jalur evakuasi
bencana serta pemasangan sistem peringatan dini.
(6) Indikasi arahan zonasi sistem nasional dalam rangka
mitigasi bencana di kawasan yang berpotensi dan/atau
- 185 -
pernah mengalami bencana alam gerakan tanah
sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf e terdiri
atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan:
1) kegiatan dalam rangka memperkecil kerugian
akibat bencana gerakan tanah antara lain
membuat terasering, talud atau turap,
rehabilitasi, dan reboisasi;
2) kegiatan dengan potensi kerugian kecil akibat
bencana gerakan tanah dengan
mempertimbangkan kondisi, jenis, dan ancaman
bencana;
3) penentuan dan penyediaan lokasi dan jalur
evakuasi bencana; dan
4) pendirian bangunan untuk kepentingan
pemantauan ancaman bencana.
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a
yang tidak berpotensi menyebabkan terjadinya bencana
alam tanah longsor;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
yang menghalangi dan/atau menutup lokasi dan jalur
evakuasi bencana, serta kegiatan yang berpotensi
menyebabkan terjadinya bencana tanah longsor; dan
d. ketentuan penyediaan prasarana dan sarana minimum
meliputi:
1. penyediaan terasering, turap, dan talud; dan
2. penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana tanah
longsor.
(7) Indikasi arahan zonasi sistem nasional dalam rangka
mitigasi bencana di kawasan yang berpotensi dan/atau
pernah mengalami bencana alam gempa bumi dan bahaya
ikutannya sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf
f terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan yang
diprioritaskan sebagai kawasan lindung dan dapat
dikembangkan kawasan budidaya seperti permukiman,
perdagangan jasa, perkantoran, pariwisata, industri,
- 186 -
pertanian, perikanan, perkebunan dengan
memperhatikan tingkat kerentanan bencana geologi
tektonik yang ada;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
pendirian bangunan menggunakan bahan, jenis, dan
tipe bangunan yang memenuhi standar tahan gempa
dan/atau kegiatan budi daya yang sesuai dengan
kondisi fisik kawasan dan membatasi kegiatan budi
daya intensif pada sekitar kawasan rawan bencana;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan adalah kegiatan
yang menghalangi dan/atau menutup jalur evakuasi,
dan merusak atau mengganggu sistem peringatan dini;
dan
d. Penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi
penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana serta
pemasangan sistem peringatan dini.
(8) Indikasi arahan zonasi sistem nasional dalam rangka
mitigasi bencana di kawasan yang berpotensi mengalami
likuefaksi sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf
g terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
pemanfaatan ruang yang diprioritaskan untuk fungsi
kawasan lindung, RTH dan monumen dan/atau pada
kawasan yang belum terbangun dan berada pada zona
rawan likuefaksi sangat tinggi maupun rawan gerakan
tanah tinggi, diprioritaskan untuk fungsi kawasan
lindung atau budidaya non-terbangun (pertanian,
perkebunan, kehutanan);
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
pendirian bangunan dengan struktur bangunan adaptif
bencana pesisir sesuai ketentuan berlaku dan/atau
konstruksi bangunan yang mempertimbangkan dan
memenuhi standar keselamatan bangunan gedung dari
ancaman bencana likuefaksi;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan adalah kegiatan
budidaya yang mengganggu fungsi kawasan
permukiman; dan
d. Penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi
- 187 -
penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana serta
pemasangan sistem peringatan dini.

Indikasi arahan zonasi sistem nasional diatur lebih lanjut di


dalam rencana detail tata ruang yang ditetapkan dengan
peraturan bupati/walikota.

Bagian Kedua
Arahan Pemberian Insentif dan Disinsentif

Arahan pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) huruf b diselenggarakan untuk:
a. meningkatkan upaya Pengendalian Pemanfaatan
Ruang dalam rangka mewujudkan Tata Ruang sesuai
dengan RTR;
b. memfasilitasi kegiatan Pemanfaatan Ruang agar
sejalan dengan RTR; dan
c. meningkatkan kemitraan semua pemangku
kepentingan dalam rangka Pemanfaatan Ruang yang
sejalan dengan RTR.

(1) Insentif dan disinsentif dapat diberikan kepada pelaku


kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk mendukung perwujudan
RTR.
(2) Pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan untuk:
a. Menindaklanjuti pengendalian implikasi kewilayahan
pada zona kendali atau zona yang didorong; atau
b. Menindaklanjuti implikasi kebijakan atau rencana
strategis nasional.
- 188 -
Paragraf 1
Arahan Insentif

(1) Arahan insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96


merupakan perangkat untuk memotivasi, mendorong,
memberikan daya tarik, dan/atau memberikan percepatan
terhadap kegiatan Pemanfaatan Ruang yang memiliki nilai
tambah pada zona yang perlu didorong pengembangannya.
(2) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. insentif fiskal; dan/atau
b. insentif nonfiskal.
(3) Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
dapat berupa pemberian keringanan pajak, retribusi,
dan/atau penerimaan negara bukan pajak.
(4) Pemberian insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Insentif nonfiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b dapat berupa:
a. pemberian kompensasi;
b. subsidi;
c. imbalan;
d. fasilitasi persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan
ruang;
e. penyediaan prasarana dan sarana;
f. penghargaan; dan/atau
g. publikasi atau promosi.

