BUPATI NAGEKEO
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
RANCANGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN NAGEKEO
NOMOR ... TAHUN 2023
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NAGEKEO TAHUN 2023-2042
BUPATI NAGEKEO,
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
BAB III
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang
Pasal 3
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang
Pasal 4
Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang
Pasal 5
BAB IV
RENCANA STRUKTUR RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
Bagian Kedua
Sistem Pusat Permukiman
Pasal 7
(1) Sistem pusat permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf a, terdiri dari:
a. PKL;
b. Pusat Pelayanan Kawasan; dan
c. Pusat Pelayanan Lingkungan.
(2) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu Perkotaan Mbay di
Kecamatan Aesesa.
(3) Pusat Pelayanan Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdiri atas:
a. Perkotaan Boawae di Kecamatan Boawae;
b. Perkotaan Mauponggo di Kecamatan Mauponggo;
c. Perkotaan Mbaenuamuri di Kecamatan Keo Tengah;
d. Perkotaan Nangaroro di Kecamatan Nangaroro;
e. Perkotaan Tendakinde di Kecamatan Wolowae; dan
f. Perkotaan Tengatiba di Kecamatan Aesesa Selatan.
(4) Pusat Pelayanan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c, terdiri atas:
a. Pusat Pelayanan Lingkungan Anakoli di Kecamatan Wolowae;
b. Pusat Pelayanan Lingkungan Langedhawe di Kecamatan Aesesa
Selatan;
c. Pusat Pelayanan Lingkungan Marapokot di Kecamatan Aesesa;
d. Pusat Pelayanan Lingkungan Maukeli di Kecamatan Mauponggo;
e. Pusat Pelayanan Lingkungan Nagerawe di Kecamatan Boawae;
f. Pusat Pelayanan Lingkungan Sawu di Kecamatan Mauponggo;
g. Pusat Pelayanan Lingkungan Tonggo di Kecamatan Nangaroro; dan
h. Pusat Pelayanan Lingkungan Wajo di Kecamatan Keo Tengah.
(5) Ketentuan mengenai sistem pusat permukiman sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati tentang Rencana Detail Tata
Ruang.
(6) Sistem pusat permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian skala 1:50.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.A yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Transportasi
Paragraf 1
Umum
Pasal 8
Paragraf 2
Sistem Jaringan Jalan
Pasal 9
Paragraf 3
Sistem Jaringan Sungai, Danau dan Penyeberangan
Pasal 10
Paragraf 4
Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 11
Paragraf 5
Bandar Udara Umum dan Bandar Udara Khusus
Pasal 12
Bandar udara umum dan bandar udara khusus sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 huruf d berupa bandar udara pengumpan yaitu Bandar Udara Mbay
Surabaya II di Kecamatan Aesesa.
Bagian Keempat
Sistem Jaringan Energi
Pasal 13
(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf
c, berupa jaringan infastruktur ketanagalistikan, meliputi:
a. infrastruktur pembangkitan tenaga listrik dan sarana pendukung
berupa Pembangkit Listrik Tenaga Diesel, terdiri darai:
1. PLTD Aesesa di Kecamatan Aesesa; dan
2. PLTD Keo Tengah di Kecamatan Keo Tengah.
b. jaringan infrastruktur penyaluran tenaga listrik dan sarana
pendukung, terdiri dari:
1. jaringan transmisi tenaga listrik antarsistem berupa Saluran Udara
Tegangan Tinggi 70kV Ropa-Bajawa yang melewati:
a) Kecamatan Aesesa;
b) Kecamatan Aesesa Selatan;
c) Kecamatan Boawae; dan
d) Kecamatan Wolowae.
2. jaringan distribusi tenaga listrik yang terdapat di seluruh
kecamatan, meliputi:
a) Saluran Udara Tegangan Menengah; dan
b) Saluran Udara Tegangan Rendah.
3. gardu listrik yaitu GI Aesesa di kecamatan Aesesa.
(2) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan
dalam peta dengan tingkat ketelitian skala 1:50.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I.C yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kelima
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 14
Bagian Keenam
Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 15
(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1) huruf e, berupa prasarana sumber daya air, meliputi:
a. sistem jaringan irigasi, terdiri dari:
1. jaringan irigasi primer;
2. jaringan irigasi sekunder; dan
3. jaringan irigasi tersier.
b. sistem pengendalian banjir, terdiri dari:
1. jaringan pengedalian banjir; dan
2. bangunan pengendalian banjir.
c. bangunan sumber daya air.
(2) Jaringan irigasi primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka
1, melewati:
a. Kecamatan Aesesa;
b. Kecamatan Boawae;
c. Kecamatan Keo Tengah;
d. Kecamatan Mauponggo;
e. Kecamatan Nangaroro; dan
f. Kecamatan Wolowae.
(3) Jaringan irigasi sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
angka 2, melewati:
a. Kecamatan Aesesa;
b. Kecamatan Boawae;
c. Kecamatan Keo Tengah;
d. Kecamatan Mauponggo; dan
e. Kecamatan Nangaroro.
(4) Jaringan irigasi tersier sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka
3, melewati:
a. Kecamatan Aesesa;
b. Kecamatan Boawae;
c. Kecamatan Mauponggo; dan
d. Kecamatan Nangaroro.
(5) Jaringan pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b angka 1, melewati:
a. Kecamatan Aesesa;
b. Kecamatan Aesesa Selatan;
c. Kecamatan Boawae;
d. Kecamatan Nangaroro; dan
e. Kecamatan Wolowae.
(6) Bangunan pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b angka 2, terdapat di:
a. Kecamatan Aesesa;
b. Kecamatan Aesesa Selatan; dan
c. Kecamatan Wolowae.
(7) Bangunan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
sebanyak:
a. 3 (tiga) unit di Kecamatan Aesesa;
b. 3 (tiga) unit di Kecamatan Boawae;
c. 2 (dua) unit di Kecamatan Keo Tengah;
d. 3 (tiga) unit di Kecamatan Mauponggo;
e. 3 (tiga) unit di Kecamatan Nangaroro; dan
f. 3 (tiga) unit di Kecamatan Wolowae.
(8) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian skala 1:50.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.E yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Ketujuh
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 16
BAB V
RENCANA POLA RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 17
Paragraf 1
Umum
Pasal 18
Paragraf 2
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya
Pasal 19
Paragraf 3
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 20
Paragraf 4
Kawasan Ekosistem Mangrove
Pasal 21
Bagian Ketiga
Kawasan Budi Daya
Paragraf 1
Umum
Pasal 22
Kawasan budi daya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b,
dengan luas kurang lebih 119.642 (seratus sembilan belas riu enam ratus empat
puluh dua) hektare, meliputi:
a. kawasan hutan produksi dengan kode KHP;
b. kawasan pertanian dengan kode P;
c. kawasan perikanan dengan kode IK;
d. kawasan pergaraman dengan kode KEG;
e. kawasan peruntukan industri dengan kode KPI;
f. kawasan pariwisata dengan kode W;
g. kawasan permukiman dengan kode PM; dan
h. kawasan transportasi dengan kode TR.
Paragraf 2
Kawasan Hutan Produksi
Pasal 23
(1) Kawasan hutan produksi dengan kode KHP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 huruf a seluas 18.922 (delapan belas ribu sembilan ratus dua
puluh dua) hektare, meliputi:
a. kawasan hutan produksi terbatas dengan kode HPT; dan
b. kawasan hutan produksi tetap dengan kode HP.
(2) Kawasan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a seluas 9.180 (sembilan ribu seratus delapan puluh) hektare,
terdapat di:
a. Kecamatan Aesesa;
b. Kecamatan Nangaroro; dan
c. Kecamatan Wolowae.
(3) Kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b seluas 9.743 (sembilan ribu tujuh ratus empat puluh tiga) hektare,
terdapat di:
a. Kecamatan Aesesa;
b. Kecamatan Boawae;
c. Kecamatan Keo Tengah;
d. Kecamatan Mauponggo; dan
e. Kecamatan Nangaroro.
Paragraf 3
Kawasan Pertanian
Pasal 24
Paragraf 4
Kawasan Perikanan
Pasal 25
Paragraf 5
Kawasan Pergaraman
Pasal 26
Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 27
Paragraf 7
Kawasan Pariwisata
Pasal 28
Paragraf 8
Kawasan Permukiman
Pasal 29
Paragraf 9
Kawasan Transportasi
Pasal 30
Bagian Keempat
Kawasan Ketentuan Khusus
Pasal 31
Pasal 32
Pasal 33
Pasal 34
Pasal 35
Pasal 36
(1) Ketentuan khusus rencana pola ruang kawasan pertambagan mineral dan
batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf e dengan luas
kurang lebih 170 (sertaus tujuh puluh) hektare, terdapat di:
a. Kecamatan Aesesa;
b. Kecamatan Boawae;
c. Kecamatan Keo Tengah; dan
d. Kecamatan nangaroro.
(2) Ketentuan khusus rencana pola ruang kawasan pertambagan mineral dan
batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta
dengan tingkat ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi skala
1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
BAB VI
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
Pasal 37
Pasal 38
BAB VII
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 39
Bagian Kedua
Ketentuan KKPR
Pasal 40
Bagian Ketiga
Indikasi Program Utama Jangka Menengah 5 (lima) Tahunan
Pasal 41
Bagian Keempat
Pelaksanaan Sinkronisasi Program Pemanfaatan Ruang
Pasal 42
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 43
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Zonasi
Paragraf 1
Umum
Pasal 44
Pasal 45
(1) Ketentuan umum zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, terdiri
dari:
a. ketentuan umum zonasi untuk struktur ruang, terdiri dari:
1. ketentuan umum zonasi untuk sistem pusat permukiman;
2. ketentuan umum zonasi untuk sistem jaringan transportasi;
3. ketentuan umum zonasi untuk sistem jaringan energi;
4. ketentuan umum zonasi untuk sistem jaringan telekomunikasi;
5. ketentuan umum zonasi untuk sistem jaringan sumber daya air;
dan
6. ketentuan umum zonasi untuk sistem jaringan prasarana lainnya.
b. ketentuan umum zonasi untuk pola ruang, terdiri dari:
1. ketentuan umum zonasi untuk kawasan lindung; dan
2. ketentuan umum zonasi untuk kawasan budi daya.
(2) Ketentuan umum zonasi untuk struktur ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a memuat ketentuan mengenai:
a. standar pelayanan minimal sistem pusat permukiman; dan
b. standar teknis sistem prasarana wilayah.
(3) Ketentuan umum zonasi untuk pola ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b memuat ketentuan mengenai:
a. kegiatan pemanfaatan ruang yang diizinkan, diizinkan dengan syarat
dan tidak diizinkan;
b. intensitas pemanfaatan ruang;
c. sarana dan prasarana minimum;
d. ketentuan lain yang dibutuhkan; dan
e. ketentuan khusus.
(4) Ketentuan umum zonasi kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digunakan sebagai dasar dalam penyusunan peraturan zonasi, RDTR
kawasan perkotaan dan ketentuan umum zonasi kawasan strategis
Daerah.
Paragraf 2
Ketentuan Umum Zonasi Sistem Pusat Permukiman
Pasal 46
Paragraf 3
Ketentuan Umum Zonasi Untuk Sistem Jaringan Transportasi
Pasal 47
Pasal 48
Pasal 49
Pasal 50
Pasal 51
Pasal 52
Pasal 53
Paragraf 4
Ketentuan Umum Zonasi Sistem Jaringan Energi
Pasal 54
Paragraf 5
Ketentuan Umum Zonasi Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 55
Paragraf 6
Ketentuan Umum Zonasi Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 56
(1) Ketentuan umum zonasi untuk sistem jaringan sumber daya air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf a angka 5, berupa
ketentuan umum zonasi prasarana sumber daya air.
(2) Ketentuan umum zonasi prasarana sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
a. ketentuan umum zonasi sistem jaringan irigasi;
b. ketentuan umum zonasi sistem pengendalian banjir; dan
c. ketentuan umum zonasi bangunan sumber daya air.
Pasal 57
Pasal 59
Paragraf 7
Ketentuan Umum Zonasi Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 60
Pasal 62
Pasal 63
Pasal 64
Pasal 65
Pasal 66
Paragraf 8
Ketentuan Umum Zonasi Kawasan Lindung
Pasal 67
Pasal 68
(1) Ketentuan umum zonasi untuk kawasan hutan lindung dengan kode HL
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67, terdiri dari:
a. ketentuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam kawasan hutan lindung;
b. Ketentuan lain terkait sarana dan prasarana wilayah yang melalui dan
berada pada kawasan hutan lindung harus mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam kawasan hutan lindung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. kegiatan pemanfaatan ruang yang diizinkan yaitu kegiatan usaha
pemanfaatan kawasan, kegiatan usaha pemanfaatan jasa lingkungan
dan kegiatan pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu dengan
mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. kegiatan pemanfaatan ruang yang diizinkan sebagaimana dimaksud
pada angka 1 dilakukan berdasarkan Perizinan Berusaha
Pemanfaatan Hutan atau Kegiatan Pengelolaan Perhutanan Sosial;
c. kegiatan pemanfaatan ruang yang diizinkan secara bersyarat, terdiri
dari:
1. religi antara lain tempat ibadah, tempat pemakaman dan wisata
rohani selama tidak mengganggu dan merubah fungsi utama
kawasan hutan lindung;
2. penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di
luar kegiatan kehutanan melalui mekanisme kerjasama sesuai
dengan peraturan perundangan-undangan;
3. kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan berupa wisata alam
dilakukan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan
4. penggunaan kawasan hutan di luar kegiatan kehutanan untuk
kepentingan umum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
d. kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diizinkan yaitu kegiatan
pemanfaatan ruang yang mengakibatkan berkurangnya luas kawasan
hutan, menimbulkan kerusakan / mengganggu / mengurangi luasan
fungsi lindung dan kelestarian lingkungan hidup.
Pasal 69
Pasal 70
Paragraf 9
Ketentuan Umum Zonasi Kawasan Budi Daya
Pasal 71
Pasal 72
Pasal 73
Pasal 74
Pasal 75
Pasal 76
Pasal 77
Pasal 78
Pasal 79
(1) Ketentuan umum zonasi untuk kawasan hortikultura dengan kode P-2
sebagaimana diamksud dalam Pasal 73 huruf b, terdiri dari:
a. ketentuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam kawasan hortikultura;
b. ketentuan sarana dan prasarana minimum dalam kawasan
hortikultura meliputi sarana prasarana pendukung kegiatan
hortikultura sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. ketentuan lain terkait sarana dan prasarana wilayah yang melalui dan
berada pada kawasan hortikultura harus mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
d. ketentuan khusus dalam kawasan hortikultura.
(2) Ketentuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam kawasan holtikultura
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. kegiatan pemanfaatan ruang yang diizinkan, terdiri dari:
1. kegiatan produksi dan penanganan pasca panen pertanian
hortikultura sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
2. kegiatan tanaman pangan yang tidak mengubah fungsi utama
kawasan hortikultura
b. kegiatan pemanfaatan ruang yang diizinkan secara bersyarat, terdiri
dari:
1. kegiatan permukiman perdesaan dan kegiatan permukiman
perkotaan yang tidak mengubah dan/atau mengganggu fungsi
utama kawasan pertanian hortikultura;
2. kegiatan unit pengolahan/industri hasil budi daya hortikultura
dengan syarat memiliki persetujuan lingkungan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. kegiatan perkebunan yang tidak mengubah fungsi utama kawasan
hortikultura;
4. kegiatan peternakan dengan syarat memiliki persetujuan
lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan tidak mengubah dan/atau fungsi utama kawasan
hortikultura;
5. kegiatan perikanan budi daya dengan syarat memiliki persetujuan
lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan tidak mengubah dan/atau fungsi utama kawasan
hortikultura;
6. kegiatan wisata alam dan/atau wisata budaya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak mengubah
fungsi utama kawasan hortikultura;
7. kegiatan agrowisata dan sarana prasarana pendukungnya dengan
syarat memiliki persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan tidak mengubah fungsi utama
hortikultura; dan
8. kegiatan strategis untuk kepentingan umum dengan tidak
mengubah dan/atau menganggu fungsi utama hortikultura sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
c. kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diizinkan, kegiatan yang dapat
merusak infrastruktur pertanian lainnya serta mengurangi kesuburan
tanah.
(3) Ketentuan khusus dalam kawasan hortikultura sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d, meliputi:
a. kawasan hortikultara yang bertampalan dengan kawasan keselamatan
operasional penerbangan, terdiri dari:
1. penyusunan kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
harus memperhatikan:
a) kegiatan pemanfaatan ruang diizinkan berupa kegiatan
operasional, penunjang dan pengembangan kawasan ancangan
pendaratan dan lepas landas;
b) kegiatan pemanfaatan ruang diizinkan secara bersyarat berupa
kegiatan budi daya lainnya dilaksanakan dengan syarat sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c) kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diizinkan berupa
kegiatan yang menganggu kawasan ancangan pendaratan dan
lepas landas.
2. Penyusunan kawasan di bawah permukaan horizontal-dalam harus
memperhatikan:
a) kegiatan pemanfaatan ruang diizinkan berupa kegiatan
operasional, penunjang dan pengembangan kawasan di bawah
permukaan horizontal-dalam;
b) kegiatan pemanfaatan ruang diizinkan secara bersyarat berupa
kegiatan budi daya lainnya dilaksanakan dengan syarat sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c) kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diizinkan berupa
kegiatan yang menganggu kawasan di bawah permukaan
horizontal-dalam.
3. Penyusunan kawasan di bawah permukaan horizontal-luar harus
memperhatikan:
a) kegiatan pemanfaatan ruang diizinkan berupa kegiatan
operasional, penunjang dan pengembangan kawasan di bawah
permukaan horizontal-luar;
b) kegiatan pemanfaatan ruang diizinkan secara bersyarat berupa
kegiatan budi daya lainnya dilaksanakan dengan syarat sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c) kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diizinkan berupa
kegiatan yang menganggu kawasan di bawah permukaan
horizontal-luar.
4. Penyusunan kawasan di bawah permukaan kerucut harus
memperhatikan:
a) kegiatan pemanfaatan ruang diizinkan berupa kegiatan
operasional, penunjang dan pengembangan kawasan di bawah
permukaan krucut;
b) kegiatan pemanfaatan ruang diizinkan secara bersyarat berupa
kegiatan budi daya lainnya dilaksanakan dengan syarat sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c) kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diizinkan berupa
kegiatan yang menganggu kawasan di bawah permukaan
horizontal-luar.
b. kawasan hortikultura yang bertampalan dengan kawasan rawan
bencana, terdiri dari:
1. penyusunan Kawasan rawan banjir tingkat tinggi harus
memperhatikan:
a) pembangunan sarana dan prasarana sistem mitigasi bencana
dengan syarat ketentuan peraturan perundang-undangan;
b) kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan syarat
memperhatikan aspek mitigasi bencana;
c) pembangunan tempat dan jalur evakuasi bencana; dan
d) pengembangan jaringan dilaksanakan dengan syarat ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2. Penyusunan Kawasan rawan banjir bandang tingkat tinggi harus
memperhatikan:
a) pembangunan sarana dan prasarana sistem mitigasi bencana
dengan syarat ketentuan peraturan perundang-undangan;
b) kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan syarat
memperhatikan aspek mitigasi bencana;
c) pembangunan tempat dan jalur evakuasi bencana; dan
d) pengembangan jaringan dilaksanakan dengan syarat ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Penyusunan Kawasan rawan letusan gunung api tingkat tinggi harus
memperhatikan:
a) pembangunan sarana dan prasarana sistem mitigasi bencana
dengan syarat ketentuan peraturan perundang-undangan;
b) kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan syarat
memperhatikan aspek mitigasi bencana;
c) pembangunan tempat dan jalur evakuasi bencana; dan
d) pengembangan jaringan dilaksanakan dengan syarat ketentuan
peraturan perundang-undangan.