(1) Insentif dapat diberikan oleh:


a. Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah;
b. Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah lainnya;
dan
c. Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah kepada
Masyarakat.
(2) Insentif dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa:
- 189 -
a. subsidi;
b. penyediaan prasarana dan sarana di daerah;
c. pemberian kompensasi;
d. penghargaan; dan/atau
e. publikasi atau promosi daerah.
(3) Insentif dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
berupa:
a. pemberian kompensasi;
b. pemberian penyediaan prasarana dan sarana;
c. penghargaan; dan/atau
d. publikasi atau promosi daerah.
(4) Insentif dari Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah
kepada Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c dapat berupa:
a. pemberian koringanan pajak dan/atau retribusi;
b. subsidi;
c. pemberian kompensasi;
d. imbalan;
e. sewa ruang;
f. urun saham;
g. fasilitasi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang;
h. penyediaan prasarana dan sarana;
i. penghargaan; dan/atau
j. publikasi atau promosi.

Paragraf 2
Arahan Disinsentif

(1) Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96


merupakan perangkat untuk mencegah
dan/atau memberikan batasan terhadap kegiatan
Pemanfaatan Ruang yang sejalan dengan RTR dalam hal
berpotensi melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan.
(2) Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa:
- 190 -
a. disinsentif fiskal; dan/atau
b. disinsentif nonfiskal.
(3) Disinsentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a dapat berupa pengenaan pajak dan/atau retribusi yang
tinggi.
(4) Pemberian disinsentif fiskal sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Disinsentif nonfiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b dapat berupa:
a. kewajiban memberi kompensasi atau imbalan;
b. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana;
dan/atau
c. pemberian status tertentu.

(1) Disinsentif dapat diberikan oleh:


a. Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah;
b. Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah lainnya;
dan
c. Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah kepada
Masyarakat.
(2) Disinsentif dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat
berupa:
a. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana di daerah;
dan/atau
b. pemberian status tertentu.
(3) Disinsentif dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah
Daerah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dapat berupa pembatasan penyediaan prasarana
dan sarana.
(4) Disinsentif dari Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah
Daerah kepada Masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c dapat berupa:
a. pengenaan pajak dan/atau retribusi yang tinggi;
b. kewajiban memberi kompensasi atau imbalan; dan/atau
c. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana.
- 191 -

Bentuk dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif


dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Bagian Ketiga
Arahan Pengenaan Sanksi

(1) Arahan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 71 ayat (2) huruf c diberikan dalam bentuk sanksi
administratif dan/atau sanksi pidana sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan bidang
Penataan Ruang.
(2) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan terhadap kegiatan pemanfaatan ruang yang
tidak sesuai rencana detail tata ruang kabupaten/kota,
rencana tata ruang wilayah yang telah disesuaikan dengan
Peraturan Presiden ini.

Bagian Keempat
Arahan Penilaian Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang

(1) Arahan penilaian kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) huruf d
dilaksanakan untuk memastikan:
a. Kepatuhan pelaksanaan ketentuan kesesuaian kegiatan
pemanfaatan ruang; dan
b. Pemenuhan prosedur perolehan kesesuaian kegiatan
pemanfaatan ruang
(2) Penilaian pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
terhadap seluruh dokumen kesesuaian kegiatan
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berupa:
a. konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang;
- 192 -
b. persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang;
dan
c. rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang.
(3) Penilaian pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Menteri.
(4) Penilaian pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di Perairan
Pesisir, wilayah perairan, dan wilayah yurisdiksi, dilakukan
oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kelautan.
(5) Penilaian pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai dengan ketentuan peratutan perundang-undangan.

BAB VIII
PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN LAUT LEPAS

(1) Dalam rangka mewujudkan Rencana Tata Ruang Kawasan


Perbatasan Laut Lepas dilakukan pengelolaan Kawasan
Perbatasan Laut Lepas.
(2) Pengelolaan Kawasan Perbatasan Laut Lepas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri,
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kelautan, kepala lembaga, Gubernur, dan
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
(3) Pengelolaan Kawasan Perbatasan Laut Lepas oleh Menteri
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan
oleh Gubernur melalui dekonsentrasi dan/atau tugas
pembantuan.
(4) Pengelolaan Kawasan Perbatasan Laut Lepas oleh Menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
untuk memberikan arahan di sebagian perairan pesisir
dalam pengendalian pemanfaatan ruang laut dan
penyusunan rencana tata ruang wilayah Provinsi Jawa
Tengah terkait ruang laut.
- 193 -
(5) Pengelolaan Kawasan Perbatasan Laut Lepas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) secara partisipatif dapat dibantu
oleh Forum Penataan Ruang.
(6) Forum Penataan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) bertugas memberikan masukan dan pertimbangan
dalam pelaksanaan penataan ruang di Kawasan
Perbatasan Laut Lepas.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Kawasan
Perbatasan Laut Lepas sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB IX
PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

(1) Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang Kawasan


Perbatasan Laut Lepas dilakukan pada tahap:
a. perencanaan tata ruang;
b. pemanfaatan ruang; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang.
(2) Peran Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai bentuk dan tata cara peran
Masyarakat dalam Penataan Ruang.