4. Penyusunan kawsan rawan likuefaksi tingkat tinggi harus
memperhatikan:
a) pembangunan sarana dan prasarana sistem mitigasi bencana
dengan syarat ketentuan peraturan perundang-undangan;
b) kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan syarat
memperhatikan aspek mitigasi bencana;
c) pembangunan tempat dan jalur evakuasi bencana; dan
d) pengembangan jaringan dilaksanakan dengan syarat ketentuan
peraturan perundang-undangan.
5. Penyusunan Kawasan rawan longsor tingkat tinggi harus
memperhatikan:
a) pembangunan sarana dan prasarana sistem mitigasi bencana
dengan syarat ketentuan peraturan perundang-undangan;
b) kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan syarat
memperhatikan aspek mitigasi bencana;
c) pembangunan tempat dan jalur evakuasi bencana; dan
d) pengembangan jaringan dilaksanakan dengan syarat ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c. kawasan hortikultura yang bertampalan dengan kawasan sempadan
terdiri dari:
3. sempadan pantai disusun dengan memperhatikan:
a) kegiatan pengembangan struktur alami dan struktur buatan
untuk pengaman abrasi dan gelombang pasang;
b) menyediakan pedestrian sepanjang pantai dan/atau bangunan
penahan/pemecah ombak ditetapkan jarak aman bangunan
minimal 10 meter dari pedestrian disesuaikan dengan topografi
pantai;
c) yang tidak menyediakan pedestrian sepanjang pantai dan/atau
bangunan penahan/pemecah ombak ditetapkan jarak aman
bangunan minimal 30 meter dari titik pasang tertinggi
disesuaikan dengan topografi pantai;
d) pendirian fasilitas penunjang kawasan hortikultura
menerapkan sistem tanggap bencana tsunami;
e) menyediakan jalur evakuasi bencana;
f) penyediaan akses publik menuju pantai; dan
g) fasilitas penunjang kegiatan hortikultura lainnya sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. sempadan sungai disusun dengan memperhatikan:
a) kegiatan pengembangan struktur alam dan struktur buatan
untuk pengaman kawasan sempadan sungai
b) fasilitas penunjang kawasan hortikultura pada sempadan sungai
harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang dapat
mengurangi resiko bencana di sempadan sungai; dan
c) fasilitas penunjang kegiatan hortikultura lainnya sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. kawasan hortikultura yang bertampalan dengan kawasan
pertambangan mineral dan batubara disusun dengan memperhatikan
kelestarian lingkungan dan dilengkapi dengan dokumen persetujuan
lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 80
(1) Ketentuan umum zonasi untuk kawasan perkebunan dengan kode P-3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf c, terdiri dari:
a. ketentuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam kawasan perkebunan;
b. ketentuan sarana dan prasarana minimum dalam kawasan perkebunan
meliputi sarana prasarana pendukung kegiatan perkebunan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. ketentuan lain terkait sarana dan prasarana wilayah yang melalui dan
berada kawasan perkebunan harus mengikuti ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
d. ketentuan khusus dalam kawasan perkebunan.
(2) ketentuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam kawasan perkebunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. kegiatan pemanfaatan ruang yang diizinkan terdiri atas:
1. kegiatan budi daya tanaman perkebunan;
2. kegiatan pengolahan hasil perkebunan;
3. kegiatan usaha jasa perkebunan; dan
4. kegiatan penelitian dan pengembangan perkebunan.
b. kegiatan pemanfaatan ruang yang diizinkan secara bersyarat terdiri atas:
1. kegiatan permukiman perdesaan dan kegiatan permukiman
perkotaan yang tidak mengubah dan/atau mengganggu fungsi
utama kawasan pertanian tanaman pangan;
2. kegiatan peternakan dengan syarat memiliki persetujuan lingkungan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak
mengubah dan/atau fungsi utama kawasan perkebunan;
3. kegiatan perikanan budi daya dengan syarat memiliki persetujuan
lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dan tidak mengubah dan/atau fungsi utama kawasan perkebunan;
4. kegiatan agropolitan dan sarana prasarana pendukungnya dengan
syarat memiliki persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan tidak mengubah fungsi utama
perkebunan;
5. kegiatan industri kecil dan menengah yang mendukung kawasan
perkebunan dengan syarat memiliki persetujuan lingkungan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan tidak
mengubah dan/atau fungsi utama kawasan perkebunan; dan
6. kegiatan lainnya yang bersifat strategis untuk kepentingan umum
dengan tidak mengubah fungsi utama kawasan perkebunan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
c. kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diizinkan terdiri atas:
1. kegiatan pertambangan;
2. kegiatan yang dapat merusak infrastruktur perkebunan lainnya serta
mengurangi kesuburan tanah; dan
3. kegiatan membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara
membakar.
(3) ketentuan khusus dalam kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d terdiri dari:
a. kawasan perkebunan yang bertampalan dengan kawasan kawasan
keselamatan operasional penerbangan, terdiri atas:
1. kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas disusun dengan
memperhatikan:
a) kegiatan pemanfaatan ruang diizinkan berupa kegiatan
operasional, penunjang dan pengembangan kawasan ancangan
pendaratan dan lepas landas;
b) kegiatan pemanfaatan ruang diizinkan secara bersyarat berupa
kegiatan budi daya lainnya dilaksanakan dengan syarat sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c) kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diizinkan berupa
kegiatan yang menganggu kawasan ancangan pendaratan dan
lepas landas.
2. kawasan di bawah permukaan horizontal-luar disusun dengan
memperhatikan:
a) kegiatan pemanfaatan ruang diizinkan berupa kegiatan
operasional, penunjang dan pengembangan kawasan di bawah
permukaan horizontal-luar;
b) kegiatan pemanfaatan ruang diizinkan secara bersyarat berupa
kegiatan budi daya lainnya dilaksanakan dengan syarat sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c) kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diizinkan berupa
kegiatan yang menganggu kawasan di bawah permukaan
horizontal-luar.
3. kawasan di bawah permukaan kerucut disusun dengan
memperhatikan:
a) kegiatan pemanfaatan ruang diizinkan berupa kegiatan
operasional, penunjang dan pengembangan kawasan di bawah
permukaan krucut;
b) kegiatan pemanfaatan ruang diizinkan secara bersyarat berupa
kegiatan budi daya lainnya dilaksanakan dengan syarat sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c) kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diizinkan berupa
kegiatan yang menganggu kawasan di bawah permukaan
horizontal-luar.
4. kawasan perkebunan yang bertampalan dengan kawasan rawan
bencana, terdiri atas:
a) rawan banjir tingkat tinggi disusun dengan memperhatikan:
1) pembangunan sarana dan prasarana sistem mitigasi bencana
dengan syarat ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan syarat
memperhatikan aspek mitigasi bencana;
3) pembangunan tempat dan jalur evakuasi bencana; dan
4) pengembangan jaringan dilaksanakan dengan syarat
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b) rawan banjir bandang tingkat tinggi disusun dengan
memperhatikan:
1) pembangunan sarana dan prasarana sistem mitigasi bencana
dengan syarat ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan syarat
memperhatikan aspek mitigasi bencana;
3) pembangunan tempat dan jalur evakuasi bencana; dan
4) pengembangan jaringan dilaksanakan dengan syarat
ketentuan peraturan perundang-undangan.
c) rawan likuefaksi tingkat tinggi disusun dengan memperhatikan:
1) pembangunan sarana dan prasarana sistem mitigasi bencana
dengan syarat ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan syarat
memperhatikan aspek mitigasi bencana;
3) pembangunan tempat dan jalur evakuasi bencana; dan
4) pengembangan jaringan dilaksanakan dengan syarat
ketentuan peraturan perundang-undangan.
d) rawan longsor tingkat tinggi disusun dengan memperhatikan:
1) pembangunan sarana dan prasarana sistem mitigasi bencana
dengan syarat ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan syarat
memperhatikan aspek mitigasi bencana;
3) pembangunan tempat dan jalur evakuasi bencana; dan
4) pengembangan jaringan dilaksanakan dengan syarat
ketentuan peraturan perundang-undangan.
e) rawan tsunami tingkat tinggi disusun dengan memperhatikan:
1) pembangunan sarana dan prasarana sistem mitigasi bencana
dengan syarat ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan syarat
memperhatikan aspek mitigasi bencana;
3) pembangunan tempat dan jalur evakuasi bencana; dan
4) pengembangan jaringan dilaksanakan dengan syarat
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. kawasan perkebunan yang bertampalan dengan kawasan sempadan
terdiri atas:
1. sempadan pantai disusun dengan memperhatikan:
a) kegiatan pengembangan struktur alami dan struktur buatan
untuk pengaman abrasi dan gelombang pasang;
b) menyediakan pedestrian sepanjang pantai dan/atau bangunan
penahan/pemecah ombak ditetapkan jarak aman bangunan
minimal 10 meter dari pedestrian disesuaikan dengan topografi
pantai;
c) yang tidak menyediakan pedestrian sepanjang pantai dan/atau
bangunan penahan/pemecah ombak ditetapkan jarak aman
bangunan minimal 30 meter dari titik pasang tertinggi
disesuaikan dengan topografi pantai;
d) pendirian fasilitas penunjang kawasan perkebunan menerapkan
sistem tanggap bencana tsunami;
e) menyediakan jalur evakuasi bencana;
f) penyediaan akses publik menuju pantai; dan
g) fasilitas penunjang kegiatan perkebunan lainnya sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. sempadan sungai disusun dengan memperhatikan:
a) kegiatan pengembangan struktur alam dan struktur buatan untuk
pengaman kawasan sempadan sungai
b) fasilitas penunjang kawasan perkebunan pada sempadan sungai
harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang dapat
mengurangi resiko bencana di sempadan sungai; dan
c) fasilitas penunjang kegiatan perkebunan lainnya sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c. kawasan perkebunan yang bertampalan dengan kawasan pertambangan
mineral dan batubara disusun dengan memperhatikan kelestarian
lingkungan dan dilengkapi dengan dokumen persetujuan lingkungan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 81
(1) Ketentuan umum zonasi untuk kawasan peternakan dengan kode P-4
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf d, terdiri dari:
a. ketentuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam kawasan peternakan;
b. ketentuan sarana dan prasarana minimum dalam kawasan peternakan
meliputi sistem jaringan irigasi dan sarana prasarana pendukung
kegiatan pertanian peternakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
c. ketentuan lain terkait sarana dan prasarana wilayah yang melalui dan
berada pada kawasan peternakan harus mengikuti ketentuan peraturan
perundang-undangan.
d. ketentuan khusus dalam kawasan peternakan
(2) ketentuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam kawasan peternakan
sebagaimana dimakasud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. kegiatan pemanfaatan ruang yang diizinkan terdiri atas:
1. kegiatan produksi dan penanganan pasca panen sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
2. kegiatan hortikultura yang tidak mengubah fungsi utama kawasan
pertanian peternakan.
b. kegiatan pemanfaatan ruang yang diizinkan secara bersyarat terdiri atas:
1. kegiatan permukiman perdesaan dan kegiatan permukiman
perkotaan yang tidak mengubah dan/atau mengganggu fungsi
utama kawasan pertanian peternakan;
2. kegiatan unit pengolahan/industri hasil budi daya peternakan
dengan syarat memiliki persetujuan lingkungan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. kegiatan perkebunan yang tidak mengubah fungsi utama kawasan
pertanian peternakan;
4. kegiatan perikanan budi daya dengan syarat memiliki persetujuan
lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan tidak mengubah dan/atau fungsi utama kawasan
pertanian peternakan;
5. kegiatan wisata alam dan/atau wisata budaya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak mengubah
fungsi utama kawasan pertanian peternakan;
6. kegiatan agrowisata dan sarana prasarana pendukungnya dengan
syarat memiliki persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan tidak mengubah fungsi utama
pertanian peternakan; dan
7. kegiatan strategis untuk kepentingan umum dengan tidak mengubah
dan/atau menganggu fungsi utama pertanian peternakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diizinkan terdiri atas:
1. kegiatan pertambangan; dan
2. kegiatan yang dapat merusak jaringan irigasi dan infrastruktur
pertanian lainnya serta mengurangi kesuburan tanah.
(3) ketentuan khusus dalam kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d, meliputi:
a. kawasan petrenakan yang bertampalan dengan kawasan kawasan
keselamatan operasional penerbangan, terdiri atas:
1. kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas disusun dengan
memperhatikan:
a) kegiatan pemanfaatan ruang diizinkan berupa kegiatan
operasional, penunjang dan pengembangan kawasan ancangan
pendaratan dan lepas landas;
b) kegiatan pemanfaatan ruang diizinkan secara bersyarat berupa
kegiatan budi daya lainnya dilaksanakan dengan syarat sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c) kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diizinkan berupa
kegiatan yang menganggu kawasan ancangan pendaratan dan
lepas landas.
2. kawasan di bawah permukaan horizontal-luar disusun dengan
memperhatikan:
a) kegiatan pemanfaatan ruang diizinkan berupa kegiatan
operasional, penunjang dan pengembangan kawasan di bawah
permukaan horizontal-luar;
b) kegiatan pemanfaatan ruang diizinkan secara bersyarat berupa
kegiatan budi daya lainnya dilaksanakan dengan syarat sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c) kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diizinkan berupa
kegiatan yang menganggu kawasan di bawah permukaan
horizontal-luar.
3. kawasan peternakan yang bertampalan dengan kawasan rawan
bencana, terdiri atas:
a) rawan banjir tingkat tinggi disusun dengan memperhatikan:
1) pembangunan sarana dan prasarana sistem mitigasi bencana
dengan syarat ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan syarat
memperhatikan aspek mitigasi bencana;
3) pembangunan tempat dan jalur evakuasi bencana; dan
4) pengembangan jaringan dilaksanakan dengan syarat
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b) rawan banjir bandang tingkat tinggi disusun dengan
memperhatikan:
1) pembangunan sarana dan prasarana sistem mitigasi bencana
dengan syarat ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan syarat
memperhatikan aspek mitigasi bencana;
3) pembangunan tempat dan jalur evakuasi bencana; dan
4) pengembangan jaringan dilaksanakan dengan syarat
ketentuan peraturan perundang-undangan.
c) rawan gelombang ekstrim dan abrasi tingkat tinggi disusun dengan
memperhatikan:
1) pembangunan sarana dan prasarana sistem mitigasi bencana
dengan syarat ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan syarat
memperhatikan aspek mitigasi bencana;
3) pembangunan tempat dan jalur evakuasi bencana; dan
4) pengembangan jaringan dilaksanakan dengan syarat
ketentuan peraturan perundang-undangan.
d) rawan likuefaksi tingkat tinggi disusun dengan memperhatikan:
1) pembangunan sarana dan prasarana sistem mitigasi bencana
dengan syarat ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan syarat
memperhatikan aspek mitigasi bencana;
3) pembangunan tempat dan jalur evakuasi bencana; dan
4) pengembangan jaringan dilaksanakan dengan syarat
ketentuan peraturan perundang-undangan.
e) rawan longsor tingkat tinggi disusun dengan memperhatikan:
1) pembangunan sarana dan prasarana sistem mitigasi bencana
dengan syarat ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan syarat
memperhatikan aspek mitigasi bencana;
3) pembangunan tempat dan jalur evakuasi bencana; dan
4) pengembangan jaringan dilaksanakan dengan syarat
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. kawasan petrenakan yang bertampalan dengan kawasan sempadan
terdiri atas:
a) sempadan pantai disusun dengan memperhatikan:
1) kegiatan pengembangan struktur alami dan struktur buatan
untuk pengaman abrasi dan gelombang pasang;
2) menyediakan pedestrian sepanjang pantai dan/atau bangunan
penahan/pemecah ombak ditetapkan jarak aman bangunan
minimal 10 meter dari pedestrian disesuaikan dengan topografi
pantai;
3) yang tidak menyediakan pedestrian sepanjang pantai dan/atau
bangunan penahan/pemecah ombak ditetapkan jarak aman
bangunan minimal 30 meter dari titik pasang tertinggi
disesuaikan dengan topografi pantai;
4) pendirian fasilitas penunjang kawasan tanaman pangan
menerapkan sistem tanggap bencana tsunami;
5) menyediakan jalur evakuasi bencana;
6) penyediaan akses publik menuju pantai; dan
7) fasilitas penunjang kegiatan tanaman pangan lainnya sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b) sempadan sungai disusun dengan memperhatikan:
1) kegiatan pengembangan struktur alam dan struktur buatan untuk
pengaman kawasan sempadan sungai
2) fasilitas penunjang kawasan peternakan pada sempadan sungai
harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang dapat
mengurangi resiko bencana di sempadan sungai; dan
3) fasilitas penunjang kegiatan peternakan lainnya sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 82
Pasal 83
Ketentuan umum zonasi untuk kawasan peruntukan industri dengan kode KPI
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf e terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam kawasan peruntukan
industri meliputi:
1. kegiatan pemanfaatan ruang yang yang diizinkan terdiri atas:
a) kegiatan industri; dan
b) kegiatan sarana dan prasarana penunjang industri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. kegiatan pemanfaatan ruang yang diizinkan secara bersyarat yaitu
pembatasan pembangunan perumahan baru di kawasan peruntukan
industri.
3. kegiatan pemanfaatan uang yang yang tidak diizinkan terdiri atas:
a) kegiatan pertambangan; dan
b) kegiatan yang dapat merusak kawasan peruntukan industri dan
penunjangnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
b. ketentuan sarana dan parasarana minimum dalam kawasan peruntukan
industri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undang.
c. ketentuan lain terkait sarana dan prasarana wilayah yang melalui dan
berada pada kawasan peruntukan industri harus mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan.
d. ketentuan khusus dalam kawasan peruntukan industri terdiri atas:
1. kawasan peruntukan industri yang bertampalan dengan kawasan
keselamatan operasional penerbangan berupa kawasan ancangan
pendaratan dan lepas landas disusun dengan memperhatikan:
a) kegiatan pemanfaatan ruang diizinkan berupa kegiatan
operasional, penunjang dan pengembangan kawasan ancangan
pendaratan dan lepas landas;
b) kegiatan pemanfaatan ruang diizinkan secara bersyarat berupa
kegiatan budi daya lainnya dilaksanakan dengan syarat sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c) kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diizinkan berupa kegiatan
yang menganggu kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas.
2. kawasan peruntukan industri yang bertampalan dengan kawasan
rawan bencana, terdiri atas:
a) rawan banjir tingkat tinggi disusun dengan memperhatikan:
1) pembangunan sarana dan prasarana sistem mitigasi bencana
dengan syarat ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan syarat
memperhatikan aspek mitigasi bencana;
3) pembangunan tempat dan jalur evakuasi bencana; dan
4) pengembangan jaringan dilaksanakan dengan syarat ketentuan
peraturan perundang-undangan.
b) rawan likuefaksi tingkat tinggi disusun dengan memperhatikan:
1) pembangunan sarana dan prasarana sistem mitigasi bencana
dengan syarat ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan syarat
memperhatikan aspek mitigasi bencana;
3) pembangunan tempat dan jalur evakuasi bencana; dan
4) pengembangan jaringan dilaksanakan dengan syarat ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c) rawan longsor tingkat tinggi disusun dengan memperhatikan:
1) pembangunan sarana dan prasarana sistem mitigasi bencana
dengan syarat ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan syarat
memperhatikan aspek mitigasi bencana;
3) pembangunan tempat dan jalur evakuasi bencana; dan
4) pengembangan jaringan dilaksanakan dengan syarat ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 85
Pasal 86
Pasal 87
Bagian Ketiga
Penilaian Pelaksanaan Pemanfaatan Ruang
Paragraf 1
Umum
Pasal 88
Paragraf 2
Penilaian Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
Pasal 89
Pasal 90
Pasal 91
Pasal 92
Paragraf 3
Penilaian Perwujudan Rencana Tata Ruang
Pasal 93
Pasal 94
(1) Penilaian perwujudan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 dilakukan dengan:
a. penilaian tingkat perwujudan rencana struktur ruang; dan
b. penilaian tingkat perwujudan rencana pola ruang.