BAB X
JANGKA WAKTU DAN PENINJAUAN KEMBALI

(1) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan


Laut Lepas adalah selama 20 (dua puluh tahun) sejak
diundangkannya Peraturan Presiden ini.
(2) Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Kawasan
Perbatasan Laut Lepas dilakukan 1 (satu) kali dalam setiap
periode 5 (lima) tahunan.
(3) Peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Kawasan
Perbatasan Laut Lepas dapat dilakukan lebih dari 1 (satu)
- 194 -
kali dalam periode 5 (lima) tahun apabila terjadi perubahan
lingkungan strategis berupa:
a. bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan
peraturan perundang-undangan;
b. perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan
dengan undang-undang;
c. perubahan Batas Daerah yang ditetapkan dengan
undang-undang; dan
d. perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis.
(4) Ketentuan dan tata cara peninjauan kembali sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN

(1) Pada saat Peraturan Presiden ini berlaku:


a. peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah
provinsi, peraturan daerah tentang rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota, dan rencana rinci tata ruang
yang bertentangan dengan Peraturan Presiden ini harus
disesuaikan pada saat revisi peraturan daerah tentang
rencana tata ruang wilayah provinsi, peraturan daerah
tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, dan
rencana rinci tata ruang;
b. izin pemanfaatan ruang atau Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang pada masing-masing daerah yang
telah dikeluarkan sebelum Peraturan Presiden ini berlaku
dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden ini
tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya;
c. izin pemanfaatan ruang atau Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak
sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden ini, maka:
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya,
izin terkait disesuaikan dengan fungsi Zona dalam
Peraturan Presiden ini;
- 195 -
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya,
Pemanfaatan Ruang dilakukan sampai izin terkait
habis masa berlakunya dan dilakukan dengan
menerapkan rekayasa teknis sesuai dengan fungsi
Zona dalam Peraturan Presiden ini; dan
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya
dan tidak memungkinkan untuk menerapkan
rekayasa teknis sesuai dengan fungsi Zona dalam
Peraturan Presiden ini, atas izin yang telah
diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian
yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut
dapat diberikan penggantian sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Pemanfaatan Ruang yang izinnya sudah habis dan tidak
sesuai dengan Peraturan Presiden ini dilakukan
penyesuaian dengan fungsi Zona dalam Peraturan
Presiden ini melalui persetujuan dan/ atau rekomendasi
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Pemanfaatan Ruang yang diselenggarakan tanpa izin dan
bertentangan dengan ketentuan Peraturan Presiden ini,
Pemanfaatan Ruang yang bersangkutan ditertibkan dan
disesuaikan dengan fungsi Zona dalam Peraturan Presiden
ini; dan
f. Masyarakat yang menguasai tanahnya berdasarkan hak
adat dan/atau hak-hak atas tanah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, yang karena
Peraturan Presiden ini pemanfaatannya tidak sesuai lagi,
maka penyelesaiannya diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN

(1) Pada saat Peraturan Presiden ini berlaku, peraturan daerah


atau peraturan kepala daerah tentang rencana tata ruang
wilayah provinsi, peraturan daerah atau peraturan kepala
daerah tentang rencana tata ruang wilayah
- 196 -
kabupaten/kota, dan peraturan kepala daerah tentang
rencana rinci tata ruang yang bertentangan dengan
Peraturan Presiden ini harus disesuaikan pada saat revisi
peraturan daerah atau peraturan kepala daerah tentang
rencana tata ruang wilayah provinsi, peraturan daerah
tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota,
peraturan daerah atau peraturan kepala daerah tentang
rencana rinci tata ruang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Sepanjang rencana tata ruang wilayah Provinsi dan
Kabupaten/Kota dan/atau rencana rinci tata ruang di
Kawasan Perbatasan Laut Lepas bertentangan dan belum
disesuaikan dengan Peraturan Presiden ini, digunakan
Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Laut Lepas
sebagai acuan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan
ruang.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, Peraturan


Presiden Nomor … Tahun …. tentang Rencana Tata Ruang
Kawasan Perbatasan Laut Lepas dinyatakan dicabut dan tidak
berlaku.

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal


diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya
dalam lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal ….
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JOKO WIDODO
- 197 -

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA,
YASONNA H. LAOLY

Anda mungkin juga menyukai