(2) Penilaian tingkat perwujudan rencana struktur ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan terhadap:
a. kesesuaian program;
b. kesesuaian lokasi; dan
c. kesesuaian waktu pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang.
(3) Penilaian tingkat perwujudan rencana pola ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dilakukan terhadap:
a. kesesuaian program;
b. kesesuaian lokasi; dan
c. kesesuaian waktu pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang.
(4) Penilaian tingkat perwujudan struktur ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dilakukan dengan penyandingan pelaksanaan
pembangunan pusat-pusat permukiman dan sistem jariangan prasarana
terhadap rencana struktur ruang.
(5) Penilaian tingkat perwujudan rencana pola ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan penyandingan pelaksanaan
program pengelolaan lingkungan, pembangunan berdasarkan perizinan
berusaha, dan hak atas tanah terhadap rencana pola ruang.
Pasal 95
Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 96
Pasal 97
(1) Insentif dan disinsentif dapat diberikan kepada Pemerintah Daerah dan
kepada masyarakat.
(2) Insentif kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat diberikan dalam bentuk:
a. pemberian kompensasi;
b. pemberian penyediaan prasarana dan sarana; dan
c. penghargaan; dan/atau
d. publikasi atau promosi daerah.
(3) Insentif kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
diberikan dalam bentuk:
a. pemberian keringanan pajak dan/atau retribusi;
b. subsidi;
c. pemberian kompensasi;
d. imbalan;
e. sewa ruang;
f. urun saham;
g. fasilitasi persetujuan KKPR;
h. penyediaan prasarana dan sarana;
i. penghargaan; dan/atau
j. publikasi atau promosi.
(4) Disinsentif kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dapat diberikan dalam bentuk pembatasan penyediaan prasarana dan
sarana.
(5) Disinsentif kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat diberikan dalam bentuk:
a. pengenaan pajak dan/atau retribusi yang tinggi;
b. kewajiban memberi kompensasi atau imbalan; atau
c. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif dan
disinsentif diatur dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kelima
Arahan Sanksi
Pasal 98
(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) huruf d
merupakan acuan bagi pemerintah Daerah dalam pengenaan sanksi
administrasi kepada pelanggar pemanfaatan ruang.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. penghentian sementara kegiatan;
d. penghentian sementara pelayanan umum;
e. penutupan lokasi;
f. pencabutan KKPR;
g. pembatalan KKPR;
h. pembongkaran bangunan; dan/atau
i. pemulihan fungsi ruang
(3) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan kepada
setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan
yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang.
(4) Pemeriksaan perubahan fungsi ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan melalui audit tata ruang.
(5) Audit tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
(6) Hasil audit tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan
dengan keputusan bupati.
(7) Dalam pelaksanaan audit tata ruang, tim audit tata ruang dapat dibantu
oleh penyidik pegawai negeri sipil penataan ruang dan ahli lainnya sesuai
kebutuhan.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai audit tata ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diatur sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 99
Pasal 100
(1) Perbuatan tidak menaati rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan yang
mengakibatkan perubahan fungsi Ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 89 ayat (3) dan tidak mematuhi ketentuan Pemanfaatan Ruang
dalam rencana Tata Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat
(1) terdiri atas:
a. Pemanfaatan Ruang yang tidak memiliki KKPR; dan/atau
b. Pemanfaatan Ruang yang tidak mematuhi ketentuan dalam muatan
KKPR.
(2) Selain perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sanksi
administratif dapat dikenakan kepada setiap orang yang menghalangi
akses terhadap Kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan dinyatakan sebagai milik umum.
(3) Perbuatan menghalangi akses sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
berupa penutupan akses secara sementara maupun permanen.
Pasal 101
BAB IX
KELEMBAGAAN
Pasal 102
BAB X
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 103
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 104
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 106
Pasal 107
Pasal 108
Pasal 109
Pasal 110
Pasal 111
Pasal 112
BAB XI
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 113
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 114
(1) Setiap orang yang tidak menaati rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 huruf a, yang mengakibatkan
perubahan fungsi Ruang, dipidana dengan pidana penjara sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang
atau mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana sesuai ketentuan
peraturan perundangundangan.
Pasal 115
(1) Setiap orang yang memanfaatkan Ruang tidak sesuai dengan izin
Pemanfaatan Ruang dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 95 huruf b, dipidana sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan perubahan fungsi Ruang, mengakibatkan kerugian
terhadap harta benda atau kerusakan barang atau mengakibatkan
kematian orang, pelaku dipidana sesuai ketentuan peraturan perundang.
Pasal 116
Pasal 117
Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap Kawasan yang oleh
ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 huruf d, dipidana sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 118
Pasal 119
(1) Jangka waktu RTRW adalah 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau
kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam hal terjadi perubahan kondisi lingkungan strategis tertentu, RTRW
dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Perubahan lingkungan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berupa:
a. bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan;
b. perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan Undang-
Undang;
c. perubahan Batas Daerah yang ditetapkan dengan Undang-Undang;
atau
d. perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis.
(4) Perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf d yang berimplikasi pada Peninjauan
Kembali peraturan Bupati tentang RDTR dapat direkomendasikan oleh
forum penataan ruang.
(5) Rekomendasi forum penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) diterbitkan berdasarkan kriteria:
a. Penetapan kebijakan nasional yang bersifat strategis dalam
peraturan perundang-undangan;
b. rencana pembangunan dan pengembangan objek vital nasional;
dan/atau
c. lokasinya berbatasan dengan kabupaten/kota di sekitarnya.
(6) Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten ini dilengkapi dengan
rencana dan album peta yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 120
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 121
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah
Kabupaten Nagekeo Nomor 1 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Nagekeo Tahun 2011-2031 (Lembaran Daerah Kabupaten
Nagekeo Tahun 2011 Nomor 1) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 122
Ditetapkan di Nagekeo
pada tanggal, … 2023
BUPATI NAGEKEO,
Diundangkan di Nagekeo
pada tanggal, … 2023
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN NAGEKEO,
LUKAS MERE
I. UMUM
Penataan ruang diharapkan mampu mendukung sistem
perencanaan pembangunan berkelanjutan demi mencapai tujuan akhir
negara yaitu kesejahteraan yang adil. Oleh karena itu, pengaturan tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah diarahkan untuk menjawab segala
permasalahan yang terjadi dalam masyarakat dan dilaksanakan secara
terencana terpadu, dan komperhensif demi terwujudnya pembangunan di
daerah secara berkelanjutan.
Pasca proses pengkajian, evaluasi, dan penilaian yang dilakukan
terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo Tahun 2011-
2031, terdapat beberapa hal yang mendorong perlunya penyesuaian tata
ruang wilayah Kabupaten Nagekeo. Pertama, muatan rencana kurang
mendalam. Sementara itu, data yang digunakan untuk perumusan
rencana tata ruang wilayah banyak yang tidak relevan dengan kondisi
sekarang dan yang akan datang. Kualitas perpetaan juga kurang baik.
Kedua, muatan rencana tata ruang sebagian tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku setelah ditetapkannya
RTRW Kabupaten Nagekeo. Ketiga, penyimpangan pemanfaatan ruang
yang terjadi dinilai tinggi, teridentifikasi dari banyaknya program yang
belum terlaksana sesuai target lima tahun pertama yang ditetapkan dalam
RTRW. Berdasarkan hasil analisis kegiatan peninjauan kembali dan
temuan tersebut diketahui bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Nagekeo Tahun 2011-2031 perlu dilakukan tindakan lebih lanjut berupa
Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo Tahun 2011-
2031. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki dan mengakomodasi
perkembangan pemanfaatan pola dan struktur ruang yang ada di
Kabupaten Nagekeo saat ini.
Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (7) Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagaimana telah diubah beberapa
kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, maka Rencana
Tata Ruag Wilayah ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Untuk itu,
Pemerintahan Daerah Kabupaten Nagekeo melakukan tahapan
penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten Nagekeo tentang rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo Tahun 2023-2042.
BUPATI NAGEKEO,
BUPATI NAGEKEO,
BUPATI NAGEKEO,
BUPATI NAGEKEO,
BUPATI NAGEKEO,
BUPATI NAGEKEO,
BUPATI NAGEKEO,
KAWASAN STATEGIS
BUPATI NAGEKEO,
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20
2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042
A Perwujudan Pemanfaatan Ruang Rencana Struktur Ruang Wilayah
1. Perwujdan Sistem Pusat Permukiman
1.1. Program Perkotaan Mbay - APBN; - Pemerintah
pengembangan - APBD Pusat;
perkotaan sebagai Provinsi - Dinas
Pusat Kegiatan NTT; dan Pekerjaan
Lokal (PKL): - APBD Umum dan
a. Penyusunan Kabupaten Perumahan
Rencana Detail Nagekeo. Rakyat
Tata Ruang Provinsi NTT;
(RDTR) dan
Kawasan - Dinas
Perkotaan; Pekerjaan
b. Penyusunan Umum dan
Rencana Tata Penataan
Bangunan dan Ruang
Lingkungan; Kabupate
c. Penataan dan Nagekeo
pengendalian
kegiatan
komersial/
perdagangan
mencakup
pertokoan,
pusat belanja
dan
sejenisnya.
No Program Lokasi Sumber Instansi Tahap Perencanaan-1 Tahap Perencanaan-2 Tahap Perencanaan-3 Tahap Perencanaan-4 Tahap
Pendanaan Pelaksana Perencanaan-5
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20
2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042
1.2. Program - Perkotaan - APBN; - Pemerintah
pengembangan Boawae di - APBD Pusat;
perkotaan sebagai Kecamatan Provinsi - Dinas
Pusat Pelayanan Boawae NTT; dan Pekerjaan
Kawasan: - Perkotaan - APBD Umum dan
a. Penyusunan Mauponggo di Kabupaten Perumahan
Rencana Detail Kecamatan Nagekeo. Rakyat
tata Ruang Mauponggo Provinsi NTT;
Kawasan - Perkotaan dan
perkotaan; Mbaenuamuri - Dinas
b. Penyusunan di Kecamatan Pekerjaan
Rencana Tata Keo Tengah Umum dan
Bangunan dan - Perkotaan Penataan
Lingkungan; Nangaroro di Ruang
dan Kecamatan Kabupate
c. Penataan dan Nangaroro Nagekeo
pengendalian
- Perkotaan
kegiatan
Tengatiba di
komersial/
Kecamatan
perdagangan,
Aesesa
mencakup
Selatan
pertokoan,
- Perkotaan
pusat belanja,
Tendakinde
dan
di Kecamatan
sejenisnya.
Wolowae
1.3. Program - Pusat APBD Dinas Pekerjaan
Pengembangan Pelayanan Kabupaten Umum dan
perkotaan sebagai Lingkungan Nagekeo Penataan Ruang
Pusat Pelayanan Anakoli di Kabupaten
Lingkungan. Kecamatan Nagekeo
Wolowae;
- Pusat
Pelayanan
Lingkungan
Langedhawe
di Kecamatan
Aesesa
Selatan;
- Pusat
Pelayanan
Lingkungan
Marapokot di
Kecamatan
Aesesa;
- Pusat
Pelayanan
Lingkungan
Maukeli di
No Program Lokasi Sumber Instansi Tahap Perencanaan-1 Tahap Perencanaan-2 Tahap Perencanaan-3 Tahap Perencanaan-4 Tahap
Pendanaan Pelaksana Perencanaan-5
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20
2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042
Kecamatan
Mauponggo;
- Pusat
Pelayanan
Lingkungan
Nagerawe di
Kecamatan
Boawae;
- Pusat
Pelayanan
Lingkungan
Sawu di
Kecamatan
Mauponggo;
- Pusat
Pelayanan
Lingkungan
Tonggo di
Kecamatan
Nangaroro;
dan
- Pusat
Pelayanan
Lingkungan
Wajo di
Kecamatan
Keo Tengah
2 Perwujudan Sistem Jaringan Transportasi
2.1. Perwujudan Sistem Jaringan Jalan berupa Jalan Umum
a. Pengembangan dan - Aegela - Bts. APBN Kementerian
pemeliharaan Kota Ende; Pekerjaan
jaringan jalan arteri - Gako – Umum dan
primer; Aegela; dan Perumahan
- Malanuza – Rakyat
Gako.
b. Pengembangan dan - Aegela - - APBN; - Kementerian
pemeliharaan Danga dan Pekerjaan
jaringan jalan (Mbay); - APBD Umum dan
kolektor primer; - Aeramo - Provinsi Perumahan
Kaburea (Bts. NTT Rakyat; dan
Kab); - Dinas
- Boawae - Pekerjaan
Olakile (Batas Umum dan
Ngada); Perumahan
- Dadiwuwu – Rakyat
Aeramo; Provinsi NTT
- Danga (Mbay)
- Nila –
Marapokot;
No Program Lokasi Sumber Instansi Tahap Perencanaan-1 Tahap Perencanaan-2 Tahap Perencanaan-3 Tahap Perencanaan-4 Tahap
Pendanaan Pelaksana Perencanaan-5
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20
2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042
- Gako –
Mauponggo;
- Marapokot –
Aeramo;
- Mauponggo –
Maumbawa;
dan
- Mboras
(Riung) -
Danga.
c. Pengembangan dan Aemali-Danga APBD Dinas Pekerjaan
pemeliharaan Kabupaten Umum dan
jaringan jalan Nagekeo Penataan Ruang
kolektor sekunder; Kabupaten
Nagekeo
d. Pengembangan dan Seluruh APBD Dinas Pekerjaan
pemeliharaan kecamatan Kabupaten Umum dan
jaringan jalan lokal Nagekeo Penataan Ruang
primer; Kabupaten
Nagekeo
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20
2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042
- Terminal Kabupaten
Boawae di Nagekeo; dan
Kecamatan - Dinas
Boawae; dan Perhubungan
- Terminal Kabupaten
Mauponggo di Nagekeo
Kecamatan
Mauponggo.
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20
2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042
a. Pengembangan dan Pelabuhan APBN Kementerian
pemeliharaan Marapokot di Perhubungan
Pelabuhan Kecamatan
pengumpan regional Aesesa
b. Pengembangan dna - Dermaga Sumber Badan Usaha
pemeliharaan pasir besi di pembiayaan dan/atau
terminal khusus Kecamatan lain yang Swasta.
Aesesa; dan sah.
- Dermaga
wisata
Anakoli di
Kecamatan
Wolowae.
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20
2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042
b. Pengembangan dan Seluruh APBN - Kementrian
pemeliharaan kecamatan Energi dan
jaringan distribusi Sumber Daya
tenaga listrik Mineral; dan
berupa Saluran - PT PLN
Udara Tegangan
Menengah (SUTM)
c. Pengembangan dan Seluruh APBN - Kementrian
pemeliharaan kecamatan Energi dan
jaringan distribusi Sumber Daya
tenaga listrik Mineral; dan
berupa Saluran - PT PLN
Udara Tegangan
Rendah (SUTR)
d. Pengembangan dan GI Aesesa di APBN - Kementrian
pemeliharaan gardu Kecamatan Energi dan
listrik Aesesa Sumber Daya
Mineral; dan
- PT PLN
4 Perwujudan Sistem Jaringan Telekomunikasi
4.1 Perwujudan Jaringan Tetap
Pengembangan dan Seluruh - APBN; dan - Kementrian
pemeliharaan jaringan Kecamatan - Sumber BUMN;
tetap pembiayaan - Kementrian
lain yang Komunikasi dan
sah Informatika;
dan
- Badan Usaha
dan/atau
Swasta.
4.2 Perwujudan Jaringan Bergerak
Pengembangan dan - Kecamatan - APBN; dan - Kementrian
pemeliharaan jaringan Aesesa (enam - Sumber BUMN;
bergerak seluler berupa belas lokasi); pembiayaan - Kementrian
menara Base Transceiver - Kecamatan lain yang Komunikasi dan
Station (BTS). Aesesa Selatan; sah Informatika;
- Kecamatan dan
Boawae (lima - Badan Usaha
belas lokasi); dan/atau
- Kecamatan Keo Swasta.
Tengah (dua
lokasi);
- Kecamatan
Mauponggo
(empat lokasi);
- Kecamatan
Nangaroro
(empat lokasi);
dan
No Program Lokasi Sumber Instansi Tahap Perencanaan-1 Tahap Perencanaan-2 Tahap Perencanaan-3 Tahap Perencanaan-4 Tahap
Pendanaan Pelaksana Perencanaan-5
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20
2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042
- Kecamatan
Wolowae (tiga
lokasi).
5 Sistem Jaringan Sumber Daya Air
5.1 Perwujudan Sistem Jaringan Irigasi
a. Rehabilitasi dan - Kecamatan - APBD - Dinas Pekerjaan
pemeliharaan Aesesa; Provinsi Umum dan
jaringan irigasi - Kecamatan NTT; dan Perumahan
primer Boawae; - APDB Rakyat Provinsi
- Kecamatan Keo Kabupaten NTT
Tengah; Nagekeo - Dinas Pekerjaan
- Kecamatan Umum dan
Mauponggo; Penataan Ruang
- Kecamatan Kabupaten
Nangaroro; dan Nagekeo
- Kecamatan
Wolowae.
b. Rehabilitasi dan - Kecamatan APDB Kabupaten Dinas Pekerjaan
pemeliharaan Aesesa; Nagekeo Umum dan
jaringan irigasi - Kecamatan Penataan Ruang
sekunder eksisting Boawae; Kabupaten
- Kecamatan Keo Nagekeo
Tengah;
- Kecamatan
Mauponggo;
dan
- Kecamatan
Nangaroro.
c. Rehabilitasi dan - Kecamatan APDB Kabupaten Dinas Pekerjaan
pemeliharaan Aesesa; Nagekeo Umum dan
jaringan irigasi - Kecamatan Penataan Ruang
tersier Boawae; Kabupaten
- Kecamatan Nagekeo
Mauponggo;
dan
- Kecamatan
Nangaroro.
5.2 Perwujudan Sistem Pengendalian banjir
a. Pembangunan dan - Kecamatan APDB Kabupaten Dinas Pekerjaan
pemeliharaan Aesesa; Nagekeo Umum dan
jaringan pengedalian - Kecamatan Penataan Ruang
banjir dalam bentuk: Aesesa Selatan; Kabupaten
1. normalisasi - Kecamatan Nagekeo
sungai yang Boawae;
berada dekat - Kecamatan
dengan Nangaroro; dan
kawasan
- Kecamatan
permukiman
Wolowae.
No Program Lokasi Sumber Instansi Tahap Perencanaan-1 Tahap Perencanaan-2 Tahap Perencanaan-3 Tahap Perencanaan-4 Tahap
Pendanaan Pelaksana Perencanaan-5
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20
2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042
atau pusat
kegiatan dengan
cara melakukan
pengerukan
pada
pendangkalan
sungai,
pelebaran pada
penyempitan
sungai serta
pengamanan
wilayah
sepanjang
sempada sungai
2. Pembuatan dan
penambahan
elevasi tanggul-
tanggul sungai
di kawasan
perkotaan atau
kawasan yang
dekat dengan
permukiman
penduduk
b. Pembangunan - Kecamatan APDB KabupatenDinas Pekerjaan
bangunan Aesesa; Nagekeo Umum dan
pengendalian banjir - Kecamatan Penataan Ruang
Aesesa Selatan; Kabupaten
dan Nagekeo
- Kecamatan
Wolowae.
5.3 Perwujudan Bangunan Sumber Daya Air
Rencana pengembangan - Kecamatan APDB KabupatenDinas Pekerjaan
dan pemeliharaan Aesesa dengan Nagekeo Umum dan
bangunan sumber daya air jumlah 3 unit; Penataan Ruang
- Kecamatan Kabupaten
Asesa Selatan Nagekeo
dengan jumlah
1 unit;
- Kecamatan
Boawae dengan
jumlah jumlah
14 unit;
- Kecamatan Keo
Tengah dengan
jumlah 7 unit;
- Kecamatan
Mauponggo
No Program Lokasi Sumber Instansi Tahap Perencanaan-1 Tahap Perencanaan-2 Tahap Perencanaan-3 Tahap Perencanaan-4 Tahap
Pendanaan Pelaksana Perencanaan-5
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20
2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042
dengan jumlah
18 unit;
- Kecamatan
Nangaroro
dengan jumlah
23 unit;
- Kecamatan
Wolowae
dengan jumlah
11 unit.
6 Perwujudan Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
6.1 Perwujudan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) berupa Jaringan Perpipaan
a. Pengembangan dan - Kecamatan APDB Kabupaten Dinas Pekerjaan
pemeliharaan berupa Boawae; dan Nagekeo Umum dan
unit air baku; dan - Kecamatan Penataan Ruang
Nangaroro. Kabupaten
Nagekeo
b. Pengembangan dan - Kecamatan APDB Kabupaten Dinas Pekerjaan
pemeliharaan Aesesa; Nagekeo Umum dan
jaringan unit - Kecamatan Penataan Ruang
Aesesa Selatan; Kabupaten
distribusi.
- Kecamatan Nagekeo
Boawae; dan
- Kecamatan
Nangaroro.
6.2 Pewujudan Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL)
Pengembangan dan Kecamatan APDB - Dinas Pekerjaan
pemeliharaan infrastruktur Aesesa Kabupaten Umum dan
sistem pengelolaan air Nagekeo Penataan Ruang
limbah domestik Kabupaten
Nagekeo; dan
- Dinas
Lingkungan
Hidup
Kabupaten
Nagekeo
6.3 Pewujudan Sistem Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Pengembangan dan - Kecamatan APDB - Dinas Pekerjaan
pemeliharaan sistem Asesa; dan Kabupaten Umum dan
pengelolaan limbah bahan - Kecamatan Nagekeo Penataan Ruang
berbahaya dan beracun Boawae Kabupaten
(B3) Nagekeo; dan
- Dinas
Lingkungan
Hidup
Kabupaten
Nagekeo
6.4 Perwujudan Sistem Jaringan Persampahan
No Program Lokasi Sumber Instansi Tahap Perencanaan-1 Tahap Perencanaan-2 Tahap Perencanaan-3 Tahap Perencanaan-4 Tahap
Pendanaan Pelaksana Perencanaan-5
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20
2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042
a. Pengembangan dan Seluruh APDB Kabupaten - Dinas Pekerjaan
pemeliharaan Tempat Kecamatan Nagekeo Umum dan
Penampungan Penataan Ruang
Sementara (TPS) Kabupaten
Nagekeo; dan
- Dinas
Lingkungan
Hidup
Kabupaten
Nagekeo
b. Pengembangan TPA Kecamatan APBD Provinsi Dinas Pekerjaan Umum
baru dimana Aesasa NTT dan Perumahan
Rakyat Provinsi
diarhakan pada
NTT.
lokasi baru dengan
memperhatikan daya
dukung dan dsya
tamping
lingkungannya
6.5 Perwujudan Sistem Jaringan Evakuasi Bencana
a. Pembangunan dan Seluruh APBD Kabupaten - Dinas Pekerjaan
pemeliharaan jalur kecamatan Nagekeo Umum dan
evakuasi bencana Penataan Ruang
Kabupaten
Nagekeo; dan
- Badan
Penanggulangan
Bencana
Daerah
b. Pengembangan dan Seluruh APBD Kabupaten - Dinas Pekerjaan
pemeliharaan tempat kecamatan Nagekeo Umum dan
evakuasi bencana Penataan Ruang
Kabupaten
Nagekeo; dan
- Badan
Penanggulangan
Bencana
Daerah
6.6 Pengembangan Sistem Drainase
a. Pengembangan dan - Kecamatan APBD Kabupaten Dinas Pekerjaan
pemeliharaan Asesa; Nagekeo Umum dan
jaringan drainase - Kecamatan Penataan Ruang
primer Boawae; dan Kabupaten
- Kecamatan Nagekeo.
Nangaroro
b. Pengembangan dan - Kecamatan APBD Kabupaten Dinas Pekerjaan
pemeliharaan Aesesa; Nagekeo Umum dan
jaringan drainase - Kecamatan Penataan Ruang
sekunder Aesesa Selatan; Kabupaten
Nagekeo.
No Program Lokasi Sumber Instansi Tahap Perencanaan-1 Tahap Perencanaan-2 Tahap Perencanaan-3 Tahap Perencanaan-4 Tahap
Pendanaan Pelaksana Perencanaan-5
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20
2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042
- Kecamatan
Boawae;
- Kecamatan
Mauponggo;
- Kecamatan
Nangaroro; dan
- Kecamatan
Wolowae.
B PERWUJUDAN POLA RUANG
1 Kawasan Lindung
1.1 Perwujudan Kawasan yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya (PTB) berupa Kawasan Hutan Lindung (HL)
a. Pemantapan - Kecamatan APBN Kementerian
kawasan hutan Aesesa Lingkungan
lindung dengan - Kecamatan Hidup dan
kode HL pada area Aesesa Selatan Kehutanan
yang telah - Kecamatan
mengalami alih Wolowae
fungsi melalui
pengembangan
vegetasi tegakan
tinggi yang
mampu
memberikan
perlindungan
terhadap
permukaan tanah
dan mampu
meresapkan air;
b. Peningkatan
fungsi lindung
pada area yang
telah mengalami
ahli fungsi melalui
pengembangan
vegetasi tegakan
tinggi yang
mampu
memberikan
perlindungan
terhadap
permukaan tanah
dan mampu
meresapkan air;
c. Pengembalian
berbagai rona awal
sehingga
kehidupan satwa
langka dan
No Program Lokasi Sumber Instansi Tahap Perencanaan-1 Tahap Perencanaan-2 Tahap Perencanaan-3 Tahap Perencanaan-4 Tahap
Pendanaan Pelaksana Perencanaan-5
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20
2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042
dilindungi dapat
lestari;
d. Percepatan
rehabilitasi lahan
yang mengalami
kerusakan; dan
e. Meningkatkan
kegiatan
pariwisata alam
(misalnya outbond,
camping).
1.2 Perwujudan Kawasan Perlindungan Setempat (PS)
Rehabilitasi dan Seluruh APBD Kabupaten - Dinas Pekerjaan
pemantapan fungsi kecamatan Nagekeo Umum dan
Kawasan perlindungan Penataan Ruang
setempat dengan kode PS. Kabupaten
Nagekeo; dan
- Dinas
Lingkungan
Hidup
Kabupaten
Nagekeo
1.3 Perwujudan Kawasan Ekosistem Mangrove (EM)
Rehabilitasi dan reboisasi - Kecamatan APBD - Dinas Pekerjaan
kawasan ekosistem Aesesa Kabupaten Umum dan
mangrove dengan kode EM - Kecamatan Nagekeo Penataan Ruang
Wolowae Kabupaten
Nagekeo; dan
- Dinas
Lingkungan
Hidup
Kabupaten
Nagekeo
2 Kawasan Budi Daya
2.1. Perwujudan Kawasan Hutan Produksi (KHP)
a. Pengembangan dan - Kecamatan APBN Kementerian
pengelolaan Aesesa Lingkungan
kawasan hutan - Kecamatan Hidup dan
produksi terbatas Nangaroro Kehutanan
dengan kode HPT - Kecamatan
Wolowae
b. Perlindungan dan - Kecamatan APBN Kementerian
pemeliharaan Aesesa Lingkungan
Kawasan hutan - Kecamatan Hidup dan
produksi tetap Boawae; Kehutanan
dengan kode HP. - Kecamatan Ko
meliputi: Tengah;
1. Perlindungan,
Reboisasi dan
No Program Lokasi Sumber Instansi Tahap Perencanaan-1 Tahap Perencanaan-2 Tahap Perencanaan-3 Tahap Perencanaan-4 Tahap
Pendanaan Pelaksana Perencanaan-5
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20
2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042
pemeliharaan - Kecamatan
hutan produksi Mauponggo
tetap dengan - Kecamatan
kode HP Nangaroro
2. Pengelolaan
kawasan hutan
produksi tetap
dengan kode HP
dengan
pengembangan
kegiatan
tumpang ari
atau budidaya
sejenis dengan
tidak
mengganggu
tanaman pokok.
3. Pemantauan
dan
pengendalian
kegiatan
pengusahaan
hutan serta
gangguan
keamanan
hutan lainnya;
4. Pengembangan
dan diversifikasi
penanaman
jenis hutan
5. Peningkatan
fungsi ekologis
melalui
pengembangan
sistem tebang
pilih, tebang
gilir dan rotasi
tanaman yang
mendukung
keseimbangan
alam.
2.2. Perwujudan Kawasan Pertanian (P)
a. Pengembangan Seluruh APBD Kabupaten
Dinas Pertanian
kawasan tanaman Kecamatan Nagekeo Kabupaten
pangan dengan Nagekeo
kode P-1 meliputi:
1. Pengembangan
kawasan
tanaman
pangan
No Program Lokasi Sumber Instansi Tahap Perencanaan-1 Tahap Perencanaan-2 Tahap Perencanaan-3 Tahap Perencanaan-4 Tahap
Pendanaan Pelaksana Perencanaan-5
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20
2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042
dengan kode
P-1
2. Peningkatan
kuantitas dan
kualitas
jaringan irigasi
untuk
berbagai
kebutuhan
pertanian;
3. Pembangunan
tanaman
pangan
diarahkan
untuk
swasembada
pangan,
meningkatkan
pendapatan,
kesejahteraan,
taraf hidup
petani,
memperbaiki
derajat mutu
konsumsi
masyarakat
yang
berimbang
b. Penetapan dan Seluruh APBD Kabupaten
Dinas Pertanian
pencegahan alih Kecamatan Nagekeo Kabupaten
fungsi Kawasan Nagekeo
Pertanian Pangan
Berkelanjutan (KP2B)
dengan luas kurang
lebih 8.342 (delapan
ribu tiga ratus empat
puluh dua) hektare
c. Penyusunan kajian
pengelolaan dan
pengendalian KP2B
termasuk ketentuan
pemberian insentif
dan disinsentif
kepada masayarakat.
d. Pengembangan Seluruh APBD Kabupaten
Dinas Pertanian
kawasan perkebunan Kecamatan Nagekeo Kabupaten
dengan kode P-3 Nagekeo
melalui:
1. Peningkatan
Mutu dan
No Program Lokasi Sumber Instansi Tahap Perencanaan-1 Tahap Perencanaan-2 Tahap Perencanaan-3 Tahap Perencanaan-4 Tahap
Pendanaan Pelaksana Perencanaan-5
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20
2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042
Pemasaran Hasil
Perkebunan.
2. Peningkatan
Produksi dan
Produktivitas
Tanaman
Perkebunan
melalui
intensifikasi dan
rehabilitasi. dan
3. Pengembangan
tanaman
perkebunan
berkelanjutan.
e. Pengembangan - Kecamatan APBD KabupatenDinas Pertanian
kawasan petrenakan Aesesa; Nagekeo Kabupaten
dengan kode P-4 - Kecamatan Nagekeo
melalui: Aesesa Selatan;
1. Peningkatan - Kecamatan
produksi pakan Boawae;
ternak - Kecamatan
2. Penyediaan Nangaroro; dan
Benih dan bibit
- Kecamatan
serta
Wolowae.
peningkatan
produksi ternak
3. Meningkatkan
produktivitas
komoditi
peternakan
4. Pengendalian
dan
penanggulangan
penyakit hewan
5. Peningkatan
pemenuhan
persyaratan
produk hewan
yang Aman,
Sehat, Utuh, dan
Halal
6. Dukungan
manajemen dan
dukungan teknis
lainnya dari
Ditjen
Peternakan dan
Kesehatan
Hewan
2.3. Perwujudan Kawasan Perikanan (IK)
No Program Lokasi Sumber Instansi Tahap Perencanaan-1 Tahap Perencanaan-2 Tahap Perencanaan-3 Tahap Perencanaan-4 Tahap
Pendanaan Pelaksana Perencanaan-5
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20
2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042
Pengembangan kawasan - Kecamatan APBD Kabupaten Dinas Pertanian
perikanan budi daya Aesesa dan Nagekeo Kabupaten
dengan kode IK-2 - Kecamatan Nagekeo
Wolowae
2.4. Perwujudan Kawasan Pergaraman (KEG)
a. Pengembangan - Kecamatan APBD Kabupaten Dinas Pertanian
usaha pergaraman Aesesa dan Nagekeo Kabupaten
rakyat - Kecamatan Nagekeo
b. Pembangunan Wolowae
Sentra Ekonomi
Garam yang
memetakan seluruh
potensi
pergaraman,
baik potensi
tambak garam dan
sarana/prasarana
c. Pengembangan
kelembagaan usaha
garam rakyat
secara kontinuitas
d. Peningkatan
kualitas produksi
garam
2.5. Perwujudan Kawasan Peruntukan Industri (KPI)
Rencsna pengembanngan Kecamatan - APBD - Dinas Koperasi,
Kawasan peruntukan Aesesa Kabupaten Usaha Kecil dan
industry dengan kode KPI Nagekeo; Menengah,
dengan konsep green dan Perindustrian
industry, terpadu dan - Sumber dan
berkelanjutan pembiayaan Perdagangan
yang sah Kabupaten
Nagekeo; dan
- Swasta
2.6. Perwujudan Kawasan Permukiman
a. Pegembangan Seluruh - APBD - Dinas
Kawasan kcematan Kabupaten Perumahan
Permukiman Nagekeo; Rakyat dan
Perkotaandengan dan Kawasan
- Sumber Permukiman
kode PK terdiri
pembiayaan Kabupaten
atas: yang sah Nagekeo;dan
1. Pembangunan - Swasta
dan
Pengembangan
kawasan
permukiman
perkotaan
No Program Lokasi Sumber Instansi Tahap Perencanaan-1 Tahap Perencanaan-2 Tahap Perencanaan-3 Tahap Perencanaan-4 Tahap
Pendanaan Pelaksana Perencanaan-5
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20
2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042
2. Pemenuhan
kebutuhan RTH
30%
3. Pengaturan
intensitas
pemanfaatan
kawasan
terbangun
dirinci atas
amplop ruang
(Koefisien Dasar
Hijau, Koefisien
Dasar
bangunan,
Koefisien Lantai
Bangunan dan
Garis
Sempadan
Bangunan)
berdasarkan
karakteristik
kawasan
4. Pendistribusian
pemanfaatan
ruang
terbangun
kawasan
perkotaan yang
merata untuk
mencegah
kawasan
permukiman
padat dengan
pengembangan
ruang ke arah
vertikal
5. Perencanaan
kawasan
permukiman
baru dapat
membentuk
cluster
permukiman
untuk
menghindari
penumpukan
dan keamanan
bermukim
6. Pengembangan
sarana dan
No Program Lokasi Sumber Instansi Tahap Perencanaan-1 Tahap Perencanaan-2 Tahap Perencanaan-3 Tahap Perencanaan-4 Tahap
Pendanaan Pelaksana Perencanaan-5
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20
2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042
prasarana
permukiman
sesuai hirarki
dan tingkat
pelayanan
7. Pengaturan
permukiman
kumuh
perkotaan (slum
area) dengan
penyediaan
perumahan
sederhana.
b. Pengembangan Seluruh - APBD - Dinas
Kawasan Kecamatan Kabupaten Perumahan
Permukiman Nagekeo; Rakyat dan
Perdesaan dengan dan Kawasan
kode PD, terdiri - Sumber Permukiman
atas: pembiayaan Kabupaten
1. Penyediaan yang sah Nagekeo;dan
sarana dan - Swasta
prasarana
lingkungan
permukiman
yang memadai
sesuai
kebutuhan yang
bersinergi
dengan
pengembangan
sistem
perkotaan
2. Permukiman
perdesaan
sebagai hunian
berbasis
agraris,
dikembangkan
dengan
memanfaatkan
lahan
pertanian.
Permukiman
perdesaan di
pegunungan
dikembangkan
dengan berbasis
perkebunan
dan
hortikultura.
No Program Lokasi Sumber Instansi Tahap Perencanaan-1 Tahap Perencanaan-2 Tahap Perencanaan-3 Tahap Perencanaan-4 Tahap
Pendanaan Pelaksana Perencanaan-5
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20
2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042
Permukiman
perdesaan di
dataran rendah
adalah
pertanian
tanaman
pangan dan
perikanan
darat.
Permukiman
perdesaan
pesisir
dikembangkan
budi daya
kelautan
3. Menjaga
kelestarian
lingkungan
perdesaan,
kawasan
permukiman
adat, kawasan
yang rentan
terhadap
bencana alam
dan kawasan
yang
membutuhkan
perlindungan
lainnya
4. Kawasan
perdesaan
khususnya desa
tertinggal
dilakukan
peningkatan
produktivtas
dan
pemberdayaan
masyarakat
melalui
peningkatan
nilai ekonomis
lahan dan
penyediaan
sarana
parasarana
yang
dibutuhkan
2.7. Perwujudan Kawasan Transportasi (TR)
No Program Lokasi Sumber Instansi Tahap Perencanaan-1 Tahap Perencanaan-2 Tahap Perencanaan-3 Tahap Perencanaan-4 Tahap
Pendanaan Pelaksana Perencanaan-5
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20
2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042
a. pengembangan Kecamatan APBD KabupatenDinas Perhubungan
kawasan Aesesa Nagekeo; Kabupaten
transportasi dengan Nagekeo
kode TR;
b. Penyusunan kajian
perencanaan detail
kawasan
transportasi;
c. Pengembangan
penggunaan
teknologi; dan
d. Penyediaan sarana
dan prasarana
minimum untuk
kawasan
transportasi.
C Perwujudan Kawasan Strategis Kabupaten
1. Pewujudan Kawasan Strategis dari Suddut Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi
a. Pengembangan Seluruh APBD KabuptenDinas Pekerjaan
Kawasan Pariwisata Kecamatan Nagekeo Umum dan
berbasis desa Penataan Ruang
wisata; Kabupaten
b. Penyusunam kajian Negekeo
perencanaan detail
kawasan pariwisata
berbasis desa
wisata;
c. Pengembangan - Kecamatan APBD KabuptenDinas Pekerjaan
Kawasan Aesesa; Nagekeo Umum dan
minapolitan; dan - Kecamatan Penataan Ruang
d. Penyusunam kajian Nangaroro; Kabupaten
perencanaan detail - Kecamatan Negekeo
kawasan Mauponggo;
minapolitan. dan
- Kecamatan
Wolowae.
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20
2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042
Tradisional dan
Kawasan Situs
Arkeologi Olubula
3. Perwujudan Kawasan strategis sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi
a. Pengembangan dan Kecamatan Aesesa APBD KabuptenDinas Pekerjaan
eksplorasi Kawasan Nagekeo Umum dan
panas pasir besi; Penataan Ruang
Kabupaten
b. Penyusunam kajian
Negekeo
perencanaan detail
kawasan pasir besi;
c. Pengembangan dan - Kecamatan APBD KabuptenDinas Pekerjaan
eksplorasi Kawasan Aesesa; Nagekeo Umum dan
panas bumi; - Kecamatan Penataan Ruang
d. Penyusunam kajian Aesesa Selatan; Kabupaten
perencanaan detail dan Negekeo
kawasan panas - Kecamatan
bumi. Mauponggo.
BUPATI NAGEKEO